PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI"

Transkripsi

1 PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN RINDRA RIZKI WIJAYANTI. Penilaian Ekonomi dan Jasa Lingkungan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Dibimbing oleh SUTARA HENDRAKUSUMAATMADJA. Keberadaan KRB sebagai pusat konservasi tumbuhan yang mengkoleksi beragam jenis tumbuhan tropis terbesar di dunia, saat ini menjadi semakin disadari pentingnya baik ditinjau dari segi ekonomi maupun ekologi. Dilihat dari segi ekologi keberadaan KRB sebagai penyerap karbondioksida, penghasil oksigen, daerah peresapan air, nilai estetika, pencipta keseimbangan dan keserasian fisik kota serta mendukung pelestarian keanekaragaman hayati. Secara ekonomi, keberadaan KRB mempunyai andil dalam usaha meningkatkan pendapatan negara serta menambah pendapatan daerah Kota Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat kesehatan yang diperoleh masyarakat yang bermukim disekitar kawasan konservasi KRB, dilihat dari kemampuannya melakukan proses penyerapan gas pencemar udara, mengetahui nilai ekonomi dari tanaman langka yang terdapat di KRB serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap rekreasi dan menilai permintaan ekonomi wisata di KRB. KRB memiliki potensi dalam menghasilkan oksigen sebesar Rp ,00 per hari atau setara dengan Rp ,00 per tahun. Potensi KRB dalam melakukan penyerapan gas-gas pencemar udara melalui pendekatan biaya kesehatan diperoleh sebesar Rp ,00. Nilai ini dapat menjadi patokan bagi besarnya subsidi yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk menanggulangi dampak pencemaran udara yang terjadi di wilayah Kecamatan Bogor Tengah. Penilaian tanaman langka di KRB dengan pendekatan biaya pengganti diperoleh sebesar Rp ,00. Penilaian tanaman dihitung berdasarkan harga jual per bibit tanaman langka, hasil kayu per tanaman serta hasil lainnya (non-kayu). Nilai ini sebenarnya lebih besar, karena dalam perhitungan ini tidak semua jenis tanaman dihitung. Namun, yang terpenting adalah bila keberadaan tanaman langka ini terus dipertahankan kelestariannya baik itu melalui upaya reintroduksi maupun konservasi, masyarakat maupun pemerintah tidak hanya mendapatkan manfaat dari segi ekonomi juga dari segi ekologis, biologis, dan sosial. KRB dengan sumberdaya alam yang dimilikinya memiliki nilai pemanfaatan atau kegunaan sebagai obyek wisata yang nilainya dapat diestimasi dengan pendekatan biaya perjalanan (TCM), dengan pendekatan ini juga dapat dianalisis permintaan terhadap wisata KRB. Permintaan wisata KRB dimodelkan dalam bentuk regresi linear berganda. Permintaan wisata KRB (frekuensi kunjungan seseorang ke KRB) dipengaruhi secara negatif oleh faktor biaya perjalanan, jenis kelamin, status pernikahan dan waktu tempuh serta secara positif dipengaruhi oleh faktor jarak tempuh, pendapatan, jenis pekerjaan, tingkat usia dan waktu di lokasi. Surplus konsumen pengunjung KRB sebesar Rp ,87 per kunjungan dan nilai manfaat/nilai ekonomi KRB sebagai tempat wisata adalah sebesar Rp ,00 per tahun.

3 PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

4 Judul skripsi : Penilaian Ekonomi dan Jasa Lingkungan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor Nama NRP : Rindra Rizki Wijayanti : H Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja, M.Sc NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc NIP Tanggal Lulus:

5 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Agustus 2009 Rindra Rizki Wijayanti H

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Samarinda pada tanggal 8 Desember Penulis merupakan putri sulung dari dua bersaudara pasangan Bapak Drs. Eddy Widjajanto (Alm) dan Ibu Hj. Esnik Wuryaningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1999 di SD Negeri 005 Bukit Raya Pekanbaru. Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) diselesaikan di SLTP Negeri 1 Bengkulu pada tahun 2002 dan pendidikan SMA diselesaikan pada tahun 2005 di SMA Negeri 5 Kota Bogor. Penulis diterima masuk Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005, dan pada tahun 2006 masuk pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis terlibat dalam berbagi kepanitiaan dan aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEM sebagai staf perekonomian dan kewirausahaan periode dan di himpunan kemahasiswaan Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Resources and Environmental Economics Student Association (REESA) sebagai staf internal development periode Selama menempuh studi, penulis mendapatkan beasiswa POM pada tahun dan Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) pada tahun

7 KATA PENGANTAR Segala puja dan puji bagi Allah SWT, Dzat penguasa semesta alam atas limpahan nikmat dan karunia yang telah diberikan kepada penulis. Kucuran rahmat, taufik dan hidayah-nya merupakan kekuatan utama bagi penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Penilaian Ekonomi dan Jasa Lingkungan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor dibimbing oleh Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja, M.Sc. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini mengulas mengenai manfaat kesehatan yang diperoleh masyarakat yang bermukim disekitar kawasan konservasi Kebun Raya Bogor, nilai ekonomi dari tanaman langka yang terdapat di Kebun Raya Bogor serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap rekreasi dan menilai permintaan ekonomi wisata di Kebun Raya Bogor. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan pada kemajuan ilmu pengetahuan serta bermanfaat bagi mahasiswa, masyarakat, pengelola kawasan konservasi (khususnya dalam mengelola dan mengapresiasi nilai sumberdaya yang mereka kelola), pemerhati lingkungan maupun bagi aparat pemerintah pusat dan daerah. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan skripsi ini. Bogor, Agustus 2009 Penulis

8 UCAPAN TERI A KASIH Alhamdulillahirobbil alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya yang tak terhingga sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja,.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kasih sayang, kesabaran dan ketelitian memberi bimbingan, arahan dan semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT sebagai dosen penguji utama atas segala pertanyaan, kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Bapak Novindra, SP sebagai dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan koreksi, kritikan dan arahan untuk kesempurnaan skripsi ini. 4. Bapak Dr.Ir.Ahyar Ismail, M.Agr sebagai pembimbing akademik yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama menjalankan studi di Depertemen ESL, IPB. 5. Staf Departemen ESL Mba Nuva, Mba tuti, Mba Sofi, Mba Santi, P Basir, Husein dan P Dayat. 6. Kedua orang tuaku tercinta Ibu Hj. Esnik Wuryaningsih dan Bapak Drs. Eddy Widjajanto (Alm) atas cinta, kasih sayang, pengorbanan, perhatian, motivasi serta doa yang tiada henti diberikan dalam setiap langkah hidup penulis. 7. Adikku tercinta Irawati Agustina serta seluruh keluarga atas bantuan dan doa untuk keberhasilan penulis.

9 8. Bapak Sujati, Ibu Rismita, Bapak ujahidin dan seluruh keluarga besar PKT KRB yang telah memberi banyak dukungan, bantuan dan kemudahan selama penulis melakukan penelitian. 9. Keluarga besar UPD Puskesmas Kecamatan Bogor Tengah dan UPD Puskesmas Kecamatan Bogor Barat atas bantuan dan kemudahan selama penulis melakukan penelitian. 10. Teman-teman ESL Ratih, Ata, Nani, Dhibo, Ganis, Mpe, Yoe, Rethna, Tri, Atung, Cici, Indra, ega, Gita dan semua sahabat seperjuangan di ESL 42 atas kebersamaan dan kekompakan selama ini. 11. Teman-teman KKP Aufa, Kala, Hafsah dan Tri atas kebersamaan dan kekompakannya di Desa Sadeng Kolot.

10 DAFTAR ISI RINGKASAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN KEORISINILAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN... II. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian... TINJAUAN PUSTAKA Jasa Lingkungan Konservasi Sumber Daya Alam Pencemaran Udara Pariwisata Permintaan dan Penawaran Rekreasi Obyek Wisata Alam Sebagai Barang Publik Surplus Konsumen Penelitian Terdahulu... III. KERANGKA PEMIKIRAN Penilaian Ekonomi Lingkungan Keinginan Membayar (Willingness to Pay) Pendekatan Biaya Kesehatan Pendekatan Biaya Pengganti (Replacement Cost) Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method) Variabel yang Mempengaruhi Permintaan Kunjungan Wisata ke Kebun Raya Bogor Biaya Perjalanan Tingkat Usia Pendapatan... Halaman i ii iii iv v vi vii ix xii xiv xv

11 3.6.4 Tingkat Pendidikan Waktu dan Jarak Tempuh Waktu yang Ingin Dihabiskan di Lokasi Wisata Jenis dan Status Pernikahan Kerangka Pemikiran Operasional Hipotesis Penelitian... IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penentuan Responden Pengambilan Data Kemampuan Kebun Raya Bogor Dalam Menyerap Karbondioksida Penilaian Ekonomi Tanaman Langka yang Terdapat di Kebun Raya Bogor Penentuan Permintaan Rekreasi dan Nilai Ekonomi Wisata Pengolahan Data Kemampuan Kebun Raya Bogor Dalam Menyerap Karbondioksida Penilaian Ekonomi Tanaman Langka yang Terdapat di Kebun Raya Bogor Penentuan Permintaan Rekreasi dan Nilai Ekonomi Wisata Regresi... V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Letak dan Luas Visi dan Misi Kebun Raya Bogor Tujuan dan Sasaran Kebun Raya Bogor Struktur Organisasi Flora dan Fauna Tanaman dan Bangunan yang Menarik di Kebun Raya Bogor... VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Manfaat Kebun Raya Bogor dalam Mereduksi Gas Pencemar Udara Melalui Pendekatan Biaya Kesehatan Penilaian Ekonomi Dari Tanaman Langka yang Terdapat Di Kebun Raya Bogor Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Terhadap Rekreasi Serta Nilai Ekonomi Wisata dari Kebun Raya Bogor Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Penilaian Responden Terhadap Kondisi Kebun Raya Bogor Fungsi Permintaan Rekreasi Kebun Raya Bogor dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Rekreasi Individu

12 6.3.4 Pendugaan Surplus Konsumen dan Nilai Ekonomi Wisata Kebun Raya Bogor Analisis Pengelolaan Kebun Raya Bogor... VII. KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN

13 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1 Statistik Kunjungan Wisatawan di Indonesia Tahun Kunjungan Wisatawan Kebun Raya Bogor Tahun Dampak Negatif Pelaksanaan Wisata di Kebun Raya Bogor 8 4 Pengujian Autokorelasi Menggunakan Durbin-Watson (DW)... 5 Pengaruh Gas Pencemar Dari Emisi Kendaraan Bermotor Bagi Kesehatan Manusia... 6 Persentase Jumlah Warga yang Terkena Dampak Pencemaran Udara di Kecamatan Bogor Tengah dan Kecamatan Bogor Barat 7 Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Tingkat Usia Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Tingkat Pendidikan... 9 Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Jenis Pekerjaan Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Tingkat Pendapatan... Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Biaya Perjalanan Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Jarak Tempuh... Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Waktu Tempuh Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Cara Kedatangan.. Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Tujuan Kunjungan... Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Jenis Kendaraan yang Digunakan... 1 Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Frekuensi

14 7 Kunjungan dalam Setahun 7 Terakhir 1 8 Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Waktu yang Dihabiskan Di Lokasi Wisata Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Daya Tarik Obyek Wisata yang Disukai... Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Penilaian Terhadap Kondisi Lokasi... Hasil Regresi Linear Berganda Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Frekuensi Kunjungan ke Kebun Raya Bogor.. Daftar Laporan Keuangan Program Kegiatan Kebun Raya Bogor Tahun

15 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kurva Surplus Konsumen Klasifikasi Penilaian Non-market Alur Kerangka Pemikiran Operasional Bagan Struktur Organisasi Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor... 52

16 Nomor Kuesioner DAFTAR LAMPIRAN Penelitian.. Pendugaan Daya Serap Total Kebun Raya Bogor... Jenis Penyakit dan Biaya Pengobatan Warga pada UPD Puskesmas Bogor Barat dan UPD Puskesmas Bogor Tengah... Jumlah Kunjungan Warga Akibat Pencemaran Udara di UPD Puskesmas Bogor Tengah dan UPD Puskesmas Bogor Barat Tahun Penerimaan Kebun Raya Bogor dari Tiket Masuk Plot Distribusi Normal Residual dan Homoskedastisitas Model Regresi Linear Berganda. Olahan Data Regresi Linear Berganda.. Penerimaan Produksi Tanaman Langka... Halaman

17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dengan tipe hutan bervariasi yang tersebar diseluruh tanah air. Keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia menjadikannya sebagai negara terbesar ketiga setelah Brazil dan Zaire yang memiliki hutan tropik sebagai salah satu pusat mega biodiversiti di dunia. Hasil survei World Conservation Monitoring Committee (1994) dan Bappenas (1993) mencatat kekayaan bumi Indonesia mencakup spesies tumbuhan berbunga (10% dari seluruh spesies

18 tumbuhan berbunga di dunia), 25% jenis ikan di dunia, 17% jenis burung di dunia, 12% mamalia di dunia dan spesies reptil dan amphibi (16% dari seluruh spesies reptil di dunia). Keanekaragaman hayati tersebut merupakan potensi alamiah bagi Indonesia yang harus terus dapat dipertahankan kelestariannya. Sebagai salah satu negara pemilik hutan tropik terbesar ketiga di dunia membuat Indonesia menjadi negara penghasil oksigen terbesar yang sangat dibutuhkan oleh semua negara di dunia. Kebanggaan ini harus tetap dijaga dan dipelihara, yaitu dengan melestarikan hutan-hutan asli yang ada dan menghutankan kembali hutan-hutan yang sebelumnya rusak. Hakekatnya hutan merupakan salah satu faktor ekologi dalam sistem pendukung kehidupan makhluk hidup, termasuk dalam hal ini manusia, hewan, dan tumbuhan. Hutan mempunyai pengaruh terhadap daur air, yaitu terhadap hujan, peresapan, dan aliran sungai. Di samping memiliki fungsi hidrologis, hutan juga berfungsi sebagai penyimpan sumberdaya genetis dan menjaga keseimbangan proses fotosintetis yang menghasilkan oksigen untuk kelangsungan hidup manusia (Soemarwoto, 1983). 1 Perlu disadari bahwa kedepan tantangan penyelamatan hutan ataupun plasma nutfah terutama flora dari kepunahannya akan semakin besar. Hal ini sudah berlangsung sejak ratusan juta tahun yang lalu sebagai akibat dari penebangan hutan secara besar-besaran, pengalihan fungsi hutan alam heterogen menjadi hutan tanaman homogen, pemanfaatan yang berlebihan oleh masyarakat yang hidup di sekitar hutan, pertambahan penduduk dan kemajuan zaman serta faktor alam berupa bencana alam dan serangan hama penyakit. 1 Potret Hutan Indonesia. walhi.or.id/ kampanye/hutan/shk/070528_htn_indo_cu/ Diakses tanggal 21 April 2009.

19 Ancaman kerusakan hutan akibat penebangan liar dan perambahan akan menimbulkan dampak negatif yang luar biasa, sebagai akibat adanya efek domino dari hutan yang hilang terutama pada kawasan-kawasan yang mempunyai nilai fungsi ekologis dan biodiversiti besar. Akibat dari kejadian ini tidak hanya menyebabkan hilangnya suatu kawasan hutan yang dapat mendukung kehidupan manusia dalam berbagai aspek misal kebutuhan akan air, oksigen, kenyamanan (iklim mikro), keindahan (wisata), penghasilan (hasil hutan non kayu dan kayu), penyerapan karbon (carbon sink), pangan dan obat-obatan akan tetapi juga berakibat pada hilangnya biodiversiti titipan generasi mendatang. Oleh karena itu, diperlukan upaya konservasi dalam rangka menjaga dan melestarikan jenis-jenis yang ada. Konservasi merupakan salah satu upaya untuk menjaga keberadaan plasma nutfah terutama flora dari kepunahannya. Upaya konservasi ini dapat berupa konservasi in situ (ekosistem) dan ex situ, yang dapat memberikan banyak manfaat baik itu yang bersifat tangible (manfaat yang dapat diukur) maupun intangible (manfaat yang sulit diukur). Manfaat tangible dapat berbentuk material yang dapat diraba yang dapat bersifat ekonomis, seperti kayu, rotan, damar, dan sebagainya, sedangkan manfaat intangible dapat berbentuk immaterial atau tidak dapat diraba seperti rekreasi, pendidikan, fungsi hidrologis, dan sebagainya. Salah satu manfaat yang dapat diperoleh dari keberadaan konservasi ekosistem baik in situ maupun ex situ ialah sebagai tempat untuk menjaga kelestarian tumbuhan dari kepunahan di masa kini maupun di masa mendatang. Dengan adanya kawasan konservasi ekosistem in situ, tumbuhan dapat tetap lestari pada habitat aslinya, sedangkan pada kawasan konservasi ex situ tumbuhan

20 dapat tetap lestari dengan membuat hutan buatan yang tentunya dengan tumbuhan yang diambil dari habitat aslinya dan bukan merupakan tumbuhan hasil budidaya. Di Indonesia, terdapat empat kebun raya yang digunakan sebagai kawasan konservasi ex situ, diantaranya: 1) Kebun Raya Bogor (KRB) yang memiliki tanaman khas ekosistem hutan hujan tropis dari seluruh dunia, 2) Kebun Raya Cibodas (KRC) terkenal untuk koleksi tanaman dataran tinggi beriklim basah daerah tropis dan tanaman sub-tropis, 3) Kebun Raya Purwodadi di Jawa Timur terkenal untuk koleksi tanaman dataran rendah, iklim kering daerah tropis dan 4) Kebun Eka Karya di Bedugul Bali terkenal untuk koleksi tanaman dataran tinggi beriklim kering. Keberadaan dari kawasan konservasi ekosistem ex situ juga memberikan manfaat lain yaitu sebagai wahana rekreasi. Penggunaan kawasan konservasi sebagai wahana rekreasi memperlihatkan konsep integritas antara pariwisata yang mendukung upaya pelestarian lingkungan dengan partisipasi masyarakat. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian negara melalui penerimaan devisa. Pemerintah sangat tertarik untuk mengembangkan sektor pariwisata, karena adanya pembangunan pada sektor ini maka beberapa masalah sosial yang selama ini menjadi masalah nasional seperti pemasukan devisa, mengurangi pengangguran serta memperluas lapangan pekerjaan dapat tertanggulangi. Kontribusi pariwisata bagi perekonomian, tercermin dari jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia serta rata-rata pengeluaran per orang dalam satu kali kunjungan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 mengenai peringkat

21 struktur ekspor Indonesia selama delapan tahun terakhir, dari data statistik kunjungan wisatawan di Indonesia sejak tahun 2000 sampai tahun Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan di Indonesia Tahun Rata-Rata Pengeluaran Rata-Rata Penerimaan Jumlah Wisatawan Per Orang (USD) Lama Tahun Devisa Mancanegara Per Tinggal Per Hari (Juta USD) Kunjungan (Hari) ,18 92,59 12, , ,36 100,42 10, , ,26 91,29 9, , ,74 93,27 9, , ,66 95,17 9, , ,00 99,86 9, , ,09 100,48 9, , ,98 107,70 9, ,98 Sumber: Statistical Report on Visitor Arrivals to Indonesia 2 Tabel 1 menunjukkan bahwa sejak tahun jumlah penerimaan devisa yang diterima Indonesia cukup besar, walaupun masih fluktuatif. Hal ini dikarenakan kondisi perkonomian serta pertahanan dan keamanan Indonesia pada tahun tersebut berada dalam keadaan yang tidak stabil. Namun, sejak tahun 2007 hingga saat ini pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kembali perolehan devisa negara dengan berbagai cara, seperti menjaga kestabilan perekonomian negara, meningkatkan pertahanan dan keamanan negara, serta mempromosikan pariwisata Indonesia di luar negeri melalui program Visit Indonsia Year (Tahun Kunjungan Indonesia). Pada Tabel 1 terlihat dengan adanya program Visit Indonesia Year jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia tahun 2007 mengalami peningkatan yang disertai dengan peningkatan pada penerimaan devisa negara. 2 Statistical Report on Visitor Arrivals to Indonesia. Diakses tanggal 21 April 2009.

22 Kota Bogor, dimana terdapat salah satu Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (PKT KRB) yang mengkoleksi tumbuh-tumbuhan tropis terbesar di dunia, merupakan salah satu contoh hutan kota yang terletak di tengah-tengah kota. Keberadaan KRB sebagai hutan kota ini sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, karena berfungsi sebagai penjaga dan memperbaiki kualitas iklim mikro dengan menyerap gas karbondioksida serta gas pencemar lainnya melalui proses fotosintesis yang kemudian menghasilkan gas oksigen. Keberadaan KRB selain sebagai penjaga dan memperbaiki kualitas iklim mikro, juga sebagai salah satu kawasan konservasi ex situ yang didalamnya menyimpan sumberdaya genetika tanaman sekitar spesimen yang terdiri dari jenis (species) yang mewakili marga (genus) dari 222 suku (familia). Keberadaan KRB saat ini menjadi semakin disadari pentingnya baik ditinjau dari segi ekonomi maupun ekologi. Dilihat dari segi ekologi keberadaan KRB sebagai penyerap karbondioksida, penghasil oksigen, daerah peresapan air, nilai estetika, pencipta keseimbangan dan keserasian fisik kota serta mendukung pelestarian keanekaragaman hayati. Secara ekonomi, keberadaan KRB mempunyai andil dalam usaha meningkatkan pendapatan negara yaitu dari kunjungan wisatawan asing setiap tahunnya serta menambah pendapatan daerah Kota Bogor melalui kontribusinya dari penerimaan tiket masuk. Perkembangan kunjungan wisatawan KRB tahun , dapat dilihat penjelasannya pada Tabel 2. Tabel 2. Kunjungan Wisatawan Kebun Raya Bogor Tahun Tahun Jumlah Wisatawan

23 Sumber: Laporan Tahunan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor Tabel 2 menunjukkan tingkat kunjungan wisatawan KRB tahun cukup besar, walaupun masih fluktuatif. Keunikan yang dimiliki KRB, seperti wahana konservasi tumbuhan, arena bermain anak yang sangat luas serta memberikan kesan kesejukan dan keindahan bagi pengunjungnya membuat obyek wisata ini sangat menarik untuk dikunjungi dan dijaga kelestariannya Perumusan Masalah Hutan merupakan sumberdaya alam yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan ekosistem bagi kelangsungan hidup manusia secara lintas generasi, serta keberadaannya bersifat lintas sektoral dan multidimensi baik dalam konteks ekonomi, maupun ekologi. Saat ini jumlah hutan yang tersedia di dunia semakin berkurang, akibatnya jumlah karbondioksida di udara pun meningkat sehingga berdampak pada perubahan iklim dan pemanasan global serta kestabilan ekosistem. Berkurangnya kemampuan hutan menyerap karbon di udara, diakibatkan oleh menurunnya luasan hutan yang tersedia akibat penebangan, kebakaran dan konversi hutan menjadi pemukiman, industri dan sejenisnya. Peningkatan kadar karbondioksida di udara dapat dikendalikan salah satunya dengan melakukan pembangunan kawasan konservasi sumberdaya alam baik berupa in situ seperti taman nasional, hutan lindung, atau suaka margasatwa, maupun ex situ dengan membangun kebun raya. Kawasan konservasi in situ maupun ex situ, sangat efektif untuk mengendalikan atau mengurangi kadar karbondioksida di udara, karena pepohonan yang terdapat di dalam kawasan

24 konservasi dapat berfungsi sebagai penyerap karbondioksida dan mengubahnya menjadi oksigen melalui proses fotosintesis. KRB sebagai salah satu kawasan konservasi ex situ keberadaannya memberikan manfaat yang positif bagi lingkungan, yaitu sebagai pereduksi pencemaran udara melalui proses fotosintetis. Peranan tumbuhan hijau sangat diperlukan untuk menjaring karbondioksida dan melepas oksigen kembali ke udara. Proses metabolisme tumbuhan memberikan berbagai fungsi untuk kebutuhan makhluk hidup yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan menurunkan suhu udara di sekitar lingkungan. Fungsi KRB selain sebagai pereduksi pencemaran udara ialah sebagai reintroduksi atau pemulihan tumbuhan langka dari ancaman kepunahannya di masa kini maupun di masa mendatang. Perlu kita sadari bahwa keberadaan tanaman tersebut akan memberikan manfaat yang cukup besar bagi masyarakat maupun pemerintah, yaitu sebagai penyedia ekonomis, ekologis, biologis serta sosial. Penilaian ekonomi terhadap keberadaan tanaman langka tersebut dapat dihitung salah satunya dengan menggunakan pendekatan biaya pengganti. Pendekatan biaya pengganti merupakan pendekatan yang digunakan untuk menghitung manfaat bersih yang timbul dari sistem alami dari sumberdaya yang dilestarikan untuk rentang waktu yang tak terbatas di masa yang akan datang. Penggunaan KRB sebagai wahana rekreasi yang menyajikan daya tarik utamanya berupa pemandangan alam yang indah dengan koleksi aneka flora yang telah berusia ratusan tahun, akan berakibat pada terganggunya kelestarian ekosistem. Hal ini dapat dilihat penjelasannya pada Tabel 3 mengenai dampak negatif pelaksanaan wisata di KRB.

25 Tabel 3. Dampak Negatif Pelaksanaan Wisata di Kebun Raya Bogor Dampak Negatif Penyebab Polusi suara Kepadatan pengunjung, lalu lintas menuju KRB Polusi udara Polusi air Masalah sampah Perusakan vasilitas Hilangnya habitat vegetasi dan satwa liar Erosi tanah Lalu lintas menuju KRB Pembuangan sampah ke bantaran sungai Ciliwung Pengunjung yang tidak membuang sampah pada tempatnya Vandalisme Pembangunan fasilitas wisata Pembangunan fasilitas wisata Sumber : Diadaptasi dari Tisdel (1996) dalam Ardianti (2005) Tabel 3 menjelaskan bahwa dengan adanya penggunaan KRB sebagai sarana wisata menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem dan sumberdaya alam yang ada seperti pada air, udara, dan tumbuhan. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya fungsi KRB sebagai penyimpan manfaat ekologis maupun penyumbang manfaat ekonomi bagi Kota Bogor. Oleh karena itu, peran pengelola sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesadaran pengunjung dalam menjaga kualitas sumberdaya KRB. KRB merupakan obyek wisata alam yang bersifat sebagai barang publik, yang apabila dikonsumsi oleh individu tidak akan mengurangi konsumsi individu lainnya terhadap barang tersebut. Obyek wisata ini memberikan manfaat yang tidak nyata (intangible), dimana manfaat ekonomi tidak dapat dikuantifikasikan secara langsung karena tidak adanya pasar untuk barang tersebut sehingga penilaian ekonomi terhadap barang publik sering dinyatakan sebagai barang bebas yang membutuhkan suatu pendekatan tertentu. Kesulitan dalam penilaian ekonomi obyek wisata ini dapat didekati dengan menduga fungsi permintaan terhadap rekreasi. Pendugaan dapat diperoleh dari

26 seberapa jauh pemakai barang publik secara rasional bersedia untuk membayarnya (Willingness to Pay). Salah satu teknik yang dianggap telah berhasil untuk menilai manfaat kualitas lingkungan dalam bentuk rekreasi alam adalah metode biaya perjalanan (travel cost method) dimana biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi jasa dari sumberdaya alam (rekreasi) digunakan sebagai proxy untuk menentukan harga dari rekreasi tersebut. Pendekatan tersebut kemudian digunakan untuk mengestimasi besarnya permintaan, manfaat serta variabel ekonomi lainnya. Berdasarkan permasalahan yang terdapat dalam uraian diatas kemudian timbul beberapa pertanyaan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut, diantaranya sebagai berikut: 1. Berapakah manfaat kesehatan yang diperoleh masyarakat yang bermukim disekitar kawasan konservasi Kebun Raya Bogor, dilihat dari kemampuannya melakukan proses penyerapan gas pencemar udara? 2. Berapakah nilai ekonomi dari tanaman langka yang terdapat di Kebun Raya Bogor? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan terhadap rekreasi dan berapa nilai ekonomi wisata di Kebun Raya Bogor? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui manfaat kesehatan yang diperoleh masyarakat yang bermukim disekitar kawasan konservasi Kebun Raya Bogor, dilihat dari kemampuannya melakukan proses penyerapan gas pencemar udara.

27 2. Mengetahui nilai ekonomi dari tanaman langka yang terdapat di Kebun Raya Bogor. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap rekreasi dan menilai permintaan ekonomi wisata di Kebun Raya Bogor Manfaat Penelitian Penelitian mengenai Penilaian Ekonomi dan Jasa Lingkungan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Akademisi penelitian, khususnya dalam menilai keberadaan suatu kawasan konservasi melindungi flora langka, mereduksi/menyerap pencemaran udara, serta menilai permintaan wisata. 2. Institusi lingkungan dan sumberdaya di dalam memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kualitas lingkungan, khususnya terhadap keberlangsungan sumberdaya hayati dari pencemaran lingkungan. 3. Mahasiswa secara umum terkait dengan pemahaman pentingnya menilai penyerapan karbon, keberadaan suatu kawasan konservasi dalam melindungi flora langka serta menilai permintaan wisata Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian ini meliputi penilaian jasa lingkungan yang terdapat di Kebun Raya Bogor (KRB), yaitu penilaian ekonomi tanaman langka, penilaian terhadap serapan karbon, dan penilaian jasa pariwisata. Untuk lebih memperjelas, maka dalam penelitian ini terdapat beberapa ruang lingkup dan batasan penelitian, yaitu: 1. Pendugaan nilai permintaan ekonomi wisata menggunakan pendekatan biaya perjalanan berdasarkan aplikasi regresi linier berganda;

28 2. Pendugaan nilai ekonomi tanaman langka yang terdapat di KRB, menggunakan pendekatan biaya pengganti; 3. Pendugaan nilai penyerapan karbon menggunakan pendekatan biaya kesehatan; 4. Penilaian penyerapan karbon dihitung melalui kemampuan KRB sebagai penghasil oksigen dan mereduksi gas-gas pencemar udara; 5. Perhitungan dampak akibat pencemaran udara hanya dihitung dari sisi pengobatan tidak dari sisi penurunan/peningkatan produktivitas; 6. Nilai ekonomi tanaman langka dihitung dari produksi bibit tanaman, kayu, dan non kayu sesuai harga pasar; 7. Nilai manfaat rekreasi adalah nilai ekonomi kuantitatif (termasuk surplus konsumen) dari permintaan manfaat rekreasi; 8. Biaya perjalanan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan pengunjung untuk melakukan kegiatan rekreasi, meliputi biaya transportasi, biaya konsumsi rekreasi yang dikurangi biaya konsumsi harian apabila tidak melakukan rekreasi, biaya dokumentasi, biaya parkir dan biaya lainnya yang dikeluarkan selama melakukan kegiatan rekreasi; 9. Responden adalah pengunjung domestik yang dianggap mewakili karakteristik pengunjung dan telah memiliki informasi atau preferensi mengenai KRB; 10. Kurva permintaan manfaat rekreasi adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara jumlah kunjungan rekreasi pada berbagai tingkat biaya perjalanan yang dikeluarkan pengunjung;

29 11. Pengunjung memperoleh manfaat total yang sama dari tempat wisata serta memberikan respon yang sama terhadap perubahan harga karcis masuk dan jumlah biaya perjalanan; 12. KRB merupakan satu-satunya lokasi yang dituju oleh pengunjung pada saat melakukan perjalanan wisata dan pelayanannya belum mencapai kapasitas maksimum. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jasa lingkungan Jasa lingkungan merupakan produk sumberdaya hayati dan ekosistem alamiah yang berupa manfaat langsung (tangible) maupun tidak langsung (intangible) seperti: jasa wisata alam atau rekreasi, jasa perlindungan, tata air atau hidrologi, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan, penyerapan dan penyimpanan karbon (carbon offset).

30 Menurut Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan, jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. 3 Millennium Ecosystem Assesment (MEA) dalam Drakel (2008) menyatakan ada empat klasifikasi jasa lingkungan, diantaranya: 1) Jasa penyediaan: sumber bahan makanan, obat-obatan alamiah, sumberdaya genetik, kayu bakar, serat, air, mineral dan lain-lain. 2) Jasa pengaturan: fungsi menjaga kualitas udara, pengaturan iklim, pengaturan air, kontrol erosi, penjernihan air, pengelolaan sampah, kontrol penyakit manusia, kontrol biologis, pengurangan resiko dan lain-lain. 3) Jasa kultural: identitas dan keragaman budaya, nilai-nilai religius dan spiritual, pengetahuan (tradisional dan formal), inspirasi nilai estetika, hubungan sosial, nilai peningkatan pustaka, rekreasi dan lain-lain. 4) Jasa pendukung: produksi utama, formasi tanah, produksi oksigen, ketahanan tanah, ketersediaan habitat, siklus gizi dan lain-lain. Jasa lingkungan yang paling banyak dibayarkan adalah penyerapan karbon, konservasi keanekaragaman hayati, perlindungan DAS, dan keindahan lanskap. Pembayaran jasa lingkungan bisa menjadi sebuah strategi untuk meningkatkan pendapatan dari aktivitas produk sumberdaya hayati dengan membuatnya lebih kompetitif dari alternatif lainnya (Jalal, 2008) Konservasi Sumberdaya Alam 3 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan hutan serta Pemanfaatan hutan. google.com. Diakses tanggal 17 juli Jalal. Payments for Environmental Services: Apa dan Bagaimana? Peran Pemerintah dan Perusahaan. Diakses tanggal 14 Februari 2008.

31 Konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902), orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Rijksen dalam Widada (2001) menyatakan bahwa konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dahulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat kini. Konservasi dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang. 5 Menurut Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23 tahun 1997 Bab 1 Pasal 1 Ayat 15 konservasi sumberdaya alam adalah pengelolaan sumberdaya alam tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumberdaya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya Pencemaran Udara Pencemaran udara merupakan proses adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Sedangkan udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, 5 Widada. Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Upaya Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun. google.com. Diakses tanggal 30 Januari Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup. google.com. Diakses tanggal 1 September 2008.

32 tekanan udara, dan lingkungan sekitarnya. Dalam udara terdapat oksigen untuk bernafas, karbondioksida untuk proses fotosintesis oleh klorofil, dan ozon untuk menahan sinar ultraviolet (Wardhana, 2001). Secara umum penyebab pencemaran udara ada dua macam yaitu: 1) faktor internal (secara alamiah), seperti debu yang berterbangan akibat tiupan angin, abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gas-gas vulkanik, dan proses pembusukan sampah organik. 2) Faktor eksternal (karena ulah manusia), seperti hasil pembakaran bahan bakar fosil, debu/serbuk dari kegiatan industri, dan pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara (Soedomo, 2001). Dampak pencemaran udara menurut studi Bank Dunia tahun 1994 ialah sebagai pembunuh kedua bagi anak balita di Jakarta, 14% bagi seluruh kematian balita Indonesia dan 6% bagi seluruh angka kematian penduduk Indonesia. Dampak pencemaran bagi kesehatan akan terakumulasi dari hari ke hari, sehingga dalam jangka waktu lama akan berakibat pada berbagai gangguan kesehatan, seperti bronchitis, emphysema, dan kanker paru-paru. 7 Pencemaran udara juga berakibat pada peningkatan suhu permukaan bumi yang akan berdampak pada pemanasan global. Hal ini terjadi akibat meningkatnya volume emisi dari zat-zat pencemar seperti karbondioksida, metan dan oksida nitrat di udara. Karbondioksida dan zat pencemar lanilla berkumpul di atmosfer membentuk lapisan tebal yang menghalangi panas matahari dan menyebabkan pemanasan planet dengan efek gas rumah kaca Pariwisata 7 Sumber: Diakses tanggal 4 Februari Sumber: Diakses tanggal 4 Februari 2009.

33 Pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok dari satu tempat ke tempat lain yang sifatnya sementara dan bertujuan untuk mendapatkan kesenangan, dimana di tempat yang dikunjungi tersebut mereka tidak mendapatkan penghasilan dan justru sebagai konsumen (Yoeti, 2006). Undang-Undang Kepariwisataan Republik Indonesia No. 9 tahun 1990 Bab I Pasal I mendefinisikan pariwisata sebagai berikut: 9 1) Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata; 2) Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata; 3) Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut; 4) Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata; 5) Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata Permintaan dan Penawaran Rekreasi Permintaan didefinisikan sebagai hubungan menyeluruh antara kuantitas komoditi tertentu yang akan dibeli konsumen pada periode waktu tertentu dengan harga komoditi itu. Permintaan rekreasi merupakan banyaknya kesempatan rekreasi yang diinginkan oleh masyarakat atau gambaran keseluruhan partisipasi 9 Undang-Undang Republik Indonesia No.9 tahun 1990 Tentang : Kepariwisataan. Diakses tanggal 1 September 2008.

34 masyarakat dalam kegiatan rekreasi secara umum yang dapat diharapkan, bila fasilitas-fasilitas yang tersedia cukup memadai dan dapat memenuhi keinginan masyarakat (Douglas, 1970). Permintaan rekreasi dapat berupa benda bebas (free goods) yang didapat tanpa membelinya, tapi menjadi daya tarik bagi wisatawan sebagai obyek pariwisata, misalnya: pemandangan yang indah, cahaya matahari, cuaca, pantai, danau, taman rekreasi buatan dan sebagainya (Yoeti, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan rekreasi menurut Clawson dan Knetsch (1975), yaitu: 1) Faktor individu atau faktor yang berhubungan dengan konsumsi potensial, terdiri atas: a) Jumlah individu yang berada di sekitar tempat rekreasi; b) Distribusi (penyebaran) geografis daerah konsumen potensial yang berkaitan dengan kemudahan atau kesulitan untuk mencapai areal wisata; c) Karakteristik sosial ekonomi, seperti: usia, jenis kelamin, pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan tingkat pendidikan; d) Pendapatan per kapita rata-rata, distribusi pendapatan dari masing-masing individu untuk keperluannya; e) Rata-rata waktu luang dan alokasinya; f) Pendidikan khusus, pengalaman, dan pengetahuan yang berhubungan dengan rekreasi. 2) Faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat rekreasi, yaitu: keindahan dan daya tarik lokasi, intensitas dan sifat pengelolaannya, alternatif pilihan tempat rekreasi lain, kapasitas akomodasi untuk keperluan potensial, karakteristik iklim dan cuaca tempat rekreasi.

35 3) Hubungan konsumen potensial dengan tempat rekreasi, yaitu: a) Lama waktu perjalanan yang diperlukan dari tempat tinggal ke tempat rekreasi; b) Kesenangan (kenyamanan) dalam perjalanan; c) Biaya yang diperlukan untuk berkunjung ke tempat rekreasi; d) Meningkatkan permintaan rekreasi sebagai atribut promosi menarik. Penawaran didefinisikan sebagai kuantitas dari barang-barang ekonomi yang ditawarkan dengan semua harga yang mungkin dapat dicapai pada waktu tertentu (Nicholson, 2002). Penawaran rekreasi dalam kepariwisataan meliputi seluruh daerah tujuan yang ditawarkan kepada wisatawan. Douglas (1970) mengemukakan bahwa penawaran rekreasi yang unsur-unsurnya terdiri dari ketersediaan (avability) dan keterjangkauan (accessibility) dapat mempengaruhi rekreasi di alam terbuka. Menurut Prof. Salah Wahab (1976) dalam Yoeti (2006), unsur-unsur penawaran dalam industri pariwisata yang berasal dari alam maupun yang dibuat atau disediakan oleh manusia diantaranya: 1) Natural Amenities (yang bersumber dari alam) diantaranya adalah: cuaca, tata letak tanah dan pemandangan alam, hutan-hutan lebat dan pohon-pohon langka, flora dan fauna yang aneh, unik, langka dan beragam serta pusat-pusat kesehatan. 2) Man-Made Supply a) Historical, Cultural and Religious yang masuk dalam kelompok ini diantaranya adalah: monumen-monumen dan peninggalan-peninggalan bersejarah peradaban masa lalu, museum, prasasti dan sebagainya.

36 b) Infrastruktur seperti: airport, hotel, agen perjalanan, land and sea sporting facilities and equipment dan sebagainya. c) People s way of Life diantaranya: Ngaben di Bali, Sekaten di Yogyakarta, Turun Mandi di Padang, Tabot di Bengkulu dan sebagainya Obyek Wisata Alam Sebagai Barang Publik Obyek wisata merupakan bentuk rekreasi yang memanfaatkan sumberdaya alam sebagai obyek rekreasi. Keindahan alam dan potensi alam serta dilengkapi dengan berbagai fasilitas pelayanan (sarana dan prasarana) membuat obyek wisata memiliki nilai ekonomi penting bagi kegiatan rekreasi. Obyek wisata alam merupakan sumberdaya alam yang berpotensi dan berdaya tarik bagi wisatawan serta yang ditujukan untuk pembinaan cinta alam, baik dalam kegiatan alam maupun pembudidayaan. Kodhyat dan Ramaini (1992) menyatakan bahwa bentuk rekreasi dan pariwisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan ekosistemnya, baik dalam bentuk asli (alami) maupun perpaduan hasil kehasan disebut wisata alam. Obyek wisata alam pada umumnya tergolong sebagai barang publik yang bersifat non-rivalry dan non-excludability. Sifat non-rivalry yang dimiliki berarti setiap konsumen dapat memperoleh kepuasan tanpa mengurangi kepuasan konsumen lain. Permasalahan dari non-rivalry goods adalah pasar tidak dapat menentukan harga efisien barang dan jasa. Sifat non-excludability berarti setiap orang bisa menikmati wisata alam tersebut tanpa dibatasi. Walaupun pengelolaan barang publik melakukan pembatasan agar seseorang tidak dapat menikmati manfaat barang publik tanpa membayar, namun pembatasan ini tidak sepenuhnya dapat membatasi seseorang

37 menikmati manfaat dari obyek wisata tersebut. Sifat ini menyebabkan tidak ada insentif bagi konsumen untuk menunjukkan preferensi atau berapa harga manfaat wisata alam bagi mereka. Sifat lainnya dari wisata alam ialah congestible. Sifat congestible dari obyek wisata alam berarti setiap wisatawan akan berkurang kepuasannya apabila tercapai keadaan penuh pengunjung sehingga seorang wisatawan akan mengatur dirinya sendiri, keluar dari kawasan wisata tersebut atau akan membatalkan rekreasi di kawasan tersebut walaupun tidak dipungut biaya (Bahruni, 1993) Surplus Konsumen Surplus merupakan manfaat ekonomi yang tidak lain adalah selisih antara manfaat kotor (gross benefit) dan biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengekstraksi sumberdaya alam. Surplus konsumen merupakan manfaat yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsi sumberdaya alam dikurangi dengan jumlah yang dibayarkan untuk mengkonsumsi barang tersebut. Green dalam Fauzi (2004), memandang bahwa penggunaan pendekatan surplus untuk mengukur manfaat sumberdaya alam merupakan pengukuran yang tepat karena pemanfaatan sumberdaya dinilai berdasarkan alternatif penggunaan terbaiknya. Pendekatan surplus konsumen dapat digunakan untuk mengukur keinginan membayar dari masyarakat terhadap barang yang dihasilkan dari sumberdaya alam. Secara diagramatis, surplus konsumen akan ekuivalen dengan area A ditambah daerah yang dibatasi oleh P 1 FEP 0.

38 Rp P 1 A F E S P 0 D X 1 X 0 X Gambar 1. Kurva Surplus Konsumen 2.8. Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Asyrafy (2008) mengenai Valuasi Ekonomi Hutan Kota Taman Margasatwa Ragunan menggunakan pendekatan biaya kesehatan, diketahui potensi kemampuan Hutan Kota TMR dalam menurunkan pencemaran udara akibat kendaraan bermotor untuk gas CO sebesar Rp ,21 (µg/jam). Nilai ekonomi yang diberikan Hutan Kota TMR sebagai manfaat dalam penyehatan lingkungan akibat pencemaran udara sebesar Rp ,00/tahun atau Rp ,00 per tahun. Pembangunan Hutan Kota TMR menjadi rasional karena dengan korbanan (biaya pembangunan) yang dikeluarkan sebesar Rp ,00 mendapatkan manfaat delapan kali lipat atau setara dengan Rp 1,3 miliar dari segi kesehatan yang diduga akibat pencemaran udara. Ibrahim (2006) menduga permintaan dan nilai manfaat kunjungan rekreasi dengan pendekatan trend kuadrat terkecil di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor/LIPI. Dari hasil penelitian diketahui pengunjung bersedia membayar harga tiket masuk sampai pada tingkat harga Rp ,00. Pada tingkat harga tiket masuk Rp 0 pengunjung akan menikmati surplus konsumen sebesar sama dengan total WTP dari pengunjung yaitu sebesar Rp ,00 sedangkan

39 pada tingkat harga tiket masuk sebesar Rp ,00 pengunjung tidak memperoleh surplus dari rekreasi. Mahesi (2008) dalam penelitiannya yang dilakukan di Kebun Raya Cibodas (KRC), menduga nilai ekonomi KRC berdasarkan jasa lingkungan, nilai sumberdaya hayati, dan nilai manfaat kunjungan rekreasi dengan pendekatan biaya perjalanan (TCM). Nilai ekonomi wisata dari sisi permintaan wisata sebesar Rp ,00 per tahun. Surplus konsumen wisata per individu sebesar Rp ,00 sedangkan kesediaan membayar tiap individu sebesar Rp ,00. Nilai kemampuan KRC dalam menghasilkan oksigen sebesar Rp ,00 per hari. Sedangkan nilai dari KRC dalam mereduksi gasgas pencemar udara berdasarkan pendekatan biaya kesehatan adalah sebesar Rp ,00 per tahun. Nilai ekonomi dari pelestarian tanaman yang terdapat di KRC adalah sebesar Rp ,00 nilai ini sebenarnya lebih besar, karena ada beberapa tanaman yang tidak diketahui harga atau nilainya dan tidak untuk diperjualbelikan. Sari (2007) melakukan penelitian mengenai Analisis Permintaan dan Nilai Ekonomi Obyek Wisata Air Panas Gunung Salak Endah dengan pendekatan biaya perjalanan. Dari hasil penelitian diketahui nilai ekonomi obyek wisata Air Panas GSE, yaitu sebesar Rp ,00. Dari hasil analisis yang dilakukan oleh Sari (2007), diketahui jumlah kunjungan wisata dipengaruhi positif oleh variabel pendapatan responden, daya tarik obyek wisata, lama mengetahui lokasi rekreasi, dan dipengaruhi negatif oleh variabel biaya perjalanan bagi individu yang mampu mensubtitusikan waktu dengan pendapatan, biaya perjalanan bagi individu yang tidak mampu mensubtitusikan waktu dengan pendapatan, dan waktu diskret.

40 Suharti (2007) menduga permintaan dan nilai manfaat kunjungan rekreasi menggunakan pendekatan biaya perjalanan (TCM) di Kebun Wisata Pasirmukti. Surplus konsumen yang diperoleh pengunjung sebesar Rp 7.478,00. Dengan menggunakan jumlah kunjungan selama satu tahun, yaitu sejak penelitiannya berlangsung diperoleh surplus konsumen total sebesar Rp ,00. Nilai lokasi dihitung menggunakan WTP sebesar Rp ,00 dan nilai ratarata WTP sebesar Rp ,00. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Suharti (2007), diketahui bahwa biaya perjalanan, usia, jumlah rombongan, tempat rekreasi alternatif, dan jenis kelamin responden berpengaruh negatif dan nyata terhadap frekuensi kunjungan. Sedangkan variabel yang bernilai positif dan berpengaruh nyata pada taraf 15% adalah pendapatan, jarak tempuh, pengetahuan responden terhadap kebun wisata pasirmukti, jumlah rekreasi selama satu tahun, daya tarik lokasi dan status hari. Supriyatna (2004) menduga permintaan dan surplus konsumen dari Taman Wisata Danau Lido sebagai tempat rekreasi dengan pendekatan kontingensi dan biaya perjalanan. Dari hasil penelitiannya diketahui surplus konsumen yang diperoleh dari pendekatan biaya perjalanan sebesar Rp ,00 dan dengan menggunakan pendekatan kontingensi sebesar Rp 2.288,00. Nilai manfaat rekreasi yang diperoleh menggunakan pendekatan biaya perjalanan sebesar Rp ,00 dan dengan pendekatan kontingensi sebesar Rp ,00. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Supriyatna (2004), diketahui bahwa tingkat pendidikan dan usia merupakan variabel yang berpengaruh nyata terhadap kesediaan membayar. Variabel biaya perjalanan, waktu tempuh,

PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI

PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI

ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR Oleh: Nadya Tanaya Ardianti A07400018 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI

VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Perkembangan Wisatawan Nusantara pada tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Perkembangan Wisatawan Nusantara pada tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tentang kepariwisataan, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU Cecep Kusmana Guru Besar Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR Oleh : YAYAT RUHIYAT A34201018 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YAYAT RUHIYAT. Studi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990, yang dimaksud pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata,

Lebih terperinci

PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA

PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA Peringatan Hari Lingkungan Hidup Se-Dunia 5 Juni 2010 PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati, baik tumbuhan maupun hewan. Sampai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata telah menjadi bagian

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan, objek dan daya tarik wisata serta usaha lainnya yang terkait. Pembangunan kepariwisataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI PERAN EKOSISTEM HUTAN BAGI IKLIM, LOKAL, GLOBAL DAN KEHIDUPAN MANUSIA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berusaha, memperluas kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Yoeti, 2004).

I. PENDAHULUAN. berusaha, memperluas kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Yoeti, 2004). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keragaman kekayaan sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia, seperti potensi alam, keindahan alam, flora dan fauna memiliki daya tarik untuk dikunjungi oleh wisatawan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pariwisata menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang penting, dimana dalam perekonomian suatu Negara, apabila dikembangkan secara terencana dan terpadu, peran pariwisata

Lebih terperinci

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak di daerah tropis yang memiliki karakteristik kekayaan hayati yang khas dan tidak dimiliki oleh daerah lain di dunia. Keanekaragaman jenis flora dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEGIATAN WISATA ALAM (Studi Kasus : Taman Wisata Tirta Sanita, Kabupaten Bogor) MILASARI H

ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEGIATAN WISATA ALAM (Studi Kasus : Taman Wisata Tirta Sanita, Kabupaten Bogor) MILASARI H ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEGIATAN WISATA ALAM (Studi Kasus : Taman Wisata Tirta Sanita, Kabupaten Bogor) MILASARI H44050654 DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mereposisikan ekonominya dari brand-based economy, yaitu perekonomian

I. PENDAHULUAN. mereposisikan ekonominya dari brand-based economy, yaitu perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trend yang sedang terjadi di negara-negara industri saat ini adalah mulai mereposisikan ekonominya dari brand-based economy, yaitu perekonomian manufaktur yang berbasiskan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994).

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994). TINJAUAN PUSTAKA Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan Berdasarkan Undang Undang No 41 tahun 1999 Pasal 1 ayat 2 bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem yang berupa hamparan lahan berisi sumberdaya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Wisata dan Willingness To Pay Bermacam-macam teknik penilaian dapat digunakan untuk mengkuantifikasikan konsep dari nilai. Konsep dasar

Lebih terperinci

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009).

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, pasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. global. Peningkatan suhu ini oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate

I. PENDAHULUAN. global. Peningkatan suhu ini oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim merupakan isu global yang menjadi sorotan dunia saat ini. Perubahan iklim ditandai dengan meningkatnya suhu rata-rata bumi secara global. Peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya. Lautan merupakan barang sumber daya milik

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Nasional Undang-undang No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang perkembangannya memicu sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain menghasilkan produk-produk yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa Provinsi Jambi merupakan daerah yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik (Departeman Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taman Wisata Alam Menurut PPAK (1987) Wisata Alam adalah bentuk kegiatan yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan tata lingkungannya. Sedangkan berdasarkan UU No.5 1990

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan sumber pertumbuhan baru bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari cengkeraman krisis ekonomi.

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan TINJAUAN PUSTAKA Danau Perairan pedalaman (inland water) diistilahkan untuk semua badan air (water body) yang ada di daratan. Air pada perairan pedalaman umumnya tawar meskipun ada beberapa badan air yang

Lebih terperinci

Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem

Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem DAYA DUKUNG LINGKUNGAN JASA EKOSISTEM PADA TUTUPAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN oleh: Ruhyat Hardansyah (Kasubbid Hutan dan Hasil Hutan pada Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan LH) Daya Dukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menyusun sebuah strategimanajemen yang berkelanjutan di wilayah perkotaan mandiri harus mengerti unsur-unsur yang ikut berperan di dalamnya. Untuk lebih memahaminya, unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor penting untuk meningkatkan devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah yang memiliki industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Namun sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, tekanan terhadap sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

SMP NEGERI 3 MENGGALA

SMP NEGERI 3 MENGGALA SMP NEGERI 3 MENGGALA KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti pembelajaran, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman makhluk hidup dalam pelestarian ekosistem. Untuk Kalangan Sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kuantitas lingkungan. Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (2012: 43),

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kuantitas lingkungan. Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (2012: 43), BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kota berupa pembangunan infrastruktur, namun sayangnya terdapat hal penting yang kerap terlupakan, yaitu

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TERHADAP FUNGSI DAN LOKASI OBYEK-OBYEK REKREASI DI KEBUN RAYA BOGOR

PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TERHADAP FUNGSI DAN LOKASI OBYEK-OBYEK REKREASI DI KEBUN RAYA BOGOR PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TERHADAP FUNGSI DAN LOKASI OBYEK-OBYEK REKREASI DI KEBUN RAYA BOGOR Oleh SEPTA ARI MAMIRI A34203047 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

ESTIMASI MANFAAT DAN KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi YUDI BUJAGUNASTI

ESTIMASI MANFAAT DAN KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi YUDI BUJAGUNASTI ESTIMASI MANFAAT DAN KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi YUDI BUJAGUNASTI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Desa Hutan Masyararakat desa hutan dapat didefinisikan sebagai kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan aktivitas atau kegiatan yang berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan alamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis

I. PENDAHULUAN. keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi kekayaan sumber daya alam yang melimpah, keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis budaya, serta berbagai peninggalan

Lebih terperinci

KERUGIAN FISIK DAN NONFISIK RUMAHTANGGA PESISIR AKIBAT BANJIR PASANG DI KELURAHAN KAMAL MUARA, PENJARINGAN JAKARTA UTARA SRIHUZAIMAH

KERUGIAN FISIK DAN NONFISIK RUMAHTANGGA PESISIR AKIBAT BANJIR PASANG DI KELURAHAN KAMAL MUARA, PENJARINGAN JAKARTA UTARA SRIHUZAIMAH KERUGIAN FISIK DAN NONFISIK RUMAHTANGGA PESISIR AKIBAT BANJIR PASANG DI KELURAHAN KAMAL MUARA, PENJARINGAN JAKARTA UTARA SRIHUZAIMAH DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pemanfaatan hutan dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ekosistem /SDAL memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung

PENDAHULUAN. Ekosistem /SDAL memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung PENDAHULUAN Ekosistem penghasil beragam produk dan jasa lingkungan keberlanjutan kehidupan. Ekosistem /SDAL memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung Nilai guna langsung pangan, serat dan bahan bakar,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Taman Nasional adalah Kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Taman Nasional adalah Kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Taman Nasional Taman Nasional adalah Kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial dan budaya kepada

Lebih terperinci