Menuju Rekonsiliasi dan Kebenaran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Menuju Rekonsiliasi dan Kebenaran"

Transkripsi

1 Perkumpulan HAK 25 MAJALAH BULANAN HAK ASASI MANUSIA Edisi 25 - Mei 2003 Rua Governador C.M. Serpa Rosa T-091, Farol, Dili, Timor Leste. Tel.: Fax: direito@yayasanhak.minihub.org Menuju Rekonsiliasi dan Kebenaran Proses rekonsiliasi komunitas di Oecusse. Foto: CAVR DAFTAR ISI DIREITO UTAMA: Menuju Rekonsiliasi dan Kebenaran Hal. 1-2 Pengungkapan Fakta Oleh CAVR Hal. 3 Adakah Keadilan Dalam PRK? Hal. 4-5 DIALOG: Jose Luis de Oliveira Hal. 6 JUSTIÇA: Pertangunjawaban Pelaku Hal. 7 PEMBERDAYAAN RAKYAT: Cooperativa Mina Timor Hal. 8-9 TEROPONG KEBIJAKAN: RUU Keamanan Interna, Melindungi atau Melangar HAM? Hal HAK ASASI: Waktu Yang Terbatas Dalam PRK Hal. 12 INSTRUMEN HAM: Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial Hal. 13 Hak Korban dan Keluarga Korban Atas Keadilan Hal. 14 GUGAT: Legalitas Sertifikat Alvara da Consecao Atas Kepemilikan Tanah Hal. 15 SERBA-SERBI: Evaluasi Tengah Tahunan Perkumpulan HAK Hal. 16 AMI LIAN: Kami Sudah Berekonsiliasi, Kami Butuh Keadilan 16 Timor Leste sedang menjalankan sebagian dari proses penting dalam rangka menyelesaikan kekerasan-kekerasan yang terjadi di masa lalu. Comissão de Acolhimento, Verdade e Reconciliação (CAVR, Komisi Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi) mengadakan dua kegiatan penting untuk itu, yaitu rekonsiliasi komunitas untuk menerima kembali orang-orang yang telah melakukan perbuatan yang melukai sesama anggota masyarakat dan pengumpulan fakta untuk mengungkapkan kebenaran tentang pelanggaran yang terjadi dalam masa antara April 1974 dan Oktober Memfasilitasi rekonsiliasi dan mengungkapkan kebenaran adalah dua dari tiga mandat yang harus dijalankan oleh CAVR. Mandat ketiga adalah menyusun laporan tentang temuan-temuannya dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan masyarakat luas. Tiga mandat tersebut diberikan oleh Regulasi Pemerintah Transisi PBB di Timor Leste (UNTAET) No. 10/2001 yang dikeluarkan pada tanggal 13 Juli Setelah Timor Leste merdeka, keberadaan CAVR diperkuat oleh Konstitusi Republik Demokratik Timor Leste yang pada pasal 162 ayat 2 menyatakan Merupakan wewenang dan tanggungjawab Komisi Penerimaan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi untuk melaksanakan fungsifungsi yang dilimpahkan kepadanya berdasarkan Regulasi UNTAET No.10/2001. Ide untuk membentuk komisi ini awalnya datang dari CNRT. Usul tentang hal ini muncul pada Kongres Nasional CNRT bulan Agustus design by nobodycorp.

2 DIREITO UTAMA Kiprah CAVR S alah satu faktor penentu sukses tidaknya pembangunan di sebuah negara bekas wilayah konflik adalah sejauhmana negara tersebut mampu memecahkan persoalan-persoalan di masa lalunya. Pemecahan atas persoalan masa lalu mengandung pergertian sebagai (1) Pengungkapan kebenaran dari konflik-komflik di masa lalu, (2) Mendamaikan pihak-pihak yang karena konflik itu telah hidup saling bertentangan, (3) Menuntut pertanggungjawaban hukum dari mereka yang karena keterlibatan dalam komflik-konflik itu, telah menyebabkan banyak korban di pihak rakyat tidak berdosa dan (4) Menjamin dan menegakan keadilan bagi korban dari konflikkonflik tersebut. Sama seperti negara bekas wilayah konflik lainnya, di negara ini juga ada komitmen kuat untuk memecahkan persoalan di masa lalunya. Hal ini bisa dimaklumi karena dampaknya memang cukup tragis pada hampir semua orang di negara ini. Nah, kehadiran CAVR sebenarnya tidak lepas dari konteks itu. Komisi ini didirikan dengan maksud untuk mendorong proses penyelesaian atas persoalan-persoalan masa lalu negara ini. Peran yang dilakukan CAVR dalam rangka itu lewat dua kegiatan penting yang menjadi mandatnya, yakni mengungkap kebenaran tentang konflik-konflik yang terjadi dari tahun 1974 hingga tahun 1999 dan mengupayakan rekonsiliasi antara para pelaku dan korban atas konflik-konmflik ringan. Sejak lahirannya CAVR pada tahun 2001 lalu, memang telah berbuat banyak hal dalam menjalankan kedua mandatnya itu. Dengan begitu, kita bisa yakin bahwa jalan menuju penyelesaian persoalan masa lalu kita sudah semakin terbuka lebar. Tapi itu tidak berarti kita akan membiarkan semua urusan pemecahan masalah masa lalu itu ditangani sendiri oleh CAVR. Pertama, kemampuan CAVR untuk bisa melakukan semua urusan itu memang terbatas. Kedua, tanggung jawab untuk urusan itu sesungguhnya ada pada kita semua. Mulai dari pemerintah, para korban, para pelaku, dan seluruh komponen masyarakat. Artinya bahwa tanpa dukungan semua pihak, kerja CAVR tidak akan sukses. Makanya jika ingin kerja CAVR sukses, berilah dukungan kepada CAVR. Dukungan bisa dalam bentuk ide atau usulan, maupun mengkritik kebijakan dan kegiatan CAVR yang dinilai melenceng dari misi yang seharusnya dijalankan CAVR Selanjutnya, dibentuk suatu Komite Pengarah yang beranggotakan Pe. Domingos Soares dan Francisco Guterres mewakili CNRT, Ricardo Ribeiro (mewakili Presidum Juventude Lorico Assuwain), Manuel Abrantes (Komisi Keadilan dan Perdamaian Dioses Dili), Aniceto Guterres Lopes (Yayasan HAK), Olandina Caeiro Alves (ET-WAVE), Maria Domingas Fernandes (FOKUPERS), Patrick Burgess dan Galuh Wandita (Unit Hak Asasi Manusia UNTAET), dan Christina Planas (UNHCR). Komite bertugas memilih calon komisaris nasional, dengan lebih dulu mengadakan konsultasi di seluruh distrik dan di tempat pengungsian di Timor Barat. Kemudian sebuah Kantor Interim di bawah pimpinan Pat Walsh dari Unit Hak Asasi Manusia UNTAET mengerjakan tahap awal pembentukan Komisi di bawah pengarahan Komite Pengarah. Dengan pelantikan tujuh orang Komisaris Nasional pada Januari 2001, resmi dimulai kerja CAVR. Para Komisaris Nasional itu adalah: Aniceto Guterres Lopes (Ketua, berasal dari Yayasan HAK), Pe. Jovito do Rego (Wakil Ketua, dari Gereja Katolik), Isabel Amaral Guterres (pekerja bantuan kemanusiaan), Jacinto Alves (Asosiasi Eks-Tahanan/ Narapidana Politik), Olandina Caeiro (aktivis perempuan, ET-WAVE), José Estevão (dari kalangan pro-otonomi), dan Pendeta Agostinho Vasconcelos (Gereja Protestan). Memfasilitas rekonsiliasi adalah tugas yang penting bagi CAVR. Menurut regulasi, tindak kejahatan yang bisa diselesaikan dengan rekonsiliasi adalah yang tidak tergolong kejahatan berat. Komisi harus melakukan rekonsiliasi berdasarkan keadilan. Kami yakin bahwa kalau tidak ada rekonsiliasi tidak akan ada keadilan, kalau tidak ada keadilan tidak akan ada rekonsiliasi, demikian kata Ketua Komisaris Nasional CAVR Aniceto Guterres Lopes pada saat pelantikan para Komisaris Regional bulan Juli Komisi menganggap bahwa untuk kejahatan berat seperti pembunuhan, perkosaan,. harus diselesaikan melalui pengadilan. Kejahatan berat harus diselesaikan melalui pengadilan, karena kalau tidak kita hanya memperkuat impunitas [kekebalan hukum] bagi pelaku dan ini tidak mendukung pengembangan budaya penegakan hak asasi manusia. Kita harus membangun bangsa kita di atas landasan hukum dan hak asasi manusia, kata Aniceto Guterres dalam sebuah pertemuan dengan pers pada bulan April Bahwa rekonsiliasi hanya diperuntukkan bagi kejahatan tidak berat agaknya didasari oleh kesadaran para perancang CAVR bahwa masyarakat Timor Leste pada umumnya tidak menginginkan diberikannya amnesti (pengampunan) kepada para pelaku kejahatan berat. Seperti terungkap dalam kunjungan Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Mary Robinson dan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, masyarakat umumnya menginginkan agar para pelaku kejahatan berat diadili. Pengungkapan kebenaran adalah tugas sangat penting yang sekaligus berat. Selama bertahun-tahun pelanggaran hak asasi manusia yang berat terjadi di Timor Leste tanpa diketahui oleh dunia luar karena ditutup kuat-kuat oleh penguasa pendudukan Indonesia. Selain itu banyak ketidakjelasan tentang pertanggungjawaban pelanggaran hak asasi manusia, karena orang Timor Leste juga digunakan oleh tentara pendudukan untuk menindas rekan sebangsa mereka. Banyak pula orang Timor Leste yang terpaksa masuk dalam aparat represif penguasa pendudukan, sambil tetap aktif dalam perjuangan bawah tanah. Kenyataan seperti itu mempersulit kerja CAVR untuk pengungkapan kebenaran. Mandat ketiga CAVR, memberikan rekomendasi kepada pemerintah juga bukan hal yang mudah. Setelah melakukan penelitian dan pengumpulan pernyataan untuk pengungkapan kebenaran serta menyelanggarakan rekonsiliasi, CAVR akan memberikan rekomendasi tentang apa yang harus dikerjakan oleh pemerintah. Dari pengalaman komisi seperti ini di Afrika Selatan, salah satu kemungkinan rekomendasi adalah pemberian ganti rugi kepada para korban. Kemungkinan lain adalah rekomendasi untuk mengadili orang-orang yang menjadi pelaku kejahatan berat. Nah seberapa kuat rekomendasi komisi ini mengikat Presiden, Parlemen, dan Dewan Menteri Republik Demokratik Timor Leste? 2 edisi 25 - Mei 2003

3 DIREITO UTAMA Pengungkapan Fakta Oleh CAVR Komisi CAVR dibentuk oleh Pemerintahan Transisi UNTAET untuk melakukan pengumpulan fakta-fakta pelangaran hak asasi manusia yang terjadi di Timor Lorosae dari tahun Komisi ini selain untuk memfasilitasi Proses Rekonsiliasi Komunitas (PRK) juga untuk mencari fakta dan kebenaran atas semua kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di masa lalu masyarakat Timor Lorosae. Tetapi apaka semua akan tuntas, mengingat masa waktu kerja komisi terbatas. K ekerasan dalam ukuran yang luas dan berat serta dalam waktu yang sangat lama adalah salah satu masalah besar yang dialami Rakyat Timor Leste di masa lalu. Kini salah satu proses untuk menanganinya sedang dijalankan di tengah masyarakat. Suatu komisi dibentuk oleh Pemerintahan Transisi UNTAET untuk menjalankan pengumpulan fakta tentang pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi mulai 25 April 1974 hingga 25 Oktober 1999 dan memfasilitasi rekonsiliasi antara pelaku kejahatan tidak berat dengan para korbannya sedang menjalankan tugasnya. Selain memfasilitasi proses rekonsiliasi. Komisi juga mempunyai tugas lain yaitu untuk mengungkap kebenaran atas semua kejahatan terhadap kemanusiaan yang pernah terjadi di masa lalu masyarakt Timor Lorosae. Untuk mencari kebenaran ini, telah banyak melakukan penelitian dan investigasi untuk mendapatkan data-data yang akurat mengenai kebenaran itu sendiri. Selain melalui pengumpulan data baik dari korban, pelaku maupun saksi-saksi ahli yang menyaksikan langsung terjadinya suatu kekerasan atau kejahatan terhadap kemanusiaan di Timor Lorosae. Untuk mencari kebenaran ini, yang sering dilakukan oleh komisi juga adalah public Hearing. Masyarakat Timor Lorosae memang sangat mengharapkan komisi bisa mengungkap kebenaran dari semua kejadian masa lalu. Tetapi yang menjadi persoalan, apakah dengan masa waktu komisi yang sangat terbatas, bisa mengungkap semua persoalan dengan tuntas? Salah satu proses juga untuk mengungkap kebenaran itu melalui Proses Rekonsiliasi Komunitas (PRK) yang sebenarnya bertujuan untuk mendamaikan kembali masayarakat atau dua pihak yang pernah bermasalah di masa lalunya. Yang mana proses ini hanya terbatas pada kekerasan-kekerasan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain dalam kategori kekerasan ringan. Proses PRK sudah banyak dilakukan di Timor Lorosae yang difasilitasi oleh CAVR. Dalam proses PRK itu sendiri apakah ada keadilan atau tidak, bagi korban dan pelaku, itu juga adalah persoalan. Dan betulbetul bisa menyelesaikan masalah, artinya betul-bentul terjadi rekonsiliasi dalam masyarakat juga adalah persoalan. Tetapi dalam rangka pengungkapan kebenaran, pada beberapa PRK yang telah dilakukan juga merupakan bagian dari pengunkapan kebenaran itu sendiri. Di mana Tiga orang Komisaris Tinggi CAVR, dalam sebuah sidang Foto: Dok. CAVR. mereka atau pelaku yang sering datang melakukan rekonsiliasi lebih cenderum untuk memberikan kesaksian atas mereka (orang lain) yang melakukan kejahatan berat seperti pembunuhan atau pemerkosaan tetapi masih di Indonesia. Misalnya seperti pada salah satu PRK yang dilakukan di Sucu Dato Liquiça, seorang deponen yang berinisial FPS bersaksi atas salah satu korban yang hilang pada saat tragedi pembantaian di gereja Liquica. Ia memberikan keterangan atas orang yang membawa hilang korban saat korban ditahan di Polres Liquica. Ia klarifikasikan hal itu pada saat ia mengungkapkan perbuatannya selama menjadi anggota POLRI pada PRK tersebut. Ia pun akan bersedia menjadi saksi di pengadilan apa bila pelaku yang dia sebutkan kalau diseret ke pengadilan. Hal ini juga dipahami oleh masyarakat, terutama mereka yang menjadi korban dalam kekerasan 99. Seorang korban warga Beto Comoro, Marcelino Guteres yang pernah disiksa oleh milisi Aitarak setelah Jajak Pendapat, menyatakan dirinya menyerimah para deponen yang melakukan rekonsiliasi dengan masyarakat Beto. Baginya yang penting para deponen mengungkapkan apa yang sebenarnya mereka lakukan pada waktu itu. Dan mereka betulbetul mau bersaksi atas pemimpin mereka yang melakukan kekerasan berat atas kemanusia yang terjadi seperti mereka ungkapkan dalam PRK. Menurut Guteres juga bahwa PRK merupakan proses menuju keadilan. PRK ini merupakan proses awal menuju keadilan. Artinya kita bisa mendapatkan data dan keterangan dari deponen mengenai yang melakukan kekerasan berat terhadap kemanusiaan tahun 99 sebelum dan sesudah jajak pendapat, katanya menjelaskan. edisi 25 - Mei

4 DIREITO UTAMA ADAKAH KEADILAN DALAM PROSES REKONSILIASI KOMUNITAS? Proses Rekonsiliasi Komunitas (PRK) merupakan suatu proses yang difasilitasi CAVR untuk mendamaikan atau mempersatukan kembali masyarakat atau pihak-pihak yang bertikai di masa lalunya. Proses rekonsiliasi ini tetap berdasarkan asas keadilan baik bagi korban maupun pelaku sendiri dan betul-betul adanya penyatuan kembali masyarakat. Tetapi adakah semua itu dalam sebuah rekonsiliasi komunitas? Berdasarkan Regulasi UNTA ET Nomor 10 Tahun 2001 sa lah satu mandat dari Comissão Acolhamento Verdade e Reconciliasão (CAVR) di Timor Lorosae adalah menfasilitasi penyelesaian pelanggaran hak asasi berskala ringan melalui Proses Rekonsiliasi Komunitas (PRK). Atau dengan pengertian lain bahwa PRK sebagai suatu mekanisme untuk menciptakan perdamaian, mengakhiri konflik menurut asas keadilan sosial. Menfasilitasi rekonsiliasi antara seorang pelaku (dalam proses PRK disebut Deponen) dengan korban atau keluarga korban berasaskan pada prinsip keadilan yang merupakan hal sulit dalam memastikannya. PRK tidak semata sebagai mekanisme penyelesaian masalah pelanggaran hak asasi berskala ringan di dalam masyarakat. PRK juga adalah bagian terpenting dari proses pengungkapan kebenaran tentang pelanggaran hak asasi manusia dan sejarah masyarakat Timor Lorosae. Proses pengungkapan kebenaran tidak terbatas pada usaha-usaha mencari, meneliti tentang pelanggaran yang terjadi, dengan mengetahui jumlah, nama korban dan pelaku. Tetapi kebenaran yang diungkap dalam pengakuan pelaku di PRK diharapkan sejujurnya dan adanya penyesalan serta pengutukan terhadap tindakan kekerasan skala ringan yang dilakukannya di masa lalu supaya bisa memberikan kepuasan kepada korban sebagai salah satu keadilan. Tetapi PRK jangan hanya sebagai target kegiatan yang dilakukan begitu saja dalam satu atau dua hari kemudian selesai. Dan setelah itu kedua belah pihak tetap saling bermusuhan dalam komunitasnya. Korban menuntut pertanggungjawaban pelaku atas perbuatan pelanggarannya yang telah dilakukan atas seseorang. Sedangkan pelaku Pengakuan deponen pada salah satu PRK di Liquica Foto: R. Soares/Dir memberi pengakuan dan klarifikasi atas perbuatan yang dituduhkan sebelum panel PRK mengambil keputusan. Berdasarkan pengamatan kami terhadap rangkaian proses PRK yang difasilitasi oleh panel PRK di setiap tempat, kami mengidentifikasi tiga hal pokok dalam PRK yang perlu diperhatikan apakah ada keadilan bagi korban atau pelaku sendiri antara lain pengungkapan kebenaran itu sendiri, dasar penetapan suatu kasus dalam kategori pelangaran ringan dan keputusan panel. Proses mencari kebenaran adalah proses yang paling sulit. Proses mencari kebenaran melalui pengungkapan fakta-fakta tentang suatu pelanggaran hak asasi kerapkali terbatas pada fakta tentang siapa pelaku dan korban, dimana dan kapan pelanggaran terjadi dan sulit untuk merumuskan fakta-fakta tentang mengapa dan bagaimana pelanggaran hak a- sasi itu terjadi. Proses investigasi atas kasus pelanggaran skala ringan dan klarifikasi atas jenis tindakan apa saja yang dilakukan oleh anggota panel PRK kadang-kadang tidak menyentuh pertanyaan mengenai mengapa dan bagaimana pelanggaran itu terjadi. Fakta yang diungkapkan oleh seorang pelaku atas kerelaannya sendiri untuk melakukan tindakan pelanggaran serta situasi di mana seseorang melakukannya karena dipaksa atau terpaksa sangat sulit dirumuskan sebagai kebenaran. Faktorfaktor politik adalah bagian terpenting dari proses mencari kebenaran itu sendiri. Kami mencatat bahwa ada deponen yang mengaku melakukan tindakan atas dasar keinginannya sendiri dan ada yang mengaku karena terpaksa atau dipaksa. Situasi yang diungkapkan sebagai kerelaannya untuk melakukan tindakan pelanggaran atas dasar membela pilihan politik tertentu adalah suatu kebenaran juga. Ini juga sama sulitnya dengan situasi dimana seseorang melakukannya dengan cara dipaksa atau terpaksa. Sebagai pelaku pelanggaran ringan, tentu tidak bisa dipisahkan antara pelanggaran yang dilakukannya dengan proses awal dimulai- 4 edisi 25 - Mei 2003

5 DIREITO UTAMA nya pelanggaran hak asasi yang dilakukan oleh militer Indonesia. Dalam kebiasaan hukum internasional sebenarnya tidak dikenal adanya pembedaan kasus pelanggaran hak asasi ke dalam pelanggaran skala ringan dan skala berat. Sangat sulit untuk menentukan suatu pelanggaran hak asasi manusia sebagai pelanggaran skala ringan dan skala berat. Pelanggaran hak asasi yang terjadi di Timor Lorosae adalah suatu kejahatan melawan kemanusiaan. Menurut kebiasaan hukum Internasional suatu kejahatan masuk dalam kategori kejahatan melawan kemanusiaan tidak dapat dibagi-bagi. Pelanggaran skala ringan dengan kateogori seperti disebutkan diatas adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kejahatan melawan kemanusiaan. Dan; pemerintah mempunyai kewajiban untuk melakukan penyelidikan, mengajukan tuntutan, mengadili dengan hukum berat serta melakukan rehabilitasi, memberikan kompensasi dan pemulihan kepada korban dan keluarga korban. Berdasarkan Regulasi UNTAET No.10 tahun 2001 kantor Wakil Jaksa Agung Bidang Kejahatan Berat di Sesama rakyat kecil saling bermaafan. Foto: Rogério Soares/Direito Timor Lorosae dapat memberi rekomendasi kepada CAVR untuk melakukan PRK atas pelanggaran skala ringan. Menurut regulasi tersebut, CAVR diberi mandat untuk memfasilitasi penyelesaian kasus-kasus kategoti pelanggaran ringan seperti: pembakaran rumah, penusukan/penyiksaan yang tidak berakibat korban jiwa, perkelahian/pertengka- ran mulut, pencurian, penghancuran milik pribadi, pemindahan secara paksa, mengancam dan intimidasi. Kantor Wakil Jaksa Agung Bidang Kejahatan Berat Timor Lorosae dapat mengambil keputusan setelah melalui penelitian yang cermat atas bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi kategori ringan. Ini sematamata sebagai keputusan politik pemerintah. Menurut mekanisme dan ketentuan PRK, panel dapat menetapkan sanksi/hukuman kepada pelaku setelah melakukan konsultasi dengan korban yang masih hidup atau keluarga korban. Kami telah mencatat suatu penyimpangan atas prosedur dan mekanisme ini. Dalam salah satu proses PRK di suco Loscabubu, Manleuana, Dili (26/5), keputusan panel memberikan hukuman kepada seorang deponen tidak berdasarkan pada permintaan korban. Dalam proses PRK panel memutuskan menghukum dua deponen masingmasing; Marcelino da Silva, Afonso Saldanha Soares, sebagai anggota milisi AITARAK untuk bekerja kepada komunitas, pemerintah local dan gereja selama setahun. Kami mencatat tidak ada proses konsultasi dengan para korban (masyarakat suco tersebut) mengenai hukuman yang dijatuhkan dan tidak ada usulan dari korban setempat tentang hukuman bagi kedua deponen. Dari segi hak asasi, merupakan pelanggaran terhadap hak deponen atas keadilan dan keputusan tersebut sangat diskriminatif dan ekploitatif. Sulitnya menentukan pelanggaran skala ringan dan pelanggaran berat mengakibatkan keputusan Kantor Wakil Jaksa Agung Bidang Kejahatan Berat terkadang menyimpang. Menurut pemantauan kami terhadap proses PRK di suco Dato, Liquisa (30/5), kami menemukan telah terjadi pemaksaan kepada keluarga korban untuk melakukan rekonsiliasi dengan seorang deponen. Korban menolak karena kasus yang melibatkan deponen adalah masuk kategori pelanggaran berat. Menurut pengakuan keluarga korban bahwa; deponen dengan inisial FPS mantan anggota Polisi Indonesia, terlibat dalam kasus pelanggaran berat dimana deponen telah menangkap dan menahan seorang korban yang kemudian mengakibatkan korban hilang. Menurut kami, walaupun deponen hanya terlibat dalam proses penangkapan dan penahanan selama beberapa hari, kasus ini termasuk dalam kasus pelanggaran berat karena akibat penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh deponen mengakibatkan korban hilang. Ini melanggar mandat sebagaimana diatur di dalam Regulasi UNTAET No.10 tahun Sebenarnya menurut kami panel harus dapat membatalkan rekonsiliasi atas kasus ini, karena deponen bagian dari pelangaran berat dan saat mana keluarga korban menolak untuk rekonsiliasi dengan deponen. Atas dasar itu, proses pengungkapan kebenaran tidak saja terbatas pada mencari seseorang melakukan pelanggaran atas orang lain. Tetapi proses pengungkapan kebenaran harus diarahkan untuk meneliti seberapa jauh seseorang melakukan pelanggaran, motifnya dan keadaan yang mendukung atau menghambatnya melakukan pelanggaran. Hukuman kepada seorang deponen harus tetap konsisten pada petunjuk untuk konsultasi dengan korban, keluarga korban dan tetap perhatikan nilai-nilai hak asasi manusia. Menurut kami, kesalahan dalam memberi hukuman sebagai akibat dari ketidaktelitian terhadap pentunjuk pelaksanaan proses PRK. Sedangkan mengenai kasus-kasus yang dapat diselesaikan melalui PRK harus tetap melihat rantai pelanggaran sebagai bagian kejahatan melawan kemanusiaan. Aniceto Neves edisi 25 - Mei

6 DIALOG José Luís de Oliveira; CAVR Tidak Bisa Menyelesaikan Semua Masalah Masa Lalu CAVR (Comissao Acoilhamento Verdade e Reconciliacao) dibentuk dengan regulasi UNTAET dan diperkuat dengan pasal 162 Konstitusi RDTL, guna menyelesaikan masalah pelanggaran HAM yang terjadi masa lalu. Namun, apakah semua persoalan HAM masa lalu bisa diselesaikan oleh CAVR? Berikut wawancara Rogerio Soares dari Direito dengan Jose Luis de Oliveira, Direktur Eksekutif Perkumpulan HAK. Apakah CAVR bisa menyelesaikan semua masalah pelanggaran HAM masa lalu? Tidak! Karena dilihat dari jangka waktu kerja CAVR, tidak memungkinkan menyelesaikan secara tuntas persoalaan HAM masa lalu. Walaupun menurut mandatnya, cakupan kerja CAVR mulai dari tahun 1974 hingga Oktober Ini sangat kontradiktif, dimana sebuah tugas berat harus diselesaikan dalam waktu singkat. Kenapa tidak? Mungkin orang yang buat regulasi tidak paham betul beratnya masalah. Dikira masalah HAM di Timor Leste seperti kerusakan komputer yang bisa diperbaiki dalam hitungan hari. Lihat saja sekarang muncul persoalan CPD RDTL dengan Presiden Xanana. Ini bagian dari masalah lalu yang tidak ada ruang di CAVR untuk menyelesaikannya. Ada José Luís de Oliveira. Foto: Rogério Soares anggapan dari sebagian besar masyarakat, termasuk kalangan pemerintah, bahwa CAVR adalah sebuah komisi nasional untuk menyelesaikan masalah masa lalu negara ini. Harapan ini tidak realistis. Tetapi dilihat dari sumber daya yang dimiliki seperti materi, staf dan ahli-ahli dari luar negeri, maka sepantasnya CAVR harus menyelesaikan semua masalah masa lalu bangsa ini. Jangan sampai tugas CAVR selesai, bukannya meringankan beban bangsa ini, malah membuat beban baru untuk negara ini - terutama pemerintah. Lalu yang dikerjakan CAVR itu apa? Saya kira yang dikerjakan CAVR sekarang, bisa dikatakan proses awal dari sebuah pekerjaan panjang. Proses awal pembelajaran bagi semua orang untuk tidak mengulang perilaku buruk. Proses penyembuhan bathin, proses penerimaan antara korban dan pelaku, dan proses pelurusan sejarah. Proses ini harus diteruskan minimal 5-6 tahun hingga mendapatkan fondasi yang kuat. Sekarang ini prosesnya masih labil. Apakah masalah CPD RDTL juga merupakan masalah lalu? Ya ini soal keadilan bagi korban, karena sebagian besar massa CPD RDTL adalah aktivis kemerdekaan yang pernah menjadi korban. Dan ini juga soal pengungkapan kebenaran tentang sejarah dan kasus pelanggaran HAM yang terjadi semasa perjuangan. Dan persoalan masa lalu tidak saja itu. Selama ini ada kecenderungan yang miring bahwa yang melakukan pelanggaran HAM adalah yang punya hubungan dengan Indonesia. Peran dan tanggungjawab negara lain seperti Portugal tidak diungkapkan. Akibatnya, mereka (Portugal) tidak merasa salah dengan perbuatan mereka masa lalu, kemudian sekarang kembali berupaya merekolonisasi Timor Leste. Lihat saja apa yang terjadi di Kementrian Pendidikan dan lembaga peradilan. Begitu juga Australia dan Amerika dengan persoalan minyak di laut Timor. Saya khawatir jangan sampai CAVR hanya instrumen dari pihak lain untuk menggadaikan keadilan guna kepentingan bisnis, politik dan karier. Kalau ini yang terjadi, maka sungguh tidak berperikemanusiaan. Lalu, bagaimana mengantisipasinya? Mandatnya harus direvisi dan diperpanjang. Pekerjaan rekonsiliasi bukan proyek yang penyelesaiannya ditentukan oleh si-patron. Ini pekerjaan nasional dan tidak terikat waktu karena telah diamanatkan dalam konstitusi. Persoalan dana, sepantasnya negara-negara yang pernah membuat masalah di sini harus menanggung. Ini bukan soal mengemis sedekah, tapi prinsip pertanggungjawaban hukum dan moral yang harus dimiliki negara-negara besar terhadap perbuatan mereka. Namun, tahun depan CAVR akan menyelesaikan misinya? Ya...saya kira mulai sekarang hal ini sudah harus mulai didiskusikan guna mengantisipasi konsekwensi yang muncul dari berakhirnya tugas CAVR. Ini persoalan bangsa, bukan urusan para konsultan, dimana nasib bangsa ini ditentukan di belakang meja kerjanya. Jadi harus dibuka ke publik, supaya publik tahu dan memahami keterbatasan dari CAVR, dan bagaimana mencari jalan keluar. Termasuk pihak pemerintah juga mulai antisipatif mempersiapkan alternatif lain, bila tidak tuntasnya penyelesaian masalah lalu oleh CAVR. Janganlah membiarkan rakyat hidup dengan harapan-harapan kosong, seperti jaman UNAMET dimana janjinya tidak akan membiarkan rakyat memderita, namun tidak berdaya di saat rakyat dibantai oleh milisi dan TNI. Begitu juga dengan sandiwara UNTAET atau UNMISET dengan pekerjaan Serious Crime, dimana tidak berani bertanggungjawab untuk membawa Wiranto ke Pengadilan. Jadi, supaya CAVR tidak mengulang ketidakseriusan lembaga UN dalam menegakan keadilan, maka kiranya mulai sekarang sudah harus diambil langkah antisipatifnya. Misalnya, bila PRK tidak dirasakan adil bagi korban, lalu apa yang harus dilakukan. Begitu juga, bila pengungkapan kebenaran memunculkan kebencian baru, lalu apa yang harus dilakukan untuk mendamaikan pihakpihak yang terkait. Demikian juga dengan nasib orang Timor Leste yang masih masih ada di Timor Barat, siapa yang mengurus kondisi untuk penerimaan mereka di masa datang? 6 edisi 25 - Mei 2003

7 JUSTIÇA PROSES PERTANGUNJAWABAN PARA PELAKU KEJAHATAN KEMANUSIAAN DI TIMOR LESTE Dalam tahap akhir Pengadilan HAM ad hoc Jakarta telah memvonis enam orang terdakwa bersalah tetapi sampai saat ini mereka masih bebas berkeliaran di luar penjara. Masa hukuman yang dijatuhkan rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan mereka (terdakwa) yang divonis bersalah oleh Panel Khusus Pengadilan Distrik Dili untuk kejahatan berat terhadap kemanusiaan. Tahap akhir proses sidang Pengadilan Negeri Ja karta Pusat (Pengadilan HAM Ad Hoc Indonesi a) terhadap 18 orang pelaku yang didakwa atas kejahatan berat terhadap kemanusiaan, telah memutuskan bersalah untuk dipenjara atas enam orang terdakwa antara lain: (1) Abilio Osorio Soares, dijatuhi hukuman 3 tahun pada 13 Agustus 2002, (2) Eurico Gutteres, dijatuhi hukuman 10 tahun pada 27 November 2002, (3) Soedjarwo, dijatuhi hukuman 5 tahun pada 27 Desember 2002, (4) Hulman Gultom, dijatuhi hukuman 3 tahun pada tanggal 20 Januari 2003, (5) Noer Moeis, dijatuhi hukuman 5 tahun pada 12 Maret 2003, (6) Mayor Jenderal Adam Damiri dengan hukuman 3 tahun, pada 5 Agustus Ke enam terdakwa yang diputus bersalah itu, sampai saat ini tidak ada yang ditahan dengan alasan hakim bahwa terdakwa bersikap kooporatif dalam persidangan dan tidak ada kekhawatiran akan melarikan diri dan selama ini dengan berbagai dalil pemerintah maupun pihak yang pro terhadap proses ini menyatakan bahwa masih akan dilanjutkan naik banding, jadi tidak ingin intervensi terhadap proses pengadilan. Seharusnya sejak menjadi tersangka dan dalam proses penyelidikan sampai dengan penuntutan sudah ditahan. Apalagi saat ini mereka telah divonis bersalah secara meyakinkan. Jika dilihat dari proses awalnya, tidak satu pun para tersangka, ditahan oleh Kejaksaan Agung guna keperluan penyelidikan. Akibatnya beberapa terdakwa dari kalangan militer atau polisi mendapatkan promosi jabatan dan naik pangkat. Dengan sendirinya para terdakwa terus menjalankan tugas dan pengaruhnya di lingkungan kemiliteran. Hal itu menunjukan pemerintah merestui tindak kejahatan yang dituduhkan kepada para terdakwa atau membenarkan tindakan mereka selama bertugas di Timor Leste. Pembiaran tanpa penahanan itu telah memberikan hak istimewa yang secara leluasa bisa mereka gunakan di tengah masyarakat untuk membuat opini dan menghimpun dukungan atas tindakan mereka di Timor-Timur saat itu. Restu pemerintah serta opini dan dukungan itu telah menempatkan mereka sebagai pahlawan atas tindakannya bukan sebagai pihak yang sedang diperiksa kesalahannya. Sedang proses yang terjadi di Timor Leste pada Unit Serius Crime (SCU) terus melimpahkan dakwaan 10 kasus perioritasnya ke Panel Khusus Pengadilan Distrik Dili. Terhadap kasus pembunuhan Biawarati dan rombongannya di Lospalos, Panel Khusus memvonis salah satu terdakwa dengan hukuman diatas 30 tahun penjara. Menyusul dengan vonisan lain terhadap para terdakwa yang berhasil ditangkap atau menyerahkan diri secara suka rela untuk diadili atas kejahatannya dengan hukuman rata-rata diatas tahun. Terdakwa lain yang divonis oleh Panel Khusus adalah mereka yang terlibat langsung dalam perbuatan kriminal atau terlibat langsung di lapangan. Sedangkan otaknya tidak berada di Timor Leste, mendapatkan hukuman yang berbeda serta tidak dikenai penahanan atau dipenjarakan oleh Pengadilan HAM Ad Hoc Jakarta. Para aktor kejahatan itu berada di Indonesia yang tidak bisa dijangkau oleh SCU dan Panel Khusus. Kendala lainnya dalam proses SCU di Timor Leste dari 10 kasus besar yang dakwaannya telah dilimpahkan ke Panel Khusus sampai dengan saat ini belum ada sebuah surat penangkapan resmi yang dikeluarkan oleh Panel Khusus Pengadilan Distrik Dili terhadap para otak besar yang tidak berada di Timor Leste walaupun telah dimohon Jaksa Serius Crimes. Yang paling menyolok dalam hal ini adalah dakwaan terhadap Jenderal Wiranto Cs. Bila terjadi, proses Extradisi yang belum diatur atau disepakati oleh kedua negara tetap menjadi kendala. Tetapi untuk menegakan hukum sebaiknya menggunakan segala peluang yang memungkinkan, sesuai untuk memproses tuntutan keadilan ini. Hilangnya dukungan politik dari pemimpin negara Indonesia dan Timor Leste adalah salah satu faktor yang dirasakan dalam proses penuntutan ini. Dengan lebih memperioritaskan hubungan baik antara kedua negara. Pemimpin kedua bangsa ingin mengesampingkan kepedihan yang dialami para korban selama ini. Dimana sudah tidak mendapat keadilan dari proses hukum dan tidak ada perhatian atau rehabilitasi pada para korban. Malah kenyataan sekarang keadilan sedang ditukar dengan sebuah hubungan baik. Bila para pelaku kejahatan tidak diadili, bukan saja para pemimpin akan menodai komitmen bersama umat manusia untuk mencegah kejahatan itu terulang lagi melainkan juga akan melanggar amanat Konstitusi RDTL dan melukai hati para korban. Sedangkan apa yang akan terjadi dengan Indonesia kalau begitu banyaknya pelaku kejahatan kemanusiaan yang masih berkeliaran dan berkuasa di Indonesia. Sebaiknya semua pihak menyadari bahwa perbuatan pidana yang didakwakan pada para pelaku adalah kejahatan terhadap kemanusiaan, yang merupakan kejahatan internasional yang mana masyarakat internasional telah menyatakan sebagai musuh bersama umat manusia yang menuntut semua negara untuk memeranginya. Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai kejahatan yang dikutuk umat manusia, dan perlunya hukuman bagi pelaku sebagai sebuah keadilan bagi korban dan fungsi pencegahan melalui proses hukuman terhadap pelaku mutlak dilakukan. Ketiadaan hukuman terhadap pelaku akan merupakan virtual licence bagi pelaku atau orang lain untuk mengulangi kejahatan serupa dikemudian hari. Rosentino Amado Hei edisi 25 - Mei

8 PEMBERDAYAANRAKYAT KOPERASI MINA TIMOR : SOLUSI DARI SEBUAH PROTES Koperasi Mina Timor adalah salah satu kumpulan para pemilik mobil tangki yang awalnya beroperasi secara sendiri-sendiri. Tetapi sekarang mereka bersatu dalam satu wadah usaha secara kooperatif. Hal ini terjadi ketika mereka sadar bahwa usaha secara perorang tanpa modal tidak bisa berbuat banyak ketika menghadapi masalah. Walaupun sekarang dalam koperasi juga banyak ada tetapi mereka hadapi secara kelompok. K operasi adalah sarana kerja sama antara sejumlah orang dalam rangka memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mereka. Kenapa kerja sama begitu penting untuk bisa memenuhi kebutuhan sosial ekonomi tiap orang. Alasan paling logisnya, karena tanpa bantuan orang lain, setiap orang memang sulit memenuhi kebutuhannya sendiri. Untuk bisa makan sepiring nasi misalnya, kita di kota harus membeli beras di pasar atau di tokoh. Beras di toko atau di pasar berasal dari padi yang ditanam para petani. Jika para petani yang menanam padi itu tidak ada maka toko atau pasar tidak akan jual beras dan kita tidak akan makan nasi. Begitulah kehadiran badan usaha kooperasi adalah salah satu wujud kerja sama Kantor Koperasi Mina Timor, Caicoli, Dili. Foto: Rogério Soares/Direito. untuk memecahkan ketidakmampuan para anggotanya dalam memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mereka secara sendiri-sendiri. Cooperativa Mina Timor lahir berdasarkan pada logika seperti itu. Kooperasi ini dibentuk pada 14 Juni 2002 lalu dan bergerak di bidang distribusi dan penjualan Bahan Bakar Minyak - BBM. Walaupun pembentukannya sejak Juni 2002, tetapi kooperasi ini baru mulai aktif menjalankan usahanya pada tiga bulan kemudian, yakni 7 Oktober Kini kooperasi ini telah memiliki sebuah kantor tetap yang terletak di kawasan Caicoli, Dili, plus beberapa perlengkapan administrasinya. Layaknya seperti kooperasi yang lain, kooperasi ini juga memiliki statutanya sendiri dan juga sejumlah pengurusnya yang dipilih secara demokratis oleh para anggota kooperasi tersebut. Menilik sejarah pembentukan Cooperativa Mina Timor, memang menarik untuk dibicarakan. Ide pembentukannya muncul setelah terjadi sebuah aksi protes terhadap pertamina oleh sejumlah pemilik kendaraan tenki pada bulan Mei Aksi protes itu dilakukan karena para pemilik kendaraan tenki itu merasa telah diperlakukan tidak adil oleh pertamina dan pemerintah karena mereka tidak pernah diberi akses untuk mengangkut BBM dari pertamina ke instansi-instansi pemerintah RDTL dan UN- MISET. Padahal perusahaan yang melakukan distribusi selama itu, kondisinya ternyata sama saja dengan kondisi mereka. Perusahaan itu memiliki beberapa kendaraan tenki, dan kenderaan tenki yang sama juga dimiliki mereka. Yang mereka pertanyakan adalah kenapa yang dipakai adalah perusahaan itu, sementara kendaraan tenki mereka tidak pernah diberi akses. Sesuai pemantauan Direito, waktu itu memang ada indikasi kuat pertamina sedang memonopoli sebagian besar usaha BBM di negeri ini. Termasuk di bidang distribusinya ke instansi-instansi pemerintah RDTL dan UNMI- SET. Ada dua perusahaan yang waktu itu melakukan distribusi BBM dari pertamina ke instansi-instansi pemerintah RDTL dan UNMISET. Dari beberapa sumber informasi terpercaya dari kalangan dalam pertamina, diketahui bahwa kedua perusahaan itu adalah perusahaan-perusahaan yang sengaja didirikan oleh pertamina, alias anak perusahaan pertamina. Pantas saja akses distribusi BBM dari pertamina dengan mudah dikuasai oleh kedua perusahaan itu. Karena merasa telah diperlakukan tidak adil oleh pertamina dan hal itu ternyata dibiarkan saja oleh pemerintah, maka dilakukanlah aksi protes itu. Sayangnya bahwa aksi protes tersebut kurang ditanggapi baik oleh pertamina. Karena tidak ditemukan jalan keluar lain lagi, maka kasus itupun akhirnya diadukan ke Assosiasi HAK. Setelah menerima pengaduan kasus tersebut, langkah pertama yang dilakukan Assosiasi HAK adalah bersama-sama dengan para pemilik kendaraan tenki itu mendatangi kantor secretario do estado guna meminta kejelasan kebijakan pemerintah di bidang pendistribusi BBM dari pertamina ke instansi-instansi pemerintah RDTL. Pertemuan dengan secretario do estado berhasil dilakukan pada akhir Mei 2002 dan hasilnya pemerintah mengatakan akan memperhatikan tuntutan para pemilik tenki itu. Ternyata betul bahwa pemerintah memang memperhatikannya. Seminggu setelah pertemuan tersebut, pemerintah memanggil para pemilik kendaraan tenki dan pertamina ke kantor secretario do estado untuk menindaklanjuti penyelesaian atas tuntutan para pemilik kendaraan tenki yang melakukan protes tadi. Dalam pertemuan yang ke dua kalinya tersebut, berhasil mencapai kesepakatan antara pemerintah (secretario do estado) dengan pihak pertamina. Pihak pertamina, dalam pertemuan itu menetujui sejak saat itu akan memberi akses kepada para pemilik kendaraan tenki untuk melakukan distribusi BBM juga dari pertamina ke salah satu instansi pemerintah, yakni EDTL. Kesepakatan kedua, berupa kesediaan para pemilik kendaraan tenki untuk segera mengorganisir diri dalam sebuah badan usaha, sebagai syarat administratif untuk bisa mengakses pada sistem distribusi BBM dari pertamina. Atas dasar kesepakatan itu, kususnya kesepakatan yang kedua, para pemilik kendaraan tenki itu mulai 8 edisi 25 - Mei 2003

9 PEMBERDAYAANRAKYAT Mobil tengki minyak yang yang sedang antrian di Pertamina, Dili. Foto: Rogeri Soares/Direito berusaha mencari bentuk badan u- saha bersama mereka. Diskusidiskusi untuk itupun mulai dilakukan secara intensif di Aula Assosiasi HAK. Setelah melalui diskusi panjang maka, muncullah ide agar badan kerja sama itu berbentuk kooperasi saja. Ide ini ternyata didukung para pemilik kendaraan tenki, setelah mereka tahu dan paham tentang kelebihan-kelebihan usaha kooperasi ketika dibandingkan dengan jenis badan usaha yang lain. Aspek kerja sama dan solidaritas yang menjadi substansi dari usaha dalam bentuk kooperasi, rupanya menjadi hal yang telah membuat para pemilik kendaraan tenki itu tertarik pada usaha kooperasi. Maka pada 14 Juni 2002 lahirlah kooperasi milik para pemilik kendaraan tenki itu dengan nama Cooperativa Mina Timor. Sebagai modal awal usaha kooperasi itu, disepakati bahwa setiap pemilik kendaraan tenki yang menjadi anggota harus menumbangkan kendaraan tenki mereka dan uang sebesar USD 500 untuk tiap kendaraan tenki kepada Cooperativa Mina Timor. Kedua jenis modal awal itu akan dikelola bersama lewat kooperasi dan hasilnya akan dibagi secara adil kepada para pemilik kendaraan tenki, yang tidak lain adalah para anggota kooperasi itu sendiri. Perjalanan Coperativa Mina Timor ternyata tidaklah berjalan mudah. Ini juga biasa terjadi dengan kooperasi lainnya. Tantangan yang segera mereka hadapi adalah dengan hadirnya beberapa perusahaan asing bermodal besar yang ikut dalam setiap tender distribusi BBM. Perusahaan-perusahaan asing itu telah menumpang beberapa perusahaan lokal hingga mereka bisa lolos menjadi peserta tender dengan status sebagai perusahaan lokal. Jelas bahwa hal itu akan merugikan Cooperasi Minyak Timor dan perusahan-perusahaan lokal lainnya yang modalnya sangat kecil. Itu akan merugikan kami dan perusahaan-perusahaan lokal lain yang modalnya kecil, ujar menager Cooperativa Mina Timor, Virgilio Pedro. Kekawatiran adanya KKN dalam tender juga dirasakan sebagai tantangan lain, walaupun KKN itu masih dalam dugaan saja. Lebih lanjut, pria lulusan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang ini mengatakan lagi bahwa, tantangan lainnya adalah bersifat internal. Mulai dari kenyataan belum cukupnya kemampuan menagemen keuangan dan administrasi di kalangan anggota dan terutama pengurus Cooperativa hingga kenyataan tidak cukupnya perlengkapan kantor untuk memenuhi kebutuhan adminstrasi perkantoran secara layak. Walaupun banyak tantangan yang dihadapi oleh Cooverativa Minyak Timor tetapi tidak menyurutkan semangat dan komitmen kerja sama para anggota dalam mengelolah koperasinya. Sampai sekarang kami tetap solid dalam membangun kerja sama dan solidaritas di dalam kooperasi kami, sehingga selama ini kami selalu bisa mengantisipasi dan mengatasinya masalah yang kami hadapi, jalas Romao Magno dan Teresinha Araujo, dua anggota Cooperativa Mina Timor kepada Rui Viana dari Direito. Maju tidaknya Cooperativa Mina Timor memang akan tergantung sepenuhnya pada bagaiamana usaha dari para anggota dan pengurusnya untuk terus meningkatkan kerja sama di antara mereka dalam mengelolanya. Sesuai pantauan Direito, aspek kerja sama para anggota kooperasi ini memang sudah cukup bagus. Buktinya, ketika ada persoalan diantara anggota atau yang menyangkut urusan usaha dari kooperasi ini, selalu diatasi dan diputuskan bersama lewat rapat-rapat atau lewat diskusidiskusi bersama antara para anggota dan pengurus kooperasi tersebut. Beberapa persoalan yang ternyata tidak bisa dipecahkan bersama, pihak berkompeten lain akan diminta untuk memecahkannya. Satu contoh, pada pertengahan bulan September ini, kooperasi akan memintah bantuan kepada Assosiasi HAK u- ntuk memfasilitasi sebuah pelatihan tentang menagemen keuangan dan administrasi kepada para anggota dan penggurus kooperasi, ujar Menager Coopertaiva Mina Timor, Vergilio Pedro. Asosiasi HAK sendiri sudah mengatakan bersedia lanjutnya. Rui Viana edisi 25 - Mei

10 TEROPONGKEBIJAKAN RUU Keamanan Internal; Melindungi atau Melangar Hak Asasi Manusia? Akhir bulan Agustus lalu, Parlamen Nasional telah menyetujui RUU tentang Keamanan Internal, guna disahkan Presiden RDTL. Reaksi pro-kontra dari masyarakatpun bermunculan. Perkumpulan HAK walaupun agak terlambat, juga memberikan komentarnya terhadap RUU tersebut. Berikut inti komentar Perkumpulan HAK Melalui sebuah surat yang di sampaikan kepada Presiden Parlamen Nasional dan Presiden RDTL pada tanggal 15 September lalu, Perkumpulan HAK menyampaikan bahwa RUU tentang Keamanan Internal ini tidak dimaksudkan khusus untuk mengekang kebebasan pers sebagaimana dikritik beberapa pihak akhir-akhir ini - walaupun akan ada dampaknya ke pers. RUU ini muncul sebagai akibat meluaskannya kampanye anti terorisme. Langkah yang bisa dikatakan positif yaitu upaya antisipatif untuk melindungi hak atas kekebasan rakyat dari ancaman terorisme. Namun hal ini juga bisa menjadi bumerang bagi rakyat Timor Leste apabila persoalan terorisme sendiri tidak dipahami betul. Karena pengalaman menunjukan bahwa pada tahun 1975-an, beberapa pihak tanpa mengerti dengan baik tentang Komunisme, ikut-ikutan pihak luar mengkampanyekan anti komunisme. Dan sewaktu sadar, telah banyak saudara-saudara kita yang dibantai oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) karena menginvasi negara kita dengan mengatasnamakan gerakan anti komunisme. Pada dasarnya, suatu negara memang wajib mengambil tindakan dengan membuat peraturan seperti UU Keamanan Internal untuk menjamin pemenuhan hak asasi rakyatnya. Rakyat suatu negara punya hak untuk menikmati kebebasan, misalnya bebas dari rasa takut, bebas dari penyiksaan, bebas untuk berpergian, dan lain sebagainya. Agar kebebasan tersebut bisa dipenuhi, maka negara wajib membuat kebijakan untuk menjamin agar semua rakyat bisa menikmati kebebasan tersebut tanpa diganggu orang lain, dan/atau agar orang lain tidak boleh menggunakan kebebasanya yang melebihi atau melanggar kebebasan orang lain Ḋijelaskan dalam surat tersebut bahwa, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) tidak selamanya karena Polisi Timor Lorosae sedang mengamankan kembali seorang nara pidana yang kabur dari LP becora. Foto: Rogerio Soares/Direito adanya intervensi berlebihan dari negara melalui aparatnya terhadap kekebasan warga negara (by commission). Tetapi juga pelanggaran HAM bisa terjadi apabila negara tidak mengambil upaya apapun untuk mencegah daan melindungi kekebasan warga negaranya (by ommission). Jadi menurut Perkumpulan HAK RUU ini penting untuk negara RDTL. Namun supaya RUU ini tidak bertentangan dengan komitmen penegakan hak asasi manusia yang telah dilakukan, maka Perkumpulan HAK mengharapkan agar mempertimbangkan beberapa hal yang menyangkut substansi dari RUU, sehingga dalam penerapannya bisa konsisten dengan semangatnya sebagaimana tercantum pada pasal 1 ayat 1 dari RUU ini. 1. Dalam RUU ini tidak mencantumkan secara tegas keadaan apa yang hendak dilawan dengan undang-undang Keamanan Internal. Pada Pasal 1 ayat 3 disebut kejahatan terorganisir khususnya terorisme dan sabotase. Keadaan kejahatan terorganisir itu apa? dan kriterianya apa? Begitupun dengan defenisi terorisme dan sabotase itu apa? Ini harus jelas, karena kalau tidak dalam pelaksanaannya bisa disalahgunakan untuk kepentingan pihak tertentu. Misalnya, UU ini bisa saja digunakan untuk menindas gerakan oposisi atau organisasi massa lainnya seperti CPD RDTL atau Colimau Begitu juga harus diperjelas dengan apa yang dimaksud Institusi Demokrasi (pasal 1 ayat 1). Institusi demokrasi dalam arti o- rangnya atau pejabatnya? Jangan sampai UU ini disalahgunakan untuk memberi kekebalan terhadap pertanggungjawaban hukum pejabat yang melakukan kriminal. 2. Soal kebijakan keamanan nasional. Pasal 3 dari RUU ini berjudul Kebijakan Keamanan Nasional, tidak nampak kebijakan yang diatur soal keamanan internal. Seharusnya pasal ini merupakan inti dari RUU ini yaitu berisi tindakan atau langkah seperti apa yang diizinkan untuk dilakukan oleh aparat negara/ pemerintah (polisi dan badan intelijen) guna melawan situasi yang luar biasa sebagaimana disebutkan pada pasal 1 ayat 3 dari RUU ini yaitu kejahatan terorganisir dalam bentuk terorisme dan sabotase. Karena untuk menindak tindakan kejahatan biasa, maka Undang-Undang yang ada sudah cukup untuk menja- 10 edisi 25 - Mei 2003

11 wab situasinya, seperti KUHP. Isi kebijakannya harus jelas. Karena kalau tidak jelas, maka bisa disalahartikan dan disalahgunakan oleh aparat keamanan. Misalnya, memakai undang-undang untuk menindak sebuah kelompok merencanakaan melakukan demonstrasi, karena disangka melakukan kejahatan terhadap lembaga kedaulatan. Padahal mengkritik kebijakan pemerintah bukan sesuatu kejahatan, tetapi hal wajar dalam demokrasi. Di sisi lain, bahwa kalau Pasal 3 dari RUU ini tidak berisi tentang kebijakan apa yang diatur, maka hal ini belum memenuhi mandat Konstitusi RDTL, Pasal 95 ayat 2 point o. Jadi sebagai pemilik wewenang Legislasi, maka Parlamen seharusnya membuat substansi dari kebijakan tentang keamanan nasional. Substansi dari kebijakan inilah, lalu diinplementasi oleh pihak Eksekutif yaitu pemerintah, sebagaimana diatur pada Pasal 8 RUU ini (kecuali ayat 2 point a. Karena point a merupakan wewenang legislator). 3. Soal pertanggungjawaban inplementasi. Sebagai negara hukum, maka segala perbuatan harus berdasarkan hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam RUU tentang Keamanan Internal, belum secara tegas mengatur tentang pertanggungjawaban pelaksanaan kebijakan keamanan internal. Kewenangan Parlamen Nasional untuk fiskalisasi sebagaimana pada Pasal 7 dari RUU ini masih lemah unsur akuntabilitasnya. Seharusnya, secara prinsip diatur bahwa pemerintah dapat mempertanggungjawaban pelaksanaan kebijakan keamanan internal kepada Parlamen Nasional, bukan hanya sekedar menerima informasi (ayat 2) dan memeriksa laporan (ayat 3). Dan apabila terjadi ekses atau penyimpangan dalam pelaksanaan di lapangan, aparat keamanan harus mempertanggungjawabkan perbuatanya secara hukum di pengadilan. Ini untuk menjamin tidak adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat di lapangan. 4. Soal keikutsertaan semua o- rang untuk bekerja sama dengan petugas, sebagaimana dirumuskan pada Pasal 5 ayat 3 dari RUU ini bisa bertentangan dengan peraturan yang lain. Karena menurut etika dan hukum (Regulasi UNTAET No. 25/ 2001, dan KUHP Pasal 322), para rohaniawan, dokter dan pengacara dilindungi untuk tidak diwajibkan TEROPONGKEBIJAKAN untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan klien mereka. Dan apabila UU ini akan mencabut perlindungan yang dimiliki para profesional tersebut, maka kiranya hal ini perlu dipertimbangkan baik-baik dampaknya terutama aspek hak asasi manusianya. 5. Soal pemantauan komunikasi sebagaim a n a diatur pada Pasal 17 RUU ini masih terdapat pertentangan dengan a- turan hukum lainnya. Dijelaskan bahwa istilah pemantauan komunikasi pada pasal ini tidak sama dengan kontrol atau pembatasan komunikasi. Menurut Perkumpulan HAK persoalan inti pada pasal ini bukan terletak pada pembatasan atau kontrol kebebasan komunikasi sebagaimana diributkan beberapa kalangan di media massa akhir-akhir ini, namun persoalannya terletak pada; Pertama, tidak jelasnya unsur-unsur atau indikator seperti apa yang menunjukan sebuah aktivitas yang masuk dalam kategori kejahatan terorganisir (terorisme atau sabotase) yang harus diminta izin kepada hakim untuk dipantau. Kalau unsur atau indikator tidak jelas, maka bisa memberi ruang kepada aparat keamanan (khususnya inteligen) memantau pembicaraan orang yang dianggap tidak suka pada kebijakan pemerintah. Kalau ini yang terjadi adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Karena sikap tidak suka pada kebijakan pemerintah bukan sesuatu kriminal, dan wajar dalam demokrasi. Menurut Perkumpulan HAK bahwa sebenarnya pemantauan komunikasi yang dimaksudkan pada pasal 17 RUU ini ditujukan kepada pihak yang diduga sedang dan akan melakukan suatu tindakan terorisme atau sabotase, bukan untuk memantau dugaan aktivitas kriminal biasa atau aktivitas politik warga negara. Kedua, bahwa sesuai regulasi UNTAET No. 25/2001, khusus tentang Hukum Acara Pidana, dan Regulasi UNTAET No. 16/2000, tentang Kejaksaan, diatur bahwa pihak Kejaksaan yang mempunyai wewenang untuk mengkoordinir suatu penyidikan yang dilakukan polisi. Aksi PNTL dalam sebuah insiden di LP Becora, Dili. Foto: R. Soares/Direito Sehingga menurut Perkumpulan HAK bahwa bila aturan Pasal 17 RUU ini akan mengesampingkan wewenang jaksa, maka hal ini melanggar prinsip sistem peradilan, sehingga akan berdampak ketidakjelasan sistem penegakan hukum. 6. Legalitas aparat pelaksana di lapangan. Menurut Pasal 13 RUU ini mengatur bahwa aparat pelaksana keamanan internal adalah Polisi (PNTL) dan Badan Intelijen dan Keamanan Negara (BIKN). Namun hingga sekarang PNTL belum punya UU baru yang mengakomodasi perkembangan institusinya seperti sekarang, begitu juga hingga sekarang belum ada UU tentang Badan Intelijen. Sehingga menurut Perkumpulan HAK, agar tidak mengulang perbuatan pemerintah Indonesia, dimana TNI dan SGI melakukan aktivitas ilegal atau ekstrajudisial, maka sebelum pemberlakuan UU tentang Keamanan Internal yang memperluas kewenangan PNTL dan BIKN dalam situasi luar biasa, maka seharusnya dibuat dulu UU organik tentang PNTL dan BIKN guna mengatur fungsi dan tugasnya dalam situasi biasa. edisi 25 - Mei

AMNESTY INTERNATIONAL SIARAN PERS

AMNESTY INTERNATIONAL SIARAN PERS AMNESTY INTERNATIONAL SIARAN PERS Tanggal Embargo: 13 April 2004 20:01 GMT Indonesia/Timor-Leste: Keadilan untuk Timor-Leste: PBB Berlambat-lambat sementara para pelaku kejahatan bebas berkeliaran Pernyataan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelanggaran hak asasi manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelanggaran hak asasi

Lebih terperinci

Bagian 2: Mandat Komisi

Bagian 2: Mandat Komisi Bagian 2: Mandat Komisi Bagian 2: Mandat Komisi...1 Bagian 2: Mandat Komisi...2 Pendahuluan...2 Batasan waktu...3 Persoalan-persoalan dengan relevansi khusus...3 Makna berkaitan dengan konflik politik...3

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Impunitas yaitu membiarkan para pemimpin politik dan militer yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA Bahan Panja Hasil Timus RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNTAET Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Lorosae REGULASI NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG SUSUNAN KEJAKSAAN DI TIMOR TIMUR

UNTAET Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Lorosae REGULASI NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG SUSUNAN KEJAKSAAN DI TIMOR TIMUR UNITED NATIONS NATIONS UNIES United Nations Transitional Administration Administration Transitoire des Nations Unies in East Timor au Timor Oriental UNTAET Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 5-1991 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2004 POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 24 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Prinsip Dasar Peran Pengacara Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNOFFICIAL TRANSLATION UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003

PASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003 PASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003 Pasal 1 (8) Pasal Potensi Pelanggaran HAM Kerangka hukum yang bertabrakan Tidak ada Indikator jelas mengenai keras

Lebih terperinci

UU AMNESTI MELINDUNGI PARA PELAKU KEJAHATAN SELAMA MASA KRISIS

UU AMNESTI MELINDUNGI PARA PELAKU KEJAHATAN SELAMA MASA KRISIS JUDICIAL SYSTEM MONITORING PROGRAMME PROGRAMA DE MONITORIZAÇÃO DO SISTEMA JUDICIAL UU AMNESTI MELINDUNGI PARA PELAKU KEJAHATAN SELAMA MASA KRISIS 2006-2007 Pendahuluan Parlemen Nasional (PN) sebagai badan

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP Oleh : LBH Jakarta 1. PENGANTAR Selama lebih dari tigapuluh tahun, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP diundangkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Briefing Pers Menyongsong Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc Untuk Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997/1998

Briefing Pers Menyongsong Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc Untuk Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997/1998 Briefing Pers Menyongsong Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc Untuk Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997/1998 Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Jakarta, 7 November 2009 I. Pendahuluan Menjelang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud 15 Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Adapun jenis-jenis pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat, sebagai berikut: 1. Kejahatan Genosida

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME UMUM Sejalan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,

Lebih terperinci

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013 LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

Pengadilan Internasional bagi Timor-Leste: ide yang tak mau pergi

Pengadilan Internasional bagi Timor-Leste: ide yang tak mau pergi Pengadilan Internasional bagi Timor-Leste: ide yang tak mau pergi Patrick Walsh Austral Policy Forum 09-17B 27 Augustus 2009 Ringkasan: Patrick Walsh, Penasehat Senior untuk Sekretariat Teknik Paska-CAVR,

Lebih terperinci

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Oleh Agung Putri Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Implementasi

Lebih terperinci

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H. TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM Oleh: Eko Riyadi,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.789, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPT. Kerjasama. Penegak Hukum. Penanganan Tindak Pidana. Terorisme PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/K.BNPT/11/2013

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

REGULASI NO. 2000/14

REGULASI NO. 2000/14 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa- Bangsa di Timor Lorosae NATIONS UNIES Administrasion Transitoire des Nations Unies in au Timor Oriental UNTAET UNTAET/REG/2000/14 10

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sistem peradilan pidana dapat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA http://welcome.to/rgs_mitra ; rgs@cbn. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DAFTAR ANOTASI Halaman 1. Sejak Rabu,

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA Disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 9 Desember 1998 M U K A D I M A H MAJELIS Umum, Menegaskan kembalimakna penting dari ketaatan terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Peradilan Pidana Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 Pelanggaran HAM Menurut Undang-Undang No.39 tahun 1999 pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang

Lebih terperinci

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5406 HUKUM. Pidana. Pendanaan. Terorisme. Pencegahan. Pemberantasan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 50) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

kliping ELSAM KLP: RUU KKR-1999

kliping ELSAM KLP: RUU KKR-1999 KLP: RUU KKR-1999 KOMPAS - Senin, 28 Jun 1999 Halaman: 1 Penulis: FER/AS Ukuran: 5544 RUU HAM dan Komnas HAM: Jangan Hapuskan Pelanggaran HAM Orba Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg No.1748, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DKPP. Kode Etik dan Pedoman Perilaku. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

PENYULUHAN INFORMASI DARI BAGIAN KEJAHTAN BERAT

PENYULUHAN INFORMASI DARI BAGIAN KEJAHTAN BERAT PENYULUHAN INFORMASI DARI BAGIAN KEJAHTAN BERAT TUNTUTAN KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN UNTUK MANTAN MENTERI PERTAHANAN INDONESIA, KOMANDAN MILITER TERTINGGI INDONESIA DAN GUBERNUR TIMOR LESTE Resolusi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN Tentang KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN Tentang KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004. Tentang KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI Daftar Isi UU Republik indonesia Npmor 27 tahun 2004 tentang KKR... 1 Bab I Ketentuan Umum...3 Bab II Asas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PENGANGKATAN, PELANTIKAN, DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesi

2016, No Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesi No.1388, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BIN. Kode Etik Intelijen. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN INTELIJEN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK INTELIJEN NEGARA DENGAN

Lebih terperinci

UNTAET REGULASI NO. 2002/2 TENTANG PELANGGARAN KETENTUAN BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN PRESIDEN PERTAMA

UNTAET REGULASI NO. 2002/2 TENTANG PELANGGARAN KETENTUAN BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN PRESIDEN PERTAMA UNITED NATIONS United Nations Transitional Administration in East Timor NATIONS UNIES Administrasion Transitoire des Nations Unies in au Timor Oriental UNTAET UNTAET/REG/2002/2 5 March 2002 REGULASI NO.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum 2014 Jakarta, 4 Februari Kepada Yth. 1. DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia 2. Amir Syamsudin Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Di Jakarta 1. Pemerintah-dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan pada Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci