KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP. 47 /MEN/2009 TENTANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP. 47 /MEN/2009 TENTANG"

Transkripsi

1 KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 47 /MEN/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR (POS) DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik, serta untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan agar lebih efisien, efektif, transparan, dan akuntabel, maka perlu Pedoman Penyusunan Prosedur Operasional Standar (POS) di lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan; b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; 3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008; 4. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008; 5. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 58/M Tahun 2008; 6. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan;

2 7. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.24/MEN/2002 tentang Tata Cara dan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan; 8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.07/MEN/ 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kelautan dan Perikanan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.04/MEN/2009; Memperhatikan: 1. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; 2. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi; MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR (POS) DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN. PERTAMA : Menetapkan Pedoman Penyusunan Prosedur Operasional Standar (POS) di lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan yang selanjutnya disebut Pedoman Penyusunan POS, sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini. KEDUA KETIGA KEEMPAT : Pedoman Penyusunan POS memuat tata cara penyusunan POS dan merupakan acuan bagi setiap unit organisasi di lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan dalam menyusun POS sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. : Ketentuan lebih lanjut terhadap Pedoman Penyusunan POS sebagaimana dimaksud diktum KEDUA ditetapkan dalam Petunjuk Pelaksanaan(Juklak) dan/atau Petunjuk Teknis (Juknis) oleh pimpinan unit eselon I atau pimpinan unit kerja otonom, setelah di koordinasikan dengan Sekretaris Jenderal. : Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka ketentuan yang mengatur mengenai POS yang telah ada sebelum ditetapkannya Keputusan ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Keputusan ini. 2

3 KELIMA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Juni 2009 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN R.I., ttd. FREDDY NUMBERI 3

4 LAMPIRAN: Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan R.I., Nomor Kep. 47 /Men/2009 Tentang Pedoman Penyusunan Prosedur Operasional Standar (POS) di lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kinerja di segala bidang, pemerintah terus melakukan berbagai upaya yang diperlukan, salah satu bentuk perbaikan tersebut melalui pembenahan proses kinerja intern pemerintah yang selama ini dinilai masih terlalu birokratis, belum efisien dan efektif, penyalahgunaan wewenang, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), dan cenderung menyulitkan masyarakat ataupun pihak lain yang ingin berhubungan dengan instansi pemerintah. Pemerintah telah mencanangkan penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) sejak tahun Melalui penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik diharapkan dapat mendorong terbentuknya dan terselenggaranya manajemen pemerintahan negara yang lebih efisien dan efektif, serta terbentuknya semangat profesionalisme di kalangan aparatur pemerintah. Pencanangan good governance tersebut semakin menguat dengan diundangkannya UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Komitmen pemerintah untuk mewujudkan good governance telah ditetapkan dalam berbagai kebijakan seperti Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Salah satu upaya untuk mewujudkan good governance dalam pelaksanaan tugas umum pemerintahan adalah melakukan pelayanan umum yang berkualitas, memuaskan, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu diperlukan Prosedur Operasional Standar (POS) sebagai pedoman atau petunjuk bagi para aparatur (pejabat atau pegawai) dalam melaksanakan tugas (pelayanan) dengan 4

5 baik sedangkan bagi para pengguna jasa pelayanan (pelanggan) untuk mengetahui atau memahami akan suatu prosedur pelayanan yang dilakukan oleh aparatur. Dengan demikian dapat dihindarkan adanya tumpang tindih, kesalahan prosedur dalam melaksanakan tugas, dan adanya kejelasan tanggung jawab, serta memberikan informasi yang diperlukan dalam menyusun standar pelayanan sehingga dapat menciptakan atau menghasilkan efisiensi dan efektivitas kinerja organisasi dalam mencapai tujuannya. Untuk menjamin adanya kesamaan pengertian dan keseragaman dalam penyusunan prosedur operasional, maka perlu dibuat Pedoman Penyusunan POS. Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara telah menetapkan Peraturan Menteri Negara PAN Nomor PER.21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan, namun mengingat pedoman tersebut masih bersifat umum, maka Departemen Kelautan dan Perikanan perlu menyusun pedoman yang lebih spesifik dan hanya berlaku di lingkup Departemen Kelautan dan Perikanan. B. Maksud dan Tujuan. 1. Maksud Pedoman Penyusunan POS dimaksudkan untuk dijadikan acuan bagi seluruh unit kerja di lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan dalam menyusun POS masing-masing unit kerja. 2. Tujuan Pedoman Penyusunan POS disusun dengan tujuan untuk mewujudkan pelayanan umum yang berkualitas, memuaskan, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. C. Ruang Lingkup Ruang Lingkup Pedoman Penyusunan POS meliputi : 1. Asas-Asas, Prinsip dan Muatan Dokumen POS; 2. Tipe dan format POS ; 3. Mekanisme Penyusunan POS. 5

6 D. Pengertian 1. Prosedur Operasional Standar yang selanjutnya disebut POS adalah penetapan tertulis mengenai apa, kapan, dimana dan oleh siapa suatu kegiatan/tugas harus dilakukan sebagai dasar dan acuan dalam proses pelaksanaan kegiatan dalam suatu organisasi. 2. Prosedur kerja adalah rangkaian tata kerja yang berkaitan satu sama lain, untuk menunjukkan adanya urutan tahapan secara jelas dan pasti, serta caracara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian suatu bidang tugas. 3. Pelayanan Publik yaitu segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Simbol-simbol merupakan suatu gambar yang merepresentasikan suatu proses tertentu dalam POS. 5. Produk atau Output merupakan semua jenis pelayanan yang dihasilkan atau dikerjakan oleh suatu unit kerja baik yang berupa barang maupun jasa. 6. POS Teknis adalah standar prosedur yang sangat rinci dan bersifat teknis, setiap prosedur diuraikan dengan sangat teliti sehingga tidak ada kemungkinan-kemungkinan variasi lain. 7. POS Administrasi adalah standar prosedur yang diperuntukkan bagi jenisjenis pekerjaan yang bersifat administratif. 6

7 BAB II ASAS-ASAS, PRINSIP-PRINSIP DAN MUATAN DOKUMEN POS A. Asas-Asas Penyusunan POS Asas-asas dalam penyusunan POS meliputi : 1. Asas Pembakuan POS disusun berdasarkan tata cara dan bentuk yang telah dibakukan sehingga dapat menjadi acuan yang baku dalam melakukan suatu tugas. 2. Asas Pertanggungjawaban POS dapat dipertanggungjawabkan baik dari sisi isi, bentuk, prosedur, dan standar yang ditetapkan maupun keabsahannya. 3. Asas Kepastian Adanya keseimbangan hak dan kewajiban antara aparatur selaku pemberi layanan dan masyarakat sebagai penerima layanan sehingga masing-masing pihak mempunyai tanggung jawab yang sama. 4. Asas Keterkaitan Bahwa dalam pelaksanaannya POS senantiasa terkait dengan kegiatan administrasi umum lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung dan berkaitan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Asas Kecepatan dan Kelancaran Digunakan untuk menjamin terselesaikannya suatu tugas pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, tepat sasaran, serta menjamin kemudahan dan kelancaran secara prosedural. 6. Asas Keamanan POS digunakan untuk kepentingan semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan tugas agar sesuai dengan apa yang telah ditetapkan, sehingga dapat memberikan kenyamanan dalam pelaksanaan tugas. 7

8 7. Asas Keterbukaan POS dapat menciptakan adanya keterbukaan dalam pelaksanaan tugas sehingga tidak akan muncul kecurigaan baik dari aparatur sebagai pemberi layanan maupun masyarakat sebagai penerima layanan. B. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Prinsip-prinsip dalam penyusunan POS meliputi : 1. Kemudahan POS harus dibuat secara jelas, sederhana, dan singkat sehingga mudah dimengerti dan diterapkan. 2. Kejelasan POS harus dapat memberikan kejelasan kapan dan siapa yang harus melaksanakan kegiatan, berapa lama waktu yang dibutuhkan, dan sampai dimana tanggung jawab masing-masing pejabat/pegawai. 3. Keterukuran POS harus dapat memberikan pedoman yang jelas untuk mengukur ketepatan norma waktu, keakuratan hasil kerja, maupun rincian biaya pelayanan, dan tata cara pembayaran bila diperlukan adanya biaya pelayanan. 4. Fleksibilitas POS harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga mudah direvisi bila diperlukan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan kebijakan yang berlaku. C. Muatan Dokumen POS Setiap POS yang berada dalam lingkup proses tertentu setelah selesai dibuat/disusun kemudian disatukan dalam satu dokumen POS. Dokumen POS meliputi: 1) Halaman Judul (cover); 2) Lembar pengesahan Dokumen POS (Keputusan Pimpinan Unit Kerja); 8

9 3) Daftar Isi dokumen POS; 4) Penjelasan singkat penggunaan; 5) Prosedur Operasional Standar (POS), yang dilengkapi dengan beberapa hal sebagai berikut: a. Nama POS; b. Satuan Kerja/Unit Kerja; c. Nomor dokumen; d. Tanggal pembuatan; e. Tanggal revisi; f. Tanggal efektif; g. Pengesahan oleh pejabat yang berkompeten; h. Dasar hukum; i. Keterkaitan; j. Peringatan (catatan: bila diperlukan); k. Kualifikasi Personel (catatan: bila diperlukan); l. Peralatan dan Perlengkapan (catatan: bila diperlukan); m. Uraian POS; n. Pencatatan. 9

10 BAB III TIPE DAN FORMAT POS A. TIPE POS Secara umum POS dapat dibedakan ke dalam dua tipe/model, yaitu POS teknis (technical Standard Operational Procedure) dan POS administratif (administrative Standard Operational Procedure). Untuk kegiatan-kegiatan yang cenderung sangat bersifat teknis, maka tipe POS teknis lebih tepat digunakan. Sedangkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya administratif, maka tipe POS administratif yang lebih tepat. Dalam organisasi yang sifat pekerjaannya tidak hanya administratif, tetapi juga teknis, dapat mempergunakan penggabungan dari kedua tipe tersebut. Secara lebih rinci perbedaan antara POS teknis dan POS administratif adalah sebagai berikut: 1. POS Teknis (Technical SOP) POS teknis pada umumnya disusun untuk berbagai kegiatan teknis, seperti misalnya: a) POS tentang bagaimana melakukan pemantauan kesehatan dan lingkungan perairan budidaya sehingga dapat diperoleh data yang akurat dan representatif dalam program Pemantauan Kesehatan dan Lingkungan Perairan Budidaya, b) POS mengenai tatacara pengujian bakteri atau virus pada ikan impor yang akan masuk ke wilayah Indonesia di Unit Pelaksana Teknis Karantina Ikan seluruh Indonesia. Selain itu, POS teknis juga dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan seperti memproses dan mengevaluasi data (termasuk verifikasi dan validasi), pemodelan, pengenalan resiko, dan mengaudit peralatan operasional. Dalam proses penyusunan POS tipe ini perlu memasukkan langkah-iangkah yang spesifik dari proses inisiatif, pengkoordinasian, dan pencatatan hasil dari kegiatan. Di samping itu, penyusunan POS teknis juga harus disesuaikan dengan kerangka kerja yang ada. Namun format penulisannya dapat dimodifikasi, baik itu diperluas maupun dipersempit disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kegiatan. 2. POS Administratif (Administrative Standard Operational Procedure) POS administratif dipergunakan untuk: a) menyusun berbagai macam prosedur kegiatan administratif, b) mereview dokumen seperti kontrak, proyek, menentukan kebutuhan diklat, 10

11 ataupun c) menggambarkan prosedur surat-menyurat kantor. Dalam penyusunan POS administratif perlu memasukkan beberapa langkah yang spesifik dari proses inisiatif kegiatan seperti, pengkoordinasian kegiatan dan pencatatan hasil dari setiap kegiatan. Penyusunan POS administratif juga harus disesuaikan dengan kerangka kerja yang ada, akan tetapi formatnya dapat dimodifikasi, baik itu diperluas maupun dipersempit disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kegiatan. Misalnya: a) POS tentang Pengajuan Cuti, b) POS tentang Penerimaan Pegawai Baru. B. Format POS Selain tipe POS, yang harus diperhatikan pula adalah format POS. Dengan memperhatikan format penyusunannya, maka pengorganisasiannya dapat dipermudah sehingga memudahkan bagi para pengguna dalam memahami isi POS tersebut serta lebih efisien dalam penggunaan dan memberi kesesuaian dengan spesifikasi organisasi yang mengembangkannya. Dua faktor yang dapat dijadikan dasar dalam penentuan format penyusunan POS yang akan dipakai oleh suatu organisasi adalah: a) berapa banyak keputusan/pilihan yang akan dibuat dalam suatu prosedur, b) berapa banyak langkah dan sub langkah yang diperlukan dalam suatu prosedur. Format terbaik POS adalah yang dapat memberikan wadah serta dapat menyampaikan informasi yang dibutuhkan secara tepat dan memfasilitasi implementasi POS secara konsisten. Format POS yang masih relevan digunakan saat ini adalah sebagai berikut: 1. Langkah sederhana (Simple Steps) Simple steps dapat digunakan jika prosedur yang akan disusun hanya memuat sedikit kegiatan. Format POS ini dapat digunakan dalam situasi dimana hanya ada beberapa orang yang akan melaksanakan prosedur yang telah disusun, dan biasanya merupakan prosedur rutin. Dalam simple steps ini kegiatan yang akan dilaksanakan cenderung sederhana dengan proses yang pendek. 11

12 2. Tahapan berurutan (Hierarchical Steps) Format ini merupakan pengembangan dari simple steps. Digunakan jika prosedur disusun panjang, lebih dari 10 langkah dan membutuhkan informasi lebih detail, akan tetapi hanya memerlukan sedikit pengambilan keputusan. Dalam hierarchical steps langkah-iangkah yang telah diidentifikasi dijabarkan ke dalam sub-sub langkah secara terperinci. 3. Grafik (Graphic) Jika prosedur yang disusun menghendaki kegiatan yang panjang dan spesifik, maka format ini dapat dipakai. Da!am format ini proses yang panjang tersebut dijabarkan ke dalam sub-sub proses yang lebih pendek yang hanya berisi beberapa langkah. Hal ini mernudahkan bagi pegawai/petugas dalam melaksanakan prosedur. Format ini juga bisa digunakan jika dalam menggambarkan prosedur diperlukan adanya suatu gambar atau diagram. 4. Diagram Alir (Flowcharts) Flowcharts merupakan format yang biasa digunakan jika dalam POS tersebut diperlukan pengambilan keputusan yang banyak (kompleks) dan membutuhkan jawaban "ya" atau "tidak" yang akan mempengaruhi sub langkah berikutnya. Format ini juga menyediakan mekanisme yang mudah untuk diikuti dan dilaksanakan oleh para pegawai melalui serangkaian langkah-iangkah sebagai hasil dari keputusan yang telah diambil. 5. Kombinasi Selain menggunakan empat macam pilihan format POS di atas, penyusunan POS dapat merupakan kombinasi antara format-format POS yang ada tersebut. Misalnya dapat berupa gabungan antara format flowchart yang menggunakan simbol-simbol dengan format simple steps yang disertai dengan uraian aktivitas kegiatan yang dilakukan, (seperti yang tergambar dalam contoh 5, format POS Kombinasi). Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penulisan POS, dengan format manapun yang akan dipergunakan, tercipta beberapa informasi yang perlu dimasukkan kedalam setiap POS. Informasi tersebut antara lain: a) perlunya judul yang jelas, b) nama orang yang bertanggung jawab akan POS tersebut, dan c) tanggal POS mulai efektif dioperasionalkan. Di samping itu POS juga harus memasukkan daftar bahan atau peralatan yang 12

