PERANCANGAN ALAT PENGENDAP AIR LIMBAH KOTA BERDASARKAN OPTIMASI PROSES PENGENDAPAN DENGAN RADIOISOTOP I-131

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANCANGAN ALAT PENGENDAP AIR LIMBAH KOTA BERDASARKAN OPTIMASI PROSES PENGENDAPAN DENGAN RADIOISOTOP I-131"

Transkripsi

1 PERANCANGAN ALAT PENGENDAP AIR LIMBAH KOTA BERDASARKAN OPTIMASI PROSES PENGENDAPAN DENGAN RADIOISOTOP I-11 Ayunita Iriyanti, Sugili Putra, Suryo Rantjono, Teknokimia Nuklir STTN-BATAN Yogyakarta Jalan Babarsari Kotak Pos 6101 YKBB Yogyakarta Abstrak PERANCANGAN ALAT PENGENDAP AIR LIMBAH KOTA BERDASARKAN OPTIMASI PROSES PENGENDAPAN DENGAN RADIOISOTOP I-11. Proses pengolahan limbah kota yang selama ini dilakukan memerlukan waktu proses yang lama dan lahan yang sangat luas. Dilakukan penelitian ini sebagai alternatif pengolahan air limbah kota yang lebih efisien. Berdasarkan penelitian ini didapatkan hasil bahwa dosis penambahan tawas dan kapur dinyatakan dalam persamaan y = - 0, (4,22512x10-5) (b) (0, ) (c), dengan y = konsentrasi SS (gram), b = kebutuhan tawas (ppm) dan c = kebutuhan kapur (gram). Hubungan antara konsentrasi Suspended Solid (SS) dan kecepatan pengendapan dinyatakan dalam persamaan y = ln(x) dengan y = kecepatan pengendapan (gram/ml) dan x = konsentrasi SS (gram). Desain alat proses pengendapan untuk debit aliran m/detik disarankan adalah tangki pengadukan berukuran diameter 4 m dengan tinggi 7.2 m dan tangki pengendapan berukuran panjang 9 m, lebar 6 m, kedalaman 9 m, tinggi m. Kata kunci : Air limbah kota, isotop I-11, proses pengendapan, desain alat Abstract CITY WASTE WATER SETTLER DESIGN BASED ON SETTLEMENT PROCESS OPTIMIZATION BY USING I-11 RADIOISOTOPE. City wastewater treatment process has been done with a long process that requires time and a vast land. This research was conducted as an alternative to urban waste water treatment more efficient. Based on this study showed that the addition of alum and lime dose is expressed in the equation y = ( x10-5) (b) - ( ) (c), with y = concentration of SS (grams), b = alum requirement (ppm) and c = lime requirement (grams). The relationship between Suspended Solid (SS) concentration and rate of sedimentation is expressed in the equation y = ln (x) with y = rate of sedimentation (grams / ml) and x = concentration of SS (grams). Design tools for the deposition process flow rate is m / recommended mixing tank 4 m diameter with a height of 2.7 m and a length of sedimentation tank 9 m, width 6 m, depth 9 m, hight m. Keywords : Waste water of the city, I-11 isotope, precipitation process, design tools PENDAHULUAN Makhluk hidup yang ada di bumi ini tidak dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi ini. Tidak ada kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Air yang relatif bersih didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya. [1] Pertumbuhan penduduk di kota Yogyakarta ini dapat menyebabkan berbagai masalah, salah satunya adalah masalah limbah air kota yang dihasilkan. Apabila air limbah tersebut tidak Ayunita Iriyanti, dkk 685 STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA

2 diorganisir dan diolah dengan baik, dapat memicu masalah-masalah lain. Oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem yang efektif dan efisien untuk menanganinya. Hal ini disebabkan oleh Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Sewon Bantul masih belum cukup karena di sana hanya mampu menampung 50 persen KK di Kota Yogyakarta. [2] Metode pengolahan limbah yang dewasa ini digunakan dapat dibagi menjadi pengolahan primer atau pengolahan fisika, pengolahan sekunder atau pengolahan biologis, dan pengolahan tersier []. Teknologi pengolahan limbah yang digunakan di IPAL adalah pengolahan sekunder. Proses pengolahan air limbah secara biologis aerobik adalah dengan memanfaatkan aktifitas mikroba aerob, untuk menguraikan zat organik yang terdapat dalam air limbah, menjadi zat inorganik yang stabil dan tidak memberikan dampak pencemaran terhadap lingkungan. [4] Proses yang sekarang dilakukan adalah terlalu lama dan membutuhkan biaya besar terutama dalam opererasi aerator yang berdaya 0kW sebanyak 4 buah. Selain itu, pembangunan IPAL juga memerlukan wilayah yang luas terkait dengan luas kolam-kolam yang harus dibangun. Maka perlu dilakukan penelitian untuk mempercepat proses. [5] Seperti yang telah diketahui umum, bahwa tawas dan kapur merupakan bahan pengendap yang baik digunakan dalam pengolahan air. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan penelitian optimasi terhadap jumlah tawas dan kapur agar diperoleh dosis penambahan yang tepat. Metode untuk mencari titik optimum menggunakan teknik penanda yaitu dengan penambahan radioisotop I- 11. Selain itu, pada penelitian ini juga akan dilakukan untuk perancangan alat pengendapan dengan berdasarkan perhitungan kapasitas air masuk serta konsentrasi Suspended Solid (SS) air limbah. Perancangan alat proses pengendapan menggunakan asumsi gerak jatuh bebas parabola. Partikel pengotor yang akan mengendap dipengaruhi oleh kecepatan pengendapan partikel itu sendiri dan kecepatan aliran air yang membawa partikel. TEORI Kaolin merupakan salah satu mineral yang terdapat pada tanah liat atau lempung dengan kualitas tinggi, memiliki kandungan besi rendah, dan bewarna putih. Kaolin juga banyak digunakan pada industri kertas, farmasi, industri makanan sebagai zat aditif pada makanan, industri pasta gigi, cat dan kosmetik. Selain itu kaolin juga digunakan sebagai zat penyerap pada teknik perunut. [6] Alum atau tawas merupakan bahan koagulan, yang paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis dan murah, mudah didapatkan di pasaran serta mudah penyimpanannya. [7] Pada pengolahan air kotor, kapur dapat mengurangi kandungan bahan-bahan organik. Cara kerjanya adalah kapur ditambahkan untuk mereaksikan alkalibikarbonat serta mengatur ph air sampai sehingga menyebabkan pengendapan. [7] Teknik penandaan (labelling) adalah suatu metode yang paling efektif untuk memberi tanda pada suatu senyawa tertentu menggunakan radioisotop sehingga perlakuan senyawa tersebut dapat diamati dengan mengamati perlakuan radioisotop dalam senyawa yang telah diberi tanda. Keunggulan pemakaian radioisotop adalah sebagai berikut : [8] 1. Radioisotop tidak mempengaruhi analisis selama proses berlangsung. 2. Radioisotop walaupun dalam jumlah sedikit, dapat dideteksi dengan detektor nuklir yang sangat peka. Radioisotop I-11 digunakan sebagai penanda pada proses pengendapan limbah cair. Radoisotop Iodium 11 adalah radioisotop dengan lambang I-11 yang terbentuk dalam reaktor nuklir, memiliki umur paro pendek yaitu 8,05 hari dan memancarkan radiasi gamma (γ). [6] Tanah liat memiliki daya ikat yang besar baik dalam kondisi basah maupun kering. Tanah liat dapat mengikat radioisotop I-11 sehingga tanah liat digunakan sebagai senyawa bertanda dalam proses pengendapan limbah. Perlakuan sampel dapat diamati dengan cara mengamati perlakuan radioisotop I-11 dalam tanah liat yang telah ditambahkan dalam sampel. Kesempurnaan proses dapat diamati dengan mengukur cacah I-11 dalam filtrat hasil pengendapan. [6] Dalam proses pengendapan, kapur berperan sebagai koagulan. Semakin banyak kapur yang ditambahkan maka akan semakin banyak pula partikel yang terendapkan. Untuk mengetahui jumlah tanah liat, kapur dan tawas yang harus ditambahkan agar sesuai dengan baku mutu air yang disyaratkan, dilakukan optimalisasi. Metode penandaan menggunakan radioisotop I-11 dapat digunakan untuk proses optimasi. Kebutuhan bahan pengendap yaitu tawas dan kapur dapat dibuat persamaannya dengan menggunakan metode leastsquare atau kuadrat-terkecil. Karena kebutuhan tawas dan kapur bergantung pada konsentrasi Suspended Solid (SS), maka persamaan ini memuat variable konsentrasi sebagai variabel tetap dan nilai tawas dan kapur sebagai variable bebas. Untuk dapat menentukan ukuran alat proses pengendapan, perlu diketahui kecepatan pengendapannya. Konsentrasi SS akan mempengaruhi kecepatan pengendapan. Hal ini STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA 686 Ayunita Iriyanti, dkk

3 berkaitan dengan adanya interaksi antara partikel di dalam air ketika akan mengendap. Interaksi antar partikel ini dapat membuat kecepatan pengendapan menjadi lebih cepat ataupun lebih lambat. Pada konsentrasi SS kecil, maka partikel akan lebih mudah mengendap dikarenakan ruang/daerah yang dilewati lebih luas sehingga lebih mudah turun mengikuti gaya beratnya. Gaya yang melawan gaya berat partikel tersebut hanya berasal dari gaya apungnya. Pada konsentrasi SS tinggi, berarti makin banyak partikel yang akan mengendap. Kecepatan pengendapannya justru berkurang karena pada konsentrasi tinggi partikel akan saling bergesekan yang menjadikan makin sukar mengendap. Dalam perhitungan alat proses pengendapan, secara sederhana diilustrasikan pada Gambar 1. Titik A digunakan sebagai acuan yaitu sebagai titik awal partikel yang akan mengendap. Partikel (SS dalam air limbah kota) yang akan terlempar dan mengendap dianalogikan dengan sebuah benda yang dilempar dengan sudut tertentu secara parabola dengan posisi horizontal (benda jatuh di depan titik awal lemparan). Hanya saja partikel yang akan diendapkan ini horizontal tetapi terlempar ke arah yang cenderung ke bawah dengan sudut kemiringan tertentu. Untuk menentukan panjang tangki pengendapan digunakan rumus pada saat benda mencapai jarak terjauh. Kecepatan air limbah yang masuk ke dalam tangki pengendapan dipengaruhi oleh debit aliran awal. Nilai kecepatan endapan jauh lebih kecil daripada kecepatan aliran air. Oleh karena itu, ditentukan terlebih dahulu ukuran tangki yang menghasilkan kecepatan yang sama dengan kecepatan endapannya. Q v aliran (1) A dengan Q = debit aliran air A = luas bidang aliran Luas bidang aliran dicari dengan perbandingan antara tinggi (h) dikalikan lebar tangki (l), seperti pada Gambar 1 atau dapat dirumuskan : A nl tan n atau n p tan. p (2) Gambar 1. Rancangan Tangki Pengendapan Gambar 2. Mekanisme Pengolahan dan Analisis Ayunita Iriyanti, dkk 687 STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA

4 BAHAN Air limbah sebelum pengolahan di IPAL, tawas teknis dan kapur yang dibeli di pasaran, Radiosotop I-11 aktivitas 29.6mCi pada 1 April 2010, aquadest. METODE 1. Penandaan Tanah Liat Peralatan yang digunakan: gelas beker, timbangan analitis, ayakan ukuran 120 mesh, batang pengaduk, pompa vakum. tanah liat ditimbang, dihaluskan dan diayak dengan ukuran 120 mesh, kemudian dimasukkan dalam gelas beker dan ditambahkan aquadest 1000 ml. Larutan tanah liat diaduk hingga rata dan didiamkan hingga terbentuk endapan, kemudian disaring menggunakan kertas saring dengan bantuan pompa vakum. Filtrat hasil penyaringan kemudian ditambah Radioisotop I Pengukuran Suspended Solid (SS) Peralatan yang digunakan : gelas beker, timbangan analitik, gelas ukur, oven. Gelas beker yang telah dicuci bersih, dikeringkan dan ditimbang. Sampel air limbah diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam gelas beker kemudian dikeringkan dalam oven suhu C. Setelah kering, dilakukan penimbangan beker gelas sampai mencapai berat konstan. Berat endapan (SS) dihitung dari selisih massa gelas beker sebelum dan sesudah pengeringan sebagai berikut : berat endapan konsentras i (4) umpan yang dimasukkan. Optimasi Jumlah Tanah Liat, Tawas, dan Kapur Peralatan yang digunakan : gelas beker, pipet ukur, pengaduk magnet (stirrer), timbangan analitik, alat cacah detektor Geiger Muller. Disiapkan bahan pengendap yaitu tawas (ditimbang sebanyak 10 mg dan dilarutkan dalam 1 L aquadest sehingga diperoleh larutan tawas 10 mg/l atau 10 ppm) dan kapur (berupa serbuk diayak dengan ukuran 120 mesh) kemudian dilakukan optimasi jumlah tanah liat, tawas, dan kapur dengan cara sebagai berikut: 1. Sebanyak 250ml sampel air limbah dimasukkan ke dalam gelas beker dan ditambah sebanyak 7,5ml tanah liat yang sudah dilabel ditambahkan dalam sampel yang telah disiapkan. 2. Tawas 1ml ditambahkan ke dalam air limbah dan diaduk dengan kecepatan pengadukan 1 rpd (rotasi per detik), kemudian dipipet ml dan disaring.. Filtrat hasil penyaringan sebanyak 1000µl dimasukkan dalam plancet dan dikeringkan menggunakan lampu Infra merah, kemudian dicacah menggunakan pencacah detektor Geiger Muller. 4. Kapur 0,005 gram dimasukkan pada air limbah, dan diulangi dengan pemberian tawas dan kapur secara bergantian sampai ditemukan jumlah optimum tawas dan kapur yang ditambahkan. 5. Dibuat grafik cacah I-11 dalam filtrat sebagai fungsi penambahan tawas dan kapur dibuat. 4. Penentuan Kecepatan Pengendapan Peralatan yang digunakan : gelas beker, kolom pengendap, timer (stopwatch), timbangan analitik, oven, kemudian ditentukan kecepatan pengendapan dengan cara sebagai berikut: 1. Disiapkan 25 ml umpan air limbah kota, kemudian dimasukkan dalam kolom dan didiamkan dalam waktu tertentu sampai terbentuk fasa endapan dan fasa beningan. 2. Endapan 10ml diambil, dimasukkan dalam gelas beker (diketahui berat kosongnya) kemudian dikeringkan dalam oven suhu C.. Geker gelas ditimbang sampai mencapai berat konstan dan berat endapan dihitung dari selisih massa gelas beker sebelum dan sesudah pengeringan. 4. Kecepatan pengendapan dihitung dengan cara sebagai berikut: berat endapan kecepatan pengendapa n (5) waktu pengendapa n 5. konsentrasi pengotor dihitung dengan cara sebagai berikut: berat endapan konsentras i (6) umpan yang dimasukkan HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Optimasi Jumlah Tanah liat, Tawas, dan Kapur Penelitian menggunakan penanda I-11 dilakukan untuk mengetahui kesempurnaan proses pada koagulasi limbah air kota. Untuk menentukan jumlah optimum tawas dan kapur dibuat grafik hubungan antara cacah I-11 pada filtrat dengan variasi penambahan jumlah tawas dan kapur. STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA 688 Ayunita Iriyanti, dkk

5 Tabel 1. Data Optimasi Jumlah Tawas Dan Kapur Pada Pengendapan Air Limbah Kota No. Jumlah tawas (ppm) Jumlah kapur (gram) Cacah 1 2 Rata-rata % I dalam filtrat Gambar menyatakan hubungan antara antara %I dalam filtrat, penambahan kapur, dan penambahan tawas. %I dalam filtrat adalah perbandingan antara cacah awal sebelum penambahan tawas ataupun kapur dan cacah setelah adanya penambahan tawas ataupun kapur. Gambar.Grafik Optimasi Tawas dan Kapur Penambahan tawas dan kapur menyebabkan % I dalam filtrat semakin menurun. Penurunan % I dalam filtrat dikarenakan zat pengotor telah bereakasi dengan bahan pengendap sehingga membentuk gumpalan-gumpalan atau flok yang tidak lolos kertas saring. Makin banyak zat SS yang membentuk flok berarti makin sedikit I-11 dalam filtrat. Akan tetapi setelah terjadi kondisi optimum, persen % I dalam filtrat kembali naik. Hal ini dikarenakan penambahan tawas yang berlebih Ayunita Iriyanti, dkk 689 STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA

6 menyebabkan penurunan ph ini sehingga pembentukan flok menjadi tidak stabil dan dikarenakan penambahan kapur yang berlebih yang menyebabkan larutan bersifat basa sehingga kinerja tawas menjadi tidak optimal. Jumlah optimum tawas dan kapur yang ditambahkan secara bergantian untuk mengendapkan air limbah kota diketahui dengan mengamati % I dalam filtrat terendah. Grafik Optimasi Tawas dan Kapur menunjukkan penurunan nilai % I dalam filtrat terendah untuk konsentrasi SS 0,008 gram/ml volume air 250 ml adalah tawas sebanyak 41,77 ppm dan kapur 0,0212 gram. Hasil proses pengendapan air limbah kota adalah filtrat yang bening. Gambar 4. Limbah sebelum dan setelah pengolahan 2. Pengaruh Variasi Konsentrasi Penelitian variasi konsentrasi dilakukan dengan pengambilan sampel pada hari yang berbeda. Gambar 5. Grafik Hubungan Antara Konsentrasi SS Dengan Jumlah Optimum Tawas Dan Kapur Data tersebut didasarkan pada satu titik/data (tawas dan kapur dalam 1 konsentrasi) yang merupakan hasil penelitian optimasi, sedangkan data yang disajikan tersebut sudah merupakan jumlah optimum yang diperoleh. Dari gambar dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi SS, maka kebutuhan tawas atau kapur optimum juga semakin banyak. Semakin besar konsentrasi SS maka dalam volume yang sama jumlah zat pengotor yang terdapat di dalamnya juga semakin banyak, sehingga membutuhkan koagulan yang lebih banyak pula. Untuk menghitung kebutuhan tawas dan kapur pada konsentrasi SS tertentu dapat dilakukan dengan metode least-square. Berdasarkan perhitungan diperoleh persamaan y = - 0, (4,22512x10-5 ) (b) (0, ) (c), dengan y = konsentrasi SS (gram), b = kebutuhan tawas (ppm) dan c = kebutuhan kapur (gram).. Pengaruh Konsentrasi SS Terhadap Kecepatan Pengendapan Zat-zat SS dalam air limbah kota, lama-kelamaan akan mengendap dikarenakan gaya beratnya. Partikel pengotor akan bergerak jatuh ke bawah dengan kecepatan tertentu sampai dicapai suatu kecepatan yang maksimum. Kecepatan pengendapan tersebut tergantung pada konsentrasi SS. STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA 690 Ayunita Iriyanti, dkk

7 Gambar 6. Grafik hubungan Konsentrasi SS vs Kecepatan Pengendapan Dari grafik diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi SS maka kecepatan pengendapannya akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh gesekan antar partikel yang membuat partikel makin sulit untuk mengendap sehingga membuat kecepatan pengendapannya berkurang. Hubungan antara konsentrasi SS dan kecepatan pengendapan dinyatakan sebagai persamaan logaritma yaitu y = ln(x) dengan y = kecepatan pengendapan dan x = konsentrasi SS. 4. Perancangan Alat Proses Pengendapan Ukuran alat proses pengendapan ditentukan dengan mengambil asumsi sebagai berikut : 1. Debit air masuk = m /hari atau m /detik Gambar 7. Desain Alat Proses Pengendapan 2. Tangki koagulasi-flokulasi berbentuk silinder. Tangki pengendapan berbentuk balok 4. Pengendapan partikel dianggap sama dengan proses gerak jatuh bebas parabola. Secara sederhana alat proses, digambarkan sebagai Gambar 7 dan 8: Gambar 8. Sketsa Alat Proses Pengendapan (Tampak Atas) Ukuran yang disarankan adalah tangki dengan sudut , lebar 6 m dan panjang total 8.98 m atau dapat dibulatkan 9 m. Daerah pengendapannya dirancang dengan kedalaman 5.5 m. Dasar perhitungan sebenarnya hanya sampai pada bidang miring yaitu daerah II bagian kiri, namun untuk mempermudah proses pengurasan maka perlu ditambahkan daerah pengurasan yang merupakan perpanjangan tangki. Dasar perhitungan sebenarnya hanya sampai pada bidang miring, namun untuk mempermudah proses pengurasan maka perlu ditambahkan daerah Ayunita Iriyanti, dkk 691 STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA

8 pengurasan yang merupakan perpanjangan tangki. Gambar 9. Gambar Tampak Samping Tangki Pengendapan volume I volume II volume balok 11mm6m 198m volume trapesium (11 2)m5.5m 6m m Daerah III adalah seperti Gambar 9. volume III m Gambar 10. Ukuran Daerah Pengurasan ( ) m waktu tinggal volume tan gki pengendapan debit aliran m m / det ik det ik 9 menit Tangki pengadukan berbentuk silinder. Berdasarkan penelitian Arifiansyah [9], diketahui bahwa waktu reaksi koagulasi-flokulasi adalah 5 menit. Sedangkan volume tangki pengadukan dirancang dengan waktu tinggal selama 7 menit. volume tangki waktu tinggal x debit aliran 60 detik 7 menit x x m / detik menit 75.84m Dalam perancangan ukuran alat, volume tangki diberi toleransi 20%, sehingga : volume tangki pengadukan m / mgg 90.41m / mgg 1 20% Jika diameter tangki dirancang 4 m, maka tinggi tangki sebagai berikut: volume tangki pengadukan 90.41m t 1 2 π d 4 t 1 2 π (4m) t m Dengan demikian lama pengolahan air limbah dalam alat proses pengendapan sebagai berikut : total waktu tinggal waktu tangki pengadukan waktu tangki pengendapan 7 menit 9 menit 46 menit volume total volume( I II III ) ( )m m STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA 692 Ayunita Iriyanti, dkk

9 KESIMPULAN 1. Dosis penambahan tawas dan kapur dinyatakan dalam persamaan y = - 0, (4,22512x10-5 ) (b) (0, ) (c), dengan y = konsentrasi SS (gram), b = kebutuhan tawas (ppm) dan c = kebutuhan kapur (gram). 2. Hubungan antara konsentrasi SS dan kecepatan pengendapan dinyatakan dalam persamaan y = ln(x) dengan y = kecepatan pengendapan (gram/ml) dan x = konsentrasi SS (gram).. Ukuran Alat proses pengendapan untuk debit aliran m /detik adalah Tangki pengadukan : diameter 4 m, tinggi 7.2 m. Tangki pengendapan : panjang 11 m, lebar 6 m, kedalaman 9 m, tinggi m DAFTAR PUSTAKA 1. Wisnu Arya Wardhana. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi, Yogyakarta, (2001). 2. Austin, George T. Industri Proses Kimia. Erlangga, Jakarta, (1996).. Nn. Brosur Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL, Yogyakarta, (2009). 4. Sumarno, 2010, Pengolahan Air limbah Organik Dengan proses Biologis Aerobik Available: diakses Ayunita I., Laporan Kerja Praktek, Jurusan Teknokimia Nuklir, Program Studi Teknokimia, STTN-BATAN, Indonesia, (2009). 6. Mutia A., Tugas Akhir, Jurusan Teknokimia Nuklir, Program Studi Teknokimia, STTN- BATAN, Indonesia, (2009). 7. Sudi Setyo Budi. Tesis, Program Magister Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Indonesia, (2006). 8. Wisnu Arya Wardhana. Teknologi Nuklir, Proteksi Radiasi dan Aplikasinya. Penerbit Andi, Yogyakarta, (2001). 9. Trisnadi Arifiansyah. Tugas Akhir, Jurusan Teknokimia Nuklir, Program Studi Teknokimia, STTN-BATAN, Indonesia, (2009). Ayunita Iriyanti, dkk 69 STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA

10 STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA 694 Ayunita Iriyanti, dkk

OPTIMASI JUMLAH TANAH LIAT, TAWAS, DAN KAPUR PADA PROSES PENGENDAPAN LIMBAH CAIR TAHU DENGAN METODE PERUNUT I-131

OPTIMASI JUMLAH TANAH LIAT, TAWAS, DAN KAPUR PADA PROSES PENGENDAPAN LIMBAH CAIR TAHU DENGAN METODE PERUNUT I-131 OPTIMASI JUMLAH TANAH LIAT, TAWAS, DAN KAPUR PADA PROSES PENGENDAPAN LIMBAH CAIR TAHU DENGAN METODE PERUNUT I-131 Sugili Putra, Mutia Anggraini dan Suryo Rantjono Teknokimia Nuklir STTN-BATAN Yogyakarta

Lebih terperinci

OPTIMASI TAWAS DAN KAPUR UNTUK KOAGULASI AIR KERUH DENGAN PENANDA I-131

OPTIMASI TAWAS DAN KAPUR UNTUK KOAGULASI AIR KERUH DENGAN PENANDA I-131 OPTIMASI TAWAS DAN KAPUR UNTUK KOAGULASI AIR KERUH DENGAN PENANDA I-131 SUGILI PUTRA, SURYO RANTJONO, TRISNADI ARIFIANSYAH Abstrak OPTIMASI JUMLAH TAWAS DAN KAPUR UNTUK KOAGULASI AIR KERUH DENGAN PENANDA

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PERUNUT I-131 UNTUK MEMPELAJARI PROSES PENYARINGAN MENGGUNAKAN FILTER PASIR

PENGGUNAAN PERUNUT I-131 UNTUK MEMPELAJARI PROSES PENYARINGAN MENGGUNAKAN FILTER PASIR YOGYAKARTA, NOVEMBER 29 ISSN 198-16 PENGGUNAAN PERUNUT I-131 UNTUK MEMPELAJARI PROSES PENYARINGAN MENGGUNAKAN FILTER PASIR SUGILI PUTRA, SURYO RANTJONO, ASTER NOVIANTI NINGRUM Abstrak PERUNUT I-131 UNTUK

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERCOBAAN

BAB 3 METODE PERCOBAAN BAB 3 METODE PERCOBAAN 3.1 Waktu dan Lokasi Percobaan Sampel air diambil dari danau yang berada di kompleks kampus Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta sebelah selatan Fakultas Pertanian. Pengambilan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI 85 Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.7 No.2 PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI Fitri Ayu Wardani dan Tuhu Agung. R Program Studi

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN 3.1 Pengambilan Data Operasi di Lapangan Penelitian ini dilakukan berdasarkan kondisi operasi yang sesungguhnya. Oleh karena itu diperlukan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI al Kimiya, Vol. 2, No. 1, Juni 215 PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI DYAH DWI POERWANTO, 1 EKO PRABOWO HADISANTOSO, 1*

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat-alat yang digunakan Ayakan ukuran 120 mesh, automatic sieve shaker D406, muffle furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat titrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit bebas bulu dan urat di bawah kulit. Pekerjaan penyamakan kulit mempergunakan air dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit

Lebih terperinci

PENGATURAN IPAL PT. UNITED TRACTOR TBK

PENGATURAN IPAL PT. UNITED TRACTOR TBK BAB IV PENGATURAN IPAL PT. UNITED TRACTOR TBK 4.1. Penentuan Dosis Bahan Kimia (Untuk Proses Koagulasi Flokulasi) 4.1.1. Jar Test Proses pengolahan limbah secara Koagulasi Flokulasi didasari dengan suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini; Latar Belakang: Sebelum air limbah domestik maupun non domestik

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 06: 16-26 KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Sudiro Ika Wahyuni Harsari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3. 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini : Latar belakang penelitian Rumusan masalah penelitian Tujuan penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODA 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fakultas matematika dan Ilmu

III. BAHAN DAN METODA 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fakultas matematika dan Ilmu III. BAHAN DAN METODA 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau selama kurang lebih 5

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

Menentukan Dimensi Setiap Peralatan yang Diperlukan Sesuai Proses yang Terpilih Menentukan Luas Lahan yang Diperlukan Menentukan Biaya Bangunan

Menentukan Dimensi Setiap Peralatan yang Diperlukan Sesuai Proses yang Terpilih Menentukan Luas Lahan yang Diperlukan Menentukan Biaya Bangunan perancangan FASILITAS FLOW SHEET PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI Menentukan Dimensi Setiap Peralatan yang Diperlukan Sesuai Proses yang Terpilih Menentukan Luas Lahan yang Diperlukan Menentukan Biaya

Lebih terperinci

SUNARDI. Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 YKBB Yogyakarta Telp. (0274) Abstrak

SUNARDI. Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 YKBB Yogyakarta Telp. (0274) Abstrak PENGARUH TEGANGAN LISTRIK DAN KECEPATAN ALIR TERHADAP HASIL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR YANG MENGANDUNG LOGAM Pb,Cd DAN TSS MENGGUNAKAN ALAT ELEKTROKOAGULASI SUNARDI ** Pustek Akselerator dan Proses Bahan BATAN

Lebih terperinci

KAJIAN PROSES ELEKTROKOAGULASI UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

KAJIAN PROSES ELEKTROKOAGULASI UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR KAJIAN PROSES ELEKTROKOAGULASI UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RETNO SUSETYANINGSIH *, ENDRO KISMOLO **, PRAYITNO ** *Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan, YLH - Yogyakarta ** Pusat Teknologi Akselerator dan

Lebih terperinci

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN PABRIK PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA Dosen Pengampu: Ir. Musthofa Lutfi, MP. Oleh: FRANCISKA TRISNAWATI 105100200111001 NUR AULYA FAUZIA 105100200111018

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudhi No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan di bidang industri dan teknologi membawa kesejahteraan khususnya di sektor ekonomi. Namun demikian, ternyata juga menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum mengenai pemanfaatan tulang sapi sebagai adsorben ion logam Cu (II) dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

PENURUNAN TURBIDITY, TSS, DAN COD MENGGUNAKAN KACANG BABI (Vicia faba) SEBAGAI NANO BIOKOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (GREYWATER)

PENURUNAN TURBIDITY, TSS, DAN COD MENGGUNAKAN KACANG BABI (Vicia faba) SEBAGAI NANO BIOKOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (GREYWATER) PENURUNAN TURBIDITY, TSS, DAN COD MENGGUNAKAN KACANG BABI (Vicia faba) SEBAGAI NANO BIOKOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (GREYWATER) Irawan Widi Pradipta*), Syafrudin**), Winardi Dwi Nugraha**)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung untuk pengambilan biomassa alga porphyridium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental. B. Tempat dan Waktu Pengerjaan sampel dilakukan di laboratorium Teknik Kimia

Lebih terperinci

EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA Anjar P,RB Rakhmat 1) dan Karnaningroem,Nieke 2) Teknik Lingkungan, ITS e-mail: rakhmat_pratama88@yahoo.co 1),idnieke@enviro.its.ac.id

Lebih terperinci

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ). 3 Percobaan 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan untuk menyerap ion logam adalah zeolit alam yang diperoleh dari daerah Tasikmalaya, sedangkan ion logam yang diserap oleh zeolit adalah berasal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dimulai pada bulan Juli 2013 sampai dengan bulan November

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dimulai pada bulan Juli 2013 sampai dengan bulan November BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan Indonesia. Untuk keperluan analisis digunakan Laboratorium

Lebih terperinci

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan II. Dasar Teori Sedimentasi adalah pemisahan solid dari

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar Tempurung Kelapa Rosita Idrus, Boni Pahlanop Lapanporo, Yoga Satria Putra Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Juni 2013 dan berakhir pada bulan Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Juni 2013 dan berakhir pada bulan Desember 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Riset Material dan Pangan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA, UPI. Penelitian ini dilakukan menggunakan sel elektrokoagulasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II)

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II) LAMPIRAN I LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II) 1. Persiapan Bahan Adsorben Murni Mengumpulkan tulang sapi bagian kaki di RPH Grosok Menghilangkan sisa daging dan lemak lalu mencucinya dengan air

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tahap Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan berbagai tahap yaitu penyiapan serbuk DYT, optimasi ph ekstraksi DYT dengan pelarut aquades, dan uji efek garam pada ekstraksi

Lebih terperinci

SEMINAR AKHIR. Mahasiswa Yantri Novia Pramitasari Dosen Pembimbing Alfan Purnomo, ST. MT.

SEMINAR AKHIR. Mahasiswa Yantri Novia Pramitasari Dosen Pembimbing Alfan Purnomo, ST. MT. SEMINAR AKHIR KAJIAN KINERJA TEKNIS PROSES DAN OPERASI UNIT KOAGULASI-FLOKULASI-SEDIMENTASI PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR (IPA) BABAT PDAM KABUPATEN LAMONGAN Mahasiswa Yantri Novia Pramitasari 3309 100

Lebih terperinci

Analisis Penurunan Kadar Cr, Cd DAN Pb Limbah Laboratorium Dasar Ppsdm Migas Cepu Dengan Adsorpsi Serbuk Eceng Gondok (Eichornia crassipes)

Analisis Penurunan Kadar Cr, Cd DAN Pb Limbah Laboratorium Dasar Ppsdm Migas Cepu Dengan Adsorpsi Serbuk Eceng Gondok (Eichornia crassipes) Analisis Penurunan Kadar Cr, Cd DAN Pb Limbah Laboratorium Dasar Ppsdm Migas Cepu Dengan Adsorpsi Serbuk Eceng Gondok (Eichornia crassipes) Rivaldo Herianto*, M. Arsyik Kurniawan S a Program Studi Kimia,

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu air berperan penting dalam berlangsungnya sebuah kehidupan. Air

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu air berperan penting dalam berlangsungnya sebuah kehidupan. Air BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air adalah salah satu elemen atau unsur yang berdiri sebagai pemegang tonggak kehidupan makhluk hidup, seperti manusia, hewan, dan tumbuhan, oleh karena itu air berperan

Lebih terperinci

Air menjadi kebutuhan utama bagi makhluk hidup, tak terkecuali bagi manusia. Setiap hari kita mengkonsumsi dan memerlukan air

Air menjadi kebutuhan utama bagi makhluk hidup, tak terkecuali bagi manusia. Setiap hari kita mengkonsumsi dan memerlukan air LEMBAR KERJA SISWA 1 Air menjadi kebutuhan utama bagi makhluk hidup, tak terkecuali bagi manusia. Setiap hari kita mengkonsumsi dan memerlukan air Apakah air yang kamu gunakan dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan dan domestik (Asmadi dan Suharno, 2012). limbah cair yang tidak ditangani dengan semestinya. Di berbagai tempat

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan dan domestik (Asmadi dan Suharno, 2012). limbah cair yang tidak ditangani dengan semestinya. Di berbagai tempat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia merupakan salah satu penyebab tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui daya dukungnya. Pencemaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

Air dan air limbah- Bagian 3: Cara uji padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid, TSS) secara gravimetri

Air dan air limbah- Bagian 3: Cara uji padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid, TSS) secara gravimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah- Bagian 3: Cara uji padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid, TSS) secara gravimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA 1113016200027 ABSTRAK Larutan yang terdiri dari dua bahan atau lebih disebut campuran. Pemisahan kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses elektrokoagulasi terhadap sampel air limbah penyamakan kulit dilakukan dengan bertahap, yaitu pengukuran treatment pada sampel air limbah penyamakan kulit dengan menggunakan

Lebih terperinci

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960 RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR Oleh DEDY BAHAR 5960 PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 (STM PEMBANGUNAN) TEMANGGUNG PROGRAM STUDY KEAHLIAN TEKNIK KIMIA KOPETENSI KEAHLIAN KIMIA

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Drs. Syamsu herman,mt Nip : 19601003 198803 1 003 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004,

Lebih terperinci

PRE-ELIMINARY PRIMARY WASTEWATER TREATMENT (PENGOLAHAN PENDAHULUAN DAN PERTAMA)

PRE-ELIMINARY PRIMARY WASTEWATER TREATMENT (PENGOLAHAN PENDAHULUAN DAN PERTAMA) PRE-ELIMINARY PRIMARY WASTEWATER TREATMENT (PENGOLAHAN PENDAHULUAN DAN PERTAMA) Tujuan pengolahan pertama (Primary Treatment) dalam pengolahan limbah cair adalah penyisihan bahan padat dari limbah cair

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Metodologi Seperti yang telah diungkapkan pada Bab I, bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat katalis asam heterogen dari lempung jenis montmorillonite

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Operasi IPAL Mojosongo Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo di bangun untuk mengolah air buangan dari kota Surakarta bagian utara, dengan

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 11 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan September 2011 yang bertempat di laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

ADSORPSI LIMBAH URANIUM MENGGUNAKAN LEMPUNG NANGGULAN

ADSORPSI LIMBAH URANIUM MENGGUNAKAN LEMPUNG NANGGULAN ADSORPSI LIMBAH URANIUM MENGGUNAKAN LEMPUNG NANGGULAN, Suparno, Wasim Yuwono -BATAN, Babarsari Yogyakarta 55281 E-mail:ptapb@batan.go.id ABSTRAK ADSORPSI LIMBAH URANIUM MENGGUNAKAN LEMPUNG NANGGULAN. Pada

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Hasil Percobaan Pengumpulan data hasil percobaan diperoleh dari beberapa pengujian, yaitu: a. Data Hasil Pengujian Sampel Awal Data hasil pengujian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan April

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2014 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2014 di Laboratorium 30 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2014 di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN KOAGULAN BIJI KELOR DAN ALUMINIUM SULFAT PADA PROSES PENJERNIHAN AIR SUNGAI

PENGARUH PERBANDINGAN KOAGULAN BIJI KELOR DAN ALUMINIUM SULFAT PADA PROSES PENJERNIHAN AIR SUNGAI ILTEK,Volume 7, Nomor 13, April 212 PENGARUH PERBANDINGAN KOAGULAN BIJI KELOR DAN ALUMINIUM SULFAT PADA PROSES PENJERNIHAN AIR SUNGAI Andi Haslinah Dosen Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I SEDIMENTASI

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I SEDIMENTASI PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I SEDIMENTASI NAMA KELOMPOK : 1. FITRIYATUN NUR JANNAH (5213412006) 2. FERA ARINTA (5213412017) 3. DANI PRASETYA (5213412037) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 RANCANGAN PERCOBAAN 1. Variabel Penyerapan CO 2 memerlukan suatu kondisi optimal. Dalam penelitian ini akan dilakukan beberapa variasi untuk mencari kondisi ideal dan menghasilkan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang berasal dari Laboratorium Tugas Akhir dan Laboratorium Kimia Analitik di Program

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Prosedur Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan kali ini secara keseluruhan digambarkan oleh Gambar III.1. Pada penelitian kali akan digunakan alum sebagai koagulan.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV Vis V-530 (Jasco, Jepang), fourrier transformation infra red 8400S (Shimadzu, Jepang), moisture analyzer

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT

PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT Aditiya Yolanda Wibowo, Ardian Putra Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand,

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Halaman 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan... 66 a. Ekstraksi pati ganyong... 66 b. Penentuan kisaran konsentrasi sorbitol untuk membuat edible film 68 c. Penentuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian tentang konversi biomassa kulit durian menjadi HMF dalam larutan ZnCl 2 berlangsung selama 7 bulan, Januari-Agustus 2014, yang berlokasi

Lebih terperinci

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Landiana Etni Laos, Arkilaus Selan Prodi Pendidikan Fisika STKIP Soe, Nusa Tenggara Timur E-mail: etni.laos@yahoo.com Abstrak. Karbon aktif merupakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia 27 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Organik Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin besarnya laju perkembangan penduduk dan industrialisasi di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Padatnya pemukiman dan kondisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

Pengaturan Debit Seragam terhadap Kualitas Effluent pada Pengolahan Limbah Cair di PT. XYZ

Pengaturan Debit Seragam terhadap Kualitas Effluent pada Pengolahan Limbah Cair di PT. XYZ Pengaturan Debit Seragam terhadap Kualitas Effluent pada Pengolahan Limbah Cair di PT. XYZ Laksmita Nararia Dewi *1), Retno Wulan Damayanti *2) 1,2) Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN ABSTRACT Dian Yanuarita P 1, Shofiyya Julaika 2, Abdul Malik 3, Jose Londa Goa 4 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

PENENTUAN KAPASITAS UNIT SEDIMENTASI BERDASARKAN TIPE HINDERED ZONE SETTLING

PENENTUAN KAPASITAS UNIT SEDIMENTASI BERDASARKAN TIPE HINDERED ZONE SETTLING PROCEEDING NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE PENENTUAN KAPASITAS UNIT SEDIMENTASI BERDASARKAN TIPE HINDERED ZONE SETTLING Alien Kurniawan Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik FMIPA Universitas Lampung. Penyiapan alga Tetraselmis sp

Lebih terperinci

KAJIAN AKTIVASI ARANG AKTIF BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) MENGGUNAKAN AKTIVATOR H 3 PO 4 PADA PENYERAPAN LOGAM TIMBAL

KAJIAN AKTIVASI ARANG AKTIF BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) MENGGUNAKAN AKTIVATOR H 3 PO 4 PADA PENYERAPAN LOGAM TIMBAL KAJIAN AKTIVASI ARANG AKTIF BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) MENGGUNAKAN AKTIVATOR H 3 PO 4 PADA PENYERAPAN LOGAM TIMBAL [Activation Study of Tamarind Seeds Activated Carbon (Tamarindus indica

Lebih terperinci

PEMBUANTAN NIKEL DMG KIMIA ANORGANIK II KAMIS, 10 APRIL 2014

PEMBUANTAN NIKEL DMG KIMIA ANORGANIK II KAMIS, 10 APRIL 2014 PEMBUANTAN NIKEL DMG KIMIA ANORGANIK II KAMIS, 10 APRIL 2014 Disusun oleh : AMELIA DESIRIA KELOMPOK: Ma wah shofwah, Rista Firdausa Handoyo, Rizky Dayu utami, Yasa Esa Yasinta PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011, pengambilan sampel dilakukan di Sungai Way Kuala Bandar Lampung,

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN PARTIKEL RINGAN DALAM AGREGAT

METODE PENGUJIAN PARTIKEL RINGAN DALAM AGREGAT METODE PENGUJIAN PARTIKEL RINGAN DALAM AGREGAT SNI 03-3416-1994 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam melakukan pengujian partikel ringan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Metode penelitian secara umum tentang pemanfaatan cangkang kerang darah (AnadaraGranosa) sebagai adsorben penyerap logam Tembaga (Cu) dijelaskan melalui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic. 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Amilum Biji Nangka Pada penelitian ini didahulu dengan membuat pati dari biji nangka. Nangka dikupas dan dicuci dengan air yang mengalir kemudian direndam larutan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, menggunakan metode kering pada kondisi khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air adalah semua air yang terdapat di alam atau berasal dari sumber air, dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat

Lebih terperinci

KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI

KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI Endro Kismolo, Nurimaniwathy, Tri Suyatno BATAN, Babarsari Yogyakarta 55281 E-mail :ptapb@batan.go.id ABSTRAK KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012 Oleh : Rr. Adistya Chrisafitri 3308100038 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc. JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Uji Pengendapan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan dan Variasi Konsentrasi Flokulan

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Uji Pengendapan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan dan Variasi Konsentrasi Flokulan BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Uji Pengendapan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan dan Variasi Konsentrasi Flokulan Hasil pengujian tahap awal ini ditunjukkan pada Gambar 4.1 yaitu grafik pengaruh konsentrasi flokulan

Lebih terperinci

PENENTUAN KARAKTERISTIK AIR WADUK DENGAN METODE KOAGULASI. ABSTRAK

PENENTUAN KARAKTERISTIK AIR WADUK DENGAN METODE KOAGULASI.   ABSTRAK PENENTUAN KARAKTERISTIK AIR WADUK DENGAN METODE KOAGULASI Anwar Fuadi 1*, Munawar 1, Mulyani 2 1,2 Jurusan Teknik kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Email: arfirosa@yahoo.co.id ABSTRAK Air adalah elemen

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK (POWDER, GRANULE, DAN GRAVEL) KARBON AKTIF DARI BAMBU TERHADAP DEBIT DAN EFISIENSI ABSORBSI PADA PENJERNIHAN AIR SELOKAN MATARAM

PENGARUH BENTUK (POWDER, GRANULE, DAN GRAVEL) KARBON AKTIF DARI BAMBU TERHADAP DEBIT DAN EFISIENSI ABSORBSI PADA PENJERNIHAN AIR SELOKAN MATARAM Pengaruh Bentuk (Powder, (Aldian Nindya) 29 PENGARUH BENTUK (POWDER, GRANULE, DAN GRAVEL) KARBON AKTIF DARI BAMBU TERHADAP DEBIT DAN EFISIENSI ABSORBSI PADA PENJERNIHAN AIR SELOKAN MATARAM THE INFLUENCE

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Abdurahman Saleh-Bandung. Sampel yang diambil berupa tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai usaha telah dilaksanakan oleh pemerintah pada akhir-akhir ini untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan yaitu masyarakat

Lebih terperinci

PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI FARMASI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam) DAN PAC (Poly Alumunium Chloride)

PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI FARMASI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam) DAN PAC (Poly Alumunium Chloride) PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI FARMASI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam) DAN PAC (Poly Alumunium Chloride) Etih Hartati, Mumu Sutisna, dan Windi Nursandi S. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue 1. Larutan Induk Pembuatan larutan induk methylene blue 1000 ppm dilakukan dengan cara melarutkan kristal methylene blue sebanyak 1 gram dengan aquades kemudian

Lebih terperinci