BUPATI NAGEKEO PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BUPATI NAGEKEO PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG"

Transkripsi

1 SALINAN BUPATI NAGEKEO PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NAGEKEO, Menimbang : Mengingat : a. bahwa potensi pariwisata yang dimiliki Kabupaten Nagekeo, merupakan sumber daya dan modal utama bagi usaha pengembangan kepariwisataan daerah guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat; b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, perlu mengatur rencana induk pembangunan kepariwisataan sebagai pedoman untuk merencanakan, mengelola, dan mengendalikan pembangunan kepariwisataan, yang berisi visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, strategi dan indikasi program yang harus dilakukan oleh segenap pemangku kepentingan kepariwisataan. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Kabupaten Nagekeo Tahun ; 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Nomor 1 32 Tahun 2004 tentang

2 Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Nagekeo di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4678); 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5262); 6. Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo Nomor 3 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun (Lembaran Daerah Kabupaten Nagekeo Tahun 2009 Nomor 3); 7. Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo Nomor 1 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo Tahun (Lembaran Daerah Kabupaten Nagekeo Tahun 2011 Nomor 1); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NAGEKEO 2

3 dan BUPATI NAGEKEO MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO TAHUN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Nagekeo. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Nagekeo. 3. Bupati adalah Bupati Nagekeo. 4. Dinas adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nagekeo. 5. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan Daya Tarik Wisata. 6. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. 7. Pariwisata adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha. 8. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan daerah serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah Daerah dan pengusaha. 9. Pembangunan adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik yang di dalamnya meliputi upaya-upaya perencanaan, implementasi dan pengendalian dalam rangka penciptaan nilai tambah sesuai yang dikehendaki. 3

4 10. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Kabupaten Nagekeo Tahun yang selanjutnya disebut RIPPARDA adalah dokumen perencanaan pembangunan kepariwisataan daerah Kabupaten Nagekeo untuk periode 12 (dua belas) tahun terhitung sejak Tahun 2014 sampai Tahun Daerah Tujuan Pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat Daya Tarik Wisata, Fasilitas Umum, Fasilitas Pariwisata, aksesibilitas dan/atau transportasi serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya Kepariwisataan. 12. Perwilayahan Pembangunan Kepariwisataan Daerah adalah hasil pewilayahan pembangunan Kepariwisataan yang diwujudkan dalam bentuk Kawasan Pariwisata Daerah, kawasan pengembangan Pariwisata Daerah, dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah. 13. Kawasan Pariwisata Daerah yang selanjutnya disingkat KPD adalah Kawasan Pariwisata yang merupakan keterpaduan sistemik antar kawasan pembangunan Pariwisata dalam skala Daerah. 14. Kawasan Pengembangan Pariwisata Daerah yang selanjutnya disingkat KPPD adalah kawasan geografis di dalam Destinasi Pariwisata yang memiliki tema tertentu, dengan komponen Daya Tarik Wisata, fasilitas umum, fasilitas Pariwisata, aksesibilitas dan/atau transportasi serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya Kepariwisataan. 15. Kawasan Strategis Pariwisata Daerah yang selanjutnya disingkat KSPD adalah kawasan yang memiliki fungsi utama Pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan Pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan. 16. Daya Tarik Wisata yang selanjutnya disingkat DTW adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. 4

5 17. Aksesibilitas dan/atau transportasi Pariwisata adalah semua jenis sarana dan prasarana transportasi yang mendukung pergerakan wisatawan dari wilayah asal wisatawan ke Destinasi Pariwisata maupun pergerakan di dalam wilayah Destinasi Pariwisata dalam kaitan dengan motivasi kunjungan wisata. 18. Prasarana Umum adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi dan berfungsi sebagaimana semestinya. 19. Fasilitas Umum adalah sarana pelayanan dasar fisik suatu lingkungan yang diperuntukkan bagi masyarakat umum dalam melakukan aktifitas kehidupan keseharian. 20. Fasilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana yang secara khusus ditujukan untuk mendukung penciptaan kemudahan, kenyamanan, keselamatan wisatawan dalam melakukan kunjungan ke Destinasi Pariwisata. 21. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran, kapasitas, akses, dan peran masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dalam memajukan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraan melalui kegiatan Kepariwisataan. 22. Pemasaran Pariwisata adalah serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan produk wisata dan mengelola relasi dengan wisatawan untuk mengembangkan Kepariwisataan dan seluruh pemangku kepentingannya. 23. Industri Pariwisata adalah kumpulan Usaha Pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata. 24. Kelembagaan Kepariwisataan adalah kesatuan unsur beserta jaringannya yang dikembangkan secara terorganisasi, meliputi Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat, sumber daya manusia, regulasi dan mekanisme operasional, yang dilaksanakan secara berkesinambungan guna menghasilkan perubahan ke arah pencapaian tujuan di bidang Kepariwisataan. 5

6 25. Organisasi Kepariwisataan adalah institusi baik di lingkungan Pemerintah Daerah maupun swasta yang berhubungan dengan penyelenggaraan kegiatan Kepariwisataan. 26. Sumber Daya Manusia Pariwisata yang selanjutnya disingkat SDM Pariwisata adalah tenaga kerja yang pekerjaannya terkait secara langsung dan tidak langsung dengan kegiatan Kepariwisataan. 27. Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. 28. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha dan pekerja pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan dan pengelolaan Kepariwisataan. Pasal 2 Ruang lingkup RIPPARDA meliputi: a. Pembangunan Destinasi Pariwisata; BAB II RUANG LINGKUP b. Pembangunan Pemasaran Pariwisata; c. Pembangunan Industri Pariwisata; dan d. Pembangunan Kelembagaan Kepariwisataan. BAB III PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH Bagian Kesatu Umum Pasal 3 (1) Pembangunan kepariwisataan daerah dilaksanakan berdasarkan RIPPARDA. (2) RIPPARDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a. visi; b. misi; c. tujuan; d. sasaran; dan e. arah pembangunan kepariwisataan daerah Tahun (3) Visi pembangunan kepariwisataan daerah adalah terwujudnya Kabupaten Nagekeo sebagai destinasi pariwisata berbasis alam dan budaya dengan 6

7 memberikan peran lebih besar kepada komunitas lokal guna mendorong pembangunan daerah untuk kesejahteraan masyarakat. (4) Misi pembangunan kepariwisataan daerah adalah: a. mewujudkan kepariwisataan berbasis budaya yang kreatif dan inovatif; b. mengembangkan DTW berbasis budaya; c. meningkatkan daya saing pariwisata sehingga mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisata; d. mengembangkan destinasi pariwisata yang aman, nyaman, menarik, mudah dicapai, berwawasan lingkungan, meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat; e. mengembangkan pemasaran pariwisata yang sinergis, unggul, dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara; f. mengembangkan industri pariwisata yang berdaya saing, kredibel, menggerakkan kemitraan usaha, dan bertanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosial budaya; g. mengembangkan organisasi Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat; h.mengembangkan sumber daya manusia, regulasi, dan mekanisme operasional yang efektif dan efisien dalam rangka mendorong terwujudnya Pembangunan Kepariwisataan yang berkelanjutan; dan i. mewujudkan masyarakat sadar wisata untuk mendukung tercapainya sapta pesona. (5) Tujuan pembangunan kepariwisataan daerah meliputi: a. meningkatkan kualitas dan kuantitas destinasi Pariwisata; b. mengkomunikasikan destinasi pariwisata daerah dengan menggunakan media pemasaran secara efektif, efisien dan bertanggung jawab; c. mewujudkan industri Pariwisata yang mampu menggerakkan perekonomian daerah; dan d. mengembangkan kelembagaaan kepariwisataan dan tata kelola pariwisata yang mampu mensinergikan pembangunan destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata, dan industri pariwisata secara profesional, efektif dan efisien. (6) Sasaran pembangunan kepariwisataan daerah meliputi : 7

8 a. terciptanya berbagai inovasi jenis DTW; b. tersedianya fasilitas pendukung kepariwisataan yang handal; c. meningkatnya kualitas paket wisata yang variatif, yang dikelola secara sinergis dan terintegrasi antara Pemerintah Daerah dan/atau oleh pelaku wisata; d. meningkatnya kunjungan wisatawan nusantara maupun mancanegara; e. meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan daerah; f. terwujudnya Pariwisata berbasis budaya yang kreatif dan inovatif sebagai sektor unggulan dan prioritas pembangunan Daerah; g. meningkatnya kualitas dan kuantitas DTW yang aman dan nyaman yang mampu mendorong peningkatan jumlah kunjungan wisatawan. h. meningkatnya pendapatan Daerah, produk domestik regional bruto, dan pendapatan masyarakat, dengan tetap memelihara kelestarian lingkungan; i. terwujudnya media pemasaran yang efektif dan efisien untuk meningkatkan citra daerah sebagai destinasi Pariwisata; j. terwujudnya industri Pariwisata yang mampu menggerakkan perekonomian daerah melalui peningkatan investasi di bidang Pariwisata, kerjasama antar usaha Pariwisata, perluasan lapangan kerja, dan upaya-upaya untuk pendukung pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat; k. terwujudnya lembaga Kepariwisataan dan sistem tata kelola yang mampu mensinergikan pembangunan industri Pariwisata, Kawasan Pariwisata, dan pemasaran Pariwisata secara profesional, efektif, dan efisien; l. terwujudnya sumber daya manusia Pariwisata yang handal dan profesional; dan m. terwujudnya masyarakat sadar wisata untuk mendukung tercapainya Sapta Pesona. (7) Pelaksanaan RIPPARDA diselenggarakan secara terpadu oleh Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat dalam koordinasi dengan Pemerintah Provinsi maupun Pusat. (8) RIPPARDA dilaksanakan dalam tiga (3) tahap sebagai berikut: a. tahap I, Tahun 2014; 8

9 b. tahap II, Tahun ; dan c. tahap III, Tahun (9) Sasaran yang akan dicapai dalam setiap tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (10) Evaluasi RIPPARDA dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Pasal 4 (1) RIPPARDA Kabupaten Nagekeo menjadi pedoman bagi pembangunan Kepariwisataan Daerah. (2) RIPPARDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kawasan Pariwisata, Rencana Induk Pengembangan Objek Wisata, dan Rencana Detail Pembangunan Fasilitas Pariwisata dalam setiap objek DTW. (3) Semua program dan kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat harus bermuatan dukungan terhadap pembangunan Kepariwisataan sesuai dengan kedekatan fungsi. Bagian Kedua Arah Pembangunan Kepariwisataan Daerah Pasal 5 Arah pembangunan kepariwisataan daerah meliputi : a. prinsip Pembangunan Kepariwisataan yang berkelanjutan; b. orientasi pada upaya peningkatan pertumbuhan, peningkatan kesempatan kerja, pengurangan kemiskinan, serta pelestarian lingkungan; c. dilaksanakan dengan tata kelola yang baik; d. dilaksanakan secara terpadu, lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pelaku; e. dilaksanakan dengan mendorong kemitraan sektor publik dan privat. Pasal 6 Arah pembangunan kepariwisataan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 menjadi dasar arah kebijakan, strategi, dan indikasi program pembangunan kepariwisataan daerah yang meliputi : a. destinasi pariwisata daerah; b. pemasaran pariwisata daerah; 9

10 c. industri pariwisata daerah; dan d. kelembagaan kepariwisataan daerah. BAB IV ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DESTINASI PARIWISATA DAERAH Bagian Kesatu Umum Pasal 7 Pembangunan destinasi pariwisata daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi: a. pembangunan perwilayahan destinasi pariwisata daerah; b. pembangunan DTW; c. pembangunan aksesibilitas dan/atau transportasi pariwisata; d. pembangunan fasilitas pariwisata; e. pemberdayaan masyarakat melalui Kepariwisataan; dan f. pengembangan investasi di bidang pariwisata. Bagian Kedua Pembangunan Perwilayahan Destinasi Pariwisata Daerah Pasal 8 Pembangunan perwilayahan destinasi pariwisata daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a meliputi : a. Kawasan Pariwisata Daerah; b. Kawasan Pengembangan Pariwisata Daerah; dan c. Kawasan Strategis Pariwisata Daerah. Pasal 9 (1) Kawasan Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a ditetapkan dengan kriteria : a. merupakan kawasan geografis dengan cakupan wilayah kabupaten sebagai satu kesatuan daerah tujuan atau destinasi pariwisata daerah; b. memiliki DTW dengan tema tertentu serta didukung aksesibilitas dan/atau transportasi dan infrastruktur yang memadai untuk kegiatan Kepariwisataan; dan c. memiliki keterpaduan dan sinergisitas rencana lintas sektor. 10

11 (2) Cakupan wilayah Kawasan Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a meliputi 7 (tujuh) kecamatan dalam wilayah Kabupaten Nagekeo. (3) Kawasan Pengembangan Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b ditetapkan dengan kriteria: a. merupakan kawasan geografis dengan cakupan wilayah kecamatan dan/atau lintas kecamatan dan/atau lintas desa dalam kecamatan dan/atau lintas desa lintas kecamatan yang di dalamnya terdapat potensi pengembangan pariwisata daerah yang ditentukan terutama karena kesamaan jenis dan karakter objek DTW; b. memiliki DTW yang berkualitas dan dikenal secara luas baik lokal, regional, nasional maupun internasional, serta membentuk jejaring produk wisata dalam bentuk pola pemaketan produk dan pola kunjungan wisatawan; c. memiliki kesesuaian tema DTW yang mendukung penguatan daya saing; d. memiliki dukungan jejaring aksesibilitas dan/atau transportasi dan infrastruktur yang mendukung pergerakan wisatawan dan kegiatan Kepariwisataan; dan e. memiliki keterpaduan dengan rencana sektor terkait. (4) Tema pengembangan, cakupan wilayah dan pusat pelayanan kawasan Pengembangan Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b meliputi : a. Kawasan Pengembangan Pariwisata Aesesa, pusat pelayanan Mbay, tema pengembangan yakni wisata alam pantai dan air panas dengan didukung sejarah dan budaya, dengan cakupan wilayah meliputi : 1) Wisata alam, yakni Air Panas Marapokot, Air Panas Tonggurambang, Air Panas Nangadhero, Muara Gheru Moreng, Pantai Pasir Putih Rii Taa, Pantai Nangateke, Nggolonio, Tonggurambang, Maropokot, Nangadhero, Watundoa, Kota Jogo dan Kaburea; 2) Wisata Budaya dan Sejarah, yakni Kampung Adat Nataia Lambo dan sekitarnya, Kampung Adat Ola Lape dan sekitarnya, Kampung Adat Nggolonio dan sekitarnya, Kampung Adat Towak dan sekitarnya, Kampung Adat Oladhawe dan sekitarnya, Kampung 11

12 Adat Toto Oda Pudu dan sekitarnya, Jejak Nipado di Nusa dan sekitarnya; dan 3) Wisata Buatan, yakni Bendung Sutami, Agrowisata Pertanian, Situs Peninggalan Gua Jepang Oki Sato, Sangatoro, Woloputi, Oki Wajo, Rane, Pamo dan Pone. b. Kawasan Pengembangan Pariwisata Boawae, pusat pelayanan Boawae, tema pengembangan yakni Wisata Minat Khusus Berbasis Alam dan Budaya, dengan cakupan wilayah meliputi : 1) Wisata alam, yakni Wisata Gunung Ebulobo dan sekitarnya; dan 2) Wisata Budaya, yakni Kampung Adat Wolowea dan Situs Archeologi Olabula. c. Kawasan Pengembangan Pariwisata Keo, pusat pelayanan Maundai, tema pengembangan yakni Wisata Budaya didukung keindahan alam pantai, dengan cakupan wilayah meliputi : 1) Wisata alam, yakni Pantai Enabhala dan sekitarnya, Pantai Mauembo dan sekitarnya, Pantai Enagera dan sekitarnya; dan 2) Wisata Budaya, yakni Kampung Adat Wajo dan sekitarnya, Kampung Adat Pautola dan sekitarnya, Kampung Adat Udiworowatu dan sekitarnya, Kampung Adat Sawu dan sekitarnya, dan Kampung Adat Dongga Odo dan sekitarnya. d. Kawasan Pengembangan Pariwisata Aesesa Selatan, pusat pelayanan Jawakisa, tema pengembangan yakni Wisata Air melalui kearifan lokal, dengan cakupan wilayah meliputi: 1) Wisata alam, yakni Watu Pake (batu kodok) dan sekitarnya, dan Air Terjun Ngabatata; dan 2) Wisata Budaya, yakni Kampung Adat Tutubhada dan sekitarnya, dan Kampung Adat Rendu Ola dan sekitarnya. (5) Kawasan Strategis Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c ditentukan dengan kriteria: a. memiliki fungsi utama pariwisata atau potensi pengembangan fungsi utama pariwisata; b. memiliki sumber daya pariwisata potensial untuk menjadi DTW unggulan dan memiliki citra yang sudah dikenal secara luas; c. memiliki potensi pasar, baik skala nasional maupun internasional; 12

13 d. memiliki posisi dan peran potensial sebagai penggerak investasi; e. memiliki lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan dan keutuhan wilayah; f. memiliki fungsi dan peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup; g. memiliki fungsi dan peran strategis dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan aset budaya, termasuk di dalamnya aspek sejarah dan kepurbakalaan; h. memiliki kesiapan dan dukungan masyarakat; i. memiliki kekhususan dari wilayah; j. berada di wilayah tujuan kunjungan pasar wisatawan utama dan pasar wisatawan potensial daerah, nasional, dan internasional; dan k. memiliki potensi kecenderungan DTW masa depan. (6) Cakupan Wilayah Kawasan Strategis Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c meliputi : a. kawasan Mbay dan sekitarnya sebagai kawasan wisata perkotaan dan wisata pertanian / agro skala kabupaten; dan b. kawasan kampung Boawae sebagai situs swapraja Nagekeo dan sekitarnya yang telah ditetapkan secara Nasional sebagai Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional dengan tema kawasan wisata adat tradisi Desa Tradisional Boawae. Pasal 10 (1) Pembangunan Perwilayahan Destinasi Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilaksanakan secara bertahap dengan kriteria : a. memiliki komponen destinasi yang siap untuk dikembangkan; b. memiliki posisi dan peran efektif sebagai penarik investasi yang strategis; c. memiliki posisi strategis sebagai simpul penggerak sistemik Pembangunan Kepariwisataan di wilayah sekitar baik dalam konteks Daerah maupun Nasional; d. memiliki potensi kecenderungan DTW masa depan; e. memiliki kontribusi yang signifikan dan/atau prospek yang positif dalam menarik kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara dalam waktu yang relatif cepat; f. memiliki citra yang sudah dikenal secara luas; 13

14 g. memiliki kontribusi terhadap pengembangan keragaman DTW di daerah; dan h. memiliki keunggulan daya saing nasional dan internasional. (2) Peta perwilayahan Destinasi Pariwisata Daerah tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 11 Arah kebijakan Pembangunan Perwilayahan Destinasi Pariwisata meliputi: a. perencanaan Pembangunan Destinasi Pariwisata Daerah dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah; b. penegakan regulasi Pembangunan Destinasi Pariwisata Daerah dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah; dan c. pengendalian implementasi Pembangunan Destinasi Pariwisata Daerah dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah. Pasal 12 (1) Strategi untuk perencanaan Pembangunan Destinasi Pariwisata Daerah dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a meliputi: a. menyusun rencana induk dan rencana detail Pembangunan Destinasi Pariwisata Daerah dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah; dan b. menyusun regulasi tata bangunan dan tata lingkungan Destinasi Pariwisata Daerah dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah. (2) Strategi untuk penegakan regulasi Pembangunan Destinasi Pariwisata Daerah dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b dilakukan melalui monitoring dan pengawasan oleh Pemerintah Daerah terhadap penerapan rencana detail Destinasi Pariwisata Daerah dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah. (3) Strategi untuk pengendalian implementasi rencana Pembangunan Destinasi Pariwisata Daerah dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c dilakukan dengan cara meningkatkan koordinasi antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah Provinsi, pelaku usaha dan masyarakat. Bagian Ketiga Pembangunan DTW Pasal 13 14

15 (1) Pembangunan DTW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b meliputi: a. DTW alam; b. DTW budaya; dan c. DTW hasil buatan manusia. (2) Pembangunan DTW sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan prinsip menjunjung tinggi nilai agama dan budaya, serta keseimbangan antara upaya pengembangan manajemen atraksi untuk menciptakan DTW yang berkualitas, berdaya saing, dengan upaya pengembangan konservasi untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumber dayanya. Pasal 14 (1) Arah kebijakan umum Pembangunan DTW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), meliputi: a. perintisan pengembangan DTW dalam rangka mendorong pertumbuhan Kawasan Pariwisata Daerah dan pengembangan pariwisata daerah; b. pembangunan DTW untuk meningkatkan kualitas dan daya saing produk dalam menarik minat dan loyalitas segmen pasar yang ada; c. pemantapan DTW untuk meningkatkan daya saing produk dalam menarik kunjungan ulang wisatawan dan segmen pasar yang lebih luas; dan d. revitalisasi DTW dalam upaya peningkatan kualitas, keberlanjutan dan daya saing produk pada Kawasan Pariwisata Daerah. (2) Arah kebijakan khusus Pembangunan DTW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), meliputi kebijakan pengembangan: a. kawasan Mbay dan sekitarnya sebagai kawasan wisata perkotaan, kuliner, wisata pantai serta sejarah dan budaya; b. kawasan Boawae dan sekitarnya sebagai kawasan budaya, alam dan minat khusus; c. kawasan Keo Tengah dan sekitarnya sebagai kawasan wisata alam pantai dan budaya; dan d. kawasan Rendu Jawakisa dan sekitarnya sebagai kawasan wisata air/tirta dan budaya. Pasal 15 15

16 (1) Strategi untuk perintisan pengembangan DTW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a, meliputi: a. mengembangkan DTW baru di Destinasi Pariwisata yang belum berkembang Kepariwisataannya; dan b. memperkuat upaya pengelolaan potensi Kepariwisataan dan lingkungan dalam mendukung upaya perintisan. (2) Strategi untuk Pembangunan DTW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b, meliputi: a. mengembangkan inovasi manajemen produk dan kapasitas DTW untuk mendorong akselerasi perkembangan Kawasan Pariwisata Daerah; dan b. memperkuat upaya konservasi potensi Kepariwisataan dan lingkungan dalam mendukung intensifikasi DTW. (3) Strategi untuk pemantapan DTW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c, meliputi : a. mengembangkan diversifikasi atau keragaman nilai DTW dalam berbagai tema terkait; dan b. memperkuat upaya penataan ruang wilayah dan konservasi potensi Kepariwisataan dan lingkungan dalam mendukung diversifikasi DTW. (4) Strategi untuk revitalisasi DTW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf d, meliputi: a. revitalisasi struktur, elemen dan aktivitas yang menjadi penggerak kegiatan Kepariwisataan pada DTW; b. memperkuat upaya lanjutan penataan ruang wilayah dan konservasi potensi Kepariwisataan dan lingkungan dalam mendukung revitalisasi daya tarik dan kawasan di sekitarnya; dan c. memperkuat upaya pengembangan DTW permuseuman berbasis budaya dan sejarah. (5) Strategi pengembangan kawasan Mbay dan sekitarnya sebagai kawasan wisata perkotaan, kuliner, wisata pantai serta sejarah dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a, dilakukan dengan cara: a. mengembangkan kawasan pesisir pantai Marapokot-Nangadhero- Nangateke-Kotajogo dan sekitarnya sebagai kawasan wisata kuliner dan wisata rekreasi pantai; 16

17 b. mengembangkan kawasan Pantai Watu Ndoa dan Pulau Rii Taa sebagai kawasan wisata pantai dan minat khusus; c. mengembangkan kawasan Bakau dan Muara di Tonggurambang dan sekitarnya sebagai kawasan wisata alam dan pendidikan berbasis konservasi sumber daya alam; d. mengembangkan kawasan pertanian Irigasi Teknis sebagai kawasan wisata agro; e. mengembangkan kawasan gua peninggalan Jepang di Oki Sato, Sangatoro, Woloputi, Oki Wajo, Rane, Pamo dan Pone sebagai kawasan wisata sejarah dan wisata minat khusus; f. mengembangkan kawasan Bendung Sutami dan sekitarnya sebagai kawasan wisata alam dan wisata minat khusus; g. mengembangkan kawasan Kampung Adat Olalape dan kampung adat lain di sekitarnya sebagai kawasan wisata budaya, wisata alam dan wisata minat khusus; h. mengembangkan kawasan Kampung Adat Toto Oda Pudu di Wolowae sebagai kawasan wisata budaya dan wisata alam; i. mengembangkan kawasan peninggalan Jejak Nipado di Wodowae dan sekitarnya sebagai kawasan wisata pendidikan dan sejarah perjuangan masa lalu; j. mengembangkan kawasan perbukitan Sangabenga dan sekitarnya sebagai kawasan wisata alam dan wisata minat khusus; k. mengembangkan kawasan Perbukitan Roe dan sekitarnya sebagai kawasan ruang terbuka hijau, stop area dan rekreasi keluarga; l. mengembangkan kawasan lapangan Berdikari Danga, Bukit Pamo, Bukit Pone, Area Civic Centre sebagai kawasan wisata ruang terbuka hijau kota dan kawasan wisata taman kota; m. mengembangkan kawasan Bukit Doa Aeramo sebagai kawasan wisata rohani /religi; n. mengembangkan kawasan jejaringan khusus olahraga sepeda dayung sebagai alternatif daya tarik rekreasi dan olahraga masyarakat kota; dan o. mengembangkan wisata kesehatan, kebugaran, olahraga, dan kecantikan tradisional maupun moderen sebagai DTW baru. 17

18 (6) Strategi pengembangan kawasan Boawae dan sekitarnya sebagai kawasan budaya, alam dan minat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan cara: a. mengembangkan kawasan Kampung Adat Boawae dan kampungkampung adat lain di sekitarnya sebagai kawasan wisata budaya, pendidikan adat istiadat dan desa wisata; b. mengembangkan makam Oga Ngole di Boawae sebagai cagar budaya dan wisata ziarah sejarah pemerintah swapraja Nagekeo; c. mengembangkan kawasan Kampung Adat Wolowea, Kampung Adat Natameze dan kampung-kampung adat lain di sekitarnya sebagai kawasan wisata adat tradisi dan sejarah; d. kawasan Lereng Ebulobo dan sekitarnya sebagai kawasan wisata alam Gunung Ebulobo dan desa wisata; dan e. kawasan Situs Arkeologi Olabula dan sekitarnya sebagai kawasan sejarah purbakala, alam dan minat khusus; (7) Strategi pengembangan Kawasan Keo Tengah dan sekitarnya sebagai kawasan wisata alam pantai dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c, dilakukan dengan cara: a. mengembangkan kawasan Enabhala, Enagera dan sekitarnya sebagai kawasan wisata rekreasi pantai dan kuliner; b. mengembangkan kawasan Mauembo dan sekitarnya sebagai kawasan wisata sejarah, rekreasi pantai dan kuliner kerajinan tenun; c. mengembangkan kawasan kampung adat Wajo dan sekitarnya sebagai kawasan wisata adat dan wisata kuliner kerajinan; d. mengembangkan kawasan kampung adat Pautola dan sekitarnya sebagai kawasan wisata adat dan wisata pertunjukan permainan rakyat Sepak Api; e. mengembangkan kawasan kampung adat Udiworuwatu dan sekitarnya sebagai kawasan wisata adat dan budaya; f. mengembangkan kawasan kampung adat Sawu dan sekitarnya sebagai kawasan wisata budaya dan wisata alam; g. mengembangkan kawasan kampung adat Dongga Odo dan kampung adat lain di sekitarya sebagai kawasan wisata sejarah dan wisata alam; 18

19 (8) Strategi pengembangan Kawasan Rendu Jawakisa dan sekitarnya sebagai kawasan wisata air / tirta dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d, dilakukan dengan cara: a. mengembangkan kawasan Kampung tradisional Tutubhada dan sekitarnya sebagai kawasan wisata budaya dan desa wisata; b. mengembangkan kawasan kampung adat Renduola dan kampung adat lain di sekitarnya sebagai kawasan wisata sejarah dan pusat budaya Rendu; c. mengembangkan kawasan air terjun Ngabatata dan sekitarnya sebagai kawasan wisata air dan wisata alam. d. mengembangkan kawasan Watu pake (Batu Kodok) dan sekitarnya sebagai kawasan wisata alam dan minat khusus. Bagian Keempat Pembangunan Aksesibilitas dan/atau Transportasi Pariwisata Pasal 16 (1) Arah kebijakan pembangunan aksesibilitas dan/atau tranportasi pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, meliputi penyediaan dan pengembangan: a. sarana / moda transportasi; b. prasarana transportasi; dan c. sistem transportasi. (2) Arah kebijakan pembangunan aksesibilitas dan/atau transportasi dan/atau tranportasi pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk mendukung pengembangan kepariwisataan dan pergerakan wisatawan menuju destinasi dan pergerakan wisatawan di dalam kawasan pariwisata daerah. Pasal 17 (1) Strategi untuk penyediaan dan pengembangan sarana / moda tranportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a, dilakukan dengan cara : a. meningkatkan ketersediaan moda transportasi sebagai sarana pergerakan wisatawan sesuai kebutuhan dan perkembangan pasar; b. meningkatkan kecukupan kapasitas angkut moda transportasi sesuai kebutuhan dan perkembangan pasar; 19

20 c. mengembangkan keragaman atau diversifikasi jenis moda transportasi sesuai kebutuhan dan perkembangan pasar; d. mengembangkan dan meningkatkan kualitas kenyamanan moda transportasi sesuai kebutuhan dan perkembangan pasar; dan a. mengembangkan dan meningkatkan keamanan moda transportasi untuk menjamin keselamatan perjalanan wisatawan. (2) Strategi untuk penyediaan dan pengembangan prasarana transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b, dilakukan dengan cara: a. meningkatkan ketersediaan prasarana simpul pergerakan moda transportasi pada lokasi-lokasi strategis di destinasi pariwisata daerah sesuai kebutuhan dan perkembangan pasar; dan b. meningkatkan keterjangkauan prasarana simpul pergerakan moda transportasi dari pusat-pusat kegiatan pariwisata di Destinasi Pariwisata Daerah; dan c. meningkatkan fasilitas persinggahan di sepanjang koridor pergerakan wisata di dalam KPD sesuai kebutuhan dan perkembangan pasar. (3) Strategi untuk penyediaan dan pengembangan sistem transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c, dilakukan dengan cara: a. membangun sistem transportasi dan pelayanan terpadu di Destinasi Pariwisata Daerah. b. mengembangkan dan meningkatkan ketersediaan informasi pelayanan transportasi berbagai jenis moda dari pintu gerbang wisata ke destinasi pariwisata daerah; dan c. mengembangkan dan meningkatkan kemudahan reservasi moda transportasi berbagai jenis moda. Pasal 18 (1) Pembangunan aksesibilitas dan/atau transportasi/transportasi Pariwisata diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Daerah, swasta dan masyarakat. (2) Pembangunan aksesibilitas dan/atau transportasi pariwisata dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Bagian Kelima 20

21 Pembangunan Fasilitas Pariwisata Pasal 19 Arah kebijakan Pembangunan Fasilitas Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d meliputi: a. pembangunan dan pengembangan fasilitas pariwisata dalam mendukung perintisan pengembangan kawasan pariwisata; b. peningkatan kualitas fasilitas pariwisata yang mendorong pertumbuhan dan meningkatkan kualitas / daya saing kawasan pariwisata; dan c. pengendalian fasilitas pariwisata bagi destinasi-destinasi pariwisata yang sudah melampaui ambang batas daya dukung. Pasal 20 (1) Strategi untuk pembangunan fasilitas pariwisata dalam mendukung perintisan pengembangan kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a, dilakukan dengan cara: a. mendorong pemberian insentif untuk pengembangan Fasilitas Pariwisata dalam mendukung perintisan Kawasan Pariwisata; b. meningkatkan fasilitasi Pemerintah Daerah untuk pengembangan fasilitas Pariwisata atas inisiatif swasta; c. merintis dan mengembangkan Fasilitas Pariwisata untuk mendukung kesiapan Destinasi Pariwisata dan meningkatkan daya saing Kawasan Pariwisata; dan d. merintis dan mengembangkan prasarana umum dan fasilitas umum fisik dasar untuk memperkuat upaya pengembangan DTW permuseuman berbasis budaya dan sejarah. (2) Strategi untuk peningkatan kualitas Fasilitas Pariwisata yang mendorong pertumbuhan dan meningkatkan kualitas/daya saing kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, dilakukan dengan cara: a. mendorong dan menerapkan berbagai skema kemitraan antara Pemerintah Daerah dan swasta; b. mendorong dan menerapkan berbagai skema kemandirian pengelolaan; dan c. mendorong penerapan Fasilitas Pariwisata yang memenuhi kebutuhan wisatawan berkebutuhan khusus. 21

22 (3) Strategi untuk pengendalian Fasilitas Pariwisata bagi destinasi-destinasi pariwisata yang sudah melampaui ambang batas daya dukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c, dilakukan dengan cara: a. mengembangkan regulasi pembatasan perizinan untuk menjaga daya dukung lingkungan; b. menegakan peraturan perundang-undangan; dan c. meningkatkan penerapan disinsentif untuk pembangunan fasilitas Pariwisata. Pasal 21 Pemerintah Daerah memberikan insentif dan disinsentif dalam pembangunan Fasilitas Kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 22 Penangung jawab dalam melaksanakan arah kebijakan dan strategi dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan fungsinya. Bagian Keenam Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kepariwisataan Pasal 23 Arah kebijakan Pemberdayaan Masyarakat melalui Kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf e meliputi: a. pengembangan potensi, kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam Pembangunan bidang Kepariwisataan; b. peningkatan usaha ekonomi masyarakat di bidang Kepariwisataan; dan c. penguatan kesadaran wisata masyarakat dan pemangku kepentingan terkait. Pasal 24 (1) Strategi untuk pengembangan potensi, kapasitas dan partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a, dilakukan dengan cara: a. mendorong keterlibatan masyarakat dalam pengembangan Kepariwisataan; b. mengembangkan potensi sumber daya lokal melalui desa wisata; dan c. menguatkan kelembagaan masyarakat dalam pengembangan Pariwisata. 22

23 (2) Strategi untuk peningkatan usaha ekonomi masyarakat di bidang Kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b, dilakukan dengan cara: a. meningkatkan kualitas produk industri kecil dan menengah maupun layanan jasa Kepariwisataan dalam memenuhi standar pasar. b. memperkuat akses dan jejaring industri kecil dan menengah dan Usaha Pariwisata skala usaha mikro, kecil dan menengah dengan sumber potensi pasar dan informasi global; dan c. mendorong pemberian bantuan permodalan untuk mendukung perkembangan industri kecil dan menengah dan Usaha Pariwisata skala usaha mikro, kecil dan menengah di sekitar Kawasan Pariwisata. (3) Strategi untuk penguatan kesadaran wisata masyarakat dan pemangku kepentingan terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c, dilakukan dengan cara: a. meningkatkan pemahaman, dukungan, dan partisipasi masyarakat serta pemangku kepentingan terkait dalam mewujudkan sapta pesona bagi terciptanya iklim kondusif Kepariwisataan setempat; b. meningkatkan motivasi, kesempatan, dan kemampuan masyarakat serta pemangku kepentingan terkait dalam mengenali dan mencintai alam dan budaya nusantara dan daerah. Bagian Ketujuh Pengembangan Investasi di Bidang Pariwisata Pasal 25 Arah kebijakan pengembangan investasi di bidang pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf f meliputi: a. peningkatan pemberian insentif investasi di bidang pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. peningkatan kemudahan investasi di bidang pariwisata; dan c. peningkatan promosi investasi di bidang pariwisata. Pasal 26 (1) Strategi untuk peningkatan pemberian insentif investasi di bidang pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a, dilakukan dengan cara: 23

24 a. mengembangkan mekanisme keringanan fiskal untuk menarik investasi modal asing dan modal dalam negeri di bidang pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan; dan b. meningkatkan respon positif masyarakat untuk menciptakan iklim investasi yang sehat di bidang pariwisata. (2) Strategi untuk peningkatan kemudahan investasi di bidang pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b, dilakukan dengan cara: a. melaksanakan debirokratisasi investasi di bidang pariwisata; dan b. melaksanakan deregulasi peraturan yang menghambat perizinan. (3) Strategi untuk peningkatan promosi investasi di bidang pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c, dilakukan dengan cara: a. menyediakan informasi peluang investasi di Kawasan Pariwisata; b. meningkatkan promosi investasi di bidang pariwisata di dalam negeri dan di luar negeri; dan c. meningkatkan sinergi promosi investasi di bidang pariwisata dengan sektor terkait. BAB V PEMBANGUNAN PEMASARAN PARIWISATA DAERAH Pasal 27 Arah kebijakan pembangunan pemasaran pariwisata daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b meliputi: a. pemantapan segmen pasar wisatawan massal dan pengembangan segmen ceruk pasar untuk mengoptimalkan pengembangan Kawasan Pariwisata dan dinamika pasar global; b. pengembangan citra pariwisata daerah sebagai Destinasi Pariwisata yang aman, nyaman, dan berdaya saing; c. pengembangan kemitraan pemasaran pariwisata yang terpadu, sinergis, berkesinambungan dan berkelanjutan; dan d. pengembangan promosi pariwisata. Pasal 28 (1) Strategi untuk pemantapan segmen pasar wisatawan massal dan pengembangan segmen ceruk pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, dilakukan dengan cara: 24

25 a. memantapkan segmen pasar wisatawan massal, dengan fokus pengembangan segmen keluarga dan komunitas/tradisi budaya; b. mengembangkan segmen ceruk pasar dengan fokus pengembangan segmen meeting, insentive, converence and exhibition; c. memberikan insentif khusus wisata bagi wisatawan di beberapa objek wisata tertentu; dan d. mengembangkan promosi berbasis tema tertentu. (2) Strategi untuk pengembangan citra pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b, dilakukan dengan cara: a. meningkatkan dan memantapkan pemosisian (positioning) citra pariwisata daerah di antara para pesaing berdasarkan kekuatan karakter geografis, nilai spiritualitas dan kearifan lokal, keanekaragaman hayati alam dan budaya, serta ikon-ikon lain yang dikenal luas baik secara nasional maupun di dunia internasional. b. meningkatkan dan memantapkan peran media dalam meningkatkan citra positif pariwisata daerah. (3) Strategi untuk pengembangan kemitraan pemasaran pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf c, dilakukan dengan cara: a. meningkatkan keterpaduan sinergis promosi antar pemangku kepentingan pariwisata daerah; dan b. mengembangankan strategi pemasaran berbasis pada pemasaran yang bertanggung jawab, yang menekankan tanggung jawab terhadap masyarakat, sumber daya lingkungan dan wisatawan. (4) Strategi untuk pengembangan promosi pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d, dilakukan dengan cara: a. menguatkan fungsi dan peran promosi pariwisata di dalam negeri; b. menguatkan fungsi dan keberadaan promosi pariwisata daerah di luar negeri; dan c. memfasilitasi dan menguatkan dukungan, koordinasi dan sinkronisasi terhadap Badan Promosi Pariwisata Daerah. BAB VI PEMBANGUNAN INDUSTRI PARIWISATA DAERAH Bagian Kesatu Umum 25

26 Pasal 29 Pembangunan Industri Pariwisata daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c meliputi : a. penguatan struktur Industri Pariwisata; b. peningkatan daya saing produk pariwisata; c. pengembangan kemitraan Usaha Pariwisata; d. penciptaan kredibilitas bisnis; dan e. pengembangan tanggung jawab terhadap lingkungan. Bagian Kedua Penguatan Struktur Industri Pariwisata Pasal 30 Arah kebijakan penguatan struktur Industri Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a diwujudkan dalam bentuk penguatan fungsi, hierarki, dan hubungan antar mata rantai pembentuk Industri Pariwisata untuk meningkatkan daya saing Industri Pariwisata. Pasal 31 Strategi penguatan fungsi, hierarki, dan hubungan antar mata rantai pembentuk Industri Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, dilakukan dengan cara: a. meningkatkan sinergitas dan keadilan distributif antar mata rantai pembentuk Industri Pariwisata; b. menguatkan fungsi, hierarki, dan hubungan antar Usaha Pariwisata sejenis untuk meningkatkan daya saing; dan c. menguatkan mata rantai penciptaan nilai tambah antara pelaku Usaha Pariwisata dan sektor terkait. Bagian Ketiga Peningkatan Daya Saing Produk Pariwisata Pasal 32 Peningkatan daya saing produk pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf b, meliputi: a. daya saing DTW; b. daya saing Fasilitas Pariwisata; dan c. daya saing aksesibilitas dan/atau transportasi. Pasal 33 26

27 Arah kebijakan peningkatan daya saing DTW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf a diwujudkan dalam bentuk pengembangan kualitas dan keragaman usaha DTW. Pasal 34 Strategi untuk pengembangan kualitas dan keragaman usaha DTW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dilakukan dengan cara: a. mengembangkan manajemen atraksi; b. memperbaiki kualitas interpretasi; c. menguatkan kualitas produk wisata; dan d. meningkatkan pengemasan produk wisata. Pasal 35 Arah kebijakan peningkatan daya saing Fasilitas Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf b diwujudkan dalam bentuk pengembangan kapasitas dan kualitas fungsi dan layanan Fasilitas Pariwisata yang memenuhi standar nasional dan mengangkat unsur keunikan dan kekhasan lokal. Pasal 37 Strategi untuk pengembangan kapasitas dan kualitas fungsi dan layanan Fasilitas Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilakukan dengan cara: a. mendorong dan meningkatkan standardisasi dan Sertifikasi Usaha Pariwisata; b. mengembangkan skema fasilitasi untuk mendorong pertumbuhan Usaha Pariwisata skala usaha mikro, kecil dan menengah; dan c. mendorong pemberian insentif untuk menggunakan produk dan tema yang memiliki keunikan dan kekhasan lokal. Pasal 37 Arah kebijakan peningkatan daya saing aksesibilitas dan/atau transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf c diwujudkan dalam bentuk pengembangan kapasitas dan kualitas layanan jasa transportasi yang mendukung kemudahan perjalanan wisatawan ke Destinasi Pariwisata. Pasal 38 Strategi untuk pengembangan kapasitas dan kualitas layanan jasa aksesibilitas dan/atau transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 27

28 dilakukan dengan cara meningkatkan etika bisnis dalam pelayanan usaha transportasi pariwisata. Bagian Keempat Pengembangan Kemitraan Usaha Pariwisata Pasal 39 Arah kebijakan pengembangan kemitraan Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c diwujudkan dalam bentuk pengembangan skema kerja sama antara Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat. Pasal 40 Strategi untuk pengembangan skema kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dilakukan dengan cara menguatkan kerja sama perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi antara Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat. Bagian Kelima Penciptaan Kredibilitas Bisnis Pasal 41 Arah kebijakan penciptaan kredibilitas bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf d, diwujudkan dalam bentuk pengembangan manajemen dan pelayanan Usaha Pariwisata yang kredibel dan berkualitas. Pasal 42 Strategi untuk pengembangan manajemen dan pelayanan Usaha Pariwisata yang kredibel dan berkualitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dilakukan dengan cara: a. menerapkan standardisasi dan Sertifikasi Usaha Pariwisata yang mengacu pada prinsip-prinsip dan standar nasional dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal; b. menerapkan sistem yang aman dan tepercaya dalam transaksi bisnis secara elektronik; dan c. mendukung penjaminan usaha melalui regulasi dan fasilitasi. Bagian Keenam Pengembangan Tanggung Jawab Terhadap Lingkungan Pasal 43 Arah kebijakan pengembangan tanggung jawab terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf e diwujudkan dalam bentuk 28

29 pengembangan manajemen Usaha Pariwisata yang mengacu kepada prinsipprinsip Pembangunan pariwisata berkelanjutan, kode etik pariwisata dunia dan ekonomi hijau. Pasal 44 Strategi untuk pengembangan manajemen Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dilakukan dengan cara: a. mendorong tumbuhnya ekonomi hijau di sepanjang mata rantai Usaha Pariwisata; dan b. mengembangkan manajemen Usaha Pariwisata yang peduli terhadap pelestarian lingkungan dan budaya. BAB VII PEMBANGUNAN KELEMBAGAAN KEPARIWISATAAN DAERAH Bagian Kesatu Umum Pasal 45 Pembangunan Kelembagaan Kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d meliputi: a. penguatan Organisasi Kepariwisataan; dan b. pembangunan SDM Pariwisata. Bagian Kedua Penguatan Organisasi Kepariwisataan Pasal 46 Arah kebijakan penguatan Organisasi Kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf a, meliputi: a. reformasi birokrasi kelembagaan dan penguatan mekanisme kinerja organisasi untuk mendukung misi Kepariwisataan sebagai portofolio pembangunan daerah; b. memantapkan Organisasi Kepariwisataan dalam mendukung pariwisata sebagai pilar strategis pembangunan daerah; Pasal 47 (1) Strategi untuk akselerasi reformasi birokrasi kelembagaan dan penguatan mekanisme kinerja organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf a, dilakukan dengan cara: 29

30 a. menguatkan tata kelola Organisasi Kepariwisataan dalam struktur kedinasan; b. menguatkan kemampuan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program Pembangunan Kepariwisataan; dan c. menguatkan mekanisme sinkronisasi dan harmonisasi program Pembangunan Kepariwisataan baik secara internal kedinasan maupun lintas sektor. (2) Strategi untuk pemantapan Organisasi Kepariwisataan dalam mendukung pariwisata sebagai pilar strategis pembangunan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b, dilakukan dengan cara: a. menguatkan fungsi strategis Kepariwisataan dalam menghasilkan pendapatan asli daerah; b. meningkatkan Usaha Pariwisata terkait; c. meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat; dan d. meningkatkan pelestarian lingkungan. Bagian Ketiga Pembangunan SDM Pariwisata Pasal 48 Pembangunan SDM Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf b, meliputi: a. SDM Pariwisata di tingkat Pemerintah Daerah; dan b. SDM Pariwisata di dunia usaha dan masyarakat. Pasal 49 Arah kebijakan Pembangunan SDM Pariwisata di tingkat Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a, diwujudkan dalam bentuk peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM Pariwisata. Pasal 50 Strategi untuk peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM Pariwisata di lingkungan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, dilakukan dengan cara meningkatkan kemampuan dan profesionalitas pegawai bidang Kepariwisataan. Pasal 51 30

31 Arah kebijakan Pembangunan SDM Pariwisata di dunia usaha dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b diwujudkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas SDM Pariwisata. Pasal 52 Strategi untuk Pembangunan SDM Pariwisata di dunia usaha dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, dilakukan dengan cara: a. meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang memiliki sertifikasi kompetensi di setiap Destinasi Pariwisata; dan b. meningkatkan kemampuan kewirausahaan di bidang Kepariwisataan; BAB VIII INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH Pasal 53 (1) Rincian indikasi program pembangunan kepariwisataan daerah tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e dan penanggung jawab pelaksanaannya tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (2) Indikasi program pembangunan kepariwisataan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tahapan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. (3) Dalam pelaksanaan indikasi program pembangunan kepariwisataan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas sebagai penanggung jawab didukung oleh Dinas / Instansi terkait lainnya di Daerah. (4) Dalam pelaksanaan indikasi program pembangunan kepariwisataan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat didukung oleh dunia usaha dan masyarakat. BAB IX PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 54 (1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan RIPPARDA. (2) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara: 31

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 17

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 17 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 17 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

Lebih terperinci

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH KOTA METRO

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH KOTA METRO Menimbang a. : PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH KOTA METRO 2014-2033 b. c. d. Mengingat 1. : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG - 1 -

WALIKOTA SEMARANG - 1 - WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KOTA SEMARANG TAHUN 2015-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH 1 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012 2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH 1 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012 2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH PROVINSI BALI TAHUN

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH PROVINSI BALI TAHUN GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2015-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 5 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2013

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN 2013-2028 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN 2016-2026 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG,

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG, BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN PANDEGLANG TAHUN 2015-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2014-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, Menimbang : a. bahwa kondisi wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2013-2028 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH TAHUN 2013-2023 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015 2025 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 8 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 8 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 8 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 2014-2025

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BENGKULU SELATAN PROVINSI BENGKULU

BUPATI BENGKULU SELATAN PROVINSI BENGKULU BUPATI BENGKULU SELATAN PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU SELATAN NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN PARIWISATA DAERAH KABUPATEN BENGKULU SELATAN TAHUN 2016-2027

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG Presentation by : Drs. BUDIHARTO HN. DASAR HUKUM KEPARIWISATAAN Berbagai macam kegiatan yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN 2013-2028 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

BUPATI AGAM PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI AGAM PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI AGAM PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN TAHUN 2015 2030 DENGAN RAHMAT TAHUN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 12 2013 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2013 2028 Menimbang : a.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 24 TAHUN 2016 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN MEKANISME KERJA FORUM KEPARIWISATAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR: 13 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN PURWOREJO TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR: 13 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN PURWOREJO TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR: 13 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2013 2028 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 2 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 2 TAHUN 2012 PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN 2012 2022 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2017-2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI Visi dan Misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang akan dituangkan dalam visi dan misi Rencana Strategis

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 32 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 32 TAHUN 2010 TENTANG KAMPUNG BUDAYA GERBANG KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN PARIWISATA DAERAH PROVINSI GORONTALO

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN PARIWISATA DAERAH PROVINSI GORONTALO GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN PARIWISATA DAERAH PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 3 2013 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI Visi dan Misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang akan dituangkan dalam visi dan misi Rencana Strategis Tahun 2013-2018, dibangun berdasarkan

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN

GUBERNUR SULAWESI SELATAN -1- SALINAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 Tahun 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATANTAHUN 2015-2030 DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 189 TAHUN : 2015 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 189 TAHUN : 2015 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 189 TAHUN : 2015 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KOTA CIMAHI TAHUN 2014-2024 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUTIR-BUTIR KONSOLIDASI PENYATUAN LANGKAH AKSELERASI PENCAPAIAN SASARAN 2016 per-bidang PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN

BUTIR-BUTIR KONSOLIDASI PENYATUAN LANGKAH AKSELERASI PENCAPAIAN SASARAN 2016 per-bidang PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN BUTIR-BUTIR KONSOLIDASI PENYATUAN LANGKAH AKSELERASI PENCAPAIAN SASARAN 2016 per-bidang PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN RAPAT KERJA NASIONAL PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN 2015 Jakarta, 30 OKTOBER 2015 BUTIR-BUTIR

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PERJALANAN WISATA PENGENALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan terhadap Kebijakan Nasional Rencana program dan kegiatan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pemalang mendasarkan pada pencapaian Prioritas

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Sesuai dengan tujuan dan fokus penelitian yang dikaji dan berdasarkan pada hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga ditarik kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

-1- PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

-1- PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG -1- PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN 2015-2025 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN 2016-2026 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

-1- WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

-1- WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG -1- WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN 2015 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PRESIDEN, Dalam rangka keterpaduan pembangunan kebudayaan dan pariwisata, dengan ini menginstruksikan : Kepada

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN PENUNJANG PARIWISATA BERBASIS EKONOMI KREATIF DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN BREBES

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN BREBES PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN BREBES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa keadaan

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 99 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEBUDAYAAN DAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bantul. Pariwisata, Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bantul. Pariwisata, Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah. 1 2015 No.18,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bantul. Pariwisata, Rencana nduk Pembangunan Daerah. BUPAT BANTUL DAERAH STMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH

Lebih terperinci

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH Nama Instansi : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Alamat : Jalan Tgk. Chik Kuta Karang No.03 Banda Aceh Kode Pos 23121 Telp : (+62 651) 26206, 23692, Fax

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai karunia

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PARIWISATA KOTA BATU DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN 1 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN I. UMUM Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa Indonesia kekayaan berupa sumber daya yang

Lebih terperinci

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur No.104, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DIKBUD. Kebudayaan. Pemajuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6055) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa kekayaan seni-budaya dan keunikan

Lebih terperinci

3.4. AKUTABILITAS ANGGARAN

3.4. AKUTABILITAS ANGGARAN 3.4. AKUTABILITAS ANGGARAN Manajemen pembangunan berbasis kinerja mengandaikan bahwa fokus dari pembangunan bukan hanya sekedar melaksanakan program/ kegiatan yang sudah direncanakan. Esensi dari manajemen

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 VISI DAN MISI Visi adalah kondisi yang dicita-citakan untuk di wujudkan. Secara ontologis, visi merupakan das sollen, yaitu apa yang sebenarnya

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika A. Permasalahan Adapun Permasalahan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA OTORITA DANAU TOBA

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA OTORITA DANAU TOBA SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA OTORITA DANAU TOBA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang :

Lebih terperinci

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KOTA LANGSA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KOTA LANGSA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN QANUN KOTA LANGSA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KOTA LANGSA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

PERATURAN DESA NITA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA NITA,

PERATURAN DESA NITA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA NITA, PERATURAN DESA NITA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA NITA, Menimbang : a. bahwa keanekaragaman, kekhasan dan keunikan tradisi budaya beserta

Lebih terperinci

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA TAHUN 2016 2026 DENGAN

Lebih terperinci

DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016

DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016 DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2016-2021 Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016 DASAR PENYUSUNAN Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10.TAHUN 2009... TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10.TAHUN 2009... TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10.TAHUN 2009... TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 82 TAHUN 2015 TENTANG SADAR WISATA KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013-

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi 2017 adalah : Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- ACEH TAMIANG SEJAHTERA DAN MADANI MELALUI PENINGKATAN PRASARANA DAN SARANA

Lebih terperinci

B A B 5 PROGRAM. BAB 5 Program Program SKPD

B A B 5 PROGRAM. BAB 5 Program Program SKPD B A B PROGRAM.1. Program SKPD Berdasarkan tugas dan fungsi yang melekat pada Satuan Kerja Pelaksana Daerah (SKPD) bidang Kebudayaan dan Pariwisata, maka telah disusun program prioritas unggulan berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 105) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN TENTANG SERTIFIKASI KOMPETENSI

Lebih terperinci

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PRIORITAS PEMBANGUNAN 2017 Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata dalam beberapa dekade terakhir merupakan suatu sektor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi bangsa-bangsa di dunia. Sektor pariwisata diharapkan

Lebih terperinci

-1- BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KEPARIWISATAAN

-1- BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KEPARIWISATAAN -1- BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a b c bahwa

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci