PERAN PEMERINTAH DALAM PENGHAPUSAN K D R T. * Zubaidah ABSTRAKSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN PEMERINTAH DALAM PENGHAPUSAN K D R T. * Zubaidah ABSTRAKSI"

Transkripsi

1 PERAN PEMERINTAH DALAM PENGHAPUSAN K D R T * Zubaidah ABSTRAKSI Kekerasan Dalam Rumah Tangga telah memakan cukup banyak korban dari berbagai kalangan masyrakat. Hal ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan di sebabkan oleh berbagai faktor. Walaupun secara normatif telah memiliki berbagai peraturan perundangan dan kiranya sudah cukup sebagai dasar untuk mengatasi kekerasan dalam rumah tangga ini, namun kenyataannya kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak menurun bahkan semakin meningkat. Timbul pertanyaan bagaimana peran pemerintah dalam Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Kata Kunci : Peran Pemerintah, Penghapusan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga. PENDAHULUAN Latar Belakang Kekerasan dalam rumah tangga banyak di bicarakan baik dalam bentuk loka karya, seminar, diskusi maupun dialog publik. Pihak penyelenggara terdiri dari berbagai kalangan baik dari organisasi pemerintah, non pemerintah maupun para akademisi. Selama ini wilayah rumah tangga dianggap sebagi tempat yang aman, dimana seluruh anggota keluarga merasa damai dan terlindungi. Seharusnya istri dan suami duduk bersama dalam mengarungi kehidupan rumah tangga, namun kenyataannya dalam kehidup an keluarga sering terjadi pertentangan dan perbedaan pendapat yang berujung pada tindak kekerasan baik fisik maupun psikis dan di susul dengan penelantaran ekonomi oleh suami. Hal ini disebabkan adanya anggap an istri milik suami dan seorang suami memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dari pada anggota yang lain. Hal ini didasarkan pasal 31 ayat 3 undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang per kawinan menyatakan: Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga hal inilah menjadikan laki-laki berpeluang sehingga dapat memaksakan semua kehendaknya termasuk me lakukan kekerasan. Dan ada kecenderung an dari masyarakat yang selalu menyalakan kor banya, hal ini karena dipengaruhi oleh nilai masyarakat yang selalu ingin harmonis. Faktor lain adanya anggapan bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan urusan interen suami istri yang hubungan hukumnya terikat didalam perkawianan yang merupakan lingkup hukum ke perdataan. Dengan demikian tatkala terjadi pelanggaran dalam hubung an antar individu tersebut penegakan hukumnya di selesaikan dengan meng ajukan gugatan ke peng adilan oleh pihak yang merasa dirugikan sedang kan pada undang-undang perkawinan tidak mengatur sanksi yang dapat Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol. 6 No. 16, April

2 dijatuh kan kepada pelaku kekerasan dalam rumah tangga seperti halnya dalam hukum pidana. Sehingga suami yang semetinya ber fungsi sabagai pengayom justru malah berbuat yang jauh dari harapan anggota keluarganya. Pengaruh negatif dari kekerasan dalam rumah tangga pun beraneka ragam dan tidak hanya bersifat hubungan keluarga tetapi juga terhadap anggota dalam keluarga yang ada di dalamnya. Dalam hal luka serius fisik maupun psikolo gis yang langsung diderita oleh korban akhirnya mem batasi kesempatan untuk memperoleh persamaan hak. Kekerasan dalam rumah tangga juga meng akibatkan retaknya hubung an keluarga dan anak-anak yang kemudian dapat menjadi sumber masalah sosial. Yang lebih menyedih kan kasus kekerasan dalam rumah tangga dari waktu ke waktu terus meningkat. Berdasar fakta dilapangan dari laporan Komnas Perempuan menunjukkan data kasus yang terus meningkat dari tahun ke tahun : Tahun 2002 se besar 3160 kassus, Tahun 2003 naik menjadi 5163 kasus, Tahun 2004 naik lagi menjadi 7787 kasus, Tahun 2005 terdapat kasus. Dari kasus tersebut sebesar 4310 kasus (31%) merupa kan kasus kekerasan dalam rumah tangga (The Jakarta Post, Wednesday March ). Data yang diperoleh dari Jaringan Relawan Independent ( Ja R I ) dari April 2002 sampai Maret 2007 telah menangani 134 kasus KDRT. Bentuk ke kerasan yang didapatkan perempuan adalah kekeras an psikis dan fisik ( Harian Pekiran Rakyat 21 April 2007) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) sudah berlaku 3 Tahun namun angka kasus kekerasan dalam rumah tangga masih tetap tinggi. Realitasnya perindungan terhadap perempuan yang selama ini banyak menjadi korban kekerasan masih lemah. Dengan Di berlakukannya UU PKDRT sebenarnya adalah momen tum penting yang memberi kan pilar perlindungan pe rempuan terhadap kekeras an di wilayah yang selama ini di anggap pribadi namun rendahnya sosialiasai ter hadap perangkat aturan ini membuat kekerasan dalam rumah tangga tetap tinggi Kata Ketua Dewan Penyantun Lembaga Bantu an Hukum (LBH APIK), Nursyahbani Katjasungkana di Jakarta (Suara Pembaharuan, 19 November 2007). Berdasarkan data tersebut timbul pertanyaan: 1. Bagaimana perspektif hukum dalam rangka penghapusan KDRT? 2. Bagaimana peran pe merintah dalam upaya penghapusan KDRT? PEMBAHASAN Perpektif Hukum Dalam Rangka Penghapusan KDRT. Apabila kita amati data diatas walaupun sumber diambil dari media masa bukan hasil penelitain di masyarakat tampak terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) cenderung meningkat. Dengan meningkatnya angka kekerasan dalam rumah tangga serta akibat yang ditimbulkan bagi korban maka sebagian masyarakat menghendaki pelaku kekerasan dalam rumah tangga harus dipidana. Menurut Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol. 6 No. 16, April

3 hukum pidana pada dasarnya proses penetapan bahwa perbuatan seseorang dapat dipidanakan adalah karena perbuatan itu tidak dikehendaki atau disukai oleh masyarakat karena perbuatan tersebut dapat merugikan atau mendatangkan korban. Oleh karena itu dalam hukum pidana dikenal sebuah azas yang fundamental yang berkaitan dengan pemidanaan yaitu tiada pidana tanpa kesalahan (Geen Straf Zonder Schuld) apakah seseorang itu salah atau tidak menurut hukum, tergantung dari tiga faktor: 1. Keadaan batin orang yang melakukan itu, dengan perkataan lain menyangkut kemampuan bertangung jawab si Pelaku. 2. Hubungan batin si Pelaku dengan perbuatan yang dilakukan yang dapat berupa dolus (kesengajaan), culpa (kelalaian) 3. Tidak ada alasan pemaaf (Hermin Hadiati Koeswadji, 1984:17) Dalam kaitannya dengan kekerasan fisik terhadap istri dalam rumah tangga adalah bahwa kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami termasuk dalam perbuatan yang tidak dikehendaki dan tidak disukai dalam masyarakat, terlebih lagi perbuatan itu dapat merugikan istri dan anaknya yang menjadi korban tindakannya. Permasalahannya adalah bahwa sebagaimana yang diketahui, kekerasan fisik terjadi karena faktor emosi yang sudah tidak terkendali setelah didahului oleh terjadinya pertengkaran antara suami dan istri, sehingga agak diragukan apakah suami sengaja melakukan kekerasan fisik tersebut atau tidak sengaja (alpa). Dari pengkajian berbagai pasal dalam KUHP, diperoleh data bahwa ancaman pidana dapat dikenakan kepada pelaku baik tindak pidana tersebut dilakukan dengan sengaja ataupun dengan kealpaan. Perbedaan ancaman pidana antara kesengajaan dan kealpaan hanya terdapat pada beratringannya pidana yang diancamkan. Hal ini bisa kita bedakan sebagai mana tersebut dalam pasal 354 KUHP tentang peng aniayaan, disebutkan : Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, dihukum karena peng aniayaan berat dengan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun. Sedangkan kalau kita lihat dalam pasal 360 KUHP menyebutkan : Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun. Dengan demikian kekerasan fisik terhadap istri yang dilakukan oleh suami meskipun dengan kealpaan tetap dapat dipidana. Selanjutnya, kalau kita teliti apa yang ada dalam pasal 351 sampai dengan 354 KUHP menyatakan bahwa penganiayaan diancam penjara paling lama 2 tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Jika perbuatan meng akibatkan luka berat terhadap pelakunya dapat diancam hukuman pidana penjara paling lama 8 tahun dan kalau kita lihat pasal 356 KUHP menyebutkan bahwa Hukuman yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiganya jika pelaku melakukan kejahatan itu kepada ibunya, bapaknya yang sah, istrinya (suaminya) atau anaknya. Dari hasil penelitian pasal-pasal tersebut diatas terlihat bahwa negara hanya mengatur tindak pidana penganiayaan sebagai kejahatan yang Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol. 6 No. 16, April

4 sifatnya umum, dan kalau kita lihat pasal 89 dan pasal 90 hanya mengatur tentang kekerasan fisik, tidak meng atur kekerasan seksual yang terjadi dalam rumah tangga. Berdasarkan hal tersebut ternyata masih banyak ke lemahan baik dalam UU Perkawinan nomor 1 Tahun 1974 maupun pasal pasal dalam KUHP. Dengan banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga, akhirnya Pemerintah Indonesia pada tahun 2004 telah menerbitkan/ mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT). Tepatnya pada tanggal 22 September undang-undang ini merupa kan hasil kerja yang cukup panjang dari berbagai elemen bangsa baik dari pemerintah, parlemen dan dari masyarakat luas yang dalam hal ini di wakili oleh lembaga-lembaga yang mempunyai kepedulian terhadap penyelesaian KDRT dan Pembangunan Hukum yang adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Adapun point point penting dari UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga ini adalah mengatur sebagai berikut: A. Tentang ketentuan umum yaitu: 1. Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psiko logis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksa an, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 2. Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. 3. Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/ atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga. 4. Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, ke polisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. 5. Perlindungan Sementara adalah perlindungan yang langsung diberikan oleh kepolisian dan/atau lembaga sosial atau pihak lain, sebelum dikeluarkannya penetapan perintah perlidungan dari pengadilan. 6. Perintah Perlindungan adalah penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan untuk memberikan perlindungan kepada korban. 7. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang pemberdayaan perempuan. (Pasal 1 UU PKDRT). B. Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi : 1. Suami, isteri, dan anak; 2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol. 6 No. 16, April

5 karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga, ; dan/atau 3. Orang-orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. (Pasal 2 UU PKDRT). 2. Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dilaksanakan berdasarkan asas : a. Penghormatan hak azazi manusia; b. Keadilan dan kesetaraan gender; c. Non diskriminasi; dan d. Perlindungan korban. (Pasal 3 UU PKDRT). Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga bertujuan: a. Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga; b. Melindungi korban kekeras an dalam rumah tangga; c. Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; dan d. Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. (Pasal 4 UU PKDRT). 3. Larangan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara: a. Kekerasan Fisik adalah perbuatan yang mengakibat kan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. b. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibat kan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. c. Kekerasan seksual meliputi : Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/ atau tujuan tertentu. d. Penelantaran rumah tangga ialah : Setiap orang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut. (Pasal 5-9 UU PKDRT). 4. Hak-hak korban mendapatkan: a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol. 6 No. 16, April

6 penetapan perintah perlindungan dari pengadilan; b. Pelayanan kesehatan se suai dengan kebutuh an medis; c. Penanganan secara khu sus berkaitan dengan kerahasiaan korban; d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan per undang-undangan; dan e. Pelayanan bimbingan roh ani. (Pasal 10 UU PKDRT). 5. Kewajiban pemerintah dan masyarakat dalam pen ghapusan kekerasan dalam rumah tangga, diatur dalam Pasa11: Pemerintah ber tanggung jawab dalam upaya pen cegahan kekeras an dalam rumah tangga. Untuk melaksanakan keten tuan tersebut maka ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagaimana dimksud da lam pasal 12. Sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban masyarakat ada lah sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 yaitu bahwa, Setiap orang yang mendengar, melihat, atau menge tahui terjadinya ke kerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk : a. Mencegah berlangsunnya tindak pidana; b. Memberikan perlindungan kepada korban; c. Memberikan pertolongan darurat; dan d. Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan. 6. Perlindungan, yaitu mengatur tentang perlindungan dari kepolisian sebagaimana tercantum da lam Pasal 16 sampai Pasal 20, sedangkan perlindungan dalam bentuk pelayanan kesehatan terdapat dalam Pasal 21, dan perlindungan dari pekerja sosial, relawan pendamping dan pem bimbing rohani tercantum dalam Pasal 22 s/d 24 se dangkan Pasal 25 mengatur tentang kewajiban advokat dalam memberikan per lindungan dan pelayanan. 7. Pemulihan Korban. Yang tercantum dalam Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, dan Pasal 42 yang mengatur tentang upaya untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pen damping dan/ pembimbing rohani. 8. Ketentuan Pidana, 1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga dipidana dengan pidana pen jara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (lima belas juta rupiah). (Pasal 44 ayat (1) UU PKDRT). 2. Dalam hal perbuatan kekerasan fisik mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atai luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (tiga puluh juta rupiah). (Pasal 44 ayat (2) UU PKDRT). Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol. 6 No. 16, April

7 3. Dalam hal perbuatan kekerasan fisik mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana perjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (empat puluh lima juta rupiah). (Pasal 44 ayat (3) UU PKDRT). 4. Dalam hal perbuatan keke rasan fisik dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp ,00 (lima juta rupiah). (Pasal 44 ayat (4) UU PKDRT). 5. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (sembilan juta rupiah). (Pasal 45 ayat (1) UU PKDRT). 6. Dalam hal perbuatan kekerasan psikis yang di lakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp ,00 (tiga juta rupiah). (Pasal 45 ayat (2) UU PKDRT). 7. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (tiga puluh enam juta rupiah). (Pasal 46 UU PKDRT). 8. Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual dengan orang lain dengan tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp ,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak Rp ,00 (tiga ratus juta rupiah). (Pasal 47 UU PKDRT). 9. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Point 7 & 8 diatas (Pasal 46 & 47 UU PKDRT) mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberikan harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 (empat) minggu terusmenerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol. 6 No. 16, April

8 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah) atau denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). (Pasal 48 UU PKDRT). 10. Dipidana dengan pidana pen jara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang: a. Menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut; b. Menelantarkan orang lain yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut. (Pasal 49 UU PKDRT). 11. Selain pidana sebagaimana ketentuan yang diatur dari point 1 10 di atas, hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa : a. pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku; b. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lem baga tertentu. (Pasal 50 UU PKDRT). 12. Tindak pidana kekeras an fisik, tindak pidana kekerasan psikis, Tindak pidana kekerasan seksual yang di lakukan oleh suami ter hadap isteri atau sebalik nya merupakan delik aduan. (Pasal UU PKDRT). 9. Ketentuan Lain lain. Yaitu yang tercantum dalam pasal 54 yang menerangkan tentang penyidikan, penun tutan, dan pemeriksaan disidang Pengadilan dilak sanakan menurut ketentuan hukum acara pidana (KUHAP) sedangkan Pasal 55 menentu kan satu alat bukti yang sah yaitu keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup membuktikan bahwa ter dakwa bersalah, apabila disertai dengan satu alat bukti sah lainnya. 10. Merupakan ketentuan pe nutup. Yang tercantum dalam Pasal 56 yang memuat tentang kepastian hukum mulai di berlakukan nya Undang undang Penghapusan Kekerasan dalam rumah tangga ini. 2. Peran Pemerintah Dalam Upaya Penghapus an KDRT. Dalam upaya penyelenggaraan perlindungan terhadap korban KDRT sesuai dengan pasal 11 Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol. 6 No. 16, April

9 Undang undang PKDRT adalah merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah. Untuk melak sanakan tanggung jawab tersebut pemerintah menunjuk menteri dalam hal ini menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang pemberdayaan perempuan. Untuk melaksanakan ketentuan sebagai berikut: a.merumuskan kebijakan tentang PKDRT. b.menyeleng garakan komunikasi dan informasi, edukasi, tentang KDRT c.menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang KDRT b. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu KDRT serta menetapkan setandar dan akriditasi pelayanan yang sensitif gender. Dalam hal melaksanakan ketentuan pasal 12 UU PKDRT tersebut menteri dapat melakukakan koordinasi dengan instansi terkait. Sedangkan untuk penyelenggaraan pelayanan terhadap korban, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan fungsi dan tugas masing masing dapat melakukan upaya: a. Penyediaan ruang pelayanan khusus dikator kepolisian b. Penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial, dan pembimbing rohani c. Pembuatan dan pen gembangan sistem mekanisme kerja sama program pelayanan yang melibatkan pihak yang mudah diakses oleh korban dan d. Memberikan perlindung an bagi pendamping, saksi, keluarga, dan teman korban. Untuk menyelenggarkan upaya sebagaimana diatas pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan fungsi dan tugas masing masing dapat melakukan kerjasama dengan masyarakat atau lembaga sosial lainnya. Hal ini telah ditetapkan dalam pasal 14 UU PKDRT. Sedangkan kewajiban masyarakat diharapkan ikut berpartisipasi apabila mendengar melihat atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya- upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk mencegah berlangsungnya tindak pidana, memberikan perlindungan pada korban memberikan pertolongan darurat dan membantu pengajuan permohonan penetapan perl indungan. Kepedulian pemerintah dalam rangka penghapusan KDRT sepertinya menunjukan suatu usaha yang cukup optimal hal ini terlihat dari realisasi di lapangan. Dalam kaitan dengan dikeluarkannya UU No23 Tahun 2004 tentang penghapusan KDRT sebagai tindak lanjut telah diterbitkan peraturan pemerintah RI No 4 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan kerjasama pemulihan korban. Perturan pemerintah ini merupakan petunjuk pelaksanaan tentang mekanisme perlindungan korban, kewajiban negara untuk rumah aman termasuk mensosialisasikan berbagai peraturan yang berkenaan dengan perempuan. Untuk mewujudkan apa yang di tetapkan UU PKDRT maka usaha pemerintah mulai dari tingkat pusat sampai daerah dibentuk badan/ lembaga yang menangani masalah KDRT. Kita mengenal adanya posisi Menteri negara pemberdayaan Perempuan. Guna mengeliminer terjadinya KDRT kementerian negara pemberdayaan perempuan RI mengeluarkan peraturan menteri No 01/Permen PP/ IV/2007 tentang forum Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol. 6 No. 16, April

10 koordinasi penyelenggaraan kerja sama pencegahan dan pemulihan korban KDRT sebagai implementasi dari pasal 15 PP No 4 Tahun Di pemerintah Provinsi di bentuk wadah semacam forum komunikasi pember dayaan permpuan forum ini merupakan wadah untuk berurunrembug dalam membuat gagasan, melaku kan koordinasi serta rekomendasirekomendasi dalam membuat kebijakan program kegiatan pemberdayaan perempuan. Di tiap Pemda kabupaten/kota dibentuk pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan (P2TP2). Pusat pelayanan terpadu merupakan suatu unit khusus pada rumah sakit yang menyelenggarakan pe layanan terpadu korban kekerasan terhadap per empuan dan anak yang meliputi pelayanan medis, psikososial, dan bantuan hukum yang dilaksanakan secara lintas fungsi dan lintas sektoral. Pusat ini dibentuk berdasarkan ke sepakatan bersama tiga menteri (Menteri pemberdayaan perempuan, Menkes, dan Mensos) serta Kepolisian Negara RI pada tanggal 23 oktober Selain dibentuknya P2TP2, khususnya ke polisian RI membentuk Ruang Pelayanan Khusus (RPK) yang mempunyai personil anggota Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) yang dibentuk mulai tingkat Mabes Polri, Polda, Polwil/ Tabes, hingga Polres/ Polresta. Tugas UPPA ini meliputi: a. Penerimaan laporan/ pengaduan tentang tindak pidana b. Membuat laporan Polisi c. Memberi konseling d. Mengirimkan korban ke PPT atau ke rumah sakit terdekat e. Pelaksanan penyidikan perkara f. Meminta visum g. Memberikan penjelasan kepada pelapor tentang posisi kasus hak hak dan kewjibannya h. Menjamin kerahasiaan info yang diperoleh i. Menjamin keamanan dan keselamatan korban j. Menyalurkan korban ke Lembaga Bantuan Hukum atau LBH / rumah aman k. Mengadakan koordinasi dan kerja sama dan lintas sektoral l. Memberitau perkembangan penanganan kasus kepada pelapor m. Membuat laporan kegiatan sesuai prosedur Mekanisme penerimaan laporan Polisi di Ruang Pelayanan Khusus (RPK) yaitu sebagai berikut: a. Korban diterima oleh personel UPPA b. Proses pembuatan laporan Polisi di dahului dengan interview/ wawancara dan pengamatan serta penilaian penyidik/petugas terhadap keadaan saksi korban c. Apabila saksi korban dalam kondisi trauma/stres, penyidik melakukan tindakan penyelamat an dengan mengirim saksi korban ke PPT rumah sakit Bhayangkara untuk mendapatkan penanganan medis-psikis serta memantau perkembangannya d. Dalam hal saksi dan atau korban memerlukan istirahat, petugas mengantar kerung istirahat atau rumah aman e. Apabila korban dalam kondisi sehat dan baik, penyidik dapat melaksanakan interview/wawancara guna pembuatan laporan Polisi f. Pembuatan laporan Polisi oleh petugas UPPA dan bila perlu Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol. 6 No. 16, April

11 mendatangi TKP untuk mencari dan menggumpulkan barang bukti g. Register penomoran laporan polisi ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) h. Dalam hal saksi dan / atau korban perlu ke PPT atau tempat lainnya petugas wajib mengantarkan sampai ke tujuan rujukan dan menyerahkan kepada petugas yang bersangkutan disertai penjelasan masalahnya i. Dalam saksi dan / atau korban selesai dibuatkan Laporan Polisi dan perlu visum, maka petugas mengantarkan saksi dan/atau korban ke PPT untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan dan visum j. Kasus yang tidak memenuhi unsur pidana, dilakukan upaya bantuan melalui konseling dan pendekatan psikologis. Ironisnya walaupun UU No 23 Tahun 2004 PKDRT sudah berlaku tiga tahun namum angka kasus KDRT masih tetap tinggi. Hal ini mungkin disebabkan rendahnya sosialisasi perangkat aturan ini membuat kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa ibu dan anak masih tetap tinggi dan juga belum merata dibentuknya pusat pelayanan terpadu dan pemberdayaan perempuan dan anak yang dibiayai oleh APBD, pada hal payung hukum pembentukan lembaga tersebut telah dibentuk PP No 6 Tahun 2004 tentang kelembagaan pemberdayaan dan perlindungan perempuan di Daerah. Suatu contoh di Banyuwangi belum dibentuk pusat pelayanan terpadu dan pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A) yang dibiayai oleh APBD. KESIMPULAN 1. Secara yuridis dengan di terbitkannya Undang undang penghapusan KDRT ini menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap perempuan khususnya penghapusan KDRT bahkan dengan keluarnya Undang undang ini ada pergeseran dari masalah hukum privat ke hukum publik artinya dalam meningkatkan perlindungan perempuan, negara ikut campur menentukan hukuman bagi pelaku kekerasan. Namun kenyataannya di lapangan peraturan tersebut belum secara efektif dilaksanakan. Masih diperlukan peningkatan sosiali sasi ditengah tengah masyarakat. 2. Upaya pemerintah baik secara normatif dengan lahirnya berbagai peraturan maupun secara sosiologis dengan mem bentuk badan tertentu mulai dari pusat sampai ke daerah sepertinya telah menunjukkan suatu usaha yang cukup optimal untuk melindungi perempuan dan pemberdayaan nya. Namun masih belum merata sampai ke daerah daerah. Untuk itu diperlukan peran Lembaga Pemberdayaan Perempuan di lingkungan Pemerintah para akademisi maupun lembaga suadaya Masyarakat secara terpadu bersama sama mengkaji masalah ini melalui berbagai penelitian maupun penanganan kasus kasus yang terjadi. Saran 1. Perlu dilakukan sosiali sasi secara continue kepada masyarakat, aparat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, penga- Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol. 6 No. 16, April

12 dilan, pengacara) karena sering terjadi: a. Polisi masih membolehkan laporan KDRT ditarik kembali b. Pelaku kekerasan masih dikenai pasal KUHP, bukan pasal pelanggaran UU KDRT. 2. Pusat pelayanan terhadap pemberdayaan perempuan dan Anak yang dibiayai oleh APBD ditingkat Daerah masih banyak yang belum terbentuk pada hal ditingkat daerahlah yang sering banyak terjadi KDRT. DAFTAR PUSTAKA Arief, Barda Nawawi, Masalah Pemidanaan Sehubungan Dengan Perkembangan Delik Delik khusus Dalam Masyarakat Yang Mengalami Modernisasi, BHPH FH UNAIR Surabaya, Tanggal Februari 1980, Bina Cipta, Bandung, 1982 Prodjohamidjojo, Martiman, Memahami Dasar Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, Radja, Sutjipto, Hukum Masyarakat dan Pembangunan, Alumni, Bandung, Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, sinar Baru, Bandung, 1983., KUHP dan KUHAP, dilengkapi UU RI No.16 Th.2004 tentang kejaksaan, Perpes RI No. 18 Th.2005 tentang Komisi Kejaksaan, UU RI No. 18 Th.2003 tentang advokat, Kepmen Hukum dan HAM RI No. M. 11- HT Th.2004 tentang Persyaratan dan Tata Cara Memperjakan Advokat AsingSerta Kewajiban Memberi Jasa Hukum secara Cuma Cuma kepada Dunia Pendidikan dan Penelitian Hukum, Asa Mandiri, 2006, Undang Undang HAM Nomor 39 Tahun 1999, Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Nomor 23 Tahun 2004, Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002, Komisi Kebenaran dan Rekornsiliasi Nomor 27 Tahun 2002, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nomor 27 Tahun 2004, Dilengkapi dengan Undang undang RI No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Undang undang RI No 3 Tahun 1997 tentang Kesejahteraan Anak, Penerbit Asa Mandiri, Jakarta, 2006, Perturan Pemerintah RI No.4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Harian Pikiran Rakyat, 21 April, 2007 The jakarta post, Wednesday, March 9, 2006 Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol. 6 No. 16, April

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

Wajib Lapor Tindak KDRT 1 Wajib Lapor Tindak KDRT 1 Rita Serena Kolibonso. S.H., LL.M. Pengantar Dalam beberapa periode, pertanyaan tentang kewajiban lapor dugaan tindak pidana memang sering diangkat oleh kalangan profesi khususnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA 1 BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA A. Sejarah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Lebih terperinci

Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Penyusun: Justice for the Poor Project. Desain Cover: Rachman SAGA. Foto: Luthfi Ashari

Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Penyusun: Justice for the Poor Project. Desain Cover: Rachman SAGA. Foto: Luthfi Ashari Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Penyusun: Justice for the Poor Project Desain Cover: Rachman SAGA Foto: Luthfi Ashari Jakarta Juli 2005 Pengantar - 1 Pengertian Kekerasan Dalam Rumah

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kekerasan Secara umum kekerasan identik dengan pengerusakan dan menyebabkan kerugian bagi pihak lain. Namun jika kita pilah kedalam jenis kekerasan itu sendiri, nampaknya

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Masalah kekerasan dalam rumah tangga pertama kali dibahas dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN, PELAYANAN DAN PEMULIHAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004) BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004) A. Landasan Undang-Undang R.I. Nomor 23 Tahun 2004 Salah satu tujuan dibentuknya Undang-Undang R.I.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Vol 13 No. 2 Oktober 2017 ISSN

Vol 13 No. 2 Oktober 2017 ISSN KAJIAN YURIDIS PP NO 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Heni Hendrawati 1, Agna Susila 2 * 12 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang *henihendrawati@ummgl.ac.id

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017 ASPEK HUKUM KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA BERDASARKAN UU NO.23 TAHUN 2004 1 Oleh : Ollij A. Kereh 2 ; Friend H. Anis 3 Abstrak Perkembangan kehidupan sosial dewasa ini menunjukkan menurunnya nilai-nilai

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 23 TAHUN 2004 (23/2004) TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 23 TAHUN 2004 (23/2004) TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 23 TAHUN 2004 (23/2004) TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang

Lebih terperinci

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi wacana tersendiri dalam keseharian. Perempuan dan juga anak sebagai korban utama dalam kekerasan dalam rumah tangga, mutlak memerlukan

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA I. UMUM Keutuhan dan kerukunan rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini. Salah satu bentuk kekerasan yang ada justru dekat dan berada di

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA Training HAM Lanjutan Bagi Tenaga Pendidik Akpol Perlindungan Terhadap Kelompok Rentan (Vulnerable Groups) Hotel Horison Semarang, 15-17 Januari 2014 MAKALAH PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 7 TAHUN : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II ATURAN HUKUM YANG MENGATUR MENGENAI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. A. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

BAB II ATURAN HUKUM YANG MENGATUR MENGENAI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. A. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana BAB II ATURAN HUKUM YANG MENGATUR MENGENAI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA A. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Anggapan perilaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hanyalah masalah domestik rumah tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana 1. Jenis-jenis Tindak Pidana Kekerasan di dalam KUHP Kekerasan adalah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO PASCA BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004

PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO PASCA BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO PASCA BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 Emy Rosna Wati Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Jl. Raya Gelam nomor 250 Candi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Tindak Pidana KEKERASAN Dalam RUMAH TANGGA

Tindak Pidana KEKERASAN Dalam RUMAH TANGGA Tindak Pidana KEKERASAN Dalam RUMAH TANGGA leh: Peri Umar Faruk Peri Umar Faruk, Resurce Crdinatr J/B/D/K, Jakarta. Alumni FH UGM Ygyakarta. Terakhir bekerja sebagai knsultan justice & develpment di Wrld

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik Polri dalam menjalankan tugasnya untuk membuat terang setiap tindak pidana yang terjadi di masyarakat adalah peran yang sangat penting terutama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum merupakan suatu norma yang berfungsi mengatur mengenai segala sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling

BAB I PENDAHULUAN. dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang dalam perkawinannya menginginkan agar dapat membangun keluarga yang harmonis, damai dan bahagia karena saling mencintai. Sebuah keluarga yang harmonis menjadi

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 5 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Apa perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF M. ALI ARANOVAL SEMINAR NASIONAL PEMBIMBINGAN KEMASYARAKATAN DAN ALTERNATIVE PEMIDANAAN IPKEMINDO - 19 APRIL 2018 CENTER FOR DETENTION

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengendalian diri setiap orang di lingkup rumah tangga tersebut. 1

BAB I PENDAHULUAN. dan pengendalian diri setiap orang di lingkup rumah tangga tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah tangga merupakan komunitas terkecil dari suatu masyarakat. Rumah tangga yang bahagia, aman, dan tentram menjadi dambaan setiap orang. Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LAYANAN TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LAYANAN TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LAYANAN TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI MALANG, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Majalah Hukum Forum Akademika

Majalah Hukum Forum Akademika Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam Rumah Tangga Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga Oleh : Nys. Arfa 1 ABSTRAK Keluarga yang bahagia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.15,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Kesejahteraan Keluarga, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Perlindungan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPTEN LUMAJANG NOMOR 48 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan perkawinan diantaranya untuk membentuk sebuah keluarga harmonis yang dapat membentuk suasana bahagia

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG DRAFT BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG !"#$%&'#'(&)*!"# $%&#'''(&)((* RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, SALINAN BUPATI DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa kekerasan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia saat ini sedang menghadapi berbagai masalah sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU,

Lebih terperinci

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 8 TAHUN 215 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, memiliki arti setiap perbuatan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG 1 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN RUANG PELAYANAN KHUSUS DAN TATA CARA PEMERIKSAAN SAKSI DAN/ATAU KORBAN TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering

Lebih terperinci

k. Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan untuk meningkatkan wawasan, kepedulian, perhatian, kapasitas perempuan, dan perlindungan anak.

k. Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan untuk meningkatkan wawasan, kepedulian, perhatian, kapasitas perempuan, dan perlindungan anak. k. Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak adalah upaya terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan untuk meningkatkan wawasan, kepedulian, perhatian,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2014 No.48,2014 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Kesejahteraan Keluarga, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Bantul. Pembentukan, organisasi, tata kerja, pusat pelayanan, terpadu,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan

Lebih terperinci

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017 Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid 14-15 November 2017 Kondisi kekerasan seksual di Indonesia Kasus kekerasan terhadap perempuan

Lebih terperinci

BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN

Lebih terperinci