ASPEK HUKUM SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR Oleh : Firman Floranta Adonara S.H.,M.H.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ASPEK HUKUM SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR Oleh : Firman Floranta Adonara S.H.,M.H."

Transkripsi

1 ASPEK HUKUM SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR Oleh : Firman Floranta Adonara S.H.,M.H. I. Pendahuluan Kalau mengamati keadaan jalan-jalan di Indonesia, khususnya kota jember, semakin hari kepadatan jumlah pengendara yang menggunakan kendaraan bermotor semakin bertambah. Kepadatan tersebut disebabkan karena tidak sebandingnya antara bertambahnya kendaraan bermotor dengan bertambahnya volume jalan. Keadaan seperti di atas, merupakan salah satu indikasi adanya peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Salah satu sebab banyaknya kendaraan bermotor adalah karena adanya kemudahan-kemudahan yang diciptakan oleh pihak penjual kendaraan bermotor dalam melakukan pemasaran produk-produknya. Kemudahan tersebut di dapat karena untuk membeli suatu produk kendaraan bermotor, pihak pembeli tidak harus membayar harga barang secara lunas seketika, akan tetapi bisa dicicil atau diangsur beberapa kali sesuai dengan kesepakatan. Hal ini terjadi karena konsumen memiliki dana yang terbatas. Namun demikian disini yang terjadi bukan jual beli dengan angsuran sebagaimana yang dimaksud dalam KUH Perdata, tetapi bernama Sewa Beli yang merupakan lembaga hukum yang muncul sebagai jawaban atas kebutuhan praktek perdagangan sehari-hari. Pembelian barang bergerak, misalnya kendaraan bermotor, dengan sistem sewa beli dipandang sangan membantu pembeli dan sesuai dengan kemampuan keuangan mereka utnutk dapat memiliki barang yang diinginkan tersebut. Sistem ini menawarkan cara pembayaran angsuran dalam beberapa kali, dalam jangka waktu yang relatif panjang, yang tidak dijumpai pada sistem pembayaran tunai. Inilah yang menyebabkan pranata sewa beli semakin populer di masyarakat, tanpa terpikirkan persoalan-persoalan hukum yang mungkin timbul di kemudian hari. (Sri Gambir Melati Hatta,hal.1, 2000). Lembaga sewa beli berada di luar KUH Perdata, dan sampai saat ini belum diatur dalam undang-undang tersendiri yang khusus untuk itu, sepertinya halnya fiducia (UU No. 42 Tahun 1999). Lembaga sewa beli hidup dan berkembang berdasarkan kebiasaan dan kebutuhan perdagangan/bisnis. Lembaga ini memang belum diatur di dalam undang-undang secara khusus, tetapi mempunyai dasar hukum yaitu Surat Keputusan (SK) Menteri Perdagangan dan koperasi No.34/KP/80. SK tersebut hanya 1

2 memberikan perumusan tentang sewa beli dan mengatur tentang perizinan usaha sewa beli, jual beli dengan angsuran, dan sewa. Perkembangan lembaga sewa beli ini demikian pesat dan tentunya banyak terjadi peristiwa yang menyebabkan sewa beli ini mengalami kendala atau masalah-masalah hukum, baik yang dialami pihak produsen (penjual) maupun pihak konsumen (Pembeli). II. Rumusan Masalah 1. Kapan beralihnya hak kepemilikan kepada pembeli dalam hal terjadi sewa beli kendaraan bermotor? 2. Apa akibat hukum yang ditimbulkan dalam hal sewa beli kendaraan bermotor? III. Pembahasan 3.1. Peralihan Hak Dalam Lembaga Sewa Beli Lembaga sewa beli sekilas dapat menimbulkan persepsi yang keliru kepada orang yang untuk pertama kali berhadapan dengan lembaga tersebut, seakan-akan ada unsur sewa di dalamnya. Pemberian nama tersebut tidak terlepas dari pengaruh KUH Perdata, yaitu pada waktu orang percaya bahwa semua masalah hukum, khususnya hokum perdata, sudah mendapat pengaturannya secara lengkap dalam KUH Perdata. Dulu ada pemikiran bahwa semua peristiwa hukum yang muncul bisa dimasukkan ke dalam perjanjian yang ada dalam KUH Perdata dan tinggal menarik keluar pemecahannya, karena belum ada hukum yang belum tertampung dalam kitab undang-undang tersebut. Demikian pula dengan penyebutan sewa beli, karena orang tidak bisa melepaskan diri dari KUH Perdata, dan di sini hanya ada kotak jual beli dan sewa menyewa saja, yang cirri-cirinya agak mirip dengan lembaga yang baru muncul, maka mereka menyebutnya sewa beli, sesuai dengan nama-nama kotak-kotak yang ada. Memberi nama baru tentunya tak terpikir mereka. (J. Satrio, hal.16, 1986). Perjanjian sewa beli dalam KUH Perdata Belanda dimasukkan dalam kelompok jual beli, padahal sejatinya bukanlah jual beli sebagaimana yang dimaksud dengan Pasal 1457, karena justru ia muncul karena cirri-ciri jual beli tidak menampung kebutuhan praktek perdagangan dalam kehidupan sehari-hari. (Sri Gambir Melati Hatta,hal.33, 2000). Salah satu ciridari perjanjian jual beli dalam Pasal 1457 KUH Perdata adalah pembayaran dilakkan dengan tunai/kontan. Para usahawan (Penjual) 2

3 membutuhkan perluasan peredaran produk dagangannya, supaya tidak hanya menjangkau mereka yang mempunyai cukup uang, sehingga dapat membayar secara tunai, tetapi juga berusaha menjangkau mereka yang tidak dapat membayar secara tunai, atau dengan membayar sebagian saja sebagai uang muka, sedangkan sisanya dapat dibayar secara berkala di waktu kemudian sesuai kesepakatan. Ditinjau dari pembayarannya, mereka menghendaki adanya perjanjian kredit, paling tidak untuk sebagian harganya, dan karena pelunasan kreditnya dilakukan dalam beberapa angsuran, maka biasanya disebut jual beli dengan angsuran (novasi). Sedangkan ditinjau dari sudut pembeli, dengan membayar sebagian saja dari harga yang telah disepakati, maka sudah dapat menikmati barang tersebut, karena memang barang sudah langsung diserahkan kepada pembeli. Namun jual beli dengan angsuran tidak memberikan cukup jaminan akan pemenuhan secara tertib angsuran-angsuran yang menjadi kewajiban pembeli angsuran, maka para penjual tidak puas dengan langkah ini. Dalam jual beli dengan angsuran bendanya juga langsung diserahkan kepemilikannya kepada pembeli, sekalipun harganya belum dilunasi sesuai harga jual beli yang telah disepakatinya. Terhadap sisa harga jual beli ini pihak penjual mempunyai tagihan biasa saja, tanpa adanya jaminan. Menghadapi persoalan tersebut maka pihak penjual mencari jalan lain, yaitu suatu bentuk jual beli angsuran dengan cirri yang memberikan rasa aman bagi penjual. Rasa aman tersebut ditemukan dalam bentuk dipertahankannya hak milik atas benda yang dibeli tetap berada dalam kekuasaan penjual, sampai seluruh kreditnya dilunasi, atau ditinjau dari segi angsuran sampai angsuran terakhir dilunasinya. Selanjutnya jalan yang ditempuh oleh penjual adalah melakukan hubungan hukum yang memberikan rasa aman, dan lembaga hukum baru itu adalah sewa beli. SK Menperdagkop No.34/KP/II/1980 tentang Perizinan Kegiatan Usaha Sewa Beli memberikan definisi bahwa sewa beli adalah jual beli barang, penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan pembeli dengan pelunasan atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah jumlah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual. Pada perjanjian jual beli angsuran dengan pembayaran pertama dan diikuti penyerahan barang maka hak milik langsung beralih kepada pembeli. Sehingga pembeli langsung menjadi pemilik dengan penyerahan barang tersebut meskipun pembayaran belum lunas. (Sri Gambir Melati Hatta,hal.5-6, 2000). 3

4 Dengan demikian sewa beli adalah bukan jual beli dengan angsuran, tetapi modifikasi dari jual beli dengan angsuran, dimana hak kepemilikannya masih tetap berada di tangan penjual. Perlu diingat bahwa sewa beli disini adalah terhadap barang bergerak, dimana benda sewa beli sudah diserahkan kepada pembeli sewa pada waktu transaksi sewa beli ditutup. Padahal kalau dicermati disini timbul problema untuk menentukan apakah kepemilikan ikut berpindah atau tidak, sebab penyerahan benda bergerak tidak atas nama cukup dengan penyerahan secara nyata saja (Pasal 612 KUH Perdata), tetapi penyerahannya disini hanyalah untuk dipinjam-pakai saja, sebab kepemilikannya masih di tangan penjual sewa. Bahwa kesepakatan adanya sewa beli adalah termasuk perjanjian yang berada di luar KUH Perdata, namun demikian syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak boleh ditinggalkan, sebab Pasal 1320 KUH Perdata tersebut merupakan dasar terhadap semua perjanjian. Demikian juga terhadap hak dan kewajiban penjual sewa dan pembeli sewa tetap sesuai dengan jual beli dengan angsuran, yaitu penjual sewa menyerahkan barang dan berhak menerima angsuran, sedangakan pihak pembeli sewa berhak atas barang dan membayar sesuai dengan kesepakatan, hanya saja hak kepemilikan terhadap barang tersebut masih tetap berada di tangan penjual sewa sampai dilunasi sisa angsuran sesuai yang telah diperjanjikan. Bahwa di dalam perjanjian antara penjual sewa dan pembeli sewa adalah adanya penegasan penyerahan barang yang menjadi obyek sewa beli untuk dipinjam pakai saja, disini berarti kepemilikan obyek sewa beli masih tetap berada di tangan penjual sewa, maka konsekwensinya pembeli sewa tidak boleh memindah tangankan kepada pihak lain tanpa seijin pihak penjual sewa. Kemudian apabila ternyata hal tersebut dilanggar oleh pihak pembeli sewa, maka ia dapat dikenakan tindakan pidana, yaitu pasal tentang penggelapan (Pasal 374 KUHP). Barang bergerak yang tidak atas nama, dengan adanya perbuatan memindah tangankan oleh pembeli sewa kepada pihak ketiga tersbut, pihak penjual sewa secara perdata tidak dapat menuntut untuk dikembalikan barang yang ada pada pihak ketiga tersebut, sebab : Pertama: yang terikat dalam perjanjian pinjam pakai tersebut adalah antara penjual sewa dengan pembeli sewa (Pasal 1340 KUH Perdata), akan tetapi pihak penjual sewa secara pidana dapat melaporkan pembeli sewa tentang penggelapan kepada polisi, 4

5 sedangakan secara perdata dapat meminta ganti kerugian kepada pembeli sewa karena danya wanprestasi. Kedua: pihak ketiga yang beritikad baik harus dilindungi. Bahwa pihak ketiga yang membeli barang bergerak tidak atas nama secara wajar adalah mendapat perlindungan hokum (Pasal ayat 1 KUH Perdata). Disini penjual sewa dapat menuntut ganti kerugian kepada pembeli sewa karena adanya wanprestasi. Dengan demikian pihak penjual sewa mempunyai perlindungan hukum, walaupun tidak sempurna, adalah bahwa barang sewa beli tersebut, sekalipun dipegang oleh pembeli sewa, hak miliknya, selama harga sewa beli belum dilunasi, masih tetap berada dalam tangan si penjual sewa. Perlindungan dari sudut hukum pidana berupa ancaman pidana terhadap pengoperan barang sewa beli tanpa adanya persetujuan pihak penjual sewa. Dan karena inilah yang merupakan cirri khas yang membedakan dengan jual beli dengan angsuran (cicilan). Harus diakui, bahwa perlindungan tersebut bukan merupakan perlindungan yang sempurna, dalam arti bahwa pembeli sewa mutlak tidak dapat mengoperkan barang sewa beli kepada pihak ketiga. Walaupun demikian karena pada umumnya orang takut terlibat dalam perkara pidana, maka secara umum perlindungan tersebut sudah dianggap cukup memadai. Penyerahan barang sewa beli, untuk barang bergerak yang tidak atas nama adalah sebagaimana tersebut di atas, yaitu dengan penyerahan langsung atau nyata, akan tetapi untuk barang-barang bergerak yang atas nama, tidak cukup dengan penyerahan nyata saja, tetapi perlu disertai dengan pendaftaran (balik nama). D alam tulisan ini penulis menitikberatkan pada sewa beli kendaraan bermotor saja. Untuk kendaraankendaraan bermotor di Indonesia, yang dipakai di jalanan umum, wajib didaftarkan. Sebagai tanda pendaftaran tersebut dikeluarkan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB). Dari namanya saja sudah ketahuan, bahwa buku tersebut membuktikan kepemilikan seseorang atas kendaraan tersebut. Setelah kendaraan didaftarkan maka selanjutnya diadakan tata usaha pendaftaran, dimana perkembangan lebih lanjut kepemilikan kendaraan tersebut diikuti. Setiap peralihan hak maupun pembebanan kendaraan tersebut (gadai, fiducia) wajib didaftarkan pada kantor Polisi dimana kendaraan tersebut terdaftar. Dengan cara demikian dapatlah diketahui siapa pemilik kendaraan yang bersangkutan dan apakah kendaraan tersebut sedang dijaminkan. 5

6 Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembeli sewa telah sah menjadi pemilik dari kendaraan tersebut sejak didaftarkan (di samsat). Dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor yang terjadi saat ini, kebanyakan sejakpembayaran pertama atau uang muka, surat-surat yang berkaitan dengan kendaraan bermotor sudah diatas namakan kepada pembeli sewa, dan ini semuanya dilakukan dengan penuh kesadaran oleh penjual sewa sendiri, sebagai suatu rangkaian pelayanan penjualan. Akibatnya adalah bahwa sewa beli disini yang terjadi adalah jual beli dengan angsuran, sebab penjual sewa dengan kesadarannya sendiri membalik namakan kepada pembeli sewa, disini berarti penjual sewa telah menghilangkan jaminan terhadap barang yang disewa, yang semula dimaksudkan sebagai garansi pada saat perjanjian sewa beli ditutup. Konsekwensi dari semuanya ini adalah penjual sewa menjadi kreditur konkuren biasa, tanpa adanya jaminan khusus. Memang penjual sewa mempunyai pedoman Pasal 1144 KUH Perdata. Dalam hal pembeli sewa wanprestasi, penjual sewa dapat menuntut pembatalan perjanjian dengan/atau tanpa tuntutan ganti rugi, da/atau sangsi yang diperjanjikan, termasuk pelaksanaan daripada denda, kalau hal tersebut diperjanjikan. Akan tetapi menuntut kembali benda sewa beli, seperti yang biasanya diperjanjikan dalam akta sewa beli, tidak dapat lagi, karena benda tersebut sudah bukan miliknya lagi. Pembeli sewa sekarang berkedudukan sebagai pemilik kendaraan sewa beli dan sebagai debitur biasa atas sisa-sisa angsuran yang belum dibayar. Keadaan sebagaimana disebutkan di atas dapat dikatakan bahwa dalam sewa beli kendaraan bermotor telah terjadi perjanjian dua kali. Pertama perjanjian sewa beli itu sendiri, yang kedua adalah perjanjian untuk langsung membalik ke atas nama pembeli sewa. Disini perlu dipertimbangkan kedudukan secara hukum penjual sewa, sebab dengan dibalik namakan kepada pembeli sewa, berarti posisi pembeli sewa sudah sah menjadi pemilik barang, sehingga penjual sewa secara hukum sudah tidak berhak atas barang tersebut. Apakah penjual sewa tidak dapat memperbaiki kedudukannya dengan mengemukakan, bahwa perjanjian yang kedua batal demi hukum, mengingat bahwa causanya terlarang? Karena untuk menghindari balik nama untuk kedua kalinya! Kemungkinan bagi penjual sewa untuk dapat membebaskan diri dari akibat-akibat perjanjian yang kedua, yang merugikan dirinya, kiranya sulit tercapai, mengingat ia wajib membuktikan bahwa perjanjian yang kedua benar-benar diadakan untuk menyelundupi peraturan perpajakan, karena pihak pembeli sewa dapat saja 6

7 mengemukakan, bahwa dasar dibuatnya perjanjian yang kedua adalah sepakat antara mereka untuk merubah perjanjian sewa beli menjadi jual beli dengan angsuran dan dengan demikian tidak ada yang terlarang. Apakah penjual sewa dapat mengajukan tuntutan pembatalan perjanjian yang kedua atas dasar kesesatan? Dengan perkataan lain, apakah penjual sewa dapat mengemukakan bahwa ia tidak tahu, bahwa akibat hukum yang timbul dari perjanjian kedua adalah sangat merugikan baginya, sehingga seandainya ia mengetahui lebih dahulu tentang akibat hokum tersebut, ia tidak akan menutup kemungkinan yang kedua? Terhadap inipun sulit diterima, sebab dipandang dari sudut kemampuan penjual sewa dipandang mempunyai pemikiran bagus. Disamping itu barang sewa beli diserahkan kepada pembeli sewa hanya sebagai pemegang pakai saja, barang sewa beli yang bersangkutan langsung dibalik nama atas nama pembeli sewa, semuanya dilakukan dengan penuh kesadaran. Kemudian menyadari akan kemungkinan adanya tindakan pembeli sewa yang merugikan pihak penjual sewa, maka pengurusan pendaftaran kendaraan tersebut dilakukan oleh penjual sewa sendiri. Selanjutnya setelah BPKB sudah jadi, maka BPKB tersebut oleh penjual sewa ditahan sebagai barang jaminan sampai dilunasinya harga sewa beli tersebut. Latar belakang didaftarkannya kendaraan sewa beli langsung keatas nama pihak pembeli sewa adalah semata-mata kebutuhan bisnis, yaitu demi memberikan pelayanan kepada pihak pembeli sewa. Disamping itu juga untuk menghindari balik nama kedua kalinya, sebab kalau sampai harus diatasnamakan penjual sewa terlebih dahulu, maka setelah angsuran terakhir, setelah hak kepemilikan berpindah ke pihak pembeli sewa, maka harus dibaliknamakan, ini berarti telah terjadi balik nama kendaraan dua kali. Dilihat dari sisi ekonomis, adalah dapat menyebabkan biaya tinggi, sebab mau tidak mau akan menyebabkan biaya menjadi banyak dan akhirnya harga sewa menjadi lebih tinggi, dan ini tentunya sangat tidak kompetitif dan berpengaruh terhadap omzet penjualan, mengingat saat ini persaingan sewa beli sangat ketat Akibat Hukum Sewa Beli Kendaraan Bermotor Bahwa meskipun dalam praktek sewa beli yang menddaftarkan langsung menjadi milik pembeli sewa, ditinjau dari segi yuridis mengandung kelemahan di pihak penjual sewa, sebab sejak saat didaftarkannya barang sewa beli keatas nama pembeli sewa, maka secara hukum barang sewa beli tersebut sudah menjadi milik pembeli 7

8 sewa, meskipun harga belum lunas. Disini berarti yang terjadi sebenarnya adalah bukan sewa beli, tetapi jual beli dengan angsuran. Dengan demikian, praktek semacam ini telah terjadi perjanjian dua kali, yaitu : Pertama perjanjian sewa beli itu sendiri, yang kedua adalah perjanjian untuk langsung membalik ke atas nama pembeli sewa. Dari keadan demikian maka penjual sewa akan mengalami kesulitan untuk membuktikan bahwa maksud perjanjian yang kedua adalah bukan untuk merubah perjanjian dari sewa beli menjadi jual beli dengan angsuran. Melihat adanya risiko, pihak penjual sewa yang tetap melaksanakan praktek sebagaimana tersebut diatas, maka ini semua tidak terlepas dari masalah bisnis, sebab : Kalau kendaraan bermotor yang menjadi obyek sewa beli harus didaftarkan atas nama penjual sewa terlebih dahulu sebelum dibayar lunas angsurannya, dengan konsekwensi penjual sewa harus membalik nama kembali ke atas nama pembeli sewa, yang berarti menambah biaya dan akhirnya membuat harga sewa beli menjadi lebih tinggi,atau Kendaraan langsung diatasnamakan pembeli sewa, dengan konsekwensi penjual sewa kehilangan pegangan hak kepemilikan secara hukum terhadap jaminannya, akan tetapi harga penjualan dapat ditekan seminimal mungkin. Memang dalam pelaksanaannya pihak penjual sewa masih dapat menahan BPKB sampai dilunasinya barang sewa, tetapi disini secara hukum bukan permasalahan sewa beli lagi, tetapi merupakan wanprestasi karena sisa angsuran belum dilunasi. Di dalam praktek yang biasa terlaksana dalam masyarakat ternyata hampir semua BPKB sudah atas nama pembeli sewa, yang kemudian di dalam klausul yang lain ada pengecualian yang umumnya berbunyi bahwa meskipun BPKB sudah atas nama pembeli, Namun hanya untuk memudahkan pengurusan pembayaran dan pengurusan lain-lain. Maka untuk itu pembeli menyatakan bahwa selama masa mengangsur hak milik masih tetap dipegang penjual. Namun demikian, walaupun di dalam klausula perjanjian sewa beli telah dicantumkan klausula penundaan peralihan hak, dalam prakteknya terdapat pula putusan Mahkamah agung Republik Indonesia yang telah menyatakan bahwa pembeli 8

9 adalah pemilik dari barang yang dibeli sedangkan kekurangan angsuran dianggap sebagai hutang yang harus dibayar oleh pembeli sewa. Hal ini dapat kita lihat dalam perkara antara P.T. Kirana Motor v.s. Lomo Saragih No K/Pdt/1983, tanggal 19 April Menurut Mahkamah Agung, walaupun sewa beli tidak ada dalam KUH Perdata namun demikian dalam memutuskan suatu perkara dapat juga dipergunakan KUH Perdata. Dalam perkara P.T. Kirana Motor v.s. Lomo Saragih tersebut hakim mempertimbangkan bahwa meskipun tergugat (pembeli sewa) wanprestasi, namun barang obyek perjanjian menjadi milik tergugat (pembeli sewa). Meskipun masih dalam masa mengangsur ternyata barang obyek perjanjian sudah beralih haknya kepada tergugat (pembeli sewa). Mengenai hal ini pula disimak Putusan MA No.935 K/Pdt/1985, tanggal 30 September 1986 dalam perkara antara Unda Bin H. Marsan dan Ny. Lie Tjiu Howa dan Achmad Kartawijaya, sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya. Dari pertimbangan yang diberikan oleh Mahkamah Agung dalam memutus perkara ini, dapat diketahui bahwa berdasarkan pertimbangan hakim serta putusannya, ternyata bahwa walaupun dalam perjanjian sewa beli tersebut telah ada klausul penundaan peralihan hak namun demikian karena tergugat telah membayar lebih dari 50% angsurannya, barang tersebut telah dinyatakan sebagai milik dari pembeli sewa sehingga tidak dapat ditarik kembali oleh penjual. Jadi walaupun dalam teori perjanjian sewa beli, peralihan hak baru beralih jika pembayarannya telah lunas, namun demikian berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung ini telah terjadi pergeseran atas teori tersebut. Semua ada kelebihan dan kekurangannya, dan masing-masing juga membawa risiko, akan tetapi bukankah dalam bisnis penuh dengan risiko dari berbagai kemungkinan. Dalam praktek yang terjadi adalah pembeli sewa sudah langsung memperoleh balik nama terhadap sewa beli kendaraan, hal ini dipilih oleh penjual sewa, karena dengan menahan BPKB sudah dirasa cukup sebagai pegangan akan jaminan terhadap kekurangan angsuran. Jalan yang seharusnya ditempuh oleh pihak penjual sewa, supaya aman secara hukum dalam melakukan transaksi jual beli barang bergerak yang atas nama yang tidak kontan adalah bukan dengan perjanjian sewa beli, tetapi dengan melakukan perjanjian jual beli dengan angsuran/cicilan, tetapi terus diikuti dengan perjanjian fiducia sebagai jaminan atas sisa harga jual yang masih terutang oleh pembeli sewa. 9

10 IV. Penutup 4.1. Kesimpulan Bahwa sewa beli merupakan salah satu perjanjian tak bernama yang tidak diatur dalam suatu undang-undang yang secara khusus. Sewa beli tumbuh dan berkembang seiring perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan dalam perdagangan atau bisnis, sehingga belum terakomodasi dalam KUH Perdata. Sewa beli diatur dalam SK Menteri Perdagangan dan koperasi No.34/KP/II/1980 tentang Perizinan Kegiatan Usaha Sewa Beli. Bahwa sewa beli hamper mirip dengan jual beli dengan angsuran, karena samasama merupakan pembelian barang bergerak yang pembayarannya dilakukan beberapa kali sesuai perjanjian dan barang langsung diserahkan kepada pembeli. Perbedaannya kalau jual beli dengan angsuran kepemilikannya sejak pembayaran angsuran pertama, sedangkan sewa beli kepemilikannya terjadi pada saat pembayaran angsuran terakhir. Dalam sewa beli kendaraan bermotor, dimana suratnya langsung tercatat atas nama pembeli sewa, yang terjadi sebenarnya bukan lagi sewa beli, tetapi jual beli dengan angsuran, karena dengan tercatatnya pembeli sewa ke dalam BPKB, maka secara hokum saat tercatat itulah kepemilikan terhadap barang tersebut berada di pihak pembeli sewa Saran Bila akan mengadakan perjanjian sewa beli terhadap barang bergerak atas nama, yang langsung dicatatkan ke dalam nama pembeli sewa, maka hendaknya diikuti perjanjian kedua yaitu perjanjian fiducia, supaya pihak penjual sewa mendapat perlindungan secara hukum. Di waktu yang akan datang hendaknya lembaga sewa beli dapat diatur secara tegas dalam suatu undang-undang tersendiri, ini semata-mata demi kepastian hukum dan rasa aman, baik bagi produsen maupun konsumen. 10

11 Daftar Pustaka J. Satrio, 1986, Sewa Beli, dimuat dalam majalah Justitia Media Komunikasi F.H. Unsud, No.3; Sri Gambir Melati Hatta,2000,Beli sewa sebagai perjanjian tak bernama : Pandangan Masyarakat dan sikap Mahkamah Agung Indonesia,Alumni, Bandung; KUH Perdata; KUH Pidana; SK Menperdagkop No.34/KP/II/1980; Putusan Mahkamah Agung RI No K/Pdt/1983, tanggal 19 April 1985; Putusan Mahkamah Agung RI No.935 K/Pdt/1985, tanggal 30 September

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI A. Pengaturan Sewa Beli di Indonesia Perjanjian sewa beli adalah termasuk perjanjian jenis baru yang timbul dalam masyarakat. Sebagaimana perjanjian jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi 1 BAB I PENDAHULUAN Perkembangan masyarakat terlihat pada lembaga yang ada pada masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi maupun hukum. Untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1

POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1 POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1 Abstrak: Klausula perjanjian dalam pembiayaan yang sudah ditentukan terlebih dahulu

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI 65 TINJAUAN YURIDIS Abstrak : Perjanjian sewa beli merupakan gabungan antara sewamenyewa dengan jual beli. Artinya bahwa barang yang menjadi objek sewa beli akan menjadi milik penyewa beli (pembeli) apabila

Lebih terperinci

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Ketentuan mengenai gadai ini diatur dalam KUHP Buku II Bab XX, Pasal 1150 sampai dengan pasal 1160. Sedangkan pengertian gadai itu sendiri dimuat dalam Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

TANGGUNGJAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DI PUTRA UTAMA MOTOR SUKOHARJO

TANGGUNGJAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DI PUTRA UTAMA MOTOR SUKOHARJO TANGGUNGJAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DI PUTRA UTAMA MOTOR SUKOHARJO SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Tugas dan Syarat Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang keseluruhan bagiannya meliputi aspek kehidupan

Lebih terperinci

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG 0 KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG (Studi terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor Register 318.K/Pdt/2009 Tanggal 23 Desember 2010) TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C.

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C. PROSES PELAKSANAAN SITA PENYESUAIAN TERHADAP BARANG TIDAK BERGERAK YANG DIAGUNKAN ATAU DIJAMINKAN DI BANK SWASTA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lembaga pembiayaan melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau

I. PENDAHULUAN. lembaga pembiayaan melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan zaman dan pesatnya pembangunan, lembaga keuangan bukan bank sangat diperlukan untuk ikut serta mengemban fungsinya sebagai perantara di bidang keuangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkumpulnya uang yang cukup untuk membeli barang tersebut secara tunai.

BAB I PENDAHULUAN. terkumpulnya uang yang cukup untuk membeli barang tersebut secara tunai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat kita dewasa ini, membeli suatu barang dengan pembayaran diangsur beberapa kali bukan hanya dilakukan oleh golongan ekonomi lemah saja, namun

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi kebutuhuan ini, sifat manusia

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perjanjian jual beli sangat banyak macam dan ragamnya, salah satunya adalah perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk,

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk, BAB III PEMBAHASAN A. Pengertian Wanprestasi Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk, tidak memenuhi, terlambat, ceroboh, atau tidak lengkap memenuhi suatu perikatan. Wanprestasi

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai

Lebih terperinci

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ekonomi saat ini, modal merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Salah satu cara untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang menggerakkan roda perekonomian, dikatakan telah melakukan usahanya dengan baik apabila dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 35 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Jasa Parkir antara Konsumen pada Chandra Supermarket dan Departement Store Chandra Supermarket dan Departement Store merupakan salah satu pasar swalayan

Lebih terperinci

MASALAH PENGGUNAAN CEK KOSONG DALAM TRANSAKSI BISNIS

MASALAH PENGGUNAAN CEK KOSONG DALAM TRANSAKSI BISNIS MASALAH PENGGUNAAN CEK KOSONG DALAM TRANSAKSI BISNIS Masyhuri Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang masy53huri@gmail.com Abstrak Cek adalah salah satu surat berharga yang diatur dalam Kitab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI 2.1 Asas Subrogasi 2.1.1 Pengertian asas subrogasi Subrogasi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah penduduk di Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya pembangunan berkelanjutan dewasa ini, meningkat pula kebutuhan akan pendanaan oleh masyarakat. Salah satu cara untuk mendapatkan dana

Lebih terperinci

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN A. Pelaksanaan Penanggungan dalam Perjanjian Kredit di BPR Alto Makmur Bank Perkreditan Rakyat adalah bank

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting bagi masyarakat, terutama dalam aktivitas di dunia bisnis. Bank juga merupakan lembaga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda bergerak maupun yang tidak berwujud. Pesatnya perkembangan masyarakat dewasa ini, kebutuhan akan sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pasal 1234 KHUPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya dianggap

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Arisan Motor Plus

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Arisan Motor Plus 34 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Arisan Motor Plus Hak ialah sesuatu yang diperoleh dari pihak lain dengan kewenangan menuntut jika tidak dipenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 1 Meningkatnya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 1 Meningkatnya kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman dan peningkatan ekonomi, maka kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam sesuai dengan harkatnya semakin meningkat pula. Macam kebutuhan

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017. TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017. TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2 TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana konsep Perjanjian

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh: Drs. H. MASRUM MUHAMMAD NOOR, M.H. A. DEFINISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikir dan pengetahuannya, manusia dapat memenuhi segala kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. pikir dan pengetahuannya, manusia dapat memenuhi segala kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN Manusia sebagai mahluk sosial mempunyai berbagai macam kebutuhan guna menunjang kelangsungan hidupnya. Seiring dengan perkembangan pola pikir dan pengetahuannya, manusia dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

Oleh: IRDANURAPRIDA IDRIS Dosen Fakultas Hukum UIEU

Oleh: IRDANURAPRIDA IDRIS Dosen Fakultas Hukum UIEU ANALISA HUKUM TERHADAP BEBERAPA KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KEANGGOTAAN KARTU KREDIT PERBANKAN DITINJAU DARI SUDUT KUH PERDATA DAN UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: IRDANURAPRIDA

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT.BANK PERKREDITAN RAKYAT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN TANGERANG Disusun Oleh : Nama NIM : Bambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, manusia memerlukan adanya manusia-manusia lain yang bersamasama

BAB I PENDAHULUAN. sosial, manusia memerlukan adanya manusia-manusia lain yang bersamasama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia selain sebagai mahluk individual juga sebagai mahluk sosial, manusia memerlukan adanya manusia-manusia lain yang bersamasama hidup bermasyarakat, disadari atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS DASAR HUKUM tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan industri dapat dilihat tolak ukur keberhasilannya dari beberapa faktor, antara lain ditandai dengan banyaknya produk dan ragam yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. risiko yaitu yang paling mungkin terjadi adalah terjadinya tunggakan

BAB I PENDAHULUAN. risiko yaitu yang paling mungkin terjadi adalah terjadinya tunggakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Semakin meningkatnya perkembangan ekonomi saat ini membuat masyarakat (perseorangan) maupun yang telah berbadan hukum berlombalomba untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai rupiah terhadap nilai dolar Amerika yang dimulai sekitar bulan Agustus 1997, telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI SEPEDA MOTOR DI PT. HARPINDO JAYA SEMARANG

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI SEPEDA MOTOR DI PT. HARPINDO JAYA SEMARANG BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI SEPEDA MOTOR DI PT. HARPINDO JAYA SEMARANG A. Profil PT. Harpindo Jaya Semarang PT. Harpindo Jaya Semarang merupakan sebuah perusahaan swasta yang didirikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangkaian dari kegiatan pembangunan yang terdahulu, bahwa pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. rangkaian dari kegiatan pembangunan yang terdahulu, bahwa pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang kita laksanakan dewasa ini adalah suatu rangkaian dari kegiatan pembangunan yang terdahulu, bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan memiliki rumah yang terjangkau bagi banyak orang.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan memiliki rumah yang terjangkau bagi banyak orang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Kebutuhan akan rumah menempati kedudukan kedua setelah makanan. Tanpa rumah, manusia akan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN 87 BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN A. Penyebab Terjadinya Take Over Pembiayaan di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Take

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa pengaruh yang sangat besar terhadap bangsa Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. membawa pengaruh yang sangat besar terhadap bangsa Indonesia, khususnya di BAB I PENDAHULUAN Perkembangan internasional yang terjadi beberapa tahun terakhir, telah membawa pengaruh yang sangat besar terhadap bangsa Indonesia, khususnya di bidang ekonomi. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA. artinya, apabila jaminan dengan hak tanggungan sebagaimana diterangkan

BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA. artinya, apabila jaminan dengan hak tanggungan sebagaimana diterangkan BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA Objek Fidusia Lembaga jaminan fiducia memegang peranan yang penting, karena selain sebagai jaminan tambahan apabila dianggap masih kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai kedamaian dan keadilan setiap orang.

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance).

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance). BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE A. Gambaran Umum PT Adira Finance PT Adira Dinamika Multi Finance, Tbk (Adira Finance) adalah sebuah perusahaan pembiayaan

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Universitas Indonesia. Aspek hukum..., Ariyanti, FH UI, 2010.

BAB IV PENUTUP. Universitas Indonesia. Aspek hukum..., Ariyanti, FH UI, 2010. 79 BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan dalam bab-bab terdahulu dari tesis ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Permasalahan hukum yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi.

BAB I PENDAHULUAN. pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan di bidang teknologi dewasa ini meningkat dengan pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi. Mulai dari barang kebutuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya

Lebih terperinci

PERJANJIAN SEWA BELI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN (Studi Komparatif Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor di Beberapa Perusahaan Finance Surakarta)

PERJANJIAN SEWA BELI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN (Studi Komparatif Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor di Beberapa Perusahaan Finance Surakarta) PERJANJIAN SEWA BELI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN (Studi Komparatif Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor di Beberapa Perusahaan Finance Surakarta) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita sadari atau tidak, perjanjian sering kita lakukan dalam kehidupan seharihari. Baik perjanjian dalam bentuk sederhana atau kompleks, lisan atau tulisan, dalam jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat kita lihat dalam praktek sehari-hari, banyaknya peminat dari

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat kita lihat dalam praktek sehari-hari, banyaknya peminat dari BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Dalam dunia perdagangan kita mengenal berbagai macam perjanjian, salah satu diantaranya adalah Perjanjian Sewa Beli. Perjanjian ini timbul dalam praktek karena adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam suatu masyarakat diikuti dengan kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin berkembang dan meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN BAGI PEMILIK BENDA DAN KREDITUR PENERIMA GADAI APABILA OBJEK GADAI DIJAMINKAN OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMILIK BENDA

BAB III PERLINDUNGAN BAGI PEMILIK BENDA DAN KREDITUR PENERIMA GADAI APABILA OBJEK GADAI DIJAMINKAN OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMILIK BENDA BAB III PERLINDUNGAN BAGI PEMILIK BENDA DAN KREDITUR PENERIMA GADAI APABILA OBJEK GADAI DIJAMINKAN OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMILIK BENDA 3.1 Perlindungan hukum bagi kreditur penerima gadai dari tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan Pembangunan Nasional, peranan pihak swasta dalam kegiatan pembangunan semakin ditingkatkan juga. Sebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada BAB I PENDAHULUAN Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada umumnya, Perjanjian Pinjam Meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain

Lebih terperinci