BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Publik Definsi Kebijakan Publik Sebelum membahas implementasi kebijakan, terlebih dahulu kita perlu mengetahui apa sebenarnya kebijakan itu. Menurut Harold Laswell dan Abraham Kaplan (Tilaar & Nugroho, 2008), kebijakan didefinisikan sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuantujuan tertentu, dan praktik-praktik tertentu (a project of goals, values, and practice). Sedangkan menurut James E. Anderson yang dikutip oleh Wahab (2002) merumuskan kebijakan sebagai langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi. Sementara itu, David Easton dalam Tilaar dan Nugroho (2008) mendefinisikan kebijakan sebagai akibat dari aktivitas pemerintah (the impact of government activity). Thomas R. Dye mendefinisikan kebijakan publik sebagai segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda (what government do, why they do

2 it, and what difference it makes). George C. Edwards III & Ira Sharkansky (Amtu, 2011) mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Menurut Aminuddin Bakry (2010), setiap perundang-undangan dan peraturan adalah kebijakan, akan tetapi tidak setiap kebijakan diwujudkan dalam bentuk perundang-undangan atau peraturan. Bridgeman dan Davis yang dikutip oleh Bakry (2010) menjelaskan bahwa dalam konteks pengertian kebijakan publik seperti tersebut, teridentifikasi dimensi-dimensi yang saling bertautan antara kebijakan publik sebagai pilihan tindakan legal secara hukum, kebijakan publik sebagai hipotesis dan kebijakan publik sebagai tujuan. Kebijakan publik sebagai pilihan tindakan yang legal karena dibuat oleh orang yang memiliki otoritas dan legitimasi dalam sistem pemerintahan. Keputusan-keputusannya mengikat aparatus pemerintahan untuk bertindak dalam menyiapkan rancangan perundang-undangan dan peraturan pemerintah untuk dipertimbangkan oleh parlemen atau mengalokasikan anggaran guna mengimplementasikan program tertentu. Kebijakan sebagai keputusan legal bukan juga berarti bahwa pemerintah selalu memiliki kewenangan dalam menangani berbagai isu dan masalah publik. Setiap pemerintahan biasanya

3 bekerja berdasarkan warisan kebiasaankebiasaan pemerintahan terdahulu. Rutinitas birokrasi yang diterima biasanya merefleksikan keputusan kebijakan lama yang sudah terbukti efektif jika diterapkan. Dalam konteks ini, penting dikembangkan proses kebijakan yang partisipatif dan dapat diterima secara luas sehingga dapat menjamin bahwa usulan dan aspirasi masyarakat dapat diputuskan secara teratur dan mencapai hasil yang baik. Kebijakan publik sebagai hipotesis artinya kebijakan dibuat berdasarkan teori dan proposisiproposisi sebab akibat. Oleh karena itu, kebijakan hendaknya bersandar pada asumsiasumsi mengenai perilaku. Hal ini penting agar kebijakan selalu mendorong orang untuk melakukan sesuatu, serta mampu memprediksi keadaan dan menyatukan perkiraan-perkiraan mengenai keberhasilan yang akan dicapai dengan mekanisme mengatasi kegagalan yang mungkin terjadi. Berkaitan dengan kebijakan publik sebagai tujuan dimaksudkan kebijakan menjadi alat untuk mencapai sebuah tujuan. Artinya, kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didesain untuk mencapai hasilhasil tertentu yang diharapkan oleh publik. Pembuat kebijakan harus mampu merumuskan tujuan yang ingin dicapai, karena kebijakan tanpa tujuan tidak memiliki arti, bahkan tidak mustahil akan menimbulkan masalah baru.

4 Dengan demikian, kebijakan yang baik akan dapat merumuskan secara eksplisit pernyataan resmi mengenai pilihan tindakan yang akan dilakukan, dan teori, proposisi dan model sebabakibat yang mendasari kebijakan, serta hasilhasil yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu. Artinya, dalam sebuah lingkaran perumusan kebijakan, pilihan-pilihan tindakan yang legal dibuat berdasarkan hipotesis dari proposisi-proposisi berbagai teori guna mencapai tujuan-tujuan kebijakan yang ditetapkan. Rumusan yang sederhana ini menunjukkan hubungan antara ketiga dimensi kebijakan di atas. Artinya, kebijakan publik sebagai pilihan tindakan legal, sebagai hipótesis dan sebagai tujuan merupakan tiga serangkai yang saling berkaitan satu sama lain sehingga ketiganya merupakan prasyarat sekaligus tantangan bagi kebijakan publik yang efektif. Menurut William N. Dunn (Nugroho, 2009) tindakan kebijakan dibagi menjadi dua jenis, yaitu kebijakan regulatif dan kebijakan alokatif. Kebijakan regulatif yaitu tindakan kebijakan yang dirancang untuk menjamin kepatuhan terhadap standar atau prosedur tertentu. Sedangkan kebijakan alokatif adalah tindakan mengalokasikan sumber daya tertentu pada sasaran kebijakan. Kebijakan regulatif maupun kebijakan alokatif dapat memberikan akibat yang bersifat distributif ataupun redistributif. Bersifat distributif berisi ketentuan tentang pembagian

5 sesuatu yang relatif merata kepada warga masyarakat. Sedangkan redistributif berisi peraturan tingkah laku masyarakat. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka kebijakan publik adalah suatu program yang dikerjakan oleh sejumlah aktor yang dilatarbelakangi oleh alasan-alasan tertentu dan dilaksanakan dengan tujuan dan dalam cara-cara tertentu yang kemudian berdampak pada suatu kehidupan bersama yang berbeda Siklus Kebijakan Publik Dalam penyusunan suatu kebijakan, ada beberapa tahapan yang perlu dilalui. Menurut William N. Dunn (2000) ada lima tahap proses pembuatan suatu kebijakan, yaitu penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Penyusunan Agenda Formulasi Kebijakan Adopsi Kebijakan Implementasi Kebijakan Penilaian/Evaluasi Kebijakan Gambar 2.1. Lima Tahap Kebijakan menurut William N. Dunn (2000)

6 Pada tahap penyusunan agenda, para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Selanjutnya dalam formulasi kebijakan, para pejabat merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah. Alternatif kebijakan melihat perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan peradilan, dan tindakan legislatif. Setelah itu, alternatif kebijakan diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus di antara direktur lembaga, atau keputusan peradilan. Dalam implementasi kebijakan, kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasi sumber daya finansial dan manusia. Penilaian/evaluasi kebijakan sebagai tahapan terakhir menurut Dunn terjadi ketika unit-unit pemeriksaan dan akutansi dalam pemerintahan menentukan apakah badan-badan eksekutif, legislatif, dan peradilan memenuhi persyaratan undang-undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan Komponen Biaya Pendidikan Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen masukan instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di sekolah). Supriadi (2006) menjelaskan bahwa dalam kaitannya dengan pendidikan, biaya (cost) adalah semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam

7 bentuk uang maupun barang dan tenaga (yang dapat dihargakan dengan uang). Sementara itu menurut Rahmad ( biaya pendidikan adalah nilai besar dana yang diprakirakan perlu disediakan untuk mendanai berbagai kegiatan pendidikan. Terkait dengan dana pendidikan, Rahmad menjelaskan bahwa dana pendidikan adalah sumber daya keuangan yang disediakan untuk menyelenggarakan dan mengelola pendidikan. Sedangkan pendanaan pendidikan menurut Rahmad adalah penyediaan sumberdaya keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan. Menurut Supriadi (2006) biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost). Biaya langsung adalah segala pengeluaran yang secara langsung menunjang penyelenggaraan pendidikan. Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar siswa berupa pembelian alat-alat pelajaran, sarana belajar, gaji guru, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, orang tua, maupun siswa sendiri (Fattah, 2002). Lebih lanjut Supriadi (2006) menjelaskan bahwa biaya tidak langsung adalah pengeluaran yang secara tidak langsung menunjang proses pendidikan tersebut terjadi di sekolah, misalnya biaya hidup, biaya transportasi, dan biaya kesehatan.

8 Sebagaimana tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008, pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Dalam pernyataan peraturan tersebut, biaya pendidikan meliputi biaya satuan pendidikan, biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan; dan biaya pribadi peserta didik. Karding (2008) menjelaskan bahwa Biaya Satuan Pendidikan (BSP) adalah besarnya biaya yang diperlukan rata-rata tiap siswa tiap tahun, sehingga mampu menunjang proses belajar mengajar sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Terkait dengan hal tersebut, Fattah (2002) menjelaskan biaya satuan per murid merupakan ukuran yang menggambarkan seberapa besar uang yang dialokasikan ke sekolah-sekolah secara efektif untuk kepentingan murid dalam menempuh pendidikan. Pada pernyataan Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008, biaya satuan pendidikan terdiri dari biaya investasi, biaya operasi, bantuan biaya pendidikan, dan beasiswa. Berdasarkan buku panduan BOS tahun 2009, biaya investasi adalah biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya investasi meliput biaya investasi lahan pendidikan dan biaya investasi selain lahan pendidikan. Menurut Karding (2008), BSP investasi adalah biaya yang dikeluarkan setiap siswa dalam satu tahun untuk pembiayaan sumberdaya yang

9 tidak habis pakai dalam waktu lebih dari satu tahun, seperti pengadaan tanah, bangunan, buku, alat peraga, media, perabot dan alat kantor. Sedangkan BSP Operasional sebagaimana dikutip dalam Karding (2008) adalah biaya yang dikeluarkan setiap siswa dalam satu tahun untuk pembiayaan sumber daya pendidikan yang habis pakai dalam satu tahun atau kurang. Biaya operasional terdiri atas biaya personalia dan biaya nonpersonalia. Biaya personalia terdiri dari gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta tunjangan-tunjangan yang melekat pada gaji. Biaya nonpersonalia adalah biaya untuk bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain-lain. Sementara itu, bantuan biaya pendidikan yaitu dana pendidikan yang diberikan kepada peserta didik yang orang tua atau walinya tidak mampu membiayai pendidikannya. Sedangkan beasiswa adalah bantuan dana pendidikan yang diberikan kepada peserta didik yang berprestasi. Biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan adalah biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau penyelenggara/satuan pendidikan yang didirikan masyarakat. Sedangkan biaya pribadi peserta didik adalah biaya personal yang meliputi biaya pendidikan

10 yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Berdasarkan sejumlah pendapat tersebut di atas, maka biaya pendidikan adalah sejumlah dana yang dibutuhkan dan dikeluarkan bagi terselenggaranya pendidikan dimana biaya pendidikan terbagi dalam beberapa kelompok, yakni biaya satuan pendidikan, biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan; serta biaya pribadi peserta didik Implementasi Kebijakan Konsep Implementasi Kebijakan Proses implementasi sendiri baru akan terlaksana apabila tujuan dan sasaran kebijakan atau program telah ditetapkan, program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap dan disalurkan untuk mencapai sasaran. Lane dalam Akib (2010) mengemukakan bahwa implementasi merupakan persamaan fungsi dari maksud, output, dan outcome. Hal itu berarti formula implementasi merupakan fungsi yang terdiri dari maksud dan tujuan, hasil sebagai produk, dan hasil dari akibat. Menurut Lester dan Stewart (Winarno, 2012), secara luas implementasi dipandang sebagai pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam

11 upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program. Ripley dan Franklin dalam Winarno (2012) berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output). Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuantujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah. Sebagaimana implementasi kebijakan menghubungkan antara tujuan kebijakan dan realisasinya dengan hasil kegiatan pemerintah, van Meter dan van Horn (dalam Akib, 2010) juga mengemukakan bahwa tugas implementasi adalah membangun jaringan yang memungkinkan tujuan kebijakan publik direalisasikan melalui aktivitas instansi pemerintah yang melibatkan pihak yang berkepentingan. Berdasarkan sejumlah pendapat yang ada, maka implementasi kebijakan merupakan suatu tindakan atau proses realisasi kegiatan setelah kebijakan dibuat, yang dilakukan oleh para pelaksana kebijakan untuk mencapai tujuan kebijakan yang telah dirancang sebelumnya dan berdampak pada suatu kehidupan bersama yang diharapkan sesuai tujuan kebijakan.

12 Model Implementasi Kebijakan George C. Edwards Implementasi kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya (Winarno, 2012). Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang telah direncanakan dengan sangat baik, mungkin juga akan mengalami kegagalan, jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. Implementasi kebijakan merupakan suatu kegiatan yang kompleks dengan begitu banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Dalam mengkaji implementasi kebijakan, Edwards dalam Winarno (2012) mulai dengan mengajukan dua pertanyaan, yakni : 1. Prakondisi-prakondisi apa yang diperlukan sehingga suatu implementasi kebijakan berhasil? 2. Hambatan-hambatan utama apa yang mengakibatkan suatu implementasi gagal? Edwards berusaha menjawab dua pertanyaan tersebut dengan mengkaji empat faktor atau variabel

13 penting dalam implementasi kebijakan, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. a. Komunikasi Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan. Menurut Edwards, persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Keputusankeputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan-keputusan dan perintahperintah itu dapat diikuti. Tentu saja, komunikasi-komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat oleh para pelaksana. Untuk proses transmisi dalam komunikasi, Edwards menjelaskan bahwa sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Hal tersebut tidak selalu merupakan proses yang langsung sebagaimana nampaknya. Banyak sekali ditemukan keputusan-keputusan tersebut diabaikan atau

14 jika tidak demikian, seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap keputusankeputusan yang dikeluarkan. Ada beberapa hambatan yang timbul dalam mentransmisikan perintah-perintah implementasi (Winarno, 2012). Pertama, pertentangan pendapat antara para pelaksana dengan perintah yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan. Kedua, informasi melewati berlapis-lapis hierarki birokrasi. Ketiga, penangkapan komunikasi-komunikasi mungkin dihambat oleh persepsi yang selektif dan ketidakmauan para pelaksana untuk mengetahui persyaratan-persyaratan suatu kebijakan Faktor kedua dalam proses komunikasi kebijakan, menurut Edwards adalah kejelasan. Jika kebijakan-kebijakan ingin diimplementasikan sebagaimana mestinya, maka petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus diterima dan dipahami oleh para pelaksana kebijakan, tetapi juga komunikasi kebijakan tersebut harus jelas. Seringkali instruksi-instruksi yang diteruskan kepada pelaksana-pelaksana kabur dan tidak menetapkan kapan dan bagaimana suatu program dilaksanakan. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang disampaikan berkenaan dengan implementasi kebijakan akan

15 mendorong terjadinya interpretasi yang salah bahkan mungkin bertentangan dengan makna pesan awal. Edwards mengidentifikasi enam faktor yang mendorong terjadinya ketidakjelasan komunikasi kebijakan (dalam Winarno, 2012). Faktor-faktor tersebut adalah kompleksitas kebijakan publik, keinginan untuk tidak mengganggu kelompok-kelompok masyarakat, kurangnya konsensus mengenai tujuan-tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan, dan sifat pembentukan kebijakan pengadilan. Faktor ketiga yang berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan adalah konsistensi. Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintahperintah yang disampaikan kepada para pelaksana kebijakan mempunyai unsur kejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya dengan baik. Di sisi yang lain, perintah-perintah implementasi kebijakan yang tidak konsisten akan mendorong para pelaksana mengambil tindakan yang sanggat longgar dalam

16 menafsirkan dan mengimplementasikan kebijakan. Bila hal ini terjadi, maka akan berakibat pada ketidakefektifan implementasi kebijakan karena tindakan yang sanggat longgar besar kemungkinan tidak dapat digunakan untuk melaksanakan tujuan-tujuan kebijakan. b. Sumber Daya Menurut Edwards (Winarno, 2012), sumber daya merupakan faktor penting dalam melaksanakan kebijakan publik. Adapun sumber daya tersebut meliputi staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan pelayananpelayanan publik. 1. Staf. Sumber yang paling penting dan terutama dalam melaksanakan suatu kebijakan adalah staf. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan, salah-satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak cukup menyelesaikan persoalan implementasi

17 kebijakan, tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan. 2. Informasi. Informasi merupakan sumber penting kedua dalam implementasi kebijakan. Ada dua bentuk informasi dalam implementasi kebijakan (Winarno, 2012) yaitu pertama, infomasi mengenai bagaimana melaksanakan suatu kebijakan. Pelaksana-pelaksana perlu mengetahui apa yang dilakukan dan bagaimana mereka harus melakukannya. Bentuk kedua dari informasi adalah data tentang ketaatan personil-personil lain terhadap peraturan-peraturan pemerintah. Dalam bentuk yang kedua ini, para pelaksana kebijakan harus mengetahui apakah orang-orang lain yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan mentaati undang-undang ataukah tidak. 3. Wewenang. Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan secara efektif. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang tidak ada, maka

18 kekuatan para implementor di mata publik tidak dilegitimasi, sehingga dapat menggagalkan implementasi kebijakan publik. Tetapi dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersedia, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak, efektivitas kewenangan diperlukan dalam implementasi kebijakan; tetapi di sisi lain, efektivitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingannya sendiri atau kelompoknya. 4. Fasilitas. Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapabel dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil. c. Disposisi Disposisi atau kecenderungan dari para pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Disposisi berkenaan dengan kesediaan dari para implementor untuk carry out kebijakan publik tersebut (Nugroho, 2009).

19 Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal. Demikian pula sebaliknya, bila tingkah lakutingkah laku atau perspektif-perspektif para pelaksana berbeda dengan cara pembuat keputusan, maka proses pelaksanaan suatu kebijakan menjadi semakin sulit (Winarno, 2012). d. Struktur Birokrasi Birokrasi merupakan badan pelaksana kebijakan. Birokrasi secara sadar atau tidak sadar memilih bentuk-bentuk organisasi untuk kesepakatan kolektif, dalam rangka memecahkan masalah-masalah sosial dalam kehidupan modern. Struktur birokrasi berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik. Di Indonesia, implementasi kebijakan sering tidak efektif karena kurangnya koordinasi dan kerja sama di antara lembaga-lembaga negara dan/atau pemerintahan (Nugroho, 2009). Ripley dan Franklin (Winarno, 2012) mengidentifikasi enam karakteristik birokrasi, yakni :

20 1. Birokrasi dimanapun berada, dipilih sebagai instrumen sosial yang ditujukan untuk menangani masalahmasalah yang didefinisikan sebagai urusan publik. 2. Birokrasi merupakan institusi yang dominan dalam pelaksanaan program kebijakan, yang tingkat kepentingannya berbeda-beda untuk masing-masing tahap. 3. Birokrasi mempunyai sejumlah tujuan yang berbeda. 4. Fungsi birokrasi berada dalam lingkungan yang luas dan kompleks. 5. Birokrasi jarang mati, naluri untuk bertahan hidup tidak perlu dipertanyakan lagi. 6. Birokrasi bukan merupakan sesuatu yang netral dalam pilihan-pilihan kebijakan mereka, tidak juga secara penuh dikontrol oleh kekuatankekuatan yang berasal di luar dirinya. Pada dasarnya, para pelaksana kebijakan mungkin mengetahui apa yang dilakukan dan mempunyai cukup keinginan serta sumber-sumber untuk melakukannya. Tetapi dalam pelaksanaannya mungkin mereka masih dihambat oleh struktur-struktur organisasi di mana mereka menjalankan kegiatan tersebut. Menurut Edwards (Winarno,

21 2012), ada dua karakteristik utama dari birokrasi, yakni prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau sering disebut sebagai Standard Operationg Procedures (SOP) dan fragmentasi. Prosedur-prosedur kerja ukuran dasar (Standard Operating Procedures, SOP) merupakan salah satu aspek struktural paling dasar dari suatu organisasi. Dengan menggunakan SOP, para pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang tersedia. Selain itu, SOP juga menyeragamkan tindakan-tindakan dari para pejabat dalam organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas, yang pada gilirannya dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar dan kesamaan yang besar dalam penerapan peraturan-peraturan (Winarno, 2012). Lebih lanjut Edwards dalam Winarno (2012) menjelaskan bahwa sifat kedua dari stuktur birokrasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan adalah fragmentasi organisasi. Tanggung jawab bagi suatu bidang kebijakan tersebar di antara beberapa organisasi, seringkali pula terjadi desentralisasi kekuasaan tersebut dilakukan secara radikal guna mencapai tujuan-tujuan kebijakan. Konsekuensi yang paling buruk dari fragmentasi birokrasi adalah usaha untuk

22 menghambat koordinasi. Fragmentasi mengakibatkan pandangan-pandangan yang sempit dari banyak lembaga birokrasi. Hal ini menimbulkan dua konsekuensi pokok yang merugikan bagi keberhasilan implementasi. Pertama, tidak ada ada orang yang akan mengakhiri implementasi kebijakan dengan melaksanakan fungsi-fungsi tertentu karena tanggung-jawab bagi suatu bidang kebijakan terpecah-pecah. Di samping itu, karena masing-masing badan mempunyai yurisdiksi yang terbatas atas suatu bidang, maka tugastugas yang penting mungkin akan terdampar antara retak-retak struktur organisasi. Kedua, pandangan-pandangan yang sempit dari badan-badan mungkin juga akan menghambat perubahan. Komunikasi Sumber Daya Implementasi Kebijakan Disposisi Struktur Birokrasi Gambar 2.2. Model Implementasi Kebijakan George C. Edwards (Winarno, 2012)

23 2.4. Penelitian Yang Relevan 1. Penelitian yang dilakukan oleh Marzuki (2011) tentang Kebijakan Program Sekolah Gratis dan Dampaknya terhadap Akses Layanan Memperoleh Pendidikan di Provinsi Sumatera Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program Sekolah Gratis yang dibiayai dari sumber dana BOS di Provinsi Sumatera Selatan yang dimulai tahun 2009 telah dapat meningkatkan perluasan akses memperoleh layanan pendidikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh peningkatan APK dan APM, serta penurunan angka DO. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Aspansius (2010) tentang implementasi kebijakan Bantuan Operasional Sekolah pada sekolah menengah pertama negeri di Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak menunjukkan adanya peningkatan APK pada tahun 2008 yakni 94 % jika dibandingkan dengan tahun sebelum adanya program BOS dimana Angka Partisipasi Sekolah (APS) hanya menunjukkan kisaran 50 % hingga 60 %. 3. Pendidikan gratis juga telah dilakukan di Propinsi Sumatera Selatan. Dalam penelitiannya, Alfani (2010) menjelaskan bahwa program pendidikan gratis di daerah Sumsel diberlakukan dari jenjang SD-SMA/SMK. Pemerintah propinsi dan daerah kabupaten/kota juga turut berpartisipasi mendukung program pendidikan gratis, yakni dalam bentuk topangan dana pendidikan. Dengan adanya pendidikan gratis di daerah setempat membuka kesempatan bagi anak-anak usia sekolah untuk memperoleh pendidikan. Akan tetapi dalam implementasinya, terjadi penyelewengan dana BOS yang menghambat terlaksananya program pendidikan gratis. Bahkan dana BOS yang diberikan tidak digunakan sesuai dengan juklak maupun juknis.

24 Temuan di daerah menunjukkan ada 47 sekolah dasar (SD) dan 123 sekolah menengah pertama (SMP) di 15 kabupaten atau kota yang belum membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu. 4. Dalam studi kasus di kota Jayapura-Papua, kebijakan biaya sekolah gratis juga telah diterapkan di sekolah-sekolah pada tingkat pendidikan dasar se-jayapura (Hartopo, 2011). Pelaksanaan sekolah gratis di kota Jayapura telah dilaksanakan sejak tahun Sumber dana yang digunakan untuk penyelenggaraan sekolah gratis ialah berasal dari dana BOS (APBN), APBD kota Jayapura, dan BOS Provinsi. Penyelenggaraan sekolah gratis di kota Jayapura sebagai upaya untuk membantu meringankan biaya pendidikan yang ditanggung para orang tua siswa. Setelah diberlakukan sekolah gratis, di dalam penyelenggaraan pendidikan sudah tidak ada lagi pungutan dari sekolah. Meskipun demikian, dari hasil penelitian Hartopo menyatakan 87% orang tua siswa mengaku masih ada pungutan yang harus dibayar di sekolah, sedangkan 13% menyatakan tidak ada pungutan. Pungutan masih dibenarkan dengan persetujuan Komite Sekolah sebagai representatif orang tua yang menjadi forum untuk membantu penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Masalah kebijakan sebelumnya berkompetisi terlebih

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN I. UMUM Pengaturan mengenai pendanaan pendidikan dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, dan Pasal 49,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintahan didalam suatu negara merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR I. Pendahuluan Banyaknya kebijakan yang tidak sinkron, tumpang tindih serta overlapping masih jadi permasalahan negara ini yang entah sampai kapan bisa diatasi. Dan ketika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Terdapat banyak definisi mengenai apa yang maksud dengan kebijakan publik dalam literatur-literatur politik. Masing-masing

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Implementasi Kebijakan Publik a. Konsep Implementasi: Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan atau revenue

BAB II KAJIAN TEORI. dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan atau revenue 8 BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Pembiayaan Pendidikan 1. Pengertian Biaya Menurut Supriyono (2000:16), biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena merupakan salah satu penentu kemajuan bagi suatu negara (Sagala, 2006).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan (policy) memiliki arti yang bermacam-macam. Harold D. Laswell

TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan (policy) memiliki arti yang bermacam-macam. Harold D. Laswell II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Tentang Kebijakan Publik II.1.1 Pengertian Kebijakan Kebijaksanaan (policy) memiliki arti yang bermacam-macam. Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan (Islamy, 2003:16)

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DAN MEKANISME PENGGALIAN SUMBANGAN SUKARELA DARI MASYARAKAT KATEGORI MAMPU DALAM IKUT MEMBANTU PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Proses komunikasi kebijakan Proses komunikasi dan sosialiasi kebijakan telah mengantar Dinas Pendidikan Provinsi dapat mengimplementasikan kebijakan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar sekaligus kekayaan suatu bangsa, sedangkan sumber-sumber modal dan

BAB I PENDAHULUAN. dasar sekaligus kekayaan suatu bangsa, sedangkan sumber-sumber modal dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah faktor penting untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Pendidikan juga merupakan sarana strategis guna peningkatan mutu sumber

Lebih terperinci

Tahun), sampai saat ini pemerintah masih dihadapkan pada berbagai

Tahun), sampai saat ini pemerintah masih dihadapkan pada berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 6 mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideologi, dan kepentingankepentingan

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideologi, dan kepentingankepentingan 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Istilah kebijakan publik merupakan hasil adanya sinergi, kompromi atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan,

Lebih terperinci

BAB 2 TELAAH PUSTAKA

BAB 2 TELAAH PUSTAKA BAB 2 TELAAH PUSTAKA 2.1 Implementasi Kebijakan Kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu Polis yang artinya kota (city). Dalam hal ini, kebijakan berkenaan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Sebelum penelitian ini dilaksanakan, sudah terdapat penelitian yang dilakukan mengenai permasalahan tentang implementasi kebijakan alokasi dana desa. Dari beberapa

Lebih terperinci

Kebijakan publik didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Pengertian ini sangat luas dan kurang pasti karena

Kebijakan publik didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Pengertian ini sangat luas dan kurang pasti karena Kebijakan publik didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Pengertian ini sangat luas dan kurang pasti karena menjadikan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal Kebijakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PUBLIK. Kebijakan Pangan TIP FTP UB

KEBIJAKAN PUBLIK. Kebijakan Pangan TIP FTP UB KEBIJAKAN PUBLIK Kebijakan Pangan TIP FTP UB PENGERTIAN, JENIS-JENIS, DAN TINGKAT-TINGKAT KEBIJAKAN PUBLIK 1. Pengertian Kebijakan Publik a. Thomas R. Dye Kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan Publik. kegiatan tertentu. Istilah kebijakan dalam bahasa Inggris policy yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan Publik. kegiatan tertentu. Istilah kebijakan dalam bahasa Inggris policy yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan Publik Secara umum, istilah kebijakan atau policy digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Implementasi merupakan suatu kajian mengenai kebijakan yang mengarah

IV. GAMBARAN UMUM. Implementasi merupakan suatu kajian mengenai kebijakan yang mengarah IV. GAMBARAN UMUM A. Implementasi Kebijakan Implementasi merupakan suatu kajian mengenai kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Penafsiran para ahli administrasi publik terkait dengan definisi kebijakan publik, secara umum memberikan penafsiran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Definisi Kebijakan Publik Dewasa ini, kebijakan publik menjadi suatu hal yang tidak asing lagi bahkan di kalangan masyarakat awam. Setiap saat

Lebih terperinci

STUDI TEORI KEBIJAKAN TERHADAP IMPLEMENTASI BELANJA LANGSUNG PENDIDIKAN (Studi Dilingkungan Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin) H. Gt.

STUDI TEORI KEBIJAKAN TERHADAP IMPLEMENTASI BELANJA LANGSUNG PENDIDIKAN (Studi Dilingkungan Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin) H. Gt. Al Ulum Vol.53 No.3 Juli 2012 halaman 1-5 1 STUDI TEORI KEBIJAKAN TERHADAP IMPLEMENTASI BELANJA LANGSUNG PENDIDIKAN (Studi Dilingkungan Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin) H. Gt. Irhamni* ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuju pemerintahan daerah yang demokratis dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. menuju pemerintahan daerah yang demokratis dan pembangunan yang 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi desentralisasi Indonesia yang dimulai pada tahun 2001 sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal.

manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal. manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga 22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PELAYANAN PUBLIK PADA PEMERINTAH DAERAH Oleh : Davy Nuruzzaman ABSTRAKSI

PERMASALAHAN PELAYANAN PUBLIK PADA PEMERINTAH DAERAH Oleh : Davy Nuruzzaman ABSTRAKSI PERMASALAHAN PELAYANAN PUBLIK PADA PEMERINTAH DAERAH Oleh : Davy Nuruzzaman ABSTRAKSI Desentralisasi pemerintahan atau otonomi daerah adalah sebuah bentuk perintah dari pemerintah pusat kepada pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. A. Efektivitas Inplementasi Kebijakan. 1. Efektivitas. Suatu kebijakan yang dibuat pemerintah, mempunyai maksud

BAB II TEORI DASAR. A. Efektivitas Inplementasi Kebijakan. 1. Efektivitas. Suatu kebijakan yang dibuat pemerintah, mempunyai maksud 12 BAB II TEORI DASAR A. Efektivitas Inplementasi Kebijakan 1. Efektivitas Suatu kebijakan yang dibuat pemerintah, mempunyai maksud menyelesaikan masalah dan dilaksanakan untuk mencapai sebuah tujuan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pengertian Evaluasi Suchman (1961, dalam arikunto, 2009 : 1) memandang evaluasi sebagai proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang telah direncanakan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Kebijakan Kebijakan menurut para ahli seperti yang telah dikemukaan oleh Dye dalam (Leo Agustino, 2008:7) mengemukakan bahwa, kebijakan publik adalah apa yang dipilih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dahulu memahami tentang kebijakan. Pendefinisian mengenai kebijakan

BAB II KAJIAN TEORI. dahulu memahami tentang kebijakan. Pendefinisian mengenai kebijakan BAB II KAJIAN TEORI A. Kebijakan Publik Dalam mengadakan penelitian implementasi kebijakan publik terlebih dahulu memahami tentang kebijakan. Pendefinisian mengenai kebijakan diperlukan agar kita dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Otonomi merupakan salah satu aspek yang sangat urgen dalam konteks

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Otonomi merupakan salah satu aspek yang sangat urgen dalam konteks BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Otonomi sekolah Otonomi merupakan salah satu aspek yang sangat urgen dalam konteks pengembangan suatu institusi. Otonomi menunjukkan sebagai sesuatu yang dapat berdiri sendiri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PEMBERIAN BANTUAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PEMBERIAN BANTUAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PEMBERIAN BANTUAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa layanan pendidikan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penetapan Peraturan kepala daerah telah diatur dalam Undang-Undang Republik

I. PENDAHULUAN. Penetapan Peraturan kepala daerah telah diatur dalam Undang-Undang Republik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penetapan Peraturan kepala daerah telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 146 ayat 1 yang menyatakan

Lebih terperinci

Siska Ayu Puspita Dewi. Abstrak

Siska Ayu Puspita Dewi. Abstrak THE IMPLEMENTATION OF A TEACHER CERTIFICATION ELEMENTARY SCHOOL PATTERNS PORTOFOLIO PROGRAM AT UPTD PENDIDIKAN BALONG DISTRICT PONOROGO REGENCY Siska Ayu Puspita Dewi Abstrak Teacher Certification Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kebijakan Pendidikan Dalam memahami apa itu kebijakan pendidikan, maka penting untuk mengetahui pengertian kebijakan publik itu sendiri. George C. Edwards III & Ira Sharkansky

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dana Pendidikan 2.1.1 Pengertian Dana Pendidikan Menurut Mulyasa (2011:167) menyatakan bahwa dana merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektivitas dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Standar Pelayanan Minimal (SPM) Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah

Lebih terperinci

KOMPILASI POIN-POIN PENTING ATURAN TENTANG PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

KOMPILASI POIN-POIN PENTING ATURAN TENTANG PEMBIAYAAN PENDIDIKAN KOMPILASI POIN-POIN PENTING ATURAN TENTANG PEMBIAYAAN PENDIDIKAN Pengantar Pembiayaan adalah persoalan yang sangat dinamis. Di samping secara langsung bersentuhan dengan masyarakat, masalah ini juga terkait

Lebih terperinci

ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AXIOLOGI DALAM PEMBIAYAAN PENDIDIKANN

ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AXIOLOGI DALAM PEMBIAYAAN PENDIDIKANN TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT ADMINISTRASI PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GALUH ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AXIOLOGI DALAM PEMBIAYAAN PENDIDIKANN Namaa NPM Kelas Dosen : Pipin Piniman : 82321314086

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat penting karena perannya yang

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 6 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah di jelaskan di dalam undang undang tersebut maka

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah di jelaskan di dalam undang undang tersebut maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal dasar bagi pembangunan suatu negara, hal ini telah disadari oleh para pendiri bangsa indonesia dengan meletakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian pada Bab I sampai dengan Bab VI, disusun

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian pada Bab I sampai dengan Bab VI, disusun BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan uraian pada Bab I sampai dengan Bab VI, disusun simpulan dan rekomendasi berikut ini: 7.1. Simpulan Kebijakan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERATURAN KPU TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN BARANG MILIK NEGARA

IMPLEMENTASI PERATURAN KPU TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN BARANG MILIK NEGARA 30 Jurnal Demokrasi & Otonomi Daerah, Volume 11, Nomor 1, Juni 2013, hlm. 1-70 IMPLEMENTASI PERATURAN KPU TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN BARANG MILIK NEGARA Alfa M. Delfita dan Hery Suryadi FISIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah. Biaya pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. sekolah. Biaya pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen masukan instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Biaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkembangan jaman telah berdampak pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dimana perkembangan ini telah membawa perubahan dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebijakan pendanaan untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebijakan pendanaan untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terdapat dua agenda penting pemerintah berkenaan dengan bidang pendidikan, yaitu; peningkatan mutu Pendidikan Nasional dan pemerataan kesempatan memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan muatan rekaman sidik jari tangan penduduk. curang terhadap Negara dengan menduplikasi KTP-nya. Beberapa diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. perubahan muatan rekaman sidik jari tangan penduduk. curang terhadap Negara dengan menduplikasi KTP-nya. Beberapa diantaranya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kartu Tanda Penduduk merupakan identitas resmi penduduk serta bukti diri yang saat ini berlaku diseluruh wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah di dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah di dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah di dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 selanjut di gantikan oleh Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya sangat terbatas; sehingga ketergantungan pada Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya sangat terbatas; sehingga ketergantungan pada Pemerintah Pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pemerintahan daerah yang didasarkan pada amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, di dalam pengaturan dan pengurusannya

Lebih terperinci

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Berdasarkan rencana kerja Dinas Pendapatan Kabupaten Blitar tahun 2015, strategi pencapaian tujuan dan sasaran diuraikan dalam 7 ( tujuh ) program dan 17 ( tujuh belas ) kegiatan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kebijakan Publik/Program. Kebijakan publik didefinisikan oleh para ahli dalam berbagai

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kebijakan Publik/Program. Kebijakan publik didefinisikan oleh para ahli dalam berbagai BAB II KAJIAN TEORI A. Kebijakan Publik/Program Kebijakan publik didefinisikan oleh para ahli dalam berbagai pengertian. Lasswell dan Kaplan (1970) mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Kabupaten Sleman merupakan sektor yang. strategis dan berperan penting dalam perekonomian daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Kabupaten Sleman merupakan sektor yang. strategis dan berperan penting dalam perekonomian daerah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian di Kabupaten Sleman merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam perekonomian daerah dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH DAERAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH DAERAH SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N 19 BAB I P E N D A H U L U A N 1.1.Latar Belakang Penyelenggaraan Otonomi Daerah sebagaimana telah diamanatkan secara jelas di dalam Undang-Undang Dasar 1945, ditujukan untuk menata Sistem Pemerintahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Sangat banyak definisi mengenai apa yang disebut dengan kebijakan publik, pada setiap definisi memiliki penekanan

Lebih terperinci

B. Maksud dan Tujuan Maksud

B. Maksud dan Tujuan Maksud RINGKASAN EKSEKUTIF STUDI IDENTIFIKASI PERMASALAHAN OTONOMI DAERAH DAN PENANGANANNYA DI KOTA BANDUNG (Kantor Litbang dengan Pusat Kajian dan Diklat Aparatur I LAN-RI ) Tahun 2002 A. Latar belakang Hakekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang melanda indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat ekonomi lemah berupa ketimpangan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kunci dalam peningkatan taraf hidup sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kunci dalam peningkatan taraf hidup sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan adalah salah satu kunci dalam peningkatan taraf hidup sebuah masyarakat. Oleh karena itu, negara sebagai penjamin kehidupan masyarakat harus mampu menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional bertumpu pada tiga tema, yaitu : 1. Pemerataan dan perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. nasional bertumpu pada tiga tema, yaitu : 1. Pemerataan dan perluasan akses. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu pilar pokok pembangunan pendidikan di Indonesia. Kebijakan pembangunan pendidikan nasional diarahkan untuk

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

atas beberapa konsep yang terjalin dalam bentuk hubungan sebab-akibat. Adapun Chandler dan Plano (1988:107) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah

atas beberapa konsep yang terjalin dalam bentuk hubungan sebab-akibat. Adapun Chandler dan Plano (1988:107) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah II.1 Kerangka Teori Teori merupakan seperangkat proposisi yang menggambarkan suatu gejala terjadi seperti itu. Proposisi-proposisi yang dikandung dan yang membentuk teori terdiri atas beberapa konsep yang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009 PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG DUKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DAN RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DENGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 36 TAHUN : 2017 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembagian Urusan Pemerintah Daerah Di dalam UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dijelaskan bahwa dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasca amandemen Pasal 31 ayat satu, dua, tiga dan empat. Ayat 1 berbunyi Setiap warga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Efektivitas Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas disebut juga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. karena penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena implementasi

BAB III METODE PENELITIAN. karena penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena implementasi BAB III METODE PENELITIAN Dalam Penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah penelitian kualitatif, karena penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena implementasi Kebijakan PATEN di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Pendidikan juga penting bagi terciptanya kemajuan dan kemakmuran

Lebih terperinci

EVALUASI KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SMA NEGERI 1 AMPIBABO KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG

EVALUASI KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SMA NEGERI 1 AMPIBABO KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG EVALUASI KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SMA NEGERI 1 AMPIBABO KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG Rifka S. Akibu Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN NGAWI TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN NGAWI TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR : 31 TAHUN 2011 TANGGAL : 24 MEI 2011 1.1. Latar Belakang RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN NGAWI TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian proses pembuatan dan pelaksanaan suatu kebijakan publik. Para ahli

II. TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian proses pembuatan dan pelaksanaan suatu kebijakan publik. Para ahli 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Perumusan Kebijakan Publik. Perumusan (Formulasi) kebijakan publik merupakan salah satu tahap dari rangkaian proses pembuatan dan pelaksanaan suatu kebijakan publik. Para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Program Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Program Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) adalah program pemerintah karena telah menaikkan harga BBM pada Bulan Maret Tahun 2005. Dalam program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pendidikan dan Kebudayaan, 1989: 341), Izin adalah. asal saja diadakan dengan cara yang ditentukan untuk masing-masing hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pendidikan dan Kebudayaan, 1989: 341), Izin adalah. asal saja diadakan dengan cara yang ditentukan untuk masing-masing hal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Izin 1. Pengertian Izin Kata izin, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989: 341), Izin adalah pernyataan mengabulkan (tiada melarang

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tersebut yaitu mengenai Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 46 tentang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tersebut yaitu mengenai Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 46 tentang 53 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini peneliti akan menyajikan hasil penelitian dan pembahasannya. Hasil penelitian akan disajikan berdasarkan yang peneliti temukan di lapangan saat penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah beberapa pengertian kebijakan menurut para ahli yakni:

TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah beberapa pengertian kebijakan menurut para ahli yakni: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Definisi Kebijakan Publik Berikut adalah beberapa pengertian kebijakan menurut para ahli yakni: a. Dye dalam Winarno (2012:20) mengatakankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan terus menjadi topik yang diperbincangkan oleh banyak pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai dimensi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Kebijakan 1. Pengertian Kebijakan Kebijakan sering diartikan sebagai segala hal yang dipilih untuk dikerjakan oleh pemerintah, dan alasan mengapa mereka melakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. definisi tersebut memberi penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan

BAB II KAJIAN TEORI. definisi tersebut memberi penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kebijakan Publik Pada dasarnya banyak batasan atau definisi apa yang dimaksud dengan kebijakan publik (public policy) dalam literatur-literatur ilmu politik.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kebijakan Publik. 1. Definisi Kebijakan. Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kebijakan Publik. 1. Definisi Kebijakan. Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti BAB II KAJIAN TEORI A. Kebijakan Publik 1. Definisi Kebijakan Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti kebijakan. Zainal Abidin megutip dari Thomas Dye menyebutkan kebijakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR TAHUN 2013 TANGGAL BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah sebuah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hipotesis untuk membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, membuat

BAB II KAJIAN TEORI. hipotesis untuk membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, membuat BAB II KAJIAN TEORI Dalam bab ini, disajikan teori sebagai kerangka berpikir untuk menjawab rumusan masalah yang dirumuskan pada bab sebelumnya. Teori merupakan salah satu konsep dasar penelitian sosial.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah (Studi pada DPPKAD

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/11/2007. TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Dl SEKOLAH PERTANIAN PEMBANGUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/11/2007. TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Dl SEKOLAH PERTANIAN PEMBANGUNAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Dl SEKOLAH PERTANIAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pemerintah Daerah Dan Fungsi Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (5), pengertian pemerintahan daerah adalah sebagai

Lebih terperinci

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI SALINAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN STANDAR

Lebih terperinci