II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral"

Transkripsi

1 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikelpartikel padat tersebut (Das, 1988). Selain itu dalam arti lain tanah merupakan akumulasi partikel mineral atau ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan (Craig,1991). Tanah juga merupakan kumpulan-kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan tidak terikat antara satu dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik) rongga-rongga diantara material tersebut berisi udara dan air (Verhoef,1994). Sedangkan Tanah (soil) menurut teknik sipil dapat didefinisikan sebagai sisa atau produk yang dibawa dari pelapukan batuan dalam proses geologi yang dapat digali tanpa peledakan dan dapat ditembus dengan peralatan pengambilan contoh (sampling) pada saat pemboran. (Hendarsin, 2000) Tanah juga didefinisikan sebagai akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan

2 6 dari batuan. Diantara partikel-partikel tanah terdapat ruang kosong yang disebut pori-pori yang berisi air dan udara. Ikatan yang lemah antara partikelpartikel tanah disebabkan oleh pengaruh karbonat atau oksida yang tersenyawa diantara partikel-partikel tersebut, atau dapat juga disebabkan oleh adanya material organik bila hasil dari pelapukan tersebut di atas tetap berada pada tempat semula maka bagian ini disebut tanah sisa (residu soil). Hasil pelapukan terangkut ke tempat lain dan mengendap di beberapa tempat yang berlainan disebut tanah bawaan (transportation soil). Media pengangkutan tanah berupa gravitasi, angin, air dan gletsyer. Pada saat akan berpindah tempat, ukuran dan bentuk partikel-partikel dapat berubah dan terbagi dalam beberapa rentang ukuran. Tanah menurut Bowles (1989) adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut : 1. Berangkal (boulders), merupakan potongan batu yang besar, biasanya lebih besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran antara 150 mm sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles). 2. Kerikil (gravel), partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm. 3. Pasir (sand), partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm, berkisar dari kasar (3-5 mm) sampai halus (kurang dari 1 mm). 4. Lanau (silt), partikel batuan berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm. Lanau dan lempung dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang disedimentasikan ke dalam danau atau di dekat garis pantai pada muara sungai.

3 7 5. Lempung (clay), partikel mineral berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang kohesif. 6. Koloid (colloids), partikel mineral yang diam yang berukuran lebih kecil dari 0,001 mm. Istilah tanah dalam bidang mekanika tanah dapat digunakan mencakup semua bahan seperti lempung, pasir, kerikil dan batu-batu besar. Metode yang dipakai dalam teknik sipil untuk membedakan dan menyatakan berbagai tanah, sebenarnya sangat berbeda dibandingkan dengan metode yang dipakai dalam bidang geologi atau ilmu tanah. Sistem klasifikasi yang digunakan dalam mekanika tanah dimaksudkan untuk memberikan keterangan mengenai sifat-sifat teknis dari bahan-bahan itu dengan cara yang sama, seperti halnya pernyatan-pernyataan secara geologis dimaksudkan untuk memberi keterangan mengenai asal geologis dari tanah. B. Klasifikasi Tanah Maksud klasifikasi tanah secara umum adalah pengelompokkan berbagai jenis tanah ke dalam kelompok yang sesuai dengan sifat teknik dan karakteristiknya. Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem yang mengatur jenis-jenis tanah yang berbeda-beda, tetapi mempunyai sifat-sifat yang serupa kedalam kelompok - kelompok dan subkelompok berdasarkan pemakaiannya. Dengan adanya sistem klasifikasi ini akan menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang rinci. Klasifikasi

4 8 ini pada umumnya di dasarkan sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran dan plastisitas. Namun semuanya tidak memberikan penjelasan yang tegas tentang kemungkinan pemakaiannya. Sistem klasifikasi tanah dapat dibagi menjadi dua, yaitu : a. Klasifikasi berdasarkan tekstur dan ukuran Sistem klasifikasi ini di dasarkan pada keadaan permukaan tanah yang bersangkutan, sehingga dipengaruhi oleh ukuran butiran tanah dalam tanah. Klasifikasi ini sangat sederhana di dasarkan pada distribusi ukuran tanah saja. Pada klasifikasi ini tanah dibagi menjadi kerikil (gevel), pasir (sand), lanau (silt) dan lempung (clay) (Das,1993). b. Klasifikasi berdasarkan pemakaian Pada sistem klasifikasi ini memperhitungkan sifat plastisitas tanah dan menunjukkan sifat-sifat tanah yang penting. Pada saat ini terdapat dua sistem klasifikasi tanah yang sering dipakai dalam bidang teknik. Kedua sistem klasifikasi itu memperhitungkan distribusi ukuran butir dan batasbatas Atterberg. Klasifikasi tanah diperlukan antara lain untuk hal-hal sebagai berikut : a. Perkiraan hasil eksplorasi tanah (perkiraan log bor tanah, peta tanah, dan lain-lain). b. Perkiraan standar kemiringan lereng penggalian tanah dan tebing. c. Perkiraan pemilihan bahan (penentuan tanah yang harus disingkirkan, pemilihan tanah dasar, bahan tanah timbunan, dan lain-lain). d. Perkiraan persentasi muai dan susut.

5 9 e. Pemilihan jenis konstruksi dan peralatan untuk konstruksi (pemilihan cara penggalian dan rancangan penggalian). f. Perkiraan kemampuan alat untuk konstruksi. g. Rencana pekerjaan/pembuatan lereng dan tembok penahan tanah (perhitungan tekanan tanah dan pemilihan jenis konstruksi). Ada beberapa macam sistem klasifikasi tanah sebagai hasil pengembangan dari sistem klasifikasi yang sudah ada. Tetapi yang paling umum digunakan adalah: 1. Sistem klasifikasi AASHTO. Sistem klasifikasi ini mengklasifikasikan tanah ke dalam delapan kelompok, A1-A8. Tanah yang masuk dalam golongan A-1, A-2, dan A- 3 masuk kedalam tanah berbutir dimana 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah yang lolos ayakan No.200, sedangkan tanah yang masuk dalam golongan A-4, A-5, A-6 dan A-7 adalah tanah lanau atau lempung. A-8 adalah kelompok tanah organik yang bersifat tidak stabil sebagai bahan lapisan struktur jalan raya, maka revisi terakhir oleh AASHTO diabaikan (Sukirman, 1992). Percobaan yang dibutuhkan untuk mendapatkan data yang diperlukan adalah analisis saringan, batas cair, dan batas plastis.

6 10 Klasifikasi umum Klasifikasi kelompok Analisis ayakan (% lolos) No.10 No.40 No.200 Tabel 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO Tanah berbutir (35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200 A-1 A-2 A-3 A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7 Maks 50 Maks 30 Maks 15 Maks 50 Maks 25 Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI) Maks 6 NP Tipe material yang paling dominan Penilaian sebagai bahan tanah dasar Klasifikasi umum Batu pecah, kerikil dan pasir Baik sekali sampai baik Min 51 Maks 10 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Pasir halus Maks 40 Maks 10 Min 41 Maks 10 Maks 40 Min 11 Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung Tanah berbutir (Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200 Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7 Analisis ayakan (% lolos) No.10 No.40 No.200 Min 36 Min 36 Min 36 Min 36 Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI) Tipe material yang paling dominan Maks 40 Maks 10 Tanah berlanau Maks 41 Maks 10 Maks 40 Maks 11 Tanah Berlempung Min 41 Min 11 Min 41 Min 41 Penilaian sebagai bahan tanah dasar Biasa sampai jelek 2. Sistem Klasifikasi Tanah Unified (Unified Soil Classification System/ USCS). Sistem ini diusulkan oleh Prof. Arthur Cassagrande pada tahun 1942 untuk mengelompokkan tanah berdasarkan sifat teksturnya. Menurut sistem ini tanah dikelompokkan da lam tiga kelompok yang masing-masing diuraikan lebih spesifik lagi dengan memberi simbol pada setiap jenis (Hendarsin, 2000), yaitu :

7 11 a. Tanah berbutir kasar, yaitu tanah yang mempunyai prosentase lolos ayakan No.200 < 50 %. Klasifikasi tanah berbutir kasar terutama tergantung pada analisa ukuran butiran dan distribusi ukuran partikel. Tanah berbutir kasar dapat berupa salah satu dari hal di bawah ini : 1) Kerikil (G) apabila lebih dari setengah fraksi kasar tertahan pada saringan No. 4 2) Pasir (S) apabila lebih dari setengah fraksi kasar berada diantara ukuran saringan No. 4 dan No. 200 b. Tanah berbutir halus, adalah tanah dengan persentase lolos ayakan No. 200 > 50 %. Tanah berbutir ini dibagi menjadi lanau (M). Lempung Anorganik (C) dan Tanah Organik (O) tergantung bagaimana tanah itu terletak pada grafik plastisitas. c. Tanah organis Tanah ini tidak dibagi lagi tetapi diklasifikasikan dalam satu kelompok Pt. Biasanya jenis ini sangat mudah ditekan dan tidak mempunyai sifat sebagai bahan bangunan yang diinginkan. Tanah khusus dari kelompok ini adalah peat, humus, tanah lumpur dengan tekstur organis yang tinggi. Komponen umum dari tanah ini adalah partikel-partikel daun, rumput, dahan atau bahan-bahan yang regas lainnya.

8 12 Tabel 2. Sistem Klasifikasi Tanah Unified (Bowles, 1991) Jenis Tanah Simbol Sub Kelompok Simbol Kerikil Pasir Lanau Lempung Organik Gambut G S M C O Pt Gradasi Baik Gradasi Buruk Berlanau Berlempung WL<50% WL>50% W P M C L H Sumber : Bowles, Dimana : W = Well Graded (tanah dengan gradasi baik), P = Poorly Graded (tanah dengan gradasi buruk), L = Low Plasticity (plastisitas rendah, LL<50), H = High Plasticity (plastisitas tinggi, LL> 50).

9 13 Tanah berbutir kasar 50% butiran tertahan saringan No. 200 Kerikil 50% fraksi kasar tertahan saringan No. 4 Tabel 3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi Cu = D 60 > 4 D 10 Tanah berbutir halus 50% atau lebih lolos ayakan No. 200 Pasir 50% fraksi kasar lolos saringan No. 4 Kerikil bersih (hanya kerikil) Kerikil dengan Butiran halus Pasir bersih (hanya pasir) Pasir dengan butiran halus Lanau dan lempung batas cair 50% Lanau dan lempung batas cair 50% Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi Sumber : Hary Christady, GW GP GM GC SW SP SM SC ML CL OL MH CH OH PT Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung Pasir bergradasi-baik, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus Pasir berlanau, campuran pasirlanau Pasir berlempung, campuran pasir-lempung Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung kurus (lean clays) Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung gemuk (fat clays) Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi Peat (gambut), muck, dan tanahtanah lain dengan kandungan organik tinggi Batas Plastis (%) Klasifikasi berdasarkan prosentase butiran halus ; Kurang dari 5% lolos saringan no.200: GM, GP, SW, SP. Lebih dari 12% lolos saringan no.200 : GM, GC, SM, SC. 5% - 12% lolos saringan No.200 : Batasan klasifikasi yang mempunyai simbol dobel Cc = (D 30) 2 Antara 1 dan 3 D10 x D60 Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4 Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI > 7 Cu = D 60 > 6 D 10 Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol Cc = (D 30) 2 Antara 1 dan 3 D10 x D60 Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4 Batas-batas Atterberg di atas garis A atau PI > 7 Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol Diagram Plastisitas: Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol CH 40 CL 30 Garis A CL-ML 20 4 ML ML atau OH Batas Cair (%) Garis A : PI = 0.73 (LL-20) Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488

10 14 C. Tanah Organik 1. Proses Terjadinya Tanah Organik Tanah organik terbentuk karena pengaruh iklim dan curah hujan tinggi yang sebenarnya cukup merata sepanjang tahun dengan topografi tidak rata, sehingga memungkinkan terbentuknya depresi-depresi. Sebagai akibat tipe iklim serupa itu, tidak terjadi perbedaan menyolok pada musim hujan dan kemarau. Vegetasi hutan berdaun lebar dapat tumbuh dengan baik sehingga menghalangi insolasi dan kelembaban yang tinggi dapat dipertahankan di lingkungan tersebut. Pada daerah cekungan dengan genangan air terjadi akumulasi bahan organik. Hal ini disebabkan suasana anaerob menghambat oksidasi bahan organik oleh jasad renik, sehingga proses humifikasi akan terjadi lebih nyata dari proses mineralisasi. Penguraian bahan organik hanya dilakukan oleh bakteri anaerob, cendawan dan ganggang. Kecepatan dekomposisi ini dipengaruhi oleh jenis dan jumlah bakteri anaerob, sifat vegetasi, iklim, topografi dan sifat kimia airnya. 2. Sifat Tanah Organik Sifat dan ciri tanah organik dapat ditentukan dengan berdasarkan sifat fisik dan kimianya. Adapun sifat dan ciri tersebut antara lain: a. Warna Umumnya tanah organik berwarna coklat tua dan kehitaman, meskipun bahan asalnya berwarna kelabu, coklat atau kemerah-

11 15 merahan, tetapi setelah mengalami dekomposisi muncul senyawasenyawa humik berwarna gelap. Pada umumnya, perubahan yang dialami bahan organik kelihatannya sama yang dialami oleh sisa organik tanah mineral, walaupun pada tanah organik aerasi terbatas. b. Berat isi Dalam keadaan kering tanah organik sangat kering, berat isi tanah organik bila dibandingkan dengan tanah mineral adalah rendah, yaitu 0,2-0,3 merupakan nilai umum bagi tanah organik yang telah mengalami dekomposisi lanjut. Suatu lapisan tanah mineral yang telah diolah berat isinya berkisar 1,25-1,45. c. Kapasitas menahan air Tanah Organik mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi. Mineral kering dapat menahan air 1/5 2,5 dari bobotnya, sedangkan tanah organik dapat 2 4 kali dari bobot keringnya. Gambut lumut yang belum terkomposisi sedikit leih banyak dalam menahan air, sekitar 12 atau 15 bahkan 20 kali dari bobotnya sendiri. d. Struktur Ciri tanah organik yang lain adalah strukturnya yang mudah dihancurkan apabila dalam keadaan kering. Bahan organik yang telah terdekomposisi sebagian bersifat koloidal dan mempunyai kohesi dan plastisitasnya rendah. Suatu tanah berbahan organik yang baik adalah poroeus atau mudah dilewati air, terbuka dan mudah diolah. Ciri-ciri ini sangat diinginkan oleh pertanian tetapi tidak baik untuk bahan konstruksi sipil.

12 16 Sebagai akibat dari kemampuan yang besar untuk menahan air, maka apabila terjadi perbaikan drainase dimana dengan adanya pengurangan kadar air akan terjadi pemadatan struktur tanah organik, hal ini akan menurunkan muka tanah dan kalau ada tumbuhan akarnya akan muncul di atas permukaan tanah. e. Reaksi masam Pada tanah organik, dekomposisi bahan organik akan menghasilkan asam-asam organik yang terakumulasi pada tubuh tanah, sehingga akan meningkatkan keasaman tanah organik. Dengan demikian tanah organik akan cenderung lebih masam dari tanah mineral pada kejenuhan basah yang sama. f. Sifat koloidal Sifat ini mempunyai kapasitas tukar kationnya lebih besar, serta sifat ini lebih jelas diperlihatkan oleh tanah organik daripada tanah mineral. Luas permukaan dua hingga empat kali daripada tanah mineral. g. Sifat penyangga Pada tanah organik lebih banyak diperlukan belerang atau kapur yang digunakan untuk perubahan ph pada tingkat nilai yang sama dengan tanah mineral. Hal ini disebabkan karena sifat penyangga tanah ditentukan oleh besar kapasitas tukar kation, dengan demikian tanah organik umumnya memperlihatkan gaya resistensi yang nyata terhadap perubahan ph bila diandingkan dengan tanah mineral.

13 17 3. Identifikasi Organik Terdapat dua sistem penggolongan utama yang dilakukan, yakni sistem penanggulangan AASHTO (metode AASHTO M 145 atau penandaan ASTM D-3282) dan sistem penggolongan tanah bersatu (penandaan ASTM D-2487). Dalam metode AASHTO, tidak tercantum untuk gambut dan tanah yang organik, sehingga ASTM D-2487 harus digunakan sebagai langkah pertama pada pengidentifikasian gambut. Tabel 4. Penggolongan tanah berdasarkan kandungan organik KANDUNGAN ORGANIK KELOMPOK TANAH > 75 % GAMBUT 25 % - 75 % TANAH ORGANIK < 25 % TANAH DENGAN KANDUNGAN ORGANIK RENDAH (SUMBER : PEDOMAN KONSTRUKSI JALAN DI ATAS TANAH GAMBUT DAN ORGANIK, 1996) D. Abu Ampas Tebu Abu ampas tebu merupakan limbah hasil pembakaran ampas tebu. Ampas tebu merupakan suatu residu dari proses penggilingan tanaman tebu setelah diekstrak atau dikeluarkan niranya pada industri pemurnian gula sehingga hasil samping sejumlah limbah berserat yang dikenal sebagai ampas tebu (baggasse). Pada proses penggilingan tebu, terdapat lima kali proses penggilingan dari batang tebu sampai dihasilkan ampas tebu. Pada penggilingan pertama dan

14 18 kedua dihasilkan nira mentah yang berwarna kuning kecoklatan. Kemudian pada proses penggilingan ketiga, keempat dan kelima dihasilkan nira dengan volume yang tidak sama. Setelah proses penggilingan awal, yaitu penggilingan pertama dan kedua dihasilkan ampas tebu basah. Untuk mendapatkan nira yang optimal, pada penggilingan ampas hasil gilingan kedua harus ditambahkan susu kapur 3Be yang berfungsi sebagai senyawa yang mampu menyerap nira dari serat ampas tebu sehingga pada penggilingan ketiga nira masih dapat diserap meskipun volumenya lebih sedikit dari hasil gilingan kedua. Pada penggilingan seterusnya hingga penggilingan kelima ditambahkan susu kapur 3Be dengan volume yang berbeda-beda tergantung sedikit banyaknya nira yang masih dapat dihasilkan. Penggilingan I Penggilingan III Penggilingan V Penggilingan II Penggilingan IV Ampas Ampas Ampas Ampas Ampas Gilingan I Gilingan II Gilingan III Gilingan IV Gilingan V Tebu Susu Kapur Susu Kapur Susu Kapur 3Be 3Be 3Be Gambar 1. Proses Penggilingan Tebu Tiap berproduksi, pabrik gula selalu menghasilkan limbah yang terdiri dari limbah padat, cair dan gas. Limbah padat, yaitu ampas tebu (bagasse), abu

15 19 boiler dan blotong (filter cake). Ampas tebu merupakan limbah padat yang berasal dari perasan batang tebu ini banyak mengandung serat dan gabus. Pembuangan ampas tebu dapat membawa masalah sebab ampas bersifat meruah sehingga menyimpannya perlu area yang luas. Ampas mudah terbakar sebab didalamnya banyak mengandung air, gula, serat, dan mikroba sehingga bila tertumpuk akan termentasi dan melepaskan panas. Untuk mengatasi kelebihan ampas tebu adalah dengan membakarnya untuk mengurangi jumlah ampas tebu. Pembakaran ampas tebu inilah yang menghasilkan abu ampas tebu. Abu ampas tebu (baggase ash) merupakan hasil perubahan kimiawi dari pembakaran ampas tebu murni yang terdiri dari garam-garam anorganik. Hasil pengujian yang dilakukakan di laboratorium Instrumen Jurusan Kimia fakultas MIPA Unila,diantaranya adalah silika (SiO 2 ) yang terkandung di dalam abu ampas tebu mencapai 44,87% dan alumunia (Al 2 O 3 ) sebesar 21,94%. E. Stabilisasi Tanah Stabilisasi tanah adalah suatu proses untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dengan menambahkan sesuatu pada tanah tersebut, agar dapat menaikkan kekuatan tanah dan mempertahankan kekuatan geser. Stabilisasi berhubungan dengan pencampuran atau penambahan campuran bahan tertentu. Tujuan stabilisasi tanah adalah untuk mendapatkan kondisi tanah yang memenuhi spesifikasi yang disyaratkan, serta untuk mengikat dan menyatukan agregat

16 20 material yang ada sehingga membentuk struktur jalan atau pondasi jalan yang padat. Menurut Ingels dan Metcalf (1972), sifat-sifat tanah yang diperbaiki dengan stabilisasi dapat meliputi : kestabilan volume, kekuatan/daya dukung, permeabilitas, dan kekekalan atau keawetan. Menurut Bowless (1989), dalam bukunya Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis (Mekanika Tanah) stabilisasi tanah dalam realisasinya tediri dari salah satu atau gabungan pekerjaan-pekerjaan berikut: 1. Mekanis, yaitu pemadatan dengan berbagai jenis pemadatan mekanis, seperti mesin gilas, benda berat yang dijatuhkan (pounder), pemanasan, peledakan dengan alat peledak, tekanan statis, pembekuan, dan lain-lain. 2. Bahan pencampur (addtive) adalah penambahan bahan lain pada tanah. Bahan additive yang digunakan dapat berupa bahan kimiawi, seperti semen, abu batubara, aspal, sodium, kalsium klorida, atau limbah parbrik kertas dan lain-lain sedangkan bahan nonkimia yang biasa digunakan antara lain gamping atau kerikil. Metode ini sangat bergantung pada lama waktu pemeraman, hal ini disebabkan karena proses perbaikan sifat-sifat tanah terjadi proses kimia yang memerlukan waktu untuk zat kimia yang ada didalam additive tersebut untuk bereaksi. F. California Bearing Ratio (CBR) Metode perencanaan perkerasan jalan yang umum digunakan yaitu dengan cara-cara empiris, yang biasa dikenal adalah cara CBR (California Bearing Ratio). Metode ini dikembangkan oleh California State Highway

17 21 Departement sebagai cara untuk menilai kekuatan tanah dasar jalan (subgrade). Istilah CBR menunjukkan suatu perbandingan (ratio) antara beban yang diperlukan untuk menekan piston logam (luas penampang 3 sqinch) ke dalam tanah untuk mencapai penurunan (penetrasi) tertentu dengan beban yang diperlukan pada penekanan piston terhadap material batu pecah di California pada penetrasi yang sama (Canonica, 1991). Menurut AASHTO T dan ASTM D , California Bearing Ratio adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu beban terhadap beban standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. Nilai CBR akan digunakan untuk menentukan tebal lapisan perkerasan. Harga CBR itu sendiri adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban. Untuk menentukan tebal lapis perkerasan dari nilai CBR digunakan grafik-grafik yang dikembangkan untuk berbagai muatan roda kendaraan dengan intensitas lalu lintas. Menurut Soedarmo dan Purnomo (1997), berdasarkan cara mendapatkan contoh tanah, CBR dapat dibagi atas : 1. CBR lapangan (CBR inplace atau field CBR). CBR lapangan memiliki kegunaan sebagai berikut: a. Untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan sesuai dengan kondisi tanah pada saat itu. Umumnya digunakan untuk perencanaan tebal lapis perkerasan yang lapisan tanah dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi.

18 22 b. Untuk mengontrol kepadatan yang diperoleh sehingga sesuai dengan yang diinginkan. Pemeriksaan ini tidak umum digunakan. Metode pemeriksaan CBR lapangan dilakukan dengan meletakkan piston pada kedalaman dimana nilai CBR akan ditentukan lalu dipenetrasi dengan menggunakan beban yang dilimpahkan melalui gardan truk. 2. CBR lapangan rendaman (undisturbed soaked CBR). CBR lapangan rendaman ini berguna untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan pada keadaan tanah jenuh air, dan tanah mengalami pengembangan (swelling) maksimum. Pemeriksaan ini dilaksanakan pada musim kemarau dan kondisi tanah dasar tidak dalam keadaan jenuh air. Dan digunakan pada badan jalan yang sering terendam air pada musim hujan. Pemeriksaan CBR lapangan rendaman dilakukan dengan mengambil contoh tanah dalam tabung (mold) yang ditekan masuk ke dalam tanah mencapai kedalaman tanah yang diinginkan. Mold yang berisi contoh tanah yang dikeluarkan dan direndam dalam air selama 4 hari sambil diukur pengembangannya (swelling). Setelah pengembangan tidak terjadi lagi maka dilaksanakan pemeriksaan CBR. 3. CBR laboratorium (laboratory CBR). CBR laboratorium dapat disebut juga CBR rencana titik. Tanah dasar yang diperiksa merupakan jalan baru yang berasal dari tanah asli, tanah timbunan atau tanah galian yang dipadatkan sampai mencapai 95% kepadatan maksimum. Dengan demikian daya dukung tanah dasar

19 23 merupakan kemampuan lapisan tanah yang memikul beban setelah tanah itu dipadatkan. Oleh karena itu, nilai CBR laboratorium adalah nilai CBR yang diperoleh dari contoh tanah yang dibuat dan mewakili keadaan tanah tersebut setelah dipadatkan. Pemeriksaan CBR laboratorium dilaksanakan dengan dua macam metode yaitu CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR) dan CBR laboratorium tanpa rendaman (unsoaked design CBR) (Sukirman, 1992). Hal yang membedakan pada dua macam metode tersebut adalah contoh tanah atau benda uji sebelum dilakukan pemeriksaan CBR. Untuk uji CBR metode rendaman adalah untuk mengasumsikan keadaan hujan atau saat kondisi terjelek di lapangan yang akan memberikan pengaruh penambahan air pada tanah yang telah berkurang airnya, sehingga akan mengakibatkan pengembangan (swelling) dan penurunan kuat dukung tanah. Untuk metode CBR rendaman, contoh tanah di dalam cetakan direndam dalam air sehingga air dapat meresap dari atas maupun dari bawah dan permukaan air selama perendaman harus tetap kemudian benda uji yang direndam telah siap untuk diperiksa. Dan untuk metode CBR tanpa rendaman, contoh tanah dapat langsung diperiksa tanpa dilakukan perendaman (ASTM D ). Pengujian kekuatan CBR dilakukan dengan alat yang mempunyai piston dengan luas 3 sqinch dengan kecepatan gerak vertikal ke bawah 0,05 inch/menit, proving ring digunakan untuk mengukur beban yang dibutuhkan

20 24 pada penetrasi tertentu yang diukur dengan arloji pengukur (dial). Penentuan nilai CBR yang biasa digunakan untuk menghitung kekuatan pondasi jalan adalah penetrasi 0,1 dan penetrasi 0,2 dengan rumus sebagai berikut: Nilai CBR pada penetrsai 0,1 = Nilai CBR pada penetrsai 0,2 = Dimana : A 3000 B 4500 x 100% x 100% A = pembacaan dial pada saat penetrasi 0,1 B = pembacaan dial pada saat penetrasi 0,2 Nilai CBR yang didapat adalah nilai yang terkecil diantara hasil perhitungan kedua nilai CBR. Berikut ini adalah tabel beban yang digunakan untuk melakukan penetrasi bahan standar. Tabel 5. Beban penetrasi bahan standar Penetrasi (inch) Beban Standar (lbs) Beban Standar (lbs/inch) 0,1 0,2 0,3 0,4 0,

21 25 G. Batas-batas Konsistensi Batas-batas konsistensi atau disebut juga batas-batas Atterberg (yang diambil dari nama peneliti pertamanya yaitu Atterberg pada tahun 1911) adalah batas kadar air yang mengakibatkan perubahan kondisi dan bentuk tanah. Kadar air yang terkandung dalam tanah berbeda-beda pada setiap kondisi. Kadar air tersebut bergantung pada interaksi antara partikel mineral lempung, bila kandungan air berkurang maka ketebalan lapisan kation akan berkurang pula yang mengakibatkan bertambahnya gaya-gaya tarik antara partikelpartikel. Sedangkan jika kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, berdasarkan kadar air yang dikandung tanah, tanah dapat dibedakan ke dalam empat (4) keadaan dasar, yaitu : padat (solid), semi padat (semi solid), plastis (plastic), dan cair (liquid), seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2. Kadar Air Bertambah Kering Makin Basah Padat Semi Padat Plastis Cair Cakupan Plasticity Index (PI) PI LL - PL Batas Susut (Shrinkage Limit) Batas Plastis (Plastic Limit) Batas (Liquid Cair Limit) Gambar 2. Batas Konsistensi Tanah

22 26 Adapun yang termasuk ke dalam batas-batas Atterberg antara lain: 1. Batas cair (Liquid Limit). Batas cair (LL) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis. 2. Batas plastis (Plastic Limit). Batas plastis (PL) adalah kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan semi plastis, yaitu persentase kadar air dimana tanah dengan diameter silinder 3 mm mulai retak-ratak ketika digulung. 3. Batas susut (Shrinkage Limit). Batas susut (SL) adalah kadar air yang didefinisikan pada derajat kejenuhan 100%, dimana untuk nilai-nilai dibawahnya tidak akan terdapat perubahan volume tanah apabila dikeringkan terus. Harus diketahui bahwa batas susut makin kecil maka tanah akan lebih mudah mengalami perubahan volume. 4. Indeks plastisitas (Plasticity Index). Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas plastis. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air tanah yang masih bersifat plastis. 5. Berat spesifik (Specific Gravity). Berat jenis tanah (Gs) adalah perbandingan antara berat volume butiran padat (γ s ) dengan berat volume air (γ w ) pada temperature tº C.

23 27 H. Pemadatan Tanah Pemadatan tanah adalah suatu proses memadatnya partikel tanah sehingga terjadi pengurangan volume udara dan volume air dengan memakai cara mekanis. Kepadatan tanah tergantung pada nilai kadar air, jika kadar air tanah sedikit maka tanah akan keras begitu pula sebaliknya, bila kadar air banyak maka tanah akan menjadi lunak atau cair. Pemadatan yang dilakukan pada saat kadar air lebih tinggi daripada kadar air optimumnya akan memberikan pengaruh terhadap sifat tanah. Manfaat dari pemadatan tanah adalah memperbaiki beberapa sifat teknik tanah, antara lain: 1. Memperbaiki kuat geser tanah yaitu menaikkan nilai θ dan C (memperkuat tanah). 2. Mengurangi kompresibilitas yaitu mengurangi penurunan oleh beban. 3. Mengurangi permeabilitas yaitu mengurangi nilai k. 4. Mengurangi sifat kembang susut tanah (lempung). Pemadatan tanah dapat dilakukan di lapangan maupun di laboratorium. Di lapangan biasanya tanah akan digilas dengan mesin penggilas yang didalamnya terdapat alat penggetar, getaran tersebut akan menggetarkan tanah sehingga terjadi pemadatan. Sedangkan di laboratorium menggunakan pengujian standar yang disebut dengan uji proctor, dengan cara suatu palu dijatuhkan dari ketinggian tertentu beberapa lapisan tanah di dalam sebuah mold. Dengan dilakukannya pengujian pemadatan tanah ini, maka akan

24 28 terdapat hubungan antara kadar air dengan berat volume. Berdasarkan tenaga pemadatan yang diberikan, pengujian proctor dibedakan menjadi 2 macam: 1. Proktor Standar. 2. Proktor Modifikasi. Rincian mengenai persamaan ataupun perbedaan dari kedua proctor tersebut, diperlihatkan dalam Tabel 6. Tabel 6. Elemen-elemen uji pemadatan di laboratorium (Das, 1988) Proctor Standar (ASTM D-698) Proctor Modifikasi (ASTM D-1557) Berat palu 24,5 N (5,5 lb) 44,5 N (10 lb) Tinggi jatuh palu 305 mm (12 in) 457 mm (18 in) Jumlah lapisan 3 5 Jumlah tumbukan/lapisan Volume cetakan 1/30 ft 3 Tanah saringan (-) No. 4 Energi pemadatan 595 kj/m kj/m 3 I. Tinjauan Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian laboratorium yang menjadi bahan pertimbangan dan acuan penelitian ini dikarenakan adanya kesamaan metode dan sampel tanah yang digunakan, akan tetapi untuk bahan aditif dan variasi campuran serta waktu pemeraman yang berbeda, antara lain :

25 29 1. Stabilisasi pada tanah lempung lunak menggunakan Abu Ampas Tebu Penelitian yang dilakukan oleh Zulya Safitri pada tahun 2012 adalah mengenai Pengaruh Penambahan Abu Ampas Tebu (Bagasse Ash) Sebagai Bahan Stabilisator Pada Tanah Lempung Lunak mengatakan bahwa penggunaan bahan campuran Abu Ampas Tebu sebagai bahan stabilisasi pada tanah lempung lunak Rawa Sragi dengan perlakuan pemeraman selama 7 hari serta rendaman selama 4 hari mampu meningkatkan kekuatan daya dukungnya. Tabel 7. Hasil pengujian CBR tiap kadar campuran (Zulya Safitri, 2012) Kadar abu ampas tebu CBR (Tanpa Rendaman) CBR (Rendaman) 5% 9,2% 5,4% 10% 10,7% 6,7% 15% 12,6% 8% 2. Stabilisasi tanah Organik dengan semen dan sekam padi Penelitian stabilisasi tanah dengan semen dan sekam padi oleh Andri Frandustie pada tahun 2010 dengan judul Pemanfaatan Sekam Padi Pada Stabilisasi Tanah Organik Dengan Menggunakan Semen. Hasil pengujian nilai CBR sampel tanah asli dengan penambahan campuran sekam padi + semen masing-masing 6 %, 9 % dan 12 % dengan prosentase perbandingan sekam padi : semen untuk masing-masing sampel yaitu 1: 2 dapat dilihat pada Tabel 8.

26 30 Tabel 8. Hasil uji CBR campuran sekam padi + semen (Andri Frandustie, 2010) Kadar Semen (%) Kadar Sekam Padi (%) Tanpa Rendaman (%) 4 2 4,4 Prosentase Peningkatan (%) 0,9 Nilai CBR Rendaman (%) 2,75 Prosentase Peningkatan (%) 0,85 Prosentase Penurunan Nilai CBR 1, ,5 3,6 1,9 0,9 1, ,4 4,7 1,7 Dari Tabel 8 dapat dijelaskan bahwa penambahan kadar semen dan sekam padi berpengaruh terhadap kekuatan campuran tersebut, hal ini dapat dilihat dari nilai CBR yang dihasilkan. Semakin besar kadar semen dan sekam padi yang ditambahkan dalam setiap campuran, maka nilai CBR tanah campuran tersebut juga semakin meningkat. Dari Tabel 8 juga dapat dilihat bahwa nilai dari CBR rendaman lebih kecil dibandingkan dengan nilai CBR tanpa rendaman. Hal ini disebabkan oleh pengaruh dari perendaman yang mampu menurunkan nilai CBR, mulamula air hanya mengisi rongga pori, tetapi lama kelamaan ukuran butiran tanah menjadi maksimum pada saat jenuh air.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Parameter Tanah 3.1.1 Berat Jenis Berat jenis tanah merupakan nilai yang tidak bersatuan (Muntohar 29). Untuk menentukan tipikal tanah dapat dilihat dari Tabel 3.1. Tabel 3.1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan material, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock).

Lebih terperinci

Modul (MEKANIKA TANAH I)

Modul (MEKANIKA TANAH I) 1dari 16 Materi I Karakteristik Tanah 1. Proses pembentukan Tanah Tanah dalam Mekanika Tanah mencakup semua endapan alam yang berhubungan dengan teknik sipil kecuali batuan. Tanah dibentuk oleh pelapukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari butiran mineral-mineral padat yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari butiran mineral-mineral padat yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah adalah material yang terdiri dari butiran mineral-mineral padat yang tidak terikat secara kimia satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk disertai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Soil (tanah) bearasal dari bahasa italia yaitu solium yang menurut kamus

TINJAUAN PUSTAKA. Soil (tanah) bearasal dari bahasa italia yaitu solium yang menurut kamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Soil (tanah) bearasal dari bahasa italia yaitu solium yang menurut kamus webster berarti lapisan atas bumi yang mungkin digali atau dibajak, terutama bahan permukaan lepas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG TANAH (DDT) PADA SUB GRADE

ANALISIS DAYA DUKUNG TANAH (DDT) PADA SUB GRADE ANALISIS DAYA DUKUNG TANAH (DDT) PADA SUB GRADE/TANAH DASAR (Studi Kasus pada Sub Grade Lahan Parkir Kampus 3 Universitas Muhammadiyah Metro) Yusuf Amran Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Metro

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Sampel Tanah Asli Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : 1. Hasil Pengujian Kadar Air (ω) Kadar air didefinisikan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanah. 1. Pengertian Tanah. Menurut Craig (1991), tanah adalah akumulasi mineral yang tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanah. 1. Pengertian Tanah. Menurut Craig (1991), tanah adalah akumulasi mineral yang tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah 1. Pengertian Tanah Menurut Craig (1991), tanah adalah akumulasi mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (dikokohkan) yang tersusun dari partikel padat yang terpisah-pisah dengan

TINJAUAN PUSTAKA. (dikokohkan) yang tersusun dari partikel padat yang terpisah-pisah dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah 1. Pengertian Tanah Tanah didefinisikan sebagai suatu lapisan kerak bumi yang tidak padu dengan ketebalan beragam yang berbeda dengan bahan-bahan dibawahnya, juga tidak beku

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA (ABU AMPAS TEBU) UNTUK MEMPERBAIKI KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG SEBAGAI SUBGRADE JALAN (059G)

PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA (ABU AMPAS TEBU) UNTUK MEMPERBAIKI KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG SEBAGAI SUBGRADE JALAN (059G) PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA (ABU AMPAS TEBU) UNTUK MEMPERBAIKI KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG SEBAGAI SUBGRADE JALAN (059G) Agus Susanto 1, Dhamis Tri Ratna Puri 2 dan Jalu Choirudin 3 1,2,3 Program Studi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam Bab ini penulis akan membahas hasil pengujian yang telah dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Universitas Mercu Buana. Pengujian yang dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tanah Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dari bahan-bahan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU DAN SERBUK GYPSUM TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU DAN SERBUK GYPSUM TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU DAN SERBUK GYPSUM TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO Arie Wahyu Aprilian, Yulvi Zaika, Arief Rachmansyah Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan pengujian terhadap tanah yang diambil dari proyek jalan tambang Kota Berau Kalimantan Timur, maka pada bab ini akan diuraikan hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995). butiran-butiran hasil dari pelapukan massa batuan massive, dimana

TINJAUAN PUSTAKA. kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995). butiran-butiran hasil dari pelapukan massa batuan massive, dimana II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah 1. Definisi Tanah Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan penting dalam ilmu teknik sipil, karena tanah sebagai pendukung kekuatan konstruksi dasar bangunan. Berdasarkan letak geografis suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan organik yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. organik dan endapan endapan yang relatif lepas (loose) yang terletak di atas

II. TINJAUAN PUSTAKA. organik dan endapan endapan yang relatif lepas (loose) yang terletak di atas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah dalam pandangan teknik sipil adalah himpunan mineral, bahan organik dan endapan endapan yang relatif lepas (loose) yang terletak di atas batu dasar (bedrock) (Hardiyatmo,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Fisik Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan suatu konstruksi. Sampel tanah yang disiapkan adalah tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR ABSTRAKSI

TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR ABSTRAKSI TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR Heru Dwi Jatmoko Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAKSI Tanah merupakan material

Lebih terperinci

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan BAB HI LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Konstruksi perkerasan lentur terdiri dan lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kimiawi. Tanah pada kondisi alam, terdiri dari campuran butiran-butiran

TINJAUAN PUSTAKA. kimiawi. Tanah pada kondisi alam, terdiri dari campuran butiran-butiran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah merupakan material yang sangat penting dalam bidang Teknik Sipil. Semua sistem pembebanan produk Teknik Sipil berhubungan langsung dengan tanah serta sifat-sifatnya,

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Lis Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh Email: lisayuwidari@gmail.com Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. membedakan tanah atas (topsoil) yaitu bagian atas setebal 0,01-0,5 m dari

TINJAUAN PUSTAKA. membedakan tanah atas (topsoil) yaitu bagian atas setebal 0,01-0,5 m dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah 1. Pengertian Tanah Tanah dapat didefinisikan untuk maksud teknis sebagai bahan yang belum terkonsolidasi diatas batuan padat (solid). Didalamnya kita terutama dapat membedakan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S - 1 Teknik Sipil diajukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel

II. TINJAUAN PUSTAKA. sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah dapat didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. saringan nomor 200. Selanjutnya, tanah diklasifikan dalam sejumlah kelompok

BAB III LANDASAN TEORI. saringan nomor 200. Selanjutnya, tanah diklasifikan dalam sejumlah kelompok BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi Tanah Pada sistem klasifikasi Unified, tanah diklasifikasikan kedalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) jika kurang dari 50 % lolos saringan nomor 200, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Ekspansif Tanah lempung merupakan tanah yang berukuran mikroskopis sampai dengan sub mikroskopis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan.

Lebih terperinci

Pengaruh Kandungan Material Plastis Terhadap Nilai CBR Lapis Pondasi Agregat Kelas S

Pengaruh Kandungan Material Plastis Terhadap Nilai CBR Lapis Pondasi Agregat Kelas S Pengaruh Kandungan Material Plastis Terhadap Nilai CBR Lapis Pondasi Agregat Kelas S Indria Eklesia Pokaton Oscar Hans Kaseke, Lintong Elisabeth Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil

Lebih terperinci

PENGARUH CAMPURAN ABU SABUT KELAPA DENGAN TANAH LEMPUNG TERHADAP NILAI CBR TERENDAM (SOAKED) DAN CBR TIDAK TERENDAM (UNSOAKED)

PENGARUH CAMPURAN ABU SABUT KELAPA DENGAN TANAH LEMPUNG TERHADAP NILAI CBR TERENDAM (SOAKED) DAN CBR TIDAK TERENDAM (UNSOAKED) PENGARUH CAMPURAN ABU SABUT KELAPA DENGAN TANAH LEMPUNG TERHADAP NILAI CBR TERENDAM (SOAKED) DAN CBR TIDAK TERENDAM (UNSOAKED) Adzuha Desmi 1), Utari 2) Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh email:

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Tanah Lempung Tanah Lempung merupakan jenis tanah berbutir halus. Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub mikrokopis

Lebih terperinci

PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR. Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova

PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR. Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova Jurnal Rancang Sipil Volume 1 Nomor 1, Desember 2012 57 PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN CAMPURAN DENGAN KOMPOSISI 75% FLY ASH DAN 25% SLAG BAJA PADA TANAH LEMPUNG EKSPANSIF TERHADAP NILAI CBR DAN SWELLING

PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN CAMPURAN DENGAN KOMPOSISI 75% FLY ASH DAN 25% SLAG BAJA PADA TANAH LEMPUNG EKSPANSIF TERHADAP NILAI CBR DAN SWELLING PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN CAMPURAN DENGAN KOMPOSISI % FLY ASH DAN % SLAG BAJA PADA TANAH LEMPUNG EKSPANSIF TERHADAP NILAI CBR DAN SWELLING MAKALAH JURNAL Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

A.Gumay 1,a* Mustopa 2,b

A.Gumay 1,a* Mustopa 2,b ANALISA STABILITAS DAYA DUKUNG TANAH LEMPUNG LUNAK MENGGUNAKAN ABU LIMBAH AMPAS TEBU (studi Kasus Tanah Lempung Lunak dan Abu Ampas Tebu di Area Pabrik Gula Sugar Group Kabupaten Lampung tengah) A.Gumay

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Stabilisasi Menggunakan Abu Cangkang Sawit (ACS) di dalam tungku pembakaran (Boiler) pada suhu C.

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Stabilisasi Menggunakan Abu Cangkang Sawit (ACS) di dalam tungku pembakaran (Boiler) pada suhu C. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Stabilisasi Menggunakan Abu Cangkang Sawit (ACS) Abu sawit merupakan sisa dari hasil pembakaran cangkang dan serat sawit di dalam tungku pembakaran (Boiler) pada suhu 700-800

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanah. 1. Definisi Tanah. Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari material induk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanah. 1. Definisi Tanah. Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari material induk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah 1. Definisi Tanah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari material induk yang telah mengalami proses lanjut, karena perubahan alami dibawah pengaruh air, udara,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Batu Bata 1. Pengertian Batu Bata Batu Bata adalah bahan bangunan yang telah lama dikenal dan dipakai oleh masyarakat baik di pedesaan atau perkotaan yang berfungsi untuk bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah merupakan kumpulan-kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah merupakan kumpulan-kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah merupakan kumpulan-kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan tidak terikat antara satu dengan yang lain, diantaranya mungkin material organik rongga-rongga diantara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram alir penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Mulai Mengumpulkan literature dan refrensi tentang stabilisasi tanah Pengambilan contoh tanah : Tanah lempung dari ruas jalan Berau Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari bebatuan yang sudah mengalami pelapukan oleh gaya gaya alam.

BAB I PENDAHULUAN. dari bebatuan yang sudah mengalami pelapukan oleh gaya gaya alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu tahapan paling awal dalam perencanaan pondasi pada bangunan adalah penyelidikan tanah. Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Tanah merupakan pijakan terakhir untuk menerima pembebanan yang berkaitan dengan pembangunan jalan, jembatan, landasan, gedung, dan lain-lain. Tanah yang akan dijadikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa tanah

III. METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa tanah III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sampel tanah yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa tanah lempung lunak

Lebih terperinci

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN)

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN) TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN) Qunik Wiqoyah 1, Anto Budi L, Lintang Bayu P 3 1,,3 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK GYPSUM DENGAN LAMANYA WAKTU PENGERAMAN (CURING) TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK GYPSUM DENGAN LAMANYA WAKTU PENGERAMAN (CURING) TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK GYPSUM DENGAN LAMANYA WAKTU PENGERAMAN (CURING) TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO Vemmy Kurniawan, Yulvi Zaika, Harimurti Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pegujian yang telah dilakukan terhadap tanah yang berasal dari proyek jalan tambang di Berau Kalimantan Timur,maka pada kesempatan ini penulis akan memaparkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah 1. Definisi Tanah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari material induk yang telah mengalami proses lanjut, karena perubahan alami dibawah pengaruh air, udara,

Lebih terperinci

kelompok dan sub kelompok dari tanah yang bersangkutan. Group Index ini dapat

kelompok dan sub kelompok dari tanah yang bersangkutan. Group Index ini dapat BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Tanah Dasar Tanah dasar atau suhgrade adalah permukaan tanah semula, tanah galian atau tanah timbiman yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pembangunan jalan dimana tanah dasar merupakan tanah ekspansif yang terdiri dari tanah kelempungan dengan mempunyai kembang susut yang sangat besar, maka ilmu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. dilakukan di laboratorium akan dibahas pada bab ini. Pengujian yang dilakukan di

BAB IV HASIL PENELITIAN. dilakukan di laboratorium akan dibahas pada bab ini. Pengujian yang dilakukan di BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian tanah asli dan tanah campuran dengan semen yang dilakukan di laboratorium akan dibahas pada bab ini. Pengujian yang dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Dasar (subgrade) Tanah dasar merupakan pondasi bagi perkerasan, baik perkerasan yang terdapat pada alur lalu lintas maupun bahu. Dengan demikian tanah dasar merupakan

Lebih terperinci

air tanah (drainase tanah), mengganti tanah yang buruk.

air tanah (drainase tanah), mengganti tanah yang buruk. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stabilisasi tanah secara umum merupakan suatu proses untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dengan menambahkan sesuatu pada tanah tersebut, agar dapat menaikkan kekuatan tanah

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Abu Ampas Tebu dan Semen Terhadap Karakteristik Tanah Lempung Ekspansif Di Bojonegoro

Pengaruh Penambahan Abu Ampas Tebu dan Semen Terhadap Karakteristik Tanah Lempung Ekspansif Di Bojonegoro Pengaruh Penambahan Abu Ampas Tebu dan Semen Terhadap Karakteristik Lempung Ekspansif Di Bojonegoro Prakosa Adi Nugraha, Yulvi Zaika, Eko Andi Suryo Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

PENGGUNAAN LIMBAH BATU BATA SEBAGAI BAHAN STABILISASI TANAH LEMPUNG DITINJAU DARI NILAI CBR. Hairulla

PENGGUNAAN LIMBAH BATU BATA SEBAGAI BAHAN STABILISASI TANAH LEMPUNG DITINJAU DARI NILAI CBR. Hairulla PENGGUNAAN LIMBAH BATU BATA SEBAGAI BAHAN STABILISASI TANAH LEMPUNG DITINJAU DARI NILAI CBR Hairulla e-mail: hasanhairulla84@gmail.com Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Musamus Merauke

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir.

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir. III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel 1. Tanah Lempung Anorganik Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tanah Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dari bahan-bahan organik

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Abdul Jalil 1), Khairul Adi 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH GEDE BAGE BANDUNG DENGAN ENZIM DARI MOLASE TERFERMENTASI

PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH GEDE BAGE BANDUNG DENGAN ENZIM DARI MOLASE TERFERMENTASI PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH GEDE BAGE BANDUNG DENGAN ENZIM DARI MOLASE TERFERMENTASI Oleh : Mulyadi Yuswandono *) Yusmiati Kusuma *) ABSTRAK Daya dukung tanah dalam suatu konstruksi jalan merupakan salah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan data.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Dalam dunia geoteknik tanah merupakansalah satu unsur penting yang yang pastinya akan selalu berhubungan dengan pekerjaan struktural dalam bidang teknik sipil baik sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada Bab ini akan di bahas hasil pengujian yang telah dilakukan di laboratorium. Secara garis besarnya, pengujian laboratorium yang dilakukan yaitu untuk mengetahui

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT TEKAN BEBAS DAN PERMEABILITAS TANAH LEMPUNG TANON YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR DAN FLY ASH. Tugas Akhir

TINJAUAN KUAT TEKAN BEBAS DAN PERMEABILITAS TANAH LEMPUNG TANON YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR DAN FLY ASH. Tugas Akhir TINJAUAN KUAT TEKAN BEBAS DAN PERMEABILITAS TANAH LEMPUNG TANON YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR DAN FLY ASH Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil disusun

Lebih terperinci

STABILISASI TANAH LEMPUNG DENGAN CAMPURAN PASIR DAN SEMEN UNTUK LAPIS PONDASI JALAN RAYA. Anwar Muda

STABILISASI TANAH LEMPUNG DENGAN CAMPURAN PASIR DAN SEMEN UNTUK LAPIS PONDASI JALAN RAYA. Anwar Muda STABILISASI TANAH LEMPUNG DENGAN CAMPURAN PASIR DAN SEMEN UNTUK LAPIS PONDASI JALAN RAYA Anwar Muda Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VII Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ABSTRAK Stabilisasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Tanah gambut merupakan tanah yang sangat banyak tersebar di Indonesia namun manfaat tanah ini belum bisa dikembangkan sebab tanah gambut termasuk tanah kurang

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TANAH GADONG PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG TANON DENGAN SEMEN (Studi Kasus Kerusakan Jalan Desa Jono, Tanon, Sragen)

PENGARUH PENAMBAHAN TANAH GADONG PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG TANON DENGAN SEMEN (Studi Kasus Kerusakan Jalan Desa Jono, Tanon, Sragen) PENGARUH PENAMBAHAN TANAH GADONG PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG TANON DENGAN SEMEN (Studi Kasus Kerusakan Jalan Desa Jono, Tanon, Sragen) Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA PEMANFAATAN KLELET ( LIMBAH PADAT INDUSTRI COR LOGAM ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT PADA BETON KEDAP AIR

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA PEMANFAATAN KLELET ( LIMBAH PADAT INDUSTRI COR LOGAM ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT PADA BETON KEDAP AIR LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA PEMANFAATAN KLELET ( LIMBAH PADAT INDUSTRI COR LOGAM ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT PADA BETON KEDAP AIR oleh : Yenny Nurcahasanah, ST., MT. Agus Susanto, ST., MT. Dibiayai Oleh

Lebih terperinci

STUDI SIFAT FISIK TANAH ORGANIK YANG DISTABILISASI MENGGUNAKAN CORNICE ADHESIVE. Iswan 1) Muhammad Jafri 1) Adi Lesmana Putra 2)

STUDI SIFAT FISIK TANAH ORGANIK YANG DISTABILISASI MENGGUNAKAN CORNICE ADHESIVE. Iswan 1) Muhammad Jafri 1) Adi Lesmana Putra 2) STUDI SIFAT FISIK TANAH ORGANIK YANG DISTABILISASI MENGGUNAKAN CORNICE ADHESIVE Iswan 1) Muhammad Jafri 1) Adi Lesmana Putra 2) Abstract The tested soil sample in this research is organic soil that derived

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK GYPSUM

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK GYPSUM PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK GYPSUM DAN ABU SEKAM PADI DENGAN LAMANYA WAKTU PENGERAMAN (CURING) TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO Febra Ndaru Wardhana, Yulvi Zaika, Arief Rachmansyah

Lebih terperinci

PENENTUAN NILAI CBR DAN NILAI PENYUSUTAN TANAH TIMBUNAN (SHRINKAGE LIMIT) DAERAH BARITO KUALA

PENENTUAN NILAI CBR DAN NILAI PENYUSUTAN TANAH TIMBUNAN (SHRINKAGE LIMIT) DAERAH BARITO KUALA Jurnal POROS TEKNIK Volume 9, No. 1, Juni 2017 :1-41 ISSN 2085-5761 (Print) PENENTUAN NILAI CBR DAN NILAI PENYUSUTAN TANAH TIMBUNAN (SHRINKAGE LIMIT) DAERAH BARITO KUALA Ahmad Norhadi (1), Muhammad Fauzi

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR LEMPUNG DAN KADAR AIR PADA SISI BASAH TERHADAP NILAI CBR PADA TANAH LEMPUNG KEPASIRAN (SANDY CLAY)

PENGARUH KADAR LEMPUNG DAN KADAR AIR PADA SISI BASAH TERHADAP NILAI CBR PADA TANAH LEMPUNG KEPASIRAN (SANDY CLAY) PENGARUH KADAR LEMPUNG DAN KADAR AIR PADA SISI BASAH TERHADAP NILAI CBR PADA TANAH LEMPUNG KEPASIRAN (SANDY CLAY) Muhammad Iqbal, S.A. Nugroho, Ferry Fatnanta Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

PENGUJIAN MATERIAL TANAH GUNUNG DESA LASOSO SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN TIMBUNAN PILIHAN PADA PERKERASAN JALAN

PENGUJIAN MATERIAL TANAH GUNUNG DESA LASOSO SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN TIMBUNAN PILIHAN PADA PERKERASAN JALAN PENGUJIAN MATERIAL TANAH GUNUNG DESA LASOSO SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN TIMBUNAN PILIHAN PADA PERKERASAN JALAN Afiryandi M. Alwi 1, Nasrul 2, LD.M.Nurrakhmad A 3 Program Studi D3 Teknik Sipil, Program Pendidikan

Lebih terperinci

V. CALIFORNIA BEARING RATIO

V. CALIFORNIA BEARING RATIO V. CALIFORNIA BEARING RATIO O.J. PORTER CALIFORNIA STATE HIGHWAY DEPARTMENT. METODA PENETRASI US ARMY CORPS OF ENGINEERS Untuk : tebal lapisan perkerasan lapisan lentur jalan raya & lapangan terbang CBR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung Rawa Sragi,

III. METODE PENELITIAN. Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung Rawa Sragi, 30 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung Rawa Sragi, Lampung Timur 2. Air yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum Dalam pengertian teknik secara umum, Tanah merupakan material yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum Dalam pengertian teknik secara umum, Tanah merupakan material yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Dalam pengertian teknik secara umum, Tanah merupakan material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung/tanah liat dari YosoMulyo,

III. METODE PENELITIAN. Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung/tanah liat dari YosoMulyo, III. METODE PENELITIAN A. Sampel Tanah Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung/tanah liat dari YosoMulyo, Kecamatan Metro Timur, Metro. Pengambilan sampel dilakukan pada awal musim penghujan namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membangun suatu jalan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membangun suatu jalan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Dalam membangun suatu jalan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat penting, karena tanah dasar akan mendukung seluruh beban lalulintas atau beban konstruksi diatasnya. Jika

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, pertama melakukan pengambilan sampel tanah di

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, pertama melakukan pengambilan sampel tanah di III. METODE PENELITIAN Pekerjaan Lapangan Dalam penelitian ini, pertama melakukan pengambilan sampel tanah di lapangan. Sampel tanah diambil pada beberapa titik di lokasi pengambilan sampel, hal ini dilakukan

Lebih terperinci

Yusuf Amran. Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Metro Jl. Ki Hajar Dewantara 15 A Metro, Lampung.

Yusuf Amran. Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Metro Jl. Ki Hajar Dewantara 15 A Metro, Lampung. ANALISA PERMEABILITASTANAH LEMPUNG MENGGUNAKAN BAHAN CAMPURAN ABU SEKAM PADI (Studi Kasus Tanah Lempung Desa Rejomulyo Kecamatan Metro Selatan Kota Metro) Yusuf Amran Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TANAH PUTIH TONGGO (FLORES) DENGAN ABU SEKAM PADI UNTUK STABILISASI TANAH DASAR BERLEMPUNG PADA RUAS JALAN NANGARORO AEGELA

PENGGUNAAN TANAH PUTIH TONGGO (FLORES) DENGAN ABU SEKAM PADI UNTUK STABILISASI TANAH DASAR BERLEMPUNG PADA RUAS JALAN NANGARORO AEGELA PENGGUNAAN TANAH PUTIH TONGGO (FLORES) DENGAN ABU SEKAM PADI UNTUK STABILISASI TANAH DASAR BERLEMPUNG PADA RUAS JALAN NANGARORO AEGELA Veronika Miana Radja 1 1 Program Studi Teknik Sipil Universitas Flores

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Mengumpulkan literatur dan refrensi tentang stabilisasi tanah Pengambilan sample tanah : Tanah dari Kecamatan Pamotan Jawa Tengah Kapur,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Upaya stabilisasi yang dapat diambil salah satunya adalah dengan menstabilisasi tanah lempung dengan cara kimia sehingga kekuatan dan daya dukung tanah dapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah 1. Kadar Air Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan sebanyak dua puluh sampel dengan jenis tanah yang sama

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR DAN SEMEN PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG BUKIT RAWI. Anwar Muda

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR DAN SEMEN PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG BUKIT RAWI. Anwar Muda PENGARUH PENAMBAHAN PASIR DAN SEMEN PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG BUKIT RAWI Anwar Muda Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VII Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ABSTRAK Sifat-sifat teknis

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PUPUK KIMIA SEBAGAI BAHAN STABILISASI TANAH (Studi Kasus Tanah Lempung Tanon, Sragen)

PEMANFAATAN LIMBAH PUPUK KIMIA SEBAGAI BAHAN STABILISASI TANAH (Studi Kasus Tanah Lempung Tanon, Sragen) PEMANFAATAN LIMBAH PUPUK KIMIA SEBAGAI BAHAN STABILISASI TANAH (Studi Kasus Tanah Lempung Tanon, Sragen) Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil disusun

Lebih terperinci

PERBAIKAN SUBGRADE DENGAN SERBUK BATA MERAH DAN KAPUR (STUDI KASUS TANAH LEMPUNG TANON SRAGEN )

PERBAIKAN SUBGRADE DENGAN SERBUK BATA MERAH DAN KAPUR (STUDI KASUS TANAH LEMPUNG TANON SRAGEN ) PERBAIKAN SUBGRADE DENGAN SERBUK BATA MERAH DAN KAPUR (STUDI KASUS TANAH LEMPUNG TANON SRAGEN ) Qunik Wiqoyah 1, Purnomosidi 2 1 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. TUGAS AKHIR... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii. PERNYATAAN... iv. PERSEMBAHAN... v. MOTTO...

DAFTAR ISI. TUGAS AKHIR... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii. PERNYATAAN... iv. PERSEMBAHAN... v. MOTTO... DAFTAR ISI TUGAS AKHIR... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii PERNYATAAN... iv PERSEMBAHAN... v MOTTO... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR

Lebih terperinci

ANALISIS PENINGKATAN NILAI CBR PADA CAMPURAN TANAH LEMPUNG DENGAN BATU PECAH

ANALISIS PENINGKATAN NILAI CBR PADA CAMPURAN TANAH LEMPUNG DENGAN BATU PECAH ANALISIS PENINGKATAN NILAI CBR PADA CAMPURAN TANAH LEMPUNG DENGAN BATU PECAH Ria Oktary Email : riaoktary@yahoo.co.id Yayuk Apriyanti Email : yayukapriyanti@ymail.com Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. paralon sebanyak tiga buah untuk mendapatkan data-data primer. Pipa

III. METODE PENELITIAN. paralon sebanyak tiga buah untuk mendapatkan data-data primer. Pipa III. METODE PENELITIAN A. Pekerjaan Lapangan Lokasi pengambilan sampel tanah organik ini berada di Rawa Seragi, Lampung Timur. Pengambilan sampel tanah menggunakan tabung pipa paralon sebanyak tiga buah

Lebih terperinci

PENGARUH SIKLUS BASAH KERING PADA SAMPEL TANAH TERHADAP NILAI ATTERBERG LIMIT

PENGARUH SIKLUS BASAH KERING PADA SAMPEL TANAH TERHADAP NILAI ATTERBERG LIMIT PENGARUH SIKLUS BASAH KERING PADA SAMPEL TANAH TERHADAP NILAI ATTERBERG LIMIT Shinta Pramudya Wardani 1), R. M. Rustamaji 2), Aprianto 2) Abstrak Perubahan cuaca mengakibatkan terjadinya siklus pembasahan

Lebih terperinci

STUDI POTENSI TANAH TIMBUNAN SEBAGAI MATERIAL KONSTRUKSI TANGGUL PADA RUAS JALAN NEGARA LIWA - RANAU DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT. G.

STUDI POTENSI TANAH TIMBUNAN SEBAGAI MATERIAL KONSTRUKSI TANGGUL PADA RUAS JALAN NEGARA LIWA - RANAU DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT. G. STUDI POTENSI TANAH TIMBUNAN SEBAGAI MATERIAL KONSTRUKSI TANGGUL PADA RUAS JALAN NEGARA LIWA - RANAU DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT G. Perangin-angin 1 Abstrak Tanah merupakan salah satu material penting sebagai

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SIRTU MALANGO SEBAGAI BAHAN LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM 2007 DAN 2010

PENGGUNAAN SIRTU MALANGO SEBAGAI BAHAN LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM 2007 DAN 2010 Surabaya, 18 Juni 2014, ISSN 23016752 PENGGUNAAN SIRTU MALANGO SEBAGAI BAHAN LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM DAN Fadly Achmad dan Nospiati Sunardi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAGIAN 3-2 KLASIFIKASI TANAH

BAGIAN 3-2 KLASIFIKASI TANAH BAGIAN 3-2 KLASIFIKASI TANAH KLASIFIKASI UMUM TANAH BERDASARKAN UKURAN BUTIR Secara Umum Tanah Dibagi Menjadi 4 : Gravel (Kerikil) Sand (Pasir) Silt (Lanau) Clay (Lempung) Tanah Sulit : Peats (Gambut)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah berbutir halus yang. diambil dari Desa Yoso Mulyo, Kecamatan Metro Timur, Metro.

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah berbutir halus yang. diambil dari Desa Yoso Mulyo, Kecamatan Metro Timur, Metro. 24 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah berbutir halus yang diambil dari Desa Yoso Mulyo, Kecamatan Metro Timur, Metro. 2. Abu ampas tebu (baggase ash)

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR DAN SEMEN PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG BUKIT RAWI. Anwar Muda

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR DAN SEMEN PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG BUKIT RAWI. Anwar Muda PENGARUH PENAMBAHAN PASIR DAN SEMEN PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG BUKIT RAWI Anwar Muda Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VII Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ABSTRAK Tanah lempung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. satunya pada konstruksi jalan raya. Stabilitas konstruksi perkerasan secara. baik yang mampu berfungsi sebagai daya dukung.

I. PENDAHULUAN. satunya pada konstruksi jalan raya. Stabilitas konstruksi perkerasan secara. baik yang mampu berfungsi sebagai daya dukung. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah berguna sebagai bahan bangunan dalam pekerjaan teknik sipil, salah satunya pada konstruksi jalan raya. Stabilitas konstruksi perkerasan secara langsung akan dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN ANALISIS 4.1 Hasil Penelitian Tanah Asli Berdasarkan pengujian terhadap tanah yang diambil dari proyek Perumahan Elysium, maka pada bab ini akan diuraikan hasil penelitiannya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapis tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Apapun jenis perkerasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah terbentuk dari terjadinya pelapukan batuan menjadi partikel-partikel yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah terbentuk dari terjadinya pelapukan batuan menjadi partikel-partikel yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah terbentuk dari terjadinya pelapukan batuan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil akibat proses mekanis dan kimia. Pelapukan mekanis disebabkan oleh memuai dan menyusutnya

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Peran Teknologi di Era Globalisasi ISBN No. :

Seminar Nasional : Peran Teknologi di Era Globalisasi ISBN No. : Institut Teknologi Medan (ITM) 278 Institut Teknologi Medan (ITM) 279 PENGARUH PEMERAMAN TERHADAP NILAI CBR TANAH MENGEMBANG YANG DISTABILISASI DENGAN FLY ASH Surta Ria N. Panjaitan Teknik Sipil - Institut

Lebih terperinci