PENGARUH JUMLAH WISATAWAN, TINGKAT HUNIAN HOTEL DAN ANALISIS OBYEK PENDAPATAN PERKAPITA TERHADAP RETRIBUSI JAWA TENGAH PARIWISATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH JUMLAH WISATAWAN, TINGKAT HUNIAN HOTEL DAN ANALISIS OBYEK PENDAPATAN PERKAPITA TERHADAP RETRIBUSI JAWA TENGAH PARIWISATA"

Transkripsi

1 ANALISIS PENGARUH JUMLAH OBYEK WISATA, JUMLAH WISATAWAN, TINGKAT HUNIAN HOTEL DAN PENDAPATAN PERKAPITA TERHADAP RETRIBUSI OBYEK PARIWISATA DI JAWA TENGAH MURTI HANDAYANI Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Dian Nuswantoro Jl.Nakula No 5-11 Semarang ABSTRAKSI Pendapatan obyek wisata merupakan sumber penerimaan obyek pariwisata yang berasal dari retribusi karcis masuk, retribusi parkir dan pendapatan lain-lain yang sah. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui dampak pariwisata terhadap perekonomian daerah dan faktor penentu tingginya tingkat perekonomian daerah adalah melalui berkembangnya pendapatan obyek pariwisata yang diterima masing-masing daerah tersebut. Dimana hal ini dapat menggambarkan situasi perekonomian yang layak dan setiap perjalanan pariwisata akan menguntungkan bagi sisi perekonomian dari suatu daerah yang dikunjungi. Dalam hal ini biasanya kondisi perekonomian di Jawa Tengah cukup baik dan berimbas ke Pendapatan yang tentunya akan meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan retribusi obyek pariwisata di Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini dicapai dengan metode Model analisis Regresi Linear Berganda dengan menggunakan data time series selama lima tahun ( ) dan data cross section sebanyak 30 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Dengan model regresi tersebut diharapkan dapat memperoleh hasil estimasi yang lebih efisien. Dari hasil analisis diketahui bahwa tingkat signifikan 0,003 untuk jumlah obyek wisata, signifikan 0,000 jumlah wisatawan dan signifikan 0,004 pendapatan perkapita dengan tingkat signifikan < 0,05 maka hipotesisnya diterima dan berpengaruh positif terhadap retribusi. Sedangkan tingkat hunian hotel dengan nilai signifikan 0,245 maka hipotesisnya ditolak, karena tingkat probabilitas > 0,05 terhadap pendapatan retribusi obyek pariwisata di 30 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Kata Kunci : Retribusi Obyek Pariwisata, Jumlah Obyek Wisata, Jumlah Wisatawan, Tingkat Hunian Hotel dan Pendapatan Perkapita. PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu sumber pendapatan yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, maka suatu negara tersebut akan mendapatkan pemasukan dari pendapatan setiap obyek wisata tersebut. Pariwisata juga merupakan komoditas yang dibutuhkan oleh setiap individu, karena berwisata bisa menghilangkan kejenuhan, mengetahui peninggalan sejarah dan budaya, bisa berbelanja dan bisnis, (Austriana, 2005). Pariwisata merupakan hal yang

2 komplek dan bersifat unik, karena pariwisata bersifat multidimensi baik fisik, sosial, ekonomi, politik dan budaya. Pariwisata juga menawarkan beragam jenis wisata, mulai dari wisata alam, wisata budaya, wisata sejarah, wisata buatan, hingga beragam jenis wisata yang diminati oleh masyarakat. Menurut Salah Wahab dalam bukunya Tourism Management pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat. Karena dalam proses penyediaan lapangan kerja, standar hidup bagi sektor-sektor produktivitas sangat diminati oleh masyarakat dan sebagai sektor yang kompleks, pariwisata juga menyediakan industri-industri klasik yang meliputi industri kerajinan tangan dan cinderamata, Penginapan dan transportasi yang ekonomis juga dipandang sebagai industri (Salah, 2003). Perkembangan pariwisata juga mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Kegiatan pariwisata menciptakan permintaan, baik konsumsi maupun investasi yang akan menimbulkan kegiatan produksi barang dan jasa. Selama berwisata, wisatawan akan melakukan belanja, sehingga secara langsung menimbulkan permintaan (Tourism Final Demand) pasar barang dan jasa. Secara tidak langsung juga menimbulkan permintaan modal barang dan bahan baku (Investment Derived Demand). Dalam usaha untuk memenuhi permintaan wisatawan diperlukan sarana dan prasarana di bidang transportasi dan komunikasi, perhotelan dan akomodasi lain, industri kerajinan dan industri produk konsumen, industri jasa, rumah makan restoran dan lain-lain (Spillane, 1987). Pariwisata dapat mempengaruhi kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan budaya. Dari sudut sosial bahwa kegiatan pariwisata akan memperluas kesempatan tenaga kerja baik dari kegiatan pembangunan sarana dan prasarana maupun dari berbagai sektor usaha yang langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kepariwisataan. Segi ekonomi bahwa kegiatan pariwisata dapat memberikan sumbangan terhadap penerimaan daerah yang bersumber dari pajak, retribusi parkir dan karcis atau dapat mendatangkan devisa dari para wisatawan mancanegara yang berkunjung. Adanya pariwisata juga akan menumbuhkan usaha-usaha ekonomi yang saling merangkai dan menunjang kegiatannya sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Segi budaya dalam pariwisata merupakan sarana untuk memperkenalkan alam dan kebudayaan daerah tujuan wisata. Dengan sarana inilah dapat mendorong kreativitas rakyat dalam menggali dan meningkatkan serta melestarikan seni budaya daerahnya (Spillane, 1987). Jawa Tengah memiliki banyak obyek wisata yang sangat menarik. yang termasuk obyek wisata di Jawa Tengah antara lain Puri Maerokoco (Taman Mini Jawa Tengah), (Museum Jawa Tengah Ranggawarsita) dan Museum Rekor Indonesia (MURI). Salah satu kebanggaan provinsi ini adalah Candi Borobudur, yakni monumen Buddha terbesar di dunia yang dibangun pada abad ke-9 yang terletak di Kabupaten Magelang. Candi Mendut dan Pawon juga terletak satu kompleks dengan Borobudur. Di kawasan Dieng terdapat kelompok candi-candi Hindu, yang diduga dibangun sebelum era Mataram Kuno. Kompleks Candi Gedong Songo terletak di lereng Gunung Ungaran Kabupaten Semarang. Jumlah Wisatawan yang berkunjung di Jawa Tengah selalu mengalami peningkatan karena para pengunjung tidak hanya berasal dari Jawa Tengah melainkan dari berbagai daerah

3 maupun mancanegara. Setiap wisatawan yang berkunjung ke tempat pariwisata dapat menikmati keindahan dan panorama yang ada di Jawa Tengah. Bagi wisatawan yang datang dari luar daerah telah disediakan Hotel, Losmen dan Penginapan untuk pengunjung yang ingin menginap. Semakin banyak wisatawan yang menyewa kamar hotel maka semakin banyak pula pendapatan yang diperoleh untuk tingkat hunian hotel tersebut (Austriana, 2005). Tingkat Hunian Hotel merupakan suatu keadaan sampai sejauh mana jumlah kamar terjual, jika diperbandingkan dengan seluruh jumlah kamar yang mampu untuk dijual (Austriana, 2005). Dengan tersedianya kamar hotel yang memadai, para wisatawan tidak segan untuk berkunjung ke suatu daerah, terlebih jika hotel tersebut nyaman untuk disinggahi. Sehingga mereka akan merasa lebih aman, nyaman dan betah untuk tinggal lebih lama di daerah tujuan wisata. Oleh karena itu, industri pariwisata terutama kegiatan yang berkaitan dengan penginapan yaitu hotel, baik berbintang maupun melati akan memperoleh pendapatan yang semakin banyak apabila para wisatawan tersebut menginapnya lebih lama. Pendapatan Perkapita merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah dan merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi suatu wilayah. Pada umumnya orang-orang yang melakukan perjalanan wisata mempunyai tingkat sosial ekonomi yang tinggi. Mereka memiliki trend hidup dan waktu senggang serta pendapatan (income) yang relatif besar. Artinya kebutuhan hidup minimum mereka sudah terpenuhi dan mereka mempunyai uang yang cukup untuk membiayai perjalanan wisata. Semakin besar tingkat pendapatan perkapita masyarakat maka semakin besar pula kemampuan masyarakat untuk melakukan perjalanan wisata yang pada akhirnya berpengaruh positif dalam meningkatkan penerimaan daerah sektor pariwisata di Jawa Tengah (Austriana, 2005). Dalam rangka pembangunan daerah, sektor pariwisata memegang peranan penting untuk menentukan dan meningkatkan pembangunan sektor-sektor lain secara bertahap. Keberhasilan pengembangan sektor pariwisata dapat meningkatkan penerimaan pendapatan dan merupakan komponen utama untuk memperbaiki struktur ekonomi dari pembangunan daerah tersebut (Salah, 2003). Pembangunan merupakan suatu proses perubahan kearah yang lebih baik dan harus dilakukan secara terus menerus untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera. Keberhasilan pembangunan nasional yang dilakukan oleh pemerintah, saat ini ditunjang berbagai sektor-sektor pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat yang bisa mengelola berbagai sumber daya yang ada di daerahnya masing-masing dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan mendorong terciptanya peningkatan kegiatan ekonomi di daerah tersebut. Blakely dalam Kuncoro (2004). Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2004 berisikan tentang pembagian wewenang dan fungsi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.UU No. 32 berisi tentang Perimbangan Keuangan dan pengaturan pembagian sumber daya Keuangan antara Pusat dengan Daerah. Kedua Undang-Undang tersebut

4 membawa perubahan pada penyelenggaraan pemerintahan daerah dan memberi peluang untuk menjalankan otonomi daerah sesuai dengan kemampuan daerahnya masing-masing. Kebijakan keuangan pusat dan daerah dilakukan dengan mengikuti pembagian kewenangan (money follows function). Berarti bahwa hubungan keuangan antara pusat dan daerah perlu diatur sedemikian rupa, sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada di daerahnya masing-masing. Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan dari pungutan pajak daerah, retribusi daerah, hasil dari perusahaan daerah, penerimaan dari dinas-dinas dan penerimaan lainnya yang termasuk dalam Pendapatan Asli Daerah yang bersangkutan dan merupakan pendapatan daerah yang sah. Semakin tinggi peranan Pendapatan Asli Daerah maka semakin tinggi pula pendapatan yang diperoleh daerah, ini merupakan cermin keberhasilan usaha atau tingkat kemampuan daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan (Susiana, 2003). Penerimaan pemerintah daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan berasal dari beberapa sumber, salah satu sumber penerimaan sumber tersebut adalah pajak daerah, seperti sektor pariwisata yang bersifat multisektoral, meliputi hotel, restoran, usaha wisata dan perjalanan, pelatihan dan transportasi. Penelitian tentang penerimaan pendapatan daerah telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Namun sasaran penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Satrio, Dicky (2002) tentang perkembangan pendapatan yang diperoleh dari sektor pariwisata di Kabupaten Blora, menggunakan variabel Independen : jumlah rumah makan, jumlah sarana angkutan, jumlah pengunjung, obyek wisata, kamar hotel dan dana pengembangan. Dengan menggunakan uji Regresi linear berganda menunjukkan hasilnya signifikan dan berpengaruh positif terhadap pendapatan pariwisata, kecuali jumlah kamar dan dana pengembangan berpengaruh negatif. dan Penelitian Austriana, Ida (2005) tentang penerimaan daerah dari sektor pariwisata di Jawa Tengah. Dengan variabel jumlah wisatawan, jumlah kamar hotel berbintang dan melati, jumlah sarana angkutan, pendapatan perkapita dan jumlah objek wisata. Dengan menggunakan uji regresi linear berganda menunjukkan hasilnya signifikan dan berpengaruh positif terhadap penerimaaan daerah, kecuali jumlah objek wisata berpengaruh negatif. Sedangkan Penelitian yang dilakukan peneliti saat ini adalah menganalisis pengaruh jumlah obyek wisata, jumlah wisatawan, tingkat hunian hotel dan pendapatan perkapita terhadap pendapatan retribusi obyek pariwisata di Jawa Tengah. Dengan variabel jumlah obyek wisata, jumlah wisatawan, tingkat hunian hotel, dan pendapatan perkapita dengan menggunakan uji regresi linear berganda dengan menunjukkan hasil yang diduga berpengaruh signifikan terhadap pendapatan retribusi obyek pariwisata di Jawa Tengah. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendapatkan prioritas utama dalam rangka memperbaiki struktur ekonomi daerah, serta dapat meningkatkan kemandirian dan daya saing. Dengan demikian diharapkan mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan daerah dari sektor pariwisata. Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka judul dalam penelitian ini adalah:

5 ANALISIS PENGARUH JUMLAH OBYEK WISATA, JUMLAH WISATAWAN, TINGKAT HUNIAN HOTEL DAN PENDAPATAN PERKAPITA TERHADAP PENDAPATAN RETRIBUSI OBYEK PARIWISATA DI JAWA TENGAH Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang terjadi, maka dirumuskan pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh jumlah obyek wisata terhadap pendapatan retribusi obyek pariwisata di Jawa Tengah? 2. Bagaimana pengaruh jumlah wisatawan terhadap pendapatan retribusi obyek pariwisata di Jawa Tengah? 3. Bagaimana pengaruh tingkat hunian hotel terhadap pendapatan retribusi obyek pariwisata di Jawa Tengah? 4. Bagaimana pengaruh pendapatan perkapita terhadap pendapatan obyek pariwisata di Jawa Tengah? Telaah Teori Pendapatan Pariwisata Retribusi Obyek Pendapatan obyek pariwisata adalah merupakan sumber penerimaan obyek pariwisata yang berasal dari retribusi karcis masuk, retribusi parkir dan pendapatan lain-lain yang sah berasal dari obyek pariwisata tersebut. Menurut UU No. 34 tahun 2000 tentang perubahan UU No. 18 tahun 1997 bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan Daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah. Pajak Daerah atau yang disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepala Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah Daerah dan Pembangunan Daerah. Menurut Munawir (1997) Retribusi merupakan iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan ini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah tidak akan dikenakan iuran. Definisi retribusi daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001 tentang retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Kebijaksanaan memungut bayaran untuk barang dan layanan disediakan pemerintah pada masyarakat berpangkal pada efisiensi ekonomis. Teori ekonomi mengatakan, harga barang atau layanan jasa yang diberikan pada masyrakat hendaknya didasarkan pada biaya (marginal cost), yakni biaya untuk melayani konsumen yang terakhir (Devas,dkk 1989:95). Kerangka Konseptual Variabel-variabel yang digunakan dalam pemikiran penelitian Analisis Pendapatan Retribusi Obyek Pariwisata di Jawa Tengah antara lain variabel jumlah obyek wisata, variabel jumlah wisatawan, variabel tingkat hunian hotel dan variabel pendapatan perkapita. Yang dapat digambarkan sebagai berikut :

6 Jumlah Objek Wisata Jumlah Wisatawan Tingkat Hunian Hotel Pendapatan Perkapita Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Hipotesis Penelitian H1 : Jumlah Obyek Wisata berpengaruh terhadap retribusi obyek pariwisata. H2 : Jumlah Wisatawan berpengaruh terhadap retribusi obyek pariwisata. H3: Tingkat Hunian Hotel berpengaruh terhadap retribusi obyek pariwisata. H4: Pendapatan Perkapita berpengaruh terhadap retribusi obyek pariwisata. METODE PENELITIAN Variabel Penelitian Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendapatan retribusi obyek pariwisata di Jawa Tengah, sedangkan variabel independen adalah jumlah obyek wisata, jumlah wisatawan, tingkat hunian hotel dan pendapatan perkapita. Jenis dan Sumber Data Retribusi Obyek Pariwisata Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Kuantitatif yaitu data yang berupa angka-angka yang dapat dihitung berdasarkan pendapatan pertahun yang diperoleh dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Tengah dan Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah. Sedangkan sumber data yang digunakan adalah Data Sekunder. Data yang diperlukan adalah data berupa jumlah obyek wisata, jumlah wisatawan, tingkat hunian hotel, pendapatan perkapita dan pendapatan retribusi obyek pariwisata di Jawa Tengah. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang berupa angka pendapatan retribusi obyek pariwisata di Jawa Tengah tahun dan sumber-sumber tertulis seperti buku, jurnal-jurnal ekonomi yang berkaitan dengan penelitian. Metode Analisis Dalam penelitian ini digunakan analisis kuantitatif. Dalam melakukan pengamatan terhadap variabel yang dianggap mampu untuk menyelesaikan masalah yang terjadi, sehingga data tersebut diolah dengan alat analisis regresi linear berganda yang bertujuan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih. Selain itu, hasil dari analisis dapat menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Analisis regresi ini mempunyai hubungan erat antara variabel dependen (terikat) satu atau lebih dengan variabel independen (variabel penjelas/bebas), dengan tujuan untuk menghasilkan nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai

7 variabel independen yang ditentukan (Gujarati, 2003). Bentuk umum dari persamaan model ini sebagai berikut: Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3+ β4 X4+ e Keterangan: Y = Pendapatan Obyek Pariwisata X1 = Jumlah Obyek Wisata X2 = Jumlah Wisatawan X3 = Tingkat Hunian Hotel X4 = Pendapatan Perkapita α = Konstanta β1 β2 β3 β4 = Koefisien Regresi e = Kesalahan Gangguan / Eror Pembahasan Berdasarkan analisis data diketahui bahwa secara simultan jumlah wisatawan berpengaruh pada retribusi obyek pariwisata, sedangkan jumlah obyek pariwisata, tingkat hunian hotel dan pendapatan perkapita tidak berpengaruh terhadap retribusi obyek pariwisata. Tabel 4.11 Hasil Uji Hipotesis Variabel B T Sig. JOP 0, JW THH PP Pengaruh Jumlah Obyek Wisata terhadap Retribusi Obyek Pariwisata (H1) Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pada tabel 4.11 dapat diketahui bahwa jumlah obyek wisata memiliki tingkat signifikansi 0,003 lebih kecil dari nilai signifikansi 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa jumlah obyek wisata berpengaruh terhadap retribusi obyek pariwisata. Kabupaten/Kota yang menunjukkan jumlah obyek wisata berpengaruh terhadap retribusi, yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Semarang, Kota Semarang. Sebagai salah satu contoh Kabupaten Banyumas pada perhitungan data mentah untuk variabel jumlah obyek wisata menunjukkan angka 9 (2007), 11 (2008), 13 (2009), 12 (2010), 14 (2011). Dengan jumlah obyek wisata yang selalu meningkat dapat dikatakan berpengaruh terhadap retribusi, karena dengan jumlah obyek wisata tersebut pemerintah dapat meningkatkan pendapatan retribusi melalui obyek wisata. Pengaruh Jumlah Wisatawan terhadap Retribusi Obyek Pariwisata (H2) Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pada tabel 4.11 dapat diketahui bahwa jumlah obyek wisata memiliki tingkat signifikansi 0,000 lebih kecil dari nilai signifikansi 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa jumlah wisatawan berpengaruh terhadap retribusi obyek pariwisata. Kabupaten/Kota yang menunjukkan bahwa jumlah wisatawan berpengaruh terhadap retribusi, yaitu Kabupaten Cilacap, Kabupaten Semarang, Kota Pekalongan. Sebagai salah satu contoh Kabupaten Cilacap pada perhitungan data mentah untuk variabel jumlah wisatawan menunjukkan angka (2007), (2008), (2009), (2010), (2011) dengan nilai jumlah wisatawan yang tinggi membuat variabel jumlah wisatawan berpengaruh terhadap retribusi, karena dengan jumlah wisatawan yang tinggi maka dapat menambah pendapatan retribusi.

8 Pengaruh Tingkat Hunian Hotel terhadap Retribusi Obyek Pariwisata (H3) Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pada tabel 4.11 dapat diketahui bahwa tingkat hunian hotel memiliki tingkat signifikansi 0,245 lebih besar dari nilai signifikansi 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tingkat hunian hotel tidak berpengaruh terhadap retribusi obyek pariwisata. Kabupaten/Kota yang menunjukkan bahwa tingkat hunian hotel tidak berpengaruh terhadap retribusi, yaitu Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Grobogan. Sebagai salah satu contoh Kabupaten Wonogiri pada perhitungan data mentah untuk variabel tingkat hunian hotel menunjukkan angka (2007), (2008), (2009), (2010), (2011). Dengan nilai tersebut, tingkat hunian hotel menunjukkan data yang tidak stabil dan selalu mengalami penurunan, sehingga tingkat hunian hotel tidak berpengaruh terhadap retribusi. Pengaruh Pendapatan Perkapita terhadap Retribusi Obyek Pariwisata (H4) Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pada tabel 4.11 dapat diketahui bahwa tingkat hunian hotel memiliki tingkat signifikansi 0,004 lebih kecil dari nilai signifikansi 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan perkapita berpengaruh terhadap retribusi obyek pariwisata. Kabupaten/Kota yang menunjukkan bahwa pendapatan perkapita berpengaruh terhadap retribusi, yaitu Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga. Sebagai salah satu contoh Kabupaten Cilacap pada perhitungan data mentah untuk variabel pendapatan perkapita menunjukkan angka (2007), (2008), (2009), (2010), (2011) dengan nilai pendapatan perkapita yang tinggi membuat variabel jumlah wisatawan berpengaruh terhadap retribusi, karena dengan pendapatan perkapita yang tinggi maka dapat menambah pendapatan retribusi. Simpulan maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Variabel Jumlah Obyek Wisata berpengaruh signifikan terhadap Retribusi Obyek Pariwisata. 2. Variabel Jumlah Wisatawan berpengaruh signifikan terhadap Retribusi Obyek Pariwisata. 3. Variabel Tingkat Hunian Hotel tidak berpengaruh signifikan terhadap Retribusi Obyek Pariwisata. 4. Variabel Pendapatan Perkapita berpengaruh signifikan terhadap Retribusi Obyek Pariwisata. Saran Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat hunian hotel tidak berpengaruh terhadap retribusi. Disarankan kepada Pemerintah Kota/Kabupaten untuk meningkatkan penerimaan potensi pajak hotel, sehingga akan lebih baik jika Pemerintah dapat membuat suatu regulasi yang bertujuan untuk mengatur pertumbuhan hotel dan penetapan pajaknya harus memperhatikan aspek-aspek yang berpengaruh terhadap penerimaan pajak hotel, seperti jumlah kamar dan unit kamar yang terjual. Dari pihak hotel sendiri diharapkan untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan dan fasilitas yang dimiliki untuk lebih dapat meningkatkan tingkat hunian kamar yang dimiliki.

9 Keterbatasan Keterbatasan dalam penelitian ini adalah periode waktu yang digunakan hanya 5 tahun, akan lebih baik jika periode waktunya lama sehingga dapat lebih menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan retribusi obyek pariwisata di Jawa Tengah. Daftar Pustaka Austriana, Ida. 2005, Analisis Faktor yang mempengaruhi Penerimaan Daerah dari Sektor Pariwisata di Jawa Tengah. Jurusan Akuntansi Universitas Diponegoro Semarang Devas, N., Brian Binder, Anne Booth, Kenneth Davey and Roy Kelly Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. (terjemahan oleh Masri Maris) UI- Press. Jakarta Ghozali, Imam Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Empat, Badan Pengelola Universitas Diponegoro Semarang Gujarati, Damodar Basic Econometrics. Mc Graw Hill, New York Harits, Benyamin Peran Administrator Pemerintah Daerah, Efektifitas Penerimaan Retribusi Daerah Pemda Tingkat II Se-Jawa Barat. Prisma, No. 4 Tahun XXIV, Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta Koho Prospek Otonomi Daerah di Negara RI. Cetakan ke 5 PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Kuncoro, Mudarajat, Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi Perencanaan, Strategi dan Peluang, Jakarta: Erlangga Mangkoesoebroto, Guritno Ekonomi Publik. BPFE, Yogyakarta Munawir, S Perpajakan. Liberty, Edisi Kelima Cetakan Kedua. Yogyakarta Pleanggra, Ferry Analisis Pengaruh Jumlah Obyek Wisata, Jumlah Wisatawan dan Pendapatan Perkapita Terhadap Retribusi Obyek Pariwisata 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang Vol.1 No.1 Rudi, Badrudin Menggali Sumber pendapatan Asli Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Membangunan Industri Pariwisata. Kompak.No.3. Hal.1-13 Salah, Wahab Manajemen Kepariwisataan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta Santoso, Bagus Retribusi Pasar sebagai Pendapatan Asli Daerah, Studi Kasus Pasar Kabupaten di Sleman. Prisma, No. 4 Tahun XXIV, Satrio, Dicky Perkembangan Pendapatan Pemerintah Daerah dari Sektor Pariwisata di

10 Kabupaten Blora dan faktor yang Mempengaruhinya. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Sekaran, Uma, Research methods for business. Edisi Empat, Salemba Empat, Jakarta Spillane, James J.DR Pariwisata Indonesia.Yogyakarta : Kanisius Sugiyono Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung Susiana Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Daerah dari Sektor pariwisata, di Kota Surakarta ( ). Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun Tentang Pengertian Pariwisata dan Peraturan yang Berlaku. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun Tentang Peraturan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 66 Tahun Tentang Retribusi Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. proses penyediaan lapangan kerja, standar hidup bagi sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. proses penyediaan lapangan kerja, standar hidup bagi sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu sumber pendapatan yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, maka suatu negara akan mendapatkan pemasukan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi keindahan dan kekayaan alam Indonesia. Pemanfaatan disini bukan berarti

BAB I PENDAHULUAN. potensi keindahan dan kekayaan alam Indonesia. Pemanfaatan disini bukan berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan secara maksimal, termasuk didalamnya terdapat sektor pariwisata. Untuk lebih memantapkan

Lebih terperinci

PENGARUH PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DERAH (Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan Kota Tasikmalaya)

PENGARUH PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DERAH (Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan Kota Tasikmalaya) PENGARUH PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DERAH (Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan Kota Tasikmalaya) ACEP SANI SAEPURRAHMAN 834396 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada jaman modern ini pariwisata telah berubah menjadi sebuah industri yang menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO (United Nations World

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN DAERAH SEKTOR PARIWISATA KOTA BANDA ACEH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN DAERAH SEKTOR PARIWISATA KOTA BANDA ACEH ISSN 2302-0172 10 Pages pp. 39-48 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN DAERAH SEKTOR PARIWISATA KOTA BANDA ACEH Zelvian Shella 1, Said Muhammad 2, Muhammad Nasir 3 1) Magister Ilmu Ekonomi Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Pergantian Pemerintahan dari Orde Baru ke orde Reformasi menuntut pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap jumlah penjualan, laba, lapangan pekerjaan,

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap jumlah penjualan, laba, lapangan pekerjaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata mempunyai berbagai dampak ekonomi. Wisatawan memberikan kontribusi terhadap jumlah penjualan, laba, lapangan pekerjaan, penerimaan pajak dan penghasilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti dan terdiri atas sejumlah individu, baik terbatas maupun tidak terbatas, sedangkan sample adalah bagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan kurun waktu , mengenai Jumlah Wisatawan, Tingkat Hunian

BAB III METODE PENELITIAN. dengan kurun waktu , mengenai Jumlah Wisatawan, Tingkat Hunian BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek/Subyek Penelitian Sehubungan dengan obyek yang akan ditulis, maka populasi dalam penelitian difokuskan di Kabupaten Banjarnegara. Dimana data dalam penelitian ini diperoleh

Lebih terperinci

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN TAHUN

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN TAHUN PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN TAHUN 2002-2010 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

PERANAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN EKSKARESIDENAN BANYUMAS. (Tahun Periode 2006 Sampai 2010)

PERANAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN EKSKARESIDENAN BANYUMAS. (Tahun Periode 2006 Sampai 2010) PERANAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN EKSKARESIDENAN BANYUMAS (Tahun Periode 2006 Sampai 2010) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan

Lebih terperinci

MACHDANIYATUL AZIZAH B

MACHDANIYATUL AZIZAH B PENGARUH KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PAD DALAM MENDUKUNG OTONOMI DAERAH KABUPATEN KLATEN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah yang sesuai dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok

Lebih terperinci

PERAN INDUSTRI PARIWISATA DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN PASURUAN SKRIPSI

PERAN INDUSTRI PARIWISATA DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN PASURUAN SKRIPSI PERAN INDUSTRI PARIWISATA DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN PASURUAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Ekonomi Oleh : Muhimmatun Ni mah 201110180311036

Lebih terperinci

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT ABSTRAK HERLAN SUHERLAN 1) Jawa Barat memiliki potensi besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi, tetapi setelah bergulirnya reformasi maka pola sentralisasi berganti

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi, tetapi setelah bergulirnya reformasi maka pola sentralisasi berganti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang melanda Indonesia membawa dampak yang luar biasa, sehingga meruntuhkan fundamental ekonomi negara dan jatuhnya penguasa pada tahun 1998.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya bagi kesehjateraan manusia yakni pembangunan tersebut. Adapun tujuan nasional

BAB I PENDAHULUAN. daya bagi kesehjateraan manusia yakni pembangunan tersebut. Adapun tujuan nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu cara dalam mensejahterakan hidup manusia pada suatu daerah tertentu dan ekonomi diterapkan sebagai bentuk pengurusan terhadap sumber

Lebih terperinci

DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 1-8

DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 1-8 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme ANALISIS PENGARUH JUMLAH OBYEK WISATA,JUMLAH WISATAWAN DAN PENDAPATAN PERKAPITA TERHADAP PENDAPATAN RETRIBUSI OBYEK PARIWISATA 35 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Pemerintah daerah hendaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Pemerintah daerah hendaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah memiliki sumber daya alam dan potensi masing-masing dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Pemerintah daerah hendaknya dapat menentukan prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Daerah di mana sistem pemerintahan negara yang semula. pembangunan perekonomian daerah setempat.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Daerah di mana sistem pemerintahan negara yang semula. pembangunan perekonomian daerah setempat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan yang dapat menyumbangkan pemasukan bagi

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN 2009-2011 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

KETERKAITAN PENERIMAAN DAERAH DAN PDRB PROPINSI JAMBI (PENDEKATAN SIMULTAN)

KETERKAITAN PENERIMAAN DAERAH DAN PDRB PROPINSI JAMBI (PENDEKATAN SIMULTAN) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.4 Oktober 2011 KETERKAITAN PENERIMAAN DAERAH DAN PDRB PROPINSI JAMBI (PENDEKATAN SIMULTAN) Selamet Rahmadi Dosen Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi. konsumsi maupun investasi yang pada gilirannya akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi. konsumsi maupun investasi yang pada gilirannya akan menimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Usaha memperbesar pendapatan asli daerah, maka program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan

Lebih terperinci

Albertus Adhika Manggala YB. Sigit Hutomo

Albertus Adhika Manggala YB. Sigit Hutomo ANALISIS PERBEDAAN PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, DAN PENDAPATAN ASLI DAERAHSEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA UU NO.28TAHUN 2009 DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI DIY Albertus Adhika Manggala YB. Sigit Hutomo

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sasaran penelitian ini berkaitan dengan obyek yang akan ditulis, maka

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sasaran penelitian ini berkaitan dengan obyek yang akan ditulis, maka BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Obyek/Subyek Penelitian Sasaran penelitian ini berkaitan dengan obyek yang akan ditulis, maka populasi dalam penelitian difokuskan di Kabupaten Banjarnegara. Dimana data

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Metode penelitian merupakan cara penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Sugiyono (2010:2) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan dinamika dan tuntutan perubahan di segala bidang, maka untuk mengantisipasi kesalahan masa lalu, maka dibuatlah UU No: 22 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keleluasaan kepada daerah Kota/kabupaten untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keleluasaan kepada daerah Kota/kabupaten untuk mengurus rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan keleluasaan kepada

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN 1990-2010 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lombok Barat merupakan daerah tujuan wisata di kawasan Provinsi NTB dan merupakan daerah yang diberikan hak otonomi untuk mengelola daerahnya sendiri baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung 1.1.1 Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung Sebagai daerah yang tengah mengembangkan pariwisatanya, Kabupaten Bandung dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber - sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber - sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang diperoleh dari sumber - sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintahan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK DAERAH

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK DAERAH 136 Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol. 18, No. 2, Agustus 2013 IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK DAERAH Muhammad Tahwin Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YPPI Rembang e-mail: tahwinm@yahoo.co.id

Lebih terperinci

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA (Studi pada Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2009-2011 ) NASKAH PUBLIKASI Diajukan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PENETAPAN TARGET PENERIMAAN PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DI KOTA BANDUNG. Oleh :

DASAR-DASAR PENETAPAN TARGET PENERIMAAN PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DI KOTA BANDUNG. Oleh : Ekspansi Jurnal Ekonomi, Keuangan, Perbankan dan Akuntansi Vol. 2, No. 1, Mei 2010, 147-164 DASAR-DASAR PENETAPAN TARGET PENERIMAAN PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DI KOTA BANDUNG Oleh : Usmani Program Studi

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. pari dan wisata. Pari berarti banyak,berkali-kali atau berputar-putar, sedangkan

BAB I. Pendahuluan. pari dan wisata. Pari berarti banyak,berkali-kali atau berputar-putar, sedangkan BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang Pariwisata berasal dari bahasa Sangsakerta, terdiri dari dua suku kata, yatu pari dan wisata. Pari berarti banyak,berkali-kali atau berputar-putar, sedangkan wisata

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR Dwi Wahyu Setyowati Program Studi Pendidikan Akuntansi FPIPS ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang,

Lebih terperinci

Volume 11 Nomor 2 September 2014

Volume 11 Nomor 2 September 2014 Volume 11 Nomor September 014 ISSN 0168537 9 77 0 1 6 8 5 3 7 1 11 Hal. 103 00 Tabanan September 014 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri Tabanan Bali 8171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 PENGARUH JUMLAH KUNJUNGAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah termasuk didalamnya sumber penerimaan asli pada penerimaan PAD

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah termasuk didalamnya sumber penerimaan asli pada penerimaan PAD BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berbentuk data-data yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah termasuk didalamnya sumber penerimaan asli pada penerimaan PAD yang

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN WISATAWAN TERHADAP DAYA TARIK WISATA MALIOBORO KOTA YOGYAKARTA

ANALISIS KEPUASAN WISATAWAN TERHADAP DAYA TARIK WISATA MALIOBORO KOTA YOGYAKARTA ANALISIS KEPUASAN WISATAWAN TERHADAP DAYA TARIK WISATA MALIOBORO KOTA YOGYAKARTA Aris Baharuddin 1, Maya Kasmita 2, Rudi Salam 3 1 Politeknik Informatika Nasional Makassar 2,3 Universitas Negeri Makassar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daerah dan menserasikan laju pertumbuhan antar daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daerah dan menserasikan laju pertumbuhan antar daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan pembangunan daerah pada dasarnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah dan menserasikan laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab ini terdiri dari 3 bagian. Pada bagian pertama diberikan tinjauan pustaka dari penelitian-penelitian sebelumnya. Pada bagian kedua diberikan teori penunjang untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.12 No.3 Tahun 2012

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.12 No.3 Tahun 2012 FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK PERHOTELAN DI KOTA JAMBI Azizah 1 Abstract The aim of the research is to find out the number of room occupants, average tariff per room, and deflator PDRB

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN ASING DAN KURS DOLLAR AMERIKA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DI PROVINSI BALI

PERKEMBANGAN JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN ASING DAN KURS DOLLAR AMERIKA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DI PROVINSI BALI PERKEMBANGAN JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN ASING DAN KURS DOLLAR AMERIKA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DI PROVINSI BALI I NYOMAN WIDHYA ASTAWA dan NI LUH PUTU BUDIARI Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian kewenangan otonomi daerah dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari migas, pajak, non pajak. Dana yang berasal dari rakyat dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari migas, pajak, non pajak. Dana yang berasal dari rakyat dengan jalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada beberapa sumber dana yang dapat diperoleh pemerintah yaitu yang berasal dari migas, pajak, non pajak. Dana yang berasal dari rakyat dengan jalan melakukan

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH (Studi Kasus Pada Kota Di Jawa Barat)

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH (Studi Kasus Pada Kota Di Jawa Barat) PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH (Studi Kasus Pada Kota Di Jawa Barat) Renny Nur ainy 1 Desfitrina 2 Rooswhan Budi Utomo 3 1 Jurusan

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI EVALUASI POTENSI PENDAPATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

JURNAL SKRIPSI EVALUASI POTENSI PENDAPATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI JURNAL SKRIPSI EVALUASI POTENSI PENDAPATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI Zulistiani Universitas Nusantara PGRI Kediri zulis.tiani.zt@gmail.com Abstrak Kota Kediri mempunyai wilayah yang cukup strategis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 butir 5, yang dimaksud dengan otonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

PENGARUH PAJAK DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN TAHUN

PENGARUH PAJAK DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN TAHUN PENGARUH PAJAK DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN TAHUN 2009-2012 Antik Sulistiyani Pendidikan Akuntansi, FIPIPS, IKIP PGRI MADIUN ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. terhadap perekonomian suatu daerah. Berkembangnya sektor pariwisata disuatu daerah akan

BAB I. Pendahuluan. terhadap perekonomian suatu daerah. Berkembangnya sektor pariwisata disuatu daerah akan BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan Salah satu sektor industri yang berpotensi untuk dikembangkan terhadap perekonomian suatu daerah. Berkembangnya sektor pariwisata disuatu daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya

BAB I PENDAHULUAN. wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk negara berkembang yang memiliki penerimaan dari berbagai sumber. Salah satu sumber penerimaan negara yang terbesar yaitu dari penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB IV METODA PENELITIAN BAB IV METODA PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi dan kateristik obyek penelitian, maka penjelasan terhadap lokasi dan waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (independent variable) adalah sumber-sumber penerimaan daerah yang terdiri dari

BAB III METODE PENELITIAN. (independent variable) adalah sumber-sumber penerimaan daerah yang terdiri dari 55 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Adapun yang menjadi obyek penelitian sebagai variabel bebas (independent variable) adalah sumber-sumber penerimaan daerah yang terdiri dari PAD, transfer

Lebih terperinci

JURNAL NOMINAL / VOLUME IV NOMOR 2 / TAHUN 2015

JURNAL NOMINAL / VOLUME IV NOMOR 2 / TAHUN 2015 PENGARUH PENDAPATAN SEKTOR PARIWISATA TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAERAH DI PROVINSI DIY DENGAN PERTUMBUHAN USAHA KECIL MENENGAH (UKM) SEBAGAI VARIABEL INTERVENING Merynda Puspitaningrum Program Studi Akuntansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Repulik Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah, hal ini terlihat dengan diberikannya keleluasaan kepada kepala

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Pemberlakuan undang - undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah, undang - undang Nomor 33 tahun 2004 tentang

BAB I. Pendahuluan. Pemberlakuan undang - undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah, undang - undang Nomor 33 tahun 2004 tentang BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pemberlakuan undang - undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, undang - undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten Bekasi merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah didanai dengan adanya Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah,

Lebih terperinci

AKMENIKA UPY, Volume 2, 2008

AKMENIKA UPY, Volume 2, 2008 KONTRIBUSI PENDAPATAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN BANTUL (Periode 1996/1997 2005) Abstrak Supardi Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1). kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan, baik di sektor publik maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). Pembangunan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... iii KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR. xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii Halaman

Lebih terperinci

PENGARUH PAJAK HOTEL, PAJAK RESTORAN DAN PAJAK HIBURAN TERHADAP PENINGKARAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERIODE

PENGARUH PAJAK HOTEL, PAJAK RESTORAN DAN PAJAK HIBURAN TERHADAP PENINGKARAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERIODE PENGARUH PAJAK HOTEL, PAJAK RESTORAN DAN PAJAK HIBURAN TERHADAP PENINGKARAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERIODE 2012-2016 JURNAL PENELITIAN Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Teori Pembangunan Daerah Pembangunan daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuksuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. berbatasan dengan Laut Jawa, Selatan dengan Samudra Indonesia, Timur dengan

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. berbatasan dengan Laut Jawa, Selatan dengan Samudra Indonesia, Timur dengan BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Sampel Provinsi Jawa Timur mempunyai 229 pulau dengan luas wilayah daratan sebesar 47.130,15 Km2 dan lautan seluas 110.764,28 Km2. Wilayah ini membentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian suatu daerah dalam pembangunan nasional merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah merupakan landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang perkembangannya memicu sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain menghasilkan produk-produk yang

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI CINDERAMATA DAN MAKANAN OLEH-OLEH DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR TKP Oleh: RINAWATI NUZULA L2D

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI CINDERAMATA DAN MAKANAN OLEH-OLEH DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR TKP Oleh: RINAWATI NUZULA L2D PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI CINDERAMATA DAN MAKANAN OLEH-OLEH DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR TKP- 481 Oleh: RINAWATI NUZULA L2D 000 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru dengan dikeluarkannya Undangundang No.22 tahun 1999 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI Oleh: Muhammad Alfa Niam Dosen Akuntansi, Universitas Islam Kadiri,Kediri Email: alfa_niam69@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memiliki peran yang sangat besar bagi pengembangan pembangunan Kota

BAB I PENDAHULUAN. dan memiliki peran yang sangat besar bagi pengembangan pembangunan Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata telah menjadi salah satu sektor yang telah menjadi suatu industri dan memiliki peran yang sangat besar bagi pengembangan pembangunan Kota Bandung. Kota Bandung

Lebih terperinci

Disusun Oleh. Bambang Ali Nurdin PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SILIWANGI ABSTRAK

Disusun Oleh. Bambang Ali Nurdin PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SILIWANGI ABSTRAK PENGARUH PENERIMAAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN DINAS PERHUBUNGAN (Studi kasus pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tasikmalaya)

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis model Fixed Effect beserta pengujian hipotesisnya yang meliputi uji serempak (uji-f), Uji signifikansi parameter individual (Uji

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI. Oleh: N U R D I N Dosen STIE Muhammadiyah Jambi ABSTRAK

KAJIAN PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI. Oleh: N U R D I N Dosen STIE Muhammadiyah Jambi ABSTRAK KAJIAN PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI Oleh: N U R D I N Dosen STIE Muhammadiyah Jambi ABSTRAK Penelitian ini mengambil judul kajian Pengaruh Belanja Daerah Terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah menerapkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah Pembangunan Nasional. Pembangunan

Lebih terperinci

DEVI ARDIANTI

DEVI ARDIANTI PENGARUH PAJAK HOTEL, PAJAK HIBURAN DAN PAJAK PENERANGAN JALAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK PERIODE TAHUN 2011-2014 JURNAL PENELITIAN Diajukan Untuk Memenuhi Salah

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Tingkat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. wisata, jumlah wisatawan dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. wisata, jumlah wisatawan dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan analisis mengenai pengaruh jumlah obyek wisata, jumlah wisatawan dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap retribusi daerah

Lebih terperinci

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

FAKTOR PENENTU PENERIMAAN PAJAK PERHOTELAN DI KOTA PAREPARE. A Decisive Factor Tax Revenue of HotelsiIn Parepare City

FAKTOR PENENTU PENERIMAAN PAJAK PERHOTELAN DI KOTA PAREPARE. A Decisive Factor Tax Revenue of HotelsiIn Parepare City FAKTOR PENENTU PENERIMAAN PAJAK PERHOTELAN DI KOTA PAREPARE A Decisive Factor Tax Revenue of HotelsiIn Parepare City A. Azinar Muqaddas R., A. Karim Saleh dan Madris ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 dan tahun Bahkan pada tahun 2009 sektor pariwisata. batu bara, dan minyak kelapa sawit (Akhirudin, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 dan tahun Bahkan pada tahun 2009 sektor pariwisata. batu bara, dan minyak kelapa sawit (Akhirudin, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor strategis dalam pengembangan perekonomian Indonesia adalah sektor pariwisata. Selain sebagai salah satu sumber penerima devisa, sektor ini juga dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah sangat luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta susunan masyarakatnya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT MELALUI PEMBENTUKAN CLUSTER WISATA TUGAS AKHIR. Oleh: MEISKE SARENG KELANG L2D

PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT MELALUI PEMBENTUKAN CLUSTER WISATA TUGAS AKHIR. Oleh: MEISKE SARENG KELANG L2D PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT MELALUI PEMBENTUKAN CLUSTER WISATA TUGAS AKHIR Oleh: MEISKE SARENG KELANG L2D 605 199 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. (Pendapatan Asli Daerah) pada kabupaten/ kota di Provinsi DIY tahun

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. (Pendapatan Asli Daerah) pada kabupaten/ kota di Provinsi DIY tahun BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menganalisis pengaruh JKW (Jumlah Kunjungan Wisatawan), JOW (Jumlah Obyek Wisata) dan PP (Pendapatan Perkapita) terhadap PAD (Pendapatan Asli Daerah)

Lebih terperinci