13 diperlukan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan yang termuat dalam POS. Simbol-simbol yang dipergunakan dalam penyusunan POS adalah sebagai berikut: Proses serempak Proses penyimpanan data garis alur proses Konektor untuk penundaan dokumen garis alur tembusan Perpindahan halaman Start/ akhir proses persiapan pengambilan keputusan konektor Data kartu penggabungan disket magnetik 13

14 BAB IV MEKANISME PENYUSUNAN POS Mekanisme penyusunan POS merupakan sebuah siklus, yang dimulai dari tahap persiapan, diawali dengan pembentukan Tim penyusunan POS, penilaian kebutuhan POS (SOP Need Assessment), penyusunan POS, pengembangan POS (SOP Development), penerapan POS (SOP Implementation), hingga monitoring dan evaluasi POS (SOP Monitoring And Evaluation) dan jika dari hasil evaluasi perlu dilakukan penyempurnaan ataupun pembuatan POS yang baru, maka proses dimulai kembali dari tahapan persiapan POS. A. Persiapan Penyusunan POS memerlukan adanya komitmen yang kuat dari pihak pimpinan dalam organisasi. Kemauan untuk melakukan perubahan atas prosedur-prosedur yang sudah ada perlu dipertegas oleh pimpinan karena kecenderungan untuk menolak perubahan akan selalu menjadi penghambat atas pembaharuan. Agar penyusunan POS dapat dilakukan dengan baik, maka perlu dilakukan persiapan-persiapan sebagai berikut: 1. Membentuk Tim dan kelengkapannya. Tim bertugas untuk melakukan identifikasi kebutuhan, mengumpulkan data, melakukan analisis prosedur, melakukan pengembangan, melakukan ujicoba, melakukan sosialisasi, mengawal penerapan, memonitor dan melakukan evaluasi, melakukan penyempurnaan-penyempurnaan, menyajikan hasil-hasil pengembangan mereka kepada pimpinan unit kerja dan tugas-tugas lainnya. Tim hendaknya terdiri dari tim yang melingkupi POS organisasi secara keseluruhan, dan tim yang melingkup unit-unit kerja pada berbagai levelnya. Tim yang dibentuk harus dilengkapi dengan berbagai kelengkapan lain, seperti kewenangan dan tanggung jawab. Kewenangan dimaksud meliputi kewenangan untuk memperoleh informasi dari satuan kerja atau sumber lain, melakukan review dan pengujian, melakukan identifikasi, melakukan analisis dan menyeleksi berbagai alternatif prosedur yang akan distandarkan, menulis POS, mendistribusikan hasil kepada seluruh anggota tim untuk direview, dan melakukan pengujian. Tim memiliki tanggungjawab untuk menyampaikan hasil-hasil yang telah diperoleh kepada pimpinan. 14

15 2. Memberikan pelatihan-pelatihan bagi anggota tim Agar tim dapat melakukan tugasnya dengan baik, maka seluruh anggota tim harus memperoleh pembekalan yang cukup tentang bagaimana menyusun POS. Petunjuk pelaksanaan penyusunan POS ini menjadi panduan bagi anggota tim dalam melaksanakan tugasnya. 3. Memastikan bahwa seluruh unit tahu tentang upaya pimpinan untuk melakukan perubahan terhadap prosedur-prosedur operasional yang diperlukan. B. Penilaian Kebutuhan POS (SOP Need Assessment) Penilaian kebutuhan POS bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana kebutuhan suatu organisasi dalam mengembangkan POS-nya. Untuk organisasi yang sama sekali belum memiliki POS, tentunya penilaian kebutuhan akan sangat bermanfaat dalam menentukan ruang lingkup, jenis, dan jumlah POS yang dibutuhkan. Ruang lingkup akan berkaitan dengan bidang tugas mana yang prosedur-prosedur operasionalnya akan menjadi target untuk distandarkan. Untuk organisasi yang telah memiliki POS, penilaian kebutuhan ini dilakukan sebagai bagian dari tindak lanjut atas hasil evaluasi terhadap penerapan POS. Hasil evaluasi akan memberikan informasi apakah POS yang telah ada sudah mampu memenuhi semua kebutuhan organisasi dalam penataan hubungan kerja baik secara internal maupun eksternal, keselarasannya dengan misi dan lingkungan organisasi, serta peraturan perundangan yang berlaku. Apabila ternyata hasil evaluasi menunjukkan berbagai kelemahan dalam POS yang telah ada, maka dilakukan kembali penilaian kebutuhan untuk melihat kembali ruang!ingkup, jenis dan jumlah serta penyempurnaan-penyempurnaan yang perlu dilakukan. Penilaian kebutuhan POS dipengaruhi oleh berbagai aspek yang mempengaruhi beroperasinya organisasi sehari-hari. Aspek-aspek itu meliputi: 1) lingkungan operasional (operating environment), 2) berbagai peraturan perundang-undangan dan petunjuk teknis yang berlaku (standard of practice), serta 3) kebutuhan organisasi dan seluruh stakeholdernya (local need). 15

16 Beberapa hal umum yang dapat dilakukan dalam melakukan penilaian kebutuhan POS: 1. Memperoleh dukungan organisasi dalam melaksanakan penilaian kebutuhan, dukungan organisasi sangat penting bagi kelancaran dan keberhasilan penyusunan POS. Dukungan ini dapat dalam berbagai bentuk, mulai dari penyediaan berbagai sumber daya yang dibutuhkan (personil, waktu, tempat pertemuan,dll). 2. Mengembangkan rencana tindak (action plan). Pelaksanaan penilaian kebutuhan yang menyeluruh dapat menjadi sebuah proses yang cukup padat dan memakan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu membuat sebuah rencana tindak akan sangat membantu dalam menjaga komitmen kerja, menunjukkan akuntabilitas kerja, serta membantu tim penilaian kebutuhan berfokus pada apa yang ingin dicapai dari proses ini. 3. Melakukan penilaian kebutuhan. Jika organisasi telah memiliki POS, dan ingin melakukan penyempurnaan terhadap POS yang telah ada, maka proses penilaian kebutuhan dapat dimulai dengan melihat kembali informasi yang diperoleh dari proses evaluasi. Proses evaluasi antara lain akan memberikan informasi mengenai mana POS yang tidak dapat dilaksanakan atau sudah tidak relevan lagi, mana POS baru yang mungkin diperlukan, dan mana POS yang perlu disempurnakan. Jika organisasi belum memiliki POS sama sekali, maka tim penilai kebutuhan dapat memulai dengan mempelajari aspek lingkungan operasional dan peraturan perundang-undangan dan petunjuk teknis ataupun dokumen-dokumen internal organisasi yang memberikan pengaruh terhadap proses organisasi. Proses ini akan menghasilkan kebutuhan sementara mengenai POS yang perlu dibuat. 4. Membuat sebuah daftar POS yang akan dikembangkan. Dari uraian nomor 3 di atas maka dapat disusun sebuah daftar mengenai POS apa saja yang akan disempurnakan atau yang akan dibuatkan baru. 5. Melakukan analisis terhadap POS yang telah ada berdasarkan daftar yang dikembangkan dalam tahapan nomor 4. Uraian yang lebih mendalam dilakukan dengan melihat kembali pada setiap POS yang ada, dan mengidentifikasi bagian-bagian mana saja yang perlu dikembangkan, direvisi, diganti, atau dihilangkan. POS yang berkaitan dengan hukum dan perundangan harus memiliki prioritas yang tinggi untuk dikembangkan. 16

