Laporan Tahunan Tahun 2003 Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Laporan Tahunan Tahun 2003 Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan"

Transkripsi

1 Laporan Tahunan Tahun 2003 Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan

2 Daftar Isi Ringkasan Eksekutif... iii Sambutan Kepala PPATK...viii Peristiwa Penting Tahun xi Pelaksanaan Tugas Peraturan Perundang-undangan dan Hubungan Masyarakat Perundang-undangan Peraturan Pelaksanaan Hubungan Masyarakat Sosialisasi dan Pelatihan Akuntabilitas dan Keterbukaan Informasi Teknologi Sistem Informasi dan Sumber Daya Manusia Teknologi Informasi Organisasi, Logistik, dan Sumber Daya Manusia Organisasi PPATK Logistik Anggaran Pengembangan Sumber Daya Manusia Analisis, Kepatuhan dan Pengawasan Analisis Analisis Transaksi Keuangan Mencurigakan (Suspicious Transaction Report STR) Laporan Transaksi Keuangan yang dilakukan secara tunai (Cash Transaction Report CTR ) Laporan pembawaan uang tunai lintas batas negara Kepatuhan dan Pengawasan Kerjasama Dalam Negeri dan Internasional Kerjasama Dalam Negeri Komite Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Kerjasama Antar Instansi Kerjasama Internasional ii

3 Ringkasan Eksekutif Pembangunan rezim anti pencucian uang Indonesia secara formal ditandai dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang pada tanggal 17 April Meskipun upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang itu sendiri secara parsial dan sporadis telah dilakukan sebelum dikeluarkannya undang-undang tersebut. Upaya itu misalnya terlihat dalam ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu Peraturan Bank Indonesia tentang Prinsip Mengenal Nasabah yang dikeluarkan pada bulan Juni Belum adanya suatu rezim anti pencucian uang yang sesuai dengan standar internasional telah mengakibatkan masuknya Indonesia ke dalam daftar negara yang tidak kooperatif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (Non Cooperative Countries and Territories/NCCTs) pada Juni Dimasukkannya Indonesia ke dalam daftar NCCTs telah membawa konsekuensi negatif tersendiri baik secara ekonomis maupun politis. Secara ekonomis, hal tersebut dapat mengakibatkan mahalnya biaya yang ditanggung oleh industri keuangan Indonesia apabila melakukan transaksi dengan mitranya di luar negeri (risk premium). Biaya ini tentunya menjadi beban tambahan bagi perekonomian yang pada gilirannya mengurangi daya saing produk-produk Indonesia di luar negeri. Sedangkan secara politis, masuknya Indonesia ke dalam NCCTs dapat menggangu pergaulan Indonesia di kancah internasional. Langkah-langkah serius kemudian diambil oleh pemerintah yaitu diundangkannya Undang-Undang No.15 Tahun 2002 yang antara lain secara tegas menyatakan bahwa pencucian uang adalah tindak pidana, dan memerintahkan pendirian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melaksanakan undang-undang tersebut. PPATK, yang dalam bahasa generiknya adalah Financial Intelligence Unit (FIU), adalah suatu badan pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada presiden dan independen dalam menjalankan tugasnya. Namun demikian, undang-undang tersebut dinilai oleh Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) masih belum memadai. Alasannya adalah undang-undang tersebut belum sepenuhnya mengadopsi 40 rekomendasi dan 8 rekomendasi khusus yang mereka keluarkan. FATF meminta dengan resmi agar undang-undang tersebut diperbaiki dan disempurnakan. Upaya-upaya perbaikan dan penyempurnaan undang-undang tersebut mendominasi perjalanan PPATK sepanjang tahun Penyempurnaan undang-undang tersebut pada akhirnya dapat diselesaikan dengan diundangkannya Undang-Undang No.25 Tahun 2003 tentang Perubahan Undang-undang No.15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang pada tanggal 13 Oktober Proses amandemen yang dapat diselesaikan sesuai dengan komitmen pemerintah tersebut tentunya tidak terlepas dari kerjasama yang baik antara pemerintah dan lembaga legislatif (DPR). Adapun pokokpokok perubahan dan penyempurnaan undang-undang itu antara lain meliputi: iii

4 Pertama, cakupan pengertian Penyedia Jasa Keuangan diperluas tidak hanya bagi setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan tetapi juga meliputi jasa lainnya yang terkait dengan keuangan. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi pelaku tindak pidana pencucian uang yang memanfaatkan bentuk Penyedia Jasa Keuangan yang ada di masyarakat namun belum diwajibkan menyampaikan laporan transaksi keuangan dan sekaligus mengantisipasi munculnya bentuk Penyedia Jasa Keuangan baru yang belum diatur dalam Undang-Undang No.15 Tahun Kedua, pengertian Transaksi Keuangan Mencurigakan diperluas dengan mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. Ketiga, pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih, atau nilai yang setara yang diperoleh dari tindak pidana dihapus, karena tidak sesuai dengan prinsip yang berlaku umum bahwa untuk menentukan suatu perbuatan dapat dipidana tidak tergantung pada besar atau kecilnya hasil tindak pidana yang diperoleh. Keempat, cakupan tidak pidana asal (predicate crime) diperluas untuk mencegah berkembangnya tindak pidana yang menghasilkan Harta Kekayaan dimana pelaku tindak pidana berupaya menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul hasil tindak pidana namun perbuatan tersebut tidak dipidana. Berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait yang mempidana tindak pidana asal antara lain : Undang Undang No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika; Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kelima, Jangka waktu penyampaian laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dipersingkat, yang semula 14 (empat belas) hari kerja menjadi tidak lebih dari 3 (tiga) hari kerja setelah Penyedia Jasa Keuangan mengetahui adanya unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan. Hal ini dimaksudkan antara lain untuk mencegah berpindahnya hasil tindak pidana dan lolosnya pelaku tindak pidana pencucian uang sehingga mengurangi efektifitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Keenam, Penambahan ketentuan baru yang menjamin kerahasiaan penyusunan dan penyampaian laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang disampaikan kepada PPATK atau penyidik (anti tipping off). Hal ini dimaksudkan antara lain untuk mencegah berpindahnya hasil tindak pidana dan lolosnya pelaku tindak pidana pencucian uang sehingga mengurangi efektifitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. iv

5 Ketujuh, ketentuan kerja sama bantuan timbal balik di bidang hukum (mutual legal assistance) dipertegas agar menjadi dasar bagi penegak hukum Indonesia menerima dan memberikan bantuan dalam rangka penegakan hukum pidana pencucian uang. Dengan adanya ketentuan kerja sama bantuan timbal balik merupakan bukti bahwa Pemerintah Indonesia memberikan komitmennya bagi komunitas internasional untuk bersama-sama mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Kerja sama internasional dilakukan dalam forum yang tidak hanya bilateral namun regional dan multilateral sebagai strategi untuk memberantas kekuatan ekonomi para pelaku kejahatan yang tergabung dalam kejahatan yang teroganisir. Namun demikian pelaksanaan kerja sama bantuan timbal balik harus tetap memperhatikan hukum nasional masing-masing negara serta kepentingan nasional dan terutama tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Langkah penting lainnya yang menandai proses pembangunan rezim anti pencucian uang yang efektif adalah mulainya PPATK beroperasi secara penuh pada tanggal 17 Oktober Mulai beroperasinya PPATK tersebut ditandai dengan diserahkannya tugas menerima Laporan Transaksi Mencurigakan dari Bank Indonesia kepada PPATK dan kewajiban bagi seluruh Penyedia Jasa Keuangan (PJK) untuk menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada PPATK. Sebelum beroperasinya PPATK secara penuh, sebagian tugas PPATK yang diamanatkan oleh undang-undang yaitu menerima dan menganalis Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang berasal dari industri perbankan dilakukan oleh Bank Indonesia. Dalam pelaksanaan pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan, per 31 Desember 2003 PPATK telah menerima sebanyak 410 (empat ratus sepuluh) laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (Suspicious Transaction Report STR) dari 34 Penyedia Jasa Keuangan (PJK) yang seluruhnya berbentuk bank umum. 291 (dua ratus sembilan puluh satu) STR dari 410 STR tersebut berasal dari pelimpahan Unit Khusus Investigasi Perbankan Bank Indonesia per tanggal 17 Oktober 2003 kepada PPATK. Dengan beroperasinya secara penuh PPATK tanggal 17 Oktober 2003, PPATK menerima 119 STR (periode tanggal 18 Oktober 2003 sampai dengan tanggal 31 Desember 2003). Berdasarkan hasil analisis seluruh STR yang diterima, terdapat 165 STR yang diklasifikasikan dalam 59 kasus memiliki indikasi tindak pidana pencucian uang. Dari perkembangan hasil penyidikan oleh pihak Kepolisian RI terhadap kasus kasus yang ada diperoleh informasi bahwa sebanyak 5 (lima) STR telah dilimpahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), sebanyak 2 (dua) STR tidak memenuhi unsur pidana, dan sebanyak 5 (lima) STR tidak dapat diproses lebih lanjut. Saat ini terdapat 2 (dua) kasus yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang dalam proses di pengadilan. Langkah-langkah konkrit lainnya yang dilakukan PPATK sepanjang tahun 2003 adalah upaya implementasi undang-undang tindak pidana pencucian uang. Serangkaian ketentuan pelaksana telah dikeluarkan agar dapat mengoperasionalkan undang-undang tersebut. Ketentuan pelaksanaan itu dikeluarkan dalam bentuk Keputusan Kepala PPATK yang meliputi pedoman umum tentang tindak pidana pencucian uang, pedoman v

6 indentifikasi dan pelaporan transaksi keuangan mencurigakan baik untuk penyedia jasa keuangan, pedagang valuta asing maupun usaha jasa pengiriman uang. Pembangunan rezim anti pencucian uang juga ditandai dengan mempererat kerjasama dengan instansi pemerintah terkait dan memperluas kerjasama internasional khususnya dengan sesama FIU. Secara formal hal ini ditandai dengan ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MOU) dengan Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan. Kerjasama antar instansi ini juga ditandai dengan mulai dipekerjakannya tenaga bantuan dari instansi selain Bank Indonesia. Di samping itu juga ditandatangani MOU tentang tukar menukar informasi dengan Anti Money laundering Office (AMLO) Thailand, Bank Negara Malaysia dan Korea FIU. PPATK juga berperan aktif dalam setiap pertemuan-pertemuan internasional seperti sidang tahunan Asia Pasific Group on Money Laundering (APG) di Macau dan pertemuan tahunan Egmont Group di Sidney dan fora internasional lainnya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia juga merupakan kegiatan yang mendapat perhatian besar selama tahun Langkah-langkah menonjol yang ditempuh dalam kaitan ini adalah mengirimkan staf PPATK ke berbagai seminar, lokakarya maupun pusat pendidikan baik di dalam maupun di luar negeri. Langkah penting lainnya adalah mulai dilakukan rekruitmen pegawai untuk melengkapi 15 personil yang merupakan tenaga bantuan dari Bank Indonesia. Disamping itu PPATK juga menerima tenaga bantuan dari Austrac (FIU Australia) yang ditempatkan secara temporal di PPATK. Tenaga bantuan ini dimaksudkan untuk mempercepat proses alih ketrampilan khususnya dalam mendalami dan mengenal tipologi kejahatan pencucian uang. Pengembangan sistem informasi yang berbasis teknologi juga dimulai dan dikembangkan selama tahun laporan. Hal ini ditandai dengan diluncurkannya website PPATK ( dan dimulainya penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan secara on line. Sistem teknologi informasi ini juga telah dikelola secara mandiri oleh staf PPATK. Proses pembelajaran masyarakat umumnya dan PJK khususnya merupakan faktor kunci dalam pembangunan rezim anti pencucian uang yang efektif. Serangkaian kegiatan sosialisasi telah dilakukan baik oleh PPATK secara mandiri maupun yang dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga lain baik domestik maupun internasional. Aparat penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian juga telah mencantumkan money laundering sebagai salah satu topik dalam modul pendidikan mereka. Penerbitan booklet, pembukaan rubrik tanya jawab dalam website PPATK juga merupakan langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pembelajaran ini. Namun demikian, yang memberatkan perjalanan PPATK sepanjang tahun laporan adalah belum adanya dukungan keuangan dari pemerintah sesuai dengan amanat undang-undang. Selama tahun 2003 PPATK beroperasi dengan menggunakan dana yang dihibahkan oleh Bank Indonesia serta technical assistance dari negara dan lembaga-lembaga donor asing. Meskipun menjelang berakhirnya tahun 2003 pemerintah telah mengalokasikan sejumlah dana untuk anggaran PPATK, namun demikian karena sempitnya waktu pencairan maka dana tersebut tidak dapat dipergunakan oleh PPATK. vi

7 Disamping itu, sampai saat berakhirnya tahun laporan PPATK masih menempati gedung yang dipinjamkan oleh Bank Indonesia. Pada tahun 2004 tujuan yang ingin dicapai oleh PPATK adalah keluarnya Indonesia dari NCCTs. Untuk mencapai tujuan itu langkah-langkah yang perlu dilakukan haruslah ditujukan untuk memperkuat rezim anti pencucian uang di Indonesia. Untuk itu empat pilar rezim tersebut harus diperkuat. Keempat pilar tersebut adalah : pertama, perundang-undangan dan hubungan masyarakat; kedua, teknologi sistem informasi dan sumber daya manusia; ketiga, analisis dan kepatuhan dan; keempat, kerjasama dalam negeri dan internasional. Dukungan dari semua pihak tentunya merupakan faktor kunci untuk mencapai tujuan tersebut. vii

8 Sambutan Kepala PPATK Praktik-praktik untuk menyembunyikan, menyamarkan atau mengaburkan asal-usul harta kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana agar nampak seolah-olah menjadi harta kekayaan yang diperoleh secara sah, atau yang lazim dikenal dengan istilah pencucian uang (money laundering) diduga telah lama ada dan tumbuh subur di bumi Indonesia. Gambar 2.1. Dr. Yunus Husein SH., LLM. (Kepala PPATK) Fakta memperlihatkan tingkat kejahatan yang menghasilkan uang di Indonesia cukup tinggi. Dalam dunia money laundering berlaku dalil no crime, no laundering, atau kalau tidak ada kejahatan, maka tidak ada money laundering. Dalam praktik kejahatan money laundering tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan kejahatan yang muncul menyertai tindak pidana yang mendahuluinya. Selama ini penanganan tindak pidana pencucian uang belum optimal, antara lain karena masing-masing institusi yang bertanggung jawab menanganinya masih memiliki persepsi yang berbeda dan belum terkoordinasi dengan baik, walaupun undang-undang tindak pidana pencucian uang telah ada. Idealnya, dalam melawan tindak pidana yang terorganisir diperlukan penanganan yang terorganisir pula, baik dalam skala nasional maupun internasional. Untuk hal tersebut, undang-undang telah mengamanatkan PPATK sebagai institusi sentral (focal point) dalam membangun rezim anti pencucian uang di Indonesia dengan maksud untuk mengharmonisasikan penanganan tindak pidana pencucian uang melalui kerjasama dan koordinasi secara efektif dan efisien. Berbagai langkah strategis untuk menyatukan langkah dan persepsi mengenai peranan masing-masing instansi yang bertanggung jawab dalam penanganan tindak pidana pencucian uang telah dilakukan antara lain melalui penandatanganan nota kesepahaman (MOU) dengan instansi lain baik instansi dalam maupun luar negeri. Langkah-langkah yang telah dilakukan itu adalah modal awal dalam membangun rezim anti pencucian uang. Langkah-langkah strategis dalam memperkuat rezim anti pencucian uang di Indonesia bertujuan membantu menciptakan stabilitas sistem keuangan dan sekaligus menurunkan angka kriminalitas. Untuk itu empat pilar telah ditetapkan sebagai acuan dalam memperkuat rezim dimaksud. Keempat pilar tersebut adalah: Pertama, perundangundangan dan hubungan masyarakat. Kedua, teknologi sistem informasi dan sumber daya manusia. Ketiga, analisis dan kepatuhan, dan Keempat, kerjasama domestik dan internasional. viii

9 Penguatan pilar pertama bertujuan agar tersedia kerangka hukum dan peraturan perundang-undangan yang kuat yaitu yang dapat menciptakan ketegasan dan kejelasan pengaturan tentang rezim anti pencucian uang. Ketegasan dan kejelasan pengaturan tersebut akan mempermudah proses penegakannya. Upaya tersebut ditempuh antara lain dengan membuat peraturan pelaksanaan undang-undang baik untuk melengkapi dan atau memperjelas undang-undang yang telah ada. Untuk memberikan pemahaman kepada semua pihak yang terkait dengan rezim anti pencucian uang, sosialisasi dan pelatihan menjadi bagian penting dalam pilar ini. Penguatan pilar kedua bertujuan untuk menyediakan sarana informasi dan komunikasi yang terintegrasi dan terjamin keamanannya, serta menciptakan sumber daya manusia yang tangguh, terampil dan memiliki moral yang tinggi. Langkah ini pada gilirannya akan mengefektifkan dan mengefisienkan rezim anti pencucian uang. Pencapaian pilar ini harus ditunjang dengan ketersediaan dana yang memadai baik untuk membangun sistem teknologi informasi maupun meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia yang ada. Pilar ketiga bertujuan membangun suatu kondisi yang dapat mendorong Penyedia Jasa Keuangan dan instansi lain memahami peranan dan kewajibannya dalam rezim anti pencucian uang khususnya dalam kewajiban penyampaian laporan yaitu laporan transaksi keuangan mencurigakan, laporan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai, dan laporan pembawaan uang tunai dari dan ke wilayah negara Republik Indonesia. Laporan-laporan tersebut merupakan sumber informasi utama bagi pelaksanaan tugas PPATK. Untuk itu, tidak saja dibutuhkan pengaturan yang jelas tetapi juga perlu adanya pemahaman yang sama. Meningkatkan kerjasama dengan lembaga yang memiliki kewenangan pengaturan dan pengawasan juga menjadi bagian penting antara lain untuk memastikan kepatuhan dari penyedia jasa keuangan dalam memenuhi kewajiban undang-undang. Dengan dukungan perangkat teknologi sistem informasi, laporan-laporan dari penyedia jasa keuangan yang berkualitas, dan tenaga analis yang profesional maka akan mampu menghasilkan hasil analisis yang berkualitas sehingga pada gilirannya dapat membantu penegak hukum secara optimal dalam penegakan hukumnya. Pilar keempat ditujukan untuk mempererat kerja sama antar instansi dalam negeri dan kerjasama internasional sehingga akan dapat diciptakan koordinasi lintas sektoral maupun lintas negara secara efektif dan efisien. Kerjasama dalam negeri secara berkesinambungan akan ditingkatkan baik dari sisi peningkatan peranan masing-masing instansi maupun jumlah instansi yang terkait dengan rezim anti pencucian uang. Kerjasama tersebut dilakukan baik secara formal maupun informal. Kerjasama internasional dilakukan dengan sesama FIU untuk dapat mempercepat terjadinya tukar menukar informasi tanpa perlu mengorbankan aspek kerahasiaan. Dari sisi penegakan hukumnya, dalam kasus tindak pidana pencucian uang diperlukan kerjasama dalam pemberian bantuan hukum (mutual legal assistance) baik secara bilateral maupun multilateral. ix

10 Apabila modal awal yang telah dibangun sepanjang tahun 2003 dan langkah-langkah yang ditetapkan dalam penguatan pilar di atas dapat dilaksanakan secara konsisten, saya yakin keluarnya Indonesia dari black list pencucian uang atau NCCTs adalah suatu hal yang dapat dicapai. PPATK menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembangunan rezim anti pencucian uang ini diperlukan kerjasama segenap pihak. Dengan demikian dukungan dari semua pihak tentunya merupakan faktor kunci dalam mencapai tujuan tersebut. Jakarta, Januari 2004 Dr. Yunus Husein Kepala PPATK x

11 Peristiwa Penting Tahun 2003 Tahun 2004 yang kini mulai ditapaki, telah melewati tahun 2003 yang banyak memberikan makna. Tahapan-tahapan pencapaian yang telah dihasilkan di tahun 2003, merupakan pondasi yang kuat bagi kokoh dan tegaknya rezim anti pencucian uang di Indonesia. Salah satu tonggak itu dengan disetujuinya rancangan Undang-undang tentang Perubahan Undang-undang No.15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang oleh wakil rakyat melalui Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 16 September Selanjutnya Presiden Republik Indonesia mengesahkan rancangan undang-undang tersebut menjadi Undang-undang No.25 Tahun Pencapaian pencapaian makna yang cukup berarti bagi tegaknya rezim anti pencucian uang di Indonesia lainnya tercermin dari tabel peristiwa dibawah ini : Tabel 2.1 Tabel Peristiwa Penting 2003 No. Tanggal Peristiwa Penting 1 24 Maret 2003 Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara PPATK dengan The Anti Money Laundering Office (AMLO) Thailand. Penandatangan dilakukan bertepatan dengan acara Pacific Rim International Conference on Money Laundering & Financial Crime, Maret 2003 di Bangkok Thailand. 2 9 Mei 2003 Kepala PPATK mengeluarkan Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Bagi Penyedia Jasa Keuangan dengan Surat Keputusan Kepala PPATK No.2/1/KEP.PPATK/2003. Pedoman ini berlaku bagi seluruh Penyedia Jasa Keuangan Juli 2003 Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara PPATK dengan Bank Negara Malaysia di Kuala Lumpur September 2003 Kebijakan Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang menjadi salah satu bagian Instruksi Presiden No.5 Tahun 2003 tentang Paket Kebijakan Ekonomi Menjelang dan Sesudah Berakhirnya Program Kerjasama Dengan International Monetary Fund (IMF) 5 16 September 2003 Sidang Paripurna DPR-RI menyetujui RUU tentang Perubahan UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) menjadi Undang-Undang Oktober 2003 Presiden RI mengesahkan RUU tentang Perubahan UU No.15 Tahun 2002 menjadi UU No.25 Tahun 2003 (UU TPPU) Oktober 2003 Kepala PPATK mengeluarkan Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan dan Tata Cara Pelaporan Bagi Penyedia Jasa Keuangan, Pedagang Valuta Asing dan Usaha Jasa xi

12 No. Tanggal Peristiwa Penting Pengiriman Uang (empat pedoman) Oktober 2003 PPATK menyelenggarakan acara peresmian beroperasinya PPATK secara penuh dengan mengundang pejabat tinggi negara, duta besar dan perwakilan negara sahabat, LSM, pers, serta berbagai kalangan lainnya. Peresmian beroperasinya PPATK secara penuh dilakukan oleh Menko Polkam Soesilo Bambang Yudhoyono. Dalam acara bersejarah ini, dilakukan pula penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dengan Bank Indonesia, Bapepam, Korea Financial Intelligence Unit (KoFIU) dan peluncuran web site PPATK : Oktober 2003 Penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) antara PPATK dengan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan (DJLK) Departemen Keuangan Oktober 2003 Penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) antara PPATK dengan Direktorat Jenderal Pajak Oktober 2003 Penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) antara PPATK dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Nopember 2003 Penetapan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.81 Tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Penetapan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.82 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nopember 2003 Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Khusus Bagi Pelapor dan Saksi xii

13 Pelaksanaan Tugas 1. Peraturan Perundang-undangan dan Hubungan Masyarakat 1.1. Perundang-undangan Peraturan perundang-undangan dan hubungan masyarakat telah ditetapkan menjadi pilar pertama untuk menyediakan kerangka hukum dan peraturan perundang-undangan yang kuat yang dapat menciptakan ketegasan dan kejelasan tentang pengaturan rezim anti pencucian uang sehingga mempermudah proses penegakannya. Pembangunan hukum yang baik harus mampu memberikan arah dalam menentukan kebijakan untuk mencapai tujuan/sasaran melalui pembentukan peraturan perundangan-undangan yang komprehensif, yaitu dimulai dari undang-undang sampai dengan peraturan pelaksanaannya. Produk hukum dalam rezim anti pencucian uang di Indonesia didasarkan pada Undang-undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2003 (UU TPPU). Untuk mendukung pelaksanaan rezim anti pencucian uang sebagaimana telah diatur dalam UU TPPU, telah dikeluarkan beberapa peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perlindungan Khusus bagi Pelapor dan Saksi, Keputusan Presiden tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja, serta Keputusan Presiden tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan PPATK. Namun demikian, peraturan pelaksanaan lain yang cukup penting dalam mendukung pelaksanaan tugas PPATK hingga saat ini belum disahkan oleh Presiden, yaitu keputusan presiden yang mengatur mengenai sistem penggajian, penghargaan, tunjangan jabatan, tunjangan hari tua, serta penghasilan lainnya bagi pejabat dan pegawai PPATK; keputusan presiden yang mengatur mengenai sistem kepegawaian PPATK; serta keputusan presiden mengenai pengangkatan tiga wakil kepala PPATK. Secara lebih terinci di bawah ini diuraikan langkah-langkah penyusunan peraturan perundang-undangan berkenaan dengan pembangunan rezim anti pencucian uang di Indonesia setelah dikeluarkannya undang-undang No.15 Tahun 2002, yaitu : a. Amandemen UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Berbagai kelemahan UU No.15 Tahun 2002 dalam membangun rezim anti pencucian uang yang efektif sebagaimana telah disoroti FATF dalam rekomendasinya dan sebagai upaya untuk menyesuaikan dengan standar praktik internasional (international best practices), telah mendorong perubahan UU tersebut. Agar perubahan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan, dilakukan serangkaian pembahasan dengan instansi terkait, konsultan dan narasumber guna mendapatkan masukan. Selanjutnya dibentuk Tim Penyusunan Rancangan Undang-undang Tentang Perubahan Undang-undang No.15 1

14 Tahun 2002, yang dipimpin oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) sebagai ketua dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sebagai wakil ketua, dengan anggota : 1. Mahkamah Agung RI, 2. Departemen Kehakiman dan HAM, 3. Departemen Luar Negeri, 4. Departemen Keuangan, 5. Bank Indonesia, 6. Kepolisian Negara RI, 7. Kejaksaan RI, 8. Sekretariat Kabinet, 9. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan 10. Pakar perbankan dan pakar hukum pidana. Adapun materi perubahan antara lain meliputi : Pertama, cakupan pengertian Penyedia Jasa Keuangan diperluas tidak hanya bagi setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan tetapi juga meliputi jasa lainnya yang terkait dengan keuangan. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi pelaku tindak pidana pencucian uang yang memanfaatkan bentuk Penyedia Jasa Keuangan yang ada di masyarakat namun belum diwajibkan menyampaikan laporan transaksi keuangan dan sekaligus mengantisipasi munculnya bentuk Penyedia Jasa Keuangan baru yang belum diatur dalam Undang-Undang No.15 Tahun Kedua, pengertian Transaksi Keuangan Mencurigakan diperluas dengan mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. Ketiga, pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih, atau nilai yang setara yang diperoleh dari tindak pidana dihapus, karena tidak sesuai dengan prinsip yang berlaku umum bahwa untuk menentukan suatu perbuatan dapat dipidana tidak tergantung pada besar atau kecilnya hasil tindak pidana yang diperoleh. Keempat, cakupan tidak pidana asal (predicate crime) diperluas untuk mencegah berkembangnya tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan dimana pelaku tindak pidana berupaya menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul hasil tindak pidana namun perbuatan tersebut tidak dipidana. Berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait yang mempidana tindak pidana asal antara lain : Undang Undang No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika; Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2

15 Kelima, jangka waktu penyampaian laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dipersingkat, yang semula 14 (empat belas) hari kerja menjadi tidak lebih dari 3 (tiga) hari kerja setelah Penyedia Jasa Keuangan mengetahui adanya unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan. Hal ini dimaksudkan antara lain untuk mencegah berpindahnya hasil tindak pidana dan lolosnya pelaku tindak pidana pencucian uang sehingga mengurangi efektifitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Keenam, penambahan ketentuan baru yang menjamin kerahasiaan penyusunan dan penyampaian laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang disampaikan kepada PPATK atau penyidik (anti tipping off). Hal ini dimaksudkan antara lain untuk mencegah berpindahnya hasil tindak pidana dan lolosnya pelaku tindak pidana pencucian uang sehingga mengurangi efektifitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Ketujuh, ketentuan kerja sama bantuan timbal balik di bidang hukum (mutual legal assistance) dipertegas agar menjadi dasar bagi penegak hukum Indonesia menerima dan memberikan bantuan dalam rangka penegakan hukum pidana pencucian uang. Dengan adanya ketentuan kerja sama bantuan timbal balik merupakan bukti bahwa Pemerintah Indonesia memberikan komitmennya bagi komunitas internasional untuk bersama-sama mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Kerja sama internasional dilakukan dalam forum yang tidak hanya bilateral namun juga regional dan multilateral sebagai strategi untuk memberantas kekuatan ekonomi para pelaku kejahatan yang tergabung dalam kejahatan yang teroganisir. Namun demikian pelaksanaan kerja sama bantuan timbal balik harus tetap memperhatikan hukum nasional masing-masing negara serta kepentingan nasional dan terutama tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Hasil pembahasan amandemen Undang-undang No. 15 Tahun 2002 disampaikan oleh Presiden RI kepada DPR RI pada tanggal 9 Juni Dalam sidang paripurna DPR RI tanggal 16 September 2003, RUU tersebut disetujui dan pada tanggal 13 Oktober 2003 disahkan Presiden RI menjadi Undang-undang No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. b. Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Khusus Bagi Pelapor dan Saksi Keberhasilan suatu pembangunan rezim anti pencucian uang, salah satu unsurnya ditopang oleh adanya laporan yang disampaikan kepada PPATK yang terdiri dari laporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai, atau secara sukarela pelapor melaporkan kepada PPATK dan penyidik tentang adanya dugaan terjadinya tindak pidana pencucian uang. Guna menjamin kelancaran dan kelangsungan penyampaian pelaporan dimaksud, pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perlindungan Khusus Bagi Pelapor dan Saksi, yakni suatu bentuk perlindungan yang diberikan oleh negara 3

16 untuk memberikan jaminan rasa aman terhadap pelapor atau saksi dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya termasuk keluarganya dari ancaman fisik atau mental. Perlindungan khusus terhadap pelapor dan saksi merupakan amanat Pasal 40 dan Pasal 42 UU TPPU. c. Keputusan Presiden No. 81 Tahun 2003 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Susunan organisasi dan tata kerja merupakan bagian penting dalam membangun suatu organisasi yang baik. Untuk itu, Pasal 20 ayat (4) UU TPPU telah mengamanatkan pengaturannya lebih lanjut dalam Keputusan Presiden. Pada tanggal 3 Nopember 2003 telah disahkan Keputusan Presiden RI No.81 Tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Dalam proses penyusunan Keppres tersebut, telah dilakukan kajian terhadap karakteristik dan model organisasi FIU di beberapa negara, dan memperhatikan pula prinsip-prinsip organisasi yang modern. Keppres tersebut mengatur secara tegas mengenai kelembagaan dan kedudukan, struktur organisasi, tata kerja PPATK, dan beberapa ketentuan lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas PPATK. Dalam melaksanakan tugasnya, setiap unsur di lingkungan PPATK wajib menerapkan prinsip-prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi. Maksud penerapan prinsip-prinsip tersebut adalah untuk menciptakan tim yang tangguh guna mewujudkan Visi dan Misi PPATK. Pembidangan tugas dalam organisasi PPATK tercermin dari tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab Wakil Kepala, masing masing yaitu : Wakil Kepala Bidang Riset, Analisis dan Kerja Sama Antar Lembaga, bertugas membantu Kepala dalam melaksanakan analisis atas laporan transaksi keuangan dari Penyedia Jasa Keuangan, melaksanakan penelitian dan pengembangan tipologi serta melaksanakan kerja sama dengan pihak yang terkait baik nasional maupun internasional yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Wakil Kepala Bidang Hukum dan Kepatuhan, mempunyai tugas membantu Kepala dalam merumuskan peraturan di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang serta melaksanakan pengawasan atas kepatuhan Penyedia Jasa Keuangan terhadap Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang dan peraturan pelaksanaannya. Wakil Kepala Bidang Teknologi Informasi, mempunyai tugas membantu Kepala dalam melaksanakan pengembangan teknologi yang terkait dengan teknik, metode dan alat untuk melakukan analisis laporan transaksi keuangan, serta manajemen sistem informasi untuk kepentingan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. 4

17 Wakil Kepala Bidang Administrasi, bertugas membantu Kepala dalam melaksanakan pengelolaan keuangan, administrasi, sumber daya manusia, pengadaan barang dan jasa, pengamanan serta penyusunan rencana kerja dan anggaran. Walaupun dalam Keppres tersebut menetapkan pimpinan PPATK terdiri dari seorang Kepala dan 4 (empat) Wakil Kepala, namun saat ini dalam susunan organisasi masih dipimpin oleh Kepala dan seorang Wakil Kepala yang dibantu oleh tenaga-tenaga profesional dan ahli di bidang hukum, perbankan, keuangan, teknologi informasi, kehumasan dan lainnya. d. Keputusan Presiden No. 82 Tahun 2003 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Ketentuan mengenai pelaksanaan kewenangan memiliki arti penting dalam menunjang pelaksanaan tugas dan wewenang PPATK. Berkenaan dengan hal itu, Pasal 27 ayat (4) UU TPPU telah mengamanatkan pengaturannya lebih lanjut dalam keputusan presiden. Pada tanggal 3 Nopember 2003 Presiden RI telah mengesahkan Keputusan Presiden No.81 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Dalam proses penyusunan Keppres ini, beberapa kajian mengenai kewenangan FIU di beberapa negara telah dilakukan dengan tetap memperhatikan sistem hukum nasional. Beberapa hal yang diatur dalam Keppres ini antara lain tugas dan wewenang PPATK, pedoman yang dikeluarkan oleh PPATK, kerjasama PPATK dengan instansi terkait di Indonesia, pemberian dan permintaan informasi, akuntabilitas dan penerimaan informasi dari orang perorangan serta beberapa ketentuan yang yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang PPATK Peraturan Pelaksanaan Laporan transaksi keuangan mencurigakan maupun laporan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai yang disampaikan oleh Penyedia Jasa Keuangan merupakan penopang utama bagi efektifnya pelaksanaan tugas PPATK. Dalam upaya mendorong kelancaran pelaksanaan dari kewajiban Pelaporan PJK dan pengawasan terhadap kewajiban PJK sebagaimana diatur oleh UU maupun peraturan pelaksanaannya diperlukan pedoman yang dapat menjadi acuan bagi PJK untuk mendeteksi transaksi keuangan mencurigakan sampai dengan tata cara pelaporannya. Sesuai dengan Pasal 13 UU TPPU, tata cara penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala PPATK. Sehubungan dengan hal tersebut, telah disusun dan ditetapkan beberapa Keputusan Kepala PPATK mengenai pedoman umum bagi penyedia jasa keuangan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, pedoman dalam mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan dan pedoman bagaimana cara melaporkannya. Proses penyusunan 5

18 pedoman ini dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak antara lain dari perwakilan penyedia jasa keuangan dan konsultan, untuk memperoleh masukan dan saran melalui serangkaian pembahasan sehingga pedoman yang telah dikeluarkan berdaya guna dan berhasil guna. Pedoman pedoman tersebut adalah : 1. Keputusan Kepala PPATK No. 2/1/KEP.PPATK/2003 Tentang Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Bagi Penyedia Jasa Keuangan tanggal 9 Mei Pedoman ini berlaku bagi seluruh penyedia jasa keuangan (PJK). Tujuan pedoman umum ini adalah untuk memberikan gambaran umum mengenai rezim anti pencucian uang yang dapat digunakan sebagai acuan bagi PJK untuk membantu mendeteksi kegiatan pencucian uang. Selain itu juga untuk memberikan pemahaman yang sama kepada setiap PJK atau pihak lain yang terkait dalam penanganan tindak pidana pencucian uang. 2. Keputusan Kepala PPATK No. 2/4/KEP.PPATK/2003 Tentang Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Penyedia Jasa Keuangan tanggal 15 Oktober Pedoman ini berlaku bagi PJK berupa bank umum, bank perkkreditan rakyat, perusahaan efek, pengelola reksa dana, bank kustodion, perusahaan perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan. Pedoman ini dikeluarkan dalam rangka memberikan pemahaman dan acuan kepada PJK tentang bagaimana melakukan identifikasi transaksi keuangan mencurigakan dengan tepat, untuk menghasilkan laporan transaksi keuangan mencurigakan yang berkualitas. 3. Keputusan Kepala PPATK No. 2/5/KEP.PPATK/2003 Tentang Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Pedagang Valuta Asing dan Usaha Jasa Pengiriman Uang tanggal 15 Oktober 2003 Pedoman ini berlaku bagi pedagang valuta asing (PVA) dan usaha jasa pengiriman uang (UJPU). Pedoman ini bertujuan untuk membantu PVA dan UJPU melakukan identifikasi transaksi keuangan mencurigakan. Pedoman ini merupakan kelanjutan dari pedoman umum pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang bagi PJK. 4. Keputusan Kepala PPATK No. 2/6/KEP.PPATK/2003 Tentang Pedoman Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Penyedia Jasa Keuangan tanggal 15 Oktober Pedoman ini berlaku bagi PJK berupa bank umum, bank perkkreditan rakyat, perusahaan efek, pengelola reksa dana, bank kustodion, perusahaan perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan. Pedoman ini diperlukan agar penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan oleh PJK dapat dilakukan secara tepat, benar dan dapat dipertanggungjawabkan, mengingat laporan tersebut merupakan salah satu sumber informasi utama yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas PPATK. 6

19 5. Keputusan Kepala PPATK No. 2/7/KEP.PPATK/2003 Tentang Pedoman Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Pedagang Valuta Asing dan Usaha Jasa Pengiriman Uang tanggal 15 Oktober Pedoman ini berlaku bagi pedagang valuta asing (PVA) dan usaha jasa pengiriman uang (UJPU). Pedoman ini bertujuan agar penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan oleh PVA dan UJPU dapat dilakukan secara tepat, benar dan dapat dipertanggungjawabkan. UJPU yang dimaksud dalam pedoman ini adalah usaha jasa pengiriman uang yang dilakukan oleh Kantor Pos dan Western Union Hubungan Masyarakat Sosialisasi dan Pelatihan Disadari bahwa rezim anti pencucian uang merupakan sesuatu hal yang baru di banyak negara termasuk di Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut PPATK sebagai lembaga yang baru dibentuk sebagai focal point dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang memiliki beban tugas yang berat dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Tujuan diadakannya sosialisasi kepada masyarakat adalah untuk memberikan pemahaman seluas-luasnya mengenai rezim anti pencucian uang yang meliputi antara lain proses pelaporan transaksi keuangan mencurigakan, kewajiban dan hak masyarakat termasuk perlindungan pelapor dan saksi, ancaman pidana, dan kelembagaan PPATK. Guna mengefektifkan tugas tersebut, berbagai cara dan metode serta peningkatan intensitas kegiatan sosialisasi ke berbagai sektor telah dilaksanakan. Pendekatan dalam sosialisasi tersebut antara lain melalui media massa cetak dan elektronik, seminar, workshop dan berbagai pelatihan dengan melibatkan penyedia jasa keuangan, instansi pemerintah terkait, lembaga swadaya masyarakat, kalangan akademisi, pers dan masyarakat secara umum. Pendekatan melalui alat bantu cetak dilakukan dengan menerbitkan booklet Indonesia Melawan Praktik Pencucian Uang dan kumpulan ketentuan peraturan perundangundangan yang terkait dengan pencucian uang serta peraturan pelaksanaannya. Pembuatan booklet dan buku kumpulan ketentuan ini merupakan upaya untuk mengkomunikasikan dan mensosialisasikan apa yang telah dilakukan oleh PPATK dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Pendekatan terhadap media cetak dan elektronik dilakukan melalui kunjungan, penulisan artikel, siaran pers, dan konperensi pers. Kunjungan kepada media ini dimaksudkan untuk mengkomunikasikan dan mensosialisasikan kegiatan pemberantasan dan pencegahan pencucian uang, juga dimaksudkan menjalin hubungan baik dengan pers dengan harapan media massa dapat mendukung terciptanya rezim anti pencucian uang di Indonesia. 7

20 Serangkaian acara talk show di berbagai stasiun radio dan televisi yang ada di Jakarta, baik dalam bentuk wawancara khusus dengan PPATK maupun dalam bentuk diskusi dengan narasumber lain serta interaktif dengan masyarakat dilakukan secara terprogram. Acara talk show ini bertujuan untuk memberikan informasi secara langsung kepada masyarakat luas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pencucian uang dan pentingnya keberadaan rezim anti pencucian uang di Indonesia. Di samping itu kegiatan seminar, workshop dan grup diskusi juga dilakukan dalam rangka memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang rezim anti pencucian uang. Seiring dengan semakin meluasnya perhatian masyarakat terhadap praktik pencucian uang dan dampak serta upaya-upaya pencegahannya, pelaksanaan seminar dan sejenisnya semakin marak diadakan di berbagai kota yang dilaksanakan oleh berbagai kalangan, seperti universitas, bank, instansi pemerintah, dan perusahaan swasta. Dalam kesempatan ini, PPATK memberikan kontribusi sebagai pemakalah, narasumber maupun peserta. Beberapa acara yang telah menghadirkan PPATK sebagai narasumber antara lain pendidikan bagi calon Jaksa dan Jaksa, Polisi dan Hakim se-indonesia; beberapa seminar nasional tindak pidana pencucian uang yang diadakan oleh institusi pemerintah, firma hukum, dan perguruan tinggi Akuntabilitas dan Keterbukaan Informasi Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang memberi tugas kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) antara lain untuk memberikan informasi kepada publik tentang kinerja kelembagaan sepanjang pemberian informasi tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang. Laporan Tahunan, merupakan salah satu bentuk informasi yang dapat disampaikan kepada publik dengan maksud agar semua pihak yang berkepentingan dapat mengikuti perkembangan dan melakukan pengawasan terhadap langkah kebijakan yang ditempuh. Di samping itu, sebagaimana diatur dalam UU TPPU, PPATK telah menyampaikan laporan pelaksanaan tugas kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan. Penyampaian laporan tersebut dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali. Diluncurkannya website PPATK : adalah salah satu sarana yang diberikan kepada publik untuk dapat mengakses informasi dan mengetahui perkembangan rezim anti pencucian uang di Indonesia. Rubrikasi website dirancang khusus untuk memudahkan pihak-pihak berkepentingan maupun masyarakat umum akan informasi yang diinginkan. Untuk layanan kepada masyarakat, disediakan rubrik tanyajawab dimana masyarakat dapat bertanya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Sejauh ini, antusias masyarakat khususnya kalangan mahasiswa cukup baik dalam memanfaatkan sarana yang disediakan. 8

21 2. Teknologi Sistem Informasi dan Sumber Daya Manusia 2.1. Teknologi Informasi Pengembangan sistem informasi yang berbasis teknologi sudah mulai dikembangkan sejak awal tahun 2003 yang dimulai dengan membangun jaringan (network), infrastruktur dan pusat data (database). Beberapa pencapaian di bidang teknologi informasi antara lain otomasi sistem internal PPATK, peluncuran website PPATK ( dan dimulainya penyampaian Laporan Transaksi Mencurigakan (Suspicious Transaction Report - STR) secara on line. Aplikasi STR ini dianggap aman karena dilengkapi dengan sistem pengamanan yang ketat. Pelaporan secara elektronis dimaksudkan agar proses penyampaian laporan dari penyedia jasa keuangan dapat dilakukan secara cepat dengan tingkat keamanan informasi yang tinggi Organisasi, Logistik, dan Sumber Daya Manusia Organisasi PPATK PPATK dipimpin oleh seorang kepala dan dibantu oleh paling banyak 4 (empat) orang wakil kepala, yaitu : Wakil Kepala Bidang Riset, Analisis dan Kerja Sama Antar Lembaga; Wakil Kepala Bidang Hukum dan Kepatuhan; Wakil Kepala Bidang Teknologi Informasi; dan Wakil Kepala Bidang Administrasi. Setiap wakil kepala membawahi sebanyakbanyaknya 3 (tiga) Direktorat. Sedangkan mengenai rincian tugas, fungsi, susunan organisasi dan tata kerja PPATK ditetapkan dengan Keputusan Kepala PPATK setelah mendapat persetujuan dari menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. Pada awal beroperasinya, Kepala dan seorang wakil kepala PPATK mengucapkan sumpah di hadapan Ketua Mahkamah Agung RI pada tanggal 24 Desember Sedangkan pengangkatan 3 (tiga) orang wakil kepala lainnya masih menunggu persetujuan Presiden. Sementara belum terpenuhinya susunan organisasi sebagaimana diamanatkan dalam Keppres di atas, maka tugas, fungsi, susunan organisasi dan tata kerja yang ada disesuaikan dengan kondisi tahun laporan yaitu dengan melibatkan Kepala dan seorang Wakil Kepala dengan pembagian tugas dan kewenangan dalam 9 (sembilan) workstream. Pembagian tugas sesuai workstream tersebut disamping dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan tugas, sekaligus juga memiliki fungsi kontrol atas efektifitas kinerja setiap pegawai PPATK Logistik Terpenuhinya logistik dalam operasional PPATK memiliki arti penting dalam menciptakan kinerja organisasi yang efektif. Disamping itu, penyiapan ruang kerja diperlukan dalam rangka mendukung operasional PPATK. Kantor PPATK sementara ini menempati gedung perkantoran Bank Indonesia di jalan Kebon Sirih. PPATK masih menunggu persetujuan pemerintah atas permintaan gedung perkantoran. Gedung kantor yang permanen dibutuhkan antara lain dalam penyiapan sistem teknologi informasi. 9

22 Sementara itu, perlengkapan kantor PPATK hingga saat ini berasal dari bantuan Bank Indonesia sesuai dengan surat permintaan Menteri Keuangan. Penyiapan ruang kerja dilakukan dengan penyesuaian bidang tugas dari masing-masing satuan kerja (workstream) untuk memberikan keamanan dan kenyamanan dalam bekerja. Berkenaan dengan kerahasiaan data dan risiko pekerjaan yang tinggi, ruang kerja dilengkapi pula dengan sistem pengamanan yang memadai. Sementara itu, untuk mendukung operasional PPATK telah dilakukan pengadaan sarana dan prasarana perkantoran Anggaran Berdasarkan Pasal 29 UU TPPU, setiap tahun PPATK wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan. Anggaran tahunan PPATK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Anggaran operasional PPATK untuk Semester II tahun 2003 kepada Pemerintah sebesar Rp34,8 milyar telah disetujui sebesar Rp10,4 milyar, namun tidak dapat direalisasikan berhubung singkatnya waktu yang tersedia sehingga tidak memungkinkan bagi PPATK untuk dapat memanfaatkan anggaran tersebut sesuai dengan prosedur yang berlaku. Berkenaan dengan anggaran tahun 2004, PPATK telah mengajukan kepada Pemerintah sebesar Rp52 milyar dan telah mendapat persetujuan plafon sebesar Rp34,8 milyar. Disadari bahwa penyusunan anggaran belum sepenuhnya merefleksikan kebutuhan anggaran yang sesungguhnya mengingat belum adanya ketentuan pelaksanaan sebagaimana diamanatkan dalam UU TPPU dalam bentuk Keputusan Presiden yang mengatur tentang sistem penggajian, penghargaan, tunjangan jabatan, tunjangan hari tua, serta penghasilan lainnya bagi pejabat dan pegawai PPATK sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 29A UU TPPU Pengembangan Sumber Daya Manusia Sebagai lembaga yang baru didirikan, pengadaan dan pengembangan sumber daya manusia menjadi hal mutlak dalam menjaga eksistensi organisasi. Saat mulai beroperasinya PPATK, kebutuhan sumber daya manusia PPATK dipenuhi oleh Bank Indonesia dengan menugaskan 15 pegawai Bank Indonesia. Dalam perjalanannya PPATK telah merekrut tenaga honorer yang dimaksudkan untuk memenuhi tugas bidang teknologi informasi, administrasi dan hubungan masyarakat. Khusus untuk membantu menangani pengajuan dan pengelolaan anggaran dari APBN, atas permintaan PPATK telah dipekerjakan seorang pegawai negeri sipil dari Departemen Keuangan. Dengan demikian sampai dengan tahun laporan jumlah keseluruhan pegawai menjadi 33 (tiga puluh tiga) orang. Sangat disadari bahwa untuk mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, diperlukan suatu kerjasama berkesinambungan antar instansi tekait. Oleh sebab itu, PPATK telah meminta kepada beberapa instansi antara lain Kepolisian, Kejaksaan, dan Departemen Keuangan untuk menugaskan pegawainya di 10

I. UMUM. Perubahan dalam Undang-Undang ini antara lain meliputi:

I. UMUM. Perubahan dalam Undang-Undang ini antara lain meliputi: PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM Perkembangan dan kemajuan ilmu

Lebih terperinci

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 108, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4324) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kedelapan, Permintaan Keterangan Kepada PPATK (Berdasarkan Informasi PPATK

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kedelapan, Permintaan Keterangan Kepada PPATK (Berdasarkan Informasi PPATK Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kedelapan, Permintaan Keterangan Kepada PPATK (Berdasarkan Informasi PPATK Maupun Hasil 3.8 Permintaan Keterangan Kepada PPATK (Berdasarkan Informasi PPATK Maupun

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG 47 RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM Pembangunan rezim anti pencucian uang di Indonesia yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan. Pertukaran. Informasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan. Pertukaran. Informasi. No.549, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan. Pertukaran. Informasi. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR: PER - 09/1.01/PPATK/11/2009

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.806, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Informasi. Permintaan. Tata Cara. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR PER-08/1.02/PPATK/05/2013

Lebih terperinci

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia Modul E-Learning 1 PENGENALAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENDANAAN TERORISME Bagian Keempat. Pengaturan Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang di Indonesia Tujuan Modul bagian keempat yaitu Pengaturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM. Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, I.

Lebih terperinci

Perpustakaan LAFAI

Perpustakaan LAFAI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, I.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 3 /PBI/2010 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME PADA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK I. UMUM Dengan semakin

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 3 /PBI/2010 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME PADA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Modul E-Learning 1. Modul bagian pertama yaitu Pengenalan Pencucian Uang bertujuan untuk menjelaskan:

Modul E-Learning 1. Modul bagian pertama yaitu Pengenalan Pencucian Uang bertujuan untuk menjelaskan: Modul E-Learning 1 PENGENALAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENDANAAN TERORISME Bagian Pertama. Pengenalan Pencucian Uang Tujuan Modul bagian pertama yaitu Pengenalan Pencucian Uang bertujuan untuk menjelaskan:

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

REZIM ANTI PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

REZIM ANTI PENCUCIAN UANG DI INDONESIA REZIM ANTI PENCUCIAN UANG DI INDONESIA PENCUCIAN UANG? PENCUCIAN UANG Upaya untuk menyembunyikan/menyamarkan harta kekayaan dari hasil tindak pidana sehingga harta kekayaan tersebut seolah-olah berasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.817, 2012 PPATK. Organisasi. Tata Kerja. PPATK. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR PER-07/1.01/PPATK/08/12 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 2003 (25/2003) TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 2003 (25/2003) TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 2003 (25/2003) TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan harta kekayaan dalam jumlah yang besar

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa kejahatan yang menghasilkan harta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci

KESEPAKATAN BERSAMA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR : 02/KB/I-VII.

KESEPAKATAN BERSAMA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR : 02/KB/I-VII. KESEPAKATAN BERSAMA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR : 02/KB/I-VII.3/09/2006 NOMOR : NK-1/1.02/PPATK/09/06 TENTANG KERJASAMA DALAM

Lebih terperinci

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA No.920, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Kenali Pengguna Jasa. Pergadaian. Penerapan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1 Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1.1 Pemeriksaan oleh PPATK Pemeriksaan adalah proses identifikasi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5406 HUKUM. Pidana. Pendanaan. Terorisme. Pencegahan. Pemberantasan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 50) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME I. UMUM Sejalan dengan tujuan nasional Negara Republik Indonesia sebagaimana

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2016 TENTANG PEMBAWAAN UANG TUNAI DAN/ATAU INSTRUMEN PEMBAYARAN LAIN KE DALAM ATAU KE LUAR DAERAH PABEAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) Jawablah pertanyaan dibawah ini!

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) Jawablah pertanyaan dibawah ini! Nama : Muhammad Nur Jamaluddin NPM : 151000126 Kelas : O Mata Kuliah : Money Laundering Crime Dosen : Maman Budiman, S.H.,M.H. Jawablah pertanyaan dibawah ini! 1. Apa yang dimaksud dengan pencucian uang?

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kejahatan dirasa sudah menjadi aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. kejahatan dirasa sudah menjadi aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tindak pidana kejahatan dari hari ke hari semakin beragam. Tindak pidana kejahatan dirasa sudah menjadi aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Centre (INTRAC) memiliki kewenangan dalam membangun rezim pencucian

BAB IV PENUTUP. Centre (INTRAC) memiliki kewenangan dalam membangun rezim pencucian BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada penjelasan bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Dalam mencegah terjadinya tindak pidana pencucian, PPATK atau yang disebut sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesepuluh, Penelusuran Aset Penelusuran Aset. Modul E-Learning 3

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesepuluh, Penelusuran Aset Penelusuran Aset. Modul E-Learning 3 Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kesepuluh, Penelusuran Aset 3.10 Penelusuran Aset Harta kekayaan yang berasal dari hasil kejahatan merupakan motivasi nafsu bagi tindak kejahatan itu sendi. Ibarat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR NOMOR : MOU-418/K/D6/2007 : NK-06/1.02/PPATK/04/07 TENTANG KERJASAMA

Lebih terperinci

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjut

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjut No.927, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Audit. Kepatuhan. Khusus. Tata Cara. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2...

- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2... PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11 / 28 /PBI/2009 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK UMUM UMUM Dengan semakin maraknya tindak pidana

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI I. UMUM Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Lebih terperinci

V PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK)

V PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) Lampiran Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: P e d o m a n V PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2010

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2010 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2010 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 2011 KATA PENGANTAR Assalamu'alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Puji dan syukur

Lebih terperinci

PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SULAIMAN BAKRI / D ABSTRAK

PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SULAIMAN BAKRI / D ABSTRAK PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SULAIMAN BAKRI / D 101 10 261 ABSTRAK Penelitian ini membahas tentang kewenangan Pusat Pelaporan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.926, 2012 PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Laporan. Transaksi Keuangan. Penyedia Jasa Keuangan. Tata Cara. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KPK, BNN DAN PPATK --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang : 2015-2016

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PIHAK PELAPOR DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PIHAK PELAPOR DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PIHAK PELAPOR DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGAWASAN KEPATUHAN DAN PEMANTAUAN TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN KEPATUHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perorangan saja, akan tetapi juga bisa terdapat pada instansi-instansi swasta dan

BAB I PENDAHULUAN. perorangan saja, akan tetapi juga bisa terdapat pada instansi-instansi swasta dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian dunia yang semakin menyatu dan meningkatnya interdependensi global seperti sekarang telah membuat sistem perekonomian nasional kita

Lebih terperinci

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.248, 2016 BPKP. Pengaduan. Penanganan. Mekanisme. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG MEKANISME

Lebih terperinci

2 lembaga keuangan mikro, dan lembaga pembiayaan ekspor sebagai Pihak Pelapor; dan 2. menyatakan advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan

2 lembaga keuangan mikro, dan lembaga pembiayaan ekspor sebagai Pihak Pelapor; dan 2. menyatakan advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI HUKUM. Pidana. Pencucian Uang. Pihak Pelapor. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 148). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR : SP DIPA-78.1-/217 A. DASAR HUKUM : 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/1/PBI/2004 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/1/PBI/2004 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/1/PBI/2004 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya turut memelihara dan mendukung pencapaian stabilisasi nilai rupiah,

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (Undang Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tanggal 17 April ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (Undang Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tanggal 17 April ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (Undang Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tanggal 17 April ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kejahatan yang menghasilkan harta

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T No. 339, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Pencucian Uang. Asal Narkotika. Prekursor Narkotika. Penyelidikan. Penyidikan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELIDIKAN

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ANDRI HELMI M, SE., MM HUKUM BISNIS

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ANDRI HELMI M, SE., MM HUKUM BISNIS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ANDRI HELMI M, SE., MM HUKUM BISNIS 1 DEFINISI PENCUCIAN UANG Apa? Upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asul usul uang yang dihasilkan dari suatu tindakan kejahatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENANGANAN KEJAHATAN ALIRAN DANA PERBANKAN, KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG. Oleh : Yenti Garnasih

PENANGANAN KEJAHATAN ALIRAN DANA PERBANKAN, KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG. Oleh : Yenti Garnasih PENANGANAN KEJAHATAN ALIRAN DANA PERBANKAN, KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG Oleh : Yenti Garnasih ABSTRAK Perkara kejahatan perbankan yang sangat penting dilakukan adalah bagaimana upaya pengembalian uang hasil

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.928, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Kewajiban Pelaporan. Dikecualikan. Transaksi Keuangan Tunai. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN. Daerah Pabean Indonesia. Uang Tunai. Instrumen Pembayaran Lain. Pembawaan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 366). PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi dengan ini menginstruksikan:

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA-078.01-0/2013 DS 5976-2607-1781-0807 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

CAKRAWALA HUKUM Perjalanan Panjang Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Oleh : Redaksi

CAKRAWALA HUKUM Perjalanan Panjang Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Oleh : Redaksi CAKRAWALA HUKUM Perjalanan Panjang Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Oleh : Redaksi Diperlukan waktu yang relatif lama dalam upaya membentuk UU Informasi dan Transaksi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) PPATK INTRAC RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN 2010-2014 Jl. Ir. H. Juanda No. 35, Telp. : 3850455, 3853922, Fax. :3856809, 3856826, Jakarta INTEGRITAS TANGGUNG JAWAB PROFESIONALISME PPATK KERAHASIAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN sampai dengan Desember peneliti untuk melakukan pengumpulan data.

BAB III METODE PENELITIAN sampai dengan Desember peneliti untuk melakukan pengumpulan data. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitan : Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Desember 2010. 2. Tempat Penelitian : Penelitian ini

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL, PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN, LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN, DAN BADAN NASIONAL

Lebih terperinci

KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN,

KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN, KEPUTUSAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR: 3/9/KEP. PPATK/2004 TENTANG TRANSAKSI KEUANGAN TUNAI YANG DIKECUALIKAN DARI KEWAJIBAN PELAPORAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS

Lebih terperinci

Peranan hasil..., Ni Komang Wiska Ati Sukariyani, FH UI, 2010.

Peranan hasil..., Ni Komang Wiska Ati Sukariyani, FH UI, 2010. BAB IV PERANAN HASIL ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG 4.1. Peranan Pusat Pelaporan dan Analisis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN, No.960, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Identifikasi Transaksi. Jasa Keuangan. Mencurigakan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara

Lebih terperinci

2 dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tentang Pengenaan Sa

2 dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tentang Pengenaan Sa BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1821, 2014 PPATK. Sanksi Administratif. Kewajiban Pelaporan. Pelanggaran. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR PER. 14 /1.02/PPATK/11/14

Lebih terperinci