BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut, antara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut, antara"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, baik skripsi maupun hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa penelitian berkaitan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut, antara lain: Luthfiyanti (2008) dalam skripsinya yang berjudul Yutori Kyouiku Sebagai Perubahan Sistem Pendidikan Meritokratis yang Terbentuk Melalui Proses Modernisasi Jepang menggunakan teori deskriptif analisis dan metode formal. Teori yang digunakan adalah teori postmodern. Hasil penelitian Luthfiyanti memaparkan dalam modernisasi, pendidikan memegang peranan penting sebagai sarana untuk memberi pengetahuan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung pada masyarakat. Sistem pendidikan Jepang berbentuk meritokrasi yang memberi kesempatan pada setiap orang untuk memperoleh pendidikan dan mendapatkan status sosial yang diinginkan melalui hasil prestasi yang dicapainya. Setelah Perang Dunia II, Jepang menerapkan yutori kyouiku, yang diterapkan pada sistem kurikulum Yutori kyouiku adalah sistem pendidikan yang dibentuk pemerintah melalui Reformasi Abad ke-21, yang menetapkan pengurangan jam pelajaran sekolah. Hal ini dimaksudkan memberi kesempatan pada siswa untuk mendapatkan proses belajar yang lebih nyaman di sekolah sekaligus memicu perkembangan kepribadian siswa. 10

2 11 Namun, hal ini menimbulkan kekhawatiran menurunnya kemampuan akademik dan motivasi belajar siswa, sehingga pada akhirnya pendidikan di Jepang kembali diubah dengan penambahan kembali jumlah jam pelajaran. Penelitian ini meneliti bagaimana sistem pendidikan dan kurikulum sekolah yang di dalamnya menjelaskan tentang materi pembelajaran yang terdapat pada zaman Shouwa di Jepang serta dampak dari sistem pendidikan pada zaman Shouwa di Jepang sedangkan penelitian Luthfiyanti memfokuskan pada yutori kyoiku sebagai sistem pendidikan. Penelitian yang dilakukan oleh Luthfiyanti memberikan gambaran bagaimana sistem pendidikan yang terjadi di Jepang sehingga dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini. Prasanti (1992) dalam skripsinya yang berjudul Sistem Pendidikan Jepang Setelah Perang Dunia II Pengaruhnya Terhadap Motivasi Kerja Pemuda menggunakan teori deskriptif analisis dan metode formal. Hasil penelitian Prasanti menunjukkan pendidikan di Jepang dibagi menjadi dua, yaitu pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal yaitu pendidikan resmi dan terencana serta memiliki kurikulum dan dilaksanakan pada bangunan khusus, seperti bangunan sekolah. Pendidikan non formal adalah pendidikan yang tidak terikat oleh aturan-aturan tertentu dan diawali dari lingkungan keluarga. Sistem pendidikan setelah Perang Dunia II menekankan pada azas demokrasi dan memberi kesempatan yang sama pada semua orang untuk mendapat pengetahuan seluas-luasnya. Di setiap sekolah, para murid diajarkan berdasarkan kurikulum yang sama dan menggunakan buku pegangan yang standar di seluruh negeri. Berdasarkan sistem tersebut, pada saat para pemuda memasuki dunia kerja, nilai kesamaan dan kebebasan yang didapat di sekolah

3 12 mempengaruhi motivasi kerja mereka. Mereka bekerja tidak semata-mata untuk mendapatkan penghasilan kerja yang besar, tetapi untuk menunjukkan prestasi diri. Dalam penelitian ini dengan penelitian Prasanti terdapat persamaan, yaitu memfokuskan pada sistem pendidikan yang terjadi di Jepang. Penelitian Prasanti memfokuskan pada pengaruh pendidikan terhadap motivasi kerja pemuda di Jepang, sedangkan penelitian ini meneliti bagaimana dampak-dampak yang timbul setelah sistem pendidikan diterapkan di Jepang pada zaman Shouwa sehingga penelitian yang dihasilkan lebih terperinci. Penelitian yang dilakukan oleh Prasanti mengenai pengaruh pendidikan terhadap motivasi kerja pemuda di Jepang dapat dijadikan acuan, karena dapat memberikan gambaran bagaimana dampak yang dihasilkan oleh sistem pendidikan yang diberlakukan di Jepang. Rustam (2003) dalam jurnalnya yang berjudul Reformasi Pendidikan Pada Masa Jepang Meiji: Studi Tentang Peran Politik Kekuasaan Dalam Penerapan Pendidikan menggunakan metode deskriptif analisis dan menggunakan pendekatan ilmu sejarah, terutama sejarah sosial. Hasil penelitian Rustam menunjukkan kebijakan politik yang dijalankan dalam modernisasi pendidikan pada masa Meiji menerapkan sistem pendidikan yang disebut Gakusei, yaitu pendidikan yang berdasarkan kurikulum dan buku pelajaran Barat untuk siswa Sekolah Dasar yang berusia 8 tahun hingga 14 tahun. Namun, sistem ini mengalami kegagalan yang diakibatkan oleh mahalnya biaya pendidikan dan materi pelajaran yang terlalu tinggi. Oleh karena itu, sistem pendidikan ini dihapuskan, dan pemerintah menggunakan kebijakan politik baru, yaitu kyoikurei. Kyouikurei adalah penerapan desentralisasi pendidikan dengan

4 13 mengizinkan daerah-daerah mendirikan sekolah dan membuat kebijakan sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan sistem tersebut, sekolah-sekolah yang pada mulanya liberal karena pengaruh Barat menjadi konservatif, dengan memberi penekanan pada pendidikan moral berdasarkan Konfusianisme. Dalam penelitian ini, memfokuskan pada sistem pendidikan yang diterapkan pada zaman Shouwa di Jepang, sedangkan penelitian Rustam tidak membahas sistem pendidikan di Jepang secara mendetail dan lebih terfokus kepada kebijakan politik yang berpengaruh terhadap pendidikan di Jepang pada zaman Meiji. Penelitian yang dilakukan oleh Rustam mengenai peran politik kekuasaan terhadap penerapan pendidikan Jepang pada zaman Meiji dapat dijadikan acuan, karena dapat memberikan gambaran bagaimana pengaruh peraturan pemerintah terhadap sistem pendidikan di Jepang pada zaman Meiji yang kemudian berpengaruh terhadap penerapan sistem pendidikan pada zaman Shouwa. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Meskipun terdapat kesamaan kajian mengenai sistem pendidikan di Jepang pada penelitian sebelumnya, hasil penelitian berbeda mengingat objek penelitian yang digunakan juga berbeda. Kelebihan penelitian ini adalah mengungkapkan sistem pendidikan dan kurikulum pembelajaran yang diterapkan beserta dampak dari penerapan sistem pendidikan pada saat zaman Shouwa.

5 Konsep Dalam penelitian ini terdapat beberapa konsep yang digunakan untuk proses penelitian. Konsep-konsep tersebut akan dijabarkan sebagai berikut: Zaman Shouwa ( ) Zaman Shouwa ditandai dengan berkuasanya Kaisar Hirohito yang masa kepemimpinannya mencapai 64 tahun dan merupakan masa terpanjang bagi seorang Kaisar di Jepang. Zaman Shouwa muncul setelah zaman Taisho yang dimulai dari tahun 1926 hingga tahun Pada zaman Shouwa, negara Jepang mengalami kemajuan di bidang teknologi, ditandai dengan pendirian pabrik senjata, pengolahan sutera, dan pemintalan katun. Pada zaman Shouwa pula, terjadi perubahan dalam bidang pendidikan (Toyota&Abe, 1988: 50-51) Sistem Pendidikan Sistem pendidikan adalah hirarki atau sistem yang telah terstruktur yang berjalan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi yang didalamnya berisi pendidikan umum dan pendidikan keahlian pilihan yang saling membantu untuk mencapai suatu hasil (Rogers, 2007: 149) Sistem Pendidikan Zaman Shouwa Sistem pendidikan di Jepang awal mulanya hanya menerapkan enam tahun wajib belajar. Pada zaman Shouwa, pemerintah mengubah peraturan menjadi pendidikan wajib belajar selama sembilan tahun yaitu enam tahun sekolah dasar dan tiga tahun sekolah menengah pertama. Pada zaman Shouwa pula, sistem sekolah di Jepang memberlakukan sistem seperti di Amerika, yaitu sekolah dasar selama enam

6 15 tahun, sekolah menengah pertama selama tiga tahun, sekolah menengah atas selama tiga tahun, dan perguruan tinggi selama empat tahun. Pada tahun 1947, setelah perang dunia II berakhir, Jepang mendatangkan ahliahli pendidikan dari Amerika, yang kemudian megubah struktur pendidikan di Jepang menjadi: 1. Sekolah Dasar wajib selama enam tahun yang tidak memungut biaya 2. Sesudah sekolah dasar diadakan sekolah lanjutan pertama selama tiga tahun untuk semua anak laki-laki dan perempuan dengan kurikulum yang sama, dengan tujuan mementingkan perkembangan kepribadian siswa, kewarganegaraan dan kehidupan dalam bermasyarakat 3. Setelah sekolah lanjutan pertama diadakannya sekolah lanjutan atas selama tiga tahun, dan dapat dimasuki baik laki-laki maupun perempuan. Adanya sekolah lanjutan atas memiliki tujuan untuk mengajarkan mata pelajaran yang menyiapkan siswa untuk masuk ke perguruan tinggi dan memperoleh keterampilan kerja (William, 1984: 6-40) Kurikulum Sekolah pada Zaman Shouwa Sekolah adalah lembaga pendidikan sebagai tempat pembentukan karakter manusia. Pendidikan sekolah merupakan bentuk sosialisasi bagi seorang anak dalam kehidupan kolektif yang diselenggarakan di sekolah. Pendidikan sekolah memegang peranan penting dalam perkembangan moral anak. Melalui pendidikan sekolah, penyampaian pengetahuan disampaikan secara formal dan informal untuk mengembangkan keahlian anak. Sistem pendidikan inilah yang didukung secara

7 16 khusus oleh pemerintah Jepang, karena sistem ini pula yang mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan negara Jepang (Shinbori, 1983: 83-95). Oleh karena itu, pemerintah Jepang menerapkan sistem dan kurikulum untuk sekolah. Sistem sekolah yang digunakan di Jepang adalah , yaitu enam tahun sekolah dasar, tiga tahun sekolah menengah pertama, tiga tahun sekolah menengah atas, dan empat tahun perguruan tinggi. (Nemoto, 1999: 13-15). Kurikulum sekolah di Jepang pada zaman Shouwa ditentukan oleh pemerintah pusat. Di sekolah dasar kurikulum yang diterapkan meliputi pendidikan moral, kegiatan khusus seperti upacara, darmawisata dan pertandingan olahraga. Mata pelajaran yang diajarkan adalah bahasa Jepang, ilmu sosial, ilmu alam, matematika, musik, budi pekerti, kerajinan dan pendidikan jasmani (Cummings, 1984: ). Sekolah menengah di Jepang menerapkan kurikulum kegiatan intrakurikuler dan ekstraurikuler. Mata pelajaran yang diajarkan adalah bahasa Jepang, ilmu sosial, ilmu alam, musik, kesenian, budi pekerti, seni rupa, teknologi atau kerumahtanggan, dan matematika. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar kurikulum yang terdapat di luar jam pelajaran sekolah yang meliputi klub olahraga, drama, musik, kesenian, dan sains (Cummings, 1984: ). Perguruan tinggi di Jepang pada zaman Shouwa dibagi menjadi dua, yaitu universitas dan akademi. Universitas dan akademi memiliki kurikulum 2 tahun pertama untuk mata kuliah umum dan dua tahun berikutnya untuk studi penjurusan yang diambil oleh mahasiswa, namun untuk mahasiswa yang mengambil program Kedokteran harus menambah dua tahun lagi untuk masa studi mereka (Angela, 1988: 52-54).

8 Pendidikan Militer di Jepang pada Zaman Shouwa Tahun 1937, Jepang memulai perang dengan Cina. Ketika Perang Dunia II meletus, Jepang bersekutu dengan Jerman dan Itali untuk menduduki Asia Tenggara. Tahun 1941 tentara militer Jepang menyerang pangkalan militer angkatan laut yang berada di Pearl Harbour. Jepang kemudian menyatakan perang dengan Amerika dan Inggris yang dikenal dengan Perang Pasifik. Perang terus berlanjut, Jepang merekrut banyak anak laki-laki untuk menjadi tentara dan sebagian besar mahasiswa menghentikan studinya untuk berperang. Akar militer yang berlangsung di sekolah-sekolah Jepang berawal dari zaman Meiji. Guru-guru di sekolah dilatih seperti anggota militer, dan ditempatkan di barakbarak serta diperlakukan dengan disiplin. Buku-buku pelajaran yang beredar pun diseleksi ketat dan menjadi alat propaganda militer. Pemerintah Jepang juga mengeluarkan peraturan untuk wajib militer selama tiga tahun terhadap semua lakilaki berumur tujuh belas tahun hingga empat puluh tahun dan dianggap mampu utnuk melakukan tugas kemiliteran. Para tentara tersebut dididik selama tiga hingga enam bulan sebagai pendidikan dasar. Para tentara yang direkrut dibagi menjadi dua kelas, yaitu kelas A yang terdiri dari tentara yang memiliki kemampuan fisik yang baik, sedangkan kelas B terdiri dari tentara yang memiliki kekurangan dalam penglihatan dan pendengaran (Irish, 2009:36-38) Ilmu Pendidikan

9 18 Ilmu pendidikan adalah adalah pemikiran-pemikiran tentang masalah pendidikan yang sasaran pembahasannya menyangkut problema pendidikan secara umum atau hal-hal yang terlibat langsung maupun tak langsung dalam proses pendidikan. Berdasarkan hal tersebut, Amir Daien Indrakususma dalam buku Pengantar Ilmu Pendidikan (Hafi, 1982:43) membagi pendidikan menjadi dua, yaitu: 1. Pendidikan menurut tingkatan a. Pendidikan Pra Sekolah (TK) b. Pendidikan Dasar c. Pendidikan Menengah d. Pendidikan Tinggi 2. Pendidikan menurut tempat pendidikan a. Pendidikan di Rumah: Pendidikan yang dilaksanakan dalam lingkungan rumah tangga. b. Pendidikan di Sekolah: Pendidikan yang dilaksanakan di sekolah-sekolah. c. Pendidikan di Masyarakat: Pendidikan yang terjadi dalam masyarakat melalui pergaulan yang memungkinkan adanya pengaruh. 2.3 Kerangka Teori Pada bagian ini, teori yang dijadikan sebagai acuan untuk menganalisis novel Nijushi no Hitomi karya Sakae Tsuboi adalah teori sosiologi sastra yang dikemukakan oleh Wellek dan Warren dan teori sosiologi pendidikan yang dikemukakan oleh R.J. Stalcup.

10 Sosiologi Sastra Sosiologi sastra adalah analisis karya sastra yang dalam kaitannya berhubungan dengan masyarakat (Ratna, 2006: 339). Dipicu oleh kesadaran bahwa karya sastra harus difungsikan sama dengan aspek-aspek budaya yang lain, maka satu-satunya cara adalah dengan mengembalikan karya sastra ke tengah masyrakat, memahami sebagai bagian dari komunikasi yang tidak dapat dipisahkan. Dalam hal ini maka akan tampak sistem komunikasi yang dicerminkan melalui karya sastra. Wellek dan Warren (1993: ) membagi sosiologi sastra menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Sosiologi pengarang yang mempermasalahkan latar belakang sosial, status pengarang, dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra. 2. Sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri yang berkaitan dengan masalah sosial, situasi tertentu, atau dengan sistem politik, ekonomi, sosial, dan budaya. 3. Sosiologi sastra yang mempermasalahkan pembaca dan dampak sosial karya sastra terhadap masyarakat. Berdasarkan teori sosiologi Wellek dan Warren, teori tersebut dapat menjadi landasan dalam melakukan penelitian penerapan sistem pendidikan serta dampak yang terdapat pada zaman Shouwa di Jepang dalam novel Nijushi no Hitomi karya Sakae Tsuboi. Teori sosiologi sastra Wellek dan Warren yang digunakan sebagai

11 20 landasan pembahasan penerapan sistem pendidikan serta dampak penerapan sistem pendidikan pada zaman Shouwa di Jepang yang terdapat pada poin kedua, yaitu sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah sosial, situasi tertentu, atau dengan sistem politik, ekonomi, sosial, dan budaya Sosiologi Pendidikan Sosiologi pendidikan adalah ilmu baru yang menggunakan prinsip sosiologi dalam seluruh proses pendidikan meliputi metode, organisasi sekolah, evaluasi pelajaran, dan kegiatannya. R.J. Stalcup dalam buku Sosiologi Pendidikan (Idi, 2011: 13) mengemukakan bahwa The Social Foundations of Education merupakan suatu analisis terhadap proses-proses sosiologis yang berlangsung dalam lembaga pendidikan. R.J. Stalcup kemudian membagi sosiologi pendidikan menjadi tiga, yaitu: 1. Educational Sociology sebagai aplikasi prinsip-prinsip umum dan penemuanpenemuan sosiologi bagi administrasi dan proses pendidikan. Pendekatan ini berupaya untuk menerapkan prinsip-prinsip sosiologi pada lembaga pendidikan sebagai suatu unit sosial tersendiri. 2. Sociology of Education sebagai suatu analisis terhadap proses sosiologis yang berlangsung pada lembaga pendidikan. Tekanan dan wilayah telaahannya pada lembaga pendidikan itu sendiri. Sociology of education memperhatikan praktik-praktik sosiologis yang terjadi pada setting pendidikan yang menyangkut kesempatan memperoleh pendidikan, penghapusan perbedaan

12 21 keikutsertaan dalam pendidikan, latar belakang sosial peserta didik, penetapan materi kurikulum, interaksi dalam kelompok sekolah, dan pengembangan karir guru. Sociology of Education juga berkaitan dengan hubungan antara sistem pendidikan dengan masyarakat, hubungan antar sesama di sekolah yang mencakup pola interaksi sosial dan struktur masyarakat sekolah, serta pengaruh sekolah terhadap perilaku dan kepribadian seluruh pihak di lembaga sekolah. 3. Social Fondations of Education sebagai suatu bidang telaahan yang lazimnya mencakup sejarah, filsafat, sosiologi pendidikan, dan pendidikan komparasi. Bidang ini disebut lebih luas, baik dari Sociology of Education maupun Educational Sociology. Berdasarkan teori R.J Stalcup, teori tersebut dapat menjadi landasan dalam melakukan penelitian penerapan sistem pendidikan serta dampak penerapan sistem pendidikan yang terdapat pada zaman Shouwa di Jepang dalam novel Nijushi no Hitomi karya Sakae Tsuboi. Teori sosiologi pendidikan R.J. Stalcup yang digunakan untuk membahas penerapan sistem pendidikan pada zaman Shouwa di Jepang serta dampak penerapan pendidikan pada zaman Shouwa di Jepang terdapat pada poin kedua, yaitu sosiologi pendidikan sebagai suatu analisis terhadap proses sosiologis yang berlangsung pada lembaga pendidikan itu sendiri. Proses sosiologis yang dimaksud adalah proses atau hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara masyarakat dan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah Jepang melakukan pembangunan pabrik-pabrik yang dikelola langsung

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah Jepang melakukan pembangunan pabrik-pabrik yang dikelola langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dimulainya pemerintahan Meiji (1868-1912) negara Jepang terus mengadakan pembaharuan agar dapat sejajar dengan Negara Barat. Pemerintah menerapkan kebijakan negara

Lebih terperinci

SISTEM PENDIDIKAN PADA ZAMAN SHOUWA DI JEPANG DALAM NOVEL NIJUSHI NO HITOMI KARYA SAKAE TSUBOI

SISTEM PENDIDIKAN PADA ZAMAN SHOUWA DI JEPANG DALAM NOVEL NIJUSHI NO HITOMI KARYA SAKAE TSUBOI ISSN: 2302-920X E-Jurnal Humanis, Fakultas Sastra dan Budaya Unud Vol 15.3 Juni 2016: 1-7 SISTEM PENDIDIKAN PADA ZAMAN SHOUWA DI JEPANG DALAM NOVEL NIJUSHI NO HITOMI KARYA SAKAE TSUBOI Agustine Cindy Amelia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan pendidikan sebagai langkah dalam membangun negaranya. Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan pendidikan sebagai langkah dalam membangun negaranya. Pendidikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang yang berangkat dari keterbelakangan, adalah salah satu negara yang menggunakan pendidikan sebagai langkah dalam membangun negaranya. Pendidikan Jepang telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibagi menjadi dua aliansi militer, yaitu sekutu dan poros 1. Perang ini

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibagi menjadi dua aliansi militer, yaitu sekutu dan poros 1. Perang ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perang Dunia II adalah konflik militer global yang terjadi pada 1 September 1939 sampai 2 September 1945 yang melibatkan sebagian besar negara di dunia, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Novel Nijūshi No Hitomi ( 二二二二二 ) merupakan karya seorang penulis

BAB I PENDAHULUAN. Novel Nijūshi No Hitomi ( 二二二二二 ) merupakan karya seorang penulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Novel Nijūshi No Hitomi ( 二二二二二 ) merupakan karya seorang penulis cerita anak-anak sekaligus penulis novel wanita terkenal dari negara Jepang yang bernama Tsuboi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembayaran-pembayaran tanpa batas atas hutang ini disebut gimu. Gimu

BAB I PENDAHULUAN. Pembayaran-pembayaran tanpa batas atas hutang ini disebut gimu. Gimu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi bangsa Jepang, on merupakan rasa berhutang yang utama dan selalu ada dalam kehidupan manusia. Karena adanya rasa berhutang maka orang Jepang merasa berkewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 2002: 1). Selain dimanfaatkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 2002: 1). Selain dimanfaatkan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dihayati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 2002: 1). Selain dimanfaatkan sebagai media hiburan,

Lebih terperinci

DAFTAR UANG KULIAH TUNGGAL (UKT) KATEGORI 5, 6, 7, dan 8 Jenjang S1 di UNESA

DAFTAR UANG KULIAH TUNGGAL (UKT) KATEGORI 5, 6, 7, dan 8 Jenjang S1 di UNESA DAFTAR UANG KULIAH TUNGGAL (UKT) KATEGORI 5, 6, 7, dan 8 Jenjang S1 di UNESA No. Periode Program Studi Kode Kemampuan Keterangan Nilai Tarif 1 2018 S1 Bimbingan Konseling K5 Kategori 5 4120000 2 2018 S1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sastra berhubungan erat dengan masyarakatnya. Pernyataan tersebut sejalan dengan munculnya berbagai hasil karya sastra yang mengangkat tentang

Lebih terperinci

DAFTAR UANG KULIAH TUNGGAL (UKT) KATEGORI 5, 6, 7, dan 8 Jenjang S1 di UNESA

DAFTAR UANG KULIAH TUNGGAL (UKT) KATEGORI 5, 6, 7, dan 8 Jenjang S1 di UNESA DAFTAR UANG KULIAH TUNGGAL (UKT) KATEGORI 5, 6, 7, dan 8 Jenjang S1 di UNESA No. Periode Kode Kemampuan Nilai Tarif Keterangan Program Studi 1 2017 K8 6700000 Kategori 8 S1 Bimbingan Konseling 2 2017 K5

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM 2013 SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM 2013 SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM 2013 SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Berdasarkan pustaka yang telah dikumpulkandari penelitiansebelumnya,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Berdasarkan pustaka yang telah dikumpulkandari penelitiansebelumnya, 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan pustaka yang telah dikumpulkandari penelitiansebelumnya, ada beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1853, dengan kapal perangnya yang besar, Komodor Perry datang ke Jepang. Pada saat itu, Jepang adalah negara feodal yang terisolasi dari negara-negara lainnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL. penjelasan pasal demi pasal BAB I KETENTUAN UMUM.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL. penjelasan pasal demi pasal BAB I KETENTUAN UMUM. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL penjelasan pasal demi pasal BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan suatu bentuk seni kreatif yang di dalamnya mengandung nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan suatu bentuk seni kreatif yang di dalamnya mengandung nilainilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk seni kreatif yang di dalamnya mengandung nilainilai keindahan. Sebuah karya sastra bukan ada begitu saja atau seperti agak dibuat-buat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Sastra Indonesia, Pendidikan Bahasa Inggris, Sastra Inggris,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Sastra Indonesia, Pendidikan Bahasa Inggris, Sastra Inggris, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Universitas Negeri Medan merupakan salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia yang mempunyai tujuh fakultas, salah satunya adalah Fakultas Bahasa dan Seni

Lebih terperinci

YUTORI KYOUIKU SEBAGAI PERUBAHAN SISTEM PENDIDIKAN MERITOKRATIS YANG TERBENTUK MELALUI PROSES MODERNISASI JEPANG AWANIS LUTHFIYANTI

YUTORI KYOUIKU SEBAGAI PERUBAHAN SISTEM PENDIDIKAN MERITOKRATIS YANG TERBENTUK MELALUI PROSES MODERNISASI JEPANG AWANIS LUTHFIYANTI YUTORI KYOUIKU SEBAGAI PERUBAHAN SISTEM PENDIDIKAN MERITOKRATIS YANG TERBENTUK MELALUI PROSES MODERNISASI JEPANG AWANIS LUTHFIYANTI FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 2008 YUTORI KYOUIKU

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 2.1.1 Sastra Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, kreasi bukan sebuah imitasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperoleh oleh penulis. Dalam hal ini tinjauan pustaka bermanfaat sebagai landasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperoleh oleh penulis. Dalam hal ini tinjauan pustaka bermanfaat sebagai landasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan Pustaka merupakan hasil penelaahan terhadap sumber-sumber yang diperoleh oleh penulis. Dalam hal ini tinjauan pustaka bermanfaat sebagai landasan berfikir

Lebih terperinci

Struktur Kurikulum 2013 MI

Struktur Kurikulum 2013 MI MADRASAH IBTIDAIYAH Struktur Kurikulum 2013 MI MATA PELAJARAN ALOKASI WAKTU BELAJAR PER-MINGGU I II III IV V VI Kelompok A 1. Pendidikan Agama Islam a. Al-Qur an Hadis 2 2 2 2 2 2 b. Akidah Akhlak 2 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1977:109) dalam bukunya Teori Kesusastraan berpendapat

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1977:109) dalam bukunya Teori Kesusastraan berpendapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Wellek dan Warren (1977:109) dalam bukunya Teori Kesusastraan berpendapat bahwa Sastra

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 6, 1989 (PEMBANGUNGAN. PENDIDIKAN. Kebudayaan. Prasarana. Warga Negara. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan Restorasi Meiji di Jepang yang berdampak pada proses modernisasi

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan Restorasi Meiji di Jepang yang berdampak pada proses modernisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendudukan Jepang di Indonesia merupakan bagian dari rangkaian politik imperealismenya di Asia Tenggara. Kedatangannya di Indonesia merupakan bagian dalam usahanya

Lebih terperinci

A. Desentralisasi Memengaruhi Profesionalisme Guru

A. Desentralisasi Memengaruhi Profesionalisme Guru BAB I PENDAHULUAN A. Desentralisasi Memengaruhi Profesionalisme Guru Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

Lebih terperinci

MODEL LEADER CLASS SMA MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN DI KABUPATEN CILACAP. Oleh : Duki Iskandar

MODEL LEADER CLASS SMA MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN DI KABUPATEN CILACAP. Oleh : Duki Iskandar MODEL LEADER CLASS SMA MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN DI KABUPATEN CILACAP Oleh : Duki Iskandar P ermasalahan pendidikan di sekolah saat ini teridentifikasi rendahnya mutu layanan pendidikan, rendahnya

Lebih terperinci

membuka diri terhadap dunia internasional. Peristiwa ini mengakibatkan kepercayaan Daimyo terhadap kekuasaan Tokugawa menjadi menurun.

membuka diri terhadap dunia internasional. Peristiwa ini mengakibatkan kepercayaan Daimyo terhadap kekuasaan Tokugawa menjadi menurun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jepang merupakan negara di Asia yang pernah menjadi Negara imperialis. Dengan usaha melakukan politik ekspansi ke kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia, Jepang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian New Zealand merupakan negara persemakmuran dari negara Inggris yang selama Perang Dunia I (PD I) maupun Perang Dunia II (PD II) selalu berada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak dilahirkan dengan bakat dan minat yang berbeda-beda. Bakat dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak dilahirkan dengan bakat dan minat yang berbeda-beda. Bakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sudah banyak sekali progam-progam yang di canangkan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Jika kita runtut mulai dari wajib belajar 9

Lebih terperinci

2 Menetapkan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 3. Peraturan Pemerintah

2 Menetapkan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 3. Peraturan Pemerintah No.954, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. Kurikulum. Sekolah Menengah Pertama. Madrasah Tsanawiyah. Pencabutan. MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Pendudukan Jepang di Indonesia. Dalam usahanya membangun suatu imperium di Asia, Jepang telah

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Pendudukan Jepang di Indonesia. Dalam usahanya membangun suatu imperium di Asia, Jepang telah BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pendudukan Jepang di Indonesia Dalam usahanya membangun suatu imperium di Asia, Jepang telah meletuskan suatu perang di Pasifik. Pada tanggal 8 Desember 1941

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PASUKAN KAMIKAZE DALAM SEJARAH MILITER JEPANG PADA PERANG DUNIA II

BAB I PASUKAN KAMIKAZE DALAM SEJARAH MILITER JEPANG PADA PERANG DUNIA II BAB I PASUKAN KAMIKAZE DALAM SEJARAH MILITER JEPANG PADA PERANG DUNIA II 1.1 Latar Belakang Masalah Perang adalah sebuah aksi fisik dan non fisik (dalam arti sempit, adalah kondisi permusuhan dengan menggunakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM 2013 SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/ MADRASAH

Lebih terperinci

46. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEJARAH INDONESIA SMA/MA/SMK/MAK

46. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEJARAH INDONESIA SMA/MA/SMK/MAK 46. KOMPETENSI INTI DAN SEJARAH INDONESIA SMA/MA/SMK/MAK KELAS: X Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN Pada hakekatnya manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini dapat dilihat dari kehidupannya yang senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran manusia lain. Manusia memiliki

Lebih terperinci

BAB I ANALISIS CERITA NOVEL NIJUSHI NO HITOMI KARYA SAKAETSUBOI DILIHAT DARI SEGI PRAGMATIK

BAB I ANALISIS CERITA NOVEL NIJUSHI NO HITOMI KARYA SAKAETSUBOI DILIHAT DARI SEGI PRAGMATIK BAB I ANALISIS CERITA NOVEL NIJUSHI NO HITOMI KARYA SAKAETSUBOI 1.1 Latar Belakang DILIHAT DARI SEGI PRAGMATIK Sastra meliputi segala bentuk dan macam tulisan yang ditulis oleh manusia.sastra dilihat dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu metode yang menggambarkan hasil penelitian apa adanya.

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu metode yang menggambarkan hasil penelitian apa adanya. 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu metode yang menggambarkan hasil penelitian apa adanya. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura.

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra adalah rekaan, sebagai terjemahan fiksi secara etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura. Dalam novel baik pengarang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada Desember 1941, Jepang menyerang Honolulu, Hawai, negara bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada Desember 1941, Jepang menyerang Honolulu, Hawai, negara bagian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Desember 1941, Jepang menyerang Honolulu, Hawai, negara bagian ke-50 Amerika Serikat, dari udara. Pada waktu itu juga Amerika dan Inggris menyatakan perang

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh pelbagai faktor, dan salah satu yang paling menentukan ialah pendidikan. Kualitas pendidikan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

51. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEJARAH SMA/MA

51. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEJARAH SMA/MA 51. KOMPETENSI INTI DAN SEJARAH SMA/MA KELAS: X Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi tersebut

Lebih terperinci

No membangun kurikulum pendidikan; penting dan mendesak untuk disempurnakan. Selain itu, ide, prinsip dan norma yang terkait dengan kurikulum

No membangun kurikulum pendidikan; penting dan mendesak untuk disempurnakan. Selain itu, ide, prinsip dan norma yang terkait dengan kurikulum TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5410 PENDIDIKAN. Standar Nasional Pendidikan. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71) PENJELASAN

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL I. UMUM Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra tadi harus dapat dikomunikasikan kepada orang lain, karena dapat saja

BAB I PENDAHULUAN. sastra tadi harus dapat dikomunikasikan kepada orang lain, karena dapat saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah bentuk rekaman dengan bahasa yang akan disampaikan kepada orang lain. Sastra adalah komunikasi. Bentuk rekaman atau karya sastra tadi harus dapat

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. tertua di dunia seperti budaya Mesir, Cina, Babilonia, hingga kebudayaan yang termuda.

Bab 1. Pendahuluan. tertua di dunia seperti budaya Mesir, Cina, Babilonia, hingga kebudayaan yang termuda. Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Ada begitu banyak kebudayaan dalam dunia tempat kita tinggal. Mulai dari budaya tertua di dunia seperti budaya Mesir, Cina, Babilonia, hingga kebudayaan yang termuda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pulau besar dan kecil dengan luas wilayah sekitar km 2. Kepulauan Jepang

BAB I PENDAHULUAN. pulau besar dan kecil dengan luas wilayah sekitar km 2. Kepulauan Jepang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari kira-kira 4000 pulau besar dan kecil dengan luas wilayah sekitar 370.000 km 2. Kepulauan Jepang terletak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Sebagaimana telah disinggung pada Bab 1 (hlm. 6), kehidupan masyarakat dapat mengilhami sastrawan dalam melahirkan sebuah karya. Dengan demikian, karya sastra dapat menampilkan gambaran

Lebih terperinci

BAB V TABEL STRUKTUR KURIKULUM MADRASAH IBTIDAIYAH, MADRASAH TSANAWIYAH, DAN MADRASAH ALIYAH

BAB V TABEL STRUKTUR KURIKULUM MADRASAH IBTIDAIYAH, MADRASAH TSANAWIYAH, DAN MADRASAH ALIYAH BAB V TABEL STRUKTUR KURIKULUM MADRASAH IBTIDAIYAH, MADRASAH TSANAWIYAH, DAN MADRASAH ALIYAH I. TABEL STRUKTUR KURIKULUM MADRASAH IBTIDAIYAH Komponen Kelas dan I II III a. Al-Qur'an-Hadis 2 b. Akidah-Akhlak

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. 5.1 Ringkasan Isi Skripsi Mengenai Analisis Konsep Kyouiku Mama yang

Bab 5. Ringkasan. 5.1 Ringkasan Isi Skripsi Mengenai Analisis Konsep Kyouiku Mama yang Bab 5 Ringkasan 5.1 Ringkasan Isi Skripsi Mengenai Analisis Konsep Kyouiku Mama yang Tercermin Dari Tokoh Saionji Fumie Dalam Drama Juken no Kamisama Bab pertama, yaitu Pendahuluan, berisi tentang latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Olahraga basket merupakan olahraga yang sudah ada sejak tahun 1891. Olahraga ini dianggap unik karena diciptakan secara tidak sengaja oleh James Naismith. Pada tanggal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN 2.1 Tinjauan pustaka Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal itu dapat dijadikan sebagai titik tolak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM 2013 SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/ MADRASAH TSANAWIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Jadwal Ujian UTS. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsoed Semester Genap Tahun Akademik 2014/2015 Website:http://www.fisip.unsoed.ac.

Jadwal Ujian UTS. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsoed Semester Genap Tahun Akademik 2014/2015 Website:http://www.fisip.unsoed.ac. Jadwal Ujian UTS Universitas Jenderal Soedirman Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsoed Semester Genap Tahun Akademik 2014/2015 Website:http://www.fisip.unsoed.ac.id 1 Senin 07.30-09.00 Kuliah Kerja

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KESISWAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KESISWAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KESISWAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Pada bagian ini penulis menyajikan kesimpulan berdasakan hasil penelitian yang penulis peroleh. Kesimpulan ini memaparkan beberapa pikiran pokok yang merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KESISWAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KESISWAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRSALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KESISWAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

STRUKTUR KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS. 1. Struktur Kurikulum SDLB KELAS DAN ALOKASI

STRUKTUR KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS. 1. Struktur Kurikulum SDLB KELAS DAN ALOKASI SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH NOMOR : 10/D/KR/2017 TANGGAL : 4 April 2017 TENTANG STRUKTUR KURIKULUM, KOMPETENSI INTI- KOMPETENSI DASAR, DAN PEDOMAN IMPLEMENTASI

Lebih terperinci

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Inti 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.1. Jepang Pasca Perang Dunia II Pada saat Perang Dunia II, Jepang sebagai negara penyerang menduduki negara Asia, terutama Cina dan Korea. Berakhirnya Perang Dunia II merupakan kesempatan

Lebih terperinci

Sistem pendidikan nasional adalah sekaligus alat dan tujuan yang amat penting dalam perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan nasional.

Sistem pendidikan nasional adalah sekaligus alat dan tujuan yang amat penting dalam perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan nasional. PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL UMUM Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang amat penting untuk menjamin perkembangan

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI PPG SM3T PRODI PENDIDIKAN SEJARAH TAHUN 2014

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI PPG SM3T PRODI PENDIDIKAN SEJARAH TAHUN 2014 KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI PPG SM3T PRODI PENDIDIKAN SEJARAH TAHUN 2014 No 1. Memahami materi ajar sesuai dengan kurikulum Dasar 1.1 Menganalisis kehidupan awal manusia di bidang kepercayaan, sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KESISWAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KESISWAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRSALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PEMBINAAN KESISWAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses yang berlangsung pada seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses yang berlangsung pada seseorang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses yang berlangsung pada seseorang, proses perubahan pada diri seseorang atau lebih tepat proses seseorang membawa seorang anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa 40 tahun sesudah Perang Dunia Ke-2, Jepang mencapai. kedudukan sebagai negara adikuasa dalam bidang ekonomi dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa 40 tahun sesudah Perang Dunia Ke-2, Jepang mencapai. kedudukan sebagai negara adikuasa dalam bidang ekonomi dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa 40 tahun sesudah Perang Dunia Ke-2, Jepang mencapai kedudukan sebagai negara adikuasa dalam bidang ekonomi dan merupakan pesaing berat dalam bidang

Lebih terperinci

PENYUSUNAN LAPORAN HASIL BELAJAR (LHB) PESERTA DIDIK SMA

PENYUSUNAN LAPORAN HASIL BELAJAR (LHB) PESERTA DIDIK SMA PENYUSUNAN LAPORAN HASIL BELAJAR (LHB) PESERTA DIDIK SMA Departemen Pendidikan Nasional LAPORAN HASIL BELAJAR (LHB) Setiap akhir semester, guru menelaah hasil pencapaian belajar setiap peserta didik (semua

Lebih terperinci

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang BAB II GAMBARAN UMUM PRODUKTIFITAS ORANG JEPANG 2.1 Pengertian Karakter Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari

Lebih terperinci

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2013 PENDIDIKAN. Standar Nasional Pendidikan. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang karya-karya sastranya telah dibaca dan di terjemahkan kedalam banyak bahasa. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. yang karya-karya sastranya telah dibaca dan di terjemahkan kedalam banyak bahasa. Seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang adalah salah satu negara maju yang telah melahirkan sastrawan sastrawan yang karya-karya sastranya telah dibaca dan di terjemahkan kedalam banyak bahasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sasaran, sehingga untuk bisa bermain sepakbola diperlukan teknik-teknik

BAB I PENDAHULUAN. sasaran, sehingga untuk bisa bermain sepakbola diperlukan teknik-teknik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permainan sepakbola adalah permainan yang dimainkan di lapangan terbuka yang menggunakan 1 bola besar dan menggunakan 2 gawang sebagai sasaran, sehingga untuk

Lebih terperinci

N. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN SMALB TUNANETRA

N. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN SMALB TUNANETRA - 351 - N. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA, DAN KESEHATAN SMALB TUNANETRA KELAS: X Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG BIAYA KULIAH TUNGGAL DAN UANG KULIAH TUNGGAL PADA PERGURUAN TINGGI NEGERI DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR PROGRAM KURIKULUM 2013 MUATAN LOKAL BAHASA JAWA

KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR PROGRAM KURIKULUM 2013 MUATAN LOKAL BAHASA JAWA KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR PROGRAM KURIKULUM 2013 MUATAN LOKAL BAHASA JAWA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran

Lebih terperinci

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL, DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kekalahannya dalam Perang Dunia II. Jendral Douglas MacArthur yang

BAB I PENDAHULUAN. karena kekalahannya dalam Perang Dunia II. Jendral Douglas MacArthur yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1952 Jepang mulai menata kembali kehidupan politiknya setelah tentara Amerika Serikat mulai menduduki Jepang pada tanggal 2 September 1945 karena

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG GELAR DAN SEBUTAN BAGI LULUSAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG GELAR DAN SEBUTAN BAGI LULUSAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG GELAR DAN SEBUTAN BAGI LULUSAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REKTOR UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB II GEOGRAFI JEPANG DAN ZAMAN MEIJI. astronomis, Jepang berada antara 30 LU - 46 LU dan 128 BT 179 BT. Luas

BAB II GEOGRAFI JEPANG DAN ZAMAN MEIJI. astronomis, Jepang berada antara 30 LU - 46 LU dan 128 BT 179 BT. Luas BAB II GEOGRAFI JEPANG DAN ZAMAN MEIJI 2.1 Geografi Jepang Jepang merupakan negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia Timur, tepatnya terletak di sebelah Timur daratan Semenanjung Korea. Secara astronomis,

Lebih terperinci

Data Dosen Berdasarkan Jabatan Fungsional Per Februari Dosen Berdasarkan Jabatan Fungsional STRATA. No. FAKULTAS JURUSAN

Data Dosen Berdasarkan Jabatan Fungsional Per Februari Dosen Berdasarkan Jabatan Fungsional STRATA. No. FAKULTAS JURUSAN Data Dosen Berdasarkan Jabatan Fungsional Per Februari 0 Dosen Berdasarkan Jabatan Fungsional Guru Asisten Ahli T. Pengajar Besar Kepala L P L P L P L P L P Bahasa dan Seni Ilmu Ilmu Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA UNESA Nornor Lampiran Hal KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERTAS NEGERI SURABAYA Kampus Ketintang Jalan K etintang, Surabaya 60231 Telepon: + 6 23 1-8 2 8 0 0 0 9,8 2 8 0 8 0 4,8

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan zaman kehidupan manusiap musik saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan zaman kehidupan manusiap musik saat ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan zaman kehidupan manusiap musik saat ini telah menjadi suatu kebutuhan pendidikan. Karena pengaruh musik terhadap perkembangan anak, membuat

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. lain. Keluarga adalah lingkungan interaksi manusia yang pertama. Keluarga

Bab 1. Pendahuluan. lain. Keluarga adalah lingkungan interaksi manusia yang pertama. Keluarga Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam menjalani kehidupannya manusia selalu membutuhkan interaksi dengan orang lain. Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan dan usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan dan usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan dan usaha untuk mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata sastra diambil dari bahasa latin dan juga sansekerta yang secara harafiah keduanya diartikan sebagai tulisan. Sastra merupakan seni dan karya yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk institusi sosial dan hasil pekerjaan seni kreatif dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Hubungan antara sastra, masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG BIAYA KULIAH TUNGGAL DAN UANG KULIAH TUNGGAL PADA PERGURUAN TINGGI NEGERI DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROVINSI PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang :

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, MEMUTUSKAN:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, MEMUTUSKAN: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN BAGIAN X (KEMENTRIAN PENDIDIKAN, PENGAJARAN DAN KEBUDAYAAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN-TAHUN DINAS 1952 DAN 1953

Lebih terperinci

SISTEM PENDIDIKAN PADA ZAMAN SHOUWA DI JEPANG DALAM NOVEL NIJUSHI NO HITOMI KARYA SAKAE TSUBOI

SISTEM PENDIDIKAN PADA ZAMAN SHOUWA DI JEPANG DALAM NOVEL NIJUSHI NO HITOMI KARYA SAKAE TSUBOI SKRIPSI SISTEM PENDIDIKAN PADA ZAMAN SHOUWA DI JEPANG DALAM NOVEL NIJUSHI NO HITOMI KARYA SAKAE TSUBOI AGUSTINE CINDY AMELIA MEDA 1101705035 PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Seminar Internasional, ISSN Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia

Seminar Internasional, ISSN Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia PENGEMBANGAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SMK MELALUI KEBIJAKAN SERTIFIKASI Oleh: Louisa Nicolina Kandoli Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Fakultas TeknikUNIMA ABSTRAK Guru adalah suatu jabatan professional

Lebih terperinci

HAKIKAT DAN KARAKTERISTIK ILMU SOSIAL. Grendi Hendrastomo

HAKIKAT DAN KARAKTERISTIK ILMU SOSIAL. Grendi Hendrastomo HAKIKAT DAN KARAKTERISTIK ILMU SOSIAL Grendi Hendrastomo Email: ghendrastomo@yahoo.com Hakikat Konsep Dasar Ilmu Sosial Istilah-istilah Social science (Ilmu Sosial) Bersifat disipliner dari ilmu masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas sosial. Dalam pengertian ini, keterlibatan pengarang dalam menciptakan karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumardja dan Saini (1988: 3) menjabarkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moral, ketrampilan dan akhlak antara pendidik dan murid. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. moral, ketrampilan dan akhlak antara pendidik dan murid. Pendidikan berperan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses transfer pengetahuan, perilaku, moral, ketrampilan dan akhlak antara pendidik dan murid. Pendidikan berperan penting bagi

Lebih terperinci