KESIMPULAN DAN SARAN. Di antara kemajemukan ekonomi serta suku (yang dimunculkan dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KESIMPULAN DAN SARAN. Di antara kemajemukan ekonomi serta suku (yang dimunculkan dalam"

Transkripsi

1 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Di antara kemajemukan ekonomi serta suku (yang dimunculkan dalam adat istiadat pergaulan dan pola pemukiman berkelompok), ternyata didapati adanya solidaritas yang muncul ketika seseorang mendapat bencana di dalam desa itu sendiri. Solidaritas ini muncul dalam suatu bentuk hubungan-hubungan pertukaran (resiprositas). Resiprositas tersebut berfungsi efektif untuk mengintensifkan hubungan sosial yang diwujudkan dengan adanya jaringan sosial bersifat luas dan tidak terbatas dalam desa tersebut. Sedangkan hubungan sosial menjadi landasan penting bagi kelangsungan pertukaran sumber daya. Namun demikian, pertukaran yang dapat menjadi faktor integrasi tersebut, tidak terlalu tampak dalam ha1 pengaturan bersama terhadap pemanfaatan sumber agraria (lahan pertanian). Pengaturan yang ada tampak dalam kegiatan penguasaan dan pengusahaan lahan pertanian serta aturan hubungan kerja pertanian. Aturan penguasaan seperti kepemilikan (pemilikan tertinggi dipegang suku Bugis di kedua lokasi penelitian) dan cara memperoleh (terbanyak dengan cara membuka lahan sendiri pada suku Kaili Taa dan Kulawi dan membeli dari suku Bugis), sewa menyewa yang dikenal dengan istilah bapajak (banyak dilakukan suku Bugis di kedua lokasi penelitian), sakap menyakap (dilakukan oleh semua suku dengan menggarap lahan milik kerabat dekat), hak pakai (di Sintuwu dilakukan oleh suku Kulawi dan Kaili Taa pada TNLL dan beberapa tanah guntai; di Berdikari oleh suku Kulawi (di areal HPT) dan Bugis (tanah guntai), serta berbagai pengaturan terhadap Taman Nasional Lore Lindu serta Hutan Produksi Terbatas yang peluang pemanfaatannya banyak diberikan kepada semua suku di Sintuwu dan suku tertentu di Berdikari.

2 Sedangkan aturan pengusahaan menyangkut peruntukkan tanah (untuk pekarangan, kebun dan sawah), pergiliran tanaman, serta penggunaan teknologi. Sementara aturan hubungan kerja pertanian menyangkut hubungan kerja dalam kegiatan bapetak (secara ekslusif dilakukan suku Kaili Taa dan Kulawi di Sintuwu, dan terbanyak suku Kulawi disamping sedikit dari suku Bugis di Berdikari), bapalus (hanya dilakukan oleh suku Kaili Taa dan Kulawi baik di Sintuwu dan Berdikari), pembagian kerja (tidak mengenal pembagian umur dan jenis kelamin) serta hubungan dengan pedagang dan pelepas uang (dikedua lokasi penelitian didominasi oleh suku Cina dan Bugis). Sejauhmana pengaturan pemanfaatan sumber-sumber agraria ini bekerja di tengah warga yang memiliki kemajemukan suku? Dari berbagai pengaturan pemanfaatan terhadap sumber-sumber agraria tersebut dapat dilihat bahwa pola pengaturan pemanfaatan sumber-sumber agraria yang dijalankan menunjukkan adanya ketidak teraturan. Hal ini ditunjukkan oleh berbagai ketentuan yang berbeda dalam suatu aktifitas kelembagaan agraria yang dijalankan. Pengaturan tersebut hanya melibatkan kelompok sosial tertentu yang ingin melibatkan diri, karena bagi mereka harapan kelangsungan hidup (survive) bergantung di dalamnya. Perbedaan status ekonomi telah menjadi jurang pemisah. Jaringan sosial yang terdiri dari jaringan kerabat dan jaringan campuran, kerabat dan tetangga, menjadi landasan kuat terjalinnya hubungan sosial lewat mekanisme penyelenggaraan kelembagaan agraria yang ada tersebut. Hal ini tampak dalam pemilihan tenaga kerja, lokasi usaha pertanian serta pemberian izin menggarap dan mengolah lahan pertanian. Namun jaringan kekerabatan yang telah menjangkau luar desa, akhirnya mengaburkan batas-batas teritorial dan sebaliknya memperkuat masyarakat dari segi geneologis.

3 Sejauh ini perangkat aturan pemanfataan sumber-sumber agraria tersebut cukup mengikat dan dipatuhi masyarakat. Begitu efektifnya aturan tersebut bekerja sehingga pengaturan tersebut telah melembaga didalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Ketegangan sosial sedang dialami masyarakat akibat ketimpangan dalarn struktur kepemilikan tanah. Tanah-tanah guntai milik pegawai pemerintah telah rnenjadi sumber ketegangan tersebut, sehingga tindakan penyerobotan pernah terjadi. Mengingat tanah guntai mengambil persentase cukup besar dari keseluruhan kepemilikan tanah di kedua desa penelitian, maka yang tejadi hanyalah peluang melakukan usaha tani tanpa disertai hak kepemilikan. Ketegangan sosial secara vertikal juga sedang terjadi antara pemerintah dan masyarakat terhadap status hutan. Hal ini diakibatkan adanya perbedaan persepsi tentang hak menguasai hutan TNLL. Bagi masyarakat lokal, hutan yang ada dalam kekuasaan mereka dilandasi ketentuan dari sejarah penetapan tahun Namun bagi pemerintah hutan dikuasai negara berpatokan pada UUD 1945 Pasal33:3, Pasal2 No. 5 Tahun 1960 UUPA, serta Pasal5 UU No. 5 tahun 1967 UUPK. Pola pengaturan pemanfaatan sumber-sumber agraria memiliki beberapa implikasi antara lain; (1) Akses masyarakat terhadap hutan TNLL dan HPT, (2) lkatan terhadap tanah, (3) Diversifikasi tanaman, (4) Diversifikasi pekerjaan, dan (5) Teknologi lokal. Faktor-faktor penyebab implikasi tersebut adalah sebagai akibat dari kegiatan akumulasi tanah untuk warisan dan tanah guntai, kebutuhan subsistensi dan komersialisasi tanaman, persepsi yang salah terhadap status hutan, peluang pemanfaatan hutan secara resmi oleh pemerintahan desa dengan hak pakai, tekanan penduduk terhadap tanah, keterdesakan ekonomi, serta latar belakang struktural masyarakat.

4 Dari keseluruhan implikasi tersebut terhadap keberlanjutan kehidupan masyarakat dan alam, yaitu : 1) Aspek ekonomi, berarti menjamin kelangsungan pangan dan surplus masyarakat saat itu. 2) Aspek sosial, lahan dan hasilnya dapat dipergunakan untuk investasi inmaterial. 3) Aspek lingkungan, untuk jangka panjang lebih kepada terjadinya kerusakan lingkungan dan mengancam keberlangsungan alam itu sendiri serta masyarakat yang berada di sekitamya. Saran 1) Pihak pemerintah khususnya yang berada pada jajaran Tingkat I Provinsi Sulawesi Tengah sebagai pengambil kebijakan, hendaknya membatasi diri dalam mengakumulasi tanah. Memang pada saat pengambilan tanah, lokasi tersebut belum terisi atau dipadati penduduk. Prediksi ke depan terhadap akibat pertambahan penduduk hams dilakukan sebelum mengambil tiindakan tersebut. 2) Tanah-tanah guntai baik yang dikuasai pemerintah maupun perorangan yang pada kenyataannya hanya ditelantarkan, sebaiknya didata dengan seksama dan diredistribusi kepada para masyarakat yang tidak memiliki ataupun memiliki tanah namun dalam luasan yang kecil. Hal ini dilakukan selain mengurangi ketimpangan dalam struktur kepemlikan tanah juga guna mengurangi akses masyarakat terhadap TNLL dan HPT yang mulai mengalami kerusakan. 3) Berkaitan dengan point 2, hendaknya sebelum kegiatan pembaharuan agraria tersebut (redistribusi) dilaksanakan lakukanlah penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya arti tanah terutama sebagai faktor

5 produksi. Kegiatan ini dilakukan untuk mengantisipasi penjualan tanah hasil redistribusi tersebut, karena pada dasarnya menjual tanah telah menjadi karakter yang sulit hilang pada kelompok sosial tertentu terutama dari suku Kaili umumnya. Selain itu dalam kegiatan tersebut lakukan penyadaran akan arti pentingnya menabung sebagai suatu cara untuk mengantisipasi biaya pesta (ceremonial fund) dikemudian hari. 4. Khususnya kepada pihak Dinas Kehutanan dan Perkebunan baik dijajaran Tiingkat I dan II, serta pemerintahan terkait lainnya untuk segera mengambil tindakan penetapan zonasi terhadap TNLL. Hal ini terutama terhadap daerah penyangga (buffer zone) sebagai daerah dimana fauna, flora, dan manusia hidup bersama dalam keselarasan. Sebelumnya masyarakat haws disadarkan akan perannya sebagai pelindung sumbersumber agraria yang ada. 5. Lakukan sosialisasi perundang-undangan tentang hak menguasai negara terhadap hutan (UUD 1945 Pasal33:3, Pasal2 No. 5 Tahun 1960 UUPA, serta Pasal 5 UU No. 5 tahun 1967 UUPK) kepada masyarakat sekitar hutan oleh instansi pemerintah terkait.

POLA PENGATURAN PEMANFAATAN SUMBER-SUMBER AGRARIA SERTA IMPLIKASINYA PADA KEBERLANJUTAN KELOMPOK SOSIAL DAN KELESTARIAN ALAM

POLA PENGATURAN PEMANFAATAN SUMBER-SUMBER AGRARIA SERTA IMPLIKASINYA PADA KEBERLANJUTAN KELOMPOK SOSIAL DAN KELESTARIAN ALAM POLA PENGATURAN PEMANFAATAN SUMBER-SUMBER AGRARIA SERTA IMPLIKASINYA PADA KEBERLANJUTAN KELOMPOK SOSIAL DAN KELESTARIAN ALAM (Studi kasus pada masyarakat di dua desa di sekitar kawasan TNLL Kabupaten Donggala

Lebih terperinci

Kedua desa penelitian rnemiliki banyak kesamaan sosial ekonomi. disebabkan oleh kesarnaan geografi dan proses pembentukan desa rnelalui

Kedua desa penelitian rnemiliki banyak kesamaan sosial ekonomi. disebabkan oleh kesarnaan geografi dan proses pembentukan desa rnelalui Kedua desa penelitian rnemiliki banyak kesamaan sosial ekonomi. disebabkan oleh kesarnaan geografi dan proses pembentukan desa rnelalui rnigrasi swakarsa, dimana struktur agraria terbentuk bersamaan dengan

Lebih terperinci

Kondisi Geografis dan Karakteristik Sumber-Sumber Agraria. Desa-desa yang ada dalarn wilayah ini berudara sejuk serta memiliki tanah

Kondisi Geografis dan Karakteristik Sumber-Sumber Agraria. Desa-desa yang ada dalarn wilayah ini berudara sejuk serta memiliki tanah GAMBARAN UMUM WILAYAH Kondisi Geografis dan Karakteristik Sumber-Sumber Agraria Kecamatan Palolo merupakan salah satu dari 18 kecamatan di wilayah Kabupaten Donggala yang berada pada dataran tinggi sekitar

Lebih terperinci

IKATAN GENEALOGIS DAN PEMBENTUKAN STRUKTUR AGRARIA: Kasus pada Masyarakat Pinggiran Hutan di Kecamatan Palolo, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah

IKATAN GENEALOGIS DAN PEMBENTUKAN STRUKTUR AGRARIA: Kasus pada Masyarakat Pinggiran Hutan di Kecamatan Palolo, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah IKATAN GENEALOGIS DAN PEMBENTUKAN STRUKTUR AGRARIA: Kasus pada Masyarakat Pinggiran Hutan di Kecamatan Palolo, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah Syahyut/ ABSTRACT Indonesia government facing the forest

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang adalah pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Pertumbuhan penduduk mengakibatkan terjadinya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Tanah dapat digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk sandang, pangan dan

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.

Lebih terperinci

POLA PENGATURAN PEMANFAATAN SUMBER-SUMBER AGRARIA

POLA PENGATURAN PEMANFAATAN SUMBER-SUMBER AGRARIA POLA PENGATURAN PEMANFAATAN SUMBERSUMBER AGRARIA Latar Belakang Ekologi Budaya Tiap Kelompok Sosial Tiap kelompok sosial dikedua lokasi penelitian memiliki karakter yang berbeda terhadap pengaturan pemanfaatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara megabiodiversity jenis hayati dan mega center keanekaragaman hayati. Keanekaragaman ekosistem di Indonesia juga sangat mengagumkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN LANDREFORM Perkataan Landreform berasal dari kata: land yang artinya tanah, dan reform yang artinya

Lebih terperinci

21 Januari 2017 PENYEDIAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN

21 Januari 2017 PENYEDIAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL Pontianak, 21 Januari 2017 SEMINAR NASIONAL DALAM RANGKA RAPAT KERJA NASIONAL TAHUNAN PERHIMPUNAN EKONOMI PERTANIAN INDONESIA (PERHEPI) TAHUN

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN 2015-2019 DEPUTI MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH Jakarta, 21 November 2013 Kerangka Paparan 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial. 18 BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG A. Keadaan Geografis 1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Letak geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi Daerah bermula dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BAB X KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

BAB X KESIMPULAN DAN IMPLIKASI BAB X KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 10.1. Kesimpulan Dalam cakupan masa kontemporer, menguatnya pengaruh kapitalisme terhadap komunitas petani di empat lokasi penelitian dimulai sejak terjadinya perubahan praktek

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN TANAH DI SUMATERA BARAT *

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN TANAH DI SUMATERA BARAT * DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN TANAH DI SUMATERA BARAT * Oleh : Aladin Nasution DISTRIBUSI PEMILIKAN TANAH PERTANIAN Pemilikan tanah mempunyai arti penting bagi masyarakat pedesaan karena merupakan

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK

BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK 4.1 Lama Tinggal Pada umumnya, penduduk bertempat tinggal di suatu daerah mulai dari lahir sampai dewasa. Akan tetapi ada juga penduduk yang tinggal dari lahir sampai setelah

Lebih terperinci

Masalah pertanahan mendapat perhatian yang serius dari para pendiri negara. Perhatian

Masalah pertanahan mendapat perhatian yang serius dari para pendiri negara. Perhatian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Tanah diciptakan oleh Tuhan sebagai tempat makhluk-makhluk yang diciptakannya beraktifitas, termasuk manusia.

Lebih terperinci

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun, LAMPIRAN: 1 Persandingan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Menurut Undang-Undang Pertanahan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan BAB V KESIMPULAN Matrilineal seperti yang telah banyak kita fahami, membawa kepada pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan memiliki posisi tawar yang baik dalam pengambilan keputusan,

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Agraria Pengertian agraria menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 (UU No.5 Tahun 1960) adalah seluruh bumi, air dan ruang angkasa,

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 42 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Gambaran Umum Desa Pangradin Desa Pangradin adalah salah satu dari sepuluh desa yang mendapatkan PPAN dari pemerintah pusat. Desa Pangradin memiliki luas 1.175 hektar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 232 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Setelah data dan hasil analisis penelitian diperoleh kemudian di dukung oleh litelature penelitian yang relevan, maka tiba saatnya menberikan penafsiran dan pemaknaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Solidaritas sosial menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan sekaligus merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan sekaligus merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan sekaligus merupakan kekayaan Nasional yang tercermin dari hubungan antara Bangsa Indonesia dengan tanah yaitu hubungan

Lebih terperinci

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Agraria di Indonesia merupakan persoalan yang cukup pelik. Penyebabnya adalah karena pembaruan agraria lebih merupakan kesepakatan politik daripada kebenaran ilmiah,

Lebih terperinci

KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) alam memiliki nilai sosial

KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) alam memiliki nilai sosial KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) 1. Tanah sebagai salah satu sumberdaya alam memiliki nilai ekonomis serta memiliki nilai sosial politik dan pertahanan keamanan yang tinggi. 2. Kebijakan pembangunan pertanahan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah sebagai permukaan bumi merupakan faktor yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah sebagai permukaan bumi merupakan faktor yang sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah sebagai permukaan bumi merupakan faktor yang sangat penting untuk menunjang kesejahteraan rakyat dan sumber utama bagi kelangsungan hidup dalam mencapai

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN Oleh : Ir. Iwan Isa, M.Sc Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional PENGANTAR Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN BULAN BHAKTI GOTONG ROYONG MASYARAKAT DESA CLAPAR KECAMATAN MADUKARA KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN BULAN BHAKTI GOTONG ROYONG MASYARAKAT DESA CLAPAR KECAMATAN MADUKARA KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN BULAN BHAKTI GOTONG ROYONG MASYARAKAT DESA CLAPAR KECAMATAN MADUKARA KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Dalam rangka Penanaman nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Pada bagian ini akan dikemukan simpulan yang telah dirumuskan dari hasil penelitian dan pembahasan penelitian dalam Bab IV, sebagaimana tersebut diatas. 1. Simpulan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah PENDAHULUAN Latar Belakang Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM GUNAWAN SASMITA DIREKTUR LANDREFORM ALIANSI PETANI INDONESIA JAKARTA 10 DESEMBER 2007 LANDASAN FILOSOFI TANAH KARUNIA TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat telah menempuh berbagai cara diantaranya dengan membangun perekonomian yang kuat, yang

Lebih terperinci

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan tanah terbuka pada suatu daerah yang dapat menjadi salah satu faktor penentu kualitas lingkungan. Kondisi lahan pada suatu daerah akan mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Donggala merupakan salahsatu wilayah yang terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah dengan luas wilayah 10.472 km² yang terdiri atas 16 wilayah kecamatan. Daerah

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini

Bab I PENDAHULUAN. memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini Indonesia masih merupakan negara petanian, artinya petanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini dapat dibuktikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 7.1. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta aktivitas pembangunan dalam berbagai bidang tentu saja akan menyebabkan ikut meningkatnya permintaan akan lahan dalam hal

Lebih terperinci

PELAKSANAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH PERTANIAN KARENA JUAL BELI DI KECAMATAN GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN

PELAKSANAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH PERTANIAN KARENA JUAL BELI DI KECAMATAN GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN PELAKSANAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH PERTANIAN KARENA JUAL BELI DI KECAMATAN GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Manusia dengan Lingkungan Interaksi merupakan suatu hubungan yang terjadi antara dua faktor atau lebih yang saling mempengaruhi dan saling memberikan aksi dan reaksi

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah HUKUM AGRARIA LUAS SEMPIT PENGERTIAN Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Tanah OBYEK RUANG LINGKUP Hak Penguasaan atas Sumbersumber

Lebih terperinci

PERUBAHAN HARGA LAHAN DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI PEDESAAN LAMPUNG

PERUBAHAN HARGA LAHAN DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI PEDESAAN LAMPUNG PERUBAHAN HARGA LAHAN DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI PEDESAAN LAMPUNG Oleh: Aladin Nasution*) Abstrak Dalam pembangunan pertanian diperlukan empat faktor penggerak yaitu sumberdaya lahan,

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. yang sangat strategis bagi pembangunan yang berkelanjutkan di Provinsi

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. yang sangat strategis bagi pembangunan yang berkelanjutkan di Provinsi 136 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Pengembangan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser memiliki peran yang sangat strategis bagi pembangunan yang berkelanjutkan di Provinsi Sumatera Utara dan NAD

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan Pertanian Sumberdaya lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki banyak manfaat bagi manusia, seperti sebagai tempat hidup, tempat mencari nafkah. Lahan merupakan

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI DAERAH PEDESAAN. Oleh: Drs. Suyoto, M.Si

ARTIKEL ILMIAH UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI DAERAH PEDESAAN. Oleh: Drs. Suyoto, M.Si ARTIKEL ILMIAH UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI DAERAH PEDESAAN Oleh: Drs. Suyoto, M.Si PROGRAM STUDI MANAJEMEN S1 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO JUNI, 2002 UPAYA PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 39 BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 5.1 Penguasaan Lahan Pertanian Lahan pertanian memiliki manfaat yang cukup besar dilihat dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U AN

BAB I P E N D A H U L U AN BAB I P E N D A H U L U AN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebutuhan rumah tempat tinggal atau hunian di daerah perkotaan semakin meningkat dan dirasakan kurang, mengingat jumlah perumahan yang tersedia tidak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan menjelaskan tentang keberadaan masyarakat, status tanah, hak atas tanah, serta alat bukti hak atas tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar, sebagai

Lebih terperinci

BAB V BENTUK KELEMBAGAAN LOKAL YANG MENGATUR TATA PERILAKU WISATAWAN

BAB V BENTUK KELEMBAGAAN LOKAL YANG MENGATUR TATA PERILAKU WISATAWAN BAB V BENTUK KELEMBAGAAN LOKAL YANG MENGATUR TATA PERILAKU WISATAWAN 5.1 Gambaran Norma dan Adat Masyarakat Gili Trawangan Masyarakat Gili Trawangan merupakan masyarakat sasak yaitu masyarakat asli Lombok

Lebih terperinci

Keseluruhan lingkungan X merupakan wilayah pemukiman yang padat penduduk. Pada

Keseluruhan lingkungan X merupakan wilayah pemukiman yang padat penduduk. Pada BAB II GAMBARAN UMUM PENGRAJIN ROTAN DI LINGKUNGAN X KELURAHAN SEI SIKAMBING D MEDAN 2.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 2.1.1 Letak Geografis Kelurahan Sei Sikambing D merupakan salah satu kelurahan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaedah dasar yang melandasi pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah dasar ini selanjutnya

Lebih terperinci

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN DISAMPAIKAN OLEH PROF. DR. BUDI MULYANTO, MSc DEPUTI BIDANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEMENTERIAN AGRARIA, TATA

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2013 0 BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHA PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI PADI SAWAH DI DESA KALIBENING KECAMATAN TUGUMULYO KABUPATEN MUSI RAWAS

KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHA PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI PADI SAWAH DI DESA KALIBENING KECAMATAN TUGUMULYO KABUPATEN MUSI RAWAS Seminar Nasional BKS PTN Barat Bandar Lampung, 19-21 Agustus 2014 Mulyana & Hamzah: Kontribusi Pendapatan Usaha Perikanan 933 KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHA PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia yang telah dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan maupun

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN TANAH MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN

KEBIJAKAN DAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN TANAH MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN KEBIJAKAN DAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN TANAH MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN Iwan Isa Direktur Penatagunaan Tanah, BPN-RI PENDAHULUAN Produksi pangan dalam negeri menjadi unsur utama dalam memperkuat ketahanan

Lebih terperinci

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 5.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani Peran produksi kelembagaan Kelompok Tani yang dikaji dalam penelitian ini ialah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada 82,6 443.8 157.9 13.2 2664.8 1294.5 977.6 2948.8 348.7 1777.9 1831.6 65.8 2274.9 5243.4 469.2 4998.4 Hektar 9946.9 11841.8 13981.2 36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Citra Data tentang luas tutupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Tanah sangat diperlukan oleh masyarakat untuk menunjang berbagai aspek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora dan fauna. Hutan

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN*

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN* DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN* Oleh : Chaerul Saleh DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN Dalam pemilikan lahan pertanian memperlihatkan kecenderungan

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : Menetapkan :

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA

Lebih terperinci

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN - Supardy Marbun - ABSTRAK Persoalan areal perkebunan pada kawasan kehutanan dihadapkan pada masalah status tanah yang menjadi basis usaha perkebunan,

Lebih terperinci

Perlindungan Hutan Tropis Berbasis Kearifan Lokal. Inisiatif Hutan Desa di Kabupaten Merangin

Perlindungan Hutan Tropis Berbasis Kearifan Lokal. Inisiatif Hutan Desa di Kabupaten Merangin Perlindungan Hutan Tropis Berbasis Kearifan Lokal Inisiatif Hutan Desa di Kabupaten Merangin Peta Usulan Pengembangan Hutan Desa di 17 Desa Di Kabupaten Merangin Luas Usulan Pengembangan Hutan Desa Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 1985 TENTANG PENETAPAN RENCANA UMUM TATA RUANG KAWASAN PUNCAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 1985 TENTANG PENETAPAN RENCANA UMUM TATA RUANG KAWASAN PUNCAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 79 TAHUN 1985 TENTANG PENETAPAN RENCANA UMUM TATA RUANG KAWASAN PUNCAK PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk pemanfaatan ruang secara optimal, serasi, seimbang, dan lestari di kawasan

Lebih terperinci

Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria

Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria Reforma Agraria, Jalankeluardarisejumlahpersoalanagrariayang mendasaryang menjadipangkaldarikemiskinanrakyat Indonesia, yang dilakukan dengan

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. minimal 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman

1.PENDAHULUAN. minimal 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman 1.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman lainnya lebih dari

Lebih terperinci

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Inventarisasi Hutan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam wilayah daerah.

Lebih terperinci

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Inventarisasi Hutan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam wilayah daerah.

Lebih terperinci

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: HENDRA WIJAYA L2D 307 014 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 i ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ayat (2) UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ayat (2) UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN

LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN Oleh: Henny Mayrowani Tri Pranadji Sumaryanto Adang Agustian Syahyuti Roosgandha Elizabeth PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan hutan lindung, khususnya hutan yang menjadi perhatian baik tingkat daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan tersebut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu

PENDAHULUAN. pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian muncul sejak manusia mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu kelompok manusia untuk bergantung dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki wilayah, pemerintah yang berdaulat, dan warga Negara. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ruang untuk penggunaan lahan bagi kehidupan manusia. Sehubungan dengan hal

I. PENDAHULUAN. ruang untuk penggunaan lahan bagi kehidupan manusia. Sehubungan dengan hal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lahan permukiman dan perkembangan penduduk merupakan fenomena yang menarik perhatian pemerintah, dalam penyediaan dan penataan ruang untuk penggunaan lahan

Lebih terperinci