17 6. Membuat dokumen penilaian kebutuhan POS. Sebagai sebuah tahap akhir dari penilaian kebutuhan POS, tim penilai kebutuhan harus membuat sebuah laporan atau dokumen penilaian kebutuhan POS. Dokumen memuat hasil kesimpulan semua temuan dan rekomendasi yang didapatkan dari proses penilaian kebutuhan ini. Berbagai prioritas yang harus dilakukan segera dijelaskan dengan mempertimbangkan kemampuan organisasi serta alasan yang rasional harus diberikan untuk setiap pengembangan, baik penambahan, perubahan, penggantian, maupun penghapusan berbagai POS yang telah ada. Jika organisasi belum memiliki POS harus diberikan alasan mengapa POS tersebut diperlukan. C. Penyusunan POS Setelah berbagai alternatif prosedur dipilih, langkah selanjutnya adalah menyusun POS. Pada proses penyusunan ini, untuk memperoleh prosedur yang baik, bahkan tim terkadang harus kembali mengumpulkan informasi yang dirasakan kurang, melakukan analisis, mengidentifikasi dan menetapkan alternatif. Aspek yang perlu diperhatikan dalam penyusunan POS, antara lain; tipe POS, apakah POS teknis atau POS administratif, dimana dalam penulisan POS ini perlu ditetapkan lebih dahulu tipe mana yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Juga perlu diperhatikan mengenai format POS yang akan dipakai apakah dengan hierarchical steps, graphic, flowchart atau kombinasi yang menggabungkan antara fomat narasi yang menggambarkan langkahlangkah urut kegiatan dengan format flowchart yang menggunakan simbolsimbol dan ditempatkan persis pada posisi setiap jabatan yang berwenang dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas tersebut. D. Pengembangan POS Sebagai sebuah standar yang akan dijadikan acuan dalam proses pelaksanaan tugas keseharian organisasi, maka pengembangan POS tidak merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan sekali jadi, tetapi memerlukan tinjau ulang/kaji ulang sebelum akhirnya menjadi POS yang valid dan reliable yang benar-benar menjadi acuan bagi setiap proses dalam organisasi. 17

18 Pengembangan POS pada dasarnya meliputi 7 (tujuh) tahapan proses kegiatan secara berurutan yang dapat dirinci sebagai berikut: 1. Pembentukan Tim Untuk mengembangkan POS dengan berbagai kelengkapannya, organisasi tidak dapat selalu mengandalkan POS yang sudah dibuat tanpa melihat perubahan-perubahan yang terjadi, baik dari sisi lingkungan operasional, kebijakan pemerintah maupun kebutuhan internal organisasi. Oleh karena itu, POS perlu secara terus-menerus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan organisasi dalam menjawab tantangan perubahan terutama yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan. Tim sebaiknya independen, artinya tidak meliputi orang-orang yang berada dalam satuan-satuan kerja dalam organisasi, ataupun anggota tim yang diambil dari orang-orang yang berada dalam satuan kerja pada organisasi. 2. Pengumpulan Informasi dan Identifikasi Altematif Pekerjaan pertama yang harus dilakukan oleh tim dalam mengembangkan POS setelah mereka melalui proses penguatan internal adalah mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun POS. Identifikasi informasi yang akan dicari, dapat dipisahkan mana informasi yang dicari dari sumber primer dan mana yang dicari dari sumber sekunder. Jika identifikasi berbagai informasi yang akan dikumpulkan sudah diperoleh, maka selanjutnya adalah memilih teknik pengumpulan datanya. Ada berbagai kernungkinan teknik pengumpulan informasi yang dapat digunakan untuk mengembangkan POS, seperti melalui brainstorming, focus group, wawancara, survey, benchmark, telaahan dokumen dan lainnya. Teknik mana yang akan digunakan, sangat terkait erat dengan instrumen pengumpul informasinya. 3. Analisis dan Pemilihan Alternatif Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap alternatif-alternatif prosedur yang berhasil diidentifikasi untuk dibuatkan standarnya. Panduan umum dalam menentukan alternatif mana yang dipilih untuk distandarkan antara lain meliputi aspek-aspek sebagai berikut: kelayakan, implementasi, kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan, dan kelayakan politis. Dengan membandingkan berbagai alternatif melalui keuntungan dan kerugian yang kemungkinan terjadi jika diterapkan, selanjutnya dapat dipilih alternatif 18

19 mana yang dipandang dapat memenuhi kebutuhan organisasi. Proses analisis ini akan menghasilkan prosedur-prosedur yang telah dipilih, baik berupa penyempurnaan prosedur-prosedur yang sudah ada sebelumnya, pembuatan prosedur-prosedur yang sudah ada namun belum distandarkan, atau prosedur-prosedur yang belum ada atau sama sekali baru. 4. Perumusan POS Aspek yang perlu diperhatikan dalam perumusan POS, antara lain: tipe POS, apakah POS teknis atau POS administratif, dimana dalam penulisan POS ini perlu ditetapkan lebih dahulu tipe mana yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Juga perlu diperhatikan mengenai format POS yang akan dipakai apakah dengan hierarchical steps, graphic, atau flowchart. 5. Pengintegrasian POS POS yang telah disusun perlu diintegrasikan ke dalam sebuah dokumen yang nantinya akan menjadi panduan dalam pelaksanaan prosedur-prosedur pelaksanaan tugas pokok dan fungsi ataupun penyelenggaraan pelayanan. Pengintegrasian perlu dilakukan, karena satu prosedur dengan prosedur lainnya yang saling terkait dan harus diselaraskan sehingga tidak terjadi inkonsistensi, ketidakseragaman, dan saling bertentangan yang justru akan menghambat prosedur itu sendiri. Sebagai contoh seperti POS SLO dengan POS SIB harus terintegrasi karena memiliki keterkaitan satu sama lain. 6. Pengujian dan Review Untuk memperoleh POS yang memenuhi aspek-aspek sebagaimana telah diuraikan diatas, POS yang dirumuskan oleh tim pengembangan POS harus melalui tahap pengujian dan review. Berbagai catatan mengenai pengujian harus dibuat oleh tim untuk jenis prosedur yang dibuatkan standarnya, sehingga proses penyempurnaan POS yang perlu disempurnakan dapat dilakukan dengan baik. Setelah proses ini diselesaikan, selanjutnya POS yang telah dirumuskan siap untuk disampaikan kepada pimpinan. Penyampaian kepada pimpinan, tidak hanya semata memberikan POS yang telah dirumuskan, tetapi sebaiknya tim membuat suatu pengantar atau semacam executive summary yang berisi antara lain penjelasan mengenai prosedurprosedur apa saja yang distandarkan, mengapa prosedur tersebut perlu 19

20 distandarkan, sejauh mana prosedur yang telah distandarkan memenuhi harapan pimpinan, sejauh mana prosedur yang telah distandarkan telah memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan lain sebagainya. 7. Pengesahan POS Proses pengesahan merupakan tindakan pengambilan keputusan oleh pimpinan. Proses pengesahan akan meliputi penelitian dan evaluasi oleh pimpinan terhadap prosedur yang distandarkan. Oleh karena itu, jika tim menyusun executive summary, akan sangat membantu pimpinan dalam memahami hasil rumusan sebelum melakukan pengesahan. Meskipun POS telah disahkan oleh pimpinan, tetapi POS harus dilakukan review secara terus-menerus agar diperoleh POS yang benar-benar efisien dan efektif, sehingga masih dimungkinkan adanya perubahan. Agar POS yang telah disusun dapat lebih bermanfaat dalam rangka peningkatan pelayanan untuk memenuhi harapan pengguna jasa, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Standar mutu output POS yang telah disusun perlu dilengkapi dengan standar-standar mutu, baik dilihat dari sisi output yang dihasilkan, waktu penyelesaian, kelengkapan, ketepatan, dan kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan kriteria lainnya. Untuk setiap aktivitas yang dimuat dalam POS, pemuatan standar-standar mutu ini sangat penting, mengingat setiap prosedur harus memiliki kepastian dalam penyelesaian outputnya dilihat dari kriteriakriteria sebagaimana disebutkan di atas. b. Standar sarana dan prasarana POS yang telah disusun juga harus dilengkapi dengan standar sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam melaksanakan prosedur-prosedur yang distandarkan. Jika ternyata prosedur-prosedur yang telah distandarkan tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang tidak memenuhi persyaratan, konsistensi prosedur tersebut akan terganggu, dan secara keseluruhan akan mengganggu proses pelayanan. 20

21 E. Penerapan POS Penerapan POS dalam praktek penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi merupakan langkah selanjutnya dari siklus POS setelah pengembangan POS yang menghasilkan rumusan POS di mana secara formal ditetapkan oleh pimpinan organisasi. Proses penerapan harus dapat memastikan bahwa tujuantujuan berikut dapat tercapai: 1. Setiap pelaksana mengetahui POS yang baru/diubah dan mengetahui alasan perubahannya. 2. Salinan/kopi POS disebarluaskan sesuai kebutuhan dan siap diakses oleh semua pelaksana. 3. Setiap pelaksana mengetahui perannya dalam POS dan dapat menggunakan semua pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki untuk menerapkan POS secara aman dan efektif (termasuk pemahaman akan akibat yang akan terjadi bila gagal dalam melaksanakan POS). 4. Perubahan POS pada tahap penerapan dapat berupa penambahan atau pengurangan langkah kegiatan yang disebabkan adanya perubahan kebijakan, kebutuhan konsumen, maupun adanya kebutuhan organisasi yang didasarkan pada alasan yang dapat dipertanggungjawabkan F. Perubahan POS Terhadap POS yang telah dilaksanakan dan memerlukan adanya perubahan dikarenakan adanya perubahan kebijakan, kebutuhan konsumen, kebutuhan organisasi, maka hal tersebut dimungkinkan yang tentunya disertai dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Perubahan terhadap POS dapat berupa penambahan atau pengurangan. G. Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan penerapan POS harus secara terus-menerus dipantau sehingga proses penerapannya dapat berjalan dengan baik. Masukan-masukan dalam setiap upaya monitoring akan menjadi bahan yang berharga dalam evaluasi sehingga penyempurnaan-penyempurnaan terhadap POS dapat dilakukan dengan cepat sesuai dengan kebutuhan. Agar monitoring dan evaluasi dapat berjalan dengan baik, maka perlu dibentuk tim monitoring dan evaluasi. Tim akan dapat bekerja secara efektif bila dipilih dari anggota tim yang sebelumnya terlibat dalam tim pengembangan POS dan tim supervisi. Namun demikian tim ini perlu pula dibantu oleh tim yang berasal 21

22 dari masing-masing unit kerja yang secara langsung dapat memantau jalannya penerapan POS pada proses penyelenggaraan organisasi khususnya yang berkaitan dengan unit kerjanya sebagai bagian dari proses secara keseluruhan dari organisasi. 22

23 H. Contoh- contoh Format POS Dasar Hukum: Form 1 POS Tahap sederhana (Simple Steps) Nama Unit Kerja.. Nomor POS Tanggal Pembuatan Tanggal Revisi Tanggal Efektif Prosedur Operasional Standar Penanganan Surat Masuk Keterkaitan: Peringatan: Kualifikasi Pelaksanaan: Peralatan/Perlengkapan: Pencatatan dan Pendataan: Uraian Prosedur: 1. Subbag TU menerima, memilah, mengagendakan, memberi lembar disposisi dan menyampaikan surat masuk kepada Subbag TU : : : : 2. Subbag TU meneliti dan menyampaikan surat masuk kepada Pimpinan Unit Kerja melalui Pengadminisrasi Umum masing-masing 3. Pimpinan Unit Kerja memeriksa, membaca dan memberi disposisi kepada pejabat dibawahnya melalui Subbag TU untuk di proses lebih lanjut 4. Subbag TU mencatat, mengagendakan dan mendistribusikan kepada pejabat yang dituju dalam lembar disposisi 5. Pejabat penerima disposisi menerima surat untuk diproses lebih lanjut. Disahkan oleh: Kepala 23

24 Form 2 POSTahap Hirarki (Hierarchical Steps) Nama Unit Kerja.. Nomor POS : Tanggal Pembuatan : Tanggal Revisi : Tanggal Efektif : Prosedur Operasional Standar Pengajuan Cuti Tahunan Dasar Hukum: Kualifikasi Pelaksanaan: Keterkaitan: Peralatan/Perlengkapan: Peringatan: Pencatatan dan Pendataan: Uraian Prosedur: 1. Mengisi formulir cuti tahunan a. Formulir tersedia di Bagian Kepegawaian; b. Isi Formulir dan serahkan kepada Bagian Kepegawaian untuk diteliti mengenai hak cuti yang tersisa; c. Formulir diserahkan kembali kepada pegawai yang mengajukan cuti setelah Bagian Kepegawaian memberikan pengesahan mengenai hak cuti yang akan diambil sesuai dengan sisa cuti yang tersedia; d. Pegawai yang mengajukan cuti menandatangani formulir pengajuan cuti dan menyampaikan kepada atasan langsung yang bersangkutan. 2. Persetujuan atasan langsung dan pejabat yang berwenang memberi cuti a. Atasan langsung yang bersangkutan memberi persetujuan dengan memberikan tanda tangan pada formulir pengajuan cuti dan menyampaikan kepada pejabat yang berwenang memberi cuti; b. Pejabat yang berwenang memberi cuti memberikan persetujuan dengan menandatangani formulir pengajuan cuti, menyerahkan formulir kepada atasan yang bersangkutan. 3. Pelaksanaan Cuti a. Pegawai yang mengajukan cuti, menyampaikan satu berkas formulir asli kepada Bagian Kepegawaian, menyampaikan satu copy untuk Bagian Tata Usaha, menyimpan satu copy untuk dirinya sendiri untuk dokumentasi; b. Pegawai yang mengajukan cuti melaksanakan cuti dengan kewajiban sebelum melaksanakan cuti melaporkan kemajuan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tugasnya kepada atasan langsung; c. Pegawai yang melaksanakan cuti wajib melapor kepada atasan langsung setelah melaksanakan cuti. Disahkan oleh: Pimpinan Unit Kerja 24

25 Form 3 POS Graphic Nama Unit Kerja Nomor POS : Tanggal ditetapkan : Tanggal Revisi : Tanggal Efektif : Dasar Hukum: Kualifikasi Pelaksanaan: Keterkaitan: Peringatan: Peralatan/Perlengkapan: Pencatatan dan Pendataan: Prosedur Operasional Standar Pengajuan Cuti Tahunan Isi Formulir Persetujuan Cuti a. Pegawai yang mengajukan cuti, mengisi formulir cuti tahunan a Pegawai mengajukan kepada atasan langsung untuk mendapatkan persetujuan a. Pegawai yang mengajukan cuti menyampaikan formulir kepada Bagian Kepegawaian, copy untuk unit kerjanya dan copy untuk yang bersangkutan. b. Serahkan formulir ke Bagian yang menangani kepegawaian b Atasan langsung menandatangani dan menyampaikan kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti b. Pegawai yang mengajukan cuti wajib melaporkan kemajuan pekerjaannya sebelum cuti. c. Bagian yang menangani kepegawaian meneliti ketersediaan cuti bagi pegawai yang mengajukan dan menyerahkan kepada yang bersangkutan. c Pejabat yang berwenang memberikan cuti menandatangani pengajuan dan menyampaikan kembali kepada atasan langsung pegawai yang bersangkutan c. Pelaksanaan cuti oleh yang bersangkutan d. Pegawai menandatangani formulir dan menyerahkan kepada atasan langsung d Atasan langsung menyampaikan kepada yang bersangkutan Disahkan oleh: Pimpinan Unit Kerja 25

26 Form 4 POS Diagram Alir (Flowchart) Nama Unit Kerja.. Prosedur Operasional Standar Pembelian/Pengadaan Jasa Kalibrasi dan Perbaikan Alat Nomor POS : Tanggal ditetapkan : Tanggal Revisi : Tanggal Efektif : Dasar Hukum Kualifikasi Pelaksanaan Keterkaitan Peralatan/Perlengkapan: Peringatan Pencatatan dan Pendataan: Uraian Prosedur :

27 Diagram Alir (Flow Chart) Kegiatan: Disahkan oleh: Pimpinan Unit Kerja 27

28 Form 5 POS Kombinasi/ Gabungan Nama Unit Kerja.. Prosedur Operasional Standar Pengajuan dan Pertanggungjawaban Uang Muka Nomor POS : Tanggal ditetapkan : Tanggal Revisi : Tanggal Efektif : Dasar Hukum Kualifikasi Pelaksanaan Keterkaitan Peralatan/Perlengkapan: Peringatan Pencatatan dan Pendataan: Uraian Prosedur : No. Uraian PUMK 1 Berdasarkan Rencana Operasional Kegiatan,Pemegang Uang Muka (PUMK) menyusun rincian kebutuhan Bagian untuk bulan tertentu, membuat usul pengajuan uang muka, meneliti,menandatangani, meminta paraf kepada Kasubbag yang bersangkutan dan mengajukan kepada Kepala Bagian selaku PPK untuk mendapatkan persetujuan. Apabila Kabag bukan PPK, maka usulan pengajuan uang muka wajib ditandatangani oleh Kabag sebagai penanggung jawab kegiatan sebelum diajukan kepada PPK. 2 PPK menerima usul pengajuan uang muka dari PUMK, meneliti, mengoreksi/menandatangani dan meneruskan kepada PUMK untuk diproses lebih lanjut. 1 Kasubag/ Bag PPK 2 Vers SPM Penand. SPM Bendahara 3 PUMK menerima usul pengajuan uang muka yang sudah ditandatangani PPK, meneliti kemudian mengajukan kepada Bendahara. 3 4 Bendahara menerima usul pengajuan uang muka, meneliti, membayar uang muka kepada PUMK. Apabila uang belum tersedia, Bendahara memberi catatan kapan uang muka akan dibayarkan. 4 28

29 No. Uraian PUMK Kasubag/ Bag PPK Ver. SPM Penand. SPM Bendahara 5 PUMK menerima pembayaran uang muka, mencatat, menyampaikan informasi kepada Kasubbag yang bersangkutan bahwa telah tersedia uang muka untuk pekerjaan yang telah direncanakan 5 6 Kasubbag menerima informasi dari PUMK, mempersiapkan dan melaksanakan pekerjaan, menyelesaikan berkas pertanggungjawaban dan menyampaikan kepada PUMK. Untuk kegiatan yang memerlukan pembayaran dimuka, Kasubbag dapat meminta panjar terlebih dahulu kepada PUMK sejumlah yang diperlukan dengan menandatangani tanda terima panjar. 6 7 PUMK menerima berkas pertanggungjawaban dari Kasubbag, meneliti, mencatat, kemudian mengajukan kepada Kabag selaku PPK untuk mendapatkan pengesahan pertanggungjawaban Apabila Kabag bukan sebagai PPK, sebelum berkas pertanggungjawaban diajukan kepada PPK, terlebih dahulu dimintakan pengesahan dari Kabag yang bersangkutan. 7 8 PPK menerima berkas pertanggungjawaban, meneliti, menandatangani berkas pertanggung-jawaban, meneruskan kepada PUMK untuk diproses lebih lanjut. 8 9 PUMK menerima berkas pertanggungjawaban dari PPK, meneliti, dan menyampaikan kepada Bendahara 9 10 Bendahara menerima berkas pertanggung jawaban dari PUMK, meneliti, dan apabila berkas pertanggungjawaban belum lengkap maka berkas tsb dikembalikan kepada PUMK, tetapi bila berkas lengkap bendahara menyiapkan dan mengajukan SPP kepada PPK PPK menerima berkas SPP dari Bendahara, meneliti, menandatangani, dan meneruskan kepada Bendahara Bendahara menerima SPP yang sudah ditandatangani, meneliti, dan meneruskan kepada Verifikator SPP Verifikator SPP menerima berkas SPP, mencatat, memverifikasi, kemudian menyampaikan kepada Pejabat Penandatangan SPM Pejabat penandatangan SPM menerima berkas SPP dari Verifikator SPP, meneliti mencatat,membuat,menandatangani SPM, dan menyampaikan kepada KPPN. 14 Disahkan oleh: Pimpinan Unit Kerja 29

30 BAB V PENUTUP Di Iingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan saat ini sudah mengenal adanya prosedur kerja yang sudah dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari. Berpijak dari prosedur kerja yang telah ada, dan untuk menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan pelaksanaan tugas dalam rangka peningkatan efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas maka prosedur kerja yang telah ada dapat dikembangkan menjadi POS. Untuk kesamaan persepsi dan memudahkan pelaksanaan pengembangan POS, maka diharapkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan POS. Selanjutnya POS dimaksud merupakan acuan dalam menyusun standar pelayanan. Demikian pedoman ini dibuat untuk dapat dilaksanakan, sehingga dengan adanya POS dan standar pelayanan pada unit-unit organisasi di Lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan, diharapkan pelaksanaan pekerjaan dapat lebih efisien, efektif, transparan dan akuntabel serta terciptanya pelayanan prima kepada para pengguna jasa kantor-kantor pelayanan di lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan. MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. FREDDY NUMBERI 30

- 1 - LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG

- 1 - LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG - 1 - LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL DAN PROSEDUR DI LEMBAGA SANDI NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lemba

2017, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lemba No.723, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Penyusunan SOP. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 02 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.730, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Standar Operasional Prosedur. Pedoman.

BERITA NEGARA. No.730, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Standar Operasional Prosedur. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.730, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Standar Operasional Prosedur. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN

Lebih terperinci

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 12/PER/M.K0MINF0/07/2410 TENTANG

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 12/PER/M.K0MINF0/07/2410 TENTANG MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 12/PER/M.K0MINF0/07/2410 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

TEKNIS PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

TEKNIS PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN TEKNIS PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DASAR HUKUM PENDAHULUAN PermenPAN Nomor: PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2012, No

2012, No 2012, No.916 6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR KEP. 06 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) DI LINGKUNGAN BADAN METEOROLOGI,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DI LINGKUP PEMERINTAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

No.856, 2014 BASARNAS. Standar Operasional Prosedur. Penyusunan. Pedoman.

No.856, 2014 BASARNAS. Standar Operasional Prosedur. Penyusunan. Pedoman. No.856, 2014 BASARNAS. Standar Operasional Prosedur. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK.16 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN -1-

BAB I PENDAHULUAN -1- LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR : KEP. 06 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA REPUBLIK INDONESIA, -1- PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.706, 2013 BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Standar Operasional Prosedur. Penyusunan. Pedoman PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

12. Pencetakan dokumen SOP dan pendistribusian. Setelah SOP mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang, dilengkapi dokumen pendukung lainnya, dilakukan pencetakan selanjutnya dokumen SOP didistribusikan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PUSAT STATISTIK PERATURAN KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DI LINGKUNGAN BADAN PUSAT STATISTIK KEPALA

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

(2) Pembiayaan pelaksanaan penyusunan SOP administrasi pemerintahanan Satker, Subsatker dan/atau unit kerja di lingkungan Kementerian Pertahanan dibebankan pada anggaran Satker, Subsatker dan/atau unit

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PENERAPAN SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR) DALAM MANAJEMEN PERKANTORAN. Oleh : ZARKANI, S.Ag, MAP Widyaiswara Muda.

PERKEMBANGAN DAN PENERAPAN SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR) DALAM MANAJEMEN PERKANTORAN. Oleh : ZARKANI, S.Ag, MAP Widyaiswara Muda. PERKEMBANGAN DAN PENERAPAN SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR) DALAM MANAJEMEN PERKANTORAN Oleh : ZARKANI, S.Ag, MAP Widyaiswara Muda ABSTRAK SOP (Standar Operasional Prosedur) mempunyai padanan kata, yaitu

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2011

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2011 W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 43

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 43 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 43 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANJARNEGARA

Lebih terperinci

8. Unit Organisasi Layanan Campuran adalah unit organisasi yang memiliki tugas pokok dan fungsi memberikan pelayanan secara internal dan eksternal.

8. Unit Organisasi Layanan Campuran adalah unit organisasi yang memiliki tugas pokok dan fungsi memberikan pelayanan secara internal dan eksternal. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, menimbang

Lebih terperinci

MANNA, 04 DESEMBER 2014

MANNA, 04 DESEMBER 2014 KAJIAN KEBUTUHAN PENYUSUNANN DAN PENERAPAN S O P DAN SP DILINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BENGKULU SELATAN Disusun Oleh : NOPIAN ANDUSTI, SE.MSP SAB BIDANG EKONOMI DAN KEUANGAN Disampaikan Kepada

Lebih terperinci

TAHAPAN PENYUSUNAN SOP

TAHAPAN PENYUSUNAN SOP 11 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BNN NOMOR 3 TAHUN 2013 TANGGAL 18 APRIL 2013 TAHAPAN PENYUSUNAN SOP Tahapan penyusunan SOP meliputi: 1. Persiapan a. Membentuk Tim dan kelengkapannya 1) Tim terdiri dari

Lebih terperinci

Pasal 6A Unit Pelaksana teknis (UPT) dapat menetapkan SOP mekanisme kerja di lingkungan masing-masing.

Pasal 6A Unit Pelaksana teknis (UPT) dapat menetapkan SOP mekanisme kerja di lingkungan masing-masing. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, tambahan Lembaran Negara Nomor 5038); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 24 Tahun 2015 Seri E Nomor 16 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 24 Tahun 2015 Seri E Nomor 16 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 24 Tahun 2015 Seri E Nomor 16 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR Diundangkan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Penyelenggaraan Pemerintahan

Lebih terperinci

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2016 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL No.23,2016 Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. PEMERINTAHAN DAERAH.Penyusunan, Standar Operasional Prosedur, Penyelenggaraan Pemerintahan. BUPATI

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 25 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 25 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 25 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PADA PENGADILAN NEGERI BANTUL

PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PADA PENGADILAN NEGERI BANTUL PENGADILAN NEGERI BANTUL KELAS I B LAMPIRAN KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN NEGERI BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2017 T E N T A N G PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PADA PENGADILAN NEGERI

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT,

GUBERNUR SULAWESI BARAT, GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DI LINGKUP PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI BARAT

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 69 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 69 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 69 TAHUN 2017 TENTANG PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/PERMEN-KP/2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 50 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 50 TAHUN 2013 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 50 2013 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 50 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB IV PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN SOP

MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB IV PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN SOP BAB IV PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN SOP A. Prinsip-prinsip Penyusunan SOP Penyusunan SOP harus berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut. a. Kemudahan dan kejelasan artinya prosedur yang distandarkan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepoti

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepoti BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.948, 2017 KEMENHUB. Peta Proses Bisnis dan SOP. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 50 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROSEDURE (SOP)

PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROSEDURE (SOP) 1 PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROSEDURE (SOP) dr. AGUS DWI PITONO,M.KES Disampaiakn pada Pertemuan Penyusunan SOP Dinas Kesehatan Kota Bima 02 Maret 2015 2 ORGANISASI PEMERINTAH DASAR HUKUM: Peraturan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN, PEMBANGUNAN DAN KEMASYARAKATAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Konsultasi Penyusunan Standar Operasional dan Prosedur dengan Sekretariat Jenderal DPR RI. Penyusunan Standar Operasional dan Prosedur

Konsultasi Penyusunan Standar Operasional dan Prosedur dengan Sekretariat Jenderal DPR RI. Penyusunan Standar Operasional dan Prosedur Konsultasi Penyusunan Standar Operasional dan Prosedur dengan Sekretariat Jenderal DPR RI Penyusunan Standar Operasional dan Prosedur SEKRETARI S JENDERA L DPR RI DRA. NINING INDRA SHALEH MSI. JAKARTA,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG DENGAN

Lebih terperinci

Kebijakan dan Pedoman Penyusunan SOP di Kementerian PPN/Bappenas. Biro Perencanaan, Organisasi dan Tatalaksana

Kebijakan dan Pedoman Penyusunan SOP di Kementerian PPN/Bappenas. Biro Perencanaan, Organisasi dan Tatalaksana Kebijakan dan Pedoman Penyusunan SOP di Kementerian PPN/Bappenas Biro Perencanaan, Organisasi dan Tatalaksana OUTLINE GRAND DESIGN DAN ROAD MAP REFORMASI REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS ASESMEN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 36 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2012 TENTANG PEDOMAN MONITORING DAN EVALUASI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL, PERATURAN KEPALA LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MAKASSAR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

NOMOR 5 Tahun 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

NOMOR 5 Tahun 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 5 Tahun 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan kinerja

Lebih terperinci

Arsip Nasional Republik Indonesia

Arsip Nasional Republik Indonesia Arsip Nasional Republik Indonesia LEMBAR PERSETUJUAN Substansi Prosedur Tetap tentang Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan telah saya setujui. Disetujui di Jakarta pada tanggal Februari 2011 SEKRETARIS UTAMA,

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.69/MEN/2011

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.69/MEN/2011 KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.69/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN MONITORING DAN EVALUASI PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, No.982, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENLU. SOP dan Pengelolaan Bisnis Proses. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BISNIS PROSES DAN STANDAR

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR 41 TAHUN 2013

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR 41 TAHUN 2013 PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA SABANG DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

Lebih terperinci

SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH Nomor SOP Tanggal Pembuatan Tanggal Revisi Tanggal Efektif Disahkan oleh Nama SOP Dasar Hukum

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANJAR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN, KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR : KEP- 735 /K/SU/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROSEDUR BAKU PELAKSANAAN KEGIATAN (STANDARD OPERATING PROCEDURES) Dl LINGKUNGAN BADAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DALAM RANGKA REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN PAN DAN RB 2014

KEBIJAKAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DALAM RANGKA REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN PAN DAN RB 2014 KEBIJAKAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DALAM RANGKA REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN PAN DAN RB 2014 SOP SALAH SATU BAGIAN DARI PERWUJUDAN IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI 8 AREA PERUBAHAN SEMUA ASPEK MANAJEMEN

Lebih terperinci

PERATURAN SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 002 Tahun Tentang YANG BERADA DI BAWAHNYA

PERATURAN SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 002 Tahun Tentang YANG BERADA DI BAWAHNYA PERATURAN SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 002 Tahun 2012 Tentang PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN MAHKAMAH AGUNG DAN BADAN PERADILAN YANG BERADA DI BAWAHNYA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR AUDIT DAN REVIU ATAS LAPORAN KEUANGAN BAGI APARAT PENGAWAS INTERN

Lebih terperinci

Nomor SOP Tanggal Pembuatan Tanggal Revisi Tanggal Efektif Disahkan oleh Nama SOP

Nomor SOP Tanggal Pembuatan Tanggal Revisi Tanggal Efektif Disahkan oleh Nama SOP SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PELAYANAN EVALUASI, FASILITASI, DAN KLARIFIKASI RAPERDA/PERDA KABUPATEN/KOTA Nomor SOP Tanggal Pembuatan Tanggal Revisi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BIDANG PERHUBUNGAN TAHUN 2012

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BIDANG PERHUBUNGAN TAHUN 2012 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BIDANG PERHUBUNGAN TAHUN 2012 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL DINAS PERHUBUNGAN Jl. Lingkar Timur Manding, Trirenggo, Bantul, Telp. 367321 KATA PENGANTAR Puji dan syukur

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT. NOMOR : 9 Tahun 2013

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT. NOMOR : 9 Tahun 2013 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 9 Tahun 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN TENTANG

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN TENTANG - 1 - S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2016 NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISRASI PEMERINTAHAN DI LINGKUNGAN PROVINSI

Lebih terperinci

Arsip Nasional Republik Indonesia

Arsip Nasional Republik Indonesia Arsip Nasional Republik Indonesia LEMBAR PERSETUJUAN Substansi Prosedur Tetap tentang Penyusunan Laporan Hasil Pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Disetujui di Jakarta pada tanggal Februari

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA buku 1 PEDOMAN pengajuan dokumen usulan reformasi birokrasi kementerian/lembaga Peraturan menteri negara pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi nomor 7 tahun 2011 kementerian pendayagunaan

Lebih terperinci

REFORMASI BIROKRASI. Pengantar

REFORMASI BIROKRASI. Pengantar REFORMASI BIROKRASI Pengantar Keterpihakan serta dukungan terhadap pelaksanaan Reformasi Birokrasi di lingkungan Lembaga Administrasi Negara merupakan suatu amanah yang harus diikuti dengan akuntabilitas

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1465, 2015 BPKP. Laporan Kinerja. Pemerintah Daerah. Rencana Tindak Pengendalian Penyajian. Asistensi Penyusunan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN

Lebih terperinci

2 2015, No Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja U

2 2015, No Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja U No.1465, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Laporan Kinerja. Pemerintah Daerah. Rencana Tindak Pengendalian Penyajian. Asistensi Penyusunan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 121 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 121 TAHUN 2011 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 121 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2007 NOMOR 29 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 29 TAHUN 2007 T E N T A N G PEDOMAN UMUM PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN INSTANSI PEMERINTAH KOTA SEMARANG

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA MOJOKERTO PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEOOMAN PENYUSUNAN STANOAR OPERASIONAL PROSEOUR PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN 01 LlNGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MOJOKERTO OENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB IV TEKNIK PENYUSUNAN SOP

MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB IV TEKNIK PENYUSUNAN SOP BAB IV TEKNIK PENYUSUNAN SOP A. Persiapan Penyusunan SOP Agar penyusunan SOP dapat dilakukan dengan baik, perlu dilakukan persiapanpersiapan sebagai berikut. 1. Pembentukan Tim dan Kelengkapannya a. Anggota

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN INSPEKTORAT MENGAKSES DATA DAN INFORMASI PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lamongan, Januari 2012 Kepala Bagian Bina Pengelolaan Keuangan dan Asset. S U B A N I, SE, MM Pembina NIP

KATA PENGANTAR. Lamongan, Januari 2012 Kepala Bagian Bina Pengelolaan Keuangan dan Asset. S U B A N I, SE, MM Pembina NIP KATA PENGANTAR Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indicator- indikator

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan. A. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan A. Latar Belakang Tujuan reformasi birokrasi dalam persepsi umum tidak lain adalah perbaikan kualitas pelayanan publik. Dalam pengertian ini, reformasi birokrasi harus mampu menghasilkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG, SALINAN PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.491, 2015 KEMENKOMINFO. Akuntabilitas Kinerja. Pemerintah. Sistem. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13

Lebih terperinci

Arsip Nasional Republik Indonesia

Arsip Nasional Republik Indonesia Arsip Nasional Republik Indonesia LEMBAR PERSETUJUAN Substansi Prosedur Tetap tentang Kegiatan Audit telah saya setujui. Disetujui di Jakarta pada tanggal Februari 2011 SEKRETARIS UTAMA, GINA MASUDAH HUSNI

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERMENDAGRI NOMOR 52 TAHUN Sekretariat Jenderal Biro Organisasi - Tatalaksana

PERMENDAGRI NOMOR 52 TAHUN Sekretariat Jenderal Biro Organisasi - Tatalaksana PERMENDAGRI NOMOR 52 TAHUN 2011 Sekretariat Jenderal Biro Organisasi - Tatalaksana ISTILAH SOP SOPs : Standard (Standing) Operating Procedures (Istilah yang diadopsi dari Bahasa Inggris) SPO : Standar

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.01/MEN/I/2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 81 2016 SERI : D PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 81 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA PADA DINAS KEPEMUDAAN DAN

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : PER

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : PER PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : PER.16/MEN/2005 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN Menimbang : a. MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

Lebih terperinci

Arsip Nasional Republik Indonesia

Arsip Nasional Republik Indonesia Arsip Nasional Republik Indonesia LEMBAR PERSETUJUAN Substansi Prosedur Tetap tentang Pencairan Anggaran Belanja di Lingkungan Arsip Nasional Republik Indonesia telah saya setujui. Disetujui di Jakarta

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) IZIN TRAYEK PADA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) IZIN TRAYEK PADA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) PADA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU TAHUN 2012 BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) Nomor : 3/SOP/429.207/2012 Tanggal : 11 Agustus

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGG0 PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGG0 PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGG0 PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : D PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : D PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 61 2014 SERI : D PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SERTA RINCIAN TUGAS JABATAN PADA BADAN PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 347/KMK.01/2012 TENTANG

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 347/KMK.01/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 347/KMK.01/2012 TENTANG STANDAR PENYUSUNAN LAYANAN UNGGULAN (QUICK WINS) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

Lebih terperinci