BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kabupaten Indramayu Sebagai Kawasan Perikanan Tangkap Keadaan Umum Kabupaten Indramayu merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat, dengan letak geografis berada pada posisi 107 o o 36 Bujur Timur dan 6 o 14-6 o 40 Lintang Selatan. Kabupaten Indramayu memiliki beberapa pulau seperti Pulau Biawak, Pulau Rakit, dan Pulau Gosong. Posisi geografis Pulau Biawak (Pulau Rakit) terletak di lepas pantai Laut Jawa, sekitar 40 km disebelah utara pantai Indramayu. Berdasarkan wilayah admiristratif Pulau Biawak, Pulau Gosong Dan Pulau Rakit Utara/ (Pulau Candikian) berada di Desa Pabean Ilir Kecamatan Kota Indramayu Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat. Kabupaten Indramayu dengan luas wilayah hektar dan memiliki garis pantai sepanjang 147 km, yang secara administratif dibagi ke dalam 24 Kecamatan 8 Kelurahan dan 302 Desa diantaranya 37 Desa Pesisir di dalam 13 Kecamatan (Hikmayani, 2007). Batas-batas wilayah administrasi Kabupaten Indramayu menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Indramayu tahun 2012 adalah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cirebon 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Majalengka 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Subang dan Kabupaten Sumedang Terdapat pulau kecil yang berada di Kabupaten Indramayu yakni Pulau Biawak, yang memiliki kelimpahan sumber daya lautan yang potensial, salah satunya terumbu karang yang memiliki nilai daya tarik tersendiri. Keadaan topografi datar, beberapa bagian pulau yang ditumbuhi mangrove tergenang air laut terutama pada saat pasang naik. Menurut Hamdan (2007) Luas pulau ± 120 Ha, terdiri dari ± 80 Ha hutan bakau dan ± 40 Ha hutan pantai/darat. Panjang

2 8 pulau dari timur ke barat ± 1 km dan dari utara ke selatan ± 0.5 km. Disamping itu terdapat pulau Gosong yang terletak di lepas pantai Laut Jawa, ± 50 km disebelah utara pantai Indramayu pada posisi 108 o BT, dan 6 o LS. Pulau Candikian (Pulau Rakit Utara) terletak sekitar 14 km arah timur laut (Pulau Biawak) seluas ± 97 Ha. Letak geografis Pulau Candikian berada pada 107 o o 36 Bujur Timur dan 6 o 14-6 o 40 Lintang Selatan (Hikmayani 2007). Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu 2012 karakteristik Pantai Indramayu dengan topografi yang landai serta banyaknya sungai yang bermuara didalamnya (17 sungai) disamping merupakan potensi besar, juga mengandung permasalahan yang kompleks. Dari 17 sungai yang bermuara diantaranya 14 sungai dimanfaatkan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya laut sebagai sentra usaha penangkapan atau pangkalan pendaratan ikan. Pada pengembangan tata ruang Jawa Barat, wilayah Kabupaten Indramayu memiliki peruntukkan diantaranya sebagai kawasan industri yang mendukung pengembangan Cirebon dan kawasan perikanan laut. Khusus sektor perikanan, pengembangan kawasan industri diarahkan kepada pengembangan industri pengolahan ikan, sedangkan pengembangan kawasan perikanan laut diarahkan kepada upaya pembudidayaan di laut seperti rumput laut, udang dan peningkatan produksi perikanan (Hikmayani 2007). Menurut Hikmayani (2007) Pelapisan sosial masyarakat nelayan di desadesa pantai di Kabupaten Indramayu sangat dipengaruhi oleh unsur ekonomis atau faktor keberhasilan seseorang dari kegiatan ekonomi perikanan yang dilakukan. Tiga lapisan masyarakat teridentifikasi, yaitu lapisan atas yang beranggotakan masyarakat dengan profesi juragan bakul dan pemilik usaha pengolahan ikan, lapisan menengah yaitu kelompok masyarakat dengan profesi sebagai juragan kapal dan lapisan bawah yaitu kelompok masyarakat dengan profesi sebagai anak buah kapal atau nelayan buruh. Di luar sektor perikanan, umumnya anggota masyarakat tersebut berada di lapisan menengah dan bawah.

3 Kegiatan Perikanan Tangkap di Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu merupakan daerah dengan tingkat kontribusi produksi perikanan terbesar diantara daerah-daerah lainnya di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat bagian utara. Dilihat dari jumlah nelayan menurut Data Statistik Perikanan Tangkap Jawa Barat (2011) yang melakukan penangkapan di Kabupaten Indramayu yaitu sebanyak orang berprofesi sebagai nelayan penuh. Nelayan berdomisili dan tersebar di sebelas kecamatan di Indramayu. Dari total jumlah nelayan yang ada di Indramayu tersebut maka status nelayan pemilik hanya 20% dari nelayan buruh Jumlah nelayan yang cukup banyak ini juga tercermin dengan hasil tangkapan yang melimpah. Pada tahun 2011 produksi perikanan di daerah ini adalah sebesar ,60 ton hampir sekitar 58 % dari jumlah produksi perikanan Jawa Barat. Dengan jumlah alat tangkap rata-rata sebanyak unit, maka hasil tangkapan rata-rata per satuan unit alat tangkap dapat dihitung sebesar 11,85 ton per unit alat tangkap. Jumlah RTP perikanan tangkap kabupaten Indramayu pada tahun 2011 adalah sebanyak yang didominasi oleh kapal motor ukuran GT (DKP Jawa Barat 2011). Menurut Statistik Perikanan Tangkap Jawa Barat (2011) Produksi perikanan tahun 2011 tercatat hasil perikanan tangkap ,60 ton yang sebagian besar didominasi oleh ikan ikan seperti peperek, manyung, bawal hitam, selar, tembang, lemuru, kakap merah, kembung, tenggiri, tongkol, dan cumi-cumi. Nilai produksi perikanan ini bernilai sekitar Rp Hasil tangkapan ini sebagian besar dipasarkan dalam bentuk segar, digarami dan dikeringkan, atau dilakukan pemindangan. Omat (2008) menyatakan bahwa pelapisan sosial masyarakat nelayan di desa-desa pantai di Kabupaten Indramayu sangat dipengaruhi oleh faktor keberhasilan seseorang dari kegiatan ekonomi perikanan yang dilakukan. Tiga lapisan masyarakat teridentifikasi, yaitu lapisan atas yang beranggotakan masyarakat dengan profesi juragan bakul dan pemilik usaha pengolahan ikan, lapisan menengah yaitu kelompok masyarakat dengan profesi sebagai juragan kapal dan lapisan bawah yaitu kelompok masyarakat dengan profesi sebagai anak

