PERILAKU HARIAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, KABUPATEN CIREBON 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERILAKU HARIAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, KABUPATEN CIREBON 1"

Transkripsi

1 PERILAKU HARIAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, KABUPATEN CIREBON 1 Agus Arifin Sentosa 2, Danu Wijaya 2 dan Astri Suryandari 2 ABSTRAK Labi-labi (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) merupakan kura-kura air tawar yang telah masuk dalam CITES Appendix II. Labi-labi yang terkenal dengan sebutan Kuya Belawa atau Kura Kura Belawa dikeramatkan oleh masyarakat Desa Belawa sehingga tidak ada aktivitas penangkapan dan perdagangan labi-labi di wilayah tersebut. Keberadaan labi-labi di Desa Belawa terpusat pada kolam utama di Obyek Wisata Belawa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui informasi dasar tentang perilaku harian labi-labi yang ditangkarkan di Desa Belawa. Metode yang digunakan adalah pengamatan langsung selama 24 jam di Obyek Wisata Belawa pada tanggal April 2012 dengan pencatatan perilaku setiap 15 menit sekali menggunakan metode ad libitum sampling dan one zero sampling. Aspek perilaku yang diamati meliputi mengambil nafas bebas, berenang, masuk ke dalam lumpur, membersihkan lumpur, makan, menepi ke tepian kolam dan mengapung pada labi-labi berukuran besar (tua), sedang (dewasa) dan kecil (muda) yang telah ditandai. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perilaku harian labi-labi di kolam utama Obyek Wisata Belawa didominasi oleh aktivitas mengambil nafas bebas, berenang, masuk ke dalam lumpur dan menepi mengingat A. cartilaginea bersifat semi akuatik. Berdasarkan perilaku harian labi-labi secara umum diketahui terdapat kesamaan perilaku antara labi-labi tua dan dewasa, sementara labi-labi muda cenderung lebih banyak berdiam di dalam lumpur. Kata kunci: Amyda cartilaginea, labi-labi, Belawa, perilaku harian PENDAHULUAN Labi-labi (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) merupakan kura-kura air tawar dari famili Trionychidae, ordo Testudines yang memiliki distribusi yang luas di Asia Tenggara (Asian Turtle Conservation Network, 2006; Iskandar, 2000; van Dijk 2000). Hewan tersebut bersifat semi akuatik, sebagian hidupnya tinggal di air dan hanya pada masa-masa tertentu saja naik ke daratan ketika akan bertelur (Ditjenkan, 1999). Menurut Rahmi (2008), labi-labi termasuk salah satu komoditas perikanan. Status labilabi di alam adalah rawan dalam IUCN Tahun 2006, namun pada tahun 2008 spesies tersebut telah masuk dalam Apendix II CITES. Appendix II CITES menunjukkan bahwa jenis tersebut dapat terancam punah apabila peredaran internasionalnya tidak dikontrol. Penyebaran A. cartilaginea di Indonesia dijumpai di Kalimantan, Sumatera, Jawa, Bali, dan Lombok (Auliya, 2007; Iverson, 1992), salah satunya terdapat di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, tepatnya di Desa Belawa, Kecamatan Lemahabang (Insana, 1999; Rahmi, 2008; Mashar, 2009). Di lokasi tersebut, labi-labi dikenal sebagai Kuya Belawa atau Kura-Kura Belawa dengan ciri khas yaitu bentuk punggung yang cekung pada kura-kura dewasa (Mashar, 2009). Bagi masyarakat Belawa, kura-kura Belawa merupakan satwa ciri khas yang menjadi kebanggaan masyarakat Belawa. Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon telah mengeluarkan Surat Keputusan Bupati KDH Tingkat II Cirebon No /SK.29/PEREK/1993 yang menyatakan bahwa kurakura Belawa merupakan satwa khas daerah Cirebon (Kusrini & Tajalli, 2012). Keberadaan labi-labi di Desa Belawa memiliki keunikan dibandingkan di lokasi lainnya mengingat adanya mitos yang berkembang di masyarakat terkait Kuya Belawa sehingga labi-labi di Belawa tidak ditangkap dan diperdagangkan. Kearifan lokal tersebut merupakan salah satu hal yang mendukung konservasi A. cartilaginea di desa Belawa (Oktaviani et al., 2011). Kondisi tersebut ditunjang dengan adanya Peraturan 1 Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Perikanan Indonesia, Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta November Peneliti pada Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Jl. Cilalawi No.1, Jatiluhur, Purwakarta Jawa Barat 9

