BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Api dan Proses Pembakaran Api yang timbul akibat proses pembakaran dimana terjadi oksidasi dan reaksi kimia kompleks antara oksigen, bahan bakar, dan panas akan disertai dengan munculnya asap dan gas sisa hasil pembakaran seperti karbon dioksida dan air (Gottuk dkk., 2002). Sedangkan bahan bakar adalah semua zat yang dapat melepaskan energi ketika dioksidasi. Bahan bakar dapat berbentuk fase padat, cair dan gas. Oksigen, bahan bakar, sumber sumber ignition, dan reaksi reaksi kimia yang terjadi merupakan elemen primer dari api. Kesetimbangan api akan terganggu apabila salah satu dari elemen penting tersebut mulai tidak seimbang. Gambar 2.1 Elemen segitiga api Dari gambar 2.1 dapat dilihat bahwa nyala api sangat memerlukan oksigen dan bahan bakar. Oleh sebab itu, api akan terus menyala sesuai dengan reaksi oksidasi yang terjadi sampai bahan bakar habis. Komponen sebelum reaksi dalam 7

2 8 suatu reaksi pembakaran adalah reaktan (bahan bakar + oksidator) dan komponen setelah reaksi pembakaran adalah produk pembakaran dan panas. Pembakaran dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu pembakaran jenis flaming dan smouldering. Jenis pembakaran smouldering merupakan bentuk kebakaran yang terjadi tanpa adanya nyala api, pergerakannya lambat, dan temperatur yang rendah disertai dengan perambatan panas ketika oksigen mengenai permukaan bahan bakar pada fase kondensasi. Sedangkan jenis pembakaran flaming merupakan pembakaran yang disertai dengan nyala api, pergerakannya cepat, dan temperatur yang tinggi. Pembakaran jenis flaming menghasilkan api yang merupakan sebuah fenomena yang terjadi dalam fase gas. Bahan bakar dalam fase padat atau cair harus terlebih dahulu mengalami perubahan fase menjadi fase gas untuk dapat terbakar. Dalam gambar 2.2 terdapat beberapa mekanisme dari proses perubahan wujud benda yang memiliki fase padat lalu berubah ke fase cair kemudian menjadi fase gas. Gambar 2.2 Proses perubahan bahan bakar padat menjadi uap

3 9 2.2 Pool Fire Pool fire merupakan suatu pembakaran yang terjadi diatas kolam horizontal yang bahan bakarnya berasal dari penguapan bahan bakar cair, dimana momentum awalnya sangat rendah atau sama dengan nol. Nyala api dari pool fire sangat tergantung pada besarnya luas permukaan bahan bakar (diameter pool fire). Selain itu, nyala api juga bergantung pada banyaknya bahan bakar yang telah mencapai titik mampu bakar yang tersedia dalam suatu pool fire. Dalam suatu pool fire, aliran pada pembakaran bahan bakar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (Drysdale, 2003) : 1. Untuk ukuran diameter pool fire kurang dari 0,03 m (D 0,03 m) maka api akan laminar 2. Untuk ukuran diameter pool fire yang lebih dari 1 m (D > 1 m) maka api akan turbulent 3. Apabila ukuran diameter pool fire berada pada nilai antara 0,03 m sampai 1 m (0,03 m D 1 m) maka aliran api akan berada pada transisi antara aliran laminar dan aliran turbulent Penyebaran panas secara radiasi akan mendominasi pada permukaan bahan bakar dengan ukuran diameter pool fire yang besar. Sedangkan diameter pool fire yang berukuran kecil akan didominasi oleh penyebaran panas pada permukaan bahan bakar secara konveksi (Gottuk dkk., 2002) Pool fire adalah api yang terbakar secara difusi dari penguapan cairan bahan bakar dengan momentum bahan bakarnya yang sangat rendah. Api yang terbakar dari bahan jenis ini sangat sulit dipadamkan dan dapat menimbulkan

4 10 dampak kerugian yang sangat besar. Pool fire termasuk ke dalam kelas kebakaran B, dan untuk memadamkannya saat ini banyak digunakan bubuk kimia kering (dry powder) yang biasanya banyak terkandung dalam APAR (fire exthinguiser). Pemadaman jenis ini tidak dapat menggunakan media air, karena sifat air yang tidak bisa larut dalam minyak, sehingga menyebabkan api bukannya menjadi padam tapi malah menyebar. Karakteristik pool fire dapat dilihat pada laju pembakaran bahan bakar, laju produksi kalor, tinggi nyala api dan temperatur nyala Laju Pelepasan Massa Pembakaran dan Produksi Kalor Pool fire Pada suatu pool fire, api yang dihasilkan dari proses pencampuran bahan bakar dan oksigen dengan sumber panas yang cukup akan mempertahankan nyala api apabila kesetimbangan elemen api tidak terganggu. Hal ini diakibatkan oleh adanya penguapan dan terjadinya suatu reaksi kimia bahan bakar cair akibat panas yang ditimbulkan oleh nyala api. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.3, dimana nyala api mempertahankan fase penguapan yang terjadi dan terjadi reaksi kimia yang dapat menghasilkan material combustible dengan fase gas yang siap untuk dibakar. Material combustible yang dihasilkan oleh reaksi kimia pada fase penguapan bahan bakar akan mempertahankan nyala api

5 11 Gambar 2.3 Presentasi skematik dari pemukaan yang terbakar Dalam suatu penyebaran nyala api seperti gambar diatas, laju pembakaran akan sama dengan laju suplai gas combustible bahan bakar, dimana laju pembakarannya ( ṁ ) dapat ditulis secara umum dengan persamaan (Babrauska, 2002) : QF " QL " m... (2.1) Lv Keterangan : Q F : heat flux supplai dari api (kw/m2) Q L : panas yang hilang atau heat flux dari permukaan bahan bakar LV : panas yang dibutuhkan untuk menghasilkan material combustible dalam fase gas (kj/kg) atau untuk bahan bakar cair yang merupakan panas latent dari penguapan bahan bakar.

6 12 Babrauskas (2002) merumuskan suatu persamaan untuk mengetahui besarnya heat release rate pada risiko api yang berasal dari pembakaran pool fire dengan diameter lebih kecil dari 0.2 meter (D < 0.2 m) yaitu: q = h c ṁ (1 e -KβD ) x A... (2.2) Keterangan : q : laju pelepasan panas(heat release rate) pool fire (kw) Δhc : effective heat of combustion (kj/kg) ṁ : asymptotic mass burning rate for large fire diameter (kg/m 2 s) Kβ : empirical constant (konstanta ditunjukkan pada Tabel 2.2 untuk beberapa jenis bahan bakar) A : luas permukaan bahan bakar (m 2 ) Untuk besarnya mass burning rate pada suatu pool fire maka dapat digunakan persamaan : ṁ = ṁ (1 e (-KβD) )... (2.3) Keterangan : ṁ : mass burning rate pool fire (kgm -2 s -1 )

7 13 Tabel 2.1. Pool burning themochemical dan Empirical Constant untuk berbagai jenis bahan bakar organik Material Cryogenics Liquid H 2 LNG (mostly CH 4 ) LPG (mostly C 3 H 8 ) Alcohols Methanol (CH 3 OH) Ethanol (C 2 H 5 OH) Simple Organic Fuels Butane (C 4 H 10 ) Benzene (C 6 H 6 ) Hexane (C 6 H 14 ) Heptane (C 7 H 16 ) Xylene (C 8 H 10 ) Acetone (C 3 H 8 O) Dioxane (C 4 H 8 O 2 ) Diethyl Ether (C 4 H 10 O) Petroleum Products Benzine Gasoline Kerosene JP-4 JP-5 Transformer Oil,hydrocarbon Fuel Oil, heavy Crude Oil Solids Polimethylmethacrylate (C 6 H 8 O 2 ) 2 Polypropylene (C 3 H 6 ) 2 Polystyrene (C 8 H 8 ) 2 Mass Loss Rate ṁ (kg/m 2 -sec) Heat of Combustion Hc eff (kj/kg) 12,000 50,000 46,000 20,000 26,800 45,700 40,100 44,700 44,600 40,800 25,600 26,200 34,200 44,700 43,700 43,200 43,500 43,000 46,400 39,700 42,500-42,700 24,900 43,200 39,700 Density ρ (kg/m 3 ) , , , ,050 Empirical Constant kβ (m -1 ) ** 100 ** ** 100 ** Miscellaneous Silicon Transformer Fluid , **

8 Waktu Nyala Api Laju pembakaran suatu bahan bakar bergantung pada bentuk dan senyawa kimia pembentuk bahan bakar tersebut. Bentuk dari suatu bahan bakar akan berpengaruh terhadap laju pembakaran. Faktor utama yang sangat penting adalah luas permukaan bahan bakar terhadap rasio massa dari bahan bakar yaitu luasnya permukaan bahan bakar yang dapat terbakar dibandingkan dengan massa total dari bahan bakar. Pengukuran terhadap waktu pembakaran merupakan suatu cara untuk menentukan bahaya yang ditimbulkan oleh kebakaran dalam ruangan. Lamanya waktu pembakaran dari suatu bahan bakar dalam ruangan dapat diperkirakan dengan melihat banyaknya material yang mungkin terbakar dan udara dalam ruangan yang terbakar. Ketika bahan bakar cair terbakar maka api akan berkembang sesuai dengan laju pelepasan massa dan panas dari produk pembakaran. Diameter pool fire yang merupakan luas permukaan bahan bakar akan mempengaruhi laju pelepasan massa dari bahan bakar. Dalam suatu analisis dimana dua buah bakar cair dengan volume dan jenis yang sama terbakar, bahan bakar cair dengan permukaan diameter yang lebih kecil akan terbakar dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan bahan bakar cair diameter yang lebih besar. Massa dari material yang terbakar persatuan waktu dapat diperkirakan dengan menggunakan waktu pembakaran bahan bakar, dimana : V tb 4 2 D. v... (2.4)

9 15 Keterangan : V : volume bahan bakar cair (m 3 ) D : diameter pool fire (m) v : laju pembakaran / regression rate (ms -1 ) Bahan bakar cair yang terbakar dan bahan bakar yang dipakai dalam proses pembakaran akan berkurang seiring dengan laju pembakaran (regression rate) yang didefinisikan sebagai loss volumetric dari bahan bakar cair per satuan luas area dalam satuan waktu seperti pada persamaan : m v... (2.5) fuel Keterangan : ṁ : mass burning rate pool (kgm -2 s -1 ) ρ fuel : massa jenis bahan bakar (kgm -3 ) Tinggi Nyala Api Untuk mengetahui tinggi nyala api dari pool fire dapat menggunakan rumus : H f = (0.235 Q 2/5 ) 1.02 D (Method Of Hesketad)... (2.6) Keterangan : Q : laju produksi kalor (KW) D : diameter dari pool fire 2.3 Sistem Kabut Air (Water Mist Systems) Pengertian Sistem Kabut Air Isu paling penting dalam kebakaran adalah sumber air yang kadang sulit diperoleh. Maka upaya untuk mengurangi jumlah air yang dibutuhkan adalah

10 16 dengan cara membuat air menjadi kabut. Sistem kabut air mempunyai prinsip kerja seperti itu yaitu memanfaatkan air dengan cara membuat air tersebut menjadi sangat halus. Semakin halus permukaan butiran air yang dihasilkan, akan meningkatkan luas permukaan air. Jika luas permukaan air meningkat, maka air akan sulit melakukan penetrasi ke dalam permukaan yang terbakar. Dengan kata lain, kabut air akan mengambil kalor pembakaran tanpa membasahi material yang terbakar. Ini membuat api dapat padam dan resiko letupan dapat dikurangi. Inilah salah satu keunggulan sistem kabut air dibandingkan menggunakan sistem air biasa. Sistem kabut air tidak membutuhkan bahan kimia tambahan, namun membutuhkan tekanan yang besar untuk menghasilkan kabut air. Sebuah sistem kabut air adalah air berbasis sistem pemadam kebakaran otomatis. Kabut air adalah penyemprotan halus dengan 99 persen dari volume air yang terkandung dalam tetesan air kurang dari satu milimeter (1.000 mikron) dalam diameter (NFPA 750 standard). Air dibagi menjadi tetesan sangat halus menciptakan luas permukaan lebih besar dari tetesan standar yang dipancarkan dari sistem sprinkler. Air kabut tetesan sistem dapat 20 kali lebih kecil dan memiliki luas permukaan 400 kali lebih besar dari tetesan air sistem sprinkler. Sejumlah air akan berubah menjadi uap, atau biasa disebut sebagai panas laten penguapan. Hal ini secara drastis dapat mengurangi tingkat pembakaran. Uap juga akan menempati volume yang jauh lebih besar daripada jika tetesan itu dalam bentuk cair. Uap juga akan menggusur oksigen dari zona api, sehingga satu elemen penting dalam segitiga api akan bisa dihilangkan. Kabut air akan membuang panas dari sumber bahan bakar bahkan setelah api telah dipadamkan.

11 17 Hal ini dapat mencegah api menyala kembali. Sistem ini juga menyerap panas dan menyebarkan radiasi, mengurangi jumlah energi yang diproyeksikan ke bahan bakar. Sistem kabut air juga dapat menyaring uap korosif dan beracun seperti karbon monoksida yang dihasilkan oleh bahan-bahan seperti kayu, plastik, dan cairan yang mudah terbakar. Mawhinney dan Salomon (1997) mengklasifikasikan sistem water mist berdasarkan distribusi yang disajikan dalam bentuk pembagian persen volume comulatif yang membedakan antara droplet yang kasar dan halus. Dari gambar 2.4 menunjukkan bahwa, untuk semprotan kelas 1, dimana volume yang terkandung dalam tetesan kurang dari 200 µm. Kelas 2 dan 3 didefenisikan dengan cara yang sama. Dalam aplikasinya, kelas 1 dan kelas 2 cocok untuk pemadaman kebakaran pada pool fire atau pemadaman api dimana percikan bahan bakar harus dihindari. Gambar 2.4 Klasifikasi dari semprotan air berdasarkan ukuran distribusi dropplet

12 Mekanisme Pemadaman dari Sistem Kabut Air Mekanisme utama dalam pemadaman nyala api dengan sistem kabut air : 1. Pendinginan fase gas Air memiliki panas laten yang sangat besar (2270 kj/kg). Penguapan air memiliki spesifik panas yang paling tinggi diantara gas yang ada di atmosfer. Penguapan air akan mengurangi temperatur udara lingkungan. Apabila penguapan air terjadi dekat dengan nyala api maka akan dapat mengganggu dinamika api. Pada bahan bakar padat dan cair, hal ini merupakan suatu reaksi panas dari api yang disebabkan oleh volatilasi bahan bakar. Pengurangan temperatur juga akan menyebabkan pengurangan jelaga yang dihasilkan pada proses pembakaran. 2. Pengurangan oksigen dan pengurangan penguapan material Pengurangan oksigen dapat terjadi secara lokal dan menyeluruh pada suatu sistem. Pengurangan oksigen pada daerah lokal terjadi ketika droplet air masuk ke dalam reaksi pembakaran. Uap yang dihasilkan oleh droplet air akan mengganggu masuknya oksigen ke dalam suatu reaksi pembakaran sehingga mengganggu kesetimbangan api. 3. Pendinginan permukaan bahan bakar Droplet air yang masuk ke permukaan suatu bahan bakar padat yang terbakar akan mendinginkan permukaan bahan bakar tersebut. Hal ini mengurangi laju volatilasi bahan bakar dan menghalangi penyebaran api.

13 Nosel dan Sistem Injeksi Nosel (atau atomisers) digunakan untuk memecah aliran kontinu cair menjadi spray atau tetesan. Nosel banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti : injeksi bahan bakar pada mesin diesel, turbin gas dan roket, penyemprotan tanaman, dan pendinginan permukaan cairan bahan bakar. Fungsi dasar dari nosel adalah: 1. Pengendalian aliran dari liquid 2. Atomisasi liquid menjadi butiran 3. Penyebaran tetesan dalam pola tertentu 4. Meningkatkan luas permukaan dari liquid 5. Membangkitkan momentum hidrolik Berbagai aplikasi dan fungsi yang luas telah memunculkan berbagai desain untuk nosel sehingga tersedia secara komersial. Nosel harus mampu menghasilkan semprotan dengan kualitas yang baik, disesuaikan dengan kebutuhan dan bisa bekerja pada berbagai macam laju aliran flow rate. Nosel yang biasanya digunakan salah satunya adalah jenis single fluid. Berbagai aplikasi dan fungsi yang luas telah memunculkan berbagai desain untuk nosel sehingga tersedia secara komersial. Dalam aplikasi seperti cat semprot, keseragaman dari spray yang dihasilkan adalah hal yang terpenting, beda halnya dengan kebutuhan spray untuk tanaman pertanian, ukuran tetesan kecil harus dihindari karena dapat hanyut oleh angin. Sehingga perlu untuk mengetahui agar nosel mampu menghasilkan semprotan dengan kualitas yang baik, disesuaikan dengan

14 20 kebutuhan dan bisa bekerja pada berbagai macam laju aliran flow rate (Santangelo dkk., 2008) Nosel yang biasanya digunakan salah satunya adalah jenis single fluid, di mana energi kinetik dari fluida dimanfaatkan untuk breakup atau ada yang menggunakan secondary fluid (udara biasanya dikompresi) untuk mempercepat proses breakup. Umumnya proses breakup terjadi setelah liquid meninggalkan nosel sebagai hasilnya terjadi aerodinamis drag atau ketidakstabilan hidrodinamik. Peran nosel hanya untuk menghasilkan sebuah jet liquid dengan turbulensi dan profil kecepatan untuk mencapai breakup sesuai dengan yang diperlukan. Karakteristik spray yang dihasilkan oleh nosel tertentu bervariasi tergantung tekanan operasi yang diberikan Jenis Nosel Berdasarkan Mekanisme Kerjanya Nosel Single-Fluid Single fluid dikenal juga sebagai simpleks atau jenis Hidrolik. Spray yang dihasilkan dipengaruhi oleh tekanan air yang diberikan. Pada tekanan tinggi, hubungan antara ukuran droplet dan tekanan akan menjadi lebih kompleks. Biasanya terjadi penurunan diameter secara signifikan dengan meningkatnya tekanan (De Stefano dkk., 2008)

15 21 Gambar 2.5. Jenis Nosel Single fluid Beberapa jenis nosel untuk single fluid : a) Hollow cone single fluid: Tejadi gerakan berputar yang diinduksi kedalam dalam liquid di dalam nosel yang memproduksi spray, di mana sebagian besar tetesan terkonsentrasi di tepi luar. b) Full cone single fluid: Spray terdistribusi lebih homogen dimana tetesan didistribusikan secara melingkar. c) Flat spray single fluid : Menghasilkan seperti lembar spray dengan distribusi yang relatif seragam, yang sangat cocok digunakan untuk melindungi peralatan dalam rongga sempit Nosel Twin Fluid Twin-fluid mist nosel memproduksi kabut dengan dibantu oleh udara, juga dikenal sebagai udara atomising, duplex atau nosel pneumatik. Biasanya nitrogen dicampur dengan air pada bagian chamber sehingga menghasilkan kabut yang

16 22 lebih halus, yang kemudian dikeluarkan melalui outlet tunggal atau ganda. Yang efektif pada twin-fluid adalah atomisasi bisa terjadi pada tekanan operasi yang rendah (5-6 bar) jika dibandingkan dengan nosel jenis single fluid. Maka umumnya ukuran dari droplet yang dihasilkan oleh twin-fluid lebih kecil atau lebih halus, gambar 2.6 menunjukan contoh dari nosel twin fluid. Gambar 2.6 Jenis Nosel Twin fluid Dibawah ini digambarkan beberapa contoh nosel dan mekanisme kerjanya :

17 23 Gambar 2.7 Skema ilustrasi nosel untuk pemadam kebakaran Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peforma spray nosel (Mawhinney dkk., 1997) : a) Tekanan operasi : Tekanan yang digunakan pada saat melakukan eksperimental, biasanya tekanan terukur yang ada pada pressure gauge.

18 24 b) Viskositas Fluida : Viskositas dinamik liquid yang menolak perubahan bentuk atau susunan unsur-unsur pada saat aliran. Viskositas dari fluida merupakan faktor utama yang mempengaruhi pembentukan pola spray dan, sudut spray dan kapasitas. c) Temperatur fluida: Meskipun temperatur fluida tidak menyebabkan perubahan lansung terhadap kinerja spray nosel, namun sering mempengaruhi viskositas, permukaan ketegangan, dan gravitasi spesifik sehingga parameter tersebut mempengaruhi kinerja terhadap spray nosel. d) Tegangan Permukaan (Surface tension) : Permukaan liquid cenderung dianggap memiliki pengaruh yang paling kecil, dalam hal ini, seperti membran yang diberi tarikan. Setiap bagian dari permukaan liquid memberikan ketegangan pada bagian yang berdekatan atau pada benda lainnya yang berada dalam kontak liquid tersebut. Tegangan permukaan yang lebih tinggi dapat mengurangi sudut spray, terutama pada hollow cone dan flat fan spray. 2.5 Dasar-dasar dari Spray Konsep injeksi liquid yang melewati lubang kecil pada phenomena pembentukan spray terbukti merupakan proses yang sangat kompleks. Meskipun analisis pembentukan spray memiliki disiplin ilmu sendiri, memahami beberapa aspek fisiknya merupakan suatu pembelajaran yang berharga. Dalam pembahasan ini akan dijelaskan tentang dasar-dasar spray secara umum, seperti kondisi pembentukan spray, pembentukan tetesan dan kondisi pemisahan droplet. Namun

19 25 dalam penelitian ini akan dibahas lebih khusus pada spray untuk water mist yang menggunakan air sebagai fluidanya Pembuatan Spray Droplet dan Distribusi Ukuran Droplet Air Ada tiga cara untuk membuat spray droplet dalam suatu sistem kabut air, yaitu : 1. Impingiment nosel 2. Twin fluid nosel 3. Pressure jet nosel Dalam penelitian ini, cara yang akan digunakan untuk membentuk spray droplet adalah dengan nosel pressure jet. Pembentukan spray droplet langsung dari aliran turbulen jet melalui penyemprotan air (break up). Terdapat dua cara utama dalam penyemprotan air (break-up) yaitu : bag break up dan stripping break-up (Xiao dkk., 2011). Dalam bag break-up, satu droplet akan terpisah menjadi dua atau lebih droplet baru dengan ukuran masing-masing droplet yang hampir sama. Sedangkan dalam stripping break-up, droplet dengan ukuran kecil akan terpisah dari permukaan droplet dengan ukuran yang lebih besar. Terdapat empat cara untuk membuat spray droplet dari jet air, yaitu (Hart, 2005) : 1) Dengan cara Rayleigh rezim breakup : droplet air akan terbentuk jauh dari ujung nosel dengan diameter droplet yang dihasilkan lebih besar daripada diameter orifice nosel

20 26 Dengan cara First wind-induced break-up : suatu cara pembentukan droplet air dimana droplet yang dibentuk memiliki ukuran yang hampir sama dengan ukuran diameter orifice nosel Dengan cara Second wind-induced break up : suatu cara pembentukan droplet dimana droplet air terjadi dekat di bawah aliran sekitar nosel dan diameter droplet yang dihasilkan lebih kecil daripada diameter orifice nosel. Dengan cara Atomization: pembentukan droplet air yang dimulai dari orifice nosel tempat keluar droplet yang disebabkan oleh ukuran dan tekanan yang diberikan pada air. Diameter droplet air yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan diameter orifice nosel Dibawah ini merupakan beberapa rezim atau kondisi pada proses breakup Gambar 2.8 Pembentukan droplet air (a) Rayleigh break-up, (b) First wind-induce break up, (c) Second wind-induce break-up, (d) Atomisasi

21 27 Dalam suatu pembentukkan spray droplet, terdapat tiga kategori tekanan yang digunakan, yaitu : 1. Low pressure water mist system, dimana tekanan sistem yang digunakan kurang atau sama dengan 12.5 bar (P 12.5 bar) 2. Medium pressure water mist system, dimana tekanan sistem yang digunakan antara 12.5 sampai dengan 35 bar (12.5 P 35 bar) 3. High pressure water mist system, dimana tekanan sistem yang digunakan lebih besar atau sama dengan 35 bar (P > 35 bar) 2.6 Pemadaman api pada pool fire Interaksi kabut air dengan pool fire dan karakteristik api Karakteristik nyala api pool fire berbeda untuk jenis bahan bakar yang berbeda. Oleh karena itu, model pool fire dipelajari untuk analisis karakteristik api. Penelitian sebelumnya (Jones dkk., 1995; Liu dkk, 2000; Richard dkk, 2002) menunjukkan bahwa, zona uap yang kaya bahan bakar berada pada dasar pool fire. Xiao (2011) menggambarkan pool fire yang disederhanakan seperti model seperti ditampilkan di Gambar 2.9. Uap bahan bakar akan terkonveksi ketika air aliran jet kabut air mulai jatuh pada permukaan api. Uap bahan bakar akan tetap terbakar dan terkonveksi ketika disemprot oleh jet kabut air, dan bisa menyebabkan api membesar Interaksi antara kabut air dengan api Aliran jet kabut air mulai berpengaruh pada api setelah dilakukan penyemprotan, diawali dengan terjadinya penurunan ketinggian nyala api terlebih dahulu. Kemudian kabut air akan mencapai inti uap bahan bakar dan membuat

22 28 bahan bakar uap terkonveksi. Seperti dalam penelitian W. W. Bannister dkk (2001), pemadaman dengan kabut air untuk bahan bakar akan mempengaruhi titik flash point. Oleh karena itu, uap bahan bakar akan terbakar seperti dalam proses difusi dan membentuk api membesar seperti bola. Difusi uap bahan bakar yang disebabkan oleh aliran jet kabut air merupakan faktor kunci untuk kabut air yang menghasilkan bahan bakar uap difusi. Airan dari jet kabut air dengan momentum yang cukup, akan mendorong uap bahan bakar keluar dari polanya, dan menyebabkan api akan terekspansi. Gambar 2.9. Model pool fire sederhana Interaksi antara kabut air dengan bahan bakar panas Interaksi antara kabut air dan bahan bakar panas merupakan masalah yang penting dan kompleks. Bannister dkk (2001) menyatakan bahwa efek azeotropik dapat meningkatkan intensitas api dan berfungsi untuk mengekspansi api. Aplikasi kabut air pada bahan bakar yang tidak larut dalam air akan menghasilkan tingkat peningkatan penguapan bahan bakar, dan meningkatkan intensitas api. Oleh karena itu, setelah kabut air mencapai permukaan bahan bakar, campuran

23 29 dua cairan akan terbentuk. Sementara, campuran air dan bahan bakar akan berkontribusi pada tekanan uap keseluruhan campuran. Artinya, tekanan uap total Pm P 0 A P 0 B. Dimana P 0 A mengacu pada tekanan uap jenuh air murni, dan P 0 B mengacu pada tekanan uap jenuh bahan bakar. Cairan mendidih ketika tekanan uap menjadi sama dengan tekanan eksternal (101,325 KPa). Oleh karena itu, campuran dari cairan bercampur dan mendidih pada suhu lebih rendah dari titik didih dari salah satu cairan murni. Tekanan uap gabungan akan mencapai tekanan eksternal sebelum tekanan uap dari salah satu komponen individu dapat mencapainya. Ini berarti bahwa campuran akan mendidih pada suhu yang kura ng dari titik didih dari masing masing cairan murni. Dalam pool fire, campuran yang memiliki titik didih yang lebih rendah terbentuk setelah kabut air mencapai permukaan bahan bakar, dan temperatur dari permukaan cairan akan lebih tinggi dari titik didih campuran tersebut, kemudian bahan bakar akan mendidih dan menjadi uap Momentum kabut air Eksperimental mengungkapkan bahwa momentum dari kabut air sangat berpengaruh terhadap efektifitas pamadaman api pool fire. Aliran jet kabut air mencapai mencapai inti bahan bakar kaya uap dan mendorong uap bahan bakar keluar dari polanya. Sangat penting untuk menyadari bahwa momentum kabut air yang dibahas di sini adalah momentum kabut air di daerah inti bahan bakar yang kaya uap. Di sisi lain, jika kecepatan awal kabut air sama, sementara jarak dari nosel ke permukaan bahan bakar pendek, maka momentum kabut air akan meningkat.

24 Mekanisme transport Sebuah aspek penting dari perilaku kabut air yang tidak terkait dengan mekanisme pemadaman adalah kemampuan transport dan tersebar melalui udara. Untuk tetesan diameter kecil, besar drag aerodinamis relatif besar untuk gravitasi dan inersia. Sebagai contoh, kecepatan terminal tetesan air kira-kira sebanding dengan kuadrat diameter (lihat Gambar 2.10) dan karenanya jauh lebih rendah untuk tetesan kabut (d=100 μm) daripada tetesan water mist dengan (d=1000 μm). Hal ini memungkinkan kabut untuk tetap di udara untuk jangka waktu yang lama. Selanjutnya pengaruh aliran udara jauh lebih berpengaruh pada tetesan yang kecil. Hal ini memungkinkan arus konveksi membawa tetesan ke arah api dan membuat turbulensi di udara menyebar pada seluruh volume. Gambar Kecepatan terminal untuk partikel sferis terisolasi di udara stasioner

25 Penelitian penelitian sebelumnya Beberapa penelitian - penelitian tentang sistem pemadaman kabut air yang telah dilakukan sebelumnya, antara lain : 1. M. Windanarko Siamullah, dkk. melakukan penelitian pemadaman api tipe premixed flame dengan kabut air yang memiliki ukuran droplet 40,21 µm, 53,33 µm, dan 69,93 µm. Hasil penelitian yang didapatkan adalah semakin kecil ukuran droplet air maka semakin efektif untuk memadamkan api. 2. J.Qin, dkk. (2004) melakukan penelitian pemadaman api pada kebakaran tumpahan minyak dengan sistem kabut air yang beroperasi pada tekanan kerja 0,2 s/d 0,6 Mpa dalam sebuah cone calorimeter. Hasil yang didapat adalah sistem ini efektif untuk memadamkan api 3. Z. Liu, dkk. (2005) melakukan penelitian pengunaan sistem kabut air dengan discharge pressure 689 KPa dan 414 KPa untuk memadamkan kebakaran pada kebakaran tumpahan minyak berjenis pool fire. Hasil yang didapat adalah sistem kabut air sangat efektif untuk memadamkan kebakaran jenis ini. 4. A. Jones, dkk. (1995), melakukan review beberapa penelitian pemadaman api berbasis kabut air pada kebakaran listrik. Tekanan kerja yang digunakan 2 s/d 100 bar. Hasil yang diperoleh adalah sistem ini cukup efektif dan aman dalam pemadaman kebakaran peralatan listrik. 5. Zhigang Liu,dkk. (2007), melakukan penelitian untuk menguji keefektifan sistem kabut air pada kebakaran pool fire. Discharge pressure yang digunakan adalah 414 s/d 863 kpa dengan diameter droplet di bawah 250

26 32 µm. Hasil yang didapat adalah dengan diameter droplet yang lebih kecil sistem menjadi makin efektif 6. Mawhinney, dkk. (1997), menguji keefektifan sistem kabut air dengan menggunakan nosel tipe twin fluid untuk pemadaman api pool fire dengan diameter droplet dibawah 100 µm dengan hasil yang cukup memuaskan. 7. Li Zheng, dkk (2011), menguji pemadaman kebakaran dengan menggunakan eksplosive kabut air pada kebakaran hutan. Sistem ini juga ternyata bermanfaat dalam memadamkan kebakaran hutan

BAB 4 HASIL & ANALISIS

BAB 4 HASIL & ANALISIS BAB 4 HASIL & ANALISIS 4.1 PENGUJIAN KARAKTERISTIK WATER MIST UNTUK PEMADAMAN DARI SISI SAMPING BAWAH (CO-FLOW) Untuk mengetahui kemampuan pemadaman api menggunakan sistem water mist terlebih dahulu perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 16 lokasi rawan bencana yang tersebar di 4 kecamatan (BPBD, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. 16 lokasi rawan bencana yang tersebar di 4 kecamatan (BPBD, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Denpasar sebagaimana kota - kota besar di Indonesia juga mempunyai masalah yang sama di bidang kebencanaan. Bencana yang kerap timbul di kota besar Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pembakaran Pembakaran bisa didefinisikan sebagai reaksi secara kimiawi yang berlangsung dengan cepat antara oksigen dengan unsur yang mudah terbakar dari bahan bakar pada suhu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 3 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Api Api sering disebut sebagai zat keempat, karena tidak dapat dikategorikan ke dalam kelompok zat padat, zat cair maupun zat gas. Api disebut memiliki bentuk plasma. Plasma

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI POSISI PENYEMPROTAN DAN JARAK NOSEL TERHADAP WAKTU PEMADAMAN SISTEM PEMADAMAN KABUT AIR

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI POSISI PENYEMPROTAN DAN JARAK NOSEL TERHADAP WAKTU PEMADAMAN SISTEM PEMADAMAN KABUT AIR STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI POSISI PENYEMPROTAN DAN JARAK NOSEL TERHADAP WAKTU PEMADAMAN SISTEM PEMADAMAN KABUT AIR I G N Bagus Mahendra Putra 1, 2)**, Ainul Ghurri 3)**, dan I Wayan Widhiada

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN Setiap melakukan penelitian dan pengujian harus melalui beberapa tahapan-tahapan yang ditujukan agar hasil penelitian dan pengujian tersebut sesuai dengan standar yang ada. Caranya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti:

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti: 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH Pada kompor pembakar jenazah menggunakan jenis kompor tekan dengan bahan bakar minyak tanah. Prinsip kerja kompor pembakar jenazah adalah mengubah bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN BAB III METODOLOGI PENGUJIAN Dalam melakukan penelitian dan pengujian, maka dibutuhkan tahapantahapan yang harus dijalani agar percobaan dan pengujian yang dilakukan sesuai dengan standar yang ada. Dengan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1.Analisa Diameter Rata-rata Dari hasil simulasi yang telah dilakukan menghasilkan proses atomisasi yang terjadi menunjukan perbandingan ukuran diameter droplet rata-rata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada era globalisasi sekarang ini, semua negara berlomba-lomba untuk meningkatkan kemampuan bersaing satu sama lain dalam hal teknologi. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konversi dari energi kimia menjadi energi mekanik saat ini sangat luas digunakan. Salah satunya adalah melalui proses pembakaran. Proses pembakaran ini baik berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PEMBAKARAN

BAB III PROSES PEMBAKARAN 37 BAB III PROSES PEMBAKARAN Dalam pengoperasian boiler, prestasi yang diharapkan adalah efesiensi boiler tersebut yang dinyatakan dengan perbandingan antara kalor yang diterima air / uap air terhadap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL & ANALISIS

BAB IV HASIL & ANALISIS BAB IV HASIL & ANALISIS 4.1 KARAKTERISTIK POOL FIRE Pool fire adalah api yang terbakar secara difusi dari penguapan cairan bahan bakar dengan momentum bahan bakarnya yang sangat rendah. Api yang terbakar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti:

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kompor Pembakar Jenazah Pada kompor pembakar jenazah menggunakan jenis kompor tekan dengan bahan bakar minyak tanah. Prinsip kerja kompor pembakar jenazah adalah mengubah bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kecil menjadi kawan, besar menjadi lawan. Ungkapan yang sering kita dengar tersebut menggambarkan bahwa api mempunyai manfaat yang banyak tetapi juga dapat mendatangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai langkah untuk memenuhi kebutuhan energi menjadi topik penting seiring dengan semakin berkurangnya sumber energi fosil yang ada. Sistem energi yang ada sekarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

Bab II Ruang Bakar. Bab II Ruang Bakar

Bab II Ruang Bakar. Bab II Ruang Bakar Bab II Ruang Bakar Sebelum berangkat menuju pelaksanaan eksperimen dalam laboratorium, perlu dilakukan sejumlah persiapan pra-eksperimen yang secara langsung maupun tidak langsung dapat dijadikan pedoman

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian Biomassa Untuk memperoleh pengertian yang menyeluruh mengenai gasifikasi biomassa, diperlukan pengertian yang sesuai mengenai definisi biomassa. Biomassa didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Ristiyanto (2003) menyelidiki tentang visualisasi aliran dan penurunan tekanan setiap pola aliran dalam perbedaan variasi kecepatan cairan dan kecepatan

Lebih terperinci

K3 KEBAKARAN. Pelatihan AK3 Umum

K3 KEBAKARAN. Pelatihan AK3 Umum K3 KEBAKARAN Pelatihan AK3 Umum Kebakaran Hotel di Kelapa Gading 7 Agustus 2016 K3 PENANGGULANGAN KEBAKARAN FENOMENA DAN TEORI API SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN FENOMENA & TEORI API Apakah...? Suatu proses

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

Pasal 9 ayat (3),mengatur kewajiban pengurus menyelenggarakan latihan penanggulangan kebakaran

Pasal 9 ayat (3),mengatur kewajiban pengurus menyelenggarakan latihan penanggulangan kebakaran PENANGGULANGAN KEBAKARAN PENDAHULUAN DATA KASUS KEBAKARAN Tahun 1990-1996 Jumlah kejadian : 2033 kasus 80% kasus di tempat kerja 20% kasus bukan di tempat kerja Tahun 1997-2001 Jumlah kejadian : 1121 kasus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Solar Menurut Syarifuddin (2012), solar sebagai bahan bakar yang berasal dari minyak bumi yang diproses di tempat pengilangan minyak dan dipisah-pisahkan hasilnya berdasarkan

Lebih terperinci

No. Karakteristik Nilai 1 Massa jenis (kg/l) 0, NKA (kj/kg) 42085,263

No. Karakteristik Nilai 1 Massa jenis (kg/l) 0, NKA (kj/kg) 42085,263 3 3 BAB II DASAR TEORI 2. 1 Bahan Bakar Cair Bahan bakar cair berasal dari minyak bumi. Minyak bumi didapat dari dalam tanah dengan jalan mengebornya di ladang-ladang minyak, dan memompanya sampai ke atas

Lebih terperinci

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian HRSG HRSG (Heat Recovery Steam Generator) adalah ketel uap atau boiler yang memanfaatkan energi panas sisa gas buang satu unit turbin gas untuk memanaskan air dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Proses pendinginan sangat diperlukan dalam dunia perindustrian. Terutama industri yang bergerak di bidang material logam. Untuk menghasilkan logam dengan kualitas baik

Lebih terperinci

2. Pengantar Pengetahuan Tentang Api SUBSTANSI MATERI

2. Pengantar Pengetahuan Tentang Api SUBSTANSI MATERI 2. Pengantar Pengetahuan Tentang Api Modul Diklat Basic PKP-PK 2.1 Pengertian tentang api 2.1.1 Reaksi terjadinya api Api merupakan hasil peristiwa/reaksi kimia antara bahan bakar, oksigen dan sumber panas/sumber

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut. BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Klasifikasi Gedung dan Risiko Kebakaran Proyek pembangunan gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Brawijaya Malang merupakan bangunan yang diperuntukkan untuk gedung rumah sakit.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya BAB II DASAR TEORI 2.1 Hot and Cool Water Dispenser Hot and cool water dispenser merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondisikan temperatur air minum baik dingin maupun panas. Sumber airnya berasal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Apabila meninjau mesin apa saja, pada umumnya adalah suatu pesawat yang dapat mengubah bentuk energi tertentu menjadi kerja mekanik. Misalnya mesin listrik,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem refrigerasi kompresi uap Sistem refrigerasi yang umum dan mudah dijumpai pada aplikasi sehari-hari, baik untuk keperluan rumah tangga, komersial dan industri adalah sistem

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pembakaran Pembakaran adalah serangkaian reaksi-reaksi kimia eksotermal antara bahan bakar dan oksidan berupa udara yang disertai dengan produksi energi berupa panas dan konversi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA 3.1 Metode Pengujian 3.1.1 Pengujian Dual Fuel Proses pembakaran di dalam ruang silinder pada motor diesel menggunakan sistem injeksi langsung.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split BAB II DASAR TEORI 2.1 AC Split Split Air Conditioner adalah seperangkat alat yang mampu mengkondisikan suhu ruangan sesuai dengan yang kita inginkan, terutama untuk mengkondisikan suhu ruangan agar lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Bambang (2016) dalam perancangan tentang modifikasi sebuah prototipe kalorimeter bahan bakar untuk meningkatkan akurasi pengukuran nilai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Refrigeran merupakan media pendingin yang bersirkulasi di dalam sistem refrigerasi kompresi uap. ASHRAE 2005 mendefinisikan refrigeran sebagai fluida kerja

Lebih terperinci

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST.

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST. KESEIMBANGAN ENERGI KALOR PADA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR DAN UAP KAPASITAS 1 Kg Nama : Nur Arifin NPM : 25411289 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BIDANG API ISOTHERMAL KOMPOR ENGKEL DINDING API TUNGGAL DAN DINDING API GANDA BERBAHAN BAKAR BIOETHANOL

PERBANDINGAN BIDANG API ISOTHERMAL KOMPOR ENGKEL DINDING API TUNGGAL DAN DINDING API GANDA BERBAHAN BAKAR BIOETHANOL PERBANDINGAN BIDANG API ISOTHERMAL KOMPOR ENGKEL DINDING API TUNGGAL DAN DINDING API GANDA BERBAHAN BAKAR BIOETHANOL Yusufa Anis Silmi (2108 100 022) Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H. Djoko Sungkono

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Pertemuan ke Capaian Pembelajaran Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Media Ajar Gambar Audio/Video Soal-tugas Web Metode Evaluasi

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Pengembangan Teknologi Alat Produksi Gas Metana Dari Pembakaran Sampah Organik Menggunakan Media Pemurnian Batu Kapur, Arang Batok Kelapa, Batu Zeolite Dengan Satu Tabung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pemanasan atau pendinginan fluida sering digunakan dan merupakan kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang elektronika. Sifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) PLTU merupakan sistem pembangkit tenaga listrik dengan memanfaatkan energi panas bahan bakar untuk diubah menjadi energi listrik dengan

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi SEMINAR NASIONAL INOVASI DAN APLIKASI TEKNOLOGI DI INDUSTRI (SENIATI) 2016 ISSN : 2085-4218 Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi Burhan Fazzry 1,*,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara simulasi numerik dengan menggunakan perangkat lunak AVL Fire. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan membuat model

Lebih terperinci

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar.

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar. 5 TURBIN GAS Pada turbin gas, pertama-tama udara diperoleh dari udara dan di kompresi dengan menggunakan kompresor udara. Udara kompresi kemudian disalurkan ke ruang bakar, dimana udara dipanaskan. Udara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Turbin gas adalah suatu unit turbin dengan menggunakan gas sebagai fluida kerjanya. Sebenarnya turbin gas merupakan komponen dari suatu sistem pembangkit. Sistem turbin gas paling

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK SALURAN KELUAR AIR DAN UDARA TERHADAP KARAKTERISTIK SPRAY PADA TWIN FLUID ATOMIZER

PENGARUH JARAK SALURAN KELUAR AIR DAN UDARA TERHADAP KARAKTERISTIK SPRAY PADA TWIN FLUID ATOMIZER PENGARUH JARAK SALURAN KELUAR AIR DAN UDARA TERHADAP KARAKTERISTIK SPRAY PADA TWIN FLUID ATOMIZER An Nisaa Maharani, ING Wardana, Lilis Yuliati Jurnal Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah Fluida adalah zat aliar, atau dengan kata lain zat yang dapat mengalir. Ilmu yang mempelajari tentang fluida adalah mekanika fluida. Fluida ada 2 macam : cairan dan gas. Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Biomassa Guna memperoleh pengertian yang menyeluruh mengenai gasifikasi biomassa, maka diperlukan pengertian yang tepat mengenai definisi biomassa. Biomassa didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini kelangkaan sumber energi fosil telah menjadi isu utama. Kebutuhan energi tersebut setiap hari terus meningkat. Maka dari itu, energi yang tersedia di bumi

Lebih terperinci

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR Untuk mengenalkan aspek-aspek refrigerasi, pandanglah sebuah siklus refrigerasi uap Carnot. Siklus ini adalah kebalikan dari siklus daya uap Carnot. Gambar 1.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK

BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK Dalam ilmu hidraulik berlaku hukum-hukum dalam hidrostatik dan hidrodinamik, termasuk untuk sistem hidraulik. Dimana untuk kendaraan forklift ini hidraulik berperan

Lebih terperinci

KEBAKARAN DAN ALAT PEMADAM API. Regina Tutik Padmaningrum Jurdik Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta

KEBAKARAN DAN ALAT PEMADAM API. Regina Tutik Padmaningrum   Jurdik Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta KEBAKARAN DAN ALAT PEMADAM API Regina Tutik Padmaningrum e-mail: regina_tutikp@uny.ac.id Jurdik Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta Alat Pemadam Api adalah semua jenis alat ataupun bahan pemadam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam suatu teknik pembakaran, keberhasilan pembakaran seperti yang ditunjukan pada perhitungan secara teoritis sesuai dengan aspek termodinamika pembakaran di pengaruhi langsung

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI POSISI PENYEMPROTAN DAN JARAK NOSEL TERHADAP WAKTU PEMADAMAN PADA SISTEM PEMADAMAN KABUT AIR

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI POSISI PENYEMPROTAN DAN JARAK NOSEL TERHADAP WAKTU PEMADAMAN PADA SISTEM PEMADAMAN KABUT AIR STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI POSISI PENYEMPROTAN DAN JARAK NOSEL TERHADAP WAKTU PEMADAMAN PADA SISTEM PEMADAMAN KABUT AIR Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1 Latar Belakang Pengkondisian udaraa pada kendaraan mengatur mengenai kelembaban, pemanasan dan pendinginan udara dalam ruangan. Pengkondisian ini bertujuan bukan saja sebagai penyejuk

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT TEKNIK ELEKTRO FPTK UPI, 2009 POTENSI ENERGI PANAS BUMI Indonesia dilewati 20% panjang dari sabuk api "ring of fire 50.000 MW potensi panas bumi dunia, 27.000 MW

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena konveksi merupakan fenomena akibat adanya perpindahan panas yang banyak teramati di alam. Sebagai contohnya adalah fenomena konveksi yang terjadi di

Lebih terperinci

Sistem Pencegahan dan. Kebakaran. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

Sistem Pencegahan dan. Kebakaran. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA Kecelakaan kerja Frank Bird Jr : kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi dan stripper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan satu komponen atau lebih dari campurannya menggunakan prinsip perbedaan kelarutan. Solut adalah komponen

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian Biomassa Guna memperoleh pengertian yang menyeluruh mengenai gasifikasi biomassa, maka diperlukan pengertian yang tepat mengenai definisi biomassa. Biomassa didefinisikan

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut njeksi Burhan Fazzry, ST, MT. (), Agung Nugroho, ST., MT. Teknik Mesin, Fakultas Teknik dan nformatika, Universitas

Lebih terperinci

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG 1. SIKLUS PLTGU 1.1. Siklus PLTG Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG Proses yang terjadi pada PLTG adalah sebagai berikut : Pertama, turbin gas berfungsi

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI Oleh ILHAM AL FIKRI M 04 04 02 037 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II PERANCANGAN PRODUK. : Sebagai bahan baku pembuatan ammonia, plastik,

BAB II PERANCANGAN PRODUK. : Sebagai bahan baku pembuatan ammonia, plastik, BAB II PERANCANGAN PRODUK 2.1 Produk Utama 2.1.1.Gas Hidrogen (H2) : Sebagai bahan baku pembuatan ammonia, plastik, polyester, dan nylon, dipakai untuk proses desulfurisasi minyak bakar dan bensin dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 RANCANGAN OBSTACLE Pola kecepatan dan jenis aliran di dalam reaktor kolom gelembung sangat berpengaruh terhadap laju reaksi pembentukan biodiesel. Kecepatan aliran yang tinggi

Lebih terperinci

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. Karakterisasi Proses Gasifikasi Downdraft Berbahan Baku Sekam Padi Dengan Desain Sistem Pemasukan Biomassa Secara Kontinyu Dengan Variasi Air Fuel Ratio Oleh : Dimas Setiawan (2105100096) Pembimbing :

Lebih terperinci

PENGENDALI DEBU (PARTIKULAT)

PENGENDALI DEBU (PARTIKULAT) Teknologi Pengendalian Emisi 1 PENGENDALI DEBU (PARTIKULAT) Partikulat Apa itu Partikulat? adalah butiran berbentuk padat atau cair Ukuran dinyatakan dalam mikron (µm), 1µm = 10-6 m Contoh 2 > 100µm, cepat

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Air Conditioner (AC) digunakan untuk mengatur temperatur, sirkulasi, kelembaban, dan kebersihan udara didalam ruangan. Selain itu, air conditioner juga

Lebih terperinci

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK 112 MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK Dalam bidang pertanian dan perkebunan selain persiapan lahan dan

Lebih terperinci

Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi

Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi 4.1 Pertimbangan Awal Pembakar (burner) adalah alat yang digunakan untuk membakar gas hasil gasifikasi. Di dalam pembakar (burner), gas dicampur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Desalinasi Desalinasi merupakan suatu proses menghilangkan kadar garam berlebih dalam air untuk mendapatkan air yang dapat dikonsumsi binatang, tanaman dan manusia.

Lebih terperinci

BAB 6 Steady explosive eruptions

BAB 6 Steady explosive eruptions BAB 6 Steady explosive eruptions INTRODUCTION Pada bagian (bab) sebelumnya telah dibahas bagaimana magma mengembang (terbentuk) di permukaan, volatile dissolves ketika mulai meluruh dan membentuk gelembung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Motor Bakar Motor bakar adalah motor penggerak mula yang pada prinsipnya adalah sebuah alat yang mengubah energi kimia menjadi energi panas dan diubah ke energi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan, BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan, temuan penelitian, dan pembahasannya. Hasil penelitian yang diperoleh disajikan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengeringan Pengeringan merupakan proses sejumlah air dari material. Peristiwa perpindahan massa dan energi yang terjadi dalam pemisahan cairan atau dari kelembaban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Menara Pendingin Menurut El. Wakil, menara pendingin didefinisikan sebagai alat penukar kalor yang fluida kerjanya adalah air dan udara yang berfungsi mendinginkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI Adsorpsi adalah proses yang terjadi ketika gas atau cairan berkumpul atau terhimpun pada permukaan benda padat, dan apabila interaksi antara gas atau cairan yang terhimpun

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian 1.1 Tujuan Pengujian WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN a) Mempelajari formulasi dasar dari heat exchanger sederhana. b) Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger. c) Pengukuran

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN FASA. Komponen sistem

KESETIMBANGAN FASA. Komponen sistem KESETIMBANGAN FASA Kata fase berasal dari bahasa Yunani yang berarti pemunculan. Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat sifat fisik seragam, yang terpisah dari bagian sistem lain oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations)

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) sedimentasi (pengendapan), pemisahan sentrifugal, filtrasi (penyaringan), pengayakan (screening/sieving). Pemisahan mekanis partikel fluida menggunakan gaya yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Termodinamika 2.1.1 Siklus Termodinamika Siklus termodinamika adalah serangkaian proses termodinamika mentransfer panas dan kerja dalam berbagai keadaan tekanan, temperatur,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 PENGUKURAN VISKOSITAS MINYAK NYAMPLUNG Nilai viskositas adalah nilai yang menunjukan kekentalan suatu fluida. semakin kental suatu fuida maka nilai viskositasnya semakin besar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. listrik dimana generator atau pembangkit digerakkan oleh turbin dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. listrik dimana generator atau pembangkit digerakkan oleh turbin dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Uap Pembangkit listrik tenaga uap adalah sistem yang dapat membangkitkan tenaga listrik dimana generator atau pembangkit digerakkan

Lebih terperinci

BAB V TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. No. Turbin Gas Turbin Uap

BAB V TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. No. Turbin Gas Turbin Uap BAB V TURBIN GAS Pada turbin gas, pertama-tama udara diperoleh dari udara dan di kompresi dengan menggunakan kompresor udara. Udara kompresi kemudian disalurkan ke ruang bakar, dimana udara dipanaskan.

Lebih terperinci