4 10 buah kapal atau nelayan buruh. Di luar sektor perikanan, umumnya anggota masyarakat tersebut berada di lapisan menengah dan bawah. Adapun anggota masing-masing lapisan masyarakat tersebut lebih rinci diuraikan oleh Omat (2008) adalah sebagai berikut: 1. Juragan Bakul, yaitu sekelompok individu yang mempunyai pekerjaan sebagai pengumpul ikan di hasil tangkapan nelayan, baik di TPI atau di luar TPI. Anggota kelompok ini memiliki modal yang cukup untuk memiliki kapal atau memberikan modal pada nelayan (juragan kapal) untuk memiliki kapal. Kepemilikan modal yang kuat berakibat pada kelompok sosial ini memiliki kedudukan yang tinggi disertai dengan peranan yang besar didalam kehidupan ekonomi dan politik di masyarakat; 2. Pengolah ikan, yaitu orang yang bekerja sebagai pengolah ikan, baik sebagai pemilik atau buruh pengolah ikan. Beberapa pemilik usaha pengolahan ikan terkadang bertindak pula sebagai juragan darat/bakul ikan. 3. Juragan Kapal, yaitu orang yang mempunyai pekerjaan sebagai nelayan, tetapi memiliki kapal sendiri. Hasil penjualannya dijual pada juragan bakul (jika kepemilikan kapal diperoleh dari pinjaman modal) atau dijual oleh istrinya yang berperan sebagai bakul ikan di pasar lokal. 4. Anak Buah Kapal (ABK), yaitu orang yang berkerja sebagai tenaga kerja di kapal milik orang lain. Pendapatannya sangat tergantung pada sistem bagi hasil yang ditetapkan oleh pemilik kapal dan pemilik modal (juragan bakul). Secara rinci, kelompok sosial ini sangat tergantung pada alat tangkap yang digunakan, yaitu mulai dari jaring arad yang hanya memiliki ABK 3-4 orang dengan spesialisasi pekerjaan yang rendah dan karenanya sistem bagi hasil yang sederhana pula, alat tangkap cumi-cumi dan rajungan dengan ABK sekitar 7-10 orang hingga jaring purse seine yang memiliki ABK antara orang (tergantung ukuran kapal) dengan spesialisasi pekerjaan yang semakin tinggi pula dan karenanya bagi hasil yang diterapkan semakin rumit pula.

5 11 Menurut Hikmayani (2007) kelompok sosial ABK dengan spesialisasi pekerjaan yang sedikit sekali membutuhkan keahlian memiliki kedudukan terendah dan peranan yang paling sedikit di masyarakat. Masa musim angin besar (Barat dan Timur) sebagian dari mereka beralih profesi menjadi tukang becak atau tukang bangunan. Selanjutnya menurut Hikmayani (2007) sebagian lain yang tidak mau alih profesi tersebut dikarenakan adanya kendala budaya yaitu malu. Mereka umumnya berperilaku dan bertindak sesuai dengan apa yang menjadi keputusan dari kelompok sosial yang memiliki kedudukan dan peranan diatasnya (sebagai contoh sistem bagi hasil atau keputusan melaut/tidak melaut). Suasana kegiatan perikanan tangkap yang cukup terasa salah satunya berada di daerah PPI Karangsong. Menurut Karto (2008) PPI Karangsong yang merupakan sentra PPI mewakili bagian tengah Peisisr Indramayu terletak di muara Sungai Karangsong Desa Karangsong Kecamatan Indramayu. PPI ini tergolong Kelas D (referensi Kep.10/MEN/2004), dan dibangun pada tahun PPI ini memiliki jumlah nelayan paling besar jika dibandingkan dengan PPI lainnya yaitu orang. Pengelolaan PPI Karangsong adalah Koperasi Perikanan Laut (KPL) Mina Sumitra. Pembangunan PPI Karangsong merupakan pengembangan dari PPI Brondong yang dinilai kurang layak. Wilayah operasi penangkapan ikan oleh para nelayan di PPI Karangsong dengan kapal motor 20 GT relatif jauh dan lama, pada umumnya di perairan laut Jawa hingga Sumatera, Kalimantan, bahkan Sulawesi, dengan lama melaut lebih dari satu bulan (Karto 2008). Menurut Karto (2008) Wilayah operasi sejauh itu bertujuan agar hasil tangkapan lebih banyak dari trip sebelumnya. Produksi ikan laut di tempat pelelangan ikan Karangsong Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, tetap stabil karena itu pelelangan ikan terus berlangsung, kendati cuaca buruk terjadi di laut utara Pulau Jawa.

6 Alat Penangkapan Ikan di Kabupaten Indramayu Menurut standar statistik alat penangkapan ikan dilaut diklasifikasikan menjadi 9 kategori (DKP Jawa Barat 2011) antara lain : 1. Pukat Tarik (Trawl) - Pukat tarik udang Ganda - Pukat tarik udang tunggal - Pukat tarik berbingkai - Pukat tarik ikan 2. Pukat Kantong (Seine net) - Payang (termasuk lampara) - Dogol (termasuk lampara dasar, jaring arad, cantrang) - Pukat pantai 3. Pukat cincin (Purse Seine) 4. Jaring Insang (Gill net) - Jaring insang hanyut - Jaring insang tetap - Jaring insang lingkar - Jaring tiga lapis - Jaring klitik 5. Jaring Angkat (Lift net) - Bagan perahu - Anco - Bagan tancap - Jaring angkat lainnya 6. Pancing (Hook and lines) - Rawai tuna - Pancing tonda - Rawai hanyut - Pancing ulur - Rawai tetap - Pancing tegak - Rawai dasar tetap - Pancing cumi - Huhate - Pancing lainnya 7. Perangkap (trap) - Sero - Jaring Perangkap - Jermal - Perangkap lainnya - Bubu

7 13 8. Alat Pengumpul - Alat pengumpul rumput laut - Alat pengumpul kerang 9. Lainnya - Muroami - Jala tebar - Garpu dan tombak - Alat pengumpul teripang - Alat penangkap kepiting Tabel 1. Jenis Alat Tangkap Berdasarkan Ukuran Kapal di Kabupaten Indramayu tahun Ukuran Perahu (GT) Jenis Alat Tangkap Jumlah >0-5 >5-10 >10-20 >20-30 >30-50 > Payang Dogol Pukat Pantai ,570 4 Pukat Cincin J. Insang Hanyut ,080 6 J. Insang Lingkar J. Kelitik Bubu Pancing Sero Alat Tangkap Lainnya Jumlah Perahu 2,864 2, ,066 Sumber: Data Statistik Perikanan Tangkap (Dinas Kelautan Perikanan Provinsi Jawa Barat) 2012 Secara umum (Tabel. 1) jenis alat tangkap yang digunakan didominasi oleh pukat pantai (1.570 unit), jaring insang hanyut (1.080 unit), dan bubu (770 unit). Ketiga jenis alat tangkap ini dominan digunakan karena berdasarkan alasan teknis dan ekonomis paling mudah dioperasikan dan menguntungkan.

8 Produktivitas Alat Tangkap Ditinjau dari pandangan secara umum produktivitas merupakan hubungan perbandingan antara hasil yang diperoleh secara nyata dengan masukan yang ada. Artinya produktivitas sama dengan perbandingan hasil keluaran dengan masukan yang biasa juga disebut dengan perbandingan output dengan input. Ukuran produktivitas yang paling sering digunakan adalah berkaitan dengan tenaga kerja dengan cara membagi pengeluaran dengan jumlah yang digunakan (Sinungan 2008 dalam Prisantoso dan Syadiah 2006). Produkitvitas dalam perikanan tangkap biasanya berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya ikan sebagai hasil tangkapan. Maka ada dua faktor utama yang menjadi perbandingan, yaitu keluaran yang digunakan serta jumlah masukan yang diterima. Sedangkan produktivitas penangkapan menurut Nelwan et al. (2011) adalah hasil tangkapan dengan satuan bobot per upaya penangkapan. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 50 tahun 2008 tentang produktivitas (2008), produktivitas kapal penangkap ikan merupakan tingkat kemampuan memperoleh hasil tangkapan ikan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan: a. Ukuran tonase kapal b. Jenis bahan kapal c. Kekuatan mesin kapal d. Jenis alat penangkap ikan yang digunakan e. Jumlah trip operasi penangkapan per tahun f. Kemampuan tangkap rata-rata per trip g. Wilayah penangkapan ikan. Selanjutnya cara perhitungan produktivitas kapal perikanan melalui dua tahapan yaitu : 1. Hasil Tangkapan Per Upaya Penangkapan Hasil tangkapan per upaya penangkapan adalah pembagian antara produksi hasil tangkapan dengan Upaya penangkapan yang beroperasi dari suatu perairan. Hasil tangkapan berupa jumlah ikan hasil tangkapan dari salah satu kelompok sumber daya ikan (pelagis, demersal, dan sebaginya) dengan

9 15 satuan berat (ton atau kg). Sedangkan upaya penangkapan berupa jumlah unit atau trip hari operasi penangkapan. 2. Laju Tangkap Perikanan (CPUE) Laju tangkap perikanan dengan menggunakan data series, minimal selama lima (5) tahun. Semakin panjang series waktu yang digunakan semakin tajam prediksi yang diperoleh. Cara perhitungannya adalah dengan cara membagi total hasil tangkapan dengan total effort standard sebagaimana dijelaskan diatas. Catch (hasil tangkapan), Effort (upaya pengkapan) dan CPUE (hasil tangkapan per-unit upaya) adalah tiga hal yang dijadikan salah satu indikator pengelolaan perikanan berkelanjutan (Fitrianti 2011). Pola umum suatu perikanan yang di eksploitasi yang mengalami overfishing indikatornya adalah bahwa naiknya total upaya (effort) diikuti oleh naiknya hasil tangkapan (catch) yang kemudian diikuti oleh turunnya hasil tangkapan per-satuan upaya (CPUE). Pada saat menjelang overfishing diperoleh suatu kenyataan bahwa peningkatan upaya ternyata tidak dapat lagi meningkatkan hasil tangkapan, bahkan CPUE turun drastis (Badrudin dan Wudianto 2004 dalam Fitrianti 2011). Produktivitas alat tangkap dalam menangkap target spesies dapat diterangkan dengan menggunakan CPUE. Perhitungan CPUE (Catch per Unit Effort) dilakukan dengan jumlah hasil tangkapan (kg) dibagi dengan effort atau upaya penangkapan ikan. Hasil tangkapan termasuk produksi adalah data produksi yang mencakup semua hasil penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air yang ditangkap dari sumber perikanan alami baik yang diusahakan oleh perusahaan perikanan maupun rumah tangga perikanan (FAO 1995). Produksi tidak hanya jumlah penangkapan yang dijual, tetapi termasuk juga hasil penangkapan yang dimakan nelayan/rumah tangga perikanan atau yang diberikan kepada nelayan sebagai upah kerja. Upaya penangkapan yang digunakan adalah trip atau hari melaut. Trip penangkapan adalah kegiatan operasi penangkapan yang dihitung mulai/sejak perahu/kapal penangkap meninggalkan pangkalan pendaratan ikan (fishing base) menuju daerah operasi, mencari fishing ground, melakukan penangkapan ikan,

10 16 kemudian kembali lagi di fishing base. Jumlah trip penangkapan dari suatu unit penangkapan adalah banyaknya trip penangkapan yang dilakukan dalam periode waktu tertentu. Sebagai pengecualian, pada alat-alat penangkap seperti pukat pantai, sero, jermal, alat pengumpul kerang-kerangan, dan rumput laut, dalam periode satu hari dapat melakukan beberapa kali trip penangkapan. Untuk unit penangkapan yang demikian satu hari penangkapan dihitung sebagai satu trip. Perhitungan CPUE akan memudahkan dalam membandingkan produktivitas suatu alat tangkap, karena produktivitas suatu alat tangkap dapat dicerminkan dari nilai CPUE. Secara garis besar produktivitas dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi daerah penangkapan (fishing ground), ukuran kapal dan alat tangkap yang digunakan, musim, dan sumberdaya manusia (Manurung 2006 dalam Fitrianti 2011). Hasil tangkapan per unit upaya atau Catch Per Unit Effort (CPUE) merupakan angka yang menggambarkan perbandingan antara hasil tangkapan per unit upaya atau usaha. Nilai ini bisa digunakan untuk melihat kemampuan sumberdaya apabila dieksplotasi terus menerus. Nilai CPUE yang menurun dapat menandakan bahwa potensi sumberdaya sudah tidak mampu menghasilkan lebih banyak walaupun upaya ditingkatkan. Catch Per Unit Effort (CPUE) merupakan hasil tangkapan per unit alat tangkap pada kondisi bimassa yang maksimum (King 1995 dalam Fitrianti 2011). Menurut Sparre et al. (1999) produktivitas alat tangkap adalah hasil penangkapan dengan satuan bobot per upaya penangkapan, maka nilai CPUE ini dapat digunakan sebagai nilai produktivitas. Produktivitas alat tangkap selain menghitung jumlah produksi dibagi dengan jumlah trip, dapat memperhatikan faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan baik itu faktor produksi maupun faktor sumberdaya (Prisantoso dan Syadiah 2011). Hasil tangkapan dapat dipengaruhi oleh faktor produksi dan faktor sumberdaya. Faktor produksi dapat berupa tonage kapal, kekuatan mesin, jumlah ABK, lamanya setting, pemakaian BBM, ukuran alat tangkap dan sebagainya, sedangkan faktor sumberdaya adalah laju kelahiran dan laju kematian. Selain faktor yang disebutkan, faktor produksi ini disesuaikan dengan alat tangkap yang

11 17 dihitung produktivitasnya. Faktor-faktor tersebut berperan dalam meningkatkan produktivitas hasil tangkapan. a. Faktor Produksi - Tonase/tonage Kapal Tonase kapal adalah daya angkut kapal yang digunakan sebagai parameter besaran kapal (Ardidja 2007). Ukuran yang bisa digunakan untuk kapal penangkap ikan adalah tonase kotor atau gross tonage (GT). Tonase kotor adalah perhitungan volume semua ruang yang terletak dibawah geladak kapal ditambah dengan volume ruangan tertutup yang terletak di atas geladak ditambah dengan isi ruangan beserta semua ruangan tertutup yang terletak di atas geladak paling atas (superstructure). - Kekuatan Mesin Satuan kekuatan mesin pada kapal penangkap ikan dinyatakan dengan horse power (HP) atau PK yang besarnya sama dengan 75 kg m/detik atau sama dengan 4500 kg m/menit - Jumlah ABK Jumlah ABK berkaitan dengan ketersediaan tenaga kerja dalam pelaksanaan penangkapan ikan, semakin besar ukuran kapal biasanya berbanding lurus dengan jumlah ABK dan jumlah produksi ikan hasil tangkapan - Pemakaian BBM Untuk melaksanakan operasi penangkapan ikan dibutuhkan bahan bakar sebagai komponen utama penggerak mesin. Jumlah bahan bakar yang digunakan berkaitan dengan ukuran kapal, jenis mesin, serta seberapa jauh operasi pennagkapan dilakukan. Semakin jauh fishing ground atau semakin lama operasi pennagkapan, maka semakin banyak bahan bakar yang dibutuhkan. - Waktu Operasi Penangkapan Setiap kapal penangkapan memiliki daerah operasi penangkapan sesuai dengan fishing ground target ikan yang akan ditangkap. Semakin jauh daerah operasi maka semakin lama pula waktu yang dibutuhkan untuk operasi penangkapan. Waktu operasi penangkapan berkaitan pula dengan target jumlah

