RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR...TAHUN... TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR...TAHUN... TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,"

Transkripsi

1 1 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR...TAHUN... TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Museum; Mengingat: : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5168); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG MUSEUM BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Museum adalah lembaga permanen yang bersifat nirlaba, untuk melestarikan Koleksi yang bersifat bendawi, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat. 2. Koleksi Museum yang selanjutnya disebut Koleksi adalah Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya bergerak dan/atau Bukan Cagar Budaya yang merupakan bukti material hasil budaya dan/atau material alam dan lingkungannya yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, kebudayaan, teknologi, dan/atau pariwisata. 3. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia yang bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagianbagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia yang sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

2 2 4. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding dan beratap yang sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya. 5. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia yang sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya. 6. Bukan Cagar Budaya adalah benda, bangunan, dan/atau struktur yang tidak memenuhi ktiteria Cagar Budaya. 7. Pengelola Museum adalah sejumlah orang yang menjalankan kegiatan Museum. 8. Kurator adalah orang yang karena kompetensi keahliannya bertanggungjawab dalam pengelolaan Koleksi. 9. Registrar adalah petugas teknis yang melakukan kegiatan pencatatan dan pendokumentasian Koleksi. 10. Registrasi adalah proses pencatatan dan pendokumentasian Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya bergerak atau Bukan Cagar Budaya yang telah ditetapkan menjadi Koleksi. 11. Konservator adalah petugas teknis yang melakukan kegiatan pemeliharaan dan perawatan Koleksi. 12. Edukator adalah petugas teknis yang melakukan kegiatan edukasi dan penyampaian informasi Koleksi. 13. Hubungan Masyarakat dan Pemasaran adalah petugas teknis melakukan kegiatan komunikasi dan pemasaran program-program Museum. 14. Inventarisasi adalah kegiatan pencatatan Koleksi ke dalam buku inventaris. 15. Pengelolaan Museum adalah upaya terpadu melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Museum untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat. 16. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Koleksi serta informasinya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. 17. Penyelamatan adalah upaya menghindarkan dan/atau menanggulangi Koleksi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan.

3 3 18. Pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah Koleksi dari ancaman dan/atau gangguan. 19. Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar Koleksi tetap lestari. 20. Penelitian adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan menurut kaidah dan metode yang sistematis untuk memperoleh data, informasi, dan keterangan bagi kepentingan pelestarian Koleksi. 21. Mengomunikasikan adalah kegiatan menginformasikan dan memublikasikan Koleksi. 22. Memamerkan adalah kegiatan mempertunjukkan Koleksi kepada masyarakat. 23. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Koleksi untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat dengan tetap mempertahankan kelestariannya. 24. Perbanyakan adalah kegiatan duplikasi langsung terhadap Koleksi, baik seluruh maupun bagian-bagiannya. 25. Kompensasi adalah imbalan berupa uang dan/atau bukan uang dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah. 26. Insentif adalah dukungan berupa advokasi, perbantuan, atau bentuk lain bersifat non dana untuk mendorong Pelestarian Koleksi dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah. 27. Setiap Orang adalah perseorangan, kelompok orang, masyarakat, badan usaha berbadan hukum, atau badan usaha tidak berbadan hukum. 28. Masyarakat Hukum Adat adalah kelompok masyarakat yang bermukim di wilayah geografis terntentu yang memiliki perasaan kelompok, pranata pemerintahan adat, harta kekayaan/benda adat, dan perangkat norma hukum adat. 29. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 31. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kebudayaan.

4 4 BAB II KELEMBAGAAN MUSEUM Bagian Kesatu Pendirian, Pemeringkatan, Standarisasi, dan Evaluasi Museum Paragraf 1 Pendirian Museum Pasal 2 (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, dan Masyarakat Hukum Adat dapat mendirikan Museum. (2) Pendirian Museum harus memenuhi persyaratan: a. memiliki koleksi; b. memiliki lokasi dan/atau bangunan; c. memiliki sumber daya manusia; d. memiliki sumber pendanaan tetap; dan e. memiliki nama Museum. (3) Pendirian Museum oleh Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan berbadan hukum berupa Yayasan. (4) Museum yang didirikan dapat berjenis: a. Museum umum; b. Museum sejarah; c. Museum seni; atau d. Museum ilmu pengetahuan dan teknologi. (5) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, atau masyarakat hukum adat yang akan mendirikan Museum dapat menentukan jenis Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (4). Pasal 3 (1) Museum berfungsi melakukan pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan Koleksi dan mengomunikasikannya kepada masyarakat.

5 5 (2) Museum mempunyai tugas penelitian, pendidikan, dan kesenangan. (3) Fungsi dan tugas Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sekurang-kurangnya dilaksanakan oleh: a. kepala Museum; b. tenaga administrasi; dan c. tenaga teknis. Pasal 4 (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, atau Masyarakat Hukum Adat mendaftarkan pendirian Museum kepada: a. Menteri, untuk Museum yang didirikan oleh Pemerintah atau pemerintah provinsi; b. Gubernur, untuk Museum yang didirikan oleh pemerintah kabupaten/kota; atau c. Bupati/Wali kota, untuk Museum yang didirikan oleh Setiap Orang atau masyarakat hukum adat. (2) Pendaftaran pendirian Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan: a. hasil studi kelayakan pendirian Museum; b. nama Museum; c. jenis Museum; d. visi, misi, dan tujuan Museum; e. daftar Koleksi; f. lokasi dan denah bangunan Museum; g. bukti hak kepemilikan tanah; h. struktur organisasi Pengelola Museum; i. rencana sumber pendanaan tetap; dan j. rencana pengelolaan jangka pendek dan jangka panjang. (3) Pemberian nama Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b: a. Museum Nasional, hanya ada 1 (satu) di wilayah Republik Indonesia berkedudukan di Ibukota negara; b. Museum provinsi, hanya ada 1 (satu) di setiap wilayah provinsi; dan

6 6 c. Museum kabupaten/kota, hanya ada 1 (satu) di setiap wilayah ibukota kabupaten/kota. (4) Setiap Orang atau Masyarakat hukum Adat dapat mengajukan pemberian nama Museum sesuai dengan visi, misi, dan tujuan Museum, selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diverifikasi oleh instansi yang bertanggungjawab di bidang permuseuman sesuai dengan kewenangannya untuk memperoleh izin pendirian Museum. (6) Persyaratan pendaftaran setelah diverifikasi dan dinyatakan sesuai dengan persyaratan pendaftaran pendirian Museum, instansi yang bertanggungjawab di bidang permuseuman sesuai dengan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengeluarkan izin pendirian Museum. (7) Instansi yang memberikan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mencatat ke dalam daftar Museum yang berada di wilayahnya. Pasal 5 (1) Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman setelah mengeluarkan izin pendirian Museum menyerahkan salinan izin pendirian Museum kepada instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman. (2) Instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberi nomor pendaftaran nasional, rangkap tiga: a. 1 (satu) untuk arsip; b. 1 (satu) untuk Pemerintah Daerah; dan c. 1 (satu) untuk pemilik Museum. Paragraf 2 Pemeringkatan Pasal 6 (1) Pemerintah melakukan pemeringkatan Museum ke dalam: a. Museum berperingkat Nasional b. Museum berperingkat Provinsi; atau c. Museum berperingkat Kabupaten/kota. (2) Pemeringkatan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan nilai koleksi yang dimilikinya, dengan skala nasional, provinsi, atau Kabupaten/kota.

7 7 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeringkatan Museum diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 3 Standarisasi Museum Pasal 7 (1) Pemerintah melakukan standarisasi Museum 2 (dua) tahun setelah Museum memperoleh nomor pendaftaran nasional. (2) Standarisasi Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pengelolaannya. (3) Hasil standarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa tipe A, B atau C. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standarisasi Museum diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 4 Evaluasi Pasal 8 (1) Pemerintah melakukan evaluasi terhadap Museum yang telah memperoleh standarisasi setiap 3 (tiga) tahun sekali. (2) Dalam melakukan evaluasi Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan organisasi profesi di bidang permuseuman. (3) Hasil evaluasi terhadap Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat: a. memperoleh kenaikan standarisasi; b. tetap mendapat standarisasi yang sama; c. memperoleh penurunan standarisasi; atau d. tidak memenuhi standarisasi. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi Museum diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Kedua Penggabungan, Pemecahan, Pembubaran, dan Pengalihan Kepemilikan Museum

8 8 Paragraf 1 Penggabungan Pasal 9 (1) Penggabungan 2 (dua) Museum atau lebih dapat dilakukan untuk tujuan meningkatkan kualitas Pengelolaan Museum. (2) Penggabungan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan syarat: a. tidak mampu melestarikan Koleksi; b. pemilik Museum mengalami kepailitan; c. tidak mampu mendanai Museum; d. keterbatasan sumber daya manusia; e. keterbatasan Koleksi; f. terkena bencana; dan/atau g. keinginan untuk mengembangkan Museum. (3) Pemilik Museum yang melakukan penggabungan harus membuat kesepakatan tertulis untuk menentukan: a. nama Museum yang baru; b. visi dan misi yang baru; c. lokasi dan bangunan; d. Koleksi; e. sumber pendanaan; f. sumber daya manusia; dan g. Pengelolaan Museum. (4) Museum baru hasil penggabungan harus didaftarkan oleh pemiliknya sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah penggabungan. (5) Apabila jangka waktu pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dipenuhi, maka instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang permuseuman menangguhkan pemberian izin pendirian Museum baru.

9 9 Paragraf 2 Pemecahan Pasal 10 (1) Pemilik Museum dapat melakukan pemecahan Museum menjadi 2 (dua) atau lebih. (2) Pemecahan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila: a. jumlah dan jenis Koleksi bertambah banyak; b. sumber daya manusia pengelolanya cukup untuk mengelola lebih dari 1(satu) Museum; c. lokasi yang ditempati sudah tidak mencukupi untuk mengembangkan Museum; dan d. dukungan dana memadai. (3) Pemecahan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan mendirikan Museum di lokasi yang sama atau di lokasi yang baru. (4) Syarat dan prosedur pendirian Museum baru hasil pemecahan harus mengikuti ketentuan pendirian dan pendaftaran sebagaimana diatur dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah Museum dipecah. (5) Apabila jangka waktu pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dipenuhi, maka instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang permuseuman menangguhkan pemberian izin pendirian Museum baru. (6) Pengelolaan Museum yang dipecah dilakukan oleh Museum masingmasing. Paragraf 3 Pembubaran Pasal 11 (1) Pemilik dapat mengajukan permohonan pembubaran Museum. (2) Pengajuan permohonan pembubaran Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali kota sesuai dengan kewenangannya.

10 10 (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai alasan: a. tidak mampu melaksanakan fungsi Pelestarian; b. tidak mampu mendanai operasional Museum; c. terkena bencana; dan/atau d. digabung. (4) Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali kota melakukan kajian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). (5) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai dasar untuk memutuskan pembubaran Museum atau pengambilalihan Pengelolaan Museum. (6) Pengambilalihan Pengelolaan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan oleh: a. Pemerintah atau Pemerintah Daerah; b. Setiap Orang; atau c. Masyarakat hukum adat. Pasal 12 (1) Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali kota sesuai dengan kewenangannya dapat membubarkan Museum apabila: a. tidak mampu melaksanakan fungsi Pelestarian; b. tidak mampu mendanai operasional Museum; c. terkena bencana; dan/atau d. digabung. (2) Pembubaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari instansi yang bertanggungjawab di bidang permuseuman sesuai dengankewenangannya. (3) Rekomendasi dari instansi yang bertanggungjawab di bidang permuseuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah instansi tersebut melakukan pembinaan terhadap Pengelolaan Museum. Pasal 13 (1) Museum yang dibubarkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dihapus dari nomor pendaftaran nasional oleh instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman.

11 11 (2) Penghapusan nomor pendaftaran Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghapus pangkalan data Museum yang telah dibubarkan. Pasal 14 Museum yang dibubarkan Wajib mengembalikan Koleksi titipan yang berupa Cagar Budaya kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau kepada pihak yang menitipkannya sesuai peraturan perundang-undangan. Paragraf 4 Pengalihan Kepemilikan Museum Pasal 15 (1) Museum dapat dialihkan kepemilikannya apabila: a. terjadi penggabungan Museum; b. pemilik Museum menghendaki; dan/atau c. peristiwa hukum. (2) Pemilik Museum yang mengalihkan kepemilikan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengajukan permohonan izin pengalihan Museum kepada instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman sesuai dengan kewenangannya, dilengkapi dengan: a. identitas pemilik Museum; b. identitas pihak yang menerima pengalihan kepemilikan; c. alasan pengalihan kepemilikan Museum; d. nama Museum; dan e. daftar inventaris Koleksi; (3) Pemilik Museum yang tidak mengajukan izin pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud ayat (2) akan mendapat sanksi pembekuan izin pendirian Museum sampai dengan terpenuhinya izin pengalihan kepemilikan. (4) Pemilik Museum wajib mengalihkan kepemilikannya apabila: a. tidak mampu melakukan Pengelolaan Museum; dan/atau b. tidak dapat melakukan pelestarian Koleksi; (5) Pemilik Museum yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan sanksi berupa:

12 12 a. teguran; b. pembekuan izin; dan/atau c. pencabutan izin. (6) Pihak yang menerima pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) harus mampu melakukan pengelolaan Museum. (7) Pengalihan kepemilikan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah. (8) Pengalihan kepemilikan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, atau masyarakat hukum adat harus dilaporkan kepada instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman untuk dicatat dalam daftar nasional Museum. BAB III SUMBER DAYA MANUSIA Pasal 16 (1) Pemilik harus menyediakan sumber daya manusia untuk mengelola Museum. (2) Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kepala Museum, tenaga teknis, dan tenaga administrasi. Pasal 17 (1) Kepala Museum mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap seluruh proses Pengelolaan Museum sesuai dengan visi dan misi Museum, yang meliputi: a. menyusun kebijakan; b. menyusun program; c. merencanakan dan mengajukan anggaran; d. merencanakan dan mengusulkan sumber daya manusia; e. melaksanakan program; f. melakukan pemantauan dan evaluasi; dan g. hal-hal yang berkaitan dengan bidang hukum. (2) Kepala Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya harus memenuhi persyaratan:

13 13 a. pendidikan serendah-rendahnya sarjana; b. memiliki pengalaman dalam Pengelolaan Museum paling sedikit 4 (empat) tahun; dan c. memiliki sertifikat tingkat dasar, menengah dan lanjut dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman. (3) Kepala Museum Pemerintah dan Pemerintah Daerah selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (4) Kepala Museum diangkat dan diberhentikan oleh: a. Menteri, yang kementeriannya memiliki Museum untuk Museum Pemerintah; b. Gubernur dan/atau Bupati/Wali kota, yang memiliki Museum untuk Museum Pemerintah Daerah; atau c. Pemilik Museum, untuk Museum yang dimiliki oleh Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat. Tenaga teknis terdiri atas: a. Registrar; b. Kurator; c. Konservator; d. Penata pameran; e. Edukator; dan Pasal 18 f. Hubungan masyarakat dan pemasaran. Pasal 19 (1) Registrar mempunyai tugas dan tanggung jawab mencatat dan mendokumentasikan Koleksi, serta membuat berita acara terhadap: a. pengadaan dan penghapusan Koleksi; dan b. perpindahan Koleksi. (2) Registrar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan: a. serendah-rendahnya tamat sekolah menengah umum atau sekolah menengah kejuruan;

14 14 b. memiliki pengalaman di bidang administrasi Koleksi paling sedikit 2 (dua) tahun; c. memiliki sertifikat tingkat dasar dan menengah dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman; dan d. memiliki keterampilan dasar bidang teknologi informasi. (3) Registrar diangkat dan diberhentikan oleh kepala Museum dengan persetujuan pemilik Museum. (4) Registrar diangkat dan diberhentikan oleh: a. Menteri, yang kementeriannya memiliki Museum untuk Museum Pemerintah; b. Gubernur dan/atau Bupati/Wali kota, yang memiliki Museum untuk Museum Pemerintah Daerah; atau c. pemilik Museum, untuk Museum yang dimiliki oleh Setiap Orang atau masyarakat hukum adat. Pasal 20 (1) Kurator mempunyai tugas dan tanggung jawab: a. sebagai anggota tim dalam pengadaan dan penghapusan Koleksi; b. menginventarisasi Koleksi; c. melakukan penelitian Koleksi; d. menyiapkan konsep dan materi pameran; dan e. menyiapkan materi publikasi Koleksi. (2) Kurator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan: a. berpendidikan serendah-rendahnya sarjana di bidangnya, memiliki pengetahuan dan pengalaman paling sedikit 5 (lima) tahun dalam pengelolaan Koleksi, dan memiliki sertifikat tingkat dasar, menengah, dan lanjut di bidang pengelolaan koleksi dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman; atau b. memiliki keahlian khusus di bidang koleksi tertentu yang diakui oleh masyarakat dan instansi pemerintah yang berwenang di bidang permuseuman. (3) Kurator diangkat dan diberhentikan oleh: a. Menteri, yang kementeriannya memiliki Museum untuk Museum Pemerintah;

15 15 b. Gubernur dan/atau Bupati/Wali kota, yang memiliki Museum untuk Museum Pemerintah Daerah; atau c. Pemilik Museum, untuk Museum yang dimiliki oleh Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat. Pasal 21 (1) Konservator mempunyai tugas dan tanggung jawab: a. menjadi anggota tim dalam pengadaan dan penghapusan Koleksi; dan b. memelihara dan merawat Koleksi; (2) Konservator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan: a. pendidikan serendah-rendahnya tamat sekolah menengah umum atau sekolah menengah kejuruan di bidang ilmu pengetahuan alam; b. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang pemeliharaan dan perawatan Koleksi paling sedikit 2 (dua) tahun; dan c. memiliki sertifikat tingkat dasar, menengah, dan lanjut dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman. (3) Konservator diangkat dan diberhentikan oleh: a. Menteri, yang kementeriannya memiliki Museum untuk Museum Pemerintah; b. Gubernur dan/atau Bupati/Wali kota, yang memiliki Museum untuk Museum Pemerintah Daerah; atau c. Pemilik Museum, untuk Museum yang dimiliki oleh Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat. Pasal 22 (1) Penata pameran mempunyai tugas dan tanggung jawab, yang meliputi: a. merancang pameran; b. menyiapkan sarana dan prasarana pameran; dan c. melakukan penataan pameran. (2) Penata pameran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya harus memenuhi persyaratan: a. pendidikan serendah-rendahnya diploma 3; b. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang penataan pameran paling sedikit 2 (dua) tahun; dan

16 16 c. memiliki sertifikat tingkat dasar, menengah, dan lanjut dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman. (3) Penata pameran diangkat dan diberhentikan oleh: a. Menteri, yang kementeriannya memiliki Museum untuk Museum Pemerintah; b. Gubernur dan/atau Bupati/Wali kota, yang memiliki Museum untuk Museum Pemerintah Daerah; atau c. Pemilik Museum, untuk Museum yang dimiliki oleh Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat. Pasal 23 (1) Edukator mempunyai tugas dan tanggung jawab: a. merancang kegiatan edukasi Museum; dan b. memberikan layanan edukatif dan informatif tentang Museum (2) Edukator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan: a. pendidikan serendah-rendahnya sarjana di bidang pendidikan dan/atau komunikasi; b. memiliki pengalaman di bidang edukasi paling sedikit 2 (dua) tahun; c. memiliki keterampilan dasar bidang teknologi informasi; dan d. memiliki sertifikat tingkat dasar, menengah, dan lanjut dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman. (3) Edukator diangkat dan diberhentikan oleh: a. Menteri, yang kementeriannya memiliki Museum untuk Museum Pemerintah; b. Gubernur dan/atau Bupati/Wali kota, yang memiliki Museum untuk Museum Pemerintah Daerah; atau c. Pemilik Museum, untuk Museum yang dimiliki oleh Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat Pasal 24 (1) Hubungan Masyarakat dan Pemasaran mempunyai tugas dan tanggung jawab: a. merancang kegiatan dalam rangka hubungan masyarakat dan pemasaran Museum;

17 17 b. menyampaikan informasi secara lisan, tertulis, atau melalui gambar (visual) kepada publik, tentang kegiatan yang dilakukan museum; dan c. memantau, mendokumentasikan, mengevaluasi, serta menyalurkan opini publik kepada museum (2) Hubungan Masyarakat dan Pemasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan: a. pendidikan serendah-rendahnya sarjana di bidang komunikasi dan/atau pemasaran; b. memiliki pengalaman di bidang kehumasan dan pemasaran paling sedikit 2 (dua) tahun; c. memiliki keterampilan dasar bidang humas dan pemasaran; dan d. memiliki sertifikat tingkat dasar, menengah, dan lanjut dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman. (3) Hubungan Masyarakat dan Pemasaran diangkat dan diberhentikan oleh: a. Menteri, yang kementeriannya memiliki Museum untuk Museum Pemerintah; b.gubernur dan/atau Bupati/Wali kota, yang memiliki Museum untuk Museum Pemerintah Daerah; atau c. Pemilik Museum, untuk Museum yang dimiliki oleh Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat. Pasal 25 (1) Tenaga administrasi Museum mempunyai tugas dan tanggung jawab: a. ketatausahaan; b. kepegawaian; c. keuangan; d. keamanan; dan e. kerumahtanggaan. (2) Persyaratan untuk tenaga administrasi Museum sesuai dengan persyaratan di Museum masing-masing. (3) Tenaga administrasi diangkat dan diberhentikan oleh: a. Menteri, yang kementeriannya memiliki Museum untuk Museum Pemerintah;

18 18 b. Gubernur dan/atau Bupati/Wali kota, yang memiliki Museum untuk Museum Pemerintah Daerah; atau c. kepala Museum, untuk Museum yang dimiliki oleh Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat. BAB IV PENGELOLAAN KOLEKSI Bagian kesatu Umum Pasal 26 Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, dan Masyarakat Hukum Adat yang memiliki Museum wajib mengelola Koleksi baik yang berada di dalam ruangan dan/atau di luar ruangan. Bagian kedua Pengelolaan Administrasi Paragraf 1 Koleksi Pasal 27 (1) Koleksi merupakan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya bergerak dan/atau Bukan Cagar Budaya. (2) Cagar Budaya dan Bukan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat menjadi Koleksi berupa: a. benda utuh; b. fragmen; c. benda hasil perbanyakan atau replika; d. spesimen; atau e. hasil rekonstruksi dan/atau restorasi. (3) Cagar Budaya atau Bukan Cagar Budaya yang menjadi Koleksi memenuhi syarat: a. sesuai dengan visi dan misi Museum;

19 19 b. jelas asal usulnya; c. diperoleh dengan cara yang sah; d. keterawatan; dan/atau e. tidak mempunyai efek negatif bagi kelangsungan hidup alam dan/atau Masyarakat Hukum Adat. (4) Pengelola Museum dapat memberikan pertimbangan khusus untuk mengadakan Koleksi yang tidak sesuai dengan visi dan misi Museum. (5) Pertimbangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan untuk: a. penyelamatan; b. pengamanan; dan/atau c. pemeliharaan. Paragraf 2 Pengadaan Koleksi Pasal 28 Pengadaan Koleksi dapat diperoleh melalui hadiah, warisan, hibah, imbalan jasa, hasil penemuan, hasil pencarian, pertukaran, pembelian, atau konversi. Pasal 29 (1) Pengadaan Koleksi dilakukan oleh tim pengadaaan Koleksi yang dibentuk dengan keputusan kepala Museum. (2) Tim pengadaan Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Kurator; b. Registrar; dan c. Konservator. (3) Tim pengadaan Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas melakukan kajian yang meliputi aspek: a. ilmiah yang dilakukan oleh Kurator; b. legalitas yang dilakukan oleh Registrar; dan c. fisik yang dilakukan oleh Konservator.

20 20 (4) Hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diserahkan oleh tim pengadaan Koleksi kepada kepala Museum. (5) Kepala Museum membuat keputusan pengadaan Koleksi dengan mempertimbangkan: a. kemampuan Museum melakukan pelestarian; b. koleksi yang diusulkan akan berguna bagi pengembangan Museum; c. hasil kajian; dan d. tidak bertentangan dengan etika permuseuman. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan Koleksi diatur oleh instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman Paragraf 3 Pencatatan Koleksi Pasal 30 (1) Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya bergerak atau yang Bukan Cagar Budaya yang telah sah menjadi milik Museum harus dicatat dan didokumentasikan oleh Registrar. (2) Kegiatan pencatatan Koleksi meliputi kegiatan Registrasi dan Inventarisasi. Pasal 31 (1) Registrasi Koleksi dilakukan oleh Registrar, yang meliputi: a. pemberian nomor Registrasi; b. pembuatan foto koleksi; dan c. pencatatan di buku register. (2) Data Koleksi yang sudah dicatat dalam buku register dimasukkan ke dalam pangkalan data. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi Koleksi diatur oleh instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman Pasal 32 (1) Inventarisasi Koleksi dilakukan oleh Kurator, yang meliputi: a. pengklasifikasian Koleksi; b. pemberian nomor inventaris; c. pencatatan pada buku inventaris;

21 21 d. pembuatan kartu katalog Koleksi; dan e. pengisian lembar kerja kuratorial. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara inventarisasi Koleksi diatur oleh instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman. Pasal 33 (1) Register dan inventaris Koleksi merupakan dokumen Koleksi yang menjadi satu kesatuan dengan Koleksi. (2) Dokumen Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan dan menjadi tanggung jawab Registrar. Paragraf 4 Penghapusan Koleksi (1) Koleksi dapat dihapus apabila: a. rusak; b. hilang; c. musnah; dan/atau Pasal 34 d. material atau bahannya membahayakan. (2) Koleksi dapat dihapus dan dialihkan hak kepemilikannya apabila: a. tidak sesuai lagi dengan visi dan misi Museum; b. jumlahnya terlalu banyak; dan/atau c. diperoleh dari hasil perbuatan melanggar hukum. (3) Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian dan pendidikan. (4) Penghapusan dan pengalihan hak kepemilikan Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang berupa Cagar Budaya dilakukan menurut peraturan perundang-undangan. (5) Koleksi yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dihapus setelah lebih dari 6 (enam) tahun sejak Koleksi diketahui hilang.

22 22 (6) Koleksi yang dihapus karena hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) apabila ditemukan kembali harus dicatat melalui proses layaknya benda yang diusulkan menjadi Koleksi. (7) Koleksi yang akan dihapus harus dicatat dan didokumentasikan secara lengkap dan menyeluruh. (8) Penghapusan Koleksi tidak menghapus catatan dalam register dan inventaris. Pasal 35 (1) Penghapusan Koleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan oleh tim penghapusan Koleksi yang dibentuk dengan keputusan kepala Museum. (2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Registrar; b. Kurator; dan c. Konservator. (3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggungjawab melakukan kajian dari aspek: a. legalitas yang dilakukan oleh Registrar; b. ilmiah yang dilakukan oleh Kurator; dan c. fisik yang dilakukan oleh Konservator. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghapusan Koleksi diatur oleh instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman. Paragraf 5 Peminjaman Koleksi Pasal 36 (1) Museum dapat meminjam dan/atau meminjamkan Koleksi dengan tujuan untuk: a. kepentingan kebudayaan; b. pengembangan pendidikan dan/atau ilmu pengetahuan; c. penelitian; dan/atau d. promosi dan informasi. (2) Peminjaman Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan syarat:

23 23 a. tidak boleh untuk tujuan komersial; b. tidak boleh lebih dari 2 (dua) tahun; c. dibuat dengan perjanjian tertulis; d. menjaga keseimbangan substansi tata pameran tetap Museum; dan e. memperhatikan kelayakan kondisi Koleksi. (3) Peminjaman Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan antara Museum dan: a. Pemerintah; b. Pemerintah Daerah; c. Setiap Orang; dan/atau d. Masyarakat Hukum Adat. (4) Perjanjian peminjaman Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sekurang-kurangnya memuat: a. identitas para pihak; b. daftar Koleksi yang menjadi objek perjanjian; c. tujuan peminjaman; d. rencana penggunaan; e. jangka waktu peminjaman; f. hak dan kewajiban para pihak; g. wanprestasi; h. keadaan tak terduga di luar kemampuan manusia; dan i. penyelesaian apabila terjadi sengketa. (5) Kepala Museum dapat menghentikan peminjaman apabila tidak sesuai dengan perjanjian. (6) Peminjaman Koleksi berupa Cagar Budaya dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai peminjaman Koleksi diatur oleh instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman. Pasal 37 (1) Peminjaman Koleksi antarnegara mengacu pada perjanjian bilateral atau multilateral dalam bidang kebudayaan antarnegara.

24 24 (2) Koleksi yang dipinjamkan ke luar negeri harus mendapat izin dari instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman. (3) Peminjaman Koleksi berupa Cagar Budaya ke luar negeri dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 38 (1) Peminjam Koleksi wajib menjamin keterawatan dan keamanan Koleksi. (2) Peminjam luar negeri terhadap Koleksi harus mengasuransikan Koleksi. (3) Peminjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang melakukan perbanyakan atau replika terhadap Koleksi yang dipinjam tanpa izin tertulis dari pemilik. (4) Perbanyakan atau replika Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berupa Cagar Budaya dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Pengelolaan Teknis Koleksi Paragraf 1 Penyimpanan Pasal 39 (1) Koleksi disimpan di ruang penyimpanan dan/atau ruang pamer. (2) Penyimpanan Koleksi harus dilakukan dengan memperhatikan pelindungannya. (3) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi Penyelamatan, Pengamanan, dan pemeliharaan. (4) Sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi tanggung jawab kepala Museum. (5) Koleksi yang unik, langka jenisnya, dan memiliki tingkat informasi tinggi harus mendapatkan perlakuan khusus berupa: a. disimpan di ruang penyimpanan yang terjamin keamanannya; dan b. dibuatkan replika untuk dipamerkan.

25 25 Pasal 40 (1) Ruang penyimpanan Koleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dapat berupa ruang tertutup dan/atau ruang terbuka. (2) Koleksi dapat disimpan dalam ruang penyimpanan terbuka apabila bentuk dan ukurannya tidak memungkinkan untuk disimpan di ruang penyimpanan tertutup. (3) Koleksi disimpan dalam ruang penyimpanan dengan syarat: a. sudah didokumentasikan; dan b. sudah dilakukan perawatan. (4) Ruang penyimpanan Koleksi berada di zona nonpublik. Pasal 41 (1) Ruang pamer Koleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dapat berupa ruang tertutup atau ruang terbuka. (2) Koleksi dapat disimpan di ruang pamer terbuka apabila bentuk dan ukurannya tidak memungkinkan untuk disimpan dalam ruangpamer tertutup. (3) Koleksi yang disimpan di ruang pamer dengan syarat: a. sudah dilakukan penelitian; b. memiliki informasi; dan c. sudah dilakukan perawatan. Pasal 42 Pedoman penyimpanan Koleksi diatur oleh instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman. Paragraf 2 Pemeliharaan dan Pengamanan Koleksi Pasal 43 (1) Pengelola Museum wajib melakukan Pemeliharaan dan Pengamanan Koleksi yang dilakukan secara terintegrasi. (2) Pengelola Museum wajib membuat prosedur operasional terstandar untuk Pemeliharaan dan Pengamanan Koleksi. (3) Kepala Museum bertanggungjawab menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk Pemeliharaan dan Pengamanan Koleksi.

26 26 Pasal 44 (1) Pemeliharaan Koleksi dilakukan oleh Konservator. (2) Museum yang tidak memiliki Konservator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan Konservator dari Museum atau lembaga lain. Pasal 45 (1) Pemeliharaan Koleksi bertujuan mencegah dan menanggulangi kerusakan yang disebabkan oleh alam dan/atau manusia. (2) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa mengubah keaslian bentuk, gaya, dan bahan. (3) Pemeliharaan Koleksi dapat dilakukan di lokasi tempat Koleksi berada atau di tempat lain. (4) Pemeliharaan Koleksi dapat dilakukan di lokasi tempat Koleksi berada apabila Koleksi mempunyai bentuk, ukuran,dan/atau kondisi yang tidak memungkinkan untuk dipindahkan. (5) Pengelola Museum dapat melakukan pemeliharaan Koleksi di tempat lain apabila tidak memiliki: a. sarana dan prasarana; dan/atau b. Konservator. (6) Pemeliharaan Koleksi harus didokumentasikan secara lengkap. Pasal 46 (1) Pengelola Museum wajib melakukan Pengamanan terhadap Koleksi di bawah tanggung jawab Kepala Museum. (2) Pengamanan terhadap Koleksi dilakukan untuk memberikan Pelindungan dari ancaman yang disebabkan oleh alam dan/atau manusia. (3) Kepala Museum wajib membuat prosedur operasional Pengamanan Koleksi. Pasal 47 (1) Pengamanan Koleksi bertujuan mencegah: a. kehilangan; dan b. kerusakan yang disebabkan oleh alam dan/atau manusia; (2) Pengamanan Koleksi dilakukan di area: a. terbuka;

27 27 b. terbatas; dan c. tertutup. (3) Kepala Museum bertanggungjawab terhadap hilang dan/atau rusaknya Koleksi. Pasal 48 (1) Pengelola Museum yang tidak dapat melaksanakan pemeliharaan dan pengamanan Koleksi sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, dapat dikenai sanksi disiplin sesuai peraturan perundang-undangan dan mengganti kerugian. (2) Besarnya ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah di bidang permuseuman sesuai dengan kewenangannya. (3) Ganti kerugian diberikan kepada pemilik Museum paling lambat 6 (enam) bulan setelah diputuskan besarnya ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2). BAB V PENGAMANAN MUSEUM Pasal 49 (1) Pengamanan Museum wajib dilakukan oleh Pengelola Museum terhadap manusia di Museum serta bangunan dan lingkungan Museum di bawah tanggungjawab kepala Museum. (2) Pengamanan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memberikan Pelindungan dari ancaman yang disebabkan oleh alam dan/atau manusia. (3) Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Pengelola Museum dan/atau penyedia jasa Pengamanan. (4) Pengamanan yang dilakukan oleh Pengelola Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh petugas pengamanan yang diangkat oleh kepala Museum, mempunyai kewenangan pada area terbuka, terbatas, dan tertutup. (5) Penyedia jasa pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya pada area terbuka Museum. (6) Kepala Museum wajib menyediakan sarana untuk Pengamanan Museum yang beroperasi selama 24 (dua puluh empat) jam, yang sekurang-kurangnya terdiri atas: a. petugas keamanan;

28 28 b. alat pemantau keadaan; dan c. petunjuk jalur evakuasi BAB VI PENGEMBANGAN Bagian Kesatu Penelitian Pasal 50 (1) Penelitian di Museum dapat dilakukan terhadap: a. Koleksi; b. pengelolaan; c. pengunjung; dan/atau d. program. (2) Penelitian di Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. wajib dilakukan oleh pengelola Museum. b. dapat dilakukan oleh Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat dengan izin dari kepala Museum. (3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar penelitian sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (4) Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat yang melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menyerahkan hasil penelitiannya kepada Pengelola Museum. Pasal 51 (1) Penelitian Koleksi dapat dilakukan dengan tujuan untuk: c. meningkatkan potensi nilai dan informasi Koleksi untuk dikomunikasikan kepada masyarakat; d. pengembangan ilmu pengetahuan; e. pengembangan kebudayaan; dan/atau f. menjaga kelestarian Koleksi. (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan keterawatan Koleksi.

29 29 Pasal 52 Penelitian pengelolaan dapat dilakukan untuk: a. pengembangan lembaga Museum; b. mengukur dan meningkatkan kinerja Pengelola Museum; dan/atau c. pengembangan kebijakan pengelolaan Museum. Pasal 53 (1) Penelitian pengunjung dilakukan untuk mengetahui: a. indeks kepuasan pengunjung terhadap pelayanan dan penyajian Museum; b. harapan pengunjung terhadap layanan dan penyajian; dan/atau c. tingkat kepahaman pengunjung terhadap informasi yang disampaikan. (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan meningkatkan pengelolaan dan pelayanan Museum. Pasal 54 Penelitian program dilakukan untuk mengetahui: a. tingkat keberhasilan program; b. indeks kepuasan masyarakat terhadap program Museum; dan/atau c. harapan masyarakat terhadap program Museum. Bagian Kedua Kerja Sama Pasal 55 (1) Pengembangan Museum dapat dilakukan dengan cara kerjasama dalam bidang pendidikan, sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan, serta pariwisata. (2) Kerjasama dilakukan berdasarkan prinsip: a. kesepakatan; b. kesetaraan dan saling menguntungkan; c. tidak merusak Koleksi; d. tidak mengomersialkan Koleksi; dan

30 30 e. tidak digunakan untuk kepentingan politik tertentu. (3) Kerjasama dalam pengembangan Museum dilakukan oleh: a. Pemerintah; b. Pemerintah Daerah; c. Setiap Orang; atau d. Masyarakat Hukum Adat. (4) Kerjasama dilakukan dalam bentuk: a. pameran; b. penelitian; c. program publik; d. pelatihan sumber daya manusia; e. publikasi; f. perbanyakan atau replika Koleksi; dan/atau g. promosi dan informasi. Pasal 56 (1) Kerjasama dapat dilakukan dengan negara lain secara: a. bilateral; dan/atau b. multilateral. (2) Kerjasama dengan negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berdasarkan perjanjian antarnegara di bidang kebudayaan. (3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan hukum Internasional. BAB VII PEMANFAATAN Pasal 57 (1) Museum yang dimiliki oleh Pemerintah, dan/ atau Pemerintah Daerah wajib menyediakan layanan pendidikan bagi peserta didik dengan cara: a. mendatangkan peserta didik beserta pendidik ke Museum tanpa dipungut biaya; b. menyelenggarakan Museum keliling; dan

31 31 c. memberikan penyuluhan Museum dan Koleksi; (2) Pengelola Museum, Setiap Orang, dan/atau Masyarakat Hukum Adat dapat memanfaatkan Museum untuk layanan pendidikan, kepentingan sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan, dan/atau pariwisata. (3) Pemanfaatan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan terhadap Koleksi, gedung, dan/atau lingkungan. (4) Pemanfaatan Museum oleh Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk tujuan pendidikan, pengembangan bakat dan minat, pengembangan kreativitas dan inovasi, serta kesenangan berdasarkan izin kepala Museum. (5) Pengelola Museum, Setiap Orang, dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang memanfaatkan Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang untuk memfungsikan kembali Koleksi sebagaimana fungsi aslinya. (6) Pemanfaatan Koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tetap mengutamakan Pelestarian. Pasal 58 (1) Izin Pemanfaatan Museum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (4) berisi: a. tujuan pemanfaatan; b. waktu pemanfaatan; c. lokasi pemanfaatan; d. cara pemanfaatan; e. bentuk pemanfaatan; dan f. jumlah orang yang melakukan pemanfaatan. (2) Cara pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berdasarkan ketentuan yang berlaku di Museum yang bersangkutan. (3) Pemanfaatan Koleksi yang kondisinya rapuh, langka, atau bernilai ekonomi tinggi dapat dimanfaatkan dengan terlebih dahulu membuat perbanyakan atau replika. (4) Pemanfaatan dengan cara perbanyakan atau replika terhadap Koleksi berupa Cagar Budaya dengan izin pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Pemanfaatan dengan cara perbanyakan atau replika terhadap Koleksi Bukan Cagar Budaya oleh Setiap Orang dan/atau masyarakat hukum adat dilakukan dengan izin kepala Museum.

32 32 (6) Setiap pemanfaatan didahului dengan kajian agar tidak mengakibatkan kerusakan pada Koleksi, gedung, dan/atau lingkungan Museum. BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 59 (1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan Pembinaan terhadap pengelolaan Museum sesuai dengan kewenangannya. (2) Pengawasan terhadap pengelolaan Museum dilakukan oleh: a. Menteri, terhadap Museum milik Pemerintah; b. Gubernur, terhadap Museum milik Pemerintah Daerah; dan/atau c. Bupati/Wali kota, terhadap Museum milik Setiap Orang atau Masyarakat Hukum Adat. (3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap: a. kelembagaan Museum; b. pengelolaan Koleksi; c. peningkatan sumber daya manusia; d. Pengembangan Museum; dan e. Pemanfaatan Museum. (4) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan hasil evaluasi Museum. (5) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) apabila Museum tidak memenuhi standarisasi atau penurunan standarisasi, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali kota sesuai dengan kewenangannya dapat mengambil tindakan berupa teguran tertulis. (6) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan kepada kepala Museum dalam 3 (tiga) tahap: a. teguran pertama dilakukan dalam 7 (tujuh) hari kalender setelah penilaian. b. teguran kedua dilakukan paling lambat 60 (enam puluh) hari kalender sejak teguran pertama; dan/atau

33 33 c. teguran ketiga dilakukan paling lambat 60 (enam puluh) hari kalender sejak teguran kedua. (7) Apabila teguran tahap ketiga tidak diindahkan, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali kota sesuai dengan kewenangannya dapat mengambil alih pelaksanaan Pengelolaan Museum. (8) Pedoman pengambilalihan Pengelolaan Museum diatur oleh instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang permuseuman. BAB IX PENDANAAN Pasal 60 (1) Pemilik Museum wajib menyediakan dana Pengelolaan Museum. (2) Dana pengelolaan Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk: a. Museum milik Pemerintah bersumber dari APBN; b. Museum milik Pemerintah Daerah bersumber dari APBD; c. Museum milik Setiap Orang dan Masyarakat Hukum Adat berasal dari hasil pemanfaatan Museum. (3) Pemilik Museum dapat memperoleh dana selain dari sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang berasal dari: a. bantuan atau subsidi; b. hibah; dan/atau c. sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Pasal 61 Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan dana untuk Penyelamatan Koleksi dalam keadaan darurat. Dana Museum digunakan untuk: Pasal 62 a. pengadaan lahan, gedung, serta sarana dan prasarana; b. Pelestarian Koleksi berupa Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan; c. survei dan pengadaan Koleksi; d. Penelitian;

34 34 e. kegiatan dokumentasi; f. kegiatan publikasi dan promosi; g. kegiatan pelatihan sumber daya manusia; h. seminar, diskusi, dan lokakarya Pengembangan Museum; i. studi banding dan koordinasi; dan/atau j. pengeluaran lain yang digunakan untuk Pengelolaan Museum. BAB X PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 63 (1) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat dapat berperanserta membantu Pengelolaan Museum sebagai wujud peran serta masyarakat terhadap Pelindungan, Pengembangan, dan/atau Pemanfaatan Museum. (2) Peranserta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan visi dan misi Museum. (3) Peran serta masyarakat dalam membantu Pengelolaan Museum berdasarkan asas transparansi dan akuntabilitas. Pasal 64 (1) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat dapat berperan serta dalam Pengelolaan Museum setelah memperoleh izin kepala Museum. (2) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang berperan serta terhadap pengelolaan Koleksi harus memperhatikan aspek Pelindungan. Pasal 65 (1) Peranserta yang dilakukan oleh Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dapat berupa: a. ide; b. sarana dan/atau prasarana Museum; c. penyerahan koleksi; d. penitipan koleksi; e. tenaga; dan/atau f. pendanaan Museum.

35 35 (2) Penyerahan koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang menjadi Koleksi berupa Cagar Budaya berdasarkan izin pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Penyerahan koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan bukti penyerahan dari Museum. (4) Penitipan koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yang berupa Cagar Budaya berdasarkan izin pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Penitipan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan berdasarkan perjanjian yang sekurang-kurangnya berisi: a. identitas para pihak; b. deskripsi koleksi; c. hak dan kewajiban para pihak; d. jangka waktu penitipan; e. bukti penitipan dari Museum; dan f. bukti kepemilikan dan/atau penguasaan. (6) Penitipan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya maupun Bukan Cagar Budaya yang masih dalam proses hukum dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum kepada Museum. Pasal 66 (1) Peranserta Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat dilakukan secara sukarela dan tidak berdasarkan kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau kepentingan politik tertentu. (2) Peranserta Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat dalam pendanaan dapat dilakukan seketika atau secara berkala. (3) Dana yang berasal dari peranserta Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diaudit oleh auditor independen. BAB XI INSENTIF DAN KOMPENSASI Pasal 67 (1) Setiap Orang, atau masyarakat hukum adat yang memiliki Museum dapat menerima insentif dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. (2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

36 36 a. pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan; b. fasilitas Pajak Penghasilan; c. advokasi; d. tenaga teknis; e. tenaga ahli; f. sarana dan prasarana; dan/atau g. tanda penghargaan. (3) Insentif berupa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap bangunan dan tanah tempat Museum didirikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan paling banyak 100% (seratus persen) dari jumlah pajak yang terutang. (4) Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan dengan memperlakukan biaya perawatan Museum sebagai pengurangan terhadap penghasilan bruto. (5) Pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dan/ atau pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diberikan kepada Setiap Orang atau masyarakat hukum adat yang memiliki Museum yang digunakan tidak untuk mendapatkan keuntungan. (6) Permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan diajukan kepada Bupati/Wali kota sesuai kewenangannya. (7) Permohonan fasilitas Pajak Penghasilan diajukan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang perpajakan nasional. (8) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) harus disertai rekomendasi dari instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman. (9) Ketentuan mengenai insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 68 (1) Advokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) huruf c berupa pendampingan dalam penyelesaian permasalahan yang ada di Museum. (2) advokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh pemilik Museum kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang permuseuman sesuai kewenangannya.

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.195, 2015 KEHUTANAN. Museum. Cagar Budaya. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5733). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (5)

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.195, 2015 KEHUTANAN. Museum. Cagar Budaya. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5733). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2 Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini, maupun yang akan datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Sebagai karya warisan budaya masa

2 Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini, maupun yang akan datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Sebagai karya warisan budaya masa TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEHUTANAN. Museum. Cagar Budaya. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 195) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA. Menimbang Mengingat BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa keberadaan Cagar Budaya di

Lebih terperinci

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016 1 BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa kawasan dan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA R I A U PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DRAFT RUU CB Hasil Panja 23 September 2010 Versi 1 RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR KOMPETENSI KERJA KHUSUS KURATOR MUSEUM

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR KOMPETENSI KERJA KHUSUS KURATOR MUSEUM SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR KOMPETENSI KERJA KHUSUS KURATOR MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 7 2014 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR...TAHUN... TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR...TAHUN... TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR...TAHUN... TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa Cagar Budaya merupakan kekayaan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN, PENGELOLAAN DAN PERIZINAN MEMBAWA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH

PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG Disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG

NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1995 TENTANG PEMELIHARAAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DI MUSEUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1995 TENTANG PEMELIHARAAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DI MUSEUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1995 TENTANG PEMELIHARAAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DI MUSEUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 22

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Museum Nasional. Rincian Tugas. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Museum Nasional. Rincian Tugas. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA No.496, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Museum Nasional. Rincian Tugas. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

Struktur Organisasi Museum Nasional

Struktur Organisasi Museum Nasional Struktur Organisasi Museum Nasional Permendikbud No. 48 Tahun 2012 KEPALA MUSEUM Bagian Tata Usaha Subbagian Perencanaan dan Tata Laksana Subbagian Keuangan dan Kepegawaian Seksi Dokumentasi Seksi Perpustakaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air permukaan mempunyai peran

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL SALINAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur No.104, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DIKBUD. Kebudayaan. Pemajuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6055) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR -1- BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang : a. bahwa Kabupaten

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN DAN PENGHAPUSAN WARISAN BUDAYA DAERAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K

2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K No.31, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA WILAYAH. Geospasial. Informasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5502) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA

MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar Cagar Budaya dimiliki oleh masyarakat, sehingga perlu diupayakan agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif melakukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 6 2013 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KEARSIPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEBUDAYAAN KOTA YOGYAKARTA DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22,2012 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan

Lebih terperinci

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.40, 2013 KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. Pelaksanaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5404) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN, STRUKTUR, DAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1995 TENTANG PEMELIHARAAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DI MUSEUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1995 TENTANG PEMELIHARAAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DI MUSEUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1995 TENTANG PEMELIHARAAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DI MUSEUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 22

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA NOMOR /UN40/HK//2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA NOMOR /UN40/HK//2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Revisi dari Divisi Hukum pada Biro Hukum PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA NOMOR /UN40/HK//2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN

Lebih terperinci

SYARAT: KETENTUAN YG HARUS DIINDAHKAN DAN DILAKUKAN PEMBERI IZIN: LEGAL> JABATAN BUKTI LEGAL: SURAT KEPUTUSAN ; SURAT PENETAPAN

SYARAT: KETENTUAN YG HARUS DIINDAHKAN DAN DILAKUKAN PEMBERI IZIN: LEGAL> JABATAN BUKTI LEGAL: SURAT KEPUTUSAN ; SURAT PENETAPAN PERIZINAN CAGAR BUDAYA INDONESIA W. Djuwita Ramelan Penyusunan Pedoman Perizinan Cagar Budaya dan Museum Jakarta 17-1919 Juli 2013 KONSEP UMUM IZIN: PERNYATAAN MENGABULKAN ; PERSETUJUAN MEMBOLEHKAN KEGIATAN:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa kawasan dan cagar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1995 TENTANG PEMELIHARAAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DI MUSEUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1995 TENTANG PEMELIHARAAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DI MUSEUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1995 TENTANG PEMELIHARAAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DI MUSEUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 22

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS KEBUDAYAAN, KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa arsitek dalam mengembangkan diri memerlukan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2017 2 BUPATI

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN TIM PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA BAGI PEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA

PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN TIM PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA BAGI PEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN TIM PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA BAGI PEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelestarian Cagar Budaya merupakan upaya untuk mempertahankan warisan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN TENTANG BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 10230 PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2011 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEARSIPAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI

- 1 - PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI - 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA MUSEUM NASIONAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA MUSEUM NASIONAL SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA MUSEUM NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PARIWISATA KOTA BATU DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka mempertahankan Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo

Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala Oleh Junus Satrio Atmodjo Mengapa Kita Harus Mempertahankan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG RINCIAN TUGAS MUSEUM KEBANGKITAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG RINCIAN TUGAS MUSEUM KEBANGKITAN NASIONAL SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG RINCIAN TUGAS MUSEUM KEBANGKITAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 86 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, KEDUDUKAN, FUNGSI DAN TUGAS, TATA KERJA DINAS PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN DAERAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci