BAB VI ARAHAN DAN STRATEGI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI ARAHAN DAN STRATEGI"

Transkripsi

1 BAB VI ARAHAN DAN STRATEGI 6.1. Arahan Pengembangan Perikanan Tangkap Faktor-faktor penentu eksternal dan internal untuk pengembangan perikanan tangkap di wilayah pesisir Banyuasin dalam analisa SWOT untuk arahan pengembangan disajikan pada Tabel 6.1 dan 6.2. Tabel 6.1. Matriks Analisa Faktor-faktor Strategi Eksternal Perikanan Tangkap Faktor Strategi Ekstenal Bobot Rating Skor Peluang (Opportunities) Permintaan pasar dalam dan luar negeri dan harga O1 komoditas yang tinggi terhadap produk perikanan tangkap 0,2 4 0,8 O2 Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1999 tentang jalur penangkapan 392 Tahun 0,25 3 0,75 O3 Kebijakan pemerintahan mangenai pengelolahan sumberdaya dengan menerapkan prinsip responsible fisheries 0,15 3 0,45 O4 Kebijakan pemerintah yang sifatnya implementatif 0,1 2 0,2 Ancaman ( Threats) T1 T2 Jumlah alat tangkap yang semakin meningkat setiap tahunan Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan kehadiran nelayan pendatang dengan menggunakan kapal-kapal besar 0,15 2 0,3 0,15 1 0,15 Total 1 2,65 69

2 Tabel 6.2. Matriks analisa Faktor-faktor Strategis Internal Perikanan Tangkap Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor Kekuatan (Strength) S1 Wilayah atau zona penangkapan yang potensial 0,2 3 0,6 S2 Usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap trammel net layak dan menguntungkan 0,1 2 0,2 Hutan mangrove yang berada di dalam TN S3 Sembilang dan merupakan tempat Spawning dan nursery ground Kelemahan (Weaknesses) 0,15 4 0,6 W1 Terjadi gejala tangkap lebih (overfishing) 0,2 1 0,2 W2 Tidak ada alternatif mata pencaharian lain bagi masyarakat 0,1 3 0,3 W3 Peralatan tangkap yang masih tradisional 0,15 2 0,3 W4 Kurangnya ilmu pengetahuan dan teknologi baik mengenai SDA maupun pemanfaatannya yang ramah lingkungan 0,1 4 0,4 TOTAL 1 2,6 Dari hasil pembobotan diatas terhadap faktor-faktor yang berpengaruh, diperoleh hasil bahwa faktor-faktor eksternal (Kekuatan dan Kelemahan) lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan faktor-faktor internal (peluang dan ancaman) terhadap usaha perikanan tangkap di wilayah perairan pantai Kabupaten Banyuasin. Diperoleh rasio antara faktor-faktor internal terhadap eksternal sebesar 2,65 : 2,6. Analisa yang dilakukan terhadap matriks faktor strategi ekternal dan internal tersebut diatas dengan menggunakan Model Matriks TOWS diperoleh strategi-strategi yang dikelompokan ke dalam empat kategori yaitu : 1. Strategi SO, penggunaan unsur-unsur kekuatan kawasan pesisir estuaria Banyuasin untuk mendapatkan keuntungan dari peluang-peluang yang tersedia 2. Strategi WO, memperbaiki kelemahan yang terdapat dalam kawasan dengan memanfaatkan peluang yang tersedia 3. Strategi ST, penggunaan kekuatan yang ada untuk menghindari atau memperkecil dampak dan ancaman eksternal 4. Strategi WI, taktik pertahanan yang diarahkan pada pengurangan kelemahan internal untuk manghadapi ancaman eksternal 70

3 Adapun strategi-strategi pengembangan usaha perikanan tangkap di wilayah perairan Kabupaten Banyuasin dapat dilihat pada tabel 6.3. Tabel 6.3. Model Matriks TOWS Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap Opportunnies (O) Matriks 1) Permintaan pasar dalam dan luar negeri dan harga komoditas yang tinggi terhadap produk perikanan Strengths (S) 1) Wilayah atau zona penangkapan yang potensial 2) Usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap trammel net layak dan menguntungkan 3) Hutan mangrove yang berada di dalan TN Sembilang dan merupakan tempat spining dan nursery ground 1) Menetapkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (total allowable catch) yaitu 80% dari MYS Weaknesses (W) 1) Terjadi gejala tangkap lebih (overfishing) 2) Tidak ada alternatif mata pencaharian lain bagi masyarakat nelayan 3) Peralatan tangkap yang masih tradisional 4) Kurangnya ilmu pengetahuan dan teknologi baik mengenai SDA maupun Pemanfaatan yang ramah lingkungan 1) Pembatasan jumlah armada penangkapan yang terkendali 2) Keputusan Menteri Pertanian Nomor 392 Tahun penangkapan 3) Kebijakan pemerintahan mengenai pengelolaan sumberdaya dengan menerapkan prinsip responsible fisheries 4) Kebijakan pemerintah yang sifatnya implementatif Threats (T) 1) Jumlah alat tangkap yang semakin meningkat setiap tahunnya 2) Pengaturan jalur penangkapan, alat tangkap dan ukuran kapal yang dipergunakan 1) Pembatasan izin usaha penangkapan menggunakan alat tranmel net 2) Pemberian kredit usaha untuk memodernkan peralatan tangkap 3) Memberikan alternatif usaha antara lain melalui usaha budidaya (tambak udang, bandeng, tiram dan kepiting bakau) 1) Membangkitkan pengelolaan berbasis masyarakat 2) Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan kehadiran nelayan pendatang dengan menggunakan kapalkapal besar 2) Penegakan peraturan (law enforcement) terhadap pelanggaran yang terjadi 71

4 Strategi-strategi di atas selajutnya diurutkan menurut peringkat berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunnya sebagaimana pada tabel 6.4. Tabel 6.4. Penyusunan Peringkat Strategi-strategi Analisa SWOT Unsur Kekuatan / Strength (S) Kelemahan / Weaknesses(W) Peluang / Opportunities (O) Ancaman / Threats (T) Strategi (SO) : Strategi (WO) : 1) S1, O1, dan O3 1) W1, O2, dan O3 2) S2, S3, O2 dan O4 2) W3 dan O4 3) W2, O1 Strategi (ST) : Strategi (WT) : 1) S2, S3, dan T1 1) W1, T1 dan T2 2) S1 dan T2 Tabel 6.5. Penentuan Prioritas Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap di Wilayah Perairan Banyuasin Unsur SWOT Keterkaitan Skor Peringkat Strategi 1 Menetapakan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (total allowable catch) yaitu 80% MYS S1,O1, dan O3 1,85 1 Strategi 2 Pengaturan jalur penangkapan, alat tangkap dan ukuran kapal yang dipergunakan S2, S3, O2 dan O4 1,75 2 Strategi 3 Strategi 4 Pembatasan jumlah armada penangkapan yang terkendali Pembatasan izin usaha penangkapan menggunakan alat trammel net untuk menangkap ikan W1, O2 dan O3 S2, S3, dan T1 1,1 4 Strategi 5 Strategi 6 Strategi 7 Strategi 8 Memberikan alternatif usaha antara lain melalui usaha budidaya (tambak udang, bandeng, tiram, dan kepiting bakau) Penegakan peraturan (law enforcement) terhadap pelanggaran yang terjadi Membangkitkan pengelolaan berbasis masyarakat Pemberikan kredit usaha untuk memodernkan peralatan tangkap W2, O1 1,1 5 S1 dan T2 0,75 6 W1, T1, dan T2 0,65 7 W3 dan O4 0,5 8 Dari hasil SWOT diatas maka dalam pengembangan usaha perikanan tangkap di wilayah perairan pantai di Kabupaten Banyuasin, perlu dilakukan strategi-strategi prioritas, yaitu : 1. Menetapkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (Total Allowable Catch/TAC) yaitu 80% dari MSY Penangkapan ikan di perairan pantai Kabupaten Banyuasin yang terus meningkat kepadatannya telah mengarah kepada tingkat eksploitasi yang berlebihan. Pada saat ini penangkapan telah melampaui batas Maximum Sustainable Yield (MSY). 72

5 Hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu dinamika populasi ikan atau udang di perairan Banyuasin, dalam hal ini kebijakan pengelolaan yang perlu diambil adalah penerapan prinsip responsible fisheries melalui penetapan jumlah tangkapan yang diperbolehkan ( Total Allowable Catch/ TAC) untuk jenis sumberdaya udang juga untuk ikan pelangis besar, pelangis kecil, dan demersal masing-masing adalah 80% dari potensi produk lestari. Berdasarkan pendekatan ini instansi pemerintah yang berwenang dalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan mengeluarkan hak kepada perusahaan atau perorangan bukan saja dalam hal izin penangkap ikan, tetapi juga hak untuk penangkapan ikan dalam jumlah tertentu (kuota). Hak kuota ini dapat berupa jumlah ikan yang boleh ditangkap yang dapat dibagi per nelayan, per kapal atau per armada penangkapan. Dengan menentukan TAC yang berada dibawah MYS, diharapkan pemanfaatan sumberdaya ikan di wilayah pesisir Banyuasin dapat dijaga dan dipelihara kelangsungannya. 2. Pengaturan jalur penangkapan, alat tangkap dan ukuran kapal yang dipergunakan Peraturan tentang jalur penangkapan ikan merupakan upaya yang dilakukan untuk mengatur tingkat atau kompetisi didalam pemanfaatan ruang perairan didalam aktivitas penangkapan. Dalam hal ini pemerintah melalui Kepmen Nomor 395 tahun 1999 telah mengeluarkan peraturan mengenai pembagian jalur penangkapan dan izin alat tangkap yang diperkenankan untuk beroperasi di jalur-jalur yang telah ditetapkan, jalur-jalur penangkapan yang telah dibuat tentunya memerlukan penyempurnaan-penyempurnaan lebih lanjut dan belum tentu akan diterapkan begitu saja di Kabupaten Banyuasin karena adanya teknologi spesifik serta karateristik setiap daerah ang harus diperhatikan dan dipertimbangkan. Oleh karena itu dalam hal ini pemerintah daerah yang bertanggung jawab untuk mendefinisikan dan menentukan kebijakan yang tepat bagi setiap jalur penangkapan. Mengenai peraturan alat tangkap, sesuai dengan batas kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah dalam konteks otonomi daerah, maka perlu ditetapkan alat tangkap yang boleh dioperasikan dan yang tidak dioperasikan. Beberapa alat tangkap yang boleh dioperasikan meliputi jaring insang dengan panjang tali ris kurang dari 120 m, pukat tarik (seine nels), bagan perahu, pancing, bubu dan alat tangkap yang sifatnya tidak menangkap secara masal. Jenis alat tangkap yang tidak boleh dioperasikan meliputi trawl dan pukat serta penangkapan dengan bom atau potassium. Untuk alat tangkap trammel net telah melebihi effort optimum pada tahun 2012 dalam arti telah terjadi kelebihan alat tangkap sehingga perlu dilakukan pembatasan jumlah alat tangkap. Pengaturan ukuran mata jaring yang digunakan juga perlu dilakukan dalam hal ini ditujukan pada jenis-jenis ikan yang sudah dewasa, untuk ukuran perahu penangkapan yang 73

6 diperbolehkan untuk kegiatan pengkapan adalah yang berukuran kurang dari 5 GT dengan tenaga pengerak dayung atau motor tempel berukuran kurang dari 12 hp. Selain itu juga perlu ditetapkan wilayah-wilayah perlindungan, khususnya dari aktivitas penangkapan seperti melarang nelayan untuk melakukan aktivitas penangkapan pada daerah-daerah asuan (nursery ground) dan daerah pemijahan ( spawning ground). Untuk menjaga keberlajutan sumberdaya ikan juga perlu ditetapkan daerah-daerah tertutup untuk penangkapan (close area). Penutupan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: Pertama, menutup musim penangkapan ikan pada waktu tertentu untuk memungkinkan ikan dapat memijah dan berkembang sehingga ikan dapar memperbaiki populasinya. Kedua, penutupan secara permanen atau dalam kurun waktu yang lama dimana dilakukan jika sumberdaya ikan dalam kondisi kritis karena tingkat pemanfaatan yang tinggi. 3. Pembatasan jumlah armada penangkapan yang terkendali Membatasi jumlah armada penangkapan adalah bagian dari variabel ukuran kapal, ukuran alat penangkapan dan teknologi dalam mendapatkan ikan. Pembatasan upaya penangkapan dalam hal ini dilakukan dengan menentukan jumlah kapal atau unit penangkapan ikan yang boleh dioperasikan melalui sistem perizinan yang diberikan oleh instansi pemerintah. Dengan demikian, perizinan tidak hanya karena kebutuhan administrasi namun juga berfungsi sebagai alat atau mekanisme pengendalian. Melalui perizinan, jumlah kapal ikan dan nelayan dapat ditentukan sehingga upaya pengendalian upaya penangkapan dapat dilakukan. Pemerintah juga dapat mengembangkan upaya pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan dan pengawasan dengan sistem Monitoring, Control dan Surveillance (MCS). MCS adalah merupakan salah satu sistem pengelolaan sumberdaya ikan yang merupakan tiga rangkaian kegiatan yang tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan lainnya. Dalam sistem MCS terdapat kegiatan monitoring pemanfaatan sumberdaya yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar penyusunan peraturan pemanfaatan sumberdaya termasuk alokasi produksi atau upaya penangkapan, jenis dan ukuran alat tangkap dan lain-lain, upaya kontrol diperlukan supaya peraturan perundangan yang ada dapat dilakukan dengan semestinya. Strategi-strategi di atas merupakan suatu keputusan yang bersifat strategis, yaitu keputusan di tingkat tinggi yang didesain untuk mencapai tujuan keputusan strategis tersebut perlu diterjemahkan lagi ke dalam keputusan keputusan taktis guna merealisasikan startegi-strategi jangka pendek. Selanjutnya dengan mengacu kepada keputusan taktis 74

7 dapat disusun keputusan teknis-operasional yaitu keputusan yang berada pada tingkat terbawah yang dimaksudkan untuk mensukseskan keputusan taktis Arahan Pengembangan Budidaya Tambak Faktor-faktor penentu eksternal dan internal pengembangan usaha budidaya tambak udang untuk wilayah pesisir Banyuasin disajikan pada Tabel 6.6 dan Tabel 6.7 berikut ini. Tabel 6.6. Matriks Analisis Faktor-faktor Strategi Eksternal Budidaya Tambak Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor Peluang (Opportunities) O1 O2 Sebagai komoditas ekspor dengan nilai jual yang tinggi Pengembangan budidaya perikanan sebagai sektor ungggulan untuk masa yang akan datang 0,20 4 0,80 0,15 2 0,30 O3 Investasi 0,10 1 0,10 O4 Kebijakan pemerintah yang implementatif 0,10 3 0,30 O5 Hasil tangkap udang nelayan yang semakin menurun Ancaman (Threats) 0,15 3 0,45 T1 Perusakan hutan mangrove di wilayah wetland 0,20 1 0,20 T2 Serangan penyakit yang disebabkan oleh virus 0,05 3 0,15 T3 Keamanan 0,05 2 0,10 Total 1 2,40 75

8 Tabel 6.7. Matriks Analisis Faktor-faktor Strategi Internal Budidaya Tambak Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor Kekuatan (Strength) S1 S2 Ketersediaan lahan yang luas dan sesuai untuk dikembangkan Lahan berada pada daerah estuaria yang subur dan kaya akan benih udang 0,20 4 0,80 0,10 3 0,30 S3 Usaha budidaya tambak layak dan menguntungkan 0,15 2 0,30 S4 Ketersediaan tenaga kerja 0,05 1 0,05 Kelemahan (Weaknesses) W1 W2 W3 Penerapan teknologi dan pengelolaan tambak yang kurang baik serta rendahnya pengetahuan dan keterampilan nelayan dalam budidaya Lemahnya modal yang dimiliki masyarakat lokal Aksesibilitas ke lokasi yang terbatas dan kesulitan dalam mendapatkan benih 0,15 2 0,30 0,10 3 0,30 0,20 1 0,20 W4 Limbah yang dihasilkan oleh tambak 0,05 4 0,20 Total 1 2,45 Hasil pembobotan di atas terdapat faktor-faktor yang berpengaruh, menyatakan bahwa faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan faktor-faktor eksternalnya (peluang dan ancaman) terhadap usaha perikanan tangkap di wilayah perairan pantai Kabupaten Banyuasin. Selanjutnya dibuat model matrik SWOT strategi pengembangan budidaya tambak seperti pada tabel berikut ini. 76

9 Tabel 6.8. Model Matrik TOWS Strategi Pengembangan Budidaya Tambak MATRIKS OPPORTUNITIES (O) STRENGTH (S) (11) Ketersediaan lahan yang luas dan sesuai untuk dikembangkan 2) Lahan berada di daerah hutan mangrove dataran rendah yang subur dan kaya akan benih udang 3) Usaha budidaya tambak layak dan menguntungkan WEAKNESSES (W) 1) Penerapan teknologi dan pengelolaan tambak yang kurang baik serta rendahnya pengetahuan dan ketrampilan nelayan dalam budidaya 2) Lemahnya modal yang dimiliki masyarakat lokal 3) Aksesibilitas ke lokasi yang terbatas dan kesulitan dalam mendapatkan benih 4) Limbah yang dihasilkan oleh tambak 1) Sebagai komoditas ekspor dengan nilai jual yang tinggi 2) Pengembangan budidaya perikanan sebagai sektor unggulan untuk masa yang akan datang 1) Zonasi untuk kawasan budidaya dan konservasi 2) Pembukaan lahan untuk usaha budidaya tambak 3) Investasi 3) Menjadikan tambak sebagai usaha alternatif bagi masyarakat khususnya nelayan tangkap 4) Kebijakan pemerintah yang implementatif 5) Hasil tangkap nelayan yang semakin menurun THREATS (T) 1) Penyediaan sarana dan prasarana untuk kegiatan usaha budidaya tambak 2) Penerapan teknologi melalui penataan prasarana budidaya atau jaringan irigasi tambak khususnya menyangkut inlet dan outlet saluran tambak oleh pemerintah 1) Perusakan hutan mangrove di wilayah wetland 2) Serangan penyakit yang disebabkan oleh virus 1) Konservasi hutan mangrove sebagai green belt budidaya dan sebagai komponen ekosistem pantai 2) Pengembangan sistem budidaya tambak dengan pola silvofishery 1) Pengembangan penelitian budidaya tambak dengan keterlibatan peruhasaan mitra dan perguruan tinggi dan pemerintah daerah 77

10 Strategi-strategi di atas selanjutnya diurutkan menurut peringkat berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunannya, sebagaimana pada Tabel 6.9. Tabel 6.9. Penyusunan Peringkat Strategi-strategi analisis SWOT Unsur Kekuatan / Strength (S) Kelemahan / Weaknesses (W) Peluang / Opportunities (O) Strategi (SO) (1) S2 dan O2 (2) S1, O1 dan O3 (3) S3, S4, O4 dan O5 Strategi (WO) (1) W2, W3, O1, O2, O3 dan O5 (2) W1, W4 dan O4 Ancaman / Threats (T) Strategi (ST) (1) S1, S3 dan T1 (2) S2 dan T2 (1) W4 dan T2 Strategi (WT) 78

11 Tabel Penentuan Prioritas Strategi Pengembangan Budidaya Tambak di Wilayah Pesisir Banyuasin Unsur SWOT Keterangan Skor Peringkat Strategi 1 Penyediaan sarana dan prasarana untuk kegiatan usaha budidaya tambak W2, W3, O1, O2, O3 dan O5 2,15 1 Strategi 2 Pembukaan lahan untuk usaha budidaya tambak W1, W2, O1 dan O2 1,70 2 Strategi 3 Strategi 4 Strategi 5 Strategi 6 Konservasi hutan mangrove sebagai green belt budidaya dan sebagai komponen ekosistem pantai Menjadikan tambak sebagai usaha alternatif bagi masyarakat khususnya nelayan tangkap Penerapan teknologi melalui penataan prasarana budidaya atau jaringan irigasi tambak khususnya menyangkut inlet dan outlet saluran tambak oleh pemerintah Zonasi untuk kawasan budidaya dan konservasi S1, S3 dan T1 1,30 3 S3, S4, O4 dan O5 1,10 4 W1, W4 dan O4 0,60 5 S2 dan O2 0,60 6 Strategi 7 Strategi 8 Pengembangan sistem budidaya tambak dengan pola silvofishery Pengembangan penelitian budidaya tambak dengan keterlibatan perusahaan mitra dan perguruan tinggi dan pemerintah daerah S2 dan T2 0,45 7 Dari hasil SWOT di atas, pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Banyuasin untuk kegiatan budidaya tambak, strategi-strategi prioritas yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Penyediaan sarana dan prasarana untuk kegiatan usaha budidaya tambak Kelengkapan dan kemudahan sarana dan prasaran bagi usaha budidaya pertambakan merupakan hal yang sangat penting. Ketiadaan atau prasarana yang terbatas akan meningkatkan biaya operasional secara nyata unit-unit usaha tambak di Kabupaten Banyuasin yang terletak di kawasan pantai dan baru di buka umumnya terpencil dan 79

12 terisolasi dengan aksesibilitas yang terbatas dalam hal ini hanya melalui jalur transportasi laut. Tentunya kondisi tersebut memerlukan biaya operasional yang cukup tinggi. Demikian juga dengan kelengkapan dari sarana-sarana produksi untuk menjalankan kegiatan usaha tambak merupakan hal yang sangat penting. Umumnya tambak-tambak rakyat adalah tambak tradisional yang kurang tersentuh teknologi khususnya dalam prasarana jaringan irigasi sehingga teknis operasional yang dapat dijalankan adalah dengan penataan prasarana budidaya atau jaringan irigasi tambak, khususnya menyangkut inlet dan outlet saluran tambak. 2. Pembukaan lahan untuk usaha budidaya tambak sesuai dengan luas lahan tambak lestari Penetapan kebijakan di dalam pembukaan dan perluasan areal tambak harus sesuai dengan daya dukung lahan dan dinamika lingkungan secara realistis. Pembukaan lokasi juga harus memperhatikan status rasio tambak dan mangrove. Di daerah yang kondisi mangrovenya sudah dalam kategori kritis ditetapkan kewajiban kepada pengguna lahan untuk melakukan penghijauan dengan tanaman mangrove. Sedengkan daerah yang hutan mangrovenya relatif normal sebaiknya tidak melampaui batas minimal yang telah ditetapkan. 3. Konservasi hutan mangrove sebagai green belt budidaya dan sebagai komponen ekosistem pantai Keberadaan ekosistem hutan mangrove mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap usaha budidaya. Usaha budidaya yang baru seharusnya tidak dikembangkan dalam ekosistem mangrove, tetapi mengingat ada populasi mangrove yang ditebang maka pembangunan tambak udang di sekitar mangrove terlebih dahulu harus ada komitmen untuk memprakarsai penghijauan kembali. Hal yang harus dilakukan adalah bila kegiatan budidaya telah dioperasikan, maka harus dimonitor secara berkesinambungan untuk mengantisipasi timbulnya dampak negative terhadap ekosistem mangrove. Dalam upaya mempertahankan kawasan konservasi hutan mangrove di wilayah pesisir telah diatur sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Disarankan bahwa konversi lahan mangrove menjadi tambak tidak boleh melebihi 20% dari total area. Selain sebagai pelindung pantai, fungsi yang sangat penting dari hutan mangrove ini adalah sebagai tempat pemijahan, pembesaran dan mencari makanan ikan dan udang. Sehingga pembukaan hutan mangrove yeng terkendali untuk dijadikan lahan tambak tidak hanya akan memberikan keuntungan untuk usaha budidaya tambak tetapi juga dapat menjamin keberlangsungan usaha perikanan tangkap. 80

BAB IV ISU-ISU UTAMA Arahan Pengembangan Perikanan di Kabupaten Banyuasin

BAB IV ISU-ISU UTAMA Arahan Pengembangan Perikanan di Kabupaten Banyuasin BAB IV ISU-ISU UTAMA 4.1. Arahan Pengembangan Perikanan di Kabupaten Banyuasin Merupakan suatu upaya untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya alam yang optimal dan berkelanjutan yang dilakukan melalui perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi Strategi adalah istilah yang sering kita dengar untuk berbagai konteks pembicaraan, yang sering diartikan sebagai cara untuk mencapai keinginan tertentu

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR 45 Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh armada pancing di perairan Puger adalah jenis yellowfin tuna. Seluruh hasil tangkapan tuna yang didaratkan tidak memenuhi kriteria untuk produk ekspor dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

ANALISIS SWOT. Analisis Data Input

ANALISIS SWOT. Analisis Data Input ANALISIS SWOT Dalam menyusun suatu strategi pengembangan wilayah, sebelumnya perlu dilakukan suatu analisa yang mendalam. Pada penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah dengan Analisis

Lebih terperinci

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung 6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung Supaya tujuh usaha perikanan tangkap yang dinyatakan

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak

Lebih terperinci

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 3/2003 7

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 3/2003 7 POLA PEMBERDAYAAN TRANSMIGRASI NELAYAN GASAN GADANG KABUPATEN PADANG PARIAMAN Oleh : Eni Kamal 1), Suardi ML 1), Hasan Basri Nst 1), Irman 2) dan Sriwidiyas Tuti 1) 1) Pusat Kajian Mangrove dan Kawasan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Udang Kabupaten Cilacap Sektor kelautan dan perikanan di Kabupaten Cilacap khususnya usaha perikanan tangkap udang memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Cilacap.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penentuan karakteristik

Lebih terperinci

X. ANALISIS KEBIJAKAN

X. ANALISIS KEBIJAKAN X. ANALISIS KEBIJAKAN 10.1 Alternatif Kebijakan Tahapan analisis kebijakan pada sub bab ini merupakan metode pengkajian untuk menghasilkan dan mentransformasikan flow of thinking dari serangkaian analisis

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Provinsi Jambi memiliki sumberdaya perikanan yang beragam dengan jumlah

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Provinsi Jambi memiliki sumberdaya perikanan yang beragam dengan jumlah BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Provinsi Jambi memiliki sumberdaya perikanan yang beragam dengan jumlah produksi perikanan laut di Provinsi Jambi sebesar 43.474,1.ton pada tahun 2015, akan

Lebih terperinci

Keterkaitan Aktifitas Ekonomi Nelayan Terhadap Lingkungan Pesisir Dan Laut SKRIPSI

Keterkaitan Aktifitas Ekonomi Nelayan Terhadap Lingkungan Pesisir Dan Laut SKRIPSI Keterkaitan Aktifitas Ekonomi Nelayan Terhadap Lingkungan Pesisir Dan Laut (Studi Deskriptif Di Desa Pekan Tanjung Beringin Dan Desa Pantai Cermin Kanan Kabupaten Serdang Bedagai) SKRIPSI Diajukan guna

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut memiliki sifat spesifik, yakni akses terbuka (open access). Sumberdaya perikanan juga bersifat kepemilikan bersama (common property). Semua individu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepada semua pihak yang telah turut membantu menyusun dokumen ini disampaikan terima kasih. Pangkalan Balai, November 2013

KATA PENGANTAR. Kepada semua pihak yang telah turut membantu menyusun dokumen ini disampaikan terima kasih. Pangkalan Balai, November 2013 KATA PENGANTAR Menyikapi kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP RI) yang diharapkan mampu menjadi penghela kemajuan desa-desa pesisir di Indonesia melalui

Lebih terperinci

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP Cilacap merupakan salah satu wilayah yang berpotensi maju dalam bidang pengolahan budi daya perairan. Memelihara dan menangkap hewan atau tumbuhan perairan

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE SALINAN PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari PENDAHULUAN Latar Belakang ndonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17 508 pulau dan panjang garis pantainya kira-kira 81 000 kin serta wilayah laut pedalaman dan teritorialnya

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Pengertian Kebijakan

BAB 1 PENDAHULUAN Pengertian Kebijakan BAB 1 PENDAHULUAN Secara umum, analisis kebijakan menghasilkan pengetahuan mengenai dan dipahami sebagai proses untuk dalam proses kebijakan yang bertujuan untuk menyediakan para pengambil keputusan berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan mengandung pengertian suatu perubahan besar yang meliputi perubahan fisik wilayah, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang didukung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5.1 Pendahuluan Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya

Lebih terperinci

a. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten.

a. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten. Sesuai amanat Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Serta Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

Lebih terperinci

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah.

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah. II. URUSAN PILIHAN A. BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Kelautan 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan dan ikan di wilayah laut kewenangan 2. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu pilihan yang strategis untuk dikembangkan, terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI) karena memiliki potensi yang sangat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS ( RENSTRA )

RENCANA STRATEGIS ( RENSTRA ) RENCANA STRATEGIS ( RENSTRA ) DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN TULANG BAWANG TAHUN 2011 2016 PEMERINTAH KABUPATEN TULANG BAWANG MENGGALA DAFTAR ISI Cover Renstra... i Daftar Isi... ii Bab I Pendahuluan...

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BAB III ISU-ISU STRATEGIS 3.1 Isu Strategis Dalam penyusunan renstra Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor tentunya tidak terlepas dari adanya isu strategis pembangunan Kota Bogor, yaitu : a. Pengembangan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut. - 602 - CC. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1. Kelautan 1. Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut

Lebih terperinci

CC. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN

CC. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN LAMPIRAN XXIX PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 CC. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Kelautan 1. Pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap Kabupaten Cilacap sebagai kabupaten terluas di Provinsi Jawa Tengah serta memiliki wilayah geografis berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia masih didominasi oleh perikanan rakyat dengan menggunakan alat tangkap yang termasuk kategori sederhana, tidak memerlukan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR : 17 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SEGARA ANAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia telah melakukan kegiatan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sejak jaman prasejarah. Sumberdaya perikanan terutama yang ada di laut merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PELARANGAN PENGUNAAN ALAT-ALAT TANGKAP YANG DAPAT MERUSAK HABITAT IKAN DAN BIOTA LAUT DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian berlokasi di Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan yang berada di kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra, Desa Gili Indah,

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Potensi perikanan yang dimiliki Kabupaten Lampung Barat yang sangat besar ternyata belum memberikan kontribusi yang optimal bagi masyarakat dan pemerintah daerah.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN NELAYAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP. 07/MEN/2004 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN BENIH IKAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP. 07/MEN/2004 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN BENIH IKAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP. 07/MEN/2004 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN BENIH IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

Lebih terperinci

PERUMUSAN STRATEGI. 6.1 Analisis Lingkungan Strategis

PERUMUSAN STRATEGI. 6.1 Analisis Lingkungan Strategis VI. PERUMUSAN STRATEGI Formulasi alternatif strategi pengembangan perikanan tangkap di Lampung Barat dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap identifikasi faktor strategis yang meliputi faktor internal

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki luas wilayah 20.656.894 Km 2 terdiri dari luas lautan 14,877.771 Km 2 dan daratan 5,779.123 Km 2. Dengan luas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO 1 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian. 31 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data untuk kebutuhan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 hingga Mei 2011 bertempat di Sibolga Propinsi Sumatera Utara (Gambar 3).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur mempunyai peluang yang cukup besar untuk pemasaran dalam negeri dan pasar ekspor. Pemberdayaan masyarakat perkebunan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kegiatan penambangan, pengerukan, pengangkutan, dan perdagangan pasir laut,

Lebih terperinci

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan satuan kasus adalah sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Kendal. Studi kasus adalah metode

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI GUBERNUR BALI

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI GUBERNUR BALI GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI PROGRES IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI GUBERNUR BALI 1 KONDISI GEOGRAFIS DAN WILAYAH ADMINISTRASI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 49 TAHUN 2012

BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 49 TAHUN 2012 BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA ZONASI RINCI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN POLEWALI MANDAR TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat VII. PERANCANGAN PROGRAM 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat Mengacu pada Visi Kabupaten Lampung Barat yaitu Terwujudnya masyarakat Lampung Barat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya harga udang windu di pasaran mendorong pembukaan lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi untuk pertambakan adalah hutan mangrove.

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH Lampiran I Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 2 TAHUN 2011 Tanggal : 4 Pebruari 2011 Tentang : Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. Daerah penelitian adalah wilayah pesisir di Kecamatan Punduh Pidada,

III METODE PENELITIAN. Daerah penelitian adalah wilayah pesisir di Kecamatan Punduh Pidada, 35 III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Daerah penelitian adalah wilayah pesisir di Kecamatan Punduh Pidada, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Pemilihan daerah penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di PT. Godongijo Asri yang berlokasi di Jalan Cinangka Km 10, Kecamatan Sawangan, Kotamadya Depok. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini meliputi pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini meliputi pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 16 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Halmahera Utara sebagai salah satu kabupaten kepulauan di Provinsi Maluku Utara, memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

VI. PERUMUSAN STRATEGI

VI. PERUMUSAN STRATEGI VI. PERUMUSAN STRATEGI 6.1. Analisis Lingkungan Dalam menentukan alternatif tindakan atau kebijakan pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang, dibutuhkan suatu kerangka kerja yang logis. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA UDANG DI ESTUARIA SUNGAI SEMBILANG

PENGELOLAAN SUMBERDAYA UDANG DI ESTUARIA SUNGAI SEMBILANG 2003 Septifitri Posted, 6 December 2003 Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor December 2003 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDRAPURWA LHOK PEUKAN BADA BERBASIS HUKUM ADAT LAOT. Rika Astuti, S.Kel., M. Si

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDRAPURWA LHOK PEUKAN BADA BERBASIS HUKUM ADAT LAOT. Rika Astuti, S.Kel., M. Si STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDRAPURWA LHOK PEUKAN BADA BERBASIS HUKUM ADAT LAOT Rika Astuti, S.Kel., M. Si rika.astuti87@yahoo.com Simposium Nasional Konservasi Perairan Pesisir dan

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BADAN GEOLOGI PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BADAN GEOLOGI PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BADAN GEOLOGI PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI RENCANA STRATEGIS PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI TAHUN 2006-2009 Oleh Tim Renstra PMG 1. UU No. 25 Tahun 2004 Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Visi Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah adalah Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat. Pelayanan

Lebih terperinci

4. IDENTIFIKASI STRATEGI

4. IDENTIFIKASI STRATEGI 33 4. IDENTIFIKASI STRATEGI Analisis SWOT digunakan dalam mengidentifikasi berbagai faktor-faktor internal dan eksternal dalam rangka merumuskan strategi pengembangan. Analisis ini didasarkan pada logika

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2007 TENTANG KEADAAN KRITIS YANG MEMBAHAYAKAN ATAU DAPAT MEMBAHAYAKAN SEDIAAN IKAN, SPESIES IKAN ATAU LAHAN PEMBUDIDAYAAN MENTERI

Lebih terperinci

URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG MERUPAKAN KEWENANGAN DAERAH PROVINSI Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil

URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG MERUPAKAN KEWENANGAN DAERAH PROVINSI Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG MERUPAKAN NO 1. Kelautan, Pesisir, Pulau-Pulau Kecil Pengelolaan ruang laut sampai dengan 12 mil di luar minyak gas bumi Penerbitan izin pemanfaatan ruang laut di bawah 12 mil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dengan pola aktivitas dan strategi penghidupan masyarakat nelayan di Kawasan. Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur.

BAB VI PENUTUP. dengan pola aktivitas dan strategi penghidupan masyarakat nelayan di Kawasan. Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat di ambil beberapa kesimpulan terkait dengan pola aktivitas dan strategi penghidupan masyarakat nelayan di Kawasan Kuala Penet khususnya

Lebih terperinci