12 18 tangkapan. Kapal-kapal dengan ukuran yang besar biasanya memiliki waktu operasi penangkapan yang lebih lama karena wilayah operasi penangkapan sampai ke laut lepas dengan target ikan-ikan pelagis ukuran besar. - Ukuran Alat Tangkap Alat tangkap merupakan komponen terpenting dalam produksi hasil tangkapan. Di Indonesaia banyak terdapat jenis alat tangkap yang beragam dengan ukuran yang beragam pula. Ukuran alat tangkap ini akan mempengaruhi jumlah hasil tangkapan, besarnya ukuran alat tangkap disesuaikan dengan kapasitas kapal serta daerah operasi penangkapan. b. Faktor Sumberdaya Faktor sumberdaya adalah laju kelahiran dan kematian organisme, dalam hal ini ikan hasil tangkapan. Kedua faktor ini merupakan faktor alami yang dapat mempengaruhi keberadaan ikan di perairan. Dalam perhitungan produktivitas kedua faktor sumberdaya ini tidak dilibatkan dalam perhitungan karena berlangsung secara alami 2.4 Penangkapan Ikan yang Ramah Lingkungan Banyak teknologi yang digunakan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan termasuk di dalamnya lingkungan perairan. Lingkungan perairan ini menjadi korban dari ulah kegiatan manusia yang tidak bertanggung jawab, seperti pembuangan limbah rumah tangga maupun industri yang menyebabkan pencemaran. Kegiatan dibidang perikanan seperti penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak, racun dan alat-alat tangkap yang membahayakan kelestarian sumberdaya ikan juga merupakan salah satu faktor yang merusak lingkungan perairan. Sumberdaya ikan, meskipun termasuk sumberdaya yang dapat pulih kembali (renewable resources) namun bukanlah tidak terbatas. Oleh karena itu perlu dikelola secara bertanggungjawab dan berkelanjutan agar kontribusinya terhadap ketersediaan nutrisi, peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan (Mahyudin 2012).

13 19 Penangkapan ikan yang tidak bertanggungjawab dapat membuat dampak tangkap berlebih (overfishing) pada suatu perairan. Overfishing bisa diartikan sebagai penangkapan ikan secara berlebihan sehingga populasi ikan semaikin lama semakin berkurang dan akhirnya tidak ada lagi yang dapat ditangkap. Terdapat beberapa teori yang menyebabkan terjadinya overfishing, Israel dan Cesar (1997) menyatakan ada 4 teori yang menyatakan suatu kondisi overfishing yaitu : - Overfishing terjadi karena banyak ikan ditangkap bahkan sebelum mereka mempunyai kesempatan untuk tumbuh. - Penangkapan ikan secara berlebihan yang terjadi saat populasi ikan dewasa tertangkap dalam jumlah besar sehingga reproduksi terganggu. - Overfishing ekosistem yang terjadi ketika penurunan stock atau populasi jumlah ikan karena kerusakan ekosistem. Sehingga spesies ikan lain tidak lain dapat tumbuh secara optimal. - Overfishing/penangkapan ikan secara berlebihan karena banyaknya usaha ekonomi perikanan yang mengarah kearah komersil atau mendapatkan keuntungan yang lebih besar atau keuntungan ekonomi. Teknologi yang berwawasan lingkungan pada prinsipnya adalah teknologi yang dipergunakan untuk mengelola sumberdaya alam secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan tanpa mengganggu kualitas lingkungan hidup. Sejalan dengan hal tersebut teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan perlu diterapkan sehingga dapat terwujud sumberdaya ikan yang lestari (Martasuganda 2008 dalam Mahyudin 2012). Monintja (2000) menyatakan bahwa teknologi penangkapan ikan dikatakan ramah lingkungan apabila memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Selektivitas tinggi, artinya teknologi yang digunakan mampu meminimalkan hasil tangkapan yang bukan merupakan target. 2. Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian produksi ikan. 3. Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan /menggunakan teknologitersebut.

14 20 4. Menghasilkan ikan bermutu baik dan tidak membahayakan kesehatan konsumen. 5. Hasil tangkapan yang terbuang (discards) sangat minimby-catch rendah 6. Berdampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak menangkap species yang dilindungi atau terancam punah. 7. Diterima secara sosial, artinya dimasyarakat nelayan tidak menimbulkan konflik. Menurut DKP (2006) Food Agriculture Organization (FAO, sebuah lembaga di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa yang menangani masalah pangan dan pertanian dunia), pada tahun 1995 mengeluarkan suatu tata cara bagi kegiatan penangkapan ikan yang bertanggung jawab (Code of Conduct for Resposible Fisheries- CCRF). Dalam CCRF ini, FAO menetapkan serangkaian kriteria bagi teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan. Sembilan kriteria tersebut adalah sebagai berikut: 1. Alat tangkap harus memiliki selektivitas yang tinggi Artinya, alat tangkap tersebut diupayakan hanya dapat menangkap ikan/organisme lain yang menjadi sasaran penangkapan saja. Ada dua macam selektivitas yang menjadi sub kriteria, yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas jenis. 2. Alat menangkap lebih dari tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh Alat menangkap tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh Alat menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang kurang lebih sama. Alat menangkap satu spesies saja dengan ukuran yang kurang lebih sama. 3. Alat tangkap yang digunakan tidak merusak habitat, tempat tinggal dan berkembang biak ikan dan organisme lainnya. Ada pembobotan yang digunakan dalam kriteria ini yang ditetapkan berdasarkan luas dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan alat penangkapan. Pembobotan tersebut adalah sebagai berikut (dari yang rendah hingga yang tinggi):

15 21 1. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas 2. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit 3. Menyebabkan sebagian habiat pada wilayah yang sempit 4. Aman bagi habitat (tidak merusak habitat) 4. Tidak membahayakan nelayan (penangkap ikan). Keselamatan manusia menjadi syarat penangkapan ikan, karena bagaimana pun, manusia merupakan bagian yang penting bagi keberlangsungan perikanan yang produktif. Pembobotan resiko diterapkan berdasarkan pada tingkat bahaya dan dampak yang mungkin dialami oleh nelayan, yaitu (dari rendah hingga tinggi): 1. Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat kematian pada nelayan 2. Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat cacat menetap (permanen) pada nelayan 3. Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat gangguan kesehatan yang sifatnya sementara 4. Alat tangkap aman bagi nelayan 5. Menghasilkan ikan yang bermutu baik. Jumlah ikan yang banyak tidak berarti bila ikan-ikan tersebut dalam kondisi buruk. Dalam menentukan tingkat kualitas ikan digunakan kondisi hasil tangkapan secara morfologis (bentuknya). Pembobotan (dari rendah hingga tinggi) adalah sebagai berikut: 1. Ikan mati dan busuk 2. Ikan mati, segar, dan cacat fisik 3. Ikan mati dan segar 4. Ikan hidup 6. Produk tidak membahayakan kesehatan konsumen. Ikan yang ditangkap dengan peledakan bom pupuk kimia atau racun sianida kemungkinan tercemar oleh racun. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan tingkat bahaya yang mungkin dialami konsumen yang harus menjadi pertimbangan adalah (dari rendah hingga tinggi): 1. Berpeluang besar menyebabkan kematian konsumen

16 22 2. Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan konsumen 3. Berpeluang sangat kecil bagi gangguan kesehatan konsumen 4. Aman bagi konsumen 7. Hasil tangkapan yang terbuang minimum. Alat tangkap yang tidak selektif (lihat butir 1), dapat menangkap ikan/organisme yang bukan sasaran penangkapan (non-target). Dengan alat yang tidak selektif, hasil tangkapan yang terbuang akan meningkat, karena banyaknya jenis non-target yang turut tertangkap. Hasil tangkapan non target, ada yang bisa dimanfaatkan dan ada yang tidak. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi): 1. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri dari beberapa jenis (spesies) yang tidak laku dijual di pasar 2. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri dari beberapa jenis dan ada yang laku dijual di pasar 3. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang dari tiga jenis dan laku dijual di pasar 4. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang dari tiga jenis dan berharga tinggi di pasar. 8. Alat tangkap yang digunakan harus memberikan dampak minimum terhadap keanekaan sumberdaya hayati (biodiversity). Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasasrkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi): 1. Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian semua mahluk hidup dan merusak habitat. 2. Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat 3. Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat 4. Aman bagi keanekaan sumberdaya hayati 9. Tidak menangkap jenis yang dilindungi undang-undang atau terancam punah.

17 23 Tingkat bahaya alat tangkap terhadap spesies yang dilindungi undangundang ditetapkan berdasarkan kenyataan bahwa: 1. Ikan yang dilindungi sering tertangkap alat 2. Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap alat 3. Ikan yang dilindungi.pernah. tertangkap 4. Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap 10. Diterima secara sosial. Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap, akan sangat tergantung pada kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di suatu tempat. Suatu alat diterima secara sosial oleh masyarakat bila: biaya investasi murah, menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Pembobotan Kriteria ditetapkan dengan menilai kenyataan di lapangan bahwa (dari yang rendah hingga yang tinggi): Alat tangkap memenuhi satu dari empat butir persyaratan di atas Alat tangkap memenuhi dua dari empat butir persyaratan di atas Alat tangkap memenuhi tiga dari empat butir persyaratan di atas Alat tangkap memenuhi semua persyaratan di atas Bila ke sembilan kriteria ini dilaksanakan secara konsisten oleh semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan, menurut FAO (1995) maka dapat dikatakan ikan dan produk perikanan akan tersedia untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan. Hal yang penting untuk diingat bahwa generasi saat ini memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan ketersediaan sumberdaya ikan bagi generasi yang akan datang dengan pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkesinambungan dan lestari. Perilaku kegiatan perikanan tangkap yang bertanggung jawab ini dapat memelihara serta mempertahankan stok sumberdaya yang selanjutnya akan memberikan sumbangan yang penting bagi ketahanan pangan (food security), dan peluang pendapatan yang berkelanjutan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia telah melakukan kegiatan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sejak jaman prasejarah. Sumberdaya perikanan terutama yang ada di laut merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN aa 16 a aa a 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis Secara geografis Kabupaten Indramayu terletak pada posisi 107 52' 108 36' BT dan 6 15' 6 40' LS. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

Kajian Keramahan Alat Tangkap Ikan Hias Ramah Lingkungan from Yayasan TERANGI

Kajian Keramahan Alat Tangkap Ikan Hias Ramah Lingkungan from Yayasan TERANGI Kajian Keramahan Alat Tangkap Ikan Hias Ramah Lingkungan from Yayasan TERANGI Ikan Hias Laut merupakan salah satu jenis komiditi perdagangan ikan global yang memiliki peminat serta permintaan di pasar

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Pengumpulan Data 3 METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Menurut Riduwan (2004) penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 15 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara Pantai Jawa, dengan garis pantai sepanjang 114 km. Kabupaten Indramayu terletak pada

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 25 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Cirebon 4.1.1 Kondisi geografis dan topografi Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya

Lebih terperinci

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi ALAT PENANGKAPAN IKAN Riza Rahman Hakim, S.Pi A. Alat Penangkap Ikan Definisi alat penangkap ikan: sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan Pengertian sarana:

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki luas wilayah 20.656.894 Km 2 terdiri dari luas lautan 14,877.771 Km 2 dan daratan 5,779.123 Km 2. Dengan luas

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON 6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON Pada dasarnya pengelolaan perikanan tangkap bertujuan untuk mewujudkan usaha perikanan tangkap yang berkelanjutan. Untuk itu, laju

Lebih terperinci

mungkin akan lebih parah bila tidak ada penanganan yang serius dan tersistem. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan mengakibatkan tekanan yang luar

mungkin akan lebih parah bila tidak ada penanganan yang serius dan tersistem. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan mengakibatkan tekanan yang luar 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Secara geografis propinsi Bali terletak pada posisi 8º 03 40-8º 50 48 LS dan 144º 50 48 BT. Luas propinsi Bali meliputi areal daratan sekitar 5.632,66 km² termasuk keseluruhan

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac. KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta rinda@ut.ac.id ABSTRAK Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh dikawasan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia masih didominasi oleh perikanan rakyat dengan menggunakan alat tangkap yang termasuk kategori sederhana, tidak memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki luas perairan wilayah yang sangat besar. Luas perairan laut indonesia diperkirakan sebesar 5,4 juta km 2 dengan garis pantai

Lebih terperinci

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON 28 5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON Perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon memiliki prasarana perikanan seperti pangkalan pendaratan ikan (PPI). Pangkalan pendaratan ikan yang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis III. KEADAAN UMUM 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bangka Selatan, secara yuridis formal dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di Bumi ini tiada lain untuk kesejahteraan umat manusia dan segenap makhluk hidup. Allah Berfirman dalam Al-Qur an Surat An-Nahl, ayat 14 yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Alat Tangkap di Kabupten Indramayu Hasil inventarisasi jenis alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Indramayu (Tabel 6) didominasi oleh alat tangkap berupa jaring, yakni

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan atau binatang air lainnya serta

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014 74/12/72/Th. XVII, 23 Desember 2014 JUMLAH BIAYA PER HEKTAR USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT, BANDENG, DAN NILA DI ATAS Rp. 5 JUTA JUMLAH BIAYA PER TRIP USAHA PENANGKAPAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap Kabupaten Cilacap sebagai kabupaten terluas di Provinsi Jawa Tengah serta memiliki wilayah geografis berupa

Lebih terperinci

4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU

4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU 4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU 4.1 Provinsi Maluku Dengan diberlakukannya Undang-Undang RI Nomor 46 tahun 1999 tentang pemekaran wilayah Provinsi Maluku menjadi Provinsi Maluku Utara dan Provinsi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu isu penting perikanan saat ini adalah keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya dan lingkungannya. Upaya pemanfaatan spesies target diarahkan untuk tetap menjaga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis masalah Kemiskinan dan Ketimpangan pendapatan nelayan di Kelurahan Bagan Deli dan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN Edy H.P. Melmambessy Staf Pengajar Univ. Musamus-Merauke, e-mail : edymelmambessy@yahoo.co.id ABSTRAK Ikan tongkol termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara 58 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu kota Manado terletak antara 0 15 5 34 Lintang Utara dan antara 123 07 127 10 Bujur Timur,

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada 108 o 20 sampai dengan 108 o 40 Bujur Timur (BT) dan 7 o

Lebih terperinci

1. Pendahuluan IDENTIFIKASI KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN INDRAMAYU

1. Pendahuluan IDENTIFIKASI KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN INDRAMAYU Prosiding SNaPP2014 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 EISSN 2303-2480 IDENTIFIKASI KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN INDRAMAYU 1 Lely Syiddatul Akliyah,

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Secara geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak antara 127 O 17 BT - 129 O 08 BT dan antara 1 O 57 LU - 3 O 00 LS. Kabupaten

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 25 o -29 o C, curah hujan antara November samapai dengan Mei. Setiap tahun

4 KEADAAN UMUM. 25 o -29 o C, curah hujan antara November samapai dengan Mei. Setiap tahun 4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Keadaan geografis, topografis, iklim, dan penduduk 1) Geografis dan topografis Kabupaten Banyuwangi terletak diantara koordinat 7 o 43` 8 o 46`

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 26 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Lamongan merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Timur. Secara astronomis Kabupaten Lamongan terletak pada posisi 6 51 54 sampai dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan 23 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografi dan Topografi Kecamatan Brondong merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Timur. Brondong adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Lamongan,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Daerah Penelitian 3.2 Jenis dan Sumber Data

3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Daerah Penelitian 3.2 Jenis dan Sumber Data 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Daerah Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 7 bulan, yaitu mulai dari November 2008 hingga Mei 2009. Penelitian ini dilakukan di Jakarta karena kegiatannya terfokus

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan memilki zona maritim yang sangat luas, yaitu 5,8 juta km 2 yang terdiri atas perairan kepulauan 2,3 juta km 2, laut teritorial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi Secara geografis wilayah Kabupaten Sukabumi terletak di antara 6 o 57-7 o 25 Lintang Selatan dan 106 o 49-107 o 00 Bujur Timur dan mempunyai

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

Perikanan: Armada & Alat Tangkap

Perikanan: Armada & Alat Tangkap Perikanan: Armada & Alat Tangkap Mengenal armada dan alat tangkap sesuai dengan Laporan Statistik Perikanan Kul 03 Tim Pengajar PDP FPIK-UB. pdpfpik@gmail.com 1 Oktober 2013 Andreas, Raja Ampat Perikanan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut

Lebih terperinci

MANAJEMEN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI KABUPATEN BULUNGAN

MANAJEMEN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI KABUPATEN BULUNGAN MANAJEMEN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI KABUPATEN BULUNGAN Disusun oleh : Syam Hendarsyah, S.P. E-mail : syam.darsyah@yahoo.co.id Hp : 081346412689 I. LATAR BELAKANG Allah S.W.T telah memberikan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu untuk memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan informasi yang didapat untuk menciptakan gambaran

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

MENGAPA PRODUKSI KEPITING RAJUNGAN MENURUN DAN KEBIJAKAN APA YANG PERLU DILAKUKAN MENGANTISIPASINYA. Oleh. Wayan Kantun

MENGAPA PRODUKSI KEPITING RAJUNGAN MENURUN DAN KEBIJAKAN APA YANG PERLU DILAKUKAN MENGANTISIPASINYA. Oleh. Wayan Kantun MENGAPA PRODUKSI KEPITING RAJUNGAN MENURUN DAN KEBIJAKAN APA YANG PERLU DILAKUKAN MENGANTISIPASINYA. Oleh Wayan Kantun Penurunan produksi kepiting rajungan disebabkan oleh a. Produksi di alam yang sudah

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 44 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Selat Malaka Perairan Selat Malaka merupakan bagian dari Paparan Sunda yang relatif dangkal dan merupakan satu bagian dengan dataran utama Asia serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Baik di dunia maupun di Indonesia, perikanan tangkap mendominasi hasil produksi perikanan walaupun telah terjadi over fishing diberbagai tempat. Kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

3 DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN

3 DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN 38 3 DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Kondisi Geografis Daerah Penelitian Kabupaten Situbondo merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Timur yang dikenal dengan daerah wisata pantai Pasir Putih dan cagar

Lebih terperinci

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP 30 5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP 5.1 Kapal-kapal Yang Memanfaatkan PPS Cilacap Kapal-kapal penangkapan ikan yang melakukan pendaratan seperti membongkar muatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2004 SERI C NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2004 SERI C NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2004 SERI C NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PEMAKAIAN ALAT PENANGKAP DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN DALAM PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia. Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kabupaten Buton diperkirakan memiliki luas sekitar 2.509,76 km 2, dimana 89% dari luas wilayah tersebut merupakan perairan laut. Secara geografis Kabupaten Buton terletak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Cirebon Armada penangkapan ikan di kota Cirebon terdiri dari motor tempel dan kapal motor. Jumlah armada penangkapan ikan dikota Cirebon

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkunganya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Administrasi wilayah Provinsi Sumatera Selatan secara geografis terletak pada 1 0 LU 4 0 LS dan 102,25 0 108,41 0 BT, dengan luas mencapai 87.017,42 km 2, atau 8.701.742 ha yang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Kabupaten Serang 4.1.1 Letak geografis dan kondisi perairan pesisir Pasauran Serang Secara geografis Kabupaten Serang terletak pada koordinassi 5 5 6 21 LS dan 105

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 40 V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Kondisi Fisik Geografis Wilayah Kota Ternate memiliki luas wilayah 5795,4 Km 2 terdiri dari luas Perairan 5.544,55 Km 2 atau 95,7 % dan Daratan 250,85 Km 2 atau

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil tangkapan sampingan (bycatch) menjadi masalah ketika bycatch yang dikembalikan ke laut (discarded) tidak semuanya dalam keadaan hidup atau berpeluang baik untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMAKAIAN ALAT TANGKAP DAN ATAU ALAT BANTU PENGAMBILAN HASIL LAUT DALAM WILAYAH PERAIRAN KABUPATEN WAKATOBI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara maritim, karena memiliki lautan lebih luas dari daratannya, sehingga biasa juga disebut dengan Benua Maritim

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku

PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku 155 5 PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku Penangkapan ikan pada dasarnya merupakan aktifitas eksploitasi sumberdaya ikan di laut. Pemanfaatan potensi sumberdaya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Andi Adam Malik, Henny Setiawati, Sahabuddin Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap nasional masih dicirikan oleh perikanan tangkap skala kecil. Hal ini dapat dibuktikan dengan keberadaan perikanan tangkap di Indonesia yang masih

Lebih terperinci

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Pulau Maratua berada pada gugusan pulau Derawan, terletak di perairan laut Sulawesi atau berada dibagian ujung timur Kabupaten

Lebih terperinci

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pancing Ulur Pancing Ulur (Gambar 2) merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang sering digunakan oleh nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pancing Ulur termasuk

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci