BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 15,3% pada tahun 2009 berdasarkan harga

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 15,3% pada tahun 2009 berdasarkan harga"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk Indonesia. Peranan sektor pertanian memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 15,3% pada tahun 2009 berdasarkan harga berlaku. Kontribusi sektor pertanian masih relatif lebih besar dari pada sektorsektor lainnya, walaupun selama periode pertumbuhannya sebesar 6.99 % dibandingkan dengan sektor lainnya terjadi penurunan (Lampiran 1). Selanjutnya berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) tahun 2010, sektor pertanian menyumbang tenaga kerja sebanyak 42 juta orang lebih dari jumlah penduduk 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan kerja utama yang hampir mencapai 110 juta orang. Jika dilihat dari nilai absolutnya, maka kontribusi sektor pertanian terhadap PDB merupakan jumlah yang besar, sehingga seharusnya dapat dianalogikan bahwa petani seharusnya menerima pendapatan yang memadai untuk dapat hidup sejahtera. Namun pada kenyataannya, apabila dilihat melalui peta kemiskinan di Indonesia, kiranya dapat dipastikan bahwa bagian terbesar penduduk yang miskin adalah yang bekerja di sektor pertanian (Tambunan, 2003 : 23-24). Hal ini menyebabkan bidang pertanian harus dapat memacu diri untuk dapat meningkatkan produk

2 2 pertaniannya, khususnya produk pertanian tanaman pangan. Salah satu komoditi tanaman pangan potensial untuk dikembangkan adalah tanaman padi. Sebagai salah satu pilar ekonomi negara, sektor pertanian diharapkan dapat meningkatkan pendapatan terutama dari penduduk pedesaan yang masih di bawah garis kemiskinan. Untuk itu, berbagai investasi dan kebijakan telah dilakukan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan di sektor pertanian. Investasi di sektor pertanian seringkali sangat mahal, ditambah lagi tingkat pengembaliannya sangat rendah dan waktu investasinya juga panjang sehingga tidak terlalu menarik swasta. Oleh sebab itu pembangunan irigasi, penyuluhan pertanian dan berbagai bentuk investasi dalam bentuk subsidi dan lainnya pada umumnya harus dilakukan oleh pemerintah. Menurut Suparta, pembangunan pertanian penting dalam memaksimalkan pemanfaatan geografi dan kekayaan alam Indonesia, memadukannya dengan teknologi agar mampu memperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan. Sektor pertanian berperan penting dalam menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk maupun menyediakan bahan baku bagi industri, dan untuk perdagangan ekspor (Suparta, 2010 : 10). Hal ini diawali dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang baik, dimana setiap individu dalam rumah tangga mendapatkan asupan pangan dalam jumlah yang cukup, aman, dan bergizi secara berkelanjutan yang pada gilirannya akan meningkatkan status kesehatan dan memberikan kesempatan agar setiap individu mencapai potensi maksimumnya. Dengan demikian ketahanan pangan merupakan komponen yang tak terpisahkan

3 3 dari ketahanan nasional, dimana ketahanan nasional berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia. Isu ketahanan pangan menjadi topik penting karena pangan merupakan kebutuhan paling hakiki yang menentukan kualitas sumber daya manusia dan stabilitas sosial politik sebagai prasyarat untuk melaksanakan pembangunan. (Ilham, dkk, 2006). Ketahanan pangan ini menjadi semakin penting karena pangan bukan hanya merupakan kebutuhan dasar (basic need) tetapi juga merupakan hak dasar (basic right) bagi setiap umat manusia yang wajib dipenuhi. Oleh karena pangan merupakan hak dasar itulah, maka negara berkewajiban untuk memastikan bahwa setiap individu warga negara telah mendapatkan haknya atas pangan (Hariyadi, dkk, 2009 : 1). Program peningkatan ketahanan pangan diarahkan untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di dalam negeri dari produksi pangan nasional. Ketahanan pangan bagi suatu negara merupakan hal yang sangat penting, terutama bagi negara yang mempunyai jumlah penduduk sangat banyak seperti Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 220 juta jiwa pada tahun 2020 dan diproyeksikan 270 juta jiwa pada tahun 2025 (Hanafie, 2010 : 272). Sebagian besar petani padi merupakan masyarakat miskin atau berpendapatan rendah, rata-rata pendapatan rumah tangga petani masih rendah, yakni hanya sekitar 30% dari total pendapatan keluarga (Mardianto, 2001). Selain berhadapan dengan rendahnya pendapatan yang diterima petani, sektor pertanian juga dihadapkan pada penurunan produksi dan produktivitas hasil pertanian. Hal ini berkaitan erat dengan sulitnya produktivitas padi di lahan-lahan sawah irigasi

4 4 yang telah bertahun-tahun diberi pupuk input tinggi tanpa mempertimbangkan status kesuburan lahan dan pemberian pupuk organik. Untuk memecahkan masalah tersebut, pemerintah melancarkan dua pendekatan pembangunan pertanian. Pertama pembangunan pertanian berwawasan agribisnis dan kedua, pembangunan pertanian tidak lagi dipandang sebagai pembangunan parsial pengembangan komoditas tetapi di dalam implementasinya sangat terkait dengan pembangunan wilayah. Sesuai amanat dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) , saat ini memasuki periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap ke-2 ( ), setelah periode RPJMN tahap ke-1 ( ) berakhir. Pada RPJMN tahap ke-2 ( ), pembangunan pertanian tetap memegang peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan kapital, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bio-energi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa negara, dan sumber pendapatan, serta pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah lingkungan (Renstra Kementerian Pertanian ). Komitmen Indonesia untuk mewujudkan ketahanan pangan tertuang pada Undang -Undang (UU) No. 7 tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan

5 5 bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Secara makro pembangunan pertanian dituangkan pada visi pembangunan pertanian 2025 yang pertama kali dicanangkan pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Kabinet Indonesia Bersatu jilid I. Pada seminar dan lokakarya nasional 12 Maret 2005 tentang Arah kebijakan pembangunan pertanian nasional pada kabinet Indonesia bersatu, Menteri Pertanian kala itu dijabat oleh Anton Apriyantono, menyampaikan pidato yang menyatakan bahwa, pembangunan pertanian masih dihadapkan kepada sejumlah kendala dan masalah yang harus dipecahkan, antara lain : (1) Keterbatasan dan penurunan kapasitas sumberdaya pertanian, (2) Sistem alih teknologi yang masih lemah dan kurang tepat sasaran, (3) Keterbatasan akses terhadap layanan usaha, terutama permodalan, (4) Rantai tata niaga yang panjang dan sistem pemasaran yang belum adil, (5) Kualitas, mentalis, keterampilan sumberdaya petani rendah, (6) Kelembagaan dan posisi tawar petani rendah, (7) Lemahnya koordinasi antar lembaga terkait dan birokrasi, dan (8) Kebijakan makro ekonomi yang belum berpihak kepada petani. Sehingga memperhatikan permasalahan tersebut, maka visi pembangunan pertanian sampai tahun 2025 adalah: Terwujudnya sistem pertanian industrial berkelanjutan yang berdayasaing dan mampu menjamin ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Secara lebih spesifik sasaran jangka panjang yang perlu ditempuh adalah: (1) Terwujudnya sistem pertanian industrial yang berdayasaing; (2) Mantapnya ketahanan pangan secara mandiri; (3) Terciptanya

6 6 kesempatan kerja penuh bagi masyarakat pertanian; dan (4) Hapusnya masyarakat petani miskin dan meningkatnya pendapatan petani. Sedangkan target utama Kementerian Pertanian Tahun yaitu: (1) Pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, (2) Peningkatan diversifikasi pangan, (3) Peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, dan (4) Peningkatan kesejahteraan petani (Restra Kementerian Pertanian ). Implementasi dari pelaksanaan visi tersebut dituangkan dalam Program Ketahanan Pangan Nasional yaitu : Program Peningkatan Ketahanan Pangan, Program Peningkatan Kesejahteraan Petani, dan Program Penerapan Kepemerintahan yang Baik. Selanjutnya program tahap ke-2 yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan pada tahun sesuai dengan visi dan misi, tugas pokok dan fungsinya serta memperhatikan permasalahan dan potensi ketahanan pangan; adalah Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat ( Sedangkan secara mikro atau teknis, pembangunan pertanian dituangkan dalam bentuk kebijakan yang dilahirkan oleh Badan Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP). Untuk meningkatkan produksi padi nasional, Badan Litbang Pertanian telah mengembangkan model Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah pada tahun 1999 hingga 2002 di 26 propinsi melalui Program Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) ( Hal ini didasari oleh pendekatan agribisnis yang terkait erat dengan pembangunan wilayah pedesaan dengan menggunakan sumber daya lokal dan budaya lokal.

7 7 Program P3T pada dasarnya mencakup empat kegiatan pokok, yaitu: (1) Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), (2) Sistem Integrasi Padi-Ternak (SIPT), (3) Penguatan kelembagaan tani melalui penguatan Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT), dan (4) Pelayanan jasa keuangan model Kredit Usaha Mandiri (KUM) (Sugiarto dan Hendiarto, 2003). Tujuan utama kegiatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) adalah: (1) Meningkatkan produktivitas padi minimal 0,5 ton/ha, (2) Memperbaiki struktur tanah dengan penggunaan pupuk organik, (3) Meningkatkan pendapatan petani melalui efisiensi penggunaan input, (4) Memperkuat kelembagaan tani, khususnya dalam aspek agribisnis dan (5) Mempercepat diseminasi teknologi inovatif (Mashur, dkk, 2002). Pelaksanaan masing-masing komponen PTT, SIPT, KUAT, dan KUM bersifat spesifik lokasi, yakni berdasar permasalahan di lokasi dimana komponen tersebut diterapkan. Program ini merupakan program baru di bidang pertanian dan dicanangkan secara simultan (berlanjut) dengan memberi dana kepada petani secara bergilir untuk melaksanakan komponen kegiatan proyek. Di Provinsi Bali khususnya, program P3T dilaporkan dapat meningkatkan produktivitas padi. Menurut data Dinas Pertanian Tanaman Pangan (Distan) Provinsi Bali, menunjukkan bahwa luas tanam dan panen padi cukup fluktuatif dan cenderung agak menurun sangat tergantung dari ketersediaan irigasi dan juga lahan. Dalam rangka mengantisipasi penurunan produksi sebagai akibat penurunan luas tanam dan panen maka upaya-upaya peningkatan produktivitas (produksi per satuan luas) terus diintensifkan pelaksanaannya melalui peningkatan mutu intensifikasi yang didukung dengan adanya kebijakan subsidi, proteksi dan

8 8 pengembangan teknologi spesifik lokasi. Upaya-upaya tersebut terangkum dalam komponen program P3T. Khusus mengenai kebijakan subsidi pupuk petani merupakan salah satu kebijakan utama pembangunan pertanian yang telah lama dilaksanakan pemerintah dengan cakupan dan besaran yang berubah dari waktu ke waktu. Di Indonesia, subsidi pertanian berupa subsidi harga input usahatani, yaitu subsidi pupuk, benih dan bunga kredit. Usaha peningkatan produksi padi ini diikuti oleh penyediaan penunjang produksi, salah satunya adalah ketersediaan pupuk. Penggunaan pupuk berimbang dalam usahatani padi sangat perlu dilakukan, namun disatu sisi harga pupuk sangat mahal. Oleh karenanya, pemerintah melakukan kebijakan dengan memberikan subsidi pupuk kepada petani padi sawah. Dengan program P3T menunjukkan angka yang cukup signifikan bagi perkembangan produksi padi di Bali. Secara rinci perkembangan luas tanam, panen, produktivitas dan produksi Padi di Provinsi Bali tahun 2005 s/d 2009 yakni : Tabel 1.1 Perkembangan Luas Tanam,Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Provinsi Bali tahun 2005 s/d 2009 PADI Tahun Tanam (Ha) Panen (Ha) Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Ton) 152, , , , , ,891 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali , , , , , , , , ,764

9 9 Alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian tahun 2010 (dalam ton), adalah sebagai berikut : Tabel 1.2 Alokasi Kebutuhan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian tahun 2010 Sub Sektor UREA SP-36/Superphos ZA NPK ORGANIK Tanaman Pangan 3,640, , ,253 1,237, ,500 Hortikultura 516,146 48, , ,456 83,874 Perkebunan 1,235, , , , ,781 Peternakan 16,538 1,349 2,255-2,687 Perikanan Budidaya 191,742 71, ,158 Cadangan Budidaya 400, ,000 - JUMLAH 6,000,000 1,000, ,000 2,200, ,000 Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 2010 Alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi tahun 2010 menurut jenis dan jumlah pupuk per bulan-nya untuk Provinsi Bali adalah : Tabel 1.3 Alokasi Kebutuhan Pupuk Bersubsidi tahun 2010 menurut Jenis dan Jumlah Pupuk per Bulan Provinsi Bali No Jenis Pupuk Jumlah (Ton) 1 Urea 57,000 2 SP-36/Superphos 5,500 3 ZA 11,649 4 NPK 33,333 5 Organik 60,667 Selanjutnya menurut data dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 2010, bahwa tahun 2010, Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi di kios pengecer resmi, ditingkat kecamatan/desa ditetapkan sebagai berikut :

10 10 Tabel 1.4 Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi di Tingkat Kecamatan/Desa Jenis Pupuk Harga (Rp/kg) (Rp/Zak) UREA 1,200 kg ZA 1,050 kg SP-36 1,550 kg Superphos 1,250 kg NPK Phonska 1,750 kg NPK Pelangi 1,830 kg NPK Kujang 1,586 kg Organik 500 kg atau kg Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 2010 Catatan : 1. HET pupuk bersubsidi tersebut dalam kemasan 50 kg atau 20 kg, yang dibeli petani, pekebun, peternak, pembudidaya ikan atau gudang di kios pengecer resmi secara tunai. 2. Jenis pupuk NPK bersubsidi dimaksud terdiri dari : a) pupuk NPK Phonska (15 :15 :15) yang diproduksi oleh PT Petrokimia Gresik ; b) pupuk NPK Pelangi (20 :10 :10) yang diproduksi oleh PT Pupuk Kaltim ; c) pupuk NPK Kujang (30 :6 :8) yang diproduksi oleh PT Pupuk Kujang. 3. Untuk alokasi kebutuhan pupuk SP-36 dapat dipenuhi dengan pupuk Superphos sampai dengan bulan Maret 2010 yang telah ditetapkan dalam Permentan No. 22/Permentan/SR. 130/2/2010 tentang Perubahan Permentan No. 50/Permentan/SR. 130/11/2009. Berdasarkan data tersebut menggambarkan bahwa pemerintah melakukan pemberian subsidi input dan dukungan harga bagi petani, yaitu subsidi yang menitikberatkan pada sarana produksi, seperti pupuk, benih, maupun alat dan mesin pertanian (input). Kabupaten Tabanan, yang terletak di Provinsi Bali merupakan kabupaten yang memiliki luas tanaman padi paling luas di Bali, dimana luas sawah di Kabupaten Tabanan hektare dari total hektare sawah di Bali, jika ditinjau dari produksi padi di daerah Tabanan tahun 2009 Kabupaten Tabanan

11 11 dapat menghasilkan gabah 242 ribu ton per tahun, dimana tiap hektare sawah menghasilkan 5,98 ton gabah kering.(bali Dalam Angka, 2010). Sampai saat ini Tabanan menjadi penyumbang produksi padi tertinggi di Bali. Hal ini sesuai dengan julukan kabupaten Tabanan sebagai lumbung beras di Bali. Kabupaten Tabanan terdiri atas 10 kecamatan, dan salah satu kecamatan dengan luas tanam dan luas panen terbesar adalah kecamatan Penebel yaitu berturut-turut ha dan 8.569, dengan produksi padi sawah sebesar ,5 ton (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tabanan, 2008). Seperti halnya penggunaan benih berkualitas, orientasi petani pangan adalah minimalisasi biaya produksi, belum ke arah maksilisasi keuntungan. Disamping itu, teknologi pemupukan petani masih relatif rendah akibat terbatasnya kemampuan permodalan petani atau tidak tersedianya pupuk pada saat dibutuhkan petani. Oleh karena itu, pemberian subsidi pupuk yang diberikan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani menjadi hal yang prioritas bagi ketahanan pangan Indonesia. Hasil penelitian Kasiyati (2004) mengindikasikan bahwa kebijakan subsidi pupuk dapat meningkatkan pendapatan petani di Jawa Tengah. Ini berarti bahwa kebijakan subsidi pupuk diduga dapat berdampak signifikan terhadap peningkatan pendapatan petani didaerah lainnya juga, khususnya Tabanan. Berdasarkan posisi yang strategis tersebut, usahatani padi seyogyanya diusahakan dengan baik serta memiliki unggulan kompetitif dan dapat meningkatkan keuntungan. Keadaan yang demikian akan menguntungkan bagi ketahanan pangan, ekonomi nasional, bahkan stabilitas nasional. Dengan

12 12 demikian kebijakan subsidi pupuk dimaksudkan untuk membantu petani agar dapat memperoleh pupuk dengan harga terjangkau sehingga proses usahatani dapat berjalan secara berkesinambungan, memiliki keunggulan kompetitif serta dapat meningkatkan keuntungan usahatani padi. Sehingga perlu kajian terhadap pengaruh subsidi pupuk tersebut, karena dampak yang ditimbulkan oleh adanya kebijakan subsidi pupuk tersebut akan berpengaruh terhadap keunggulan kompetitif dan tingkat keuntungan usahatani padi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dikemukan bahwa akibat dari adanya subsidi pupuk pada usahatani padi di Bali akan menimbulkan berbagai dampak. Oleh karenanya permasalahan yang dihadapi sebagai berikut. 1. Apakah usahatani padi sawah masih merupakan usahatani yang memiliki keunggulan kompetitif pada dua musim tanam yang berbeda di Kabupaten Tabanan. 2. Berapakah tingkat keuntungan usahatani padi sawah sebagai dampak dari subsidi pupuk pada dua musim tanam yang berbeda di Kabupaten Tabanan. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

13 13 1. Menganalisis keunggulan kompetitif usahatani padi sawah sebagai dampak dari subsidi pupuk pada dua musim tanam yang berbeda di Kabupaten Tabanan. 2. Menganalisis tingkat keuntungan usahatani padi sawah sebagai dampak dari akibat adanya subsisi pupuk pada dua musim tanam yang berbeda di Kabupaten Tabanan. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang ingin didapatkan dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Bermanfaat bagi khasanah ilmu pengetahuan yang terkait dengan dampak kebijakan subsidi pupuk. 2. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai suatu acuan atau referensi maupun informasi bagi penelitian lebih lanjut untuk pengembangan sistem subsidi pupuk. 3. Bagi petani diharapkan mendapatkan ilmu pengetahuan agar bisa meningkatkan keuntungan atau pendapatan. 4. Bagi pemerintah hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk mengambil kebijakan baru dalam sistem usahatani padi sawah di Kabupaten Tabanan dalam rangka peningkatan pendapatan dan daya saing.

14 Ruang Lingkup Penelitian Terkait dengan latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka penulis bermaksud mengkaji dampak dari kebijakan subsidi pupuk terhadap keunggulan kompetitif dan tingkat keuntungan usahatani padi sawah melalui pendekatan Policy Analysis Matrix (PAM), yang dalam hal ini penulis batasi hanya kepada petani padi yang menggunakan subsidi pupuk. Penelitian ini akan dilaksanakan di subak terluas dari masing-masing kecamatan yang ada di Kabupaten Tabanan Bali.

15 15 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Analisis Kebijakan Kerangka analisis (framework) adalah pendekatan atau metode yang disusun dengan baik dan konsisten dalam rangka menghasilkan pemikiranpemikiran yang jelas. Pemahaman tentang kerangka analisis kebijakan sangat diperlukan oleh para pembuat kebijakan sebagai konskwensi logis dari kebijakan yang ada. Sebuah framework dirancang sedemikian rupa agar mampu menelaah berbagai hubungan yang terjadi dalam sebuah sistem perekonomian, misalnya mengapa aktivitas yang dilakukan oleh satu kelompok masyarakat mempengaruhi kelompok lainnya. Masalah pertanian berhubungan dengan masalah produksi dan konsumsi dari berbagai komoditas, sebagai hasil dari sebuah usaha tani atau usaha peternakan.sebuah kebijakan adalah sebuah intervensi pemerintah, dimaksudkan untuk merubah prilaku produsen dan konsumen. Analisis merupakan evaluasi dari berbagai keputusan pemerintah yang merubah perekonomian. Oleh karena itu, sebuah framework analisis kebijakan pertanian dapat diartikan sebagai sebuah sistem untuk menganalisis kebijakan publik yang mempengaruhi produsen, pedagang, dan konsumen dari berbagai produk pertanian (Pearson, dkk., 2005) Komponen utama dari framework kebijakan pertanian yang dibahas ada empat yaitu tujuan (objectives), kendala (constraints), kebijakan (policies), dan strategi (strategies). Objektives merupakan tujuan yang diharapkan akan dicapai oleh sebuah kebijakan ekonomi yang dibuat oleh para pembuat kebijakan.

16 16 Contraints adalahsuatu keadaan (ekonomi) yang membuat apa yang bisa dicapai menjadi terbatas. Kebijakan terdiri atas berbagai instrument yang bisa digunakan pemerintah untuk merubah outcome perekonomian. Sebuah kebijakan yang efektif akan merubah prilaku produsen, pedagang, dan konsumen, serta menciptakan outcome baru dari sebuah perekonomian. Strategies adalah seperangkat instrument kebijakan yang digunakan oleh pemerintah untuk mencapai objectives yang telah ditetapkan.setiap strategi dilaksanakan melalui penerapan berbagai kebijakan yang terkoordinasi dengan baik. Kerangka kebijakan digambarkan seperti sebuah alur lingkar (mengikuti arah jarum jam) dari sejumlah hubungan kausal dari keempat komponen tersebut di atas. Strategi para pengambil kebijakan terdiri atas seperangkat kebijakan yang dimaksudkan untuk meningkatkan outcome ekonomi, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh para pengambil keputusan atau pengambil kebijakan (Gambar 1). Strategi Terdiri atas Kebijakan Evaluasi Tujuan Mendukung atau menghambat Dilaksanakan melalui Kendala Gambar 2.1. Grafik alur kerangka kerja (framework) kebijakan (Pearson et al, 2003)

17 17 Penilaian dampak kebijakan terhadap pencapaian tujuan memungkinkan untuk melakukan penyesuaian strategi yang telah ditetapkan bila diperlukan.dalam hal ini pemerintah membuat strategi pembangunan pertanian dengan menentukan seperangkat kebijakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan berbagai kendala ekonomi pada sektor pertanian Tujuan Dasar Analisis Kebijakan Kebijakan pemerintah mempunyai tujuan utama yaitu efisiensi (eficiency), pemerataan (equity), dan ketahanan (scurity). Efisiensi tercapai apabila alokasi sumber daya ekonomi yang langka mampu menghasilkan pendapatan maksimum, serta alokasi barang dan jasa yang menghasilkan tingkat kepuasan konsumen yang paling tinggi. Pemerataan diartikan sebagai distribusi pendapatan diantara kelompok masyarakat atau wilayah yang menjadi target pembuat kebijakan. Umumnya, pemerataan yang lebih baik akan dicapai melalui distribusi pendapatan yang lebih baik atau lebih merata. Namun karena kebijakan merupakan aktivitas pemerintah, maka para penentu kebijakanlah yang menentukan definisi pemerataan tersebut. Ketahanan pangan diartikan sebagai ketersediaan pangan pada tingkat harga yang stabil dan terjangkau. Ketahanan pangan akan meningkat apabila stabilitas politik dan ekonomi memungkinkan produsen ataupun konsumen meminimumkan adjustment cost. Di dalam kerangka ini, setiap tujuan yang dicapai oleh pemerintah akan terkait paling tidak dengan salah satu dari ketiga tujuan dasar yang telah disebutkan yaitu efisiensi, pemerataan, dan ketahanan.

18 18 Menurut Pearson dan Gotsch (2003) trade-offs akan terjadi ketika salah satu tujuan bisa dicapai dengan mengorbankan tujuan lainnya yaitu mencapai tujuan yang satu, tetapi mengorbankan tujuan lainnya. Apabila terjadi trade-offs, maka pembuat kebijakan harus memberikan bobot atas setiap tujuan yang saling bertentangan itu, dengan mnentukan beberapa manfaat yang bisa diraih dari suatu tujuan dibandingkan dengan kerugian yang diderita oleh tujuan lainnya dan umumnya trade-offs selalu saja terjadi Kendala-kendala yang Membatasi Kebijakan Pertanian Kendala-kendala yang membatasi gerak sebuah kebijakan adalah penawaran, permintaan, dan harga dunia. Penawaran (produksi nasional) dibatasi oleh ketersediaan sumber daya (lahan, tenaga kerja dan modal), teknologi, harga input, dan kemampuan manajemen. Parameter ini merupakan komponen dari fungsi produksi sehingga membatasi kemampuan perekonomian dalam menghasilkan komoditas pertanian. Permintaan (konsumsi nasional) dibatasi atau dipengaruhi oleh jumlah penduduk, pendapatan, selera, dan harga output. Parameter ini merupakan komponen dari fungsi permintaan sehingga mempengaruhi kemampuan perekonomian dalam mengkonsumsi produk-produk pertanian. Selanjutnya harga dunia, untuk komoditas yang diperdagangkan secara internasional baik input maupun output, menentukan dan membatasi peluang untuk mengimpor dalam rangka meningkatkan supplay domestic dan mengeksport dalam rangka memperluas pasar bagi produk domestik. Ketiga parameter ekonomi ini menentukan pasar bagi sebuah komoditas pertanian dan merupakan kekuatan utama dalam mempengaruhi terbentuknya harga serta

19 19 alokasi sumberdaya. Kendala-kendala ekonomi bisa mengarah kepada terjadinya trade-offs dalam pembuatan kebijakan (Monke dan Pearson, 1995; Bahri, 2005) Kategori Kebijakan yang Mempengaruhi Pertanian. Kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi sektor pertanian dapat digolongkan pada tiga katagori yaitu kebijakan harga, kebijakan makro ekonomi, dan kebijakan investasi publik. Kebijakan harga komoditas pertanian merupakan kebijakan yang bersifat spesifik komoditas. Setiap instrumen kebijakan harga pertanian akan menimbulkan transfer dari produsen kepada konsumen terhadap komoditas bersangkutan maupun anggaran pemerintah atau sebaliknya. Kebijakan harga juga mempengaruhi input pertanian. Produsen dan konsumen komoditas pertanian sangat dipengaruhi oleh kebijakan makro ekonomi meskipun seringkali mereka tidak terlibat dalam proses pembuatan kebijakan yang bersifat nasional ini. Kebijakan makro ekonomi mencakup seluruh wilayah dalam satu negara, sehingga kebijakan ini mempengaruhi seluruh komoditas. Katagori ketiga dari kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi sektor pertanian adalah investasi publik dalam bentuk barang-barang modal pada infrastruktur, sumberdaya manusia, serta penelitian dan teknologi. Kebijakan investasi publik ini mengalokasikan pengeluaran investasi (modal) yang bersumber dari anggaran belanja negara. Kebijakan ini bisa mempengaruhi berbagai kelompok, produsen, pedagang, dan konsumen, dengan dampak yang

20 20 berbeda karena dampak tersebut bersifat spesifik pada wilayah dimana investasi itu terjadi (Pearson dkk.,2005). 2.2 Kebijakan Subsidi Campur tangan pemerintah diperlukan untuk mempengaruhi keputusan produsen, konsumen dan para pelaku pemasaran agar terlaksana pembangunan pertanian sesuai dengan yang direncanakan. Campur tangan ini disebut sebagai politik pertanian (agricultural policy) atau kebijakan pertanian (Hanafie, 2010 : 229). Campur tangan pemerintah tersebut diperlukan untuk memutus rantai lingkaran kemiskinan yang tak berujung pangkal, yang merupakan gambaran hubungan keterkaitan timbal balik dari beberapa karakteristik negara berkembang (seperti Indonesia) berupa sumber daya yang ada belum dikelola sebagaimana mestinya, mata pencaharian penduduk yang mayoritas pertanian berlangsung dalam kondisi yang kurang produktif, adanya dualisme ekonomi antara sektor modern yang mengikuti ekonomi pasar dan sektor tradisional yang mengikuti ekonomi subsisten, serta tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dengan kualitas sumber daya manusianya yang masih relatif rendah (Hanafie, 2010 : 229). Sedangkan kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan produksi domestik suatu komoditas antara lain berupa kebijakan harga dan pedagangan input dan output yang pada prinsipnya bertujuan untuk memperkuat atau meningkatkan daya saing dari komoditas yang bersangkutan di pasar domestik. Hal ini ditempuh agar produsen domestik terdorong untuk memanfaatkan

21 21 sumberdaya domestik secara intensif, sehingga diharapkan produsen yang bersangkutan dapat beroperasi dengan nilai tambah yang lebih tinggi dari sebelumnya. Di samping kebijaksanaan harga yang menyangkut hasil-hasil pertanian, peningkatan pendapatan petani dapat dicapai dengan pemberian subsidi pada saranasarana produksi seperti pupuk atau pestisida. Subsidi ini mempunyai pengaruh untuk menurunkan biaya produksi yang dalam teori ekonomi berarti menggeser kurva penawaran ke kanan. Subsidi adalah pemberian pemerintah kepada produsen untuk mengurangi biaya produksi yang ditanggung produsen. Subsidi dapat menurunkan harga. Sampai dimana besarnya keuntungan yang diperoleh pembeli dengan adanya subsidi adalah bergantung kepada besarnya penurunan harga yang berlaku (Sukirno, 2005). Subsidi diartikan sebagai pembayaran sebagian harga oleh pemerintah sehingga harga dalam negeri lebih rendah daripada biaya rata-rata pembuatan suatu komoditi atau harga internasionalnya. Ada 2 macam subsidi, yaitu subsidi harga produksi dan subsidi harga faktor produksi (Hanafie, 2010 : 238). a. Subsidi harga produksi Subsidi ini bertujuan melindungi konsumen dalam negeri, artinya konsumen dalam negeri dapat membeli barang yang harganya lebih rendah daripada biaya rat-rata pembuatan suatu komoditas atau harga internasionalnya. Untuk meningkatkan produksi hasil-hasil pertanian, khususnya beras, pemerintah memberikan subsidi harga faktor produksi, seperti pupuk, pestisida, dan bibit. Subsidi untuk usaha tani padi yang ditanggung oleh pemerintah sangat besar, misalnya biaya yang ditanggung oleh pemerintah untuk mengimpor atau memproduksi pupuk dalam negeri. b. Subsidi harga faktor produksi Untuk membeli pupuk yang harganya relatif mahal, seringkali petani tidak memiliki uang tunai. Untuk itu, petani dapat memperoleh kredit dengan bunga yang relatif rendah. Selisih antara bunga bank sesungguhnya

22 22 dengan bunga yang harus ditanggung petani, dibayarkan oleh pemerintah dalam bentuk subsidi kepada petani. Pengadaan pupuk bersubsidi akan meningkatkan efisiensi usaha tani, yaitu berimplikasi pada peningkatan pemanfaatan lahan dan penggunaan benih yang secara sinergis berpengaruh terhadap peningkatan produksi pertanian. Kemudian, peningkatan produksi dengan biaya yang disubsidi dan harga output yang stabil menyebabkan pendapatan petani meningkat. Kedua hal tersebut akan mempengaruhi aspek ketersediaan dan aksesibilitas, sehingga akan mempengaruhi status ketahanan pangan Kebijakan Subsidi Pupuk Pembangunan pertanian yang diarahkan untuk mewujudkan pertanian yang tangguh dan efisien memerlukan kebijakan yang berkaitan langsung dengan pertumbuhan, stabilitas, dan pemerataan pembangunan ekonomi. Salah satu cara untuk menciptakan pertanian yang tangguh adalah melalui peningkatan produksi pertanian yang berkelanjutan. Salah satu kebijakan yang dapat meningkatkan produksi pertanian adalah melalui penerapan teknologi usahatani yaitu berupa penggunaan pupuk sebagai salah satu input produksi. Teknologi pertanian yang dimaksud adalah teknologi modern. Tanpa penggunaan teknologi modern maka hasil panen tidak akan sebesar yang diharapkan (Ratna, 2000). Dalam rangka mencapai tujuan ini, pemerintah selalu berupaya mendorong petani untuk memanfaatkan pupuk secara tepat waktu dan tepat dosis. Konsekuensinya adalah pemerintah juga harus berupaya meningkatkan produksi pupuk, sehingga tercapai pasokan yang cukup dan juga dengan harga yang dapat dijangkau oleh petani.

23 23 Namun sebagai bahan pangan pokok seperti padi dan palawija, umumnya mempunyai kurva permintaan yang inelastis, sehingga perubahan produksi akan sangat berpengaruh pada perubahan harga bahan pangan tersebut. Besarnya investasi yang dikeluarkan untuk memproduksi pupuk dalam jumlah besar tentunya mempunyai konsekuensi terhadap harga pupuk, dimana pupuk harus dijual dengan harga yang diperhitungkan dengan biaya produksi agar produsen pupuk tidak merugi dan tetap dapat melangsungkan kegiatan usahanya. Melihat keadaan tersebut di atas, maka pemerintah merasa perlu menerapkan kebijakan pemberian subsidi penyediaan pupuk kepada produsen pupuk agar dapat menurunkan biaya produksi. Sedangkan untuk menjaga agar harga pupuk terjangkau oleh petani, maka pemerintah juga menetapkan HET (celling price) terhadap harga jual pupuk. Selanjutnya menurut Monke dan Pearson (1995 : 45) menyatakan bahwa subsidi input mempunyai relevansi langsung hanya kepada produsen output. Sehubungan dengan petani, maka petani dapat dianggap sebagai produsen padi dan pupuk merupakan input pertanian, sehingga dengan demikian subsidi pupuk merupakan subsidi input kepada petani. Dengan adanya subsidi input ini maka biaya produksi padi akan berkurang, sehingga produksi meningkat. Namun tidak bisa dihindari hilangnya efisiensi ekonomi karena uang untuk subsidi tersebut dialokasikan ke sektor-sektor lain yang lebih produktif. Hilangnya efisiensi tersebut merupakan biaya ekonomi yang harus ditanggung oleh kas pemerintah dan secara tidak langsung berarti ditanggung oleh masyarakat banyak sebagai pembayar pajak kepada kas pemerintah.

24 24 Kombinasi penerapan kebijakan subsidi pupuk dan penetapan HET (Harga Eceran Tertinggi) tersebut akan menimbulkan DWL (Dead Weight Loss), yaitu manfaat yang hilang dalam sistem karena tidak dinikmati baik oleh konsumen maupun produsen, dan oleh karenanya merupakan inefisiensi yang menjadi biaya ekonomi yang harus ditanggung pemerintah. Sampai saat ini tingkat produksi beberapa pangan utama masih dibawah tingkat konsumsinya. Oleh karena itu, maka peningkatan kapasitas produksi pangan nasional merupakan salah satu upaya memperkuat pilar ketahanan pangan nasional. Salah satu faktor produksi penting dalam peningkatan kapasitas produksi pangan utama seperti padi adalah pupuk. Penggunaan pupuk yang sesuai dengan kebutuhan tanaman akan mampu meningkatkan kapasitas produksi pangan nasional. Ada dua aspek untuk melihat pentingnya subsidi pupuk bagi petani yaitu : (1) kecenderungan peningkatan harga pupuk dunia dan (2) kecenderungan penurunan laba usahatani (Dinas Pertanian Tabanan, 2005 ). Subsidi pupuk di Indonesia dimulai pada tahun 1971, yaitu untuk melengkapi introduksi varietas padi unggul baru. Varietas padi unggul baru tersebut sangat responsif terhadap pupuk. Dengan menanam varietas padi unggul baru, produsen dapat meningkatkan keuntungannya dengan menambah penggunaan pupuk. Dengan adanya subsidi pupuk, diharapkan petani bersedia menerapkan penggunaan pupuk sebagaimana yang direkomendasikan sehingga produksi padi meningkat dan kebutuhan pangan dalam negeri tercukupi (Hanafie, 2010 : ).

25 25 Memasuki akhir dekade 1990-an pemerintah mengumumkan paket kebijakan Desember 1998, yaitu : (1) menghapus perbedaan harga pupuk yang dialokasikan untuk tanaman pangan maupun tanaman perkebunan, (2) menghapus subsidi pupuk, (3) menghilangkan monopoli distribusi dan membuka peluang bagi distributor baru (PT. Pusri tidak lagi menjadi distributor tunggal dalam penyaluran pupuk), (4) menghapus holding company untuk mendorong berkembangnya kompetisi yang sehat antar produsen pupuk, dan (5) menghapus quota ekspor dan kontrol terhadap impor pupuk. Dampak positif dari kebijakan tersebut terlihat dari : (a) tersedianya pupuk dalam jumlah yang cukup di kios-kios, (b) harga eceran urea di tingkat petani pada umumnya dibawah harga patokan KUT, dan (c) variasi harga eceran pupuk SP-36 dan ZA yang sebagian berasal dari impor, masih mendekati harga plafon KUT. Sementara itu, dampak negatif dari kebijakan tersebut adalah : (a) relatif tingginya harga pupuk mendorong munculnya pupuk alternatif yang relatif murah, namun dengan kualitas yang beragam dan kurang terjamin, dan (b) pasar pupuk yang mengarah ke oligopolistik, dimana hanya distributor bermodal kuat yang mampu membeli pupuk di Lini I dan II serta mampu menyalurkan pupuk ke daerah yang bukan wilayah kerjanya. Peningkatan harga pupuk dunia akibat peningkatan harga gas sejak tahun 2000 telah mendorong pemerintah kembali memberikan subsidi pupuk pada tahun Perhitungan subsidi pupuk dapat dilakukan dengan dua cara yaitu perhitungan subsidi atas biaya distribusi dan subsidi harga gas. Subsidi atas biaya distribusi adalah konsep yang selama ini telah disusun, yang pada dasarnya

26 26 subsidi pemerintah kepada petani dihitung dari selisih antara Harga Eceran Tertinggi (HET) dengan seluruh biaya yang terjadi mulai dari produksi sampai dengan pupuk berada di Lini IV. Sedangkan subsidi harga gas dihitung dengan melihat jumlah subsidi yang tersedia digunakan untuk menekan biaya gas di masing-masing produsen, sedemikian rupa sehingga total biaya produksi ditambah dengan marjin, biaya distribusi dari pabrik sampai dengan Lini IV (termasuk PPN 10 persen), menghasilkan HET seperti yang telah ditetapkan (Maulana, 2006). Selama tahun , subsidi pupuk diberikan dalam bentuk insentif gas domestik (IGD) sebagai bahan baku utama untuk produksi pupuk Urea. Di sisi lain, peningkatan harga pupuk dunia memaksa pemerintah untuk mengendalikan harga pupuk domestik dalam rangka membantu petani dan mencegah dampak negatifnya terhadap kinerja sektor pertanian. Oleh karena itu, sejak tahun 2003 pemerintah meningkatkan dan memperluas subsidi, tidak saja subsidi gas untuk Urea tetapi juga subsidi harga untuk pupuk lainnya (SP-36, ZA dan NPK). Namun demikian, kebijakan subsidi pupuk tersebut mengandung kelemahan yang membuat kebijakan tidak efektif menjamin HET, yang diindikasikan oleh : (a) relatif lebih tingginya harga pupuk eceran di tingkat petani dibanding HET pupuk yang berlaku, (b) volume penyaluran pupuk bersubsidi tidak dapat dipastikan, dan (c) wilayah tanggung-jawab distribusi tidak dapat dipisah secara tegas (wilayah tanggung-jawab pabrik pupuk didasarkan pada wilayah provinsi yang tidak mungkin diisolir) (Rachman, 2009).

27 Keunggulan Kompetitif Abad ke-21 atau disebut era milenium ketiga ini menunjukkan bahwa tingkat persaingan di berbagai sektor semakin tajam sehingga setiap unit yang ingin menang dalam persaingan tersebut harus memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) tertentu dibandingkan dengan pesaingnya (Mujiati, 2008). Keunggulan kompetitif bisa dibentuk melalui berbagai cara, seperti menciptakan produk dengan desain yang unik, penggunaan teknologi, desain organisasi, dan utilisasi sumber daya manusia. Pengelolaan organisasi atau perusahaan untuk membentuk keunggulan bersaing melalui cara-cara seperti itu pada masa yang akan datang akan menjadi tema penting bagi manajemen. Hal itu disebabkan oleh perubahan lingkungan ekonomi, politik, dan teknologi yang cepat serta efek persaingan global, yang pada akhirnya bermuara pada perubahan kebutuhan. Perubahan kebutuhan adalah perubahan terhadap kualitas produk, desain produk, dan kualitas pelayanan. Konsep tentang keunggulan kompetitif atau keunggulan bersaing merupakan salah satu fokus perhatian yang penting bagi manajemen. Hal itu merupakan upaya untuk meletakkan organisasi atau perusahaan pada posisi persaingan pasar yang lebih kuat melalui kompetensi organisasi yang khas (distinctive competence) dibandingkan dengan kompetensi yang dimiliki perusahaan-perusahaan pesaing. Kemampuan bersaing organisasi melalui SDM berarti meletakkan peran orang dalam perusahaan untuk selalu melakukan peningkatan kualitas dan inovasi, baik terhadap proses, sistem, maupun produk. Melalui cara ini perusahaan atau pihak manapun diharapkan mampu mempertahankan, meningkatkan market share,

28 28 atau memperluas pasar dibandingkan dengan kekuatan pesaing dalam industri. Semua faktor keunggulan untuk bersaing, seperti desain produk, teknologi, dan organisasi pada akhirnya bertumpu pada dukungan SDM. Menurut Benardin dan Russel (1993), ada dua prinsip untuk menciptakan keunggulan kompetitif, yaitu nilai yang diterima oleh pasar serta keunikan-keunikan produk dan jasa yang ditawarkan organisasi. Keunggulan kompetitif akan terbentuk bila customers merasa memperoleh nilai tambah dari transaksi yang mereka lakukan dengan organisasi. Demikian pula dengan keunikan yang ditawarkan, keunggulan kompetitif dapat dipertahankan melalui penciptaan barang dan jasa yang tidak mudah ditiru oleh pesaing. Sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Dalam usahatani, keunggulan kompetitif terjadi manakala dalam suatu luasan lahan yang sama mampu dihasilkan produk yang menghasilkan pendapatan relatif tinggi. Sebagai contoh bahwa padi ladang memiliki keunggulan kompetitif terhadap jagung dan ubi kayu, tetapi tidak kompetitif terhadap ubi jalar, kacang tanah dan kedelai. Hal ini salah satu penyebabnya karena faktor harga jual jagung yang relatif rendah, sehingga walaupun produksinya lebih tinggi dibandingkan kacang tanah, penerimaan dan keuntungannya tetap rendah (Hendayana, 2003). Keunggulan kompetitif beranjak dari pandangan bahwa semua keunggulan, baik dalam bentuk produk, teknologi, sistem, maupun proses bermuara pada kualitas SDM. Faktorfaktor yang inherent (terpadu) dalam pengertian keunggulan SDM, seperti kompetensi, komitmen, kecerdasan intelektual, kepribadian, dan motivasi merupakan human capital yang perlu dibangun terus-menerus kualitasnya, baik

29 29 melalui pendekatan lunak maupun pendekatan keras dalam upaya meningkatkan profitabilitas dan memenuhi kepentingan customers. Keunggulan Kompetitif muncul bila pelanggan merasa bahwa mereka menerima nilai lebih dari transaksi yang dilakukan dengan sebuah organisasi pesaingnya. Sehingga keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh organisasi, dimana keunggulannya dipergunakan untuk berkompetisi dan bersaing dengan organisasi lainnya, untuk mendapatkan sesuatu sesuai dengan keunggulan yang dimilikinya. 2.4 Tingkat Keuntungan Usaha Tani (Keuntungan Finansial dan Sosial) Keuntungan finansial (private profitability atau PP) adalah perbedaaan antara penerimaan (A) dengan biaya-biaya (B+C) dalam sistem pertanian atau PP = D = (A B C). Dengan demikian keuntungan privat yang terdapat pada baris pertama matrik dihitung berdasarkan penerimaan dan biaya sesungguhnya yang diterima dan dibayarkan oleh petani, pedagang atau pengolah hasil dalam sistem pertanian. Harga-harga yang terjadi adalah harga yang telah dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dan kegagalan pasar. Keuntungan privat merupakan ukuran daya saing dalam harga pasar aktual. Jika PP negatif (D < 0), artinya usaha itu rugi dan dengan begitu dapat dipakai untuk estimasi apakah kegiatannya dihentikan. Apabila sama dengan nul (D = 0) berarti usahatani tersebut memperoleh keuntungan normal (normal profit). Apabila PP positif (D > 0) menunjukkan keadaan yang lebih daripada tingkat pengembalian normal dan dapat meningkatkan investasi di waktu yang akan datang. Suatu usaha layak

30 30 diteruskan jika selisih antara penerimaan dan seluruh biaya minimal sama dengan nul (Astawa, 2006 : 18). Penerimaan merupakan total penerimaan dari kegiatan usahatani yang diterima pada akhir proses produksi. Penerimaan usahatani dapat pula diartikan sebagai keuntungan material yang diperoleh seorang petani atau bentuk imbalan jasa petani maupun keluarganya sebagai pengelola usahatani maupun akibat pemakaian barang modal yang dimilikinya. Penerimaan usahatani dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penerimaan bersih usahatani dan penerimaan kotor usahatani (gross income). Penerimaan usahatani dipengaruhi oleh produksi fisik yang dihasilkan, dimana produksi fisik adalah hasil fisik yang diperoleh dalam suatu proses produksi dalam kegiatan usahatani selama satu musim tanam. Penerimaan usahatani akan meningkat jika produksi yang dihasilkan bertambah dan sebaliknya akan menurun bila produksi yang dihasilkan berkurang. Disamping itu, bertambah atau berkurangnya produksi juga dipengaruhi oleh tingkat penggunaan input pertanian (Soekartawi, dkk, 1986). Peningkatan produksi dapat diperoleh dengan mengalokasikan input produksi secara tepat dan berimbang. Hal ini berarti petani secara rasional melakukan usahatani dengan tujuan meningkatkan produksi untuk memaksimumkan keuntungan. Keuntungan maksimum diperoleh apabila produksi per satuan luas pengusahaan dapat optimal, artinya mencapai produksi yang maksimal dengan menggunakan input produksi secara tepat dan berimbang Oleh karena itu pengaruh pemakaian input produksi terhadap pendapatan petani perlu diketahui sehingga petani dapat mengambil

31 31 sikap untuk mengurangi atau menambah input produksi tersebut (Sahara, dkk, 2006). Keuntungan finansial merupakan hasil analisis yang mudah dimengerti. Apabila penerimaan lebih besar dari biaya, keuntungan finansial akan menjadi positif. Dalam analisis PAM, keuntungan merupakan excess profit (return to management) yaitu nilai lebih setelah semua biaya diperhitungkan termasuk biaya modal. Apabila suatu sistem usahatani memperoleh keuntungan finansial yang positif berarti sistem usahatani tersebut mampu bersaing pada tingkat harga aktual termasuk didalamnya dampak dari kebijakan dan kegagalan pasar. Sedangkan keuntungan sosial (social profitability atau SP) adalah perbedaan antara penerimaan ekonomi (E) dengan biaya ekonomi (F + G) atau SP = H = (E F G). Sehingga keuntungan sosial dihitung dari perbedaan penerimaan dan biaya dengan menggunakan harga sosial. SP merupakan ukuran efisiensi karena output dan input dinilai dalam harga yang menunjukkan nilai kelangkaan (biaya oportunitas ekonomi). Untuk output dan inpout yang diperdagangkan secara internasional ditentukan dari harga dunia. Input (faktor ekonomi, G) yaitu service faktor produksi domestik (lahan, tenaga kerja, dan kapital) tidak mempunyai harga dunia, maka ditentukan oleh pasar domestik. Keuntungan ekonomi merupakan hasil analisis PAM yang menarik. Keuntungan ekonomi sistem usahatani yang tinggi sangat menarik perhatian pemerintah yang mementingkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Investasi baru harus memberikan keuntungan yang tinggi bila ingin memaksimalkan pertumbuhan ekonomi. Manfaat penggunaan teknologi baru atau investasi publik dapat dihitung

32 32 dengan membandingkan tingkat keuntungan ekonomi pada sistem usahatani yang ada saat ini dengan keuntungan ekonomi yang diharapkan akan diperoleh setelah penerapan teknologi baru atau setelah investasi publik itu dimanfaatkan. Namun terkadang sistem usahatani yang memiliki keuntungan finansial dan ekonomi tidak dapat berkembang dengan cepat dilapangan. Pada kondisi ini, diperlukan pemahaman tentang kendala yang menyebabkan komoditas tersebut tidak berkembang sebelum melakukan investasi publik memberikan bantuan teknis atau mengambil kebijakan harga yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian. Beberapa kendala tersebut yaitu investasi (asing dan domestik) khawatir dengan masalah keamanan di Indonesia, tidak adanya kepastian hukum, ketidakpastian harga internasional akibat proteksi negara kaya seperti USA (Astawa, 2006). 2.5 Policy Analysis Matrix (PAM) untuk Kebijakan Pertanian Produktivitas pertanian, baik di pemerintahan pusat, provinsi, maupun kabupaten dapat ditingkatkan melalui investasi pada sektor pertanian dengan menggunakan instrument kebijakan harga, kebijakan makroekonomi,dan kebijakan investasi publik. Kebijakan makroekonomi hanya bisa diterapkan pada tingkat pusat dan memerlukan analisis tersendiri oleh para ahli ekonomi makro. Sementara di pihak lain, para ahli ekonomi pertanian melakukan penkajian tentang pengaruh kebijakan harga dan kebijakan investasi. Namun demikian, dampak kebijakan harga dan kebijakan investasi pertanian dapat dikaji melalui pendekatan yang sama, yaitu Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil analsis PAM

33 33 ini dapat menunjukkan pengaruh individual maupun kolektif dari kebijakan harga dan kebijakan faktor domestik. PAM juga memberikan baseline information yang penting bagi Benefit-Cost Analysis untuk kegiatan investasi di bidang pertanian (Pearson dkk., 2005) Transfer kebijakan dapat dihitung dari baris ketiga matrik PAM yaitu perbedaan antara lain yang diperoleh pada baris pertama dengan baris kedua. Nilai ini menunjukkan besarnya kegagalan pasar dan insentif kebijakan pemerintah. Jika kegagalan pasar dianggap tidak begitu berpengaruh, maka analisis tentang pengaruh insentif kebijakan pemerintah dapat dilakukan. Beberapa analisis yang dapat digunakan matriks PAM untuk melihat insentif pengaruh kebijakan pemerintah adalah sebagai berikut. 1. NPCO (Nominal Protection Coefficient on Output) yaitu rasio yang menunjukkan dampak dari insentif kebijakan pemerintah yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai output yang diukur pada harga privat dan harga sosial. NPCO = penerimaan privat dibagi penerimaan sosial, merupakan indikator dari transfer output. Jika nilai NPCO lebih besar dari satu (NPCO<1) berarti terdapat kebijakan pemerintah yang menyebabkan harga privat lebih besar dari harga pasaran dunia, dengan kata lain ada kebijakan pemerintah yang menghambat masuknya barang impor. 2. NPCI (Normal Protection Coefficient on Input ) merupakan rasio dari biaya input yang dapat diperdagangkan pada harga social. Jika nilai NPCI lebih dari satu (NPCI> 1) menunjukkan adanya proteksi terhadap produsen input, sehingga sektor yang menggunakan input tersebut dirugikan karena tingginya

34 34 biaya produksi. Jika nilai NPCI kurang dari satu (NPCI<1) menunjukkan terdapatnya hambatan eksport input atau subsidi input yang berarti mendorong produsen di dalam negeri untuk menggunakan input tersebut. 3. EPC (Effective Protection Coefficient) yaitu rasio antara nilai privat output dikurangi nilai privat input tradable (penerimaan privat biaya input tradable privat) dengan nilai social output dikurangi dengan nilai social input tradable (penerimaan sosial biaya input tradable sosial). Rasio ini merupakan indicator untuk mengetahui apakah suatu sector produksi dilindungi atau tidak dilindungi oleh kebijakan pemerintah. Jika nilai EPC >1 berarti kebijakan pemerintah tidak menimbulkan hambatan untuk berproduksi, dan jika EPC<1 berarti kebijakan pemerintah menimbulkan hambatan untuk berproduksi. 4. PC (Profitability Coefficient) yaitu rasio antara keuntungan berdasarkan harga privat dengan keuntungan berdasarkan harga social, PC = (penerimaan privat biaya input tradable privat biaya faktor domestic privat)/(penerimaan social biaya input tradable soaial biaya factor domestic social) atau keuntungan privat dibagi keuntungan sosial. 5. SRP (Subsidy Ratio on Producer) adalah rasio antara transfer bersih dengan penerimaan social atau SRP = transfer bersih/penerimaan social. Rasio ini menunjukkan proporsi ransfer terhadap nilai output tanpa gangguan kegagalan pasar atau kebijakan pemerintah. Dampak kebijakan input yang dilakukan pemerintah terhadap konsumen input, baik input tradable maupun domestic factors dapat diterangkan dengan alat

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Peranan sektor pertanian memiliki kontribusi bagi pembentukan

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Peranan sektor pertanian memiliki kontribusi bagi pembentukan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP.

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP. KEBIJAKAN HARGA Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2 Julian Adam Ridjal, SP., MP. Disampaikan pada Kuliah Kebijakan dan Peraturan Bidang Pertanian EMPAT KOMPONEN KERANGKA

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 83 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 8.1. Struktur Biaya, Penerimaan Privat dan Penerimaan Sosial Tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing rumput laut di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan 6 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi I. Pendahuluan Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani tebu di wilayah kerja Pabrik Gula Sindang Laut Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM VI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan kemampuan jeruk

Lebih terperinci

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP PURWATI RATNA W, RIBUT SANTOSA, DIDIK WAHYUDI Fakultas Pertanian, Universitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010 Volume 12, Nomor 1, Hal. 55-62 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2010 DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING DAN EFISIENSI SERTA KEUNGGULAN KOMPETITIF DAN KOMPARATIF USAHA TERNAK SAPI RAKYAT DI KAWASAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian.

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mayoritas penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian. Hingga saat ini dan beberapa tahun mendatang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan hal yang sangat penting karena merupakan kebutuhan dasar manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang subsidi pupuk merupakan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 email: mardianto.anto69@gmail.com ABSTRAK 9 Penelitian tentang Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karangasem dengan lokasi sampel penelitian, di Desa Dukuh, Kecamatan Kubu. Penentuan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SUBSIDI PUPUK DALAM RANGKA MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN YANG BERKESINAMBUNGAN DALAM APBN TAHUN 2013 Salah satu dari 11 isu strategis nasional yang akan dihadapi pada tahun 2013, sebagaimana yang disampaikan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG VI. 6.1 Analisis Dayasaing Hasil empiris dari penelitian ini mengukur dayasaing apakah kedua sistem usahatani memiliki keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting karena selain bertujuan sebagai ketahanan pangan bagi seluruh penduduk, juga merupakan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK 6.1 Analisis Keuntungan Sistem Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok Analisis keunggulan komparatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha)

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya yang sangat mendukung untuk sektor usaha pertanian. Iklim tropis yang ada di Indonesia mendukung berkembangnya sektor pertanian

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI Daya saing usahatani jambu biji diukur melalui analisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan menggunakan Policy

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRAK... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.a. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata/signifikan terhadap produksi usahatani jagung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP KATA PENGANTAR Dalam upaya peningkatan produksi pertanian tahun 2010, pemerintah telah menyediakan berbagai fasilitas sarana produksi, antara lain subsidi pupuk untuk sektor pertanian. Tujuan pemberian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan 33 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2004 DAN PROSPEK TAHUN 2005

EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2004 DAN PROSPEK TAHUN 2005 EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2004 DAN PROSPEK TAHUN 2005 1. Konstruksi Kebijakan Menimbulkan Dualisme Pasar dan Rawan Terhadap Penyimpangan Subsidi pupuk pertama kali diberikan kepada

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006

KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006 KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006 Ringkasan Eksekutif 1. Konstruksi dasar kebijakan subsidi pupuk tahun 2006 adalah sebagai berikut: a. Subsidi pupuk disalurkan sebagai subsidi gas untuk produksi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

BERITA DAERAH KOTA BOGOR BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN DI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KOTA BOGOR TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

Analisis Tingkat Keuntungan Usahatani Padi Sawah sebagai Dampak dari adanya Subsidi Pupuk di Kabupaten Tabanan

Analisis Tingkat Keuntungan Usahatani Padi Sawah sebagai Dampak dari adanya Subsidi Pupuk di Kabupaten Tabanan Analisis Tingkat Keuntungan Usahatani Padi Sawah sebagai Dampak dari adanya Subsidi Pupuk di Kabupaten Tabanan NI LUH PRIMA KEMALA DEWI Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Univesitas Udayana Jalan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa peranan pupuk

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

Pupuk dan Subsidi : Kebijakan yang Tidak Tepat Sasaran

Pupuk dan Subsidi : Kebijakan yang Tidak Tepat Sasaran Pupuk dan Subsidi : Kebijakan yang Tidak Tepat Sasaran Oleh : Feryanto (email: fery.william@gmail.com) Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan yang signifikan dalam pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

SALINAN NOMOR 5/E, 2010 SALINAN NOMOR 5/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2010 WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih 1.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA Kustiawati Ningsih Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Madura, Kompleks Ponpes Miftahul Ulum Bettet, Pamekasan,

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu sektor pertanian menjadi salah satu sektor

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO MOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA MOJOKERTO TAHUN 2010 WALIKOTA MOJOKERTO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada pembangunan bangsa dan sosial ekonomis. Untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usaha Sapi Potong di Kabupaten Indrgiri Hulu 5.1.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Usaha Sapi Potong Usaha peternakan sapi

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BADUNG TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penunjang utama kehidupan masyarakat Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian untuk pembangunan (agriculture

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

ANALISIS ATAS HASIL AUDIT BPK SUBSIDI PUPUK DAN BENIH : BUKAN SEKADAR MASALAH ADMINISTRASI TAPI KELEMAHAN DALAM KEBIJAKAN

ANALISIS ATAS HASIL AUDIT BPK SUBSIDI PUPUK DAN BENIH : BUKAN SEKADAR MASALAH ADMINISTRASI TAPI KELEMAHAN DALAM KEBIJAKAN ANALISIS ATAS HASIL AUDIT BPK SUBSIDI PUPUK DAN BENIH : BUKAN SEKADAR MASALAH ADMINISTRASI TAPI KELEMAHAN DALAM KEBIJAKAN BAGIAN ANALISA PEMERIKSAAN BPK DAN PENGAWASAN DPD BEKERJASAMA DENGAN TENAGA KONSULTAN

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN DI KOTA BANJAR TAHUN ANGGARAN 2012 WALIKOTA BANJAR Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT Yusuf 1 dan Rachmat Hendayana 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN TAHUN 2010 DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menjadikan kondisi tersebut sebagai titik

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA : a. bahwa peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah

I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai kurun waktu 1976 Indonesia masih termasuk salah satu negara pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah kurun waktu tersebut,

Lebih terperinci

Policy Brief KAJIAN PENYESUAIAN HET PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI DAN DAMPAKNYA BAGI PENDAPATAN PETANI 1

Policy Brief KAJIAN PENYESUAIAN HET PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI DAN DAMPAKNYA BAGI PENDAPATAN PETANI 1 Policy Brief KAJIAN PENYESUAIAN HET PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI DAN DAMPAKNYA BAGI PENDAPATAN PETANI 1 Dr. Sri Hery Susilowati dan Ir. Supriyati, MS Pendahuluan Sampai saat ini pemerintah masih

Lebih terperinci

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Krisna Setiawan* Haryati M. Sengadji* Program Studi Manajemen Agribisnis, Politeknik Pertanian Negeri

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 87/Permentan/SR.130/12/2011 /Permentan/SR.130/8/2010 man/ot. /.../2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN KREDIT DAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHATANI PADI. I Made Tamba Ni Luh Pastini

DAMPAK KEBIJAKAN KREDIT DAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHATANI PADI. I Made Tamba Ni Luh Pastini DAMPAK KEBIJAKAN KREDIT DAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KEUNTUNGAN USAHATANI PADI I Made Tamba Ni Luh Pastini ABSTRACT Rice is high-valued commodities since pre-independence era. The paper aims to analyze impact

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN 2019-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA Jl. PEMBANGUNAN NO. 183 GARUT

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup luas sangat menunjang untuk kegiatan pertanian. Sebagai negara agraris yang

I. PENDAHULUAN. cukup luas sangat menunjang untuk kegiatan pertanian. Sebagai negara agraris yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Selain kondisi geografis tersebut luas lahan yang cukup luas sangat menunjang

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PUPUK DAN PESTISIDA TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PUPUK DAN PESTISIDA TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PUPUK DAN PESTISIDA TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014 BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN KUANTAN

Lebih terperinci