2 Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon No. 13 tahun 1997 tentang pengelolaan kawasan lindung dimana Pasal 26 menyebutkan bahwa Desa Belawa merupakan daerah suaka bagi labi-labi atau kura-kura Belawa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Desa Belawa merupakan sarana pelestarian labi-labi atau kura-kura Belawa yang dapat dijadikan sebagai laboratorium alam yang dimanfaatkan untuk tujuan pendidikan, penelitian dan rekreasi (Kusdinar, 1995). Penelitian terkait labi-labi di Desa Belawa, Cirebon sudah cukup banyak, antara lain tentang karakteristik morfologi, struktur populasi dan karakteristik telurnya (Mashar, 2009), pertumbuhan juvenil labi-labi dengan pakan berbeda (Wardiatno et al., 2009), aspek habitat dan bioekologinya (Kusrini et al., 2007; Insana, 1999; Kusdinar, 1995) serta kajian populasinya berdasarkan variasi mtdna (Muliawati, 2009). Studi mengenai perilaku harian labi-labi Belawa masih belum ada sedangkan informasi mengenai hal tersebut penting bagi pengelolaan labi-labi di Desa Belawa. Apalagi, pada tahun 2010 terjadi kematian massal lebih dari 300 ekor labi-labi Belawa akibat penyakit (Kusrini & Tajalli, 2012) sehingga informasi dasar terkait labi-labi Belawa perlu dilengkapi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui informasi dasar tentang perilaku harian labi-labi di Desa Belawa. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di kolam utama Obyek Wisata Belawa di Dusun CIkuya, Desa Belawa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon pada tanggal April 2012 (Gambar 1). Kolam utama tersebut merupakan tempat penangkaran labilabi Belawa dengan luas sekitar 20 m 2 yang menyerupai terrarium berbentuk segi enam yang berupa taman di bagian tengan yang dikelilingi oleh parit berair. Gambar 1. Lokasi Penelitian di Desa Belawa (Kusdinar, 1995) 10

3 Obyek penelitian ini adalah labi-labi Belawa atau kuya Belawa (Amyda cartilaginea) yang terdapat pada kolam tersebut. Labi-labi yang diamati adalah sebanyak tiga ekor yang mewakili ukuran besar (kategori tua), sedang (dewasa) dan kecil (muda) yang masing-masing telah diberi tanda (marking) berupa cat tahan air pada bagian atas karapasnya (Tabel 1). Tabel 1. Ukuran labi-labi Belawa yang diamati No. Kategori Ukuran PLK (cm) LLK (cm) Ukuran 1 Tua 37,3 28,5 Besar 2 Dewasa 22,3 17,4 Sedang 3 Muda 13,7 11,6 Kecil Tingkah laku harian diamati dengan metode ad libitum sampling. Ad libitum sampling adalah metode pencatatan semua tingkah laku yang dilihat dan diperagakan pada waktu pengamatan. Pengamatan tingkah laku hewan dapat diarahkan pada siklus harian yaitu pengamatan dengan menggunakan metode ad libitum sampling dan metode pencatatan one-zero sampling. One-zero sampling ialah teknik pencatatan untuk mengetahui intensitas tingkah laku dalam bentuk jumlah kali suatu tingkahlaku yang dilakukan pada waktu tertentu (Altman, 1973). Gambar 2. Beberapa perilaku harian labi-labi di kolam induk Obyek Wisata Belawa 11

4 Pengamatan dilakukan selama 24 jam dengan selang waktu pengamatan setiap 15 menit dimana jika terdapat aktivitas diberi nilai satu dan jika tidak melakukan aktivitas diberi nilai nol. Aktivitas yang diamati meliputi perilaku mengambil nafas bebas, berenang, masuk ke dalam lumpur, membersihkan lumpur, makan, menepi ke tepian kolam dan mengapung. Setiap perilaku tersebut dicatat pada tabel pengamatan (tally sheet observation) (Gambar 2). Pengukuran beberapa paramater kualitas air di kolam utama secara in situ juga dilakukan selama pengamatan perilaku harian labi-labi menggunakan alat Water Quality Checker HORIBA U50. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif. Analisis data mengenai perilaku laku harian dilakukan menggunakan persamaan sebagai berikut: x P 100% y dimana P = persentasi tingkahlaku, x = jumlah kali kegiatan tingkahlaku yang diamati, dan y = jumlah kali seluruh tingkahlaku yang terjadi (Martin & Bateson, 1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Kolam Utama di Obyek Wisata Belawa Labi-labi (Amyda cartilaginea) di Kabupaten Cirebon banyak ditemukan di kawasan perairan Desa Belawa, namun saat ini keberadaan labi-labi lebih banyak dijumpai pada kolam utama yang berbentuk segi enam (heksagonal) yang berada di kawasan Obyek Wisata Belawa (Gambar 3). Kolam tersebut terletak pada 6 49' 55,7'' LS dan ' 07,9" BT merupakan kolam yang menjadi tempat penangkaran labilabi di Desa Belawa dengan sumber air yang berasal dari Sungai Cikuya dan beberapa mata air yang keluar dari pohon-pohon besar yang ada di sekitar kolam tersebut. Hasil pengamatan beberapa kualitas perairan secara in situ di kolam utama menunjukkan bahwa suhu udara berkisar antara 23 30,5 C (rerata 25,96 C) dan suhu air berkisar antara 25,38 28,36 C (rerata 26,76 C). Kadar oksigen terlarut berkisar antara 2,01 3,76 mg/l (rerata 2,91 mg/l) dan relatif tidak terlalu berfluktuasi mengingat kedalaman kolam yang relatif dangkal dan adanya pergerakan labi-labi seperti berenang berpotensi meningkatkan kadar DO melalui difusi O 2 secara langsung dari udara. Fahri et al. (2002) menyatakan bahwa oksigen terlarut bukan merupakan faktor pembatas bagi labi-labi mengingat organisme tersebut bernafas dengan paruparu dan memliki kemampuan mengambil udara langsung. Kisaran ph perairan di kolam utama adalah 5,48 6,77 (rerata 5,97) sehingga cenderung bersifat asam. Nilai kekeruhan atau turbiditas berkisar antara 36,4 143 NTU (rerata 71,93 NTU) dengan nilai padatan total terlarut (Total Dissolved Solids/TDS) antara 0,13 0,191 g/l (rerata 0,18 g/l). Nilai turbiditas cenderung lebih fluktuatif mengingat setiap pergerakan labilabi cenderung bersifat mengaduk lumpur sehingga dapat meningkatkan kekeruhan. Secara umum, kondisi kualitas air di kolam utama tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap kehidupan labi-labi. 12

5 Gambar 3. Kolam utama penangkaran labi-labi di Obyek WIsata Belawa Keberadaan labi-labi di air umumnya dilakukan dengan berendam dan melumpur. Keberadaan taman di tengah kolam dimaksudkan untuk aktivitas berjemur dan bertelur bagi labi-labi. Habitat di kolam utama tersebut mengalami ancaman karena adanya kemungkinan masuknya limbah dari aktivitas mandi dan cuci pada sumber air di bagian inlet kolam. Saluran pembuangan limbah tersebut oleh masyarakat telah dialihkan di bagian luar kolam agar tidak masuk dalam kolam utama. Dampak adanya pencemaran limbah cucian tersebut adalah menurunnya kualitas perairan dan menjadi pemicu adanya kontaminasi jamur jenis Saprolegnia sp. dan bakteri jenis Edwardsiella tarda (HPIK golongan II) serta Aeromonas veronii yang diduga menjadi penyebab utama kematian massal labi-labi Belawa pada tahun 2010 (Kusrini & Tajalli, 2012). Oleh karena itu, pengelolaan Obyek Wisata Belawa oleh masyarakat setempat dan instansi terkait perlu ditingkatkan kembali agar kelestarian labi-labi Belawa dapat tetap terpelihara. Perilaku Harian Labi-Labi di Obyek Wisata Belawa Hasil pengamatan perilaku harian labi-labi di kolam induk Obyek Wisata Belawa menunjukkan bahwa labi-labi berukuran besar (tua) cenderung mendominasi dari keseluruhan aktivitas yang diamati (Gambar 4). Perilaku harian labi-labi tua (ukuran besar) didominasi oleh aktivitas mengambil nafas (52,25%), kemudian diikuti oleh aktivitas berenang (29,53%), menepi ke tepian kolam (11,58%), masuk ke dalam lumpur (5,01%), makan (1,16%), mengapung (0,26%), dan membersihkan lumpur (0,13%). Aktivitas labi-labi dewasa (ukuran sedang) secara umum juga hampir sama dengan labi-labi dewasa dengan perilaku harian didominasi oleh mengambil nafas (40,26%), kemudian diikuti oleh aktivitas berenang (30,90%), masuk ke dalam lumpur (14,23%), menepi ke tepian kolam (13,67%), mengapung (0,56%), dan membersihkan lumpur (0,37%). Sementara aktivitas labi-labi muda (ukuran kecil) lebih banyak diam di dalam lumpur dengan persentase 47,37%, kemudian diikuti oleh kegiatan mengambil nafas (19,62%), berenang (0,66%), menepi (12,92%), mengapung (0,96%) dan makan (0,48%) (Gambar 4). 13

6 Gambar 4. Persentase perilaku labi-labi di kolam induk Obyek Wisata Belawa Berdasarkan perilaku harian labi-labi secara umum diketahui terdapat kesamaan perilaku antara labi-labi tua dan dewasa, hanya pada labi-labi dewasa tidak terlihat aktivitas makan. Sementara labi-labi muda cenderung lebih banyak berdiam di dalam lumpur dan sesekali terlihat berenang dan mengambil udara bebas. Kondisi tersebut diduga terkait dengan adaptasi labi-labi muda untuk menghindar dari labi-labi tua dan dewasa yang lebih besar ukurannya mengingat labi-labi memiliki sifat agonistik yaitu perilaku yang meliputi sikap untuk berkelahi, melarikan diri, mengalah atau menyerang. Perilaku harian labi-labi selama 24 jam di kolam utama Obyek Wisata Belawa yang mencakup aktivitas mengambil nafas dari air, berenang, masuk ke dalam lumpur, membersihkan lumpur, makan, menepi ke tepian kolam dan mengapung setiap satu jam sekali disajikan pada Gambar 5, 6, 7, 8, 9, 10 dan 11. Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa aktivitas mengambil nafas secara bebas atau langsung di udara banyak dilakukan baik oleh labi-labi ukuran besar, sedang dan kecil. Hal tersebut terkait dengan labi-labi yang bernafas dengan paru-paru (pulmo) sepanjang hidupnya dan tidak pernah mengalami perubahan alat pernapasan (Amri & Khairuman, 2002). Gambar 5. Perilaku mengambil nafas secara bebas labi-labi Belawa Labi-labi Belawa secara umum terlihat mulai aktif berenang pada malam hari. Labi-labi ukuran besar banyak melakukan aktivitas berenang pada pukul dan pukul , sementara pada siang hari cenderung beristirahat atau menepi. Aktivitas berenang labi-labi ukuran sedang secara umum hampir sama dengan labi-labi besar, sementara labi-labi kecil cenderung memiliki aktivitas renang yang sedikit karena banyak berada di dalam lumpur (Gambar 6). 14

7 Gambar 6. Persentase perilaku berenang labi-labi Belawa Aktivitas masuk ke dalam lumpur atau melumpur merupakan salah satu aktivitas istirahat bagi labi-labi. Menurut Kusdinar (1995), aktivitas berlumpur dilakukan oleh labi-labi Belawa yang muda maupun yang dewasa, baik di selokan atau dikolam-kolam yang berlumpur. Hasil pengamatan perilaku harian labi-labi di kolam induk Obyek Wisata Belawa menunjukkan labi-labi tua (besar) cenderung melumpur pada pukul dan pukul (Gambar 7). Sementara labi-labi dewasa (sedang) dan muda (kecil) cenderung melumpur sepanjang hari dan hanya menampakkan diri saat mengambil nafas, berenang, menepi dan makan. Labi-labi kecil merupakan yang paling lama berada dalam lumpur untuk berlindung dari gangguan labi-labi yang berukuran lebih besar. Labi-labi memang menyukai habitat perairan yang tenang dengan dasar berlumpur (Iskandar, 2000).. Keberadaan dasar perairan yang berlumpur selain untuk bersembunyi juga sebagai media untuk menjaga suhu tubuhnya agar tetap stabil mengingat labi-labi merupakan hewan reptil yang bersifat poikilotermal yang dicirikan suhu tubuh tidak tetap tetapi berubah-ubah mengikuti suhu lingkungan (Ditjenkan, 1999). Gambar 7 Persentase perilaku masuk ke dalam lumpur labi-labi Belawa Umumnya, setelah melumpur, labi-labi akan berenang berputar membalikbalikkan badan dengan tujuan untuk membersihkan lumpur yang ada di atas 15

8 tempurung/karapasnya. Selama pengamatan perilaku harian, aktivitas membersihkan lumpur pada labi-labi berukuran besar terjadi pada siang hari ( ) dan ukuran sedang pada periode pukul dan , sementara labilabi kecil tidak terlihat aktivitas tersebut (Gambar 8). Gambar 8. Persentase perilaku membersihkan lumpur labi-labi Belawa Aktivitas makan labi-labi di kolam induk Obyek Wisata Belawa hanya bisa diamati dari makanan buatan yang diberikan oleh pengelola. Makanan tersebut berupa cacahan daging ayam, ikan asin dan potongan singkong. Pada saat pengamatan, makanan yang diberikan berupa potongan-potongan kecil daging ayam dan diberikan setiap pukul setiap harinya. Nampaknya labi-labi di kolam tersebut telah terkondisikan atau terbiasa dengan jadwal pemberian makanan tersebut. Selama pengamatan terlihat aktivitas makan pada pukul didominasi oleh labi-labi besar (Gambar 9). Labi-labi kecil nampak makan pada pukul untuk menghindari kompetisi dengan labi-labi yang lebih besar dan terlihat memakan sisasisa daging yang masih tersisa. Selama pengamatan aktivitas makan, labi-labi di kolam induk tersebut tidak terlihat memakan jenis pakan lainnya selain yang diberikan oleh pengelola Obyek Wisata Belawa. Hal tersebut terlihat dari adanya ikan-ikan kecil berukuran larva yang tidak dimakan oleh labi-labi walaupun ikan-ikan tersebut berada di sekitarnya. Gambar 9. Persentase perilaku makan labi-labi Belawa 16

9 Aktivitas menepi banyak dilakukan oleh labi-labi dalam rangka berjemur atau beristirahat. Menepi yang dimaksud adalah labi-labi berada di tepi kolam yang dangkal namun tetap dalam kondisi berendam atau tidak mendarat. Hasil pengamatan di kolam utama ObyekWisata Belawa menunjukkan lab-labi besar cenderung lebih sering menepi diikuti oleh labi-labi ukuran sedang dan labi-labi kecil yang paling sedikit melakukan aktivitas menepi. Aktivitas tersebut umumnya terkait dengan aktivitas berenang dan mengambil nafas dan dilakukan sepanjang hari (Gambar 10). Gambar 10. Persentase perilaku menepi labi-labi Belawa Perilaku labi-labi yang mengapung di permukaan perairan juga menunjukkan kondisi istirahat. Gambar 10 menunjukkan bahwa perilaku mengapung dilakukan pada malam hari dengan waktu yang bervariasi antar ukuran labi-labi. Selama siang hari, tidak terlihat labi-labi mengapung di perairan kolam utama Obyek Wisata Belawa. Gambar 10. Persentase perilaku mengapung labi-labi Belawa Berdasarkan pengamatan perilaku harian selama 24 jam dapat diketahui bahwa labi-labi di kolam utama Obyek Wisata Belawa cenderung aktif sepanjang hari. Hal tersebut mendukung pernyataan Kusrini et al. (2007) bahwa labi-labi Belawa merupakan satwa yang tergolong cicardian atau crepuscular, yaitu aktif baik siang hari 17

10 maupun malam hari, sehingga kegiatan yang mendukung kehidupannya dilakukan pada siang hari dan juga malam hari. Hasil pengamatan perilaku labi-labi tersebut tidak bersifat mutlak karena labi-labi sebagaimana makhluk hidup yang lainnya memiliki perilaku yang unik, sehingga perilaku harian tentu saja akan berbeda setiap harinya. Walaupun demikian, pengamatan perilaku harian labi-labi dapat menggambarkan pola umum yang sering dilakukan oleh hewan tersebut setiap harinya. KESIMPULAN 1. Perilaku harian labi-labi di kolam utama Obyek Wisata Belawa didominasi oleh aktivitas mengambil nafas bebas, berenang, masuk ke dalam lumpur dan menepi serta cenderung aktif baik siang maupun malam hari. 2. Perilaku harian labi-labi tua dan dewasa cenderung dominan dibandingkan perilaku labi-labi muda cenderung lebih banyak berdiam di dalam lumpur menunjukkan adanya sifat agonistik populasi labi-labi di kolam utama Obyek Wisata Belawa. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan Penelitian Biologi, Populasi dan Habitat Labi-Labi (Amyda cartilaginea) untuk Mendukung Evaluasi Penetapan Status Perlindungannya di Jawa Barat dan Sumatera Selatan oleh Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Tahun Anggaran Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sunyoto (Balai TN Karimunjawa), Bapak Dadan, Bapak Kuwu Belawa, dan masyarakat Desa Belawa yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian di Obyek Wisata Belawa. DAFTAR PUSTAKA Altman, J Observational Study of Behaviour: Sampling Methods. University of Chicago, Chicago, USA. Amri K dan Khairuman Labi-Labi Komoditas Perikanan Multi Manfaat. PT Agro Media Pustaka, Jakarta. Asian Turtle Conservation Network Species: Amyda cartilaginea. Retrieved on 27 January 2012 from cartilaginea.htm. Auliya, M An Identification Guide to the Tortoise and Freshwater Turtles of Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, Philippines, Singapore and Timor Leste. TRAFFIC Southeast Asia. Petaling Jaya, Malaysia. Direktorat Jenderal Perikanan Petunjuk Teknis Labi-Labi (Trionyx cartilagineous). Ditjenkan. Departemen Pertanian, Jakarta. Fahri, S., R. Jaya, dan Ardianor Ekobiologi, Tingkah Laku dan Pertumbuhan Labi-Labi, Amyda cartilaginea Kalimantan Tengah. Prosiding Seminar Nasional Limnologi Pusat Penelitian Limnologi LIPI: Insana, D.R.M Studi Habitat dan Beberapa Aspek Biologi Kura-Kura Belawa (Amyda cartilaginea Boddaert) di Desa Belawa, Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Departemen Manajemen Sumbedaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Skripsi. 61p. Kusdinar A Telaah Beberapa Aspek Bioekologi Kura-kura Belawa (Trionyx cartilaginous Boddaert) di Belawa, Cirebon, Jawa barat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Skripsi. 18

11 Insana, D.R.M Studi Habitat dan Beberapa Aspek Biologi Kura-Kura Belawa (Amyda cartilaginea Boddaert) di Desa Belawa, Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Departemen Manajemen Sumbedaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Skripsi. 61p. Iskandar, D.T Kura-Kura dan Buaya Indonesia dan Papua Nugini dengan Catatan Mengenai Jenis-Jenis di Asia Tenggara. PAL Media Citra, Bandung. 191p. Iverson, J.B A Revised Checklist with Distribution Maps of the Turtles of the World. Richmond, Indiana: Privately Printed. 363p. Kusrini, M.D., Y. Wardiatno, A. Mashar dan N.Widagti Upaya Konservasi Satwa Langka: Kura-Kura Belawa (Amyda cartilaginea, Boddaert 1770). Laporan Penelitian. Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat. Bandung. Kusrini, M.D. dan A. Tajalli Nasib Kura-Kura Belawa Kini. Warta Herpetofauna Vol. V No.2 Juni 2012: Martin, P. and P. Bateson Measuring Behaviour: An Introductory Guide. Cambridge University Press, UK. Mashar, A Karakteristik Morfologi, Struktur Populasi dan Karakteristik Telur Kura-Kura Belawa (Amyda cartilaginea Boddaert 1770). Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Laporan Penelitian. 29p. Muliawati, B Kajian Populasi Labi-Labi Belawa, Amyda cartilaginea (Testudinata; Trionychidae) Berdasarkan Variasi mtdna. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Skripsi. 52p. Oktaviani, D., Dharmadi, dan R. Puspasari Upaya Konservasi Keanekaragaman Hayati Ikan Perairan Umum Daratan di Jawa. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol. 3 No. 1 Mei 2011: Rahmi, N Pertumbuhan Juvenil Labi-Labi, Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) (Reptilia: Testudinata: Trionychidae) Berdasarkan Pemberian Jenis Pakan yang Berbeda, dalam Upaya Domestikasi untuk Menunjang Konservasi di Desa Belawa, Kabupaten Cirebon. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Skripsi. 65p. van Dijk, P.P The Status of Turtles in Asia. Chelonian Research Monograph 2: Wardiatno, Y., M.D. Kusrini, N. Rahmi dan A. Mashar Pertumbuhan Juvenil Labi-Labi, Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) dengan Jenis Pakan Berbeda, di Desa Belawa, Kabupaten Cirebon. Journal of Tropical Fisheries 3(2):

UPAYA PELESTARIAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, CIREBON ABSTRAK

UPAYA PELESTARIAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, CIREBON ABSTRAK UPAYA PELESTARIAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, CIREBON Astri Suryandari, Danu Wijaya, dan Agus Arifin Sentosa Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN Tri Muryanto dan Sukamto Teknisi Litkayasa pada Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan-Jatiluhur Teregistrasi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN ABSTRAK

PEMANFAATAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN ABSTRAK PEMANFAATAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN Astri Suryandari, Danu Wijaya, dan Agus Arifin Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Memasukan: Januari 2013, Diterima: April 2013

PENDAHULUAN. Memasukan: Januari 2013, Diterima: April 2013 Jurnal Biologi Indonesia 9 (2):175-182 (2013) Karakteristik Populasi Labi-labi Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) yang Tertangkap di Sumatera Selatan (Population Characteristics of the Asiatic Softshell

Lebih terperinci

PREFERENSI PAKAN DAN PERTUMBUHAN ANAKAN BULUS (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI PENANGKARAN PT. EKANINDYA KARSA, KABUPATEN SERANG, BANTEN

PREFERENSI PAKAN DAN PERTUMBUHAN ANAKAN BULUS (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI PENANGKARAN PT. EKANINDYA KARSA, KABUPATEN SERANG, BANTEN Media Konservasi Vol. 21 No. 1 April 2016: 19-26 PREFERENSI PAKAN DAN PERTUMBUHAN ANAKAN BULUS (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI PENANGKARAN PT. EKANINDYA KARSA, KABUPATEN SERANG, BANTEN (Feed Preference

Lebih terperinci

VARIASI PARAMETER PERTUMBUHAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea) DI MUSI RAWAS DAN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN

VARIASI PARAMETER PERTUMBUHAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea) DI MUSI RAWAS DAN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN VARIASI PARAMETER PERTUMBUHAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea) DI MUSI RAWAS DAN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN BP-14 Agus Arifin Sentosa* dan Astri Suryandari Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran luas 100 km x 30 km di Sumatera Utara, Indonesia. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap

Lebih terperinci

SEBARAN UKURAN MORFOLOGI LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) HASIL TANGKAPAN DI SUMATERA SELATAN

SEBARAN UKURAN MORFOLOGI LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) HASIL TANGKAPAN DI SUMATERA SELATAN Sebaran Ukuran Morpologi Labi-labi..Hasil Tangkapan di Sumatera Selatan (Sentosa, A.A., et al) SEBARAN UKURAN MORFOLOGI LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) HASIL TANGKAPAN DI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebagian besar perairan laut Indonesia (> 51.000 km2) berada pada segitiga terumbu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain: 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan maritim yang sangat luas sehingga Indonesia memiliki kekayaan perikanan yang sangat kaya.pengetahuan lingkungan

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKNIK PENANGKARAN PENGEMBANGBIAKAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea) DI AREA PT. ARARA ABADI

PENERAPAN TEKNIK PENANGKARAN PENGEMBANGBIAKAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea) DI AREA PT. ARARA ABADI PENERAPAN TEKNIK PENANGKARAN PENGEMBANGBIAKAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea) DI AREA PT. ARARA ABADI THE IMPLEMENTATION OF BREEDING TECHNIQUE OF TRIONYCHIA (Amyda cartilaginea) AT PT. ARARA ABADI AREA

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Labi-labi Taksonomi Morfologi dan anatomi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Labi-labi Taksonomi Morfologi dan anatomi II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Labi-labi 2.1.1 Taksonomi Menurut Ernst dan Barbour (1989), klasifikasi labi-labi (Amyda cartilaginea) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Reptillia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries 1

PENDAHULUAN. PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries 1 PENDAHULUAN PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries (PT. BUMWI) adalah merupakan salah satu perusahaan pengusahaan hutan yang mengelola hutan bakau (mangrove). Dan seperti diketahui bahwa, hutan mangrove

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 1 Oktober 2014 ISSN: 2302-3600 EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN Riska Emilia Sartika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia membentang 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0-141 0 BT, sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua Australia

Lebih terperinci

Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto)

Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto) Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto) KADAR SALINITAS, OKSIGEN TERLARUT, DAN SUHU AIR DI UNIT TERUMBU KARANG BUATAN (TKB) PULAU KOTOK KECIL

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 Lima prinsip dasar Pengelolaan Konservasi 1. Proses ekologis seharusnya dapat dikontrol 2. Tujuan dan sasaran hendaknya dibuat dari sistem pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Labi-labi. Klasifikasi Amyda cartilaginea menurut Ernst dan Barbour (1989) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Labi-labi. Klasifikasi Amyda cartilaginea menurut Ernst dan Barbour (1989) adalah sebagai berikut : 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Labi-labi Klasifikasi Amyda cartilaginea menurut Ernst dan Barbour (1989) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Reptilia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan inroduksi yang telah lebih dulu dikenal masyarakat indonesia. Budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Tengah tepatnya di kabupaten Karanganyar. Secara geografis terletak

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Tengah tepatnya di kabupaten Karanganyar. Secara geografis terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Lawu merupakan salah satu gunung yang berada di propinsi Jawa Tengah tepatnya di kabupaten Karanganyar. Secara geografis terletak disekitar 111 o 15 BT dan 7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu dari luar sistem perairannya sehingga dapat dinetralkan atau distabilkan kembali dalam jangka waktu

Lebih terperinci

KONSERVASI LABI-LABI Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, KECAMATAN LEMAH ABANG, KABUPATEN CIREBON, PROVINSI JAWA BARAT SUNYOTO

KONSERVASI LABI-LABI Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, KECAMATAN LEMAH ABANG, KABUPATEN CIREBON, PROVINSI JAWA BARAT SUNYOTO KONSERVASI LABI-LABI Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, KECAMATAN LEMAH ABANG, KABUPATEN CIREBON, PROVINSI JAWA BARAT SUNYOTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING S. SOPIYANA, A.R. SETIOKO, dan M.E. YUSNANDAR Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian PEMBAHASAN Spesies yang diperoleh pada saat penelitian Dari hasil identifikasi sampel yang diperoleh pada saat penelitian, ditemukan tiga spesies dari genus Macrobrachium yaitu M. lanchesteri, M. pilimanus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA Tito Latif Indra, SSi, MSi Departemen Geografi FMIPA UI

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR R Rodlyan Ghufrona, Deviyanti, dan Syampadzi Nurroh Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Situ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

PENDEDERAN IKAN PATIN DI KOLAM OUTDOOR UNTUK MENGHASILKAN BENIH SIAP TEBAR DI WADUK MALAHAYU, BREBES, JAWA TENGAH

PENDEDERAN IKAN PATIN DI KOLAM OUTDOOR UNTUK MENGHASILKAN BENIH SIAP TEBAR DI WADUK MALAHAYU, BREBES, JAWA TENGAH Media Akuakultur Volume 7 Nomor 1 Tahun 2012 PENDEDERAN IKAN PATIN DI KOLAM OUTDOOR UNTUK MENGHASILKAN BENIH SIAP TEBAR DI WADUK MALAHAYU, BREBES, JAWA TENGAH Septyan Andriyanto *), Evi Tahapari **), dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyu hijau merupakan reptil yang hidup dilaut serta mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh disepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudra Pasifik dan Asia Tenggara.

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN NILAI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN SEKITAR LOKASI UNIT PENGOLAHAN IKAN DI KABUPATEN INDRAMAYU JAWA BARAT

TEKNIK PENGUKURAN NILAI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN SEKITAR LOKASI UNIT PENGOLAHAN IKAN DI KABUPATEN INDRAMAYU JAWA BARAT Teknik Pengukuran Nilai Total Suspended Solid (TSS) di Kabupaten Indramayu-Jawa Barat (Sumarno, D., et al) TEKNIK PENGUKURAN NILAI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN SEKITAR LOKASI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id di alternatif usaha budidaya ikan air tawar. Pemeliharaan ikan di sungai memiliki BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA DI PERAIRAN MENGALIR

bio.unsoed.ac.id di alternatif usaha budidaya ikan air tawar. Pemeliharaan ikan di sungai memiliki BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA DI PERAIRAN MENGALIR BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA DI PERAIRAN MENGALIR Oleh: Dr. Endang Widyastuti, M.S. Fakultas Biologi Unsoed PENDAHULUAN Ikan merupakan salah satu sumberdaya hayati yang dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang sangat tinggi, salah satu diantaranya adalah kelompok primata. Dari sekitar

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak unggas penghasil telur, daging dan sebagai binatang kesayangan dibedakan menjadi unggas darat dan unggas air. Dari berbagai macam jenis unggas air yang ada di Indonesia,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan masyarakat Indonesia, 40 juta orang Indonesia menggantungkan hidupnya secara langsung pada keanekaragaman

Lebih terperinci

KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT

KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT Hesti Wahyuningsih Abstract A study on the population density of fish of Jurung (Tor sp.) at Bahorok River in Langkat, North

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN JUVENIL LABI-LABI (Amyda cartilaginea) BERDASARKAN UJI COBA PREFERENSI PAKAN DI PENANGKARAN PT. ARARA ABADI, KABUPATEN SIAK.

PERTUMBUHAN JUVENIL LABI-LABI (Amyda cartilaginea) BERDASARKAN UJI COBA PREFERENSI PAKAN DI PENANGKARAN PT. ARARA ABADI, KABUPATEN SIAK. PERTUMBUHAN JUVENIL LABI-LABI (Amyda cartilaginea) BERDASARKAN UJI COBA PREFERENSI PAKAN DI PENANGKARAN PT. ARARA ABADI, KABUPATEN SIAK. JUVENILE GROWTH OF TRIONYCHIA(Amyda cartilaginea) BASED ON FEED

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,

Lebih terperinci

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan Volume 1, Nomor 2, Agustus 2016 Artikel Hasil Penelitian, Hal. 35-39 Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci

SMP NEGERI 3 MENGGALA

SMP NEGERI 3 MENGGALA SMP NEGERI 3 MENGGALA KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti pembelajaran, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman makhluk hidup dalam pelestarian ekosistem. Untuk Kalangan Sendiri

Lebih terperinci

Klasifikasi Udang Air Tawar Peranan Udang Air Tawar dalam Ekosistem

Klasifikasi Udang Air Tawar Peranan Udang Air Tawar dalam Ekosistem TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Udang Air Tawar Secara garis besar Crustacea dibagi menjadi enam kelas, yaitu Branchiopoda, Cephalocarida, Malacostraca, Maxillopoda, Ostracoda dan Remipedia (Martin 2001).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Media Litbang Sulteng 2 (2) : 126 130, Desember 2009 1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Sungai yang berhulu di Danau Kerinci dan bermuara di Sungai Batanghari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah ikan gurami (Osphronemus gouramy) (Khaeruman dan Amri, 2003).

I. PENDAHULUAN. adalah ikan gurami (Osphronemus gouramy) (Khaeruman dan Amri, 2003). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri perikanan budidaya air tawar sekarang mengalami kemajuan yang cukup pesat. Salah satu ikan budidaya yang cukup digemari adalah ikan gurami (Osphronemus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan usaha dibidang sumber daya perairan. Menurut Sarnita dkk. (1998), luas perairan umum

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian dilaksanakan pada tanggal 22 September 2016 dengan pengujian air Selokan Mataram dengan unit water treatment melalui segmen 1 koagulasi, flokulasi, segmen 2 sedimentasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Maya Ekaningtyas dan Ardiansyah Abstrak: Ikan bandeng (Chanos chanos) adalah salah satu jenis ikan yang banyak di konsumsi oleh masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1444, 2014 KEMENHUT. Satwa Liar. Luar Negeri. Pengembangbiakan. Peminjaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu

Lebih terperinci

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di danau dan lautan, air sungai yang bermuara di lautan akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. di danau dan lautan, air sungai yang bermuara di lautan akan mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan, sehingga Indonesia memiliki keanekaragaman biota laut yang tinggi. Indonesia banyak memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG PEMINJAMAN JENIS SATWA LIAR DILINDUNGI KE LUAR NEGERI UNTUK KEPENTINGAN PENGEMBANGBIAKAN (BREEDING LOAN) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS DISUSUN OLEH: KELOMPOK 6 ADI SAPUTRA FAUZI ISLAHUL RIDHO ILHAM NENCY MAHARANI DWI PUJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI. Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem

KEANEKARAGAMAN HAYATI. Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem KEANEKARAGAMAN HAYATI Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem Tujuan Pembelajaran Mampu mengidentifikasi keanekaragaman hayati di Indonesia Mampu membedakan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian dilaksanakan pada tanggal 1 November 16 dengan durasi pengujian air Selokan Mataram dengan unit water treatment selama menit melalui unit koagulasi, flokulasi, sedimentasi,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan Penelitian

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci