KAJIAN FUNGSI PENTINGNYA PENASIHAT HUKUM DI DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA (Studi Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) Oleh :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN FUNGSI PENTINGNYA PENASIHAT HUKUM DI DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA (Studi Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) Oleh :"

Transkripsi

1 1 KAJIAN FUNGSI PENTINGNYA PENASIHAT HUKUM DI DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA (Studi Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) Oleh : DANIS ARDANIL ABSTRAK Penelitian yang disusun dalam bentuk skripsi ini bertujuan untuk mengetahui fungsi dan peran penasihat hukum dalam menangani proses pekara pidana di Pengadilan Negeri Surakarta, serta untuk mengetahui hambatanhambatan yang timbul dalam melaksanakan tugasnya sebagai penasihat hukum. Latar belakang di penelitian ini adalah sebagai berikut: Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945 menghendaki agar setiap tindakan apapun dari penguasa tidak hanya didasarkan atas kekuasaan belaka, tetapi harus didasarkan hukum. Hukum mencegah dari kekuasaan sewenang-wenang para penguasa sehingga tercipta wujud perlindungan atas hak asasi manusia. Dalam rangka mewujudkan pemerataan memperoleh keadilan dan perlindungan hukum demi terjaminnya dan dihormati hak asasi manusia maka perlu dimantapkan penyelenggaraan pemberian bantuan hukum bagi masyarakat yang kurang mampu dan lebih-lebih bagi mereka yang buta hukum. Pemberian bantuan hukum dalam sidang pengadilan disebut sebagai penasihat hukum yang mempunyai peranan penting untuk membantu tersangka atau terdakwa dalam mencapai kebenaran dan keadilan. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah: lokasi penelitian di wilayah hukum Pengadilan Negeri Surakarta, subyeknya penasihat hukum yaitu pengacara Fatonah SH dan rekan, jenis penelitian yang digunakan penelitian hukum yuridis normatif, sifat penelitian deskriptif, data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, alat pengumpulan data, meliputi studi lapangan dengan studi dokumenter dan wawancara serta studi kepustakaan, jalannya penelitian diamati dengan tahap pendahuluan yakni pemilihan bidang penelitian dan perumusan masalah. Kemudian tahap persiapan yakni perijinan dilanjutkan dengan tahap pengumpulan data yakni dengan interview atau wawancara dan studi kepustakaan, metode analisis dari penelitian ini adalah analisa kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa peranan penasihat hukum di dalam proses pemeriksaan perkara pidana adalah mendampingi dan membela hakhak tersangka atau terdakwa dalam setiap tahap pemeriksaan dan hambatanhambatan yang dihadapi penasihat hukum adalah adanya ketidakjujuran dari seorang klien dalam mengungkapkan masalahnya serta adanya keterangan saksi yang terlalu berbelit-belit dan adanya sebagian masyarakat yang belum begitu memahami manfaat bantuan hukum bagi yang terlibat perkara pidana dan juga masyarakat belum mengetahui adanya kesempatan untuk mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma. 1

2 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Di dalam penyelesaian perkara pidana, jaminan mengenai hak asasi manusia terhadap seseorang sejak dalam penyidikan hingga proses penyelesaian perkara di dalam persidangan pengadilan negeri, salah satu asas yang penting dalam hukum acara pidana adalah Asas praduga tak bersalah asas tersebut dimuat dalam pasal 8 Undang-undang No. 4 tahun 2004 tentang ketentuanketentuan pokok kekuasaan kehakiman, yang berbunyi sebagai berikut: Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Di dalam perkara pidana dikenal tiga tahap pemeriksaan. Pada tahap pertama adalah penyidikan. Untuk mengetahui apa yang dimaksud penyidikan, kita lihat saja KUHAP pasal 1 angka 1 menyebutkan: Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undangundang untuk melakukan penyidikan. Tujuan penyidikan dalam perkara pidana adalah membuat terang sesuatu perbuatan pidana. Penyidikan dimulai setelah petugas penyidik mengetahui bahwa, sesuatu perbuatan pidana telah terjadi. Untuk mengetahui bahwa sesuatu perbuatan pidana yang dilakukan orang telah terjadi adalah sebagai berikut: (1) Adanya laporan dan pengaduan; (3) Pemberitaan pers, dan (4) Tersangka tertangkap tangan atau kepergok Tahap kedua adalah tahap penuntutan. Tentang penuntutan, pada pasal 1 angka 7 KUHAP berbunyi sebagai berikut: Peruntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di persidangan.

3 3 Penuntut umum (dalam hal ini: Jaksa) diberi wewenang oleh hukum acara pidana sebagai berikut: (1) Mempersiapkan tindakan penuntutan; (2) Melaksanakan penuntutan di sidang pengadilan; (3) Melaksanakan penetapan hakim; (4) Melaksanakan upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Kemudian tahap ketiga adalah tahap pemeriksaan di persidangan atau pengadilan. Pada tahap pemeriksaan perkara di pengadilan ini merupakan tahap yang menentukan. Pemeriksaan perkara di pengadilan ini adalah untuk mendapatkan suatu putusan dari hakim pidana tentang terlaksananya hukum pidana peristiwa tertentu yang terjadi. Di muka hakim pidana ada dua pihak, yaitu penuntut umum terdakwa dalam pemeriksaan perkara pidana akan berakibat istimewa terhadap salah satu pihak, yaitu terdakwa, terutama kalau putusan hakim mengandung suatu hukuman pidana yang jatuhkan kepada terdakwa. Untuk mengetahui hukuman apa saja yang dapat dijatuhkan oleh putusan hakim kepada terdakwa yang telah terbukti melakukan kejahatan atau tindak pidana, pasal 10 KUHP menyebutkan: (1) Hukuman Pokok: (a) Hukuman mati, (b) Hukuman penjara, (c) Hukuman kurungan, (d) Hukuman denda; (2) Hukuman Tambahan: (a) Pencabutan beberapa hak tertentu, (b) Perampasan barang tertentu, (c) Pengumuman keputusan hakim. Apabila kita perhatikan pasal-pasal yang terdapat di dalam KUHAP terdapat satu pasal yang sanksinya bukan merupakan siksaan atau nestapa, akan tetapi hanyalah merupakan suatu tindakan atau maatregal yaitu yang terdapat dalam pasal 45 KUHAP. Dalam pasal tersebut hakim mengambil tindakan terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh anak dibawah umur. Pemberian bantuan hukum dalam proses pidana adalah suatu prinsip negara hukum. Adalah hak dari seorang yang tersangkut dalam suatu perkara pidana untuk dapat mengadakan persiapan bagi pembelaannya maupun untuk mendapat penyuluhan tentang jalan yang ditempuhnya dalam menegakkan hakhaknya sebagai tersangka dan terdakwa. Seperti yang telah tersurat dalam undangundang no. 4 tahun 2004, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, pasal 37 disebutkan bahwa: Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.

4 4 Telah penulis kemukakan bahwa pemeriksaan pada tahap penyidikan dan pada tahap di persidangan adalah merupakan tahap yang menentukan terhadap tujuan akhir dari Acara Pidana yaitu untuk mendapatkan suatu putusan dari hakim pidana tentang terlaksananya hukum pidana pada peristiwa tertentu yang terjadi. Maka merupakan saat yang paling penting pula terhadap tugas penasihat hukum dalam pemeriksaan perkara pidana ini. Pembatasan Masalah Dalam penulisan ini agar penulis dapat mencapai sasaran yang diharapkan serta untuk menjamin supaya tidak kabur pengertiannya yang dikarenakan terlalu luasnya ruang lingkup yang dibahas maka sengaja penulis memberikan pembatasan masalah tentang fungsi pentingnya penasihat hukum. Perumusan Masalah 1. Bagaimana fungsi pentingnya peranan penasihat hukum dalam praktek penanganan perkara pidana di Pengadilan Negeri Surakarta? 2. Hambatan apa saja dalam menangani perkara pidana di Pengadilan Negeri Surakarta? Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif - Mengkaji fungsi pentingnya peranan Peranan Penasihat Hukum dalam pemeriksaan perkara pidana. - Mengkaji hambatan dalam penanganan perkara pidana di Pengadilan Negeri Surakarta. 2. Tujuan Subyektif a. Mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini. b. Menambah pengetahuan penulis mengenai fungsi pentingnya peranan penasihat hukum.

5 5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penyusunan dan penulisan skripsi ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Dengan adanya penelitian ini berharap dapat memberi sumbang ilmu pengetahuan bagi mahasiswa pada umumnya dan mahasiswa Fakultas Hukum pada khususnya. 2. Manfaat Praktis Memberi masukan kepada masyarakat mengenai pentingnya penasihat hukum di dalam proses pemeriksaan perkara pidana. LANDASAN TEORI Tinjauan Umum Tentang Asuransi Istilah pembela seringkali disalah tafsirkan, seakan-akan berfungsi sebagai penolong tersangka atau terdakwa bebas atau lepas dari pemidanaan walaupun ia jelas bersalah melakukan yang didakwakan itu. Padahal fungsi pembela atau penasihat hukum itu ialah membantu hakim dalam usaha untuk menemukan kebenaran materiil, walaupun bertolak dari sudut pandangan subyektif, yaitu berpihak kepada kepentingan tersangka atau terdakwa. Meskipun demikian, penasihat hukum itu berdasarkan legitimasi yang berpangkal pada etika, ia harus mempunyai penilaian yang obyektif terhadap kejadian-kejadian di sidang pengadilan. Pengertian penasihat hukum sebagaimana di atur di dalam Undang-undang Advokat No. 18 tahun 2003, Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa: Penasihat hukum adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan undangundang ini. Menurut ketentuan umum KUHAP pasal 1 point 13 yaitu tentang pengertian penasihat hukum yang berbunyi sebagai berikut: Penasihat Hukum adalah seorang yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk memberi bantuan hukum.

6 6 Berbicara mengenai penasihat hukum, tidak bisa lepas dari kata Bantuan Hukum. Dan sebelum melangkah lebih jauh untuk membicarakan beberapa permasalahan mengenai bantuan hukum dalam proses penyelesaian suatu tindak pidana, terlebih dahulu perlu diperoleh suatu kejelasan tentang makna dan hakekat daripada bantuan hukum itu sendiri. Berdasarkan uraian diatas, maka pengertian umum mengenai bantuan hukum dapat diartikan yaitu: segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang pelaksana bantuan hukum (penasihat hukum) untuk menyelesaikan suatu persoalan hukum baik hukum pidana maupun perdata ataupun dalam bidang hukum administrasi, baik dihadapan pengadilan maupun diluar instansi pengadilan tanpa membedakan ras atau suku, agama, asal-usul ataupun keyakinan politik di dalam memberikan bantuan hukum. Sedangkan cara pemberian bantuan hukum dapat dilakukan melalui suatu lembaga dengan program yang teratur oleh organisasi hukum. Sehingga tujuan dari bantuan hukum dapat berfungsi untuk memperkuat profesi hukum. Namun di dalam kenyataannya, bukan orang yang miskin dan buta hukum saja yang memerlukan bantuan hukum tetapi orang kayapun juga memerlukan bantuan hukum dari seseorang penasihat hukum, baik perkara perdata maupun perkara pidana. Jadi secara sederhana dapat diartikan, bantuan hukum adalah pertolongan yang diberikan seseorang penasihat hukum kepada orang lain yang memerlukannya baik berupa pemberian nasihat hukum, pemberian jasa hukum maupun menjadi kuasa di dalam atau di luar pengadilan. Landasan Hukum Penasihat Hukum Adapun dasar atau landasan hukum dari Penasihat Hukum adalah sebagai berikut: 1. Undang-undang Advokat No. 18 tahun 2003 Sejak berlakunya Undang-undang No. 18 tahun 2003 Undang-undang Advokat (UUA) maka semua istilah yang diberikan kepada profesi praktisi hukum, seperti yang diberikan kepada penasihat hukum, konsultan hukum,

7 7 ataupun yang diistilahkan lainnya seperti kuasa hukum dan pembela disepakati menjadi satu istilah yaitu advokat. Pasal 1 angka 1 UUA menyatakan bahwa: advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan undang-undang ini. Dimaksudkan dengan jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien (Pasal 1 angka 2). Sedangkan yang dimaksud dengan klien adalah orang, badan hukum atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari advokat (Pasal 1 angka 3). Jadi dengan keluarnya Undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang mulai berlaku pada tanggal 5 April 2003, maka sudah jelas siapa yang oleh Undang-undang diperkenankan untuk memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan, yaitu pasal 32 ayat (1) UUA menyatakan bahwa advokat, penasihat hukum, pengacara praktek, dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat undang-undang ini mulai berlaku dinyatakan sebagai advokat sebagaimana diatur dalam undangundang ini. Jadi sejak tanggal 5 April 2003 secara formal advokat, penasihat hukum, pengacara praktek dan konsultan hukum yang telah diangkat, sebutan untuk mereka ini adalah advokat. 2. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.02.UM.09.08, Tahun 1980 Pasal 1 menyebutkan: a. Pemberian bantuan hukum dalam keputusan ini diselenggarakan melalui Badan Peradilan Umum b. Bantuan hukum diberikan kepada tertuduh yang tidak/kurang mampu dalam perkara pidana: 1) Yang diancam dengan pidana lima tahun penjara atau lebih, seumur hidup atau pidana mati. 2) Yang diancam dengan pidana kurang dari lima tahun, akan tetapi perkara tersebut menarik perhatian masyarakat luas.

8 8 3. Undang-undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-undang ini mengatur tentang Kekuasaan Kehakiman. Tentang Bantuan Hukum telah diatur secara terperinci pada bab VII yang pasalpasalnya sebagai berikut: Pasal 37 Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum. Pasal 38 Dalam perkara pidana seorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan berhak menghubungi dan meminta bantuan advokat. Pasal 39 Dalam memberi bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, advokat wajib membantu penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi hukum dan keadilan. Pasal 40 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 dan pasal 38 diatur dalam undang-undang 4. Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Di dalam keputusannya mengatakan, mencabut: a. Het Herziene Inlandsch Reglement (Staatsbad Tahun 1941 No. 44) dihubungkan dengan Undang-undang No. 1 Drt. Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951 No. 9 TLN. No. 81) beserta semua peraturan pelaksanaannya. b. Ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain, dengan ketentuan bahwa yang tersebut dalam angka 1 dan 2, sepanjang hal itu mengenai hukum acara pidana. Dan menetapkan : Undang-undang tentang hukum acara pidana selanjutnya disebut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Di dalam KUHAP tentang bantuan hukum terdapat pada Bab VII yang isi pasal-pasalnya sebagai berikut:

9 9 Pasal 69 Penasihat hukum berhak menghubungi tersangka sejak ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. Pasal 70 Penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya. (1) Jika terdapat bukti bahwa penasihat hukum tersebut menyalahgunakan haknya dalam pembicaraan dengan tersangka maka sesuai dengan tingkat pemeriksaan, penyidik, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan memberi peringatan kepada penasihat hukum. (2) Apabila peringatan tersebut tidak diindahkan, maka hubungan tersebut diawasi oleh pejabat yang tersebut pada ayat (2) (3) Apabila setelah diawasi, haknya masih disalahgunakan, maka hubungan tersebut disaksikan oleh pejabat tersebut pada ayat (2) dan apabila setelah itu tetap dilanggar maka hubungan selanjutnya dilarang Pasal 71 (1) Penasihat hukum sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam berhubungan dengan tersangka diawasi oleh penyidik, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan tanpa mendengar isi pembicaraan. (2) Dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara, pejabat tersebut pada ayat (1) dapat mendengar isi pembicaraan Pasal 72 Atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelanya. Pasal 73 Penasihat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka setiap kali dikehendaki olehnya. Pasal 74 Pengurangan kebebasan hubungan antara penasihat hukum dan tersangka sebagaimana tersebut pada pasal 70 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan pasal 71 dilarang, setelah perkara dilimpahkan oleh penuntut umum kepada pengadilan negeri untuk disidangkan, yang tembusan suratnya disampaikan kepada tersangka atau penasihat hukumnya serta pihak lain dalam proses.

10 10 Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat dilihat pasal 35 Undang-undang No. 4 Tahun 2004 merupakan suatu penegasan tentang hak dari seorang yang tersangkut dalam suatu perkara baik pidana maupun perdata untuk mendapatkan bantuan hukum dari seorang penasihat hukum yang menempatkan hukum di atas segalanya. Sebagai pelindung dan pengayom terhadap warga negara, sehingga setiap orang benar-benar merasakan baik dalam suasana bagaimanapun bahwa hukum berfungsi sebagai pelindung dan pengayom baginya. Wadah Penasihat Hukum Dalam pola umum pelita kelima telah dilanjutkan kebijaksanaan pembangunan yang berlandaskan pada Trilogi Pembangunan. Selanjutnya asas pemerataan yang terkandung didalamnya lebih jauh dijabarkan dalam Delapan Jalur Pemerataan, dimana salah satu kebijaksanaannya yang tercantum dalam jalur kedelapan adalah Pemerataan Kesempatan Memperoleh Keadilan Ketetapan MPR Republik Indonesia. Hal ini sangat menggembirakan apabila dikaaitkan dengan program bantuan hukum guna meningkatkan dalam memberikan pelayanan dan perlindungan hukum terutama sejak berlakunya KUHAP. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian Pada penelitian ini penulis memilih lokasi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Surakarta. Penentuan lokasi penelitian tersebut penulis menggunakan pertimbangan bahwa agar supaya sebagian masyarakat yang masih awam atau belum mengenai akan peran penasehat hukum menjadi mengerti lebih luas tentang peran penasehat hukum dalam proses pemeriksaan perkara pidana.

11 11 Jenis Penelitian Pada penelitian skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif, metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek ataupun obyek penelitian (seorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) sehingga berdasarkan faktor yang tampak atau sebagaimana adanya sehingga penulis akan menggambarkan mengenai studi tentang peran penasehat hukum dalam menangani proses perkara pidana di kota Surakarta serta langkah-langkah dan cara mengatasi di dalam pelaksanaan proses perkara pidana di Kota Surakarta. Sifat Penelitian Pada penulisan skripsi ini penelitian bersifat yuridis normatif, yaitu penulisan mengkaji aspek hukum yuridis tentang penasehat hukum di dalam proses pemeriksaan perkara pidana yang berkaitan dengan undang-undang yaitu KUHP, KUHAP, dan Undang-undang No. 18 tahun Sedangkan di sisi normatif, karena mengkaji norma-norma hukum di dalam masyarakat. Sumber Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data yaitu: 1. Sumber Data Primer Adalah data, faktor dan ketentuan yang diperoleh secara langsung melalui suatu penelitian di lapangan yaitu di wilayah hukum pengadilan Negeri Surakarta. 2. Sumber Data Sekunder Sejumlah data yang meliputi ketentuan yang diperoleh melalui studi kepustakaan yaitu kepustakaan yang mengatur mengenai peran penasehat hukum buku dan peraturan perundang-undangan serta sumber dokumen lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

12 12 Cara Pengumpulan Data 1. Penelitian Kepustakaan Yaitu untuk membahas permasalahan yang ada dalam skripsi ini penulis memerlukan data-data yang penulis perlukan yaitu: Kepustakaan (Library Research), yang meliputi buku-buku literatur surat-surat serta dokumendokumen yang mempunyai hubungan dengan penulisan skripsi ini, karangan beberapa sarjana tentang hal yang ada dengan penulisan ini. 2. Penelitian Lapangan Untuk data lapangan diperoleh dengan jalan melakukan penelitian lapangan (Field Research), langsung ditempat atau di lokasi dimana ada kegiatan yang ada hubungannya dengan penulisan ini dan dengan berdasarkan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Studi dokumentasi adalah dengan mencatat atau merekam data-data tertulis yang telah ada, khususnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi. b. Wawancara atau interview adalah dengan mengadakan tanya jawab secara langsung dengan responden untuk melengkapi dokumen perkara. Jalannya Penelitian Jalannya penelitian dalam penulisan skripsi ini memiliki tahap yaitu sebagai berikut: 1. Persiapan Penelitian Hal-hal yang perlu dilakukan dalam penulisan ini berupa perumusan masalah, metode penelitian yang kesemuanya disusun dalam bentuk proposal penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan pembuatan selanjutnya digunakan untuk mendapatkan ijin penelitian. 2. Perijinan Penulisan Perijinan direkomendasikan kepada Dekan Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta, ditujukan kepada instansi yang digunakan untuk penelitian.

13 13 3. Pengumpulan Data Hal yang perlu ditegaskan dalam penelitian data ini adalah mengenai jenis, sifat dan kategori data serta perlakuan terhadap data yang dikumpulkan. 4. Analisa Data Agar pengumplan datanya tepat diperlukan metode penelitian dan tujuan dari peneliti yang jelas. Selanjutnya dari metode yang digunakan disusun suatu analisa berdasarkan hasil penelitian dan sumber data yang terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder. 5. Kesimpulan Tahap ini merupakan akhir dari penelitian adalah menarik kesimpulan penelitian mengambil inti dari hasil yang diperoleh setelah data diolah atau dianalisa. Metode Analisis Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisa data kualitatif yaitu suatu tata cara penulisan yang menghasilkan data deskriptif yaitu ketentuan yang ada dan apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis ataupun lisan dan perilaku nyata dimana yang diteliti dan dipelajari adalah obyek penelitian yang utuh. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Penasihat Hukum Dalam Proses Pemeriksaan Perkara Pidana Setelah di undangkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP) yang menggantikan Het Herziene Inlandsch Regiement (HIR) Stbl 1941 No. 44 maka di Indonesia menganut konsepsi Integrated Criminal Justice System. Keterpaduan dalam sistem peradilan pidana yang didasarkan pada KUHAP pada dasarnya menganut asas Diferensiasi Fungsional yang berarti ada penegasan pembagian tugas dan wewenang yang dimiliki oleh aparat penegak hukum.

14 14 Program bantuan hukum harus secara aktif menunjang serta meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan memberikan pengertian maupun penyuluhan kepada mereka tentang hak dan kewajiban-kewajiban mereka. Sebab tanpa hal tersebut program bantuan hukum tidak akan efektif dan tidak akan mempunyai arti yang nyata untuk kepentingan masyarakat. Dalam KUHAP komponen penasihat hukum telah diberi tempat untuk akses dalam setiap tahapan proses peradilan yaitu sejak di tingkat penyidikan sampai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan. Dengan demikian keterpaduan dalam sistem peradilan pidana yang didasarkan pada KUHAP secara ideal berarti juga ikut sertanya komponen penasihat hukum dalam setiap tahapan proses peradilan pidana tersebut. Namun mengenai hal di atas pengaturan yang ada dalam KUHAP ternyata masih bersifat terbatas sebab dalam KUHAP baru diletakkan asas hak untuk mendapatkan bantuan hukum. Sedangkan atas hak dan wajib bantuan hukum hanya ditujukan untuk tindak pidana-tindak pidana tertentu. Menyadari pentingnya ada bantuan hukum bagi masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi seorang yang disangka atau didakwa melakukan suatu perbuatan pidana, dimana ia sebagai warga negara, maka tidak bisa lepas dengan hak-hak yang dimilikinya. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terdapat tiga golongan mengenai pemeriksaan teradap orang yang disangka dan orang yang didakwa melakukan tindak pidana, yaitu: (1) Pemeriksaan permulaan atau penyidikan; (2) Penuntutan; (3) Pemeriksaan di persidangan atau pengadilan. Di sini penulis akan menguraikan keterlibatan seorang penasihat hukum di dalam mendampingi seorang yang disangka dan didakwa melakukan tindak pidana, yakni pada tingkat proses penyidikan hingga pemeriksaan di persidangan/pengadilan, dengan menitik beratkan pada peranan penasihat hukum pada tingkat pemeriksaan di persidangan/pengadilan.

15 15 Proses Persidangan Perkara Pidana Di Pengadilan Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, disini akan penulis uraikan jalannya suatu persidangan dengan satu contoh kasus. Bahwasannya eksepsi atau tangkisan ditinjau dari beberapa segi, yaitu: (1) Penuntutan; (2) Kewenangan mengadili perkara, dan (3) Tindak pidana yang didakwakan. Upaya Hukum Apabila putusan pengadilan di jatuhkan kepada terdakwa dalam perkara pidana dan terhadap keputusan hakim tersebut tidak puas, maka ada upaya hukum yang harus ditempuh oleh terdakwa atau penasihat hukum. Apakah yang diartikan dengan Upaya Hukum itu? Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penasihat hukum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding, kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Menurut KUHAP upaya hukum adalah: Upaya hukum biasa, dan Upaya hukum luar biasa. Hambatan Penasihat Hukum Di Dalam Proses Pemeriksaan Perkara Pidana Dalam usaha untuk menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia serta martabat manusia, sesuai dengan dasar dan falsafah hidup bangsa dan negara Indonesia yakni Pancasila, maka pembentuk undang-undang telah meletakkan dasar pada sistem pemeriksaan tersangka atau terdakwa, yaitu: Sistem Inquisitoir, dan Sistem Acusatoir.

16 16 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah disampaikan penulis dalam bab-bab terdahulu, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Fungsi pentingnya peranan penasihat hukum di dalam proses pemeriksaan perkara pidana adalah merupakan jaminan dan perlindungan terhadap hak tersangka atau terdakwa dalam tahap proses penyidikan sampai pada tahap diperiksa dan diadili di muka sidang pengadilan. Pemberian bantuan hukum telah diatur dalam ketentuan Pasal 54 KUHAP dan tentang Advokat di dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2003, kehadiran penasihat hukum di samping memang sudah menjadi hak tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum juga jangan sampai tersangka mendapatkan perilaku yang sewenang-wenang oleh para pihak sehingga asas praduga tak bersalah tetap dijunjung tinggi. 2. Hambatan penasihat hukum di dalam proses pemeriksaan perkara pidana adalah pelaksanaan bantuan hukum belum lancar karena masyarakat belum begitu memahami manfaat bantuan hukum bagi yang terlibat perkara pidana dan juga masyarakat belum mengetahui adanya kesempatan untuk mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma, sehingga masih banyak perkara pidana di Pengadilan Negeri Surakarta tidak didampingi penasihat hukum karena berbagai alasan, seperti kurangnya kesadaran akan pentingnya perlindungan hak tersangka atau terdakwa dan ataupun tersangka atau terdakwa menolak didampingi penasihat hukum karena merasa telah mengakui perbuatannya dan sanggup menghadapi sendiri di persidangan. Saran-saran 1. Sebagai upaya meningkatkan serta melancarkan pelaksanaan bantuan hukum, maka usaha pemberian bantuan hukum harus dikaitkan dengan program kegiatan penyuluhan hukum. Dan dalam hubungannya dengan didampinginya tersangka atau terdakwa oleh penasihat hukum diharapkan ada kerjasama dan

17 17 pendekatan yang lebih baik antara pihak Kepolisian dengan LBH/BKBH setempat terutama bagi tersangka atau terdakwa yang awam tentang hukum. 2. Kedudukan penasihat hukum dalam tahap proses penyidikan adalah bersifat pasif, dalam menegakkan hukum dan keadilan, penasihat hukum dalam proses penyidikan terhadap tersangka adalah membantu melancarkan penyelesaian perkara. Jadi tidak benarlah apabila ada sebagian masyarakat yang mengatakan bahwa seorang penasihat hukum itu hanyalah sebagai penghalang atau perintang jalannya proses peradilan, bukan pula membela kesalahan terdakwa melainkan turut membantu tegaknya hukum dan keadilan di negara kita.

18 18 DAFTAR PUSTAKA Abdul Hakim G. Nusantara, Mulyana W. Kusuma, 1981, Beberapa Pemikiran Mengenai Bantuan Hukum: Kearah Bantuan Hukum Struktural, hal. 8, Penerbit: Alumni, Bandung. Abdurrahman, 1980, Pembaharuan Hukum Acara Pidana, hal. 14, Penerbit: Alumni, Bandung Adnan Buyung Nasution, 1981, Bantuan Hukum di Indonesia, LP3ES Badan Kontak Profesi Hukum Lampung, 1977, Penegakan Hukum Dalam Mensukseskan Pembangunan, Alumni, Bandung. Harmien Hadiati Koeswaji, 1980, Beberapa Permasalahan Hukum Dan Pendidikan Hukum Dan Bantuan Hukum, Bina Ilmu, Surabaya. Ismail Suny, 1982, Mencari Keadilan, hal. 119, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. KUHAP dan Penjelasannya. Martiman Projohamijiyo, 1982, Penasehat Dan Organisasi Bantuan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta. Mochtar Kusumaatmaja, 1975, Bantuan Hukum di Indonesia Terutama Dalam Hubungannya Dengan Pendidikan Hukum, Bina Cipta, Jakarta. Nico Ngani, Hasan Madeni, 1984, Mengenal Hukum Acara Pidana Dari Tersangka Sampai ke Surat Dakwaan, hal 33 dan 34, Penerbit: Liberty, Yogyakarta. Poerwadarminta, W.J.S. 1984, Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal. 90, Penerbit: Balai Pustaka, Jakarta. Soemarno P. Wirjanto, 1979, Profesi Advokat, Alumni, Bandung. Soesilo Yuwono, 1982, Penyelesaian Perkara Pidana Berdasarkan KUHAP, Alumni, Bandung. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1982, Hukum Acara Pidana Dalam Diskusi, Bina Ilmu, Surabaya. Undang-undang No. 23 tahun Undang-undang No. 4 tahun 2004.

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penahanan Tersangka Penahanan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau

Lebih terperinci

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA JUNCTO UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Lebih terperinci

POLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN. Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta

POLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN. Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta POLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Sesuai dengan semangat dan ketegasan pembukaan Undang

Lebih terperinci

POLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN. Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta

POLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN. Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta POLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Sesuai dengan semangat dan ketegasan pembukaan Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara hukum dalam kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP Oleh : LBH Jakarta 1. PENGANTAR Selama lebih dari tigapuluh tahun, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP diundangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ABSTRAK. Pengadilan Negeri Gorontalo. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terhadap penerapan Pasal 56 KUHAP tentang

PENDAHULUAN ABSTRAK. Pengadilan Negeri Gorontalo. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terhadap penerapan Pasal 56 KUHAP tentang ABSTRAK Ririn Yunus, Nim : 271409027. Hukum Pidana, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo. Penerapan Pasal 56 KUHAP Tentang Hak Terdakwa Untuk Mendapatkan Bantuan Hukum Dalam Proses Peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia oleh bangsa ini sudah mulai dilaksanakan sejak Indonesia merdeka. Pembaharuan hukum pidana yang diterapkan dan hendak dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara bilamana tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan kekuasaan belaka. Hal ini berarti bahwa Republik Indonesia ialah negara hukum yang demokratis berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar utama dalam setiap negara hukum, jika dalam suatu negara hak manusia terabaikan atau dilanggar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penganiayaan adalah: perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian. pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian

BAB I PENDAHULUAN. penganiayaan adalah: perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian. pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penganiayaan adalah istilah yang digunakan KUHP untuk tindak pidana terhadap tubuh. Namun KUHP sendiri tidak memuat arti penganiayaan tersebut. Dalam kamus besar Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) tidak berdasar kekuasaan belaka (machstaat), seperti yang dicantumkan dalam pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan

Lebih terperinci

PERAN BANTUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU

PERAN BANTUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU Al-Qishthu Volume 13, Nomor 1 2015 1 PERAN BANTUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU Pitriani Dosen Jurusan Syari ah dan Ekonomi Islam STAIN Kerinci natzimdarmawan@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal : 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA) Sumber : LN 1981/76;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar utama dalam setiap negara hukum, jika dalam suatu negara hak manusia terabaikan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI Oleh : Ruslan Abdul Gani ABSTRAK Keterangan saksi Ahli dalam proses perkara pidana di pengadilan negeri sangat diperlukan sekali untuk

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Salah satunya dalam hal ini mengenai pengakuan, jaminan, perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek pembaharuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana tersangka dari tingkat pendahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan suatu kumpulan dari masyarakat-masyarakat yang beraneka ragam corak budaya, serta strata sosialnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 28, Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum guna menjamin adanya penegakan hukum. Bantuan hukum itu bersifat

BAB I PENDAHULUAN. hukum guna menjamin adanya penegakan hukum. Bantuan hukum itu bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bantuan hukum merupakan suatu media yang dapat digunakan oleh semua orang dalam rangka menuntut haknya atas adanya perlakuan yang tidak sesuai dengan kaedah

Lebih terperinci

BANTUAN HUKUM DAN UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI TERDAKWA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA

BANTUAN HUKUM DAN UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI TERDAKWA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA BANTUAN HUKUM DAN UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI TERDAKWA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA Sapto Budoyo* Abstrak. Prinsip-prinsip dasar yang melandasi eksistensi bantuan hukum di Indonesia secara yuridis konstitusional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum acara pidana berhubungan erat dengan diadakannya hukum pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945. Negara juga menjunjung tinggi hak asasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945), di dalam Pembukaan alinea pertama menyatakan bahwa sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. 1945), di dalam Pembukaan alinea pertama menyatakan bahwa sesungguhnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), di dalam Pembukaan alinea pertama menyatakan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang bersifat tidak tertulis, merupakan pedoman bagi setiap individu tentang bagaimana selayaknya berbuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa

Lebih terperinci

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 58 TAHUN 1999 (58/1999) Tanggal: 22 JUNI 1999 (JAKARTA)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 3, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3668) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Yuridis Putusan Hakim Praperadilan Mengenai Penetapan Status Tersangka Menurut Pasal 77 Kuhap Jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-VIII/2014 tentang Perluasan

Lebih terperinci

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN NAMA KELOMPOK : 1. I Gede Sudiarsa (26) 2. Putu Agus Adi Guna (16) 3. I Made Setiawan Jodi (27) 4. M Alfin Gustian morzan (09) 1 DAFTAR

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/76; TLN NO. 3209 Tentang: HUKUM ACARA PIDANA Indeks: KEHAKIMAN.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGIAN HUKUM DAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum diserahkan kepada aparat penegak hukum yang meliputi: kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Recchstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

Hal-Hal Penting Terkait Penangkapan Yang Harus Diatur RKUHAP

Hal-Hal Penting Terkait Penangkapan Yang Harus Diatur RKUHAP Hal-Hal Penting Terkait Penangkapan Yang Harus Diatur RKUHAP Oleh : Supriyadi W. Eddyono ICJR Pada prinsipnya, segala bentuk tindakan atau upaya paksa yang mencabut atau membatasi kebebasan merupakan tindakan

Lebih terperinci

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 PENAHANAN TERDAKWA OLEH HAKIM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Brando Longkutoy 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS HAK MEMPEROLEH BANTUAN HUKUM BAGI TERSANGKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 56 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981

BAB III ANALISIS HAK MEMPEROLEH BANTUAN HUKUM BAGI TERSANGKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 56 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 BAB III ANALISIS HAK MEMPEROLEH BANTUAN HUKUM BAGI TERSANGKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 56 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (STUDI KASUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI WARGA MISKIN KABUPATEN SIAK

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI WARGA MISKIN KABUPATEN SIAK BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI WARGA MISKIN KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan wawancara terhadap sejumlah responden yang akan memberikan gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang tidak dapat terelakkan akibat meningkatnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi

Lebih terperinci

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA Disusun Dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Lebih terperinci

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil. 12 A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang 1. Hukum pidana sebagai peraturan-peraturan yang bersifat abstrak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu realita, bahwa proses sosial, ekonomi, politik dan sebagainya, tidak dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam masyarakat. Proses

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hak asasi manusia (selanjutnya disingkat HAM) yang utama adalah hak atas kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pemerintahan suatu negara pasti diatur mengenai hukum dan pemberian sanksi atas pelanggaran hukum tersebut. Hukum merupakan keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen dalam masyarakat. Dalam konsiderans Undang-Undang Republik Indonesia No 8

BAB I PENDAHULUAN. komponen dalam masyarakat. Dalam konsiderans Undang-Undang Republik Indonesia No 8 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dibuat untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat dan melindungi segenap komponen dalam masyarakat. Dalam konsiderans Undang-Undang Republik Indonesia No 8

Lebih terperinci