HUBUNGAN POSITIF UKURAN TUMOR, GRADE INVASI URETRA, INVASI INTRA VASA, INVASI PERINEURAL DAN OVEREKSPRESI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN POSITIF UKURAN TUMOR, GRADE INVASI URETRA, INVASI INTRA VASA, INVASI PERINEURAL DAN OVEREKSPRESI"

Transkripsi

1 TESIS HUBUNGAN POSITIF UKURAN TUMOR, GRADE, INVASI URETRA, INVASI INTRA VASA, INVASI PERINEURAL DAN OVEREKSPRESI COX-2 PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA PENIS DENGAN TERJADINYA METASTASIS KE KELENJAR GETAH BENING INGUINAL DESAK PUTU OKI LESTARI PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

2 TESIS HUBUNGAN POSITIF UKURAN TUMOR, GRADE, INVASI URETRA, INVASI INTRA VASA, INVASI PERINEURAL DAN OVEREKSPRESI COX-2 PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA PENIS DENGAN TERJADINYA METASTASIS KE KELENJAR GETAH BENING INGUINAL DESAK PUTU OKI LESTARI NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 i

3 HUBUNGAN POSITIF UKURAN TUMOR, GRADE, INVASI URETRA, INVASI INTRA VASA, INVASI PERINEURAL DAN OVEREKSPRESI COX-2 PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA PENIS DENGAN TERJADINYA METASTASIS KE KELENJAR GETAH BENING INGUINAL Tesis untuk memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana DESAK PUTU OKI LESTARI NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 ii

4 Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 11 Maret 2014 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No: 0518/UN14.4/HK/2014 Tertanggal 4 Maret 2014 Ketua: dr. I Ketut Mulyadi, Sp. PA (K) Anggota: 1. dr. Moestikaningsih, Sp. PA (K) 2. Prof. Dr. dr. N. Adiputra, M.OH 3. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, PH.D 4. dr.aaa. N. Susraini, Sp.PA (K) iii

5 LEMBAR PENGESAHAN TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 11 MARET 2014 Pembimbing I Pembimbing II dr. I Ketut Mulyadi, Sp.PA (K) dr. Moestikaningsih, Sp.PA (K) NIP NIP Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Prof.Dr.dr.Wimpie I Pangkahila,Sp.And.FAAC NIP Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,Sp.S(K) NIP iv

6 v

7 UCAPAN TERIMA KASIH Om Swastyastu, Atas asung wara kerta nugraha Ida Shang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, didorong oleh pemikiran yang luhur maka tesis dengan judul Hubungan Positif Ukuran Tumor, Grade, Invasi Uretra, Invasi Intra Vasa, Invasi Perineural dan Overekspresi COX-2 Pada Karsinoma Sel Skuamosa Penis dengan Terjadinya Metastasis ke Kelenjar Getah Bening Inguinal dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini dapat terlaksana berkat bantuan, bimbingan dan masukan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat: dr I Kt Mulyadi Sp.PA (K) sebagai pembimbing utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan semangat, dorongan, bimbingan dan saran dari awal pendidikan hingga selesainya tesis ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya pula saya ucapkan kepada dr.moestikaningsih. Sp.PA (K) selaku pembimbing II yang selalu memberikan semangat, masukan dan saran kepada penulis. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KE dan kepada Dekan Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. I Putu Astawa Sp.OT (K), M.KES atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pasca Sarjana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K), serta Ketua Program Studi Ilmu Biomedik yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp. And, FAACS atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswi pada Program Studi Pasca Sarjana Universitas Udayana. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Direktur RSUP Sanglah Denpasar yang dijabat oleh dr Anak Ayu Sri Saraswati, MKES atas diberikannya vi

8 ijin untuk melakukan penelitian di Laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar. Dengan rasa hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada para penguji tesis yaitu Prof. Dr. dr. N. Adiputra, M.OH., Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D., dr. AAA.N. Susraini, Sp.PA (K) yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, koreksi dan bimbingannya sehingga terwujud tesis ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan trimakasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh staf dosen di Bagian/ SMF Patologi Anatomi/ FK Unud/ RSUP Sanglah yang telah membimbing, memberi masukan dan saran kepada penulis. Penulis juga menyampaikan ucapan trimakasih banyak kepada Ayah dan ibu yang senantiasa dengan tulus ikhlas menyemangati, mendoakan dan memberikan dorongan agar selesainya tugas ini. Akhirnya terimakasih juga kepada suami tercinta dr. I. Nym. Putu Riasa Sp.BP (K) REK dan anak-anak tersayang Putu Kania Iswari Niramayah dan Nyoman Bima Dananjaya, penulis banyak belajar dari mereka untuk selalu berusaha melakukan segala sesuatu dengan tulus ikhlas dan dipenuhi keinginan untuk bekerja dan memberikan yang terbaik. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Om, Santih, Santih, Santih, Om Denpasar, Februari 2014 Penulis Desak Putu Oki Lestari vii

9 ABSTRAK Hubungan Positif Ukuran Tumor, Grade, Invasi Uretra, Invasi Intra Vasa, Invasi Perineural dan Overekspresi COX-2 Pada Karsinoma Sel Skuamosa Penis dengan Terjadinya Metastasis Ke Kelenjar Getah Bening Inguinal Kanker penis masih merupakan masalah kesehatan di Bali. Metastasis ke KGB inguinal mencerminkan out come pasien karsinoma sel skuamosa (KSS) yang lebih buruk. Prognosis klinikopatologi dan marka biologi COX-2 penting dipakai sebagai faktor prediktif terjadinya metastasis ke KGB inguinal. Tujuan penelitian ini untuk dapat mengetahui hubungan antara faktor prognosis kliniko-patologi (ukuran tumor, grade, invasi uretra, invasi intra vasa, invasi perineural) dan marka biologi COX-2 dihubungkan dengan adanya metastasis ke KGB inguinal pada KSS penis. Penelitian crossectional memakai 47 sampel KSS penis dari operasi penektomi beserta limfadenektomi KGB inguinal dari tahun 2008 sampai 2013 di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu KSS dengan metastasis positif dan negatif, dilakukan diagnosis ulang faktor prognosis klinikopatologi (ukuran tumor, grade, invasi uretra, invasi intra vasa, invasi perineural) dan pulasan imunohistokimia COX-2. Metastasis positif ditemukan pada 16 kasus dan sisanya 31 kasus dengan metastasis negatif. Hasil uji Chi Square penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara metastasis dengan ukuran tumor 5 cm (p=0,002), grade (p=0,002), invasi uretra (p=0,014), invasi intra vasa (nilai p=0,00), invasi perineural (p=0,00). Ekspresi COX-2 skor 2+3 menunjukkan risiko lebih tinggi untuk terjadinya metastasis dibandingkan dengan skor 0+1 (p=0,00). Terdapat hubungan positif antara faktor prognosis kliniko-patologi (ukuran tumor, grade, invasi uretra, invasi perineural) dan marka biologi COX-2, sehingga penting ditetapkan untuk memprediksi terjadinya metastasis ke KGB inguinal pada pasien KSS penis. viii

10 Kata kunci: Skuamous Sel Karsinoma Penis, Metastasis KGB inguinal, Faktor Prognosis Klinikopatologi, COX-2 ix

11 ABSTRACT POSITIVE CORRELATION TUMOR SIZE, GRADE, URETRAL INVASION, INTRA VASA INVASION, PERINEURAL INVASION, AND COX-2 OVEREXPRESSION IN SQUAMOUS CELLS CARCINOMA OF THE PENIS WITH INGUINAL LYMPH NODE METASTASIS Penile cancer was a health problem in Bali. Inguinal lymph node metastasis reflected poorly out come in squamous cell carcinoma (SCC) patients. Clinicopathology and biological marker of COX-2 were used as important predictive factor for inguinal lymph node metastasis. The aim of this study was to find out relationship between clinico-pathological prognostic factors (tumor size, grade, invasion of urethral, intra vasa invasion, perineural invasion) and COX-2 biological markers in SCC penis associated with metastasis to inguinal lymph node. This cross sectional study included 47 sample of SCC penis specimen from penectomy with inguinal lymphadenectomy from 2008 until 2013 in Anatomical Pathology Laboratory Sanglah Hospital Denpasar. Sample of this study was divided into 2 groups: SCC with positive and negative metastasis, which examined in clinicopathological prognositic (tumor size, grade, urethral invasion, intra vasa invasion, perineural invasion) and Immunohistochemistry COX-2 staining. Positive metastasis was found in 16 cases and the remaining 31 cases with negative metastasis. Chi Square test analysis of this study showed a significant correlation between the metastatis tumor size 5 cm (p = 0.002), grade (p = 0.002), invasion of the urethra (p = 0.014), intra vasa invasion (p = 0.00), perineural invasion (p = 0.00). COX-2 expression score 2+3 had higher risk on occurrence of metastases if compared with score of 0+1 (p= 0.00). There were positive correlation between clinic-pathologic prognostic factors (tumor size, grade, urethral invasion, perineural invasion) and biological markers of COX-2, hence its important to predict the occurrence of metastases to inguinal lymph nodes in penile SCC patients. x

12 Keywords: Squamous Cell Carcinoma Penis, Inguinal Lymph Nodes Metastasis, Clinicopathologic Prognosis Factor, COX-2 xi

13 DAFTAR ISI Halaman Judul... i Prasyarat Gelar... Lembar Pengesahan Tesis... Lembar Pernyataan Bebas Plagiat... UCAPAN TERIMA KASIH... ii iii v vi ABSTRAK... viii ABSTRACT... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR TABEL... xix DAFTAR SINGKATAN... xxi DAFTAR LAMPIRAN... xxiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian... 8 xii

14 1.4.1 Manfaat Akademik Manfaat Praktis... 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Karsinoma Sel Skuamosa Klasifikasi Tumor Penis Epidemiologi Etiologi Inflamasi dan Berkembangnya Kanker Faktor risiko Metastasis Faktor prognosis KSS penis Derajat Diferensiasi Invasi Perineural Invasi Intra Vasa Invasi Uretra Lokasi Anatomi Ukuran Tumor Primer Sub Tipe Histologi Ada Tidaknya Infeksi HPV atau Koilositosis Tepi Reseksi yang Positif Cyclooxigenase -2 (COX-2) BAB III KERANGKA PIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN.. 37 xiii

15 3.1 Kerangka Berpikir Konsep Penelitian Hipotesis Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Populasi Penelitian Populasi Target Populasi Terjangkau Sampel Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi Perhitungan dan Cara Pengambilan Sampel Identifikasi Variable Penelitian Variabel Bebas Variabel Tergantung Definisi Operasional Variabel Prosedur Penelitian Skema Alur Penelitian Analisis Data BAB V HASIL PENELITIAN Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Umur Pasien xiv

16 5.2 Distribusi Kasus Berdasarkan Karakteristik Subyek Penelitian Distribusi Kasus Berdasarkan Karakteristik Ukuran Tumor dan Metastasis ke KGB Inguinal Distribusi Kasus Berdasarkan Karakteristik Derajat Diferensiasi Tumor dan Metastasis ke KGB Inguinal Distribusi Kasus Berdasarkan Karakteristik Invasi Uretra dan Metastasis ke KGB Inguinal Distribusi Kasus Berdasarkan Karakteristik Invasi Intra Vasa dan Metastasis ke KGB Inguinal Distribusi Kasus Berdasarkan Karakteristik Invasi Invasi Perineural dan Metastasis ke KGB Inguinal Distribusi Kasus Berdasarkan Karakteristik Ekspresi COX-2 dan Metastasis ke KGB Inguinal Hubungan Antara Variabel BAB VI PEMBAHASAN Distribusi Kasus Berdasarkan Umur Pasien Distribusi Kasus Berdasarkan Ukuran Tumor dan Metastasis ke KGB Inguinal Distribusi Kasus Berdasarkan Karakteristik Derajat Diferensiasi Tumor dan Metastasis ke KGB Inguinal Distribusi Kasus Berdasarkan Karakteristik Invasi Uretra dan Metastasis ke KGB Inguinal Distribusi Kasus Berdasarkan Karakteristik Invasi Intra Vasa xv

17 dan Metastasis ke KGB Inguinal Distribusi Kasus Berdasarkan Karakteristik Invasi Invasi Perineural dan Metastasis ke KGB Inguinal Distribusi Kasus Berdasarkan Karakteristik Ekspresi COX-2 dan Metastasis ke KGB Inguinal BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xvi

18 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Jumlah penderita KSS Penis dari seluruh sentra patologi di wilayah Bali tahun Gambar 2.2 Rentang usia penderita KSS penis dari tahun di seluruh wilayah Bali tahun Gambar 2.3 Sebaran penderita KSS penis diseluruh kabupaten di Bali tahun Gambar 2.4 Ringkasan mekanisme inflamasi dan berkembangnya kanker Gambar 2.5 Struktur anatomi penis Gambar 2.6 Invasi perineural Gambar 2.7 Invasi intra limfatik Gambar 2.8 Aktivitas PGE 2 memicu terbentuknya tumor Gambar 2.9 Cyclooxygenase-2 menunjukkan overekspresi pada PIN (Penile Intrapithelial Neoplasm) dan KSS penis Gambar 3.1 Bagan Kerangka Berpikir Gambar 3.2 Bagan Konsep Penelitian Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian Gambar 4.2 Skema Alur Penelitian Gambar 5.1 Grafik Distribusi Kasus KSS Penis Berdasarkan Kelompok Umur pada Metastasis ke KGB Inguinal Positif dan Negatif Gambar 5.2 Intensitas Pewarnaan COX-2 Ringan Gambar 5.3 Intensitas Pewarnaan COX-2 Sedang xvii

19 Gambar 5.4 Intensitas Pewarnaan COX-2 Sedang Gambar 6.1 Sebaran infiltra radang plasma limfositik padat disekitar masa tumor Gambar 6.2 Immunoreaktivitas COX-2 terpulas lebih kuat pada bagian tepi pulau-pulau solid yang lebih infiltratif Gambar 6.3 Kasus 0656 PP Overekpresi COX-2 ditemukan pada tumor yang, lebih discohesive dengan pola spike invasion xviii

20 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Klasifikasi WHO Tumor Penis Tabel 2.2 Konsep Molekuler Karsinogenesis Karsinoma Penis Tabel 2.3 Jumlah Biopsi dan penektomi kasus KSS penis seluruh Bali Tabel 2.4 Sistem scoring KSS penis Tabel 2.5 Insiden Metastasis ke KGB Inguinal Berhubungan dengan Derajat Diferensiasi KSS penis Tabel 4.1 Perhitungan Besar Sampel Berdasarkan Prevalensi Per-Variabel Penelitian dengan Menggunakan Rumus Araoye (2003) Tabel 5.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Kelompok Umur dengan status Metastasis ke KGB Inguinal Tabel 5.2 Rerata Umur Penderita KSS Penis Tabel 5.3 Analisis Uji Chi Square Hubungan Antara Ukuran Tumor dengan Metastasis ke KGB Inguinal dengan Uji Chi-Square Tabel 5.4 Perbedaan Rerata Ukuran Tumor antara Kelompok Metastasis ke KGB Inguinal Positif dan Negatif Tabel 5.5 Analisis Uji Chi Square Derajat Diferensiasi (Grade) dengan Metastas ke KGB Inguinal Tabel 5.6 Analisis Uji Fisher Hubungan Grade 3,2,1 dan Metastasis ke KGB Inguinal xix

21 Tabel 5.7 Analisis Uji Chi Square Hubungan Grade 3 dan2 dengan Metastasis ke KGB Inguinal Tabel 5.8 Analisis Uji Chi Square Hubungan Antara Invasi Uretra dengan Metastasis ke KGB Inguinal Tabel 5.9 Analisis Uji Chi Square Hubungan Antara Invasi Intra Vasa dan Metastasis ke KGB Inguinal Tabel 5.10 Tabel Hubungan Antara Invasi Perineural dengan Metastasis ke KGB Inguinal dengan Uji Chi Square Tabel 5.11 Distribusi kasus berdasarkan Skor IHK COX-2 dan Metastasis ke KGB Inguinal Tabel 5.12 Analisa Uji Chi Square Hubungan Antara Ekspresi COX-2 dan Metastasis ke KGB Inguinal Tabel 5.13 Hubungan Korelasi Antar Variabel dengan Uji Korelasi Spearman xx

22 DAFTAR SINGKATAN ALB : The tunica albuginea APC : Antigen Poliposis Colon CC : Corpus Cavernosum CI : Confident Interval COS : Coronal Sulcus COX-2 : Cyclooxigenase-2 CS : Corpus Spongiosum DT : Dartos E : Epitel EGFR : Epidermal Growth Factor Reseptor F : Foreskin GL : Glans G : Grade HPV : Human Papillomavirus IFN- α : Interferon- α IHK : Imuno histo kimia IL-1 : Inter Leukin-1 IL-2 : Inter Leukin-2 KGB : Kelenjar Getah Bening KSS : Karsinoma Sel Skuamosa LP : Lamina propria MAPK : Mitogen Activated Protein Kinase xxi

23 MMP : Matriks Metaloproteinase NFAT : Nuclear Factor of Activated T Cell PG : Prostaglandin PGE 2 : Prostaglandin E 2 PGI 2 : Prostasiklin I 2 PI3K : Phosfathydil Inositol 3 Kinase PIN : Penile Intrapithelial Neoplasm PLA 2 : Phospholipase A 2 PPAR : Peroxisom Proliferator Activated Receptor PUVA : Psoralen with Ultraviolet A OR : Odds Ratio ROS : Reactive oxsigen species SCC : Squamous Cells Carcinoma TGF : Transforming Growth Factor TNF : Tumor Necrozing Factor Tx : Tromboxan TxA 2 : Tromboxan A2 u-pa : Urokinase-type Plasminogen Activator VEGF-A : Vasculer Endothelial Growth Factor-A WHO : World Health Organization xxii

24 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Rencana Tabel Hasil Pemeriksaan Ukuran tumor, Derajat Diferensiasi, Invasi Uretra, Invasi Intra Vaskuler, Invasi Perineural dan Ekspresi COX Lampiran 2. Tabel Data KSS penis Lampiran 3. Daftar Gambar Metastasis ke KGB inguinal, Grade, Invasi Uretra, Invasi Intra Vasa, Invasi Perineural, dan Ekspresi COX- 2 penis Lampiran 4. Tabel Nilai Kemaknaan Hubungan antara Ukuran Tumor, Grade, Invasi Uretra, Invasi Intra Vasa, Invasi Perineural dan Ekspresi COX-2 dengan terjadinya Metastasis ke KGB Inguinal pada KSS Penis Lampiran 5. Analisa Data Hasil Pemeriksaan Ukuran Tumor dan Metastasis ke KGB Inguinal Lampiran 6. Analisa Data Hasil Pemeriksaan Grade dan Metastasis ke KGB Inguinal Lampiran 7. Analisa Data Hasil Pemeriksaan Invasi Uretra dan Metastasis ke KGB Inguinal Lampiran 8. Analisa Data Hasil Pemeriksaan Invasi Intra Vasa dan Metastasis ke KGB Inguinal Lampiran 9. Analisa Data Hasil Pemeriksaan Invasi Perineural dan Metastasis ke KGB Inguinal xxiii

25 Lampiran 10. Analisa Data Hasil Pemeriksaan Ekspresi COX-2 dan Metastasis ke KGB Inguinal Lampiran 11. Analisis Uji Spearman Korelasi Antar Variabel Lampiran 12. Nomogram untuk Memprediksi Probapilitas Terjadinya Metastasiske KGB Inguinal pada KSS Penis Lampiran 13. Keterangan Kelaikan Etik (Etichal Clearence) Lampiran 14. Surat Ijin Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar xxiv

26 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker penis masih merupakan masalah kesehatan di Bali. Karsinoma adalah keganasan tersering pada penis dan pola penyebarannya sebagian besar secara limfogen menuju ke kelenjar getah bening (KGB) terdekat. Metastasis ke KGB inguinal merupakan faktor prognosis yang amat penting dan mencerminkan out come pasien karsinoma penis. Keputusan untuk melakukan diseksi KGB oleh klinisi tidaklah mudah mengingat tingginya morbiditas pasien. Informasi tentang prognosis kliniko-patologi dan marka biologi prediktif sangat diperlukan oleh klinisi untuk penanganan karsinoma penis selanjutnya antara lain mengambil keputusan melakukan limfadektomi, membantu memahami keparahan penyakit pasien, memprediksi terjadinya kekambuhan dan kelangsungan kehidupan pasien. Kanker penis merupakan keganasan yang jarang di dunia barat, insidennya menurut WHO berkisar antara 0,3 1/ penduduk. Insiden tertinggi terdapat di Paraguay, Amerika Selatan dengan nilai age-standardized rate (ASR) 4,2/ penduduk. Puncak insiden pada usia 60 tahun (Cubilla et al., 2004, Morris et al., 2011). Kanker penis merupakan keganasan yang insidennya paling tinggi di Bali dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, yaitu pada tahun 2009 menduduki urutan ke-2 setelah kanker prostat, insiden relatif karsinoma penis di Bali sebesar 4,096/ penduduk laki-laki (Ditjen Yan Med, ). 1

27 2 Keganasan pada penis dapat berasal dari epitel, melanositik, mesenkim dan hematopoetik. Karsinoma sel skuamosa (KSS) merupakan keganasan tersering yang berasal dari epitel skuamous terutama berasal dari epitel yang melapisi glans penis, sulkus koronarius dan preputium (Cubilla et al., 2004). Proses karsinogenesis karsinoma penis secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu disebabkan oleh infeksi Human Papilomavirus (HPV) terutama tipe high risk (16 dan 18) dan bukan HPV. Lesi yang berasal dari bukan HPV dapat berasal dari lesi prekursor, hipermethylasi gen promoter, kerusakan gen p53 dan inflamasi yang diinduksi oleh bukan virus yaitu disebabkan oleh progresi dari lesi inflamasi kronis (Heideman et al., 2012). Tingginya insiden karsinoma penis di Bali sebagian besar berhubungan dengan riwayat fimosis (87%), infeksi traktus urinarius (72%) dan tidak disirkumsisi (Kusmawan et al., 2012). Penanganan diseksi KGB elektif pada pasien karsinoma penis di Bali masih beragam. Dari hasil tinjauan ulang 37 kasus penektomi disertai dengan diseksi KGB di beberapa sentra pemeriksaan patologi anatomi menunjukkan 10 kasus (27%) positif mengandung metastasis dan sisanya 27 kasus (73%) menunjukkan negatif. Hal ini menunjukkan bahwa angka morbiditas limfadektomi pada pasien KSS penis masih cukup tinggi di Bali. Prognosis pasien KSS sangat penting ditetapkan mengingat semakin banyak KGB yang mengandung metastasis maka prognosisnya akan semakin buruk dan semakin menurunnya survival 5 tahun seiiring dengan bertambah jumlah KGB yang positif mengandung metastasis (Novara et al., 2006). Limfadektomi dapat dilakukan untuk tujuan profilaksis atau pada KGB yang positif mengandung

28 3 metastasis. Limfadektomi untuk tujuan profilaksis mengakibatkan risiko morbiditas yang tinggi namun dapat dilakukan pada kasus dimana faktor-faktor prognosis histopatologi menunjukkan besar kemungkinan terjadinya metastasis. Untuk mengetahui adanya metastasis pada KGB yang palpable dapat dilakukan pemeriksaan biopsi jarum halus. Dynamic sentinel node biopsy dapat dilakukan pada KGB yang non palpable. Hal ini terbukti dapat menurunkan angka mortalitas pasien (Pizzocaro et al., 2010). Tindakan biopsi jarum halus maupun dynamic sentinel node biopsy yang dilakukan sebelum melakukan limfadektomi, belum rutin dikerjakan di Bali. Prognosis pasien KSS penis dapat ditentukan dari pemeriksaan klinikopatologi post penektomi serta marka biologi. Prognosis kliniko-patologi yaitu ukuran tumor, derajat diferensiasi tumor, invasi uretra, invasi pembuluh darah dan invasi perineural (Epstein et al., 2011). Derajat diferensiasi ditetapkan berdasarkan pada derajat anaplasia sel tumor (Giordano et al., 2008). Invasi ke uretra dinilai dari sel-sel ganas yang infiltratif mencapai stuktur uretra (Cubilla, 2004). Invasi intra vasa dapat ditemukan bila terdapat sel-sel ganas di dalam ruang pembuluh darah maupun di dalam pembuluh limfe. Invasi perineural dinilai dari invasi sel-sel ganas mencapai ruang perineural (Epstein et al., 2011). Semakin buruknya derajat diferensiasi tumor, adanya invasi pembuluh darah dan invasi perineural merupakan faktor prognosis yang paling bermakna berhubungan dengan terjadinya metastasis ke KGB dan meningkatnya rekurensi (Cubilla, 2009). Penelitian lain menunjukkan adanya invasi uretra dan derajat diferensiasi merupakan faktor prognosis yang paling bermakna (Emerson, 2001).

29 4 Penentuan faktor prognosis kliniko-patologi yang tepat memiliki keterbatasan yaitu diperlukan spesimen dari penektomi, sedangkan pemeriksaan dari bahan biopsi tidak dapat mengevaluasi faktor prognosis pasien dengan lengkap (Epstein et al., 2011). Hasil tinjauan ulang yang dilakukan terhadap sistem pelaporan penektomi KSS di beberapa sentra patologi anatomi di Bali, menunjukkan sistem pelaporan faktor-faktor prognosis yang tidak seragam yaitu dari 50 kasus yang ditinjau ulang menunjukkan 19% tidak melaporkan lokasi tumor, 22% tidak mencantumkan derajat diferensiasi, 26% tidak mencantumkan kedalaman infiltrasi, 74% tidak melaporkan ada atau tidaknya invasi intra vasa dan 93% tidak melaporkan ada atau tidaknya invasi perineural. Penelitian sejumlah marka biologi sebagai faktor prediktif prognosis pasien telah banyak diteliti pada KSS penis tetapi belum menjadi standar, seperti Ki-67, P16 INK4A, MMP9 dan E-cadherin. Ki-67 merupakan protein inti untuk menilai indeks proliferasi tumor, pada KSS penis tidak berubungan secara bermakna dengan peningkatan stadium dan metastasis ke KGB. P16 INK4A berhubungan dengan infeksi HPV. Ekspresi E-cadherin yang rendah dan tingginya MMP9 menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan metastasis ke kelenjar getah bening (Epstein et al., 2011). Ki-67dan P16 tidak mencerminkan survival pasien (Heideman et al, 2012), sedangkan Cyclooxigenase-2 (COX-2) merupakan mediator inflamasi yang memiliki potensi sebagai faktor prediktif prognosis pasien (Monica et al., 2008). Cyclooxigenase-2 merupakan enzim yang mengkatalisis terbentuknya Prostaglandin E 2 (PGE 2 ). Prostaglandin E 2 memiliki aktivitas sebagai tumor

30 5 progression yaitu memicu proliferasi sel, bersifat anti apoptosis, memicu angiogenesis, memicu metastasis, bersifat imunosupresif dan menyebabkan berkurangnya respon kemoterapi (Monica et al., 2008). Peningkatan ekspresi COX-2 merupakan faktor prognosis yang bermakna berhubungan dengan semakin buruknya derajat diferensiasi (meningkatnya grade), meningkatnya progresifitas pertumbuhan dan invasi tumor ganas (Ristimaki et al., 2002; Meyer et al., 2010). Cyclooxigenase-2 tidak terdapat pada jaringan yang normal, tetapi aktivitasnya meningkat pada proses keganasan yang diinduksi oleh Reactive oxsigen species (ROS), sitokin proinflamasi seperti Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrozing Factor (TNF) dan growth factor seperti Epidermal Growth Factor Reseptor (EGFR) (Lu et al., 2006; El Sayed et al., 2011). Penelitian tentang COX-2 pada kanker penis belum banyak, COX-2 berperan pada kerusakan molekuler tahap lanjut baik pada infeksi HPV maupun bukan virus (Danielle et al., 2012). Satu penelitian yang dilakukan oleh Golijanin menunjukkan bahwa overekspresi COX-2 ditemukan pada lesi prakanker dan KSS serta tidak ditemukan pada sel yang normal, tetapi jumlah sampel yang terlalu sedikit sehingga sulit untuk menyimpulkan peranan COX-2 sebagai marka prediktif prognosis (Golijanin et al., 2004). Berdasarkan pada tingginya frekuensi relatif KSS penis di Bali, tingginya morbiditas limfadektomi pasien KSS, penanganan KSS yang masih beragam, sistem pelaporan KSS penis di sentra-sentra laboratorium Patologi Anatomi Denpasar yang beragam, pentingnya peranan COX-2 sebagai marka biologi prediktif prognosis pada berbagai keganasan pada banyak organ dan terdapatnya perbedaan faktor prognosis yang paling bermakna dalam menentukan metastasis ke

31 6 KGB, sehingga penting menetapkan seberapa besar peranan faktor prognosis kliniko-patologi (ukuran tumor, grade, invasi uretra, invasi intra vasa, invasi perineural) dan marka biologi COX-2 terhadap terjadinya metastasis ke KGB inguinal pada pasien KSS penis, mengingat metastasis ke KGB merupakan predictor outcome yang buruk. Untuk itu maka dibutuhkan suatu penelitian untuk mengetahui seberapa besar peranan faktor prognosis kliniko-patologi dan biologi tersebut, faktor mana yang paling bermakna sebagai faktor prediktif terjadinya metastasis ke KGB pada KSS penis. Semakin besar ukuran tumor, meningkatnya derajat diferensiasi, terdapatnya invasi ke uretra, invasi intra vasa dan invasi perineural serta peningkatan ekspresi COX-2 memiliki prognosis yang lebih buruk yaitu memiliki potensi yang lebih besar untuk terjadinya metastasis ke KGB. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah terdapat hubungan antara ukuran tumor KSS penis dengan adanya metastasis KGB inguinal? 2. Apakah terdapat hubungan antara grade tumor KSS penis dengan adanya metastasis KGB inguinal? 3. Apakah terdapat hubungan antara invasi uretra KSS penis dengan adanya metastasis KGB inguinal?

32 7 4. Apakah terdapat hubungan antara invasi intra vasa KSS penis dengan adanya metastasis KGB inguinal? 5. Apakah terdapat hubungan antara invasi perineural KSS penis dengan adanya metastasis KGB ingiunal? 6. Apakah terdapat hubungan antara ekspresi COX-2 KSS penis dengan adanya metastasis KGB inguinal? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk dapat mengetahui adakah hubungan antara faktor prognosis klinikopatologi (ukuran tumor, grade, invasi uretra, invasi intra vasa, invasi perineural) dan marka biologi COX-2 dihubungkan dengan adanya metastasis ke KGB inguinal pada KSS penis Tujuan Khusus 1. Membuktikan adanya hubungan antara ukuran tumor dengan metastasis KGB inguinal. 2. Membuktikan adanya hubungan antara grade dengan metastasis KGB inguinal. 3. Membuktikan adanya hubungan antara invasi uretra dengan metastasis KGB inguinal. 4. Membuktikan adanya hubungan antara adanya invasi intra vasa dengan metastasis KGB inguinal.

33 8 5. Membuktikan adanya hubungan antara invasi perineural dengan metastasis KGB inguinal. 6. Membuktikan adanya hubungan ekspresi COX-2 dengan metastasis KGB inguinal. 1.4 Manfaat Penelitian: Manfaat Akademik 1. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui faktor prognosis klinikopatologi (ukuran tumor, derajat diferensiasi, invasi uretra, invasi intra vasa, invasi perineural) yang paling bermakna dalam hubungannya dengan metastasis ke KGB inguinal. 2. Mengetahui peranan COX-2 sebagai marka biologi prediktif prognosis pasien KSS penis dalam hubungannya dengan metastasis ke KGB. 3. Memperkuat landasan teori mengenai peranan COX-2 sebagai marka tumor progression pada karsinogenesis KSS penis. 4. Faktor prognosis kliniko-patologi dan marka biologi tersebut dapat dipakai sebagai rujukan untuk menentukan scoring dalam memprediksi seberapa besar kemungkinan metastasis ke KGB, sehingga dapat mengelompokkan pasien KSS penis yang high risk untuk terjadinya metastasis ke KGB inguinal.

34 Manfaat Praktis 1. Prognosis kliniko-patologi dan biologi ini diharapkan dapat dipakai sebagai pegangan oleh klinisi yang seringkali sulit untuk memutuskan melakukan diseksi KGB. 2. Prognosis kliniko-patologi dan biologi ini diharapkan dapat dipakai sebagai pegangan oleh klinisi untuk dapat memberikan penjelasan ke pasien KSS penis tentang prognosis, kekambuhan dan kemungkinan metastasis.

35 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Sel Skuamosa Karsinoma sel skuamosa merupakan keganasan epitel yang berasal dari epitel skuamous. Karsinoma sel skuamosa merupakan keganasan tersering pada penis, terutama terjadi pada epitel skuamous yang melapisi glans, sulkus koronarius dan preputium. Karsinoma sel skuamosa pada bagian kulit shaff penis sangatlah jarang (Cubilla et al., 2004) Klasifikasi Tumor Penis Seluruh penderita karsinoma penis di Bali merupakan KSS (Kusmawan et al., 2012). Adapun klasifikasi tumor penis menurut WHO (World Health Organization) Pathology and Genetics Tumour of the Urinary System and Male Genital Organs (Cubilla et al., 2004) E pidemiologi Keganasan KSS penis merupakan keganasan yang insidennya paling tinggi di Bali dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, yaitu mencapai urutan ke-2 pada tahun 2009 setelah kanker prostat (Ditjen Yan Med, ). Jumlah penderita KSS penis menunjukkan peningkatan sejak Puncak insiden pasien KSS penis di Bali berkisar pada usia tahun. Dari hasil tinjauan ulang 10

36 11 kasus KSS penis menunjukkan distribusi KSS penis di Bali paling tinggi terdapat di wilayah kabupaten Denpasar dan paling rendah di Jembrana. Tabel 2.1 Klasifikasi WHO Tumor Penis (Cubilla et al., 2004) I. Malignant epithelial tumour: 1. Squamous cell carcinoma Basaloid carcinoma Warty (condylomatous) carcinoma Verrucous carcinoma Papillary carcinoma, NOS Sarcomatous carcinoma Mixed carcinomas Adenosquamous carcinoma 2. Merkel cell carcinoma 3. Small cell carcinoma of neuroendocrine type 4. Sebaceous carcinoma 5. Clear cell carcinoma 6. Basal cell carcinoma II. Precursor lesions Intraepithelial neoplasia grade III Bowen disease Erythroplasia of Queyrat Paget disease III. Melanocytic tumours IV. Mesenchymal tumours V. Haematopoietic tumours

37 Jumlah Kasus KSS Bali Indonesia Tahun Gambar 2.1 Jumlah penderita KSS penis dari seluruh sentra patologi di wilayah Bali tahun (Data-data dikumpulkan dari registrasi kanker , data rekam medik pasien tahun di laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Sanglah, laboratorium Sentra Medika, dan laboratorium dr Kt Mulyadi Sp.PA (K)) Etiologi Proses karsinogenesis karsinoma penis secara garis besar dibagi menjadi 2 jalur yaitu: infeksi virus HPV dan bukan HPV, diinisiasi oleh terganggunya mekanisme p14arf/mdm2/p53 dan atau p16 INK4a /cyclin D/Rb. Hal ini memicu proses pembelahan yang tidak terkontrol, berkurangnya apoptosis, dan mencetuskan terjadinya instabilitas kromosom dan selanjutnya menjadi proses karsinogenesis (Danielle et al., 2012).

38 Jumlah kasus KSS Jumlah Penderita KSS penis < >=75 Kelompok Umur penderita KSS penis dari tahun Gambar 2.2 Rentang usia penderita KSS penis dari tahun di seluruh wilayah Bali (Data-data dikumpulkan dari registrasi kanker , data rekam medik pasien tahun di laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Sanglah, laboratorium Sentra Medika, dan laboratorium dr Kt Mulyadi Sp.PA (K)) Sekitar 50% dari karsinoma penis menunjukkan infeksi HPV yang high risk (Heideman et al., 2012). HPV merupakan virus DNA, dengan transmisinya paling sering melalui hubungan seksual (Guimares et al., 2009). Infeksi HPV paling sering terdapat pada KSS variant Basaloid dan Warty. Dari hasil tinjauan ulang 158 kasus KSS penis yang ada di Bali menunjukkan jumlah KSS tipe Warty 22 kasus (14%) dan tipe Basaloid 1 kasus (0,6%).

39 Denpasar Badung Gianyar Karangasem Tabanan Bangli Buleleng Kelungkung Jembrana Jumlah Jumlah KSS penis Sebaran Kabupaten di Seluruh Wilayah Bali tahun Gambar 2.3 Sebaran penderita KSS penis di seluruh kabupaten di Bali tahun (Data-data dikumpulkan dari registrasi kanker , data rekam medik pasien tahun di laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Sanglah, laboratorium Sentra Medika, dan laboratorium dr Kt Mulyadi Sp.PA (K)) Sebuah studi di Spanyol menunjukkan bahwa infeksi HPV terdapat pada 78% kanker penis, dengan 84% merupakan tipe high risk yaitu HPV 16, 11% merupakan tipe tersering kedua yaitu HPV 18. Studi Danish menunjukkan 65% dari KSS dengan infeksi HPV, 92% dengan infeksi HPV 16. Infeksi HPV di Thailand ditemukan pada 82% kanker penis yaitu 55% HPV 18, dan 43% HPV 6. Sebuah review dari 31 studi dengan jumlah kasus 1466 kanker penis, prevalensi infeksi HPV 46,9% (Morris et al., 2011). Menurut data epidemiologi studi lainnya menunjukkan distribusi infeksi HPV pada kanker penis terdiri dari infeksi HPV 16 (60,23%), HPV 18 (13,35%), HPV 6/11 (8,13%), HPV 31 (1,16%), HPV-33 (0,97%), HPV-52 (0,58%), dan tipe lain (2,47%) (Gurimares et al., 2009).

40 15 Genome virus HPV mengandung regio early (E) yang mengkoding protein untuk replikasi, regulasi, dan memodifikasi sitoplasma dan inti host. Regio late (L) mengkoding protein kapsid. Protein virus E6 dan E7 akan berikatan dan menginaktivasi protein p53 dan Rb yang merupakan produk tumor supresor gen (Lont et al., 2006). Karsinoma penis yang tidak disebabkan oleh infeksi HPV dapat timbul dari lesi prekursor atau iritasi kronis seperti lichen sclerosis. Meskipun penyebab dari lesi ini belum sepenuhnya dapat diketahui, tetapi proses inflamasi merupakan proses yang penting memicu perkembangan dan tumbuhnya tumor (Bleeker et al., 2009). Sejumlah studi yang mengevaluasi biologi molekuler karsinoma penis bukan HPV secara umum memperkirakan terdapatnya kerusakan gen p53, methylasi gen promoter lebih sering terjadi dibandingkan dengan karsinoma penis dengan infeksi HPV (Epstein et al., 2011).

41 16 Tabel 2.2 Konsep Molekuler Karsinogenesis Karsinoma Penis (Danielle et al., 2012) Molekuler Tahap Awal Diinduksi HPV Onkogen virus: E6 dan E7 Tidak Diinduksi HPV Aktivasi onkogen dan/ inaktivasi mekanisme TSG seperti: -Methylasi gen promoter - mutasi gen - overekspresi gen Memicu Disrupsi dari p16/ Cyclin D/ CDK/ Rb p14/ MDM2/ p53 Dan Menghasil- Kan Pembelahan sel tidak terkontrol. Berkurang nya apoptosis. Molekuler Menghasil Tahap Lanjut Kan Tergangguny yang a ekspresi gen meliputi bertambah progresifnya penyakit, invasi, angiogene- sis, metastasis seperti: Ras Myc Telomerase E-cadherin MMPs PGE2 Synthase COX (Epi) Genome dan Immortalisasi Angiogenesis Invasi Metastasis

42 Inflamasi dan Berkembangnya Kanker Inflamasi kronis merupakan salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya kanker pada banyak organ. Lingkungan mikro yang dihasilkan pada proses inflamasi menyokong pertumbuhan dan penyebaran tumor (Lu et al., 2006). Reactive oxsigen species, sitokin proinflamasi seperti IL-1, TNF, dan growth factor seperti EGFR dapat menginduksi enzim COX-2 yang memiliki peranan penting pada proses karsinogenesis dan telah banyak diteliti (Gambar 2.4) (Lu et al., 2006). Cyclooxigenase-2 tidak terekspresi pada jaringan normal tetapi menunjukkan overekspresi pada sejumlah keganasan (El Sayed et al., 2011; Ristimaki et al., 2002; Kulkarni et al., 2001). Inflamasi merupakan proses fisiologis yang merupakan respon terhadap kerusakan jaringan yang disebab oleh infeksi pathogen, iritasi kimia, dan luka. Pada stadium awal proses inflamasi, neutrofil merupakan sel radang yang pertama kali bermigrasi ke tempat inflamasi di bawah pengaruh molekul-molekul yang dihasilkan secara cepat oleh makrofag dan sel mast. Apabila proses inflamasi terus berlangsung, berbagai jenis sel inflamasi teraktivasi ke tempat terjadinya inflamasi seperti neutrofil, limfosit dan sel-sel di bawah pengaruh sejumlah growth factor, sitokin, dan kemokin. Semua faktor yang diaktivasi pada tempat inflamasi berkontribusi terhadap terjadinya kerusakan jaringan dan juga sebagai mekanisme pertahanan terhadap infeksi. Prostaglandin E2, TGF, ROS, dan Nitrogen intermediate merupakan molekul-molekul yang memiliki peranan dalam memicu dan menekan proses inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi pada inflamasi kronis memicu proliferasi sel dan berkembang menjadi neoplasma.

43 18 Inflamasi kronis didominasi oleh makrofag. Makrofag menghasilkan bahan mutagen seperti peroksinitrit yang bereaksi dengan DNA dan menyebabkan terjadinya mutasi (Monica et al., 2008) Faktor Risiko Sejumlah studi menunjukkan faktor predisposisi KSS penis yaitu: fimosis, merokok, iritasi kronis, balanitis kronis, riwayat kondiloma atau lesi yang berhubungan dengan infeksi HPV, lichen sclerosis, imun yang lemah dan terapi PUVA (Psoralen with Ultraviolet A). Faktor predisposisi yang terkuat adalah faktor higienis yang buruk dan fimosis. Tingginya insiden kanker penis juga berhubungan dengan tingginya insiden kanker serviks (Epstein et al., 2011). Gambar 2.4 Ringkasan mekanisme inflamasi dan berkembangnya kanker. Tumor promotion mengindikasikan bahwa proses diawali dari sel kemudian berkembang menjadi lesi jinak. Tumor progression merupakan proses yang terjadi dari lesi jinak berlanjut menjadi tumor ganas ( Lu et al., 2006)

44 19 Fimosis berhubungan kuat dengan kanker penis, 45-85% dari laki-laki dengan kanker penis mempunyai riwayat fimosis. Balanitis kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, atau virus dapat meningkatkan risiko kanker penis, 45% dari penderita kanker penis dilaporkan menderita balanitis. Lichen sklerosis merupakan proses inflamasi yang memicu terjadinya stenosis meatus atau fimosis (Morris et al., 2011). Pada negara yang melakukan sirkumsisi secara rutin seperti Israel, dimana hampir semua laki-laki disirkumsisi, insiden kanker penis sangat rendah yaitu 0,1 per Berbeda dengan negara-negara yang tidak melakukan sirkumsisi secara rutin seperti di Amerika Selatan dan Afrika, kanker penis 10 kali lebih sering dibandingkan dengan negara maju (Morris et al., 2011). Penelitian deskritif yang dilakukan di Rumah Sakit Sanglah dari tahun 1993 sampai 2001, dari 46 pasien karsinoma penis yang diamati menunjukkan memiliki riwayat fimosis 40 (87%), infeksi traktus urinarius 33 (72%) dan sirkumsisi 0 (0%) (Kusmawan et al., 2012). Faktor risiko lainnya adalah infeksi Herpes Simpleks 2 diduga ikut berperan serta menyebabkan terjadinya kanker penis dan higienis yang buruk (Morris et al., 2011). 2.2 Metastasis Metastasis merupakan proses perpindahan sel-sel ganas dari satu tempat ke tempat lainnya yang tidak berhubungan. Tumor ganas memiliki kemampuan untuk menginvasi jaringan parenkim disekitarnya, penetrasi ke pembuluh darah

45 20 dan pembuluh limfe kemudian bermetastasis ke tempat yang jauh. Pada umumnya metastasis menyerupai tumor primer meskipun kadang sulit ditentukan asalnya karena sel-sel ganas tersebut sangat anaplastik (Giordano et al., 2008). Mekanisme dari invasi tumor ganas melalui sejumlah tahapan. Pada tahap awal, sel-sel ganas menginvasi membran basal dengan mengeluarkan enzim proteolitik yang akan mendegradasi matriks ekstraseluler. Sejumlah enzim kolagenase yaitu urokinase-type plasminogen activator (u-pa) dan matrix metaloproteinases (MMPs) dilepaskan oleh sel-sel stromal. Molekul adhesi antar sel yaitu cadherin dan catenin juga berperan pada invasi dan metastasis, sejumlah keganasan menunjukkan penurunan ekspresi E-cadherin dan cathenin (Giordano et al., 2008). Ekspresi E-cadherin yang rendah dan meningkatnya ekspresi MMP9 pada KSS penis, bermakna berhubungan dengan metastasis ke KGB (Compos et al., 2006). Pola penyebaran karsinoma penis dapat diperkirakan yaitu penyebaran lokal, regional, dan sistemik. Invasi lokal dibagi menjadi invasi tumor pada jaringan ikat subepitel, invasi lebih dalam ke korpus spongiosum atau korpus kavernosum dan invasi terdalam sampai ke struktur uretra. Invasi lokoregional merupakan invasi masa tumor ke jaringan sekitar penis (Cubilla et al., 2004). Pola penyebaran KSS penis sebagian besar merupakan limfogen (Leijte et al., 2007). Metastasis terdekat menuju ke KGB inguinal superfisial kemudian ke KGB inguinal yang lebih dalam, KGB pelvis dan selanjutnya KGB retroperitoneal (Young et al., 2000). Persentase metastasis KSS penis ke KGB inguinal berkisar antara 17-45% (Solsona et al., 2006). Jenis tipe histologi yang berbeda menunjukkan kemampuan metastasis yang

46 21 berbeda. Karsinoma sel skuamosa tipe Verucous menunjukkan persentase metastasis 0%, Warty 17%, Papillary 21%, Usual tipe 28%, Basaloid 50%, Sarcomatoid 75% (Guimaraes et al., 2009). Keterlibatan KGB inguinal pada pasien KSS penis merupakan faktor prognosis yang paling bermakna. Data-data menunjukan bahwa survival pasien 5 tahun berkisar antara berkisar antara % pada pn0, % pada pn1, 7-60% pada pn2, dan 0-17% pada pn3 ( Novara et al., 2006). Hasil tinjau ulang kasus KSS penis dari seluruh sentra patologi yang ada di Bali tahun menunjukkan bahwa dari 76 kasus penektomi, 37 kasus dilakukan limfadektomi. Dari 37 kasus tersebut 10 kasus (27%) menunjukkan positif metastasis, sedangkan 27 kasus (73%) negatif metastasis (Tabel 2.3). Angka kekambuhan lokal karsinoma penis dengan tindakan operasi saja sangat bervariasi yaitu berkisar 4-32%, tergantung dari luasnya reseksi dan status invasi uretra tumor. Setelah dikombinasi dengan radioterapi, kemoterapi, atau kombinasi keduanya, angka kekambuhannya menjadi 12-17%. Semakin buruk derajat diferensiasi maka angka kekambuhannya juga semakin tinggi (Young et al., 2000). 2.3 Faktor Prognosis KSS Penis Untuk mengevaluasi faktor prognosis karsinoma penis, diperlukan pemahaman anatomi penis (Gambar 2.5). Sejumlah studi menunjukkan bahwa prognosis pasien karsinoma penis dapat dinilai dari makroskopis dan histopatologi yaitu sebagai berikut: (Cubilla, 2009; Epstein et al., 2011).

47 22 1. Derajat differensiasi tumor (Grade histologi) 2. Invasi perineural 3. Invasi pembuluh darah 4. Pola pertumbuhan tumor : vertikal atau superficial. 5. Invasi uretra 6. Lokasi tumor 7. Ukuran tumor primer 8. Histologi subtipe KSS 9. Ada tidaknya infeksi HPV atau koilositosis 10. Tepi reseksi Tabel 2.3 Jumlah Biopsi dan Penektomi Kasus KSS Penis Seluruh Bali Tahun Penektomi Tanpa Limfadektomi Penektomi dengan Limfadektomi Biopsi Metastasis Metastasis Positif Negatif Total Catatan: Data-data tersebut diambil dikumpulkan dari registrasi kanker , data rekam medik pasien tahun di laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Sanglah, laboratorium Sentra Medika, dan laboratorium dr Kt Mulyadi Sp.PA (K)

48 23 Gambar 2.5 Struktur anatomi penis. Gambaran anatomi: permukaan potongan longitudinal parsial penectomy (Cubilla et al., 2004) F = foreskin GL = glans COS = coronal sulcus E = epitel LP = lamina propria CS = corpus spongiosum CC = corpus cavernosum DT = dartos F = foreskin Derajat Diferensiasi Derajat diferensiasi atau grade suatu kanker ditetapkan berdasarkan pada derajat anaplasia sel tumor. Derajat anaplasia ditentukan dari bentuk dan ukuran sel menyerupai struktur asalnya (Giordano et al., 2008). Sistem grading KSS yang sering dipakai adalah sistem scoring menurut Maiche yaitu berdasarkan pada derajat keratinisasi, aktivitas mitosis, atipia sel, dan infiltrat inflamasi (Young et al., 2000). Derajat diferensiasi secara konsisten merupakan faktor prediktif yang penting tejadinya metastasis ke KGB inguinal dan menyebarnya karsinoma penis (Cubilla, 2009; Ficara et al., 2005; Horenblas, 1994). Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa semakin meningkatnya derajat diferensiasi maka semakin meningkatnya kemungkinan terjadinya metastasis (Heyens et al., 1997, Fraley et al., 1989, Horenblas et al.,1993, Solsona et al., 1992, Villavicencio et al., 1997).

49 Invasi Perineural Invasi perineural merupakan invasi sel tumor di dalam ruang perineural cabang syaraf perifer yang seringkali teridentifikasi dalam korpus spongiosum, tunika dartos preputium dan fasia buck (Gambar 2.6). Menurut sejumlah studi menunjukkan invasi perineural merupakan faktor independent yang bermakna berhubungan dengan mortalitas (Cubilla et al., 2007, Velazquez et al., 2008). Studi prospektif dari 35 kasus penektomi, 10 dari 18 kasus dengan invasi perineural menunjukkan metastasis ke KGB regional, dibandingkan dengan 1 dari 17 pasien tanpa invasi perineural. Invasi perineural harus dibedakan secara patologi dengan jaringan syaraf yang terperangkap di antara masa tumor, tetapi ruang perineural tidak terlibat (Epstein et al., 2011).

50 25 Tabel 2.4 Sistem Scoring KSS Penis menurut Maiche 1. Derajat Keratinisasi Poin: 0: Tidak terdapat keratin pearl. Keratin < 25% dari sel. 1: Tidak terdapat keratin pearl. Keratin 25 sampai 50% dari sel. 2: Keratin pearl tidak komplit atau jumlah keratin 50 sampai 75% dari sel. 3: Keratin pearl komplit atau keratin > 75% dari sel. 2. Aktivitas Mitosis: Poin: 0: 10 atau lebih mitosis/ lapang pandang. 1: 6-9 mitosis/ lapang pandang. 2: 3-5 mitosis/ lapang pandang. 3: 0-2 mitosis/ lapang pandang. 3. Atipia sel Poin: 0: Seluruh sel atipik. 1: Banyak sel atipik / lapang pandang. 2: Sel-sel atipik dengan jumlah sedang / lapang pandang. 3: Sedikit sel atipik / lapang pandang 4. Sel-sel inflamasi: Poin: 0: Tidak tampak sel radang limfosit. 1: Terdapat sel-sel radang limfosit. Grade 1: 8-10 poin Grade 2: 5-7 poin Grade 3: 3-4 poin Grade 4: 0-2 poin

51 26 Tabel 2.5 Insiden Metastasis ke KGB Inguinal Berhubungan dengan Derajat Diferensiasi KSS Penis Peneliti Persentase Metastasis (%) Grade 1 Grade2 Grade 3 Heyns et al., Fraley et al., Horenblas et al., Solsona et al., Villavicencio et al., Gambar 2.6 Invasi perineural, sel skuamous ganas menginfiltrasi syaraf perifer (Cubilla, 2009)

52 Invasi Intra Vasa Invasi intra vasa terdiri dari invasi sel ganas pada ruang pembuluh darah dan pembuluh limfe (Cubilla, 2009). Sejumlah studi dari 35 kasus karsinoma penis, ditemukan 11 kasus dengan invasi pembuluh limfe, 9 kasus berhubungan dengan metastasis KGB (81%) (Caballero, 1991). Invasi limfatik juga merupakan faktor penting yang independent untuk memprediksi metastasis ke KGB (Velazquez et al., 2008). Invasi intra limfatik dapat ditemukan dekat dengan tumor yang invasif tetapi dapat pula ditemukan jauh dari tumor dalam area anatomi seperti fasia penis, preputium, jaringan ikat peri uretra. Invasi intra vena lebih jarang ditemukan, ditemukan pada stadium yang lebih lanjut (Cubilla, 2009). A. B. Gambar 2.7 A. Invasi intra limfatik, sarang sel-sel epitel skuamous ganas terletak didalam lumen dengan dinding yang tipis tanpa dilapisi oleh otot polos dan lumennya tidak mengandung eritrosit. B. Invasi intra vaskuler, sarang epitel skuamous ganas didalam lumen yang mengandung eritrosit dan dindingnya dilapisi oleh otot polos (Ficarra et al., 2005) Invasi Uretra Invasi ke uretra dilaporkan merupakan faktor prognosis yang buruk dan dikategorikan T3 dalam sistem TNM. Invasi mencapai uretra bagian distal

53 28 dilaporkan pada 25% KSS (Velazquez et al., 2004). Terdapat korelasi antara semakin dalam level infiltrasi dengan insiden metastasis ke KGB regional di inguinal (Cubilla et al., 2005) Lokasi Anatomi Sebagian besar karsinoma berasal dari glans penis (80%), preputium (15%), dan sulkus koronarius (5%). Karsinoma yang terbatas di preputium mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan tumor pada glans penis. Tumor pada preputium cenderung superfisial, berkeratin, berhubungan dengan lichen sklerosis, low grade dan frekuensi metastasis regional ke KGB inguinal lebih jarang. Tumor pada glans penis cenderung menginvasi lebih dalam dan berhubungan dengan HPV (Oertel, 2002) Ukuran Tumor Primer Pengukuran besar tumor pada karsinoma penis dilakukan dari pemeriksaan makroskopis. Metastasis ke KGB jarang ditemukan pada tumor yang berukuran kurang dari 2 cm, dan tumor yang berukuran lebih dari 4 cm (30%), sedangkan tumor yang berukuran antara 2-4 cm bermakna lebih tinggi (68%) (Caballero, 1991) Subtipe Histologi KSS Sebagian besar karsinoma penis adalah KSS. Karsinoma Sel Skuamosa tipe usual ditemukan 50-60% dari seluruh kasus. Dari evaluasi terhadap subtipe

54 29 karsinoma penis terhadap outcome pasien, ditemukan bahwa tumor yang memiliki risiko tinggi terjadinya metastasis adalah KSS tipe Basaloid, Sarcomatoid, Adenosquamous, dan solid poorly differentiated (Cubilla et al., 2000, Cubilla et al., 1998). Sebagian besar tumor ini menunjukkan high grade, menginvasi lebih dalam sampai korpus kavernosum, dan lebih sering bermetastasis ke KGB (Cubilla et al., 2001) Ada Tidaknya Infeksi HPV atau Koilositosis Sebagian besar tumor dengan koilosit atipia (63% kasus) tidak berhubungan dengan prognosis yang buruk dan berhubungan dengan varian yang low grade (De Paulla et al., 2007) Tepi reseksi yang positif Sebagian besar tumor karsinoma penis yang tepi reseksinya masih mengandung sel ganas menunjukkan prognosis yang lebih buruk (Velazquez, 2004, Cubilla et al., 2005). 2.4 Cyclooxygenase-2 (COX-2) Cyclooxygenase merupakan enzim yang diperlukan untuk mengkonversi asam arachidonat menjadi prostaglandin. Enzim ini diperlukan untuk mengkatalisis asam arachidonat menjadi PGG 2 (Prostaglandin G 2 ) dan PGH 2 (Prostaglandin H 2 ). Prostaglandin G 2 dan PGH 2 merupakan metabolit intermediete

55 30 dengan waktu paruh yang singkat. PGH 2 kemudian diubah oleh isomerase spesifik jaringan menjadi; PGD 2, PGE 2, PGF 2 dan PGI 2, dan juga Tx (Monica et al., 2008). Saat ini diketahui ada 3 family enzim ini yaitu COX-1, COX-2 dan yang terbaru diidentifikasi adalah COX-3 yang memiliki kesamaan aktivitas enzimatik tetapi memiliki fungsi dan pola ekspresi yang berbeda. Cyclooxygenase-2 terdapat sedikit sekali pada jaringan yang normal dan meskipun waktu aktifnya singkat sebagai intermediate-early respon gen yang akan meningkatkan ekspresi 20 kali lipat terhadap growth factor, sitokin, tumor promoter, dan mutasi onkogenik. Cyclooxygenase-2 tidak ditemukan secara bermakna jika tidak terdapat rangsangan atau stimulasi (Monica et al., 2008). Pada keadaan istirahat, asam arachidonat disimpan dalam bentuk ester gliserol pada membran phosfolipid, terutama phosphatidylethanolamin, phosphatidhylcholin, dan phosphatydilnositedes. Asam arachidonat ini dilepaskan dari membran sel oleh Phospholipase A 2 (PLA 2 ), sebagai respon terhadap trauma lokal atau aktivasi dari G-Protein Couple Reseptor oleh Growth Factor atau sitokin. Asam arachidonat bebas akan dimetabolisme menjadi substansi bioaktif eikosanoid oleh tiga enzim dengan mekanisme yang berbeda yaitu cyclooxygenase- 2 dan lipooxigenase (Monica et al., 2008). Eikosanoid terdiri dari asam lemak dengan 20 rantai karbon, termasuk prostanoid dan leukotrin. Prostanoid merupakan bagian dari eikosanoid yang dihasilkan oleh aktivitas Cyclooxygenase, termasuk PG, PGI, dan Tx. Leukotrin merupakan family dari derivat hidroperoksi yang merupakan hasil dari metabolisme asam arachidonat oleh enzim lipooxigenase (Monica et al., 2008).

56 31 Prostanoid akan berikatan dengan reseptor spesifiknya yaitu G-couple protein membran reseptor yang terdapat pada jaringan yang spesifik dan nuclear peroxisom proliferator activated receptor (PPAR). Terdapat 9 reseptor G-couple protein PG yang memiliki spesifitas jaringan yang berbeda terhadap aktivitas PG. Empat reseptor subtipe berikatan dengan PGE 2 (EP 1 -EP 4 ), 2 reseptor berikatan dengan PDG 2 (DP 1 dan DP 2 ), dan reseptor yang lain akan berikatan dengan PGF 2 α (FP), PGI 2 (IP), dan TxA 2 (TP) (Monica et al., 2008). Respon inflamasi dimediasi oleh rangkaian reaksi substansi bioaktif yang dihasilkan sebagai respon terhadap trauma atau stimulus lain. Respon ini diawali dengan dilepaskannya asam arachidonat dari membran sel, diikuti oleh rangkaian reaksi metabolisme jaringan yang spesifik. Hasil dari metabolism asam arachidonat mempengaruhi berbagai sistem termasuk proses proliferasi dan diferensiasi sel seperti Mitogen Activated Protein Kinase (MAPK) dan Peroksisom Proliferator- Activated Receptor (PPAR), cytoskeletal dynamics (Rho-GTPase), apoptosis (Akt dan PI3K), dan ion transport (Ca2+ chanel) (Monica et al., 2008). Prostaglandin terutama PGE 2 akan memodulasi terbentuknya tumor. Prostaglandin E 2 berikatan secara spesifik dengan reseptor protein G-couple reseptor pada permukaan sel epitel, dan akan menstimulasi rangkaian sinyal pertumbuhan dan motilitas. Didalam sel-sel epitel PGE 2 akan menekan apoptosis dengan meningkatkan ekspresi Bcl2 dan juga meningkatkan ekspresi MAPK yang dapat meningkatkan migrasi sel atau lebih invasif dan mengaktivasi Epidermal Growth Factor Reseptor (EGFR). Selanjutnya, PGE2 akan menginduksi

57 32 angiogenesis, memiliki mekanisme untuk tumbuh dan bermetastasis (Gambar 2.8) (Monica et al., 2008). Gambar 2.8 Aktivitas PGE 2 memicu terbentuknya tumor (Monica et al., 2006) Pada karsinoma kolorektal, produksi PGE 2 berhubungan dengan supresi imun dan hilangnya antigen human leukosit antigen (HLA). PGE2 juga menghambat produksi interleukin 2 (IL2) dan interferon ƴ (IFN-ƴ), dengan demikian meningkatkan respon T Helper 2 (Th2) dan menghambat respon T helper 1 (Th1) menyebabkan menurunnya produksi sel T sitotoksik dan menurunnya daya bunuh makrofag (Monica et al., 2008). Dalam sel yang normal, apoptosis bertujuan untuk mencegah proliferasi yang tidak terkontrol dengan mengeleminasi sel-sel yang mengalami senescent atau mengalami kerusakan molekuler. Terganggunya mekanisme apoptosis menyebabkan sel-sel tumor memiliki waktu survive lebih lama dan terjadi akumulasi genetic eror. Prostaglandin E 2 pada karsinoma kolorektal dapat

58 33 menurunkan basal apoptotik rate dan meningkatkan protein supresor apoptosis (Bcl2) (Monica et al., 2008). Prostaglandin E 2 memodulasi mekanisme Wnt-signaling yang merupakan regulator utama ketahanan sel dalam sel-sel epitel. Pada jaringan yang normal, sinyal Wnt diaktivasi dalam zona proliferatif dari epitel yang mengalami pembaharuan dan ditekan selama proses diferensiasi dan maturasi sel. Aktivasi dengan sinyal Wnt yang tidak adekuat ditemukan pada lebih dari 90% kanker kolorektal yang kehilangan fungsi protein Antigen Poliposis Colon (APC). Aktivasi sinyal Wnt akan mempengaruhi β-catenin dalam inti sel merupakan karakteristik yang sering terjadi pada tumor-tumor epitel, baik dari lesi preinvasif sampai kanker yang bermetastasis (Monica et al., 2008). Cyclooxygenase-2 secara konsisten terekspresi dalam pembentukan pembuluh darah baru dalam tumor dan pembuluh darah di sekitar tumor payudara, paru, pankreas, prostat, kandung kemih, kanker kolon. Efek pro-angiogenic dari COX-2 dapat meningkatkan ekspresi dari vascular endothelial growth factor (VEGF) (Monica et al., 2008). Immunoreaktivitas COX-2 juga berkorelasi dengan immunoreaktivitas Vasculer Endothelial Growth Factor-A (VEGF-A) pada kanker kolorektal dan metastasis hati pada kanker kolorektal (Nakamoto et al., 2006). Overekspresi COX-2 berkontribusi terhadap tumorigenesis astrosit dengan merangsang angiogenesis pada astrositoma (El-Sayed & Taha, 2011) dan karsinoma gaster (Uefuji et al., 2000). Prostaglandin E2 dapat mengaktivasi EGFR melalui mekanisme langsung dan tidak langsung mengaktivasi terhadap pertahanan dan migrasi sel. Meskipun

59 34 interaksi sinyal ini dimediasi melalui Akt/PI3K, yang menghasilkan modifikasi actin skleton maupun supresi apoptosis. Cyclooxygenase-2 dapat mempengaruhi invasi sel secara langsung dengan mengaktivasi MMP2 dan memicu invasi sel tumor melalui Nuclear Factor of Activated T Cell (NFAT) binding site pada COX- 2 promoter (Monica et al., 2008). Ekspresi COX-2 secara bermakna lebih tinggi pada Papillary carcinoma dibandingkan dengan lesi tiroid jinak ( t-test, p= 0,021) dan tidak berhubungan bermakna dengan usia dan jenis kelamin (Rusiecka, 2011). Penelitian pada lesi melanositik menunjukkan peningkatan persentase COX-2 berhubungan dengan proggresivitas, pertumbuhan, dan invasi melanoma maligna. Pada nevus jinak (51%) sampai melanoma (86%) dan melanoma metastasis (91%); p< Pada melanoma primer, COX-2 juga berhubungan bermakna dengan level Clark (P=0,004) (Meyer et al., 2010). Penelitian yang dilakukan pada Endometrioid carsinoma menunjukkan bahwa ekspresi COX-2 terpulas paling kuat pada lesi stadium intermediate dan poorly differentiated, sedangkan minimal pada well differentiated, dan tidak terpulas pada lesi jinak. Hal ini menunjukkan bahwa COX- 2 berperan pada proses tumor progression, bukan pada tumor initiation (Cao et al., 2002). Menurut Mozes, penelitian yang dilakukan pada vulva, ternyata COX-2 terekspresi paling tinggi pada inflamasi dibandingkan dengan lesi dysplasia maupun kanker yang invasif, dan tidak berhubungan dengan peningkatan derajat diferensiasi tumor (Mozes et al., 2005; Ristimaki et al., 2012). Penelitian tentang cyclooxsigenase-2 pada SSK penis mempergunakan 16 sampel yaitu skuamous dysplasia (1 kasus), karsinoma insitu (7), skuamous sel

60 35 karsinoma (6), dan SSK yang metastasis ke KGB (2). Cyclooxsigenase menunjukkan overekspresi pada lesi dysplasia, KSS, dan KSS yang invasive serta tidak terpulas pada jaringan epitel skuamous yang normal (Golojanin et al., 2004). Imunoreaktivitas COX-2 pada pewarnaan imuno-histokimia dinilai dari persentase dan intensitas pulasan COX-2 pada sitoplasma sel tumor. Persentase dibagi menjadi 4 skala yaitu 0 ( tidak terwarnai), 1 (1-10% sel), 2 (11-50% sel), 3 (51-80%), 4 (81-100%). Intensitas pewarnaan dibagi menjadi 0-3 yaitu 0 (negatif), 1 (lemah), 2 (sedang), 3 (kuat). Skor persentase dari sel tumor yang immunoreaktif kemudian dikalikan dengan skor intensitasnya, sehingga didapatkan skala 0-12 dan dibagi menjadi skala yaitu: 0 (negatif), +1 (1-4), +2 (5-8), +3 (9-12) (Golojanin et al., 2004).

61 36 Gambar 2.9 Cyclooxygenase-2 menunjukkan overekspresi pada PIN (Penile Intrapithelial Neoplasm) dan KSS penis, immunohistokimia dipergunakan untuk mengevaluasi ekspresi COX-2 pada epitel skuamous normal, lesi prakanker penis, KSS penis, metastasis karsinoma ke KGB. Cyclooxygenase-2 tidak terdeteksi pada epitel skuamous yang normal (A, 200). Cyclooxygenase-2 menunjukkan overekspresi lesi dysplasia In (B, 200), Bowen s disease (C, 400), carcinoma insitu (D, 200), KSS invasif (E, 400), dan KSS yang bermetastasis ke KGB (F, 400). Immunoreaktivitasnya hilang apabila antiserum COX-2 diinkubasi sebelumnya dengan COX-2 blocking peptide (G, 200) (Golijanin et al., 2004)

62 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Tingginya insiden relatif karsinoma penis di Bali sebagian besar berhubungan dengan faktor risiko fimosis dan inflamasi kronis. Karsinoma merupakan keganasan penis tersering yang sebagian besar menunjukkan metastasis melalui aliran limfe ke KGB terdekat yaitu KGB inguinal. Metastasis ke KGB inguinal merupakan faktor prognosis yang sangat penting dan mencerminkan out come pasien KSS penis. Data menunjukan bahwa survival pasien KSS penis 5 tahun menurun seiring dengan semakin bertambahnya jumlah KGB yang positif mengandung metastasis. Keputusan untuk melakukan diseksi KGB tidaklah mudah mengingat tingginya morbiditas pasien. Penanganan diseksi elektif KGB pada pasien karsinoma penis di Bali masih beragam. Dari review kasus penektomi disertai dengan reseksi KGB ditemukan bahwa sebagian besar KGB ternyata tidak mengandung metastasis, sehingga menunjukkan angka morbiditas yang cukup tinggi. Diseksi KGB dapat dilakukan untuk tujuan profilaksis, tetapi dengan risiko menyebabkan morbiditas yang tinggi. Sebelum melakukan limfadektomi dapat dilakukan pemeriksaan biopsi jarum halus pada KGB yang palpable untuk mengetahui ada atau tidaknya metastasis. Pada KGB yang non palpable dapat dilakukan dynamic sentinel node biopsy. 37

63 38 Limfadektomi post penektomi juga diindikasikan pada KSS yang menunjukkan resiko tinggi untuk terjadinya metastasis berdasarkan kriteria faktor-faktor prognosis kliniko-patologi yang ditemukan. Informasi tentang faktor prognosis kliniko-patologi sangat penting untuk klinisi dalam memutuskan penanganan pasien KSS penis selanjutnya, sedangkan terdapatnya perbedaan faktor prognosis yang paling bermakna dalam menentukan metastasis ke KGB dan sistem pelaporan Patologi Anatomi di seluruh Bali belum konsisten menyebutkan faktor-faktor prognosis kliniko-patologi secara lengkap. Prognosis klinis ditentukan dari ukuran tumor, sedangkan dari histopathologi yaitu derajat differensiasi, invasi uretra, invasi intra vasa dan invasi perineural. Menurut sejumlah penelitian menunjukkan bahwa semakin besar ukuran tumor, semakin meningkatnya grade, adanya invasi uretra, invasi intra vasa, adanya invasi perineural menunjukkan semakin buruknya prognosis pasien dan semakin meningkat risiko terjadinya metastasis ke KGB inguinal. Penentuan faktor prognosis kliniko-patologi yang tepat memiliki keterbatasan yaitu diperlukan spesimen dari penektomi, sedangkan pemeriksaan dari bahan biopsi tidak dapat mengevaluasi faktor prognosis pasien dengan lengkap. Peranan marka biologi sangat diperlukan sebagai marka prediktif prognosis pasien. Cyclooxigenase-2 merupakan mediator inflamasi dan enzim yang dapat mengubah asam arachidonat menjadi PGE 2, PGE 2 berperan penting dalam proses karsinogenesis pada banyak organ menyebabkan progresi tumor, memicu proliferasi sel ganas, bersifat anti apoptosis, memicu angiogenesis, memicu

64 39 metastasis, bersifat imunosupresif dan menyebabkan berkurangnya respon kemoterapi. Prostaglandin E 2 akan meningkatkan terjadinya proses metastasis dengan menurunkan ekspresi E-cadherin dan meningkatkan produksi MMP. Berdasarkan sejumlah kepustakaan dan penelitian pada karsinoma penis, menunjukkan peranan COX-2 berperan sebagai tumor progression dan menunjukkan over exspresi pada lesi dysplasia maupun KSS, tetapi karena jumlah kasusnya terlalu sedikit sehingga kurang bermakna. Meningkatnya ekspresi COX-2 pada keganasan di berbagai organ terbukti berhubungan dengan prognosis yang buruk, sehingga COX-2 merupakan marka biologi yang memiliki potensi penting untuk memprediksi prognosis pasien. Berdasarkan pada kerangka pikir di atas, dibuatlah bagan kerangka pikir (Gambar 3.1)

65 40 Populasi KSS penis Penektomi tanpa limfadektomi: Metastasis positif:16 kasus Faktor Kliniko-patologi: Prognosis 1. Ukuran tumor 2. Derajat diferensiasi 3. Invasi uretra 4. Invasi intra vasa 5. Invasi perineural Penektomi Faktor prognosis dengan limfadektomi: Biologi Prediktif: COX-2 47 kasus Metastasis negatif:31 Faktor Prognosis kasus Kliniko-patologi: Klinisi Biopsi Jarum halus dan sentinel limfe node biopsy belum rutin dikerjakan di Bali Patolog Sistem pelaporan PA yang beragam Faktor risiko inflamasi kronis 1. Ukuran tumor 2. Derajat diferensiasi 3. Invasi uretra 4. Invasi intra vasa 5. Invasi perineural Faktor prognosis Biologi Prediktif: COX-2 Gambar 3.1 Bagan Kerangka Berpikir

66 Konsep Penelitian Bertolak dari kerangka pikir di atas, dapat dibuat konsep penelitian seperti bagan berikut: MARKA BIOLOGI Meningkatnya FAKTOR PROGNOSIS KLINIKO- PATOLOGI ekspresi COX-2 Ukuran Tumor Semakin buruknya derajat diferensiasi Adanya invasi uretra ` PGE2 Adanya invasi intra vasa Adanya invasi perineural E-Cadherin MMP METASTASIS KGB Keterangan: yang diwarnai hijau, variabel yang diteliti Gambar 3.2 Bagan Konsep Penelitian

67 Hipotesis Penelitian 7. Terdapat hubungan antara ukuran tumor KSS penis dengan adanya metastasis KGB inguinal. 8. Terdapat hubungan antara grade KSS penis dengan adanya metastasis KGB inguinal. 9. Terdapat hubungan antara invasi uretra KSS penis dengan adanya metastasis KGB inguinal. 10. Terdapat hubungan antara invasi intra vasa KSS penis dengan adanya metastasis KGB inguinal. 11. Terdapat hubungan antara invasi perineural KSS penis dengan adanya metastasis KGB inguinal. 12. Terdapat hubungan antara ekspresi COX-2 KSS penis dengan adanya metastasis KGB inguinal.

68 43 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah merupakan penelitian analitik observational dengan rancangan cross sectional, di mana pengukuran faktor prognosis kliniko-patologi, biologi dan metastasis ke KGB dilakukan secara bersamaan, seperti Gambar Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Unud/RSUP Sanglah, Denpasar dari tanggal 1 Juli 31 September Populasi Penelitian Populasi Target Populasi penelitian ini pasien Karsinoma Sel Skuamosa penis di Bali Populasi terjangkau Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah preparat histopatologi dari tumor penderita KSS penis yang melakukan operasi penektomi. 43

69 Sampel Sampel penelitian adalah sediaan blok parafin dari bahan operasi penektomi 43 beserta KGB inguinal penderita KSS penis yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan peneliti dari tahun Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria Inklusi Sediaan blok parafin pasien KSS penis dari operasi penektomi beserta limfadektomi dan dalam kondisi baik dan tidak berjamur Kriteria Eksklusi. Sediaan jaringan yang tidak cukup mengandung masa tumor.

70 45 Ukuran Tumor < 5 cm 5 cm Metastasis: Positif Derajat Diferensiasi Grade 1 Grade 2 Grade 3 Invasi Uretra Positif Penektomi KSS disertai Invasi Intra Negatif Positif Vasa Negatif Metastasis: Negatif Invasi Perineural Ekspresi COX-2 Positif Negatif Positif kuat (+3) Positif sedang (+2) Positif lemah (+1) Negatif Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian

71 Perhitungan dan Cara Pengambilan Sampel Besar sampel ditentukan berdasarkan asumsi kejadian metastasis ke KGB inguinal pasien KSS penis menggunakan rumus Araoye (2003): Keterangan : n = jumlah sampel Zα = simpang baku alfa (1,96 ), (α = 0,05) p = kemungkinan kejadian metastasis ke KGB inguinal di populasi d = perbedaan antara populasi dan sampel : 0,15 (15%). Tabel 4.1 Perhitungan Besar Sampel Berdasarkan Prevalensi per Variabel Penelitian dengan Menggunakan Rumus Araoye (2003) Variabel Prevalensi (P) Q = 1-P n 1 Invasi Intravasa Ukuran Tumor Derajat Diferensiasi Perineural Invasi Invasi uretra COX Berdasarkan Tabel 4.1 di atas maka diambil jumlah sampel yang paling besar yaitu n = 39,8 dibulatkan menjadi 40 sampel. Jadi dalam penelitian ini digunakan 40 sampel.

72 47 Sampel diambil dari seluruh blok parafin dari semua pasien KSS penis yang telah menjalani operasi penektomi disertai limfadektomi dari tahun 2010 sampai 2013 dari seluruh sentra pemeriksaan Patologi Anatomi. 4.7 Identifikasi Variabel Penelitian Variabel bebas : Ukuran tumor, derajat diferensiasi, invasi uretra, invasi intra vasa, invasi perineural, ekspresi COX Variabel tergantung : Status metastasis KGB KSS penis. 4.8 Definisi Operasional Varibel 1. Karsinoma Sel Skuamosa penis adalah tumor penis yang berasal dari sel epitel skuamous ganas menurut WHO Pathology and Genetics of Tumours of the Urinary System and Male Genital Organs tahun 2004, yang dievaluasi dari pemeriksaan histo-patologi dengan pulasan hemaktosilin-eosin (HE) mempergunakan mikroskop merk Olymphus dengan pembesaran x. Evaluasi dilakukan oleh peneliti bersama 2 orang ahli Patologi Anatomi. Sel epitel skuamous ganas menunjukkan selsel dengan sitoplasma eosinofilik (menyerupai epitel skuamous) dan pleomorfik, infiltratif diantara stroma jaringan ikat fibrous kolagen. 2. Metastasis dinilai dari peninjauan ulang kasus penektomi disertai limfadektomi KGB inguinal, yang dievaluasi mempergunakan mikroskop cahaya merk Olymphus dengan pembesaran x. Evaluasi dilakukan

73 48 oleh peneliti bersama 2 orang ahli Patologi Anatomi. Kelenjar getah bening dikatakan positif mengandung metastasis bila terdapat sel-sel ganas sekunder yang sama dengan sel-sel ganas pada tumor primernya, minimal pada 1 buah KGB baik KGB inguinal dekstra maupun sinistra. Metastasis ke KGB dikatakan negatif bila tidak dijumpai penyebaran sel-sel ganas dari tumor primernya. 3. Ukuran tumor Pengukuran tumor diambil dari data sekunder ukuran makroskopis berdasarkan pemeriksaan 3 dimensi dalam satuan cm dan diambil ukuran diameter yang terpanjang. Ukuran tumor dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: 1) Tumor yang berukuran < 5 cm 2) Tumor yang berukuran 5 cm. 4. Penilaian derajat diferensiasi tumor dievaluasi dari pemeriksaan histopatologi dengan pulasan hemaktosilin-eosin (HE) dengan mempergunakan mikroskop cahaya merk Olymphus dengan pembesaran x. Evaluasi grade dilakukan oleh peneliti dan 2 orang ahli Patologi Anatomi. Derajat diferensiasi tumor ditentukan berdasarkan sistem scoring menurut Maiche (Epstein et al., 2011) yaitu: 1. Derajat Keratinisasi Poin: 0: Tidak terdapat keratin pearl. Keratin < 25% dari sel. 1: Tidak terdapat keratin pearl. Keratin 25 sampai 50% dari sel.

74 49 2: Keratin pearl tidak komplit atau jumlah keratin 50 sampai 75% dari sel. 3: Keratin pearl komplit atau keratin > 75% dari sel. 2. Aktivitas Mitosis: Poin: 0: 10 atau lebih mitosis/ lapang pandang. 1: 6-9 mitosis/ lapang pandang. 2: 3-5 mitosis/ lapang pandang. 3: 0-2 mitosis/ lapang pandang. 3. Atipia sel Poin: 0: Seluruh sel atipik. 1: Banyak sel atipik / lapang pandang. 2: Sel-sel atipik dengan jumlah sedang / lapang pandang. 3: Sedikit sel atipik / lapang pandang 4. Sel-sel inflamasi: Poin: 0: Tidak tampak sel radang limfosit. 1: Terdapat sel-sel radang limfosit. Grade 1: 8-10 poin Grade 2: 5-7 poin Grade 3: 3-4 poin Grade 4: 0-2 poin Pada penelitian ini hanya dipakai grade 1 sampai 3 saja, karena tidak ditemukan grade Invasi uretra. Invasi uretra tumor dievaluasi dari pemeriksaan histo-patologi dengan pulasan HE dengan mempergunakan mikroskop cahaya merk Olymphus

75 50 dengan pembesaran x. Invasi uretra dievaluasi oleh peneliti bersama dengan 2 orang ahli Patologi Anatomi. Invasi uretra dinilai berdasarkan ada tidaknya infiltrasi sel-sel ganas mencapai epitel permukaan uretra (Epstein et al, 2011), dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: 1) Sel-sel ganas infiltratif mencapai struktur uretra. 2) Sel-sel ganas tidak infiltratif mencapai struktur uretra. 6. Invasi intra vasa adalah invasi sel-sel epitel skuamous ganas pada ruang pembuluh darah (arteri dan vena dorsalis penis) dan pembuluh limfe yang ditemukan baik pada bagian tengah tumor, tepi tumor, maupun pada jaringan ikat disekitar tumor. Invasi intra vaskuler dinilai dari sarang epitel skuamous ganas didalam lumen yang mengandung eritrosit dan dindingnya dilapisi oleh otot polos. Invasi intra limfatik dilihat dari terdapatnya sarang sel-sel epitel skuamous ganas terletak didalam lumen dengan dinding yang tipis tanpa dilapisi oleh otot polos dan lumennya tidak mengandung eritrosit. Invasi intra vasa dinilai dari pemeriksaan histo-patologi dengan pulasan HE dengan mempergunakan miroskop cahaya merk Olymphus pembesaran x dan penilaiannya dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: 1) Positif: bila ditemukan invasi intra vasa. 2) Negatif : bila tidak ditemukan invasi intra vasa. Evaluasi adanya invasi intra vasa dilakukan oleh peneliti bersama 2 orang ahli Patologi Anatomi.

76 51 7. Invasi perineural merupakan invasi sel-sel epitel skuamous ganas didalam ruang perineural cabang syaraf perifer nervus dorsalis penis yang ditemukan dibagian dalam tumor maupun di jaringan ikat disekitar tumor. Invasi perineural dinilai dari pemeriksaan histo-patologi dengan pulasan HE dan penilaiannya dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: 1) Positif : terdapat invasi peineural. 2) Negatif: tidak tampak invasi perineural. Invasi perineural dinilai dari pewarnaan HE dengan mempergunakan mikroskop cahaya merk Olymphus dengan pembesaran x, dievaluasi oleh peneliti bersama 2 orang ahli Patologi Anatomi. 8. Ekspresi COX-2 adalah: Penilaian protein COX-2 dengan pulasan imunohistokimia menggunakan antibodi poliklonal Dako, secara semikuantitatif, diamati dengan mikroskop cahaya binokuler merk Olympus mulai dari pembesaran lemah (40x) kemudian pembesaran kuat (400x). Penghitungan dilakukan pada seluruh sel tumor dimulai dari bagian tumor dengan ekspresi COX-2 terkuat ke bagian yang lebih lemah (40x). Pemeriksaan imunohistokimia COX-2 dikerjakan di laboratorium Bagian Patologi Rumah Sakit Sardjito. Interpretasi ekspresi COX-2 dilakukan oleh peneliti dan 2 orang ahli Patologi Anatomi, tanpa mengetahui data klinikopatologi pasien. Seediaan jaringan yang akan dinilai, dibandingkan dengan kontrol positif. Kontrol positif diambil dari jaringan kolon. Sel yang mengekspresikan COX-2 akan tampak berwarna coklat pada sitoplasma sel ganas. Penilaian ekspresi COX-2 dibuat

77 52 berdasarkan analisis persentase sel tumor yang positif dan intensitas pewarnaan (Golijanin et al., 2004). Berdasarkan persentase sel ganas yang menunjukkan overekspresi COX-2 maka dibagi menjadi 4 skor (0-4) yaitu: 0 (tidak terwarnai) 1 (1-10% sel dari seluruh sel tumor) 2 (11-50% sel dari seluruh sel tumor) 3 (51-80% sel dari seluruh sel tumor) 4 (81-100% dari seluruh tumor) Berdasarkan intensitas sel-sel ganas yang menunjukkan overeksprei COX- 2 maka dibagi menjadi 3 skala (0-3) yaitu: 0 (negatif) 1 (lemah) 2 (sedang) 3 (kuat) Skor persentase dari sel tumor yang immunoreaktif kemudian dikalikan dengan skor intensitasnya, sehingga didapatkan skala 0-12 dan dibagi menjadi skala 0-3 yaitu: Negatif : 0 Positif ringan : +1 (1-4) Positif sedang : +2 (5-8) Positif kuat : +3 (9-12)

78 Prosedur Penelitian 1. Peneliti mencari sediaan penderita KSS penis dari penektomi disertai limfaadektomi yang melakukan pemeriksaan histopatologi dari 1 Januari 2011 sampai 31 Desember 2013 di seluruh sentra pemeriksaan PA di Denpasar. 2. Preparat hasil pulasan HE sesuai nomor-nomor diatas dikumpulkan, dievaluasi ulang dan dilakukan diagnosis ulang. Yang dinilai adalah parameter ukuran tumor, derajat diferensiasi (grade), invasi uretra, invasi intra vasa, invasi perineural dan status metastasis ke KGB. 3. Apabila dalam proses penilaian ternyata ada slide yang tidak dapat dinilai, misalnya karena warna mulai kabur (dilakukan proses pewarnaan kembali). Apabila slide berjamur atau rusak maka dilakukan pemotongan ulang blok parafin. 4. Peneliti menentukan slide mana yang akan dipakai untuk pemeriksaan imuno-histokimia (IHK), yaitu slide yang paling banyak mengandung massa tumor dengan derajat differensiasi yang paling buruk atau high grade, area nekrosis yang sedikit atau tidak ada sama sekali. 5. Peneliti mencari blok parafin sesuai preparat yang dipilih dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 6. Blok parafin dipotong setebal 4 mikrometer dengan mikrotom untuk pulasan IHK COX-2.

79 54 7. Prosedur pulasan Hematoksilin-Eosin yang rutin dikerjakan di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar : a. Dipotong blok parafin mengunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan ketebalan 3 μm, kemudian ditempelkan pada gelas obyek merk Sail Brand dengan ukuran lebar 1 inchi, panjang 3 inchi dan tebal 1,2 mm. b. Deparafinisasi dengan dicelupkan pada xilol sebanyak 4 kali masing-masing celupan selama 5 menit. c. Dehidrasi dengan akohol bertingkat dengan konsentrasi menurun mengunakan alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 75%, dan alkohol 50% masing-masing celupan selama 2 menit. d. Dimasukkan ke air selama 10 menit. e. Dicelupkan ke cat utama yaitu Harris s hematoksilin selama 10 menit. f. Dicuci dengan air selama 10 menit. g. Dilihat dibawah mikroskop, inti sel akan terlihat biru terang sedangkan sitoplasma tidak berwarna. h. Dicelupkan pada cat pembanding eosin 1% selama 0,5-1 menit. i. Didehidrasi dengan alkohol bertingkat dengan konsentrasi meningkat mengunakan alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 95% dan alkohol absolute, masing-masing celupan selama 2 menit. j. Dijernihan dengan xilol sebanyak 4 kali celupan, lama masingmasing celupan selama 5 menit.

80 55 k. Dinutup dengan cover glass. 8. Prosedur Pulasan IHK COX-2 menggunakan antibodi monoclonal COX- 2 Dako: a. Dipotong blok parafin menggunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan ketebalam 3 μm, kemudian direkatkan pada gelas obyek yang telah dilapisi dengan poly-l-lysine, merk Sigma, dengan ukuran lebar 1 inchi, panjang 3 inchi dan tebal 1,2 mm. b. Diinkubasi dalam incubator dengan suhu 37 o C selama 1 malam. c. Dideparafinisasi dengan xylol, preparat dicelupkan ke dalam xylol sebanyak 3 kali, masing-masing celupan selama 3 menit. d. Direhidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol absolut 2 kali, alkohol 95%, alkohol 80%, dan alkohol 70%, masing-masing selama 3 menit. e. Dicuci dengan aquadest selama 10 menit. f. Diteteskan H 2 O 2 dalam metanol 3% sampai menutupi seluruh permukaan jaringan selama 15 menit. g. Dicuci dengan aquadest selama 10 menit. h. Dicuci dengan PBS (phosphate buffer saline) sebanyak 2 kali, masing-masing selama 10 menit. i. Direndam dengan buffer sitrat 0,01 M, ph 6,0. Kemudian panaskan di dalam oven microwave selama 15 menit, mula-mula dengan pemanasan tinggi (80 o C) sampai tepat mendidih kemudian dengan pemanasan sedang (50 o C) selama 5 menit.

81 56 j. Dinginkan pada suhu kamar. k. Dicuci dengan PBS sebanyak 2 kali, masing-masing selama 10 menit. l. Teteskan 100μl selama 10 menit. m. Teteskan 100 μl antibodi primer menggunakan antibodi monoclonal COX-2 dari Dako yang telah diencerkan (pengenceran 1:100) selama 30 menit pada suhu kamar atau semalam pada suhu 4 0 C. n. Dicuci dengan PBS sebanyak 2 kali, masing-masing selama 10 menit. o. Diteteskan Biotinylated Anti Polyvalent selama 10 menit. p. Dicuci dengan BS sebanyak 2 kali, masing-masing 10 menit. q. Diteteskan Streptavidin Peroxidase selama 10 menit. r. Dicuci dengan PBS sebanyak 2 kali, masing-masing selama 10 menit. s. Diteteskan dengan reagen DAB selama 10 menit. t. Dicuci dengan air mengalir. u. Dipulas dengan Mayer Hematoksilin selama 2 menit. v. Dicuci dengan air mengalir. w. Didehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut 2 kali, masingmasing selama 3 menit.

82 57 x. Dicelupkan ke dalam xylol sebanyak 3 kali, masing-masing selama 3 menit. y. Ditutup dengan cover glass. 9. Dibuatkan pula pengecatan IHK untuk kontrol positif dan negatif. 10. Pemeriksaan immunohistokimia COX-2 dikerjakan di laboratorium IHK bagian Patologi Anatomi FK Unud. 11. Pencatatan dan pengumpulan data. 12. Analisis data

83 Skema Alur Penelitian Mencari nomor sediaan KSS penis dari bahan operasi penektomi disertai limfaadektomi dari tahun 2008 sampai 2013 yang memenuhi kriteria inklusi dan Pengumpulan sediaan pulasan HE Seleksi, restaining bila warna pudar, rediagnosis sediaan mikroskopis: ukuran tumor, derajat diferensiasi, invasi uretra, invasi intra vassa, invasi perineural. Memilih preparat sebagai dasar memilih blok parafin untuk pulasan COX-2 Mencari dan mengumpulkan blok parafin Blok parafin dipotong 4 μm Pengecatan imunohistokimia COX-2 Interpretasi hasil pulasan COX-2 Pencatatan dan pengumpulan data Analisis statistik Simpulan Gambar 4.2 Skema Alur Penelitian

84 Analisis Data Karakteristik pasien yaitu klinis, makroskopis, dan histopatologi disajikan secara deskriptip dalam bentuk tabel, sedangkan hubungan antara faktor prognosis klinis, histopatologi dan marka biologi dengan metastasis dianalisis menggunakan: a. Tabel silang dan besarnya hubungan dinilai dengan rasio prevalensi dan kemaknaannya diuji dengan tabel 2x2. Uji kemaknaan ditentukan pada p < 0,05. Presisi data ditentukan dengan nilai Convident Interval (CI) 95%. b. Analisis korelasi Spearman.

85 60 BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan dari periode bulan Juni sampai November 2013 di Laboratorium Patologi Anatomi RS Sanglah. Data dan sampel dikumpulkan sejumlah 47 kasus KSS penis dari operasi penektomi disertai limfadenektomi yang diperoleh dari Laboratorium Patologi Anatomi RS Sanglah, laboratorium Sentra Medika dan laboratorium dr I Kt Mulyadi. Pencatatan ukuran tumor diambil dari data rekam medis pasien dan diagnosis ulang preparat dilakukan untuk menilai ada tidaknya metastasis pada KGB inguinal, grade tumor, invasi uretra, invasi intra vasa, invasi perineural dan kemudian dilakukan pengecatan IHK COX-2. Metastasis ke KGB inguinal ditemukan positif pada 16 kasus dari 47 kasus (34%). 5.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Umur Pasien Sampel penelitian KSS penis menunjukkan rentang umur pasien yang cukup bervariasi yaitu berkisar dari usia tahun, dengan rerata umur 54,83± Jumlah terbanyak penderita pada rentang umur tahun (31,9%). Rerata umur pada 16 kasus dengan metastasis ke KGB inguinal positif yaitu 55,12±12,328, sedangkan pada kelompok metastasis negatif menunjukkan rerata umur 54,68±13,583. Jadi pada kelompok metastasis positif menunjukkan rerata umur pasien yang lebih tua dibandingkan dengan kelompok metastasis negatif. 60

86 Frekueansi 61 Tabel 5.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Kelompok Umur dengan Status Metastasis ke KGB Inguinal Kelompok_Umur (tahun) Jumlah Metastasis positif negatif Total N = 47 Rerata=54,83 Std.Dev = Umur Responden Gambar 5.1 Grafik Distribusi Kasus KSS Penis Berdasarkan Kelompok Umur pada Metastasis ke KGB Inguinal Positif dan Negatif

BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN DERAJAT DIFERENSIASI, KEDALAMAN INVASI DAN METASTASIS KELENJAR GETAH BENING REGIONAL PADA ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL DI BALI

BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN DERAJAT DIFERENSIASI, KEDALAMAN INVASI DAN METASTASIS KELENJAR GETAH BENING REGIONAL PADA ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL DI BALI TESIS OVEREKSPRESI HER-2/neu BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN DERAJAT DIFERENSIASI, KEDALAMAN INVASI DAN METASTASIS KELENJAR GETAH BENING REGIONAL PADA ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL DI BALI I NYOMAN SASPUTRA PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan dengan tingginya insiden goiter. Goiter merupakan faktor predisposisi karsinoma tiroid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM.. i LEMBAR PERSETUJUAN ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii UCAPAN TERIMAKASIH iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.. v ABSTRAK.. vi ABSTRACT... vii RINGKASAN.. viii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita dan diperkirakan jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun terdapat

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif deskriptif untuk melihat pola ekspresi dari Ki- 67 pada pasien KPDluminal A dan luminal B. 3.2 Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh dunia. Berbeda dengan negara maju dengan insiden kanker payudara yang stagnan atau malah semakin menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul dari permukaan dinding lateral nasofaring (Zeng and Zeng, 2010; Tulalamba and Janvilisri,

Lebih terperinci

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Kerja atau

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker kepala dan leher adalah berbagai tumor ganas yang berasal dari saluran aerodigestive atas (UADT), meliputi rongga mulut, nasofaring, orofaring, hipofaring dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini insiden kanker sebagai salah satu jenis penyakit tidak menular semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan pada jaringan payudara yang berasal dari epitel duktus atau lobulus. 1 Di Indonesia kanker payudara berada di urutan kedua sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara

Lebih terperinci

HUBUNGAN USIA TERHADAP DERAJAT DIFERENSIASI KANKER PAYUDARA PADA WANITA LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN USIA TERHADAP DERAJAT DIFERENSIASI KANKER PAYUDARA PADA WANITA LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN USIA TERHADAP DERAJAT DIFERENSIASI KANKER PAYUDARA PADA WANITA LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian proposal Karya Tulis Ilmiah mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah metastasis adalah akibat kurang efektifnya manajemen

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah metastasis adalah akibat kurang efektifnya manajemen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker Kolorektal (KKR) merupakan salah satu penyebab kematian di dunia akibat kanker. KKR merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia karena semakin banyaknya penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan merupakan penyebab kematian kedua pada wanita setelah kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari Kanker Kepala Leher (KKL) dalam hal epidemiologi, karakteristik klinis, etiologi, dan histopatologi (Ruiz

Lebih terperinci

Validitas Diagnostik Fine Needle Aspiration Biopsy Kelenjar Getah Bening Inguinal yang Teraba pada Karsinoma Penis di RSUP Sanglah, Denpasar

Validitas Diagnostik Fine Needle Aspiration Biopsy Kelenjar Getah Bening Inguinal yang Teraba pada Karsinoma Penis di RSUP Sanglah, Denpasar ARTIKEL PENELITIAN Validitas Diagnostik Fine Needle Aspiration Biopsy Kelenjar Getah Bening Inguinal yang Teraba pada Karsinoma Penis di RSUP Sanglah, Denpasar I. W. G. SUARSANA, B. SASTRODIHARDJO, DAN

Lebih terperinci

ABSTRAK KADAR CATHEPSIN B SERUM LEBIH TINGGI PADA KANKER SERVIKS EPITELIAL DARIPADA LESI PRA KANKER SERVIKS

ABSTRAK KADAR CATHEPSIN B SERUM LEBIH TINGGI PADA KANKER SERVIKS EPITELIAL DARIPADA LESI PRA KANKER SERVIKS ABSTRAK KADAR CATHEPSIN B SERUM LEBIH TINGGI PADA KANKER SERVIKS EPITELIAL DARIPADA LESI PRA KANKER SERVIKS Kanker serviks merupakan salah satu kanker tersering pada wanita dan menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

Kata kunci: COX-2, faktor klinikopatologi, KSS penis, metastasis KGB inguinal.

Kata kunci: COX-2, faktor klinikopatologi, KSS penis, metastasis KGB inguinal. Hubungan antara Ukuran Tumor, Grade, Invasi Uretra, Intravasa, Perineural dan Overekspresi COX-2 pada Metastasis Karsinoma Sel Skuamosa Penis ke Kelenjar Getah Bening Inguinal ABSTRAK Bagian/SMF Patologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Al Baqarah ayat 233: "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,.

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Al Baqarah ayat 233: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Payudara merupakan salah satu bagian tubuh wanita yang memiliki kedudukan istimewa baik secara lahir dan batin. Selain memiliki nilai estetika, bagian tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, kanker payudara menduduki peringkat keempat

Lebih terperinci

D. Kerangka Teori E. Kerangka Konsep F. Hipotesis... 36

D. Kerangka Teori E. Kerangka Konsep F. Hipotesis... 36 vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR SINGKATAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK C-REACTIVE PROTEIN (CRP) PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS AKUT SKOR ALVARADO 5-6

DIAGNOSTIK C-REACTIVE PROTEIN (CRP) PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS AKUT SKOR ALVARADO 5-6 TESIS VALIDITAS DIAGNOSTIK C-REACTIVE PROTEIN (CRP) PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS AKUT SKOR ALVARADO 5-6 JIMMY NIM 0914028203 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN 20 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM Jakarta periode tahun 2004. Data yang didapatkan adalah sebanyak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kanker adalah kelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan penyebaran sel abnormal yang tidak terkendali (Kaplan, Salis & Patterson, 1993). Dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kepala dan leher merupakan istilah luas yang mengacu kepada keganasan epitel sinus paranasalis, rongga hidung, rongga mulut, faring, dan laring. Hampir seluruh

Lebih terperinci

KADAR SERUM CLUSTER OF DIFFERENTIATION 8 PADA DISPLASIA LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN KANKER SERVIKS TIPE ADENOSA DAN SKUAMOSA

KADAR SERUM CLUSTER OF DIFFERENTIATION 8 PADA DISPLASIA LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN KANKER SERVIKS TIPE ADENOSA DAN SKUAMOSA TESIS KADAR SERUM CLUSTER OF DIFFERENTIATION 8 PADA DISPLASIA LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN KANKER SERVIKS TIPE ADENOSA DAN SKUAMOSA ALBERT DARU BUWONO PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv ABSTRAK...v ABSTRACT... vi RINGKASAN... vii SUMMARY... viii KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006). Diperkirakan ada 10.000 kasus baru

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN KTI HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN GRADE HISTOLOGI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA

HALAMAN PENGESAHAN KTI HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN GRADE HISTOLOGI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA HALAMAN PENGESAHAN KTI HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN GRADE HISTOLOGI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA Disusun Oleh: AFIF ARIYANWAR 20130310063 Telah disetujui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama di seluruh dunia dan menempati keganasan terbanyak pada wanita baik di negara maju

Lebih terperinci

DAMPAK KEGIATAN PERTANIAN TERHADAP TINGKAT EUTROFIKASI DAN JENIS JENIS FITOPLANKTON DI DANAU BUYAN KABUPATEN BULELENG PROVINSI BALI

DAMPAK KEGIATAN PERTANIAN TERHADAP TINGKAT EUTROFIKASI DAN JENIS JENIS FITOPLANKTON DI DANAU BUYAN KABUPATEN BULELENG PROVINSI BALI TESIS DAMPAK KEGIATAN PERTANIAN TERHADAP TINGKAT EUTROFIKASI DAN JENIS JENIS FITOPLANKTON DI DANAU BUYAN KABUPATEN BULELENG PROVINSI BALI NI PUTU VIVIN NOPIANTARI NIM. 1191261003 PROGRAM MAGISTER PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker payudara merupakan penyakit kompleks yang ditandai dengan adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab utama kematian di dunia.

Lebih terperinci

TERDAPAT HUBUNGAN ANTARA UMUR IBU DENGAN JUMLAH FOLIKEL ANTRAL PADA FERTILISASI IN VITRO

TERDAPAT HUBUNGAN ANTARA UMUR IBU DENGAN JUMLAH FOLIKEL ANTRAL PADA FERTILISASI IN VITRO TESIS TERDAPAT HUBUNGAN ANTARA UMUR IBU DENGAN JUMLAH FOLIKEL ANTRAL PADA FERTILISASI IN VITRO FRANSISKUS CHRISTIANTO RAHARJA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS TERDAPAT HUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker ovarium adalah kanker ginekologi yang dijumpai hampir 30% dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada perempuan,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI MUTU PELAYANAN LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK DENGAN KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

HUBUNGAN PERSEPSI MUTU PELAYANAN LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK DENGAN KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 UNIVERSITAS UDAYANA HUBUNGAN PERSEPSI MUTU PELAYANAN LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK DENGAN KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 I NYOMAN SATRIA ARIMBAWA PROGRAM

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBEDAAN EKSPRESI PROTEIN 53 (p53) PADA STADIUM I, II DAN III KANKER SERVIKS TIPE SEL SKUAMOSA

ABSTRAK PERBEDAAN EKSPRESI PROTEIN 53 (p53) PADA STADIUM I, II DAN III KANKER SERVIKS TIPE SEL SKUAMOSA ABSTRAK PERBEDAAN EKSPRESI PROTEIN 53 (p53) PADA STADIUM I, II DAN III KANKER SERVIKS TIPE SEL SKUAMOSA Kanker serviks merupakan keganasan yang paling banyak ditemukan dan merupakan penyebab kematian utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan penyebab kematian ketujuh pada wanita di dunia. Diperkirakan terdapat 239.000 kasus baru kanker ovarium dan 152.000 kasus meninggal dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel, yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel, yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel, yang dapat menyerang dan menyebar ke bagian tubuh yang jauh. Kanker dapat memiliki konsekuensi kesehatan

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri 78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Selama periode penelitian mulai Januari 2013 sampai September 2013

BAB V HASIL PENELITIAN. Selama periode penelitian mulai Januari 2013 sampai September 2013 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik subjek Selama periode penelitian mulai Januari 2013 sampai September 2013 berdasarkan data pasien yang sampelnya diperiksa di Laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT, TEMUAN HISTOPATOLOGIS, DAN TERAPI PASIEN KANKER KOLOREKTAL DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH

ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT, TEMUAN HISTOPATOLOGIS, DAN TERAPI PASIEN KANKER KOLOREKTAL DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT, TEMUAN HISTOPATOLOGIS, DAN TERAPI PASIEN KANKER KOLOREKTAL DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH Kanker kolorektal merupakan kanker yang umum dijumpai dengan angka kematian yang tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

UJI DIAGNOSTIK PLATELET LYMPHOCYTE RATIO DAN FIBRINOGEN PADA DIAGNOSIS TUMOR PADAT GANAS

UJI DIAGNOSTIK PLATELET LYMPHOCYTE RATIO DAN FIBRINOGEN PADA DIAGNOSIS TUMOR PADAT GANAS UJI DIAGNOSTIK PLATELET LYMPHOCYTE RATIO DAN FIBRINOGEN PADA DIAGNOSIS TUMOR PADAT GANAS TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS Program Studi : Pendidikan Dokter Kode Blok : KBK301 Blok : NEOPLASMA (Blok 9) Bobot : 4 SKS Semester : III Standar Kompetensi : Mahasiswa mampu: -

Lebih terperinci

ANAK AGUNG GEDE ANOM NIM:

ANAK AGUNG GEDE ANOM NIM: TESIS PELATIHAN BERJALAN DENGAN TANGAN JARAK 5 METER 5 REPETISI 4 SET LEBIH MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT LENGAN DARI PADA 4 REPETISI 5 SET PADA SISWA PUTRA KELAS VII SMP NEGERI 9 DENPASAR ANAK AGUNG GEDE

Lebih terperinci

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah.

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah. ABSTRAK KARAKTERISTIK KLINIKOPATOLOGI KANKER KOLOREKTAL PADA TAHUN 2011 2015 BERDASARKAN DATA HISTOPATOLOGI DI LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH DENPASAR BALI Kanker kolorektal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA MAMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008

ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA MAMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008 ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA MAMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008 Cory Primaturia, 2009, Pembimbing I : dr.freddy Tumewu A.,M.S Pembimbing II : dr. Hartini Tiono Karsinoma

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN USIA PADA PASIEN KANKER PAYUDARA

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN USIA PADA PASIEN KANKER PAYUDARA KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN USIA PADA PASIEN KANKER PAYUDARA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

PERBEDAAN EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA RETINOBLASTOMA STADIUM KLINIS INTRAOKULAR DAN INVASI LOKAL.

PERBEDAAN EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA RETINOBLASTOMA STADIUM KLINIS INTRAOKULAR DAN INVASI LOKAL. i PERBEDAAN EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA RETINOBLASTOMA STADIUM KLINIS INTRAOKULAR DAN INVASI LOKAL Tesis Program Pendidikan Dokter Spesialis Bidang Studi Ilmu Kesehatan Mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru adalah kanker yang paling sering didiagnosis di dunia dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Data kasus baru kanker paru di Amerika Serikat

Lebih terperinci

Tesis Ini Telah Diuji pada. Tanggal 13 September Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, Nomor 1659a/UN14.

Tesis Ini Telah Diuji pada. Tanggal 13 September Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, Nomor 1659a/UN14. Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 13 September 2013 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, Nomor 1659a/UN14.4/HK/2013 Ketua Sekretaris : dr. Moestikaningsih, SpPA (K) : Prof.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding kasus). Kematian akibat kanker payudara menduduki peringkat

BAB I PENDAHULUAN. dibanding kasus). Kematian akibat kanker payudara menduduki peringkat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker paru-paru dan telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem,

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker ovarium merupakan peringkat keenam keganasan terbanyak di dunia, dan merupakan penyebab kematian ketujuh akibat kanker. Kanker ovarium didiagnosis pada 225.500

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PASIEN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2014

ABSTRAK GAMBARAN PASIEN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2014 ABSTRAK GAMBARAN PASIEN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2014 Ida Ayu Komang Trisna Bulan, 2015 Pembimbing I : Dr. Hana Ratnawati, dr., M.Kes., PA (K). Pembimbing

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv ABSTRAK...v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF KINERJA PORTOFOLIO SAHAM SMALL MEDIUM ENTERPRISE (SME) DI PASAR MODAL INDONESIA, CHINA, DAN INDIA

STUDI KOMPARATIF KINERJA PORTOFOLIO SAHAM SMALL MEDIUM ENTERPRISE (SME) DI PASAR MODAL INDONESIA, CHINA, DAN INDIA STUDI KOMPARATIF KINERJA PORTOFOLIO SAHAM SMALL MEDIUM ENTERPRISE (SME) DI PASAR MODAL INDONESIA, CHINA, DAN INDIA Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Manajemen Program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

ABSTRAK. Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009

ABSTRAK. Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009 ABSTRAK Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009 Fifi, 2010. Pembimbing I: Laella Kinghua Liana, dr., Sp.PA, M.Kes Pembimbing II: Evi Yuniawati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan

BAB I PENDAHULUAN. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma tiroid merupakan keganasan tersering organ endokrin.sebagian besar neoplasma tersebut berasal dari sel epitel folikel dan merupakan tipe papiler. Keganasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan sekitar dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ lain (World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, kematian akibat PTM (Penyakit Tidak Menular) akan meningkat di seluruh dunia. Lebih dari dua per tiga (70%) populasi global

Lebih terperinci

ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR TESIS ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR NI LUH PARTIWI WIRASAMADI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

MORALITAS INDIVIDU, MANAJEMEN LABA, SALAH SAJI, PENGUNGKAPAN, BIAYA DAN MANFAAT, SERTA TANGGUNG JAWAB DALAM ETIKA PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

MORALITAS INDIVIDU, MANAJEMEN LABA, SALAH SAJI, PENGUNGKAPAN, BIAYA DAN MANFAAT, SERTA TANGGUNG JAWAB DALAM ETIKA PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN TESIS MORALITAS INDIVIDU, MANAJEMEN LABA, SALAH SAJI, PENGUNGKAPAN, BIAYA DAN MANFAAT, SERTA TANGGUNG JAWAB DALAM ETIKA PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN \ INGRID SARASWATI BAYUSENA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker endometrium adalah kanker paling sering pada saluran genitalia wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia setelah payudara,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR.

HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR. HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusununtuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat pada tahun 2014 karsinoma ovarium adalah karsinoma peringkat tujuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah keganasan yang berasal dari epitel pada serviks terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar kanker serviks adalah epidermoid

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1. mematikan namun dapat dihindari. Berdasarkan laporan World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1. mematikan namun dapat dihindari. Berdasarkan laporan World Health 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan problem kesehatan yang serius yang menyebabkan angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1 Merokok adalah penyebab kematian satu dari sepuluh

Lebih terperinci

ABSTRACT. CHARACTERISTICS OF CERVICAL CARCINOMA AT HASAN SADIKIN HOSPITAL BANDUNG in 1 JANUARY DECEMBER 2010

ABSTRACT. CHARACTERISTICS OF CERVICAL CARCINOMA AT HASAN SADIKIN HOSPITAL BANDUNG in 1 JANUARY DECEMBER 2010 ABSTRACT CHARACTERISTICS OF CERVICAL CARCINOMA AT HASAN SADIKIN HOSPITAL BANDUNG in 1 JANUARY 2010-31 DECEMBER 2010 Fadhli Firman Fauzi, 2012 Tutor I : dr. Rimonta Gunanegara, Sp.OG Tutor II : dr. Sri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker Ovarium merupakan penyebab utama kematian dari kanker ginekologi. Selama tahun 2012 terdapat 239.000 kasus baru di seluruh dunia dengan insiden yang bervariasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian tengah (corpus atau shaft) dan bagian proksimal (root). Pada bagian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian tengah (corpus atau shaft) dan bagian proksimal (root). Pada bagian 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penis 2.1.1. Anatomi Dan Histologi Penis Penis terdiri dari tiga komponen utama : bagian distal (glans atau kepala), bagian tengah (corpus atau shaft) dan bagian proksimal

Lebih terperinci

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana HUBUNGAN EKSPRESI RECEPTOR ACTIVATOR OF NUCLEAR FACTOR-kB LIGAND TINGGI DAN SUBTIPE LUMINAL DENGAN TERJADINYA METASTASIS TULANG PADA PASIEN KANKER PAYUDARA Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program

Lebih terperinci

TESIS PERAN MEDIASI KEPUASAN KERJA PADA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN BUDAYA PATIENT SAFETY TENAGA KESEHATAN

TESIS PERAN MEDIASI KEPUASAN KERJA PADA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN BUDAYA PATIENT SAFETY TENAGA KESEHATAN TESIS PERAN MEDIASI KEPUASAN KERJA PADA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN BUDAYA PATIENT SAFETY TENAGA KESEHATAN AYU DIANDRA SARI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 TESIS PERAN MEDIASI

Lebih terperinci

Tesis untuk Memeroleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

Tesis untuk Memeroleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana METODE KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DALAM PEMBELAJARAN TATA BAHASA JEPANG DASAR (SHOKYOU BUNPO) BAGI MAHASISWA SEMESTER III SASTRA JEPANG SEKOLAH TINGGI BAHASA ASING SARASWATI DENPASAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan adanya sel-sel basaloid (sel germinatif) yang tersusun dalam bentuk lobulus,

Lebih terperinci

Tampilan Pulasan Imunohistokimia Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) Pada Undifferentiated Carcinoma Nasofaring Tipe Regaud dan Tipe Schmincke

Tampilan Pulasan Imunohistokimia Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) Pada Undifferentiated Carcinoma Nasofaring Tipe Regaud dan Tipe Schmincke (MMP-9) Pada Undifferentiated Carcinoma Nasofaring Tipe dan Tipe ABSTRAK Departemen Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara Medan Latar belakang Pola pertumbuhan undifferentiated

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 28 DESEMBER 2016 NIP NIP

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 28 DESEMBER 2016 NIP NIP Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 28 DESEMBER 2016 Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE, MSi. Dr.A.A.N.B. Dwirandra, SE, MSi., Ak. NIP. 19641225199303 1 003

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya.

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan faktor penting dalam menunjang segala aktifitas hidup seseorang. Namun banyak orang yang menganggap remeh sehingga mengabaikan kesehatan dengan berbagai

Lebih terperinci

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan Usia dengan Tipe Histopatologi, Grading, dan Metastasis Kelenjar Getah Bening pada Penderita Karsinoma Payudara di Bagian Patologi Anatomi Rumah Sakit

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBEDAAN KADAR CANCER ANTIGEN 125 DAN HUMAN EPIDIDIMIS PROTEIN 4 PADA PASIEN KANKER OVARIUM EPITELIAL TIPE I DAN TIPE II

ABSTRAK PERBEDAAN KADAR CANCER ANTIGEN 125 DAN HUMAN EPIDIDIMIS PROTEIN 4 PADA PASIEN KANKER OVARIUM EPITELIAL TIPE I DAN TIPE II ABSTRAK PERBEDAAN KADAR CANCER ANTIGEN 125 DAN HUMAN EPIDIDIMIS PROTEIN 4 PADA PASIEN KANKER OVARIUM EPITELIAL TIPE I DAN TIPE II Pande Made Angger Parameswara Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2010

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2010 ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2009 31 DESEMBER 2010 Stevanus, 2011; Pembimbing I : dr. Hartini Tiono, M.Kes. Pembimbing II : dr. Sri Nadya J Saanin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Karsinoma hepatoseluler (KHS) merupakan kanker terbanyak kelima pada laki-laki (7,9%) dan ketujuh pada wanita 6,5%) di dunia, sebanyak

Lebih terperinci