BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Definisi dan Jenis Program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Definisi dan Jenis Program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Definisi dan Jenis Program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Menurut Sihombing dan Gutama (2000) Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan suatu wadah dimana seluruh kegiatan belajar masyarakat dalam rangka peningkatan pengetahuan, keterampilan/keahlian, hobi, atau bakatnya yang dikelola dan diselenggarakan sendiri oleh masyarakat. PKBM adalah sebagai wahana untuk mempersiapkan warga masyarakat agar bisa lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk dalam hal meningkakan pendapatannya. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta masalah-masalah pendidikan masyarakat serta kebutuhan akan pendidikan masyarakat, definisi PKBM terus disempurnakan terutama dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan lembaga, sasaran, kondisi daerah serta model pengelolaan. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa PKBM adalah sebuah lembaga pendidikan yang dikembangkan dan dikelola oleh masyarakat serta diselenggarakan di luar sistem pendidikan formal baik di perkotaan maupun di pedesaan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan belajar kepada seluruh lapisan masyarakat agar mereka mampu membangun dirinya secara mandiri sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk itulah PKBM berperan sebagai tempat pembelajaran masyarakat terhadap berbagai pengetahuan atau keterampilan dengan memanfaatkan sarana, prasarana dan potensi yang ada di

2 9 sekitar lingkungannya (desa, kota), agar masyarakat memiliki keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup. Dibentuknya PKBM adalah sebagai pemicu dan bersifat sementara, masyarakat sendirilah yang selanjutnya memiliki wewenang untuk mengembangkannya, karena itulah pendekatan dalam program PKBM ini disebut pendidikan berbasis masyarakat atau community-based education dengan harapan dapat dijadikan pijakan dan titik permulaan bagi semua komponen pembangunan untuk memberdayakan potensi-potensi yang ada di dalam masyarakat Tujuan dan Tugas-Tugas PKBM Terdapat tiga tujuan penting dalam pengembangan PKBM: a) memberdayakan masyarakat agar mampu mandiri (berdaya), b) meningkatkan kualitas hidup masyarakat baik dari segi sosial maupun ekonomi, c) meningkatkan kepekaan terhadap masalah-masalah yang terjadi dilingkungannya sehingga mampu memecahkan permasalahan tersebut. Sihombing (1999) menyebutkan bahwa tujuan pelembagaan PKBM adalah untuk menggali, menumbuhkan, mengembangkan, dan memanfaatkan seluruh potensi yang ada di masyarakat itu sendiri. Dalam arti memberdayakan seluruh potensi dan fasilitas pendidikan yang ada di desa sebagai upaya membelajarkan masyarakat yang diarahkan untuk mendukung pengentasan kemiskinan, dengan prinsip pengembangan dalam rangka mewujudkan demokrasi bidang pendidikan. Pada sisi lain tujuan PKBM adalah untuk lebih mendekatkan proses pelayanan pendidikan terutama proses pelayanan pembelajaran yang dipadukan dengan berbagai tuntutan, masalahmasalah yang terjadi di sekitar lingkungan masyarakat itu sendiri.

3 Fungsi PKBM Peran serta masyarakat dalam pendidikan luar sekolah dapat dilakukan melalui Pusat Kegiatan Masyarakat (PKBM). Melalui pendidikan yang dilakukan di PKBM, masyarakat diharapkan dapat memberdayakan dirinya. Sihombing (1999) menyebutkan secara tegas fungsi PKBM adalah: a) tempat pusaran berbagai berbagai potensi yang ada dan berkembang di masyarakat, b) sebagai sumber informasi yang andal bagi masyarakat membutuhkan keterampilan fungsional, c) sebagai tempat tukar-menukar berbagai pengetahuan dan keterampilan fungsional di antara warga masyarakat. Berdasar pada peran ideal PKBM teridentifikasi beberapa fungsi-fungsi tersebut merupakan karakteristik dasar yang harus menjadi acuan pengembangan kelembagaan PKBM sebagai wadah learning society. Karakteristik tersebut masih menurut Sihombing (1999) adalah sebagai berikut: 1) Tempat masyarakat belajar (learning society), PKBM merupakan tempat masyarakat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan dan bermacam ragam keterampilan fungsional sesuai dengan kebutuhannya, sehingga masyarakat berdaya dalam meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya. 2) Tempat tukar belajar (learning exchange), PKBM memiliki fungsi sebagai tempat terjadi pertukaran berbagai informasi (pengalaman), ilmu pengetahuan dan keterampilan antar warga belajar, sehingga antara warga belajar yang satu dengan yang lainnya bisa saling mengisi. Sehingga setiap warga belajar sangat dimungkinkan dapat berperan sebagai sumber belajar bagi warga belajar lainnya (masyarakat lainnya). 3) Pusat pengetahuan dan informasi atau perpustakaan masyarakat, sebagai perpustakaan masyarakat PKBM harus mampu berfungsi sebagai bank

4 11 informasi, artinya PKBM dapat dijadikan tempat menyimpan berbagai informasi pengetahuan dan keterampilan secara aman dan kemudian disalurkan kepada seluruh masyarakat atau warga belajar yang membutuhkan. Disamping itu pula PKBM dapat berfungsi sebagai pengembang pengetahuan dan keterampilan secara inovatif, melalui penelitian, pengkajian dan pengembangan model. 4) Sebagai sentra pertemuan berbagai lapisan masyarakat, fungsi PKBM dalam hal ini, tidak hanya berfungsi sebagai tempat pertemuan antara pengelola dengan sumber belajar dan warga belajar serta dengan tokoh masyarakat atau dengan berbagai lembaga (pemerintah dan swasta/lsm, ormas), akan tetapi PKBM berfungsi sebagai tempat berkumpulnya seluruh komponen masyarakat dalam berbagai bidang sesuai dengan kepentingan, masalah dan kebutuhan masyarakat serta selaras dengan azas dan prinsip learning society atau pengembangan pendidikan dan pembelajaran (life long learning dan life long education). 5) Pusat penelitian masyarakat (community research centre) terutama dalam pengembangan pendidikan nonformal. Pada bagian ini PKBM berfungsi sebagai pusat pengkajian (studi, research) bagi pengembangan model-model pendidikan nonformal pada tingkat kecamatan dan kabupaten. Dalam hal ini PKBM dapat dijadikan tempat oleh masyarakat, kalangan akademisi, dll sebagai tempat menggali, mengkaji, menelaah (menganalisa) berbagai persoalan atau permasalahan dalam bidang pendidikan dan keterampilan masyarakat, terutama program yang berkaitan dengan program-program yang selaras dengan azas dan tujuan PKBM.

5 Prinsip Pengembangan Program PKBM Beberapa prinsip dasar yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan dan menyusun program PKBM antara lain adalah: a) program yang dikembangkan PKBM harus meluas sehingga warga belajar memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan pengalaman tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang berkaitan dengan etika, estetika, logika dan kinestetika pada saat pembelajaran, b) program harus memiliki prinsip keseimbangan (balanced) dimana setiap kompetensi yang dikembangkan dalam program PKBM harus dicapai melalui alokasi waktu yang cukup untuk sebuah proses pembelajaran yang efektif, c) program yang dikembangkan PKBM harus relevan karena setiap program terkait dengan penyiapan warga belajar untuk meningkatkan mutu kehidupan melalui kesempatan, pengalaman, dan latihan dalam berperan dan bersikap secara bertanggung jawab dalam mewujudkan kedewasaan berfikirnya, d) program yang dikembangkan PKBM harus mampu mengedepankan konsep perbedaan (differentiated), prinsip ini merupakan upaya pelayanan individual dimana warga belajar harus memahami: apa yang perlu dipelajari; bagaimana berpikir, bagaimana belajar, dan berbuat untuk mengembangkan potensi dan kebutuhan dirinya masing-masing secara optimal. Untuk mendukung terlaksananya prinsip-prinsip tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu menjadi patokan pengembang PKBM meliputi: a) kualitas sumberdaya manusia yang mengusung program, b) kemampuan bekerja sama dengan pihak-pihak tertentu (masyarakat, pemerintah, dan sumber-sumber lainnya), c) kemampuan (kualitas, kompetensi) sumber belajar (tutor, fasilitator) terutama kesesuaian dengan program, d) warga belajar yang berminat dan butuh

6 13 dengan program yang dikembangkan, e) fasilitas pendukung program yang representatif sesuai dengan kebutuhan program, f) partisipasi masyarakat dalam pengembangan program, g) alat kontrol (supervisi monitoring, dan evaluasi) program, h) daya dukung lain seperti model yang akan dikembangkan, materi, modul, atau sumber lain yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran dan sasaran didik, i) anggaran untuk mendukung program, j) pemeliharaan program agar program tetap eksis, k) pengembangan program ke depan. Sedangkan Sihombing dan Gutama (2000), menjelaskan bahwa beberapa faktor penunjang keberhasilan pengembangan program PKBM meliputi: a) kemampuan mengidentifikasi dan mencatat kebutuhan masyarakat (warga belajar), b) melayani kebutuhan dan minat warga belajar dalam kegiatan yang bervariasi atau sesuai kebutuhan dan minatnya, c) memobilisasi sumberdaya yang ada di masyarakat, d) membangun kemitraan dan kerjasama secara terbuka secara terbuka dengan berbagai lembaga atau oranisasi, sehingga PKBM mampu mengembangkan berbagai aktivitas pembangunan masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan lokal, e) memonitor perkembangan kegiatan serta keberhasilan sehingga dijadikan dasar pengembangan program ke depan, f) mencatat berbagai kelebihan dan kekurangan dari kegiatan yang dikelembagaan PKBM. Langkah-langkah dalam penyusunan program PKBM dapat diikuti sebagai berikut: a) merencanakan program kegiatan, b) menentukan dan menetapkan berbagai sumber yang dibutuhkan baik sumber daya manusia, material maupun finansial, c) melakukan sosialisasi program ke masyarakat dan pemerintah daerah, d) menerima warga belajar, e) mencari kebutuhan warga belajar berkaitan dengan materi yang dikembangkan dalam program, f) menetapkan kebutuhan materi

7 14 pembelajaran (program), g) menetapkan target dan tujuan program, h) menyusun kurikulum dan materi pembelajaran, i) menjalankan program, j) melakukan monitoring dan evaluasi program, k) mengembangkan program berdasarkan pada hasil monitoring dan evaluasi. Bidang pendidikan merupakan program andalan PKBM saat ini. Beberapa program pendidikan yang dikembangkan di antaranya adalah: 1) Program keaksaraan fungsional Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan keaksaraan dasar warga masyarakat yang masih buta aksara. Saat ini di Indonesia terdapat 5,2 juta orang usia 10 sampai 44 tahun yang masih buta huruf, apabila ditambah dengan anak yang putus sekolah (drop out) maka jumlah tersebut akan mencapai 6 juta orang (Depdiknas, 2006). Olah karena itu sasaran dari kegiatan ini adalah melayani warga masyarakat yang menyandang buta aksara berusia di antara 10 sampai 44 tahun, dengan prioritas usia antara 17 sampai 30 tahun. Materi pembelajaran dan bahan atau sarana pembelajaran dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan mata pencaharian warga belajar. Perkembangan kemampuan dan keterampilan warga belajar dicatat oleh tutor sebagai hasil evaluasi pembelajaran, terutama berhubungan dengan mata pencahariannya, baik dalam bentuk tulisan maupun perubahan tingkah laku warga belajar selama mengikuti (proses) pembelajaran. Sangat dimungkinkan tidak ada tes khusus hasil belajar. 2) Pengembangan anak dini usia (early childhood) Salah satu program yang dikembangkan di PKBM adalah program pendidikan anak usia dini. Alasan dasar mengapa program ini dikembangkan karena sampai saat ini perhatian terhadap pendidikan anak usia dini masih sangat

8 15 rendah. Padahal, konsep pembangunan sumber daya manusia (SDM) justru dimulai sejak masa usia dini. Rendahnya kualitas hasil pendidikan di Indonesia selama ini cerminan rendahnya kualitas SDM Indonesia. Oleh sebab itu PKBM memiliki kewajiban untuk mengembangkan program tersebut sejalan dengan tujuan dan fungsi PKBM di tengah-tengah masyarakat. 3) Program kesetaraan (equivalency education) Rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia salah satunya diakibatkan oleh tingginya angka putus sekolah, pada level pendidikan dasar dan level pendidikan menengah. Pada tingkat Sekolah Dasar 25 persen dari jumlah lulusannya tidak melanjutkan ke jenjang (level) yang lebih tinggi atau jenjang SMP/Mts, begitu pula 50 persen lulusan SMP/Mts tidak melanjutkan ke jenjang SMA/Ma. (Depdiknas 2006). Oleh karena permasalahan-permasalahan tersebut, program kesetaraan merupakan program yang sangat vital dalam menjawab permasalahan kualitas (mutu) sumber daya manusia. Sesuai dengan fungsi dan peranannya PKBM sebagai pusat kegiatan pembelajaran masyarakat memiliki peran penting dalam mengembangkan program-program kesetaraan di tengahtengah masyarakatnya. Program kesetaraan melingkupi program Kelompok Belajar paket A setara SD/MI, Kelompok Belajar Paket B setara SMP/MTs dan Kelompok Belajar Paket C SMA/MA. 4) Kelompok belajar usaha Program kelompok belajar usaha (KBU) diperuntukkan bagi masyarakat (warga belajar) yang minimal telah bebas buta aksara dan atau selesai program kesetaraan. Juga masyarakat lainnya yang merasa perlu untuk meningkatkan dan memperoleh pengetahuan serta keterampilan baru. Warga belajar dikelompok

9 16 belajar usaha dapat memilih berbagai alternatif jenis keterampilan dan jenis usaha yang akan dikembangkan dalam kelompoknya sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. 5) Pengembangan program magang pada PKBM Salah satu program yang teridentifikasi dikembangkan PKBM adalah program magang. Dalam PKBM magang dibagi dalam dua kegiatan ada magang individual dan ada magang kelompok. Magang individual adalah magang yang dilakukan oleh satu orang warga belajar pada kegiatan-kegiatan pelatihan atau keterampilan tertentu. Sedangkan magang kelompok adalah pemagangnya lebih dari 1 orang biasanya 2 sampai dengan 5 orang. Jenis keterampilan yang dimagangkan sangat bervariasi dan tergantung kebutuhan dan kesiapan warga belajar serta kesiapan PKBM dalam meyiapkan program-program yang sesuai dengan dunia industri. Sasaran magang adalah warga belajar yang minimal sudah terbebas dari buta huruf atau telah menyelesaikan pendidikan dasar (Paket A dan B, SD/MI, SMP/MTs) serta memiliki dasar keterampilan tertentu. Program magang merupakan program khusus yang dikembangkan PKBM, dan tidak semua PKBM menyelenggarakan program ini karena menuntut kesiapan dan kerjasama dengan mitra (industri) atau bengkel kerja tertentu. Kegiatan magang yang diselenggarakan PKBM umumnya disesuaikan dengan daerah tertentu, seperti Bali, banyak warga belajar yang magang di galeri (lukisan), perhotelan atau menjadi guide (pengantar), serta magang pada industri kerajinan khas Bali seperti souvenir. Begitu pula di daerah lainnya seperti di Jawa Barat di daerah Tasikmalaya dan Ciamis magang banyak dilakukan pada industri pakaian

10 17 khususnya border. Di Jawa Tengah magang keterampilan banyak dilakukan di industri batik baik yang berskala kecil maupun menengah. 6) Kursus keterampilan Beberapa jenis keterampilan yang teridentifikasi dan dikembangkan dalam PKBM adalah: keterampilan komputer (software dan hardware), kursus keterampilan bahasa (Inggris, tata busana, Mandarin, Arab dan lain-lainl). Kursus mekanik otomotif, elektronika, perhotelan, tata busana, tata boga, tata kecantikan, gunting rambut, akupuntur, memasak, pijat dan lain-lain. Program-program tersebut dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mendukung profesi (profesional). Program-program PKBM dikembangkan secara bervariasi dan tergantung pada kebutuhan sasaran didik atau warga belajar. Jarang sekali ditemukan satu PKBM yang mengembangkan lebih dari 4 program kegiatan, paling dominan 2 sampai 3 program kegiatan dengan sasaran yang bervariasi, baik dari usia maupun latar belakang pendidikan dan ekonomi. Beberapa PKBM lebih banyak mengembangkan program yang sesuai dengan program pemerintah khususnya Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah atau program daerah seperti dari Dinas Pendidikan (Sub Dinas PLS). Beragam satuan pendidikan nonformal yang terdapat pada PKBM harus menghadapi berbagai hambatan terkait dengan kinerja program-program yang dijalankan di dalamnya. Berbagai hambatan pendidikan masyarakat, menurut Sihombing (1999) dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Perkembangan program belum diimbangi jumlah dan mutu yang memadai. Misalnya, penilik Dikmas masih ada beberapa yang menangani lebih dari

11 18 satu kecamatan. Begitu pula dengan kebutuhan akan tutor, sebagai contoh untuk paket B setara SLTP, seharusnya membutuhkan rata-rata delapan orang tutor, kenyataannya baru dapat dipenuhi lima orang tutor untuk setiap kelompok belajar. 2. Rasio modul untuk warga belajar program kesetaraan yang masih jauh dari mencukupi. Rasio modul baru mencapai 1 : 3. Hal ini terjadi arena pengadaan modul murni dari pemerintah. 3. Tidak ada tempat belajar yang pasti. Hal ini menyebabkan adanya kesukaran pemantauan kebenaran pelaksanaan program pembelajaran. 4. Kualitas hasil belajar sulit dilihat kebenarannya dan sukar diukur tingkat keberhasilannya. Secara teoritis memang terdapat pembelajaran, tetapi dalam pelaksanaannya sulit dipertanggung jawabkan. 5. Lemahnya akurasi data tentang sasaran program.kondisi ini disebabkan terbatasnya tenaga di lapangan baik secara kuantitas maupun kualitas serta sarana pendukung yang belum memadai. 6. Jadwal pelaksanaan belajar mengajar yang tidak selalu dilaksanakan tepat waktu. 2.2 Evaluasi program Evaluasi oleh Gunardi (n.d) dalam modul mata kuliah Perencanaan Evaluasi Partisipatif didefinisikan sebagai proses penaksiran nilai atau nilai potensial yang berkelanjutan dan sistematik. Menurut Gunardi, evaluasi program adalah suatu rangkaian yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat keberhasilan program. Ada beragam evaluasi. Ditinjau dari substansi evaluasi, evaluasi dapat

12 19 dilakukan terhadap proses pelaksanaan kegiatan dan dapat pula dilakukan hasil (tercapainya tujuan) pelaksanaan suatu kegiatan. Evaluasi proses berarti mempelajari apakah kegiatan-kegiatan yang dilaksanaan sesuai dengan rencana, apa kesulitan yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatan, adakah tindakan yang berbeda dari apa yang direncanakan, apakah tindakan yang berbeda ini berakibat baik atau buruk. Dalam mengevaluasi hasil, pengukuran dapat dilakukan pada aras: a. Output, yaitu mempelajari apakah hasilnya sesuai dengan yang direncanakan; misalnya berapa kali latihan dilakukan, berapa petani yang bisa dijangkau, dan lain-lain. b. Effect, yaitu melihat dampak pertama (atau kedua atau lebih) yang masih dekat dengan output; misalnya berapa banyak pertambahan pengetahuan, berapa tinggi perubahan keterampilan, berapa jauh perubahan sikap peserta pelatihan. c. Impact, yaitu mempelajari konsekuensi lebih lanjut dari effect, misalnya adakah peningkatan produksi padi, atau adakah pertambahan penyerapan tenaga kerja, atau adakah peningkatan pendapatan petani dan sebagainya. Di bidang pendidikan, dikenal pula dua jenis lain dari evaluasi, yaitu: a. Evaluasi formatif ; yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui hasil yang berupa perubahan perilaku sesudah setiap bagian seluruh pelajaran dilakukan. b. Evaluasi sumatif ; yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui hasil berupa perubahan perilaku sesudah seluruh pelajaran diselesaikan. Menurut waktu pelaksanaannya, evaluasi suatu proyek dikategorikan sebagai:

13 20 a. Evaluasi ex-ante, yaitu evaluasi yang dilakukan sebelum suatu proyek dilaksanakan, dengan maksud mengetahui apakah proyek itu layak dilakukan. Evaluasi yang termasuk jenis ini antara lain adalah studi kelayakan, analisis dampak lingkungan, dan sejenisnya. b. Evaluasi ex-post, yaitu evaluasi yang dilakukan sesudah proyek dilaksanakan. Evaluasi jenis ini dilaksanakan untuk mengetahui pelaksanaan dan akibat dari pelaksanaan proyek tersebut. Dengan demikian evaluasi ex-post ini dapat dibagi lagi menjadi (a) evaluasi proyek sedang berjalan (on-going evaluation), (b) evaluasi akhir proyek (terminal evaluation), dan (c) evaluasi dampak. Evaluasi mempunyai beberapa tujuan. Dalam bidang pendidikan penyuluhan pertanian, Gunardi (n.d) menyatakan ada enam maksud evaluasi, yaitu: a. Menguji secara berkala pelaksanaan kegiatan, yang mengarahkan perbaikan yang berkelanjutan b. Memperjelas tujuan dan mengukur sampai seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu tercapai c. Menjadi pengukur keefektifan metode penyuluhan d. Menyediakan bukti tentang pentingnya program e. Menyediakan bukti tentang keberhasilan, untuk memberikan rasa puas dan kepercayaan kepada mereka yang terlibat dalam program f. Menyediakan data dan informasi untuk perencanaan. Gunardi (n.d) menyatakan bahwa untuk melakukan evaluasi yang ilmiah, langkahlangkahnya adalah: a. Merumuskan tujuan; dimaksud untuk memerinci secara spesifik apa yang akan dilihat dengan evaluasi yang bersangkutan

14 21 b. Merumuskan indikator dan data yang akan dikumpulkan. Indikator adalah penunjuk suatu kegiatan atau keadaan. Data yang dikumpulkan merupakan satuan yang dapat ditangkap pancaindra oleh pengamat yang melaksanakan pengumpulan data. c. Mengembangkan metode untuk mengumpulkan data. Mencakup penyiapan instrument pengumpulan data, seperti pedoman wawancara, kuesioner, dan sebagainya. Perlu pula ditentukan orang yang akan diwawancarai, peserta diskusi kelompok terarah, lokasi, dan sebagainya. d. Mengumpulkan data. Berkisar pada pengumpulan data dari berbagai pihak melalui wawancara, pengamatan, dan diskusi. e. Menganalisis data. Merupakan kegiatan memberi kode, skor dan nilai pada data yang telah terkumpul. Pada saat ini, dilakukan perhitungan secara sistematik, dan menafsirkan hasil perhitungan. f. Menarik kesimpulan. Pada tahap ini dirumuskan kesimpulan yang tegas setelah mempertimbangkan hubungan-hubungan dari berbagai hasil penafsiran olahan perhitugan dan pengujian. Tata urutan di atas dapat diterapkan pada evaluasi yang konvensional maupun evaluasi partisipatif. Pada evaluasi konvensional, semua langkah evaluasi di atas dilakukan oleh pihak luar dan biasanya dilakukan untuk kepentingan pihak luar, terutama pihak proyek. Sebaliknya pada evaluasi partisipatif seluruh tahapan di atas dilakukan oleh masyarakat, pihak luar hanya bertugas memfasilitasi proses tersebut. Sedangkan evaluasi program menurut Musa dalam Widiamega (2010) adalah suatu kegiatan untuk memperoleh gambaran tentang suatu keadaan objek

15 22 yang dilakukan secara terencana, sistematik, dengan arah dan tujuan yang jelas. Secara umum evaluasi dapat diartikan sebagai upaya seksama untuk mengumpulkan, menyusun, mengolah dan menganalisa fakta, data, dan informasi untuk menyimpulkan harga, nilai, kegunaan, kinerja, dan lain-lain mengenai sesuatu yang kemudian dibuat kesimpulan sebagai proses bagi pengambilan keputusan. Fungsi evaluasi program di antaranya adalah: 1) Memberikan data dan informasi tentang pelaksanaan suatu program 2) Menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan program 3) Melakukan pengendalian pelaksanaan program 4) Memberi umpan balik bagi perbaikan pelaksanaan program Departemen Pertanian dikutip dalam Widiamega (2010) mengemukakan jenis evaluasi untuk mengevaluasi program, yaitu: 1. Evaluasi input Evaluasi input adalah penilaian terhadap kesesuaian antara input-input program dengan tujuan program. Input adalah semua jenis barang, jasa, dana, tenaga manusia, teknologi dan sumberdaya lainnya yang perlu tersedia untuk terlaksananya suatu kegiatan dalam rangka menghasilkan output dan tujuan suatu proyek atau program 2. Evaluasi output Evaluasi output adalah penilaian terhadap output-output yang dihasilkan oleh program. Output adalah produk atau jasa tetentu yang diharapkan dapat dihasilkan oleh suatu kegiatan dari input yang tersedia untuk mencapai proyek atau program. Contoh output adalah perubahan pengetahuan (aras kognitif),

16 23 perubahan sikap (aras afektif), kesediaan perilaku (aras konatif), dan perubahan perilaku (aras psikomotorik). Aras kognitif adalah tingkat pengetahuan seseorang. Aras afektif adalah kecenderungan sikap seseorang yang dipengaruhi oleh perasaannya terhadap suatu hal. Aras konatif adalah kesediaan seseorang berperilaku tertentu yang perilakunya dipengaruhi oleh sikapnya terhadap suatu hal. Aras tindakan adalah perilaku seseorang yang secara nyata diwujudkan dalam perbuatan sehari-hari sehingga membentuk suatu pola. 3. Evaluasi effect Evaluasi effect adalah penilaian terhadap hasil yang diperoleh dari penggunaan output-output program, sebagai contoh adalah efek yang dihasilkan dari perubahan perilaku peserta suatu penyuluhan. Efek biasanya sudah mulai muncul pada waktu pelaksanaan program namun efek penuh biasanya baru tampak setelah program berakhir. 4. Evaluasi impact (dampak) Evaluasi impact adalah penilaian yang diperoleh dari efek proyek yang merupakan kenyataan yang sesungguhnya yang dihasilkan oleh proyek pada tingkat yang lebih luas dan menjadi tujuan jangka panjang. Evaluasi dampak dapat dipertimbangkan dengan penggunaan penilaian yang kualitatif. 2.3 Komponen, dan Proses Program yang Dievaluasi dalam Pendidikan Luar Sekolah Evaluasi program adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data secara sistematis tentang program penidikan luar sekolah, sebagai

17 24 masukan bagi pengambilan alternative keputusan. Alternatif keputusan itu antara lain untuk perhentian, perbaikan, modifikasi, perluasan, peningkatan, atau tindak lanjut program pendidikan luar sekolah. Secara rinci komponen, proses dan tujuan program pendidikan luar sekolah yang sistemik menurut Sudjana (2006) adalah: 1. Masukan lingkungan (environmental input) meliputi lingkungan alam, sosial budaya, dan kelembagaan. Lingkungan alam terdiri atas lingkungan alam hayati dan lingkungan non hayati. Lingkungan sosial-budaya meliputi kondisi kependudukan dengan berbagai potensinya seperti kebiasaan, tradisi, lapangan pekerjaan, kebutuhan, ideologi dan aspirasi masyarakat. Lingkungan kelembagaan terdiri atas instansi-instansi pemerintah, perusahaan, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan yang terkait dengan program. 2. Masukan sarana (instrumental input) terdiri atas kurikulum atau program pembelajaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta biaya. 3. Masukan individu ialah peserta didik yang terdiri atas warga belajar, peserta pelatihan, peserta penyuluhan, pemagang, santri, dan sebagainya. Peserta didik ini mempunyai karakteristik internal, yaitu atribut fisik, atribut psikis dan fungsional. Atribut fisik berupa usia, jenis kelamin, kondisi panca indera, dan lain-lain. Atribut psikis mencakup kesiapan belajar, motivsi, kemampuan mental, dan struktur kognisi. Sedangkan atribut fungsional meliputi pekerjaan, pendidikan, kesehatan dan status sosial ekonomi keluarga. 4. Proses pendidikan melalui pembelajaran (processes) adalah interaksi edukatif antara seluruh masukan. Proses ini menyangkut pembelajaran, bimbingan atau

18 25 latihan. Proses pembelajaran yang perlu dievaluasi adalah interaksi edukasi antara peserta didik dan pendidik. Oleh karena itu, perlu diketahui partisipasi dan teknik pembelajaran yang digunakan. 5. Keluaran (output) adalah lulusan program pendidikan luar sekolah. Keluaran yang dievaluasi adalah kuantitas dan kualitas lulusan program setelah mengalami proses pembelajaran. Kuantitas adalah jumlah lulusan yang berhasil menyelesaikan proses pembelajaran sedangkan kualitas adalah perubahan tingkah laku peserta didik atau lulusan meliputi ranah afeksi (sikap), ranah kognisi (pengetahuan), dan ranah psikomotor (keterampilan). 6. Masukan lain (other input) adalah sumber-sumber atau daya dukung yang memungkinkan lulusan dapat menerapkan hasil belajar (keluaran) dalam kehidupannya. Masukan lain ini dapat digolongkan ke dalam bidang bisnis, pekerjaan, dan aktivitas kemasyarakatan. 7. Pengaruh (outcome) adalah dampak yang dialami peserta didik atau lulusan setelah memperoleh dukungan dari masukan lain. Pengaruh ini dapat diukur dalam tiga aspek kehidupan, yaitu peningkatan taraf atau atau kesejahteraan hidup, upaya membelajarkan orang lain baik kepada perorangan, kelompok dan atau komunitas, dan keikutsertaan dalam kegiatan sosial atau pembangunan masyarakat. 2.4 Penelitian Terdahulu tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Program Pendidikan Sebelum ini telah dilakukan beberapa penelitian-penelitian yang berhubungan dengan program-program pendidikan. Seperti yang telah dilakukan oleh Yuliantoro (2008) dalam tesisnya yang berjudul Pemberdayaan Masyarakat

19 26 Melalui Kelompok Belajar Usaha (KBU) di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang mengkaji permasalahan yang menyebabkan kurang berkembangnya program Kelompok Belajar Usaha (KBU) dalam penelitian ini kurang berkembang. Menurut Yuliantoro (2008) kurang berkembangnya KBU dalam penelitian ini adalah dikarenakan (1) kurangnya minat dan motivasi warga belajar dikarenakan jenis keterampilan yang diajarkan kurang variatif. (2) pemasaran yang tidak berkembang. (3) keterbatasan modal. (4) masih banyaknya warga miskin dan pengangguran yang belum mengetahui tentang KBU. Upaya pengembangan yang dilakukan KBU dalam penelitian Yuliantoro (2008) adalah dengan menampung aspirasi warga belajar, pengelola dan instruktur melalui diskusi. Selanjutnya, hasil diskusi tersebut disepakati untuk mengembangkan KBU yang lebih aspiratif dan partisipatif yang melibatkan seluruh stake holder dengan mengembangkan konsep good governance (tata kelola pemerintahan yang baik). Berbeda dengan penelitian Bakhtiar (2003) yang menggunakan kelulusan, input dan peranan pihak sekolah sebagai indikator dan input dalam melakukan evaluasi program pendidikan mutu pendidikan di SLTP 3 Bengkalis. Bakhtiar (2003) dalam penelitiannya menemukan bahwa permasalahan yang terjadi pada SLTP 3 Bengkalis adalah dikarenakan kompetensi guru yang masih kurang, pengadaan buku dan alat pelajaran yang kurang memadai, kurang optimalnya peranan komite sekolah dan rendahnya peran serta masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan di SLTPN 3 Bengkalis. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, Bakhtiar (2003) mengemukakan bahwa Focus Group Discusion (FGD) merupakan pemecahan masalah untuk menyelesaikan masalah yang terjadi.

20 27 Setelah menlakukan FGD, hasil FGD tersebut akan dijadikan pedoman dalam meningkatkan mutu pendidikan di SLTPN 3 Bengkalis. Adapun hasil FGD yang telah dilakukan adalah dengan melakukan program peningkatan mutu manajemen pendidikan yang akan dilaksanakan secara partisipatif oleh komite sekolah dan masyarakat naik secara langsung maupun tidak langsung. Haryati (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keefektifan Pembelajaran Kejar Paket B Setara SLTP menemukan bahwa terdapat beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keefektifan pembelajaran kejar Paket B. Faktor internal yang berhubungan dengan keefektifan adalah status sosial ekonomi warga belajar. Sedangkan faktor eksternal yang memiliki hubungan nyata degan keefektifan pembelajaran kejar Paket B adalah tersebut adalah materi, kualitas pengajar, intensitas pengajaran, dorongan orang tua, dan peluang kerja. 2.5 Kerangka Pemikiran Pendidikan Luar Sekolah (PLS) merupakan salah satu jalur pendidikan nonformal disamping pendidikan formal di sekolah. Adanya istilah belajar sepanjang hayat yang pada intinya menekankan bahwa tidak pernah ada kata terlambat bagi seseorang untuk belajar serta didasari adanya permasalahan pendidikan, maka pemerintah merintis sebuah wadah untuk menampung kegiatan belajar masyarakat untuk jalur nonformal yang diberi nama Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Beragam program dikembangkan oleh PKBM, salah satunya adalah program kesetaraan (Paket A, B, dan C). Terkait dengan rendahnya angka partisipasi sekolah pada usia sekolah menengah maka penelitian ini akan

21 28 mengkaji lebih lanjut program kesetaraan Paket C. Secara umum, PKBM terbagi menjadi dua tipe, yaitu: PKBM negeri dan PKBM swasta. Sesuai dengan peranan PKBM sebagai jawaban pemerintah atas masalah pendidikan yang terjadi maka dalam penelitian ini tipe PKBM yang dikaji adalah PKBM negeri. Evaluasi program menurut Sudjana (2006) dapat didefinisikan sebagai kegiatan sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menyajikan data sebagai masukan untuk pengambilan keputusan. Sudjana (2006) juga menyebutkan komponen yang merupakan unsur-unsur terpenting dalam mengevaluasi Pendidikan Luar Sekolah. Unsur-unsur tersebut adalah: (a) masukan individu, (b) masukan lingkungan, (c) masukan sarana, (d) keluaran (output), (e) masukan lain, dan (f) pengaruh (outcome). Namun dalam penelitian kali ini peneliti hanya akan mengevaluasi sampai keluaran (output) dikarenakan batasan waktu yang dimiliki peneliti tidak memungkinkan untuk meneliti lebih jauh. Peranan yang dikaji pada penelitian ini adalah keberhasilan PKBM Negeri 17 dalam mengembangkan karakteristik dasar bagi pengembangan PKBM sebagai wadah belajar masyarakat. Karakteristik yang dasar yang harus dikembangkan oleh PKBM sebagai wadah belajar masyarakat adalah PKBM sebagai tempat belajar, PKBM sebagai tempat tukar belajar bagi sesama warga belajar, PKBM sebagai sentra bertemunya segala lapisan masyarakat untuk saling bertukar ilmu, PKBM sebagai sumber pertukaran informasi bagi sesama warga belajar dan PKBM sebagai pusat penelitian masyarakat terkait dengan pendidikan nonformal. Selain itu, penelitian ini juga mengevaluasi keberhasilan program Paket Cpada PKBM Negeri 17 dengan menghubungkan antara masukan, proses dan keluaran yang dimiliki oleh PKBM ini. Unsur-unsur yang dimiliki oleh masukan dan proses akan dikaitkan dengan keluaran yang keberhasilannya ditandai oleh tingkat pengetahuan dan sikap terhadap keberlanjutan pendidikan.

22 29 Evaluasi akan dimulai dengan memasukkan faktor-faktor input yang dibagi kedalam tiga masukan yaitu masukan individu, masukan lingkungan dan masukan sarana. Masukan individu dibagi ke dalam empat sub variabel, yaitu usia, jenis kelamin, kondisi sosial-ekonomi, dan motivasi warga belajar. Masukan lingkungan adalah dukungan keluarga, dukungan lingkungan pergaulan serta lokasi pembelajaran. Sedangkan masukan sarana adalah kualitas pengajar yang disediakan oleh PKBM. Selanjutnya peneliti akan mengevaluasi proses pembelajaran yang akan diukur melalui interaksi antara peserta didik dengan pendidik. Menurut Sudjana (2006) interaksi ini menyangkut kehadiran peserta didik, serta keaktifan peserta baik di dalam maupun di luar kelas. Setelah itu, peneliti akan mencoba mengkaji keluaran (output) yang diterima oleh peserta didik. Keluaran yang dapat dievaluasi menurut Sudjana (2006) ada dua, yaitu kuantitas dan kualitas lulusan. Namun dalam penelitian ini hanya membahas kualitas peserta didik dilihat dari pengetahuan, yang akan dilihat berdasarkan nilai ujian, dan sikap terhadap keberlanjutan pendidikan. Variabel-variabel yang dievaluasi pada penelitian ini merupakan variabelvariabel yang sebelumnya sudah pernah digunakan oleh peneliti lain. Digunakannya kembali variabel-variabel yang pernah digunakan oleh peneliti lain dalam penelitian ini adalah untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan yang terdapat pada PKBM Negeri 17 yang didominasi masyarakat putus sekolah dan nelayan urban dengan PKBM lain yang berbeda komunitas.

23 30 MASUKAN Faktor Individu - Usia - Jenis kelamin Tingkat sosial ekonomi Motivasi PROSES KELUARAN Faktor Lingkungan Tingkat dukungan keluarga Tingkat dukungan pergaulan Jarak lokasi pembelajaran PROSES - Tingkat kehadiran - Tingkat keaktifan OUTPUT Tinkat pengetahuan Sikap terhadap keberlanjutan pendidikan Faktor Sarana Kualitas pengajar Gambar 1. Kerangka Pemikiran Evaluasi Pendidikan Program Kesetaraan Paket C 30

24 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1. Diduga terdapat hubungan nyata antara usia dengan tingkat kehadiran 2. Diduga terdapat hubungan nyata antara jenis kelamin dengan tingkat kehadiran 3. Diduga terdapat hubungan nyata antara sosial ekonomi dengan tingkat kehadiran 4. Diduga terdapat hubungan nyata antara motivasi dengan tingkat kehadiran 5. Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat dukungan keluarga dengan tingkat kehadiran 6. Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat dukungan lingkungan pergaulan dengan tingkat kehadiran 7. Diduga terdapat hubungan nyata antara jarak lokasi pembelajaran dengan tingkat kehadiran 8. Diduga terdapat hubungan nyata antara kualitas pengajar dengan tingkat kehadiran 9. Diduga terdapat hubungan nyata antara usia dengan tingkat keaktifan 10. Diduga terdapat hubungan nyata antara jenis kelamin dengan tingkat keaktifan 11. Diduga terdapat hubungan nyata antara sosial ekonomi dengan tingkat keaktifan 12. Diduga terdapat hubungan nyata antara motivasi dengan tingkat keaktifan 13. Diduga terdapat hubungan nyata antara dukungan keluarga dengan tingkat keaktifan 14. Diduga terdapat hubungan nyata antara lingkungan pergaulan dengan tingkat keaktifan

25 Diduga terdapat hubungan nyata antara lokasi pembelajaran dengan tingkat keaktifan 16. Diduga terdapat hubungan nyata antara kualitas pengajar dengan tingkat keaktifan 17. Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat kehadiran dengan tingkat pengetahuan 18. Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat keaktifan dengan tingkat pengetahuan 19. Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat kehadiran dengan sikap terhadap keberlanjutan pendidikan 20. Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat keaktifan dengan sikap terhadap keberlanjutan pendidikan 2.7 Definisi Operasional Penelitian ini menggunakan beberapa definisi operasional yang digunakan untuk mencegah terjadinya kesalahan arah terhadap konsep yang ditetapkan dalam mengukur variabel, sehingga pengukuran tehadap variabel dapat dilakukan secara jelas dan terukur. Beberapa definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (I) Masukan 1. Faktor individu Faktor individu merupakan karakter internal peserta didik, karakter internal tersebut meliputi usia, jenis kelamin, kondisi sosial ekonomi dan motivasi peserta. 1. Usia merupakan lamanya tahun selama warga belajar hidup yang di hitung sejak lahir sampai menjadi responden dalam penelitian ini (tahun). Usia

26 33 warga belajar dikategorikan menjadi dua, yaitu: rendah < 20 tahun, dan tinggi 20 tahun. 2. Jenis kelamin adalah jenis kelamin warga belajar yang dikategorikan 1= lakilaki dan 2= perempuan. 3. Sosial ekonomi adalah keadaan sosial ekonomi warga belajar yang terdiri atas gabungan beberapa jenis pertanyaan seputar kondisi ekonomi dan sosial. Gabungan pertanyaan ini akan menghasilkan jumlah skor paling tinggi 24 dan paling rendah 0. Kemudian berdasarkan jumlah skor gabungan tersebut maka data hasil pengukuran diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu: rendah < 12 dan tinggi Motivasi adalah dorongan yang timbul dalam diri warga belajar yang disadari karena adanya kebutuhan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Untuk mengukur motivasi, peneliti mengajukan pernyataan yang dipilih oleh warga belajar berdasarkan tingkat persetujuan masing-masing warga belajar. Setiap pernyataan memiliki lima skala dari yang Sangat Tidak Setuju, skor=1 hingga Sangat Setuju, skor=5. Motivasi warga belajar dikategorikan menjadi dua, yaitu; rendah< 55 dan tinggi Faktor Lingkungan Faktor lingkungan merupakan karakteristik eksternal peserta didik berkaitan dengan lingkungan kehidupan peserta didik meliputi dukungan keluarga, lingkungan pergaulan, serta lokasi pembelajaran. 1. Tingkat dukungan keluarga adalah dorongan yang diberikan anggota keluarga terhadap warga belajar untuk mengikuti paket C. Dorongan dapat berupa biaya, motivasi, semangat, dan perhatian. Pertanyaan ini menggunakan

27 34 pengukuran ordinal dengan memberikan pernyataan berskala, dengan nilai sangat tidak setuju skor=1 hingga sangat setuju skor=5. Tingkat dukungan keluarga dikategorikan menjadi dua, yaitu; rendah< 34 dan tinggi Tingkat dukungan lingkungan pergaulan adalah dukungan dan dorongan yang didapat oleh peserta didik dari lingkungan pergaulannya. Pertanyaan untuk mengukur variabel ini meliputi jumlah teman yang sebelumnya pernah mengikuti Paket C, tanggapan teman-teman dan tindakan apa yang dilakukan oleh teman warga belajar jika mereka mendukung. Tingkat dukungan lingkungan pergaulan dikategorikan menjadi dua, yaitu: rendah 6 dan tinggi> 6 3. Jarak lokasi pembelajaran adalah jarak antara tempat tinggal peserta didik dengan tempat dimana proses belajar mengajar berlangsung. Pertanyaan mengenai lokasi pembelajaran meliputi jarak antara rumah peserta didik dengan lokasi pembelajaran, alat transportasi yang digunakan peserta didik dan besarnya ongkos yang dikeluarkan oleh peserta didik. Skor tertinggi untuk variabel ini adalah 10. Jarak lokasi pembelajaran dibagi menjadi dua kategori, yaitu: dekat< 7 dan jauh Faktor Sarana Faktor sarana adalah sarana maupun prasarana yang tersedia di dalam Kelompok Belajar Paket C. Dalam hal ini yang dinilai hanyalah kualitas pengajar karena minimnya sarana yang terdapat di PKBM ini. 1. Kualitas pengajar adalah kemampuan tutor untuk menjalankan tugas dan peranannya sebagai pengajar. Kualitas pengajar ini dinilai oleh responden berdasarkan kedisplinan tutor, penguasaan materi, cara mengajar, dan motivasi

28 35 terhadap siswa. Kualitas pengajar diukur kepada masing-masing tutor dengan menggunakan skala ordinal dengan skala sangat tidak setuju, skor=1 sampai sangat setuju, skor=5. Kualitas pengajar dikategorikan menjadi dua, yaitu; rendah< 86 dan tinggi 86 (II) PROSES 1. Tingkat kehadiran Kehadiran adalah jumlah total kehadiran peserta selama 6 bulan terakhir selama proses pembelajaran berlangsung. Untukmendapatkan data yang lebih valid, selain menanyakan kepada responden, peneliti juga menggunakan absen dari sekretariat. Dari keseluruhan pertemuan dalam 6 bulan terdapat 90 kali pertemuan, namun pada prakteknya paling banyak peserta yang datang hanya 60 kali dalam 6 bulan. Berdasarkan itu maka peneliti merumuskan bahwa tingkat kehadiran dikategorikan rendah jika responden memiliki total kehadiran 30 kebawah dan dikategorikan tinggi jika responden memiliki kehadiran diatas 30 kali dalam 6 bulan terakhir 2. Tingkat keaktifan Keaktifan adalah intensitas peserta didik dalam bertanya, berdiskusi, mengerjakan tugas yang diberikan oleh tutor maupun sesama peserta didik yang dilakukan di dalam proses pembelajaran maupun di luar jam pembelajaran. Pertanyaan untuk mengukur variabel ini menggunakan jenis pertanyaan ordinal dengan skala nilai 1-5. Tidak pernah, skor=1 sampai Selalu, skor=5. Berdasarkan rata-rata total dari jawaban setiap responden, diperoleh hasil sebesar 43,5.

29 36 Berdasarkan hasil rata-rata tersebut, maka peneliti mengkategorikan tingkat keaktifan menjadi tinggi dan rendah. Rendah < 43 dan tinggi 43 (III) OUTPUT 1. Tingkat pengetahuan Pengetahuan adalah hasil evaluasi dari nilai hasil ujian sebagai bukti adanya peningkatan pengetahuan. Indikator yang digunakan adalah nilai hasil ujian mereka yang meliputi dua mata pelajaran UAN (Matematika dan Bahasa Inggris) dan dua mata pelajaran UAS (Pkn dan Geografi). Tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi dua, yaitu; rendah < 26 dan tinggi Sikap terhadap keberlanjutan pendidikan Sikap adalah perubahan pola pikir, perasaan, nilai, dan dorongan yang terpancar dari perilaku terhadap keinginan melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Variabel ini diukur menggunakan skala ordinal dengan skala sangat tidak setuju, skor=1 sampai sangat setuju, skor=5. Berdasarkan nilai tersebut didapatkan hasil rata-rata total dari seluruh responden sebesar 46. Berdasarkan jumlah rata-rata tersebut, maka peneliti mengkategorikan sikap terhadap keberlanjutan menjadi tinggi dan rendah. Rendah <46 dan tinggi 46

MENGEMBANGKAN MODEL PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM/KOMINKAN) BERBASIS PROGRAM

MENGEMBANGKAN MODEL PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM/KOMINKAN) BERBASIS PROGRAM MENGEMBANGKAN MODEL PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM/KOMINKAN) BERBASIS PROGRAM Abstrak Pendidikan nonformal dalam implementasi program-programnya memiliki model satuan pengelolaan kelembagaan yang

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM KESETARAAN PAKET C PADA PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) NEGERI 17 PENJARINGAN, JAKARTA UTARA

EVALUASI PROGRAM KESETARAAN PAKET C PADA PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) NEGERI 17 PENJARINGAN, JAKARTA UTARA EVALUASI PROGRAM KESETARAAN PAKET C PADA PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) NEGERI 17 PENJARINGAN, JAKARTA UTARA DINA RETTHA I34051602 DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PAKET C DI PKBM NEGERI 17

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PAKET C DI PKBM NEGERI 17 54 BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PAKET C DI PKBM NEGERI 17 5.1 Faktor Individu Sesuai dengan pemaparan pada metodologi, yang menjadi responden pada penelitian ini adalah warga belajar

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PROGRAM PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT DINAS PENDIDIKAN KOTA MANADO DALAM MENINGKATKAN SUMBER DAYA MANUSIA 1

EFEKTIFITAS PROGRAM PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT DINAS PENDIDIKAN KOTA MANADO DALAM MENINGKATKAN SUMBER DAYA MANUSIA 1 EFEKTIFITAS PROGRAM PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT DINAS PENDIDIKAN KOTA MANADO DALAM MENINGKATKAN SUMBER DAYA MANUSIA 1 Oleh : Muhammad Putra Ong 2 ABSTRAK Dijelaskan dalam Bab 1 Pasal 1 Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI Dalam rangka mendapatkan strategi pengembangan KBU PKBM Mitra Mandiri dalam upaya pemberdayaan masyarakat, sebagaimana tujuan dari kajian

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Pendidikan Nasional adalah upaya mencerdasakan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa dan berahlak mulia

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Mutu merupakan permasalahan yang kompleks dan multidimensional,

BABI PENDAHULUAN. Mutu merupakan permasalahan yang kompleks dan multidimensional, BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutu merupakan permasalahan yang kompleks dan multidimensional, seluruh dimensi pendidikan yang satu dengan lainnya saling terkait. Persoalan sistem pendidikan

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

BAB VI ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 67 BAB VI ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI Proses pendidikan melalui pembelajaran menurut Sudjana (2006) adalah interaksi edukatif antara masukan (input) sarana dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pembangunan bangsa. Melihat kondisi masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pembangunan bangsa. Melihat kondisi masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sektor penting yang berperan aktif dalam meningkatkan pembangunan bangsa. Melihat kondisi masyarakat Indonesia sekarang ini masih banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan suatu bangsa. Keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Berdasarkan tujuan penelitian ini yang ingin menggambarkan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan berbasis komunitas dan menjelaskan kebermanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan proses pendidikan yang bermutu (Input) maka pengetahuan (output) akan

BAB I PENDAHULUAN. dengan proses pendidikan yang bermutu (Input) maka pengetahuan (output) akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerataan akses pendidikan dewasa ini telah menjadi trend meraih Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM), dimana memiliki 3 Indikator yang saling terkait,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat atau lebih dikenal dengan sebutan PKBM merupakan sebuah lembaga pendidikan nonformal yang lahir dari kesadaran tentang betapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dan bangsa Indonesia sedang memasuki abad ke-21, era

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dan bangsa Indonesia sedang memasuki abad ke-21, era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat dan bangsa Indonesia sedang memasuki abad ke-21, era globalisisasi yang penuh dengan tantangan, dan persaingan yang dimana dalam mengatasi berbagai tantangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan diharapkan dapat menaikkan harkat dan martabat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangMasalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangMasalah Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa Pendidikan Non Formal (PNF) adalah bagian terpadu dari Sistem Pendidikan Nasional yang berfungsi

Lebih terperinci

garis kemiskinan, yang disebabkan tidak dimilikinya kemampuan, pengetahuan kembangkan melalui upaya pendidikan, karena pada hakekatnya pendidikan

garis kemiskinan, yang disebabkan tidak dimilikinya kemampuan, pengetahuan kembangkan melalui upaya pendidikan, karena pada hakekatnya pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih hidup pada taraf dibawah garis kemiskinan, yang disebabkan tidak dimilikinya kemampuan, pengetahuan dan keterampilan. Dengan

Lebih terperinci

Pada bab terakhir ini diuraikan berkenaan dengan kesimpulan, dan. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisis dan pembahasannya,

Pada bab terakhir ini diuraikan berkenaan dengan kesimpulan, dan. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisis dan pembahasannya, BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI HASIL PENELITIAN Pada bab terakhir ini diuraikan berkenaan dengan kesimpulan, dan rekomendasi hasil penelitian, baik teorits maupun praktis. A. Kesimpulan Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pembahasan penelitian yang telah dilaksanakan mengenai studi tentang Peranan Kinerja MGMP PKn dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru SMP (Studi Kasus Terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat hadir di Indonesia di tengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat hadir di Indonesia di tengah-tengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat hadir di Indonesia di tengah-tengah kondisi krisis sosial ekonomi nasional pada tahun 1998. Kehadiran PKBM sebenarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan. kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan. kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Pendidikan sebagai sarana strategis

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 30 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Program Kejar Paket B memiliki sasaran untuk memberikan pendidikan bagi siswa lulus SD dan sederajat yang tidak melanjutkan ke SLTP, serta siswa putus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah untuk menghadapi tantangan era globalisasi adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah untuk menghadapi tantangan era globalisasi adalah dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah untuk menghadapi tantangan era globalisasi adalah dengan peningkatan mutu manusia Indonesia melalui perbaikan mutu pendidikan untuk semua jalur pendidikan.

Lebih terperinci

Kinerja Tutor Pada Pembelajaran Program Paket B di Kecamatan Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo

Kinerja Tutor Pada Pembelajaran Program Paket B di Kecamatan Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo Kinerja Tutor Pada Pembelajaran Program Paket B di Kecamatan Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo Olin Raden Ibrahim Yakob Napu, Ummyssalam Duludu JURUSAN PLS UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO Abstrak Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kegiatan penting dalam pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kegiatan penting dalam pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kegiatan penting dalam pembangunan. Sebab, melalui pendidikan akan diperoleh perubahan sikap masyarakat. Pendidikan tidak hanya di bidang

Lebih terperinci

METODOLOGI Pendekatan dan Strategi Kajian Tipe Kajian

METODOLOGI Pendekatan dan Strategi Kajian Tipe Kajian METODOLOGI Pendekatan dan Strategi Kajian Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan strategi studi kasus. Studi kasus merupakan pilihan yang relevan untuk mengkaji suatu komunitas, karena karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal untuk melayani kebutuhan pendidikan masyarakat dalam rangka meningkatkan pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kursus dan Pelatihan merupakan dua satuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kursus dan Pelatihan merupakan dua satuan pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Kursus dan Pelatihan merupakan dua satuan pendidikan nonformal seperti yang tertera dalam pasal 26 ayat (5) Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pendidikan menempati peran sangat strategi dalam pembangunan Nasional. Hal ini tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945 yang mengamanatkan pemerintah dalam

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 40 BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Sejarah dan Organisasi PKBM Negeri 17 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 17 yang berada di wilayah Penjaringan ini pada awalnya merupakan Lembaga Pendidikan dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Syarif Hidayat, 2009 Pengembangan Model Pembelajaran BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian akhir disertasi ini akan diuraikan secara berturut-turut tentang kesimpulan dan rekomendasi. A. Kesimpulan

Lebih terperinci

Bab III. PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) (Community Learning Center)

Bab III. PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) (Community Learning Center) Bab III PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) (Community Learning Center) Tidak ada istilah berhenti untuk belajar, karena belajar harus terus dilakukan selama masih hidup Mengembangkan Pendidikan Nonformal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilakukan melalui peningkatan kualitas manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilakukan melalui peningkatan kualitas manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilakukan melalui peningkatan kualitas manusia, dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, hipotesis dan definisi operasional yang

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, hipotesis dan definisi operasional yang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, hipotesis dan definisi operasional yang berkaitan dengan efektifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan nasional sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah

Lebih terperinci

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2013 PENDIDIKAN. Standar Nasional Pendidikan. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pelatihan dalam kaitannya dengan upaya pemberdayaan masyarakat merupakan kegiatan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi tuntutan pemenuhan kebutuhan dan perubahan

Lebih terperinci

DIREKTORAT PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN NONFORMAL DIREKTORAL JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

DIREKTORAT PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN NONFORMAL DIREKTORAL JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Standar Kompetensi PENGELOLA PAUD DIREKTORAT PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN NONFORMAL DIREKTORAL JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2007 A. LATAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekeluargaan dalam masyarakat mengalami kemerosotan,baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. kekeluargaan dalam masyarakat mengalami kemerosotan,baik di tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan dewasa ini membawa dampak dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Dimana hubungan kekeluargaan dalam masyarakat mengalami

Lebih terperinci

bagi warga masyarakat dalam menemukan kebutuhan belajarnya berupa

bagi warga masyarakat dalam menemukan kebutuhan belajarnya berupa BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan terdahulu, maka dapat diambil beberapa kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut: A. Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Program Kejar Paket B setara SLTP mulai dirintis sejak tahun 1989,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Program Kejar Paket B setara SLTP mulai dirintis sejak tahun 1989, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Program Kejar Paket B setara SLTP mulai dirintis sejak tahun 1989, dan dilaksanakan secara nasional sejak tahun 1994, dari periode ini dapat dilihat proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang pendidikan merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang pendidikan merupakan bagian dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang pendidikan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bermuara pada peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia secara utuh. Dalam

Lebih terperinci

Delapan puluh persen penduduk Indonesia, hidup di. ikut serta mengolah informasi guna berpartisipasi dalam

Delapan puluh persen penduduk Indonesia, hidup di. ikut serta mengolah informasi guna berpartisipasi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Penelitian Delapan puluh persen penduduk Indonesia, hidup di pedesaan. Pada umumnya mereka lambat dalam memahami dan ikut serta mengolah informasi guna berpartisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyandang buta aksara, agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung

BAB I PENDAHULUAN. penyandang buta aksara, agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah pendidikan yang kita hadapi dewasa ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya Pendidikan Luar Sekolah.

Lebih terperinci

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai negara di dunia tidak pernah surut melakukan upaya peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan bahwa sistem penjaminan dan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING STAD

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING STAD PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING STAD PADA MATA KULIAH GEOGRAFI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA ANGKATAN 2006A DI JURUSAN GEOGRAFI-FIS-UNESA Sri Murtini *) Abstrak : Model pembelajaran

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR PROSES PENDIDIKAN KESETARAAN PROGRAM PAKET A, PROGRAM PAKET B, DAN PROGRAM PAKET C DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MULOK. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd

MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MULOK. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MULOK By: Estuhono, S.Pd, M.Pd PENGEMBANGAN MODEL KURIKULUM Estuhono, S.Pd, M.Pd I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah, sentralisasi ke desentralisasi, multikultural,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 129a/U/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 129a/U/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129a/U/2004 TENTANG BIDANG PENDIDIKAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

P. S., 2016 PEMANFAATAN HASIL BELAJAR PADA PELATIHAN KETERAMPILAN MEKANIK OTOMOTIF

P. S., 2016 PEMANFAATAN HASIL BELAJAR PADA PELATIHAN KETERAMPILAN MEKANIK OTOMOTIF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia setiap waktunya akan bertambah dan manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan yang berkaitan dengan upaya manusia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tugas pemerintah dalam bidang pendidikan berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, mengenal tiga jalur pendidikan, yaitu jalur pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga investasi dalam pendidikan bukan hanya memberikan dampak bagi

BAB I PENDAHULUAN. sehingga investasi dalam pendidikan bukan hanya memberikan dampak bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan jaminan pencapaian hak dalam masyarakat, sehingga investasi dalam pendidikan bukan hanya memberikan dampak bagi peningkatan kualitas kehidupan dan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Sumber Daya Manusia (SDM) seluruh kemampuan atau potensi penduduk yang berada di dalam suatu wilayah tertentu dengan semua karakteristik atau ciri demografis,

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. 1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan segala usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana dan bertujuan mengubah tingkah laku manusia kearah yang lebih baik dan sesuai

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN GURU MELALUI PELATIHAN ANALISIS BUTIR INSTRUMEN TES DENGAN BANTUAN SOFWARE TAP ABSTRAK

PEMBERDAYAAN GURU MELALUI PELATIHAN ANALISIS BUTIR INSTRUMEN TES DENGAN BANTUAN SOFWARE TAP ABSTRAK PEMBERDAYAAN GURU MELALUI PELATIHAN ANALISIS BUTIR INSTRUMEN TES DENGAN BANTUAN SOFWARE TAP Oleh : Mansyur, Akbar Iskandar Universitas Negeri Makassar, STMIK AKBA Email: mansyurunm@gmail.com, Email : akbar.iskandar06@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lusi Anzarsari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lusi Anzarsari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengembangan sistem pendidikan merupakah salah satu bidang yang sangat vital bagi keseluruhan pembangunan suatu bangsa dan negara. Pengembangan pendidikan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap bangsa karena melalui pendidikan warga negara akan siap dalam menghadapi setiap perubahan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Pada bab ini akan dikemukakan mengenai kesimpulan dan rekomendasi mengenai keseluruhan hasil penelitian yang merupakan kristalisasi dari hasil pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Monitoring dan Evaluasi dalam Program Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Monitoring dan Evaluasi dalam Program Pemberdayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menjalankan sebuah program pemberadayaan masyarakat dibutuhkan perencanaan yang sistematis, perencanaan yang baik akan terlihat dari singkronisasi antara

Lebih terperinci

PLS Masa DEPAN dan Tantangannya. Strategi Pengembangan. Menyiapkan kurikulum yang menyatu dengan perubahan-perubahan

PLS Masa DEPAN dan Tantangannya. Strategi Pengembangan. Menyiapkan kurikulum yang menyatu dengan perubahan-perubahan Didi Supriadie PLS Masa DEPAN dan Tantangannya Perubahan paradigma belajar masyarakat : Education for all, mass education dll Paradigma PLS Knowless dan De Lors Pengembangan PLS Kindervatter dan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan suatu bangsa. Ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk memperoleh. merupakan sektor penting yang berperan aktif dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. membuat mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk memperoleh. merupakan sektor penting yang berperan aktif dalam meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia sekarang ini masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan pelayanan pendidikan terutama untuk masyarakat ekonomi menengah kebawah. Mahalnya biaya

Lebih terperinci

VI. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL. Pelaksanaan Kegiatan Keaksaraan Fungsional merupakan Gambaran

VI. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL. Pelaksanaan Kegiatan Keaksaraan Fungsional merupakan Gambaran VI. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL 6.1. Faktor Pendukung Kegiatan Keaksaraan Pelaksanaan Kegiatan Keaksaraan Fungsional merupakan Gambaran bahwa Pemerintah Kabupaten karawang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Keluarga Melalui Pelatihan Life Skills. Perencanaan penyelenggaraan pelatihan life skills di Desa Pasirhuni

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Keluarga Melalui Pelatihan Life Skills. Perencanaan penyelenggaraan pelatihan life skills di Desa Pasirhuni 106 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN 1. Penyelenggaraan Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga Melalui Pelatihan Life Skills Perencanaan penyelenggaraan pelatihan life skills di Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin maju suatu negara semakin banyak orang yang terdidik, dan masyarakat merupakan salah satu modal dasar dan sekaligus faktor dominan dalam pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang memiliki budi pekerti luhur,

BAB I PENDAHULUAN. kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang memiliki budi pekerti luhur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pendidikan nasional berdasarkan pancasila bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang memiliki budi pekerti luhur, berperikemanusian,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa agar dalam penyelenggaraan pendidikan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fajar Nugroho Muttaqin, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fajar Nugroho Muttaqin, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia yang hidup dalam lingkungan sosial budaya serta bertempat tinggal di suatu daerah

Lebih terperinci

PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP. Oleh Dr. Jumadi

PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP. Oleh Dr. Jumadi PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP Makalah disampaikan pada Pelatihan dan Pendampingan Implementasi KTSP di SD Wedomartani Oleh Dr. Jumadi A. Pendahuluan Menurut ketentuan dalam Peraturan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KELOMPOK BELAJAR PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET B UPTD SKB BINA MANDIRI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO TESIS

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KELOMPOK BELAJAR PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET B UPTD SKB BINA MANDIRI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO TESIS PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KELOMPOK BELAJAR PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET B UPTD SKB BINA MANDIRI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO TESIS Diajukan kepada : Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional negara kita adalah pembangunan di bidang pendidikan. Pendidikan nasional sebagai salah satu sistem dari supra sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses pengembangan pendidikan pada saat ini. Kegiatan evaluasi pendidikan menempati posisi penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka peningkatan sumber daya manusia Indonesia, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka peningkatan sumber daya manusia Indonesia, pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka peningkatan sumber daya manusia Indonesia, pemerintah melaksanakan berbagai upaya, yang salah satu dari upaya tersebut adalah melalui pembagunan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMBELAJARAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

MANAJEMEN PEMBELAJARAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH MANAJEMEN PEMBELAJARAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH Oleh: Dr. H. Yoyon Bahtiar Irianto, Drs., M.Pd. Hakekat pembelajaran sebenarnya menunjuk pada fungsi pendidikan sebagai wahana untuk menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencetak peserta didik yang mempunyai intelektual yang tinggi, mempunyai. sesuai dengan norma agama dan norma masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. mencetak peserta didik yang mempunyai intelektual yang tinggi, mempunyai. sesuai dengan norma agama dan norma masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian manusia. Hal ini meliputi proses dalam mengenal jati dirinya, eksistensinya untuk

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. dilakukan peneliti menerapkan perencanaan dalam upaya meningkatkan

BAB V PEMBAHASAN. dilakukan peneliti menerapkan perencanaan dalam upaya meningkatkan 104 BAB V PEMBAHASAN A. Penerapan Perencanaan dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran Matematika MI Muhammadiyah Salamrejo dan MI Thoriqul Huda Kerjo Kecamatan Karangan Kabupaten Trenggalek dari hasil penelitian

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1.

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm. 74-82 PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI Oleh Sukanti 1 Abstrak Terdapat empat karakteristik afektif yang penting dalam

Lebih terperinci

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas PAPARAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 1 PERTAMA: KONSEP DASAR 2 Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Secara keseluruhan penelitian ini telah mencapai tujuan umum dan tujuan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Secara keseluruhan penelitian ini telah mencapai tujuan umum dan tujuan 224 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Secara keseluruhan penelitian ini telah mencapai tujuan umum dan tujuan khusus penelitian. Tujuan umum penelitian ini adalah menemukan model pembelajaran

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek keterampilan berpikir yang dapat ditumbuhkan pada diri peserta didik pada saat mengikuti proses pembelajaran adalah kemampuan analisis. Kemampuan berpikir

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN 361 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN Pada bab ini dibahas mengenai kesimpulan, dan saran-saran yang diajukan sebagai temuan penelitian ini. A. Kesimpulan Secara umum penelitian ini telah mencapai tujuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup suatu bangsa. Melalui jalur pendidikan dihasilkan generasi-generasi penerus bangsa yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Konsep Evaluasi Program a. Pengertian Evaluasi Program Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa inggris), dalam bahasa Indonesia berarti

Lebih terperinci

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA KTSP DAN IMPLEMENTASINYA Disampaikan pada WORKSHOP KURIKULUM KTSP SMA MUHAMMADIYAH PAKEM, SLEMAN, YOGYAKARTA Tanggal 4-5 Agustus 2006 Oleh : Drs. Marsigit MA FMIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA KTSP DAN

Lebih terperinci

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI Sukanti Abstrak Terdapat empat karakteristik afektif yang penting dalam pembelajaran yaitu: (1) minat, 2) sikap, 3) konsep diri, dan 4) nilai. Penilaian afektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perubahan yang terjadi kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum pendidikan harus disusun dengan

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 32 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN HIBAH YANG BERSUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hilda Nur Fadilah,2013 MANFAAT HASIL BELAJAR BUSANA PENGANTIN SEBAGAI KESIAPAN MEMBUKA USAHA BUSANA PENGANTIN

BAB I PENDAHULUAN. Hilda Nur Fadilah,2013 MANFAAT HASIL BELAJAR BUSANA PENGANTIN SEBAGAI KESIAPAN MEMBUKA USAHA BUSANA PENGANTIN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni (IPTEK) yang semakin modern dikalangan masyarakat kebutuhan akan fashion semakin berkembang, sehingga menuntut

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan; meliputi input, proses, output, dan outcome; yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belajar merupakan usaha memperoleh perubahan tingkah laku, ini mengandung makna ciri proses belajar adalah perubahan- perubahan tingkah laku dalam diri

Lebih terperinci

Prinsip dalam Pembelajaran

Prinsip dalam Pembelajaran Prinsip dalam Pembelajaran Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu membedakan prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran Indikator: Mahasiswa mampu memahami prinsip kesiapan dalam pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang - Undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 menyatakan bahwa. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai suatu upaya pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang - Undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 menyatakan bahwa. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai suatu upaya pembinaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang - Undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai

Lebih terperinci

Bab 6 INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR. A. Tujuan dan Sasaran Strategis

Bab 6 INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR. A. Tujuan dan Sasaran Strategis Bab 6 INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR A. Tujuan dan Sasaran Strategis Berdasarkan pada amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta misi dan visi Dinas

Lebih terperinci