BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN BUPATI BANGKA BARAT NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG
|
|
- Susanti Setiabudi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN BUPATI BANGKA BARAT NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN SERTA PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 55 ayat 3 Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Barat Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, maka perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Serta Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569); 2. Undang-Undang No. 13 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3684); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4287); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
2 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Serta Penyampaiannya; 12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2010 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah; 13. Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 213 Tahun 2010 dan Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah; 14. Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Barat Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2008 Nomor 1 Seri E); 15. Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Barat Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Kewenangan Kabupaten Bangka Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2008 Nomor 1 Seri D); 16. Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Barat Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2011 Nomor 1 Seri B).
3 MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI BANGKA BARAT TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN SERTA PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Bangka Barat. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur Penyelenggaraan Pemerintah. 3. Bupati adalah Bupati Bangka Barat. 4. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mengelola Pendapatan Daerah di Wilayah Kabupaten Bangka Barat. 5. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat dengan Kepala SKPD, adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mengelola Pendapatan Daerah di Wilayah Kabupaten Bangka Barat. 6. Unit Pelaksana Teknis Dinas yang selanjutnya disingkat UPTD, adalah Unit Pelaksana Teknis pada SKPD yang mengelola Pendapatan Daerah di Wilayah Kabupaten Bangka Barat. 7. Kecamatan adalah Kecamatan dalam Wilayah Kabupaten Bangka Barat. 8. Kelurahan/Desa adalah Kelurahan/Desa dalam Wilayah Kabupaten Bangka Barat. 9. Camat adalah Camat dalam Wilayah Kabupaten Bangka Barat. 10. Lurah/Kepala Desa adalah Lurah/Kepala Desa dalam Wilayah Kabupaten Bangka Barat. 11. Juru Pungut adalah petugas yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Bupati Bangka Barat 12. Pajak Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah pungutan yang merupakan kewenangan daerah. 13. Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan atau yang disingkat dengan PBB P-2 adalah pajak yang dikenakan pada bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi/badan, meliputi permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya, konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. 14. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut Wilayah Kabupaten Bangka Barat. 15. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau pedalaman dan/atau laut Wilayah Kabupaten Bangka Barat.
4 16. Sektor Perkotaan adalah : a. Seluruh Kelurahan dalam Wilayah Kabupaten Bangka Barat; b. Seluruh Kelurahan/Desa dalam Kecamatan Wilayah Kabupaten Bangka Barat; c. Kelurahan/Desa lain yang tidak termasuk dalam huruf (a) dan (b) tetapi telah mempunyai sarana dan prasarana kota yang dapat menunjang kegiatan administrasi pemerintahan, sosial ekonomi dan perdagangan seperti jalan yang baik, penerangan listrik, air minum, kesehatan, pasar dan rekreasi. 17. Sektor Perdesaan adalah seluruh Desa dalam Wilayah Kabupaten Bangka Barat yang tidak termasuk pada angka 16 huruf (b) atau (c). 18. Objek Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat OP PBB P-2, adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan daerah. 19. Objek Pajak Umum adalah objek pajak yang memiliki konstruksi umum dengan keluasan tanah berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang diatur oleh Keputusan Bupati. 20. Objek Pajak Khusus adalah objek pajak yang memiliki konstruksi khusus atau keberadaannya memiliki yang khusus seperti lapangan golf, pelabuhan laut, pelabuhan udara, jalan tol, pompa bensin, gedung walet dan lain-lain yang diatur oleh Keputusan Bupati. 21. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat SP PBB P-2, adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. 22. Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat WP PBB P-2, adalah wajib pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaan dalam Wilayah Kabupaten Bangka Barat. 23. Wajib Pajak Tertentu adalah bentuk usaha tetap dan orang asing, penanaman modal asing, perusahaan masuk bursa termasuk badanbadan khusus yang didirikan dan beroperasi di bursa berdasarkan undang-undang. 24. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap dan telah mempunyai NPWPD. 25. Bank Persepsi yang ditunjuk adalah pihak ketiga yang menerima pembayaran PBB P-2 terutang dari WP PBB P Daftar wajib pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaan yang selanjutnya disingkat Daftar WP PBB P-2, adalah daftar wajib pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaan yang memuat Nomor Urut, Nomor Objek Pajak, Nama dan Alamat Subjek Pajak serta
5 besarnya ketetapan tiap wajib pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaan per RT/RW/Blok. 27. Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP) adalah daftar yang berisi tentang rekapitulasi data objek dan subjek pajak disertai dengan besarnya ketetapan pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaan. 28. Nomor Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat NOP PBB P-2, adalah Nomor Objek Pajak dalam Wilayah Kabupaten Bangka Barat. 29. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP, adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. 30. Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat NPWD, adalah nomor pokok wajib pajak yang wajib dimiliki oleh setiap wajib pajak di daerah. 31. Surat Pemberitahuan Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat SPOP PBB P-2, adalah surat yang digunakan oleh WP PBB P-2 untuk mendaftarkan, melaporkan, dan memutakhirkan data objek pajak menurut ketentuan peraturan ini. 32. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat SPPT PBB P-2, adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaan yang terutang kepada WP PBB P Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat SKP PBB P-2, adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaan yang terutang kepada WP PBB P-2 ditambah dengan Sanksi Administrasi. 34. Sanksi Administrasi adalah penambahan jumlah pajak terutang dikarenakan terdapat kekeliruan dalam hal materi yang disampaikan oleh subjek yang menyebabkan pajak terutang menjadi kurang bayar. 35. Denda Administrasi adalah denda yang dikenakan atas keterlambatan pembayaran pajak terhutang. 36. Imbalan bunga adalah keterlambatan pembayaran kepada WP PBB P-2 atas kelebihan pembayaran pajak oleh WP PBB P Surat Tanda Terima Setoran untuk pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaan yang selanjutnya disingkat STTS PBB P-2, adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Umum Daerah Kabupaten Bangka Barat melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati Bangka Barat. 38. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
6 39. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah Pajak yang ditetapkan. 40. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terhutang. 41. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN, adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok Pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. 42. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. 43. Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat STP PBB P-2, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atas PBB P Masa Pajak adalah jangka waktu 6 (enam) bulan kalender setelah SPPT PBB P-2 oleh WP PBB P-2 dan WP PBB P-2 dapat menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang sebelum jatuh tempo. 45. Bulan Penyampaian SPPT PBB P-2 adalah suatu gerakan aktif antara petugas dan WP PBB P-2 di Kabupaten Bangka Barat. 46. Bulan Penagihan adalah suatu gerakan pelayanan penagihan secara aktif oleh petugas kepada WP PBB P-2 di Kabupaten Bangka Barat. 47. Bulan Pekan Panutan adalah suatu gerakan pemungutan penagihan secara aktif kepada WP PBB P-2 di Kabupaten Bangka Barat. 48. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara obyektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah. 49. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data obyek dan subyek pajak (pendataan objek dan subjek pajak), penentuan dan penetapan besarnya pajak yang terutang (penilaian objek pajak) sampai kegiatan penagihan pajak kepada WP PBB P-2 serta pengawasan penyetorannya. 50. Pengelolaan adalah seluruh rangkaian kegiatan dalam usaha untuk mengadministrasikan termasuk pembukuan, memutakhirkan, menjalankan sistem dan prosedur, hingga perbaikan sistem dan prosedur terhadap basis data sebagai sumber data PBB P Pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat LVRI, adalah pengurus untuk pengajuan pengurangan PBB P-2 untuk orang pribadi veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya atau jandanya/dudanya.
7 BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Sistem dan prosedur pemungutan serta pengelolaan PBB P-2 mencakup seluruh rangkaian proses yang harus dilakukan dalam menerima, menatausahakan, dan melaporkan penerimaan PBB P-2. (2) Sistem dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. sistem dan prosedur pendaftaran, pendataan, dan penilaian PBB P-2; b. sistem dan prosedur dasar pengenaan, tarif, tata cara perhitungan, dan NOP PBB P-2; c. sistem dan prosedur SPOP/LSPOP, SPPT dan STTS PBB P-2; d. sistem dan prosedur pengenaan objek PBB P-2; e. sistem dan prosedur keberatan dan banding atas PBB P-2; f. sistem dan prosedur pembetulan kesalahan tulis/hitung/penerapan peraturan, pengurangan pajak terutang, pengurangan atau penghapusan sanksi dan denda administrasi, dan pembatalan SPPT PBB P-2/SKP PBB P-2 yang tidak benar; g. sistem dan prosedur penagihan PBB P-2; h. sistem dan prosedur pembayaran PBB P-2; i. sistem dan prosedur pelaporan PBB P-2; j. sistem dan prosedur pelaksanaan bulan penyampaian dan bulan penagihan PBB P-2; k. sistem dan prosedur pengenaan denda administrasi dan sanksi administrasi PBB P-2. Pasal 3 (1) Untuk melaksanakan seluruh rangkaian proses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, SKPD mempersiapkan fungsi yang dibutuhkan, meliputi : a. fungsi pelayanan dan penetapan; b. fungsi pengolahan data dan informasi; c. fungsi pendataan dan penilaian, d. fungsi penagihan dan penerimaan; dan e. fungsi keberatan dan pengurangan. (2) Fungsi Pelayanan dan Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bertugas interaksi dengan WP PBB P-2 dalam tahapan-tahapan pemungutan PBB P-2 dalam proses penerimaan berkas, pelayanan WP PBB P-2, pendataan SPOP dan LSPOP PBB P-2, pengumpulan data potensi pajak PBB P-2, memproses dan menerbitkan SPPT PBB P-2, SKPDKB, SKPDKBT, Surat Pemberitahuan. (3) Fungsi Pengolahan Data dan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bertugas mengelola basis data terkait objek pajak, melakukan proses perekaman, melakukan pemutakhiran data dan penyajian informasi PBB P-2 serta proses pencetakan SPPT PBB P-2. (4) Fungsi Pendataan dan penilaian, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c bertugas mengumpulkan data dan informasi objek dan subjek pajak serta pemberian NOP PBB P-2, penilaian objek pajak umum dan Objek Pajak Khusus PBB P2 serta intensifikasi dan ektensifikasi PBB P-2.
8 (5) Fungsi Penagihan dan Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d bertugas menatausahakan penerimaan, restitusi dan pengalokasian penerimaan PBB P-2, pemantauan pembayaran STTS PBB P-2 pada Bank Persepsi, pembuatan usul penghapusan piutang pajak PBB P-2, menyiapkan laporan realisasi penerimaan PBB P-2. (6) Fungsi Keberatan dan Pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e bertugas menganalisa penyelesaian keberatan, pengurangan, uraian banding serta melakukan pemeriksaan sederhana atas permohonan keberatan dan pengurangan pajak PBB P-2. BAB III SISTEM DAN PROSEDUR PENDAFTARAN, PENDATAAN, DAN PENILAIAN PBB P-2 Pasal 4 Pelaksanaan pembentukan basis data PBB P-2 dilakukan melalui kegiatan : a. pendaftaran objek dan subjek PBB P-2; b. pendataan objek dan subjek PBB P-2; dan c. penilaian objek dan subjek PBB P-2. BAGIAN KESATU PENDAFTARAN Pasal 5 (1) Pendaftaran objek PBB P-2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dilakukan oleh subjek pajak dengan cara mengisi formulir SPOP dan LSPOP PBB P-2. (2) WP PBB P-2 yang memiliki NPWPD wajib mencantumkan NPWPD dalam kolom yang tersedia dalam formulir SPOP PBB P-2. (3) Formulir SPOP dan LSPOP PBB P-2 diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan ke SKPD dan/atau pada UPTD dan/atau pada Kecamatan dan/atau pada Kelurahan/Desa atau tempat lain yang ditunjuk berdasarkan Keputusan Kepala SKPD, selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya formulir SPOP dan LSPOP PBB P-2 oleh subjek pajak atau kuasanya. (4) Formulir SPOP dan LSPOP PBB P-2 disediakan dan dapat diperoleh dengan cuma-cuma di SKPD, Kecamatan, Kelurahan/Desa atau tempat lain yang ditunjuk berdasarkan Keputusan Kepala SKPD. BAGIAN KEDUA PENDATAAN Pasal 6 (1) Pendataan objek dan subjek PBB P-2 dilakukan oleh SKPD atau pihak lain yang ditunjuk berdasarkan Keputusan Kepala SKPD dengan menggunakan formulir SPOP dan LSPOP PBB P-2.
9 (2) Pendataan objek dan subjek PBB P-2 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan alternatif : a. penyampaian dan pemantauan pengembalian formulir SPOP dan LSPOP PBB P-2; b. identifikasi objek pajak; c. verifikasi data objek pajak; dan d. pengukuran bidang objek pajak. BAGIAN KETIGA PENILAIAN PBB P-2 Pasal 7 (1) Penilaian objek PBB P-2 dilakukan oleh tim yang dibentuk Kepala SKPD dengan kriteria sebagai berikut : a. penilaian individual, dengan kriteria antara lain: 1. luas objek pajak : a. luas tanah > M2; atau b. jumlah lantai > 3 lantai; atau c. luas bangunan > M2; atau 2. objek pajak yang nilainya Rp ,00 (satu miliar rupiah) dan/atau lebih; atau 3. objek pajak khusus (yang memiliki konstruksi bangun khusus atau tidak standar). b. penilaian massal untuk objek pajak yang tidak memiliki kriteria sesuai dengan yang diatas dapat dilakukan dengan bantuan sistem pada basis data PBB P-2 (Computer Assisted Valuation). (2) Hasil penilaian objek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan sebagai dasar penentuan NJOP. Pasal 8 (1) Dalam melakukan kegiatan pendaftaran, pendataan, dan penilaian objek dan subjek PBB P-2 dalam rangka pembentukan dan atau pemeliharaan basis data PBB P-2, SKPD dapat bekerja sama dengan Kecamatan, Kelurahan/Desa dan/atau instansi lain yang terkait. (2) Pendataan dan penilaian objek dan subjek PBB P-2 dalam rangka pembentukan dan atau pemeliharaan basis data PBB P-2 dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang memenuhi persyaratan teknis yang ditentukan dan ditunjuk oleh Kepala SKPD. (3) Rencana kerja pendataan dan penilaian yang bersumber pada APBD Kabupaten Bangka Barat diatur dan disusun lebih lanjut dengan Keputusan Kepala SKPD. (4) Petunjuk teknis dan pelaksanaan kegiatan pendataan dan penilaian objek dan subjek PBB P-2 diatur oleh Keputusan Kepala SKPD.
10 BAB IV SISTEM DAN PROSEDUR DASAR PENGENAAN, TARIF, TATA CARA PERHITUNGAN DAN NOP PBB P-2 BAGIAN KESATU DASAR PENGENAAN Pasal 9 (1) Dasar pengenaan PBB P-2 adalah NJOP. (2) Besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayah. Pasal 10 (1) Besarnya NJOPTKP ditetapkan paling rendah sebesar Rp ,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap WP PBB P-2. (2) Setiap WP PBB P-2 yang memiliki atau menguasai atau memanfaatkan lebih dari 1 (satu) objek pajak, maka NJOPTKP PBB P-2 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan pada salah satu objek pajak. BAGIAN KEDUA TARIF Pasal 11 (1) Untuk NJOPKP lebih kecil dari Rp ,00 (satu milyar rupiah), tarif PBB P-2 ditetapkan sebesar 0,1% (nol koma satu persen). (2) Untuk NJOPKP sama dengan atau lebih besar dari Rp ,00 (satu milyar rupiah), Tarif PBB P-2 ditetapkan sebesar 0,2% (nol koma dua persen). BAGIAN KETIGA TATA CARA PENGHITUNGAN Pasal 12 Rumus Penghitungan PBB P-2 terutang = Tarif x (NJOP NJOPTKP) BAGIAN KEEMPAT NOP PBB P-2 Pasal 13 (1) NOP PBB P-2 diberikan oleh SKPD pada saat dilakukan pendaftaran dan/atau pendataan objek pajak PBB P-2. (2) NOP PBB P-2 digunakan dalam administrasi perpajakan dan sebagai sarana WP PBB P-2 dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
11 Pasal 14 Struktur NOP PBB P-2 terdiri dari 18 (delapan belas) digit, dengan rincian sebagai berikut : a. digit ke-1 dan ke-2 merupakan kode Provinsi; b. digit ke-3 dan ke-4 merupakan kode Kabupaten; c. digit ke-5 sampai dengan digit ke-7 merupakan kode Kecamatan; d. digit ke-8 sampai dengan digit ke-10 merupakan kode Kelurahan/Desa; e. digit ke-11 sampai dengan digit ke-13 merupakan kode nomor urut blok; f. digit ke-14 sampai dengan digit ke-17 merupakan kode nomor urut objek pajak; g. digit ke-18 merupakan kode tanda khusus. BAB V SISTEM DAN PROSEDUR SPOP/LSPOP, SPPT, DAN STTS PBB P-2 BAGIAN KESATU SPOP/LSPOP Pasal 15 (1) WP PBB P-2 mengisi SPOP/LSPOP PBB P-2 yang disediakan oleh SKPD. (2) SPOP/LSPOP PBB P-2 diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh subjek pajak dan disampaikan kepada Bupati melalui SKPD atau pada UPTD atau pada Kecamatan atau pada Kelurahan/Desa. (3) Dalam hal SPOP/LSPOP PBB P-2 ditandatangani oleh bukan subjek pajak yang bersangkutan, maka harus dilampiri Surat Kuasa dari subjek pajak. (4) SPOP/LSPOP PBB P-2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikembalikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya SPOP/LSPOP PBB P-2 oleh subjek pajak atau kuasanya. (5) Kelurahan/Desa membuat laporan pengembalian SPOP/LSPOP PBB P-2. (6) Laporan pengembalian SPOP/LSPOP PBB P-2 sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Bupati melalui SKPD. (7) Laporan pengembalian SPOP/LSPOP PBB P-2 diatur lebih lanjut dengan Surat Edaran Kepala SKPD. Pasal 16 (1) SPOP/LSPOP PBB P-2 sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (2) wajib diteliti oleh SKPD. (2) Penelitian sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi :
12 a. kebenaran informasi yang tercantum dalam SPOP/LSPOP PBB P-2; dan b. kelengkapan dokumen pendukung SPOP/LSPOP PBB P-2. (3) Setiap SPOP/LSPOP PBB P-2 yang telah disampaikan oleh subjek pajak/kuasanya, SKPD berhak melakukan penelitian lapangan untuk mengecek kebenaran data secara riil. BAGIAN KEDUA SPPT Pasal 17 (1) Berdasarkan SPOP/LSPOP PBB P-2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), Bupati melalui Kepala SKPD menerbitkan SPPT PBB P-2. (2) Jangka waktu penerbitan SPPT PBB P-2 adalah 15 (lima belas) hari kerja setelah pendaftaran objek dan subjek pajak dengan menggunakan SPOP/LSPOP PBB P-2. (3) SPPT PBB P-2 sebagaimana dimaksud ayat (1) menggunakan formulir yang telah disediakan oleh SKPD. Pasal 18 SPPT PBB P-2 bukan merupakan bukti kepemilikan hak. Pasal 19 SPPT PBB P-2 berfungsi sebagai surat pemberitahuan terutang pajak daerah untuk memberitahukan besarnya pajak PBB P-2 terutang kepada WP PBB P-2. Pasal 20 Formulir SPPT PBB P-2 sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (3) berisikan sekurang-kurangnya informasi sebagai berikut: (1) Halaman depan : a. nomor seri formulir; b. KOP Pemerintah Daerah dan SKPD; c. informasi berupa tulisan SPPT/SKP PBB P-2 bukan merupakan bukti kepemilikan hak ; d. kode akun; e. Tahun pajak dan jenis sektor PBB P-2; f. nomor objek pajak; g. letak objek pajak; h. nama dan alamat WP PBB P-2; i. nomor pokok wajib pajak daerah (NPWPD); j. luas bumi dan/atau bangunan; k. kelas bumi dan/atau bangunan; l. NJOP per m2 dan/atau bangunan; m. Total NJOP sebagai dasar pengenaan PBB; n. NJOP untuk perhitungan PBB; o. NJOPTK; p. NJOP untuk perhitungan PBB; q. PBB yang terhutang;
13 r. PBB yang harus dibayar; s. tanggal jatuh tempo; t. tempat pembayaran; (2) Halaman Belakang: a. nama petugas penyampai SPPT/SKP; b. tanggal penyampaian; c. tanda tangan petugas; d. informasi lainnya. BAGIAN KETIGA STTS Pasal 21 (1) Setiap pembayaran SPPT/SKP PBB P-2 terutang menggunakan STTS PBB P-2. (2) STTS PBB P-2 sebagaimana dimaksud ayat (1) menggunakan formulir kertas atau bentuk lain yang dipersamakan dapat berupa struk pembayaran, struk atm dan/atau bentuk lain yang berfungsi sebagai bukti penyetoran PBB P-2 terutang dari Bank persepsi. BAB VI SISTEM DAN PROSEDUR PENGENAAN OBJEK PBB P-2 Pasal 22 (1) Objek PBB P-2 adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. (2) Termasuk dalam pengertian bangunan adalah: a. jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut; b. kolam renang; c. pagar mewah; d. tempat olah raga; e. galangan kapal, dermaga, pelabuhan; f. taman mewah; g. menara; h. dan lain-lain yang ditetapkan oleh Keputusan Kepala SKPD. Pasal 23 Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB P-2 adalah objek pajak yang: a. digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan; b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, olahraga dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
14 c. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu; d. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak; BAB VII SISTEM DAN PROSEDUR KEBERATAN DAN BANDING ATAS PBB P-2 Pasal 24 (1) WP PBB P-2 dapat mengajukan keberatan dan banding kepada Bupati melalui SKPD, atas: a. SPPT PBB P-2; atau b. SKP PBB P-2. (2) WP PBB P-2 dapat mengajukan keberatan dalam hal: a. WP PBB P-2 berpendapat bahwa luas objek pajak bumi dan/atau bangunan atau nilai objek pajak bumi dan/atau bangunan tidak sebagaimana mestinya; dan/atau b. terdapat perbedaan penafsiran peraturan terkait PBB P-2 (sengketa pendapat antara WP PBB P-2 dengan petugas pajak). (3) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan secara: a. perseorangan atau kolektif untuk SPPT PBB P-2; atau b. perseorangan untuk SKP PBB P-2. Pasal 25 (1) Pengajuan keberatan perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a harus memenuhi persyaratan: a. satu surat keberatan untuk 1 (satu) SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2; b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; c. diajukan kepada Bupati melalui SKPD; d. dilampiri asli SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2 yang diajukan keberatan; e. dikemukakan jumlah PBB P-2 terutang menurut perhitungan WP PBB P-2 disertai dengan alasan yang mendukung pengajuan keberatannya; f. diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2, kecuali apabila WP PBB P-2 atau kuasanya dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. (2) Pengajuan keberatan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a harus memenuhi persyaratan: a. satu pengajuan untuk beberapa SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2 Tahun Pajak yang sama; b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; c. diajukan kepada Bupati melalui SKPD atau melalui Lurah/Kades;
15 d. PBB P-2 yang terutang untuk setiap SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2 paling banyak Rp (lima ratus ribu rupiah) atau kategori PBB P-2 buku I, II, dan III; e. dilampiri asli SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2 yang diajukan keberatan; f. dikemukakan jumlah PBB P-2 terutang menurut perhitungan WP PBB P-2 disertai dengan alasan yang mendukung pengajuan keberatannya; g. diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2, kecuali apabila WP PBB P-2 atau kuasanya dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. Pasal 26 Pengajuan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) atau ayat (2), dianggap bukan sebagai surat keberatan sehingga tidak dapat dipertimbangkan. Pasal 27 Dalam hal Pengajuan keberatan tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, WP PBB P-2 masih dapat mengajukan keberatan kembali sepanjang memenuhi jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf f dan ayat (2) huruf g. Pasal 28 (1) Kepala SKPD dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak diterimanya surat keberatan, harus memberi suatu keputusan atas pengajuan keberatan. (2) Keputusan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah PBB P-2 yang terhutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan keputusan belum diterbitkan, pengajuan keberatan dianggap dikabulkan dan diterbitkan keputusan sesuai dengan pengajuan WP PBB P-2 dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu dimaksud berakhir. (4) Dalam hal keputusan keberatan menyebabkan perubahan data dalam SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2, SKPD menerbitkan SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2 baru berdasarkan keputusan keberatan tanpa merubah saat jatuh tempo pembayaran. (5) SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2 baru sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak bisa diajukan keberatan. Pasal 29 Dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), WP PBB P-2 dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sepanjang surat keputusan keberatan belum diterbitkan.
16 Pasal 30 Pengajuan Permohonan Keberatan tidak menunda Jatuh Tempo Pembayaran PBB terutang BAB VIII SISTEM DAN PROSEDUR PEMBETULAN KESALAHAN TULIS/HITUNG/PENERAPAN PERATURAN, PENGURANGAN PAJAK TERHUTANG, PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI DAN DENDA ADMINISTRASI, DAN PEMBATALAN SPPT PBB P-2/SKP PBB P-2 YANG TIDAK BENAR BAGIAN PERTAMA PEMBETULAN KESALAHAN TULIS/HITUNG/PENERAPAN PERATURAN Pasal 31 Pembetulan meliputi pembetulan atas kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi yang tidak mengandung persengketaan terhadap WP PBB P-2, meliputi: a. kesalahan tulis, antara lain kesalahan penulisan NOP PBB P-2, nama WP PBB P-2, alamat WP PBB P-2, alamat objek pajak, luas tanah, luas bangunan, tahun pajak dan/atau tanggal jatuh tempo pembayaran; b. kesalahan hitung, antara lain kesalahan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan; dan/atau c. kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan PBB, antara lain kekeliruan penerapan tarif, kekeliruan penerapan NJOPTKP, dan kekeliruan penerapan sanksi administrasi. Pasal 32 Atas dasar permohonan WP PBB P-2 atau secara jabatan, pembetulan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dapat dilakukan terhadap surat keputusan atau surat ketetapan sebagai berikut: a. SPPT PBB P-2; b. SKP PBB P-2; c. STP PBB P-2; d. surat keputusan pembetulan; e. surat keputusan keberatan; f. surat keputusan pemberian imbalan bunga; g. surat keputusan pengurangan sanksi administrasi dan surat keputusan penghapusan sanksi administrasi. Pasal 33 (1) Permohonan pembetulan dapat diajukan oleh WP PBB P-2 atau kuasanya secara perseorangan.
17 (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan pembetulan surat ketetapan PBB P-2 berupa SPPT PBB P-2 dapat diajukan secara kolektif. Pasal 34 (1) Permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk 1 (satu) surat keputusan; b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia disertai alasan yang mendukung permohonannya; c. diajukan kepada Kepala SKPD; d. surat permohonan ditandatangani oleh WP PBB P-2 dan/atau kuasanya. (2) Permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. diajukan untuk SPPT PBB P-2 Tahun Pajak yang sama dengan pajak yang terutang untuk setiap SPPT PBB P-2 paling banyak Rp ,00 (dua ratus ribu rupiah); atau PBB Buku I, dan II; b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia disertai alasan yang mendukung permohonannya; c. diajukan kepada Kepala SKPD atau melalui Lurah/Kepala Desa setempat. Pasal 35 (1) Permohonan pembetulan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan (2), dianggap bukan sebagai surat permohonan sehingga tidak dipertimbangkan. (2) Dalam hal permohonan pembetulan tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1), Kepala SKPD harus nenyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada WP PBB P-2 atau kuasanya. (3) Dalam hal permohonan pembetulan diajukan secara kolektif, pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Kepala SKPD melalui Lurah/Kepala Desa. Pasal 36 (1) Kepala SKPD harus memberi keputusan atas permohonan pembetulan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal surat permohonan pembetulan. (2) Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah PBB P-2 yang terutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan keputusan belum diterbitkan, pengajuan pembetulan dianggap dikabulkan dan diterbitkan keputusan sesuai dengan
18 pengajuan WP PBB P-2 dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Dalam hal keputusan pembetulan menyebabkan perubahan data dalam SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2, Kepala SKPD menerbitkan SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2 baru berdasarkan keputusan pembetulan. (5) Pengajuan permohonan pembetulan tidak menunda jatuh tempo pembayaran PBB P-2 terutang. BAGIAN KEDUA PENGURANGAN PAJAK TERUTANG Pasal 37 Pengurangan dapat diberikan kepada WP PBB P-2: a. karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya; b. dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa. Pasal 38 (1) Karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 huruf a untuk: a. WP PBB P-2 orang pribadi meliputi: 1) objek pajak yang WP PBB P-2-nya orang pribadi veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau jandanya/dudanya; 2) objek pajak berupa lahan pertanian/perkebunan/perikanan/ peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang WP PBB P-2-nya orang pribadi yang berpenghasilan rendah; 3) objek pajak yang WP PBB P-2-nya orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PBB P-2-nya sulit dipenuhi; 4) objek pajak yang WP PBB P-2-nya orang pribadi yang berpenghasilan rendah, sehingga kewajiban PBB P-2-nya sulit dipenuhi; dan/atau 5) objek pajak yang WP PBB P-2-nya orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang NJOP per meter perseginya meningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan. b. WP PBB P-2 Badan meliputi: Objek pajak yang WP PBB P-2nya adalah WP PBB P-2 Badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas pada Tahun Pajak sebelumnya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin. (2) Bencana alam sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 huruf b adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
19 (3) Sebab lain yang luar biasa sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 huruf b meliputi kebakaran, wabah penyakit tanaman, dan/atau wabah hama tanaman. Pasal 39 (1) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 diberikan kepada WP PBB P-2 atas PBB P-2 yang terutang yang tercantum dalam SPPT PBB P-2 dan/atau SKP PBB P-2. (2) PBB P-2 yang terutang yang tercantum dalam SKP PBB P-2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi. (3) SKP PBB P-2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah diberikan pengurangan tidak dapat dimintakan pengurangan denda administrasi. Pasal 40 Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dapat diberikan: a. Sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari PBB P-2 yang terutang dalam hal kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf a angka 1); b. Sebesar paling tinggi 50% (tujuh puluh lima persen) dari PBB P-2 yang terutang dalam hal kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf a angka 2), angka 3), angka 4), dan/atau angka 5), atau Pasal 38 ayat (1) huruf b; atau c. Sebesar paling tinggi 100% (seratus persen) dari PBB P-2 yang terutang dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) atau ayat (3). Pasal 41 (1) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dapat diberikan berdasarkan permohonan WP PBB P-2. (2) Permohonan pengurangan WP PBB P-2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan secara: a. perseorangan, untuk PBB P-2 yang terutang yang tercantum dalam SKPD PBB P-2; atau b. perseorangan atau kolektif, untuk PBB P-2 yang terutang yang tercantum dalam SPPT PBB P-2. (3) Permohonan pengurangan secara kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat diajukan atas SPPT PBB P-2 yang diterbitkan dalam hal kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (1) dengan PBB P-2 terutang paling banyak Rp ,00 (lima juta rupiah).
20 Pasal 42 (1) Permohonan pengurangan yang diajukan secara perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (2) huruf a, harus memenuhi persyaratan formal: a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2; b. SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2 yang dapat diajukan pengurangan adalah sebelum jatuh tempo tahun pajak berjalan; c. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohonkan dengan disertai dengan alasan yang jelas; d. diajukan kepada Kepala SKPD; e. fotokopi SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2 yang dimohonkan pengurangan; f. diajukan dalam jangka waktu: 1) 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT PBB P-2; 2) 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya SKP PBB P-2; 3) 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya sebab lain yang luar biasa (bencana alam, kebakaran, pencurian) kecuali apabila WP PBB P-2 dapat menunjukan bahwa dalam jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. g. atas SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2 yang dimohonkan pengurangan tidak diajukan keberatan. (2) Permohonan pengurangan yang diajukan secara kolektif terhadap SPPT PBB P-2 sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (2) huruf b, harus memenuhi persyaratan formal, meliputi: a. 1 (satu) permohonan untuk beberapa OP PBB P-2 dengan tahun pajak yang sama yaitu tahun pajak berjalan; b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohonkan dengan disertai dengan alasan yang jelas; c. diajukan kepada Kepala SKPD melalui: 1) pengurus LVRI setempat; dan/atau 2) pengurus organisasi sejenisnya. d. diajukan dalam jangka waktu: 1) 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT PBB P-2; 2) 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya SKPD PBB P-2. e. atas SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2 yang dimohonkan pengurangan tidak dapat diajukan keberatan. Pasal 43 Pemohonan pengurangan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (1) atau ayat (2), dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan. Pasal 44 (1) Keputusan pengurangan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, atau menolak permohonan WP PBB P-2. (2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan hasil penelitian.
21 (3) WP PBB P-2 yang telah diberikan suatu keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat lagi mengajukan permohonan pengurangan untuk SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2 yang sama. Pasal 45 (1) Bupati melalui Kepala SKPD dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan pengurangan, harus memberi suatu keputusan atas permohonan pengurangan, kecuali dalam hal permohonan pengurangan secara kolektif, keputusan diberikan segera setelah SPPT PBB P-2 diterbitkan. (2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan keputusan belum diterbitkan, permohonan pengurangan dianggap dikabulkan, dan diterbitkan keputusan sesuai dengan permohonan WP PBB P-2 dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu dimaksud berakhir. (3) Dalam hal besarnya persentase pengurangan yang diajukan permohonan pengurangan melebihi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 40, besarnya pengurangan ditetapkan sebesar persentase sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40. BAGIAN KETIGA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI DAN DENDA ADMINISTRASI, DAN PEMBATALAN SPPT PBB P-2/SKP PBB P-2 YANG TIDAK BENAR Pasal 46 (1) Bupati melalui Kepala SKPD atas permohonan WP PBB P-2 dapat: a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi PBB P-2 dan berupa bunga, denda, dan kenaikan yang dikenakan karena kekhilafan WP PBB P-2 atau bukan karena kesalahan WP PBB P-2; dan/atau b. membatalkan SPPT PBB P-2, SKPD PBB P-2, STP PBB P-2, SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, atau STP PBB P-2 yang tidak benar. (2) Pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal terdapat ketidakbenaran atas: a. luas objek pajak bumi dan/atau bangunan; b. NJOP bumi dan/atau bangunan; dan/atau c. penerapan peraturan perundang-undangan tentang PBB, pada SPPT PBB P-2, SKP PBB P-2, atau STP PBB P-2. Pasal 47 (1) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi harus memenuhi persyaratan : a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SKP PBB P-2, SKPKB, SKPKBT, atau STP PBB P-2; b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya sanksi administrasi yang dimohonkan
22 pengurangan atau penghapusan disertai alasan yang mendukung permohonannya; c. diajukan kepada Bupati melalui Kepala SKPD; d. dilampiri fotokopi SKP PBB P-2, SKPKB, SKPKBT, atau STP PBB P-2, yang dimohonkan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi; e. WP PBB P-2 tidak mengajukan keberatan, mengajukan keberatan namun tidak dapat dipertimbangkan, atau mengajukan keberatan kemudian mencabut keberatannya, atas SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2 yang terkait dengan STP PBB P-2, dalam hal yang diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan adalah sanksi administrasi yang tercantum dalam STP PBB P-2; dan f. WP PBB P-2 telah melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi yang tercantum dalam SKP PBB P-2, SKPKB, SKPKBT, atau STP PBB P-2. (2) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan dan kepada WP PBB P-2 atau kuasanya diberitahukan secara tertulis disertai alasan yang mendasari dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak permohonan tersebut diterima. Pasal 48 (1) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) diajukan secara perseorangan, kecuali untuk SPPT PBB P-2 dapat juga diajukan secara kolektif. (2) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan permohonan pengurangan atau pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf a, dapat diajukan oleh WP PBB P-2 paling banyak 2 (dua) kali. (3) Dalam hal WP PBB P-2 mengajukan permohonan kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat keputusan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas permohonan yang pertama. Pasal 49 (1) Permohonan pembatalan SPPT PBB P-2, SKP PBB P-2 yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (1) huruf b diajukan secara perseorangan, kecuali untuk SPPT PBB P-2 dapat diajukan secara kolektif. (2) Untuk mendukung permohonan pembatalan SPPT PBB P-2, SKP PBB P-2 yag tidak benar yang diajukan secara perseorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), permohonan dimaksud dilampiri dengan: a. fotokopi identitas WP PBB P-2, dan fotokopi identitas kuasa WP PBB P-2 dalam hal dikuasakan; b. dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa objek pajak tersebut termasuk objek pajak yang dapat dibatalkan; dan/atau c. dokumen pendukung lainnya.
23 (3) Untuk mendukung permohonan pembatalan SPPT yang tidak benar yang diajukan secara kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan tersebut dilampiri dengan: a. fotokopi identitas WP PBB P-2, dan fotokopi identitas kuasa WP PBB P-2 dalam hal dikuasakan; b. diajukan melalui Lurah/Kepala Desa dengan dilampiri surat pengantar dari Lurah/Kepala Desa setempat; c. dokumen pendukung yang dapat menunjukan bahwa objek pajak tersebut termasuk objek pajak yang dapat dibatalkan; dan/atau d. dokumen pendukung lainnya. Pasal 50 (1) Kepala SKPD atas nama Bupati berwenang memberikan keputusan atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan SPPT PBB P-2, SKP PBB P-2 yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (1) huruf a dan b. (2) Kepala SKPD dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima, harus memberi suatu keputusan atas permohonan WP PBB P-2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan Kepala SKPD tidak memberi suatu keputusan, permohonan yang diajukan dianggap dikabulkan dan Kepala SKPD harus menerbitkan keputusan sesuai dengan permohonan WP PBB P-2 dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu dimaksud berakhir. (4) Keputusan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atau pembatalan ketetapan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, atau menolak permohonan WP PBB P-2. (5) Petunjuk pelaksanaan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi PBB P-2 dan pembatalan SPPT PBB P-2, SKP PBB P-2, STP PBB P-2 yang tidak benar diatur oleh peraturan Kepala SKPD. BAB IX SISTEM DAN PROSEDUR PENAGIHAN PBB P-2 Pasal 51 (1) Pajak yang terutang dalam SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2 yang tidak atau kurang dibayar setelah lewat jatuh tempo pembayaran ditagih dengan STP PBB P-2. (2) Jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dalam STP PBB P-2 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditambah denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan dikalikan jumlah pokok pajak untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat jatuh tempo SPPT PBB P-2 atau SKP PBB P-2 sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
24 (3) Dalam hal terdapat putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) atas banding PBB P-2 yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang bertambah, maka terhadap selisih kurang bayar pajak yang terutang dimaksud tidak dikenakan denda administrasi, sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). (4) Kedaluwarsa penagihan PBB P-2 adalah 5 (lima) tahun sejak tahun pajak yang ditetapkan. Pasal 52 (1) Penagihan piutang PBB P-2 dilakukan untuk menagih PBB P-2 terutang yang belum dibayar dan/atau kurang bayar oleh WP PBB P-2 pada tahun sebelumnya dan tahun pajak setelah lewat tanggal jatuh tempo. (2) Penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui penetapan Surat Piutang PBB P-2 berupa: a. STP PBB P-2; b. SKPKB; c. SKPKBT. (3) Penerbitan surat piutang PBB P-2 dilakukan setelah terlebih dahulu diterbitkan Surat Teguran PBB P-2 oleh Kepala SKPD. (4) Atas SPPT PBB P-2 terutang yang belum dibayar, Kepala SKPD menerbitkan Surat Pemberitahuan Piutang PBB P-2, dengan jangka waktu setelah jatuh tempo diterbitkan. Pasal 53 (1) Atas SPPT PBB P-2 terutang yang kurang bayar, salah tulis, salah hitung, dan dikenakan bunga/denda, Kepala SKPD menerbitkan STP PBBKB dan STP PBBKBT. (2) Pajak yang terutang berdasarkan STP PBB P-2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya STP PBB P-2 oleh WP PBB P-2. (3) Kepala SKPD atas nama Bupati dapat menerbitkan Surat Paksa atas STP PBB P-2, SKPKB dan/atau SKPKBT yang diterbitkan, dalam jangka waktu 1 (satu) bulan apabila masih tidak dilakukan pembayaran oleh WP PBB P-2 Pasal 54 (1) Piutang PBB P-2 yang dapat dihapuskan adalah piutang PBB P-2 yang tercantum dalam SPPT PBB P-2, SKP PBB P-2 dan STP PBB P-2, yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi. (2) Piutang PBB P-2 yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan: a. WP PBB P-2 meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan; b. WP PBB P-2 tidak mempunyai harta kekayaan lagi;
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,
PERATURAN BUPATI KLUNGKUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN
PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,
Lebih terperinciMEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) KABUPATEN BANYUWANGI.
BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Tata Cara Pengurangan, Keberatan dan Banding Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Lebih terperinciBUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Pajak
Lebih terperinciBUPATI NGAWI BUPATI NGAWI,
BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO
PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO, Menimbang
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 23 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 23 TAHUN 2013
BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 23 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Lebih terperinciBUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
SALINAN BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciBUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya
Lebih terperinciNOMOR lv TAHUN 2014 TENTANG
RUPATI PONTIANAK PERATURAN BUPATI PONTIANAK NOMOR lv TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PEN GU RANG AN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN SERTA SANKSI ADMINISTRATIFNYA
Lebih terperinciBUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANGGARAI BARAT, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH,
PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU
Lebih terperinciWALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. bahwa Pajak
Lebih terperinciMEMUTUSKAN: Menetapkan :
SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRATIF DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN
Lebih terperinciWALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR : 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR : 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS
RANCANGAN BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 25 TAHUN 2013
PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
Lebih terperinci-1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
-1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi
Lebih terperinciBUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT
SALINAN BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 73 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN DAN BANDING ATAS PAJAK AIR TANAH, PAJAK REKLAME DAN PAJAK
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI LAMPUNG TIMUR, : a. bahwa
Lebih terperinciQANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
1 Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,
Lebih terperinciBUPATI MALUKU TENGGARA
SALINAN BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALUKU TENGGARA,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI
ESA HILANG DUA TERBILANG PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI PERATURAN DAERAH KOTA TEBING TINGGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi
Lebih terperinciWALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
SALINAN WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciBUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal
Lebih terperinciBUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,
PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH YANG DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
PEMERINTAH KABUPATEN MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAMASA, Menimbang : a.
Lebih terperinciPROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 19 TAHUN 2016
PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI NOMOR 123 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 SERI B NOMOR 3 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBUPATI TANAH LAUT PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
S A L I N A N BUPATI TANAH LAUT PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH
Lebih terperinciWalikota Tasikmalaya
Walikota Tasikmalaya PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN KETETAPAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TERUTANG BERDASARKAN PERTIMBANGAN KEMAMPUAN
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA PERATURAN DAERAH KONAWE UTARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KONAWE UTARA Menimbang
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MAJENE dan BUPATI MAJENE MEMUTUSKAN:
BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang : a. bahwa sesuai
Lebih terperinciBUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 10 TAHUN TENTANG
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2015... TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI
Lebih terperinciWALIKOTA METRO PROVINSI LAMPUNG PERATURAN WALIKOTA METRO NOMOR 48 TAHUN 2014 TENTANG
1 SALINAN WALIKOTA METRO PROVINSI LAMPUNG PERATURAN WALIKOTA METRO NOMOR 48 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU
PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PERDESAAN DAN PERKOTAAN
QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PERDESAAN DAN PERKOTAAN BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciNomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3091) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN 22 HLM, LD No 15 ABSTRAK : - bahwa untuk
Lebih terperinciBUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI, PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN
Lebih terperinciWALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 34 TAHUN 2012 TENTANG
WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 34 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI, PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2010 DAFTAR ISI NO.
Lebih terperinciWALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 48 TAHUN 2011
PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2012 SERI B.1 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2012 SERI B.1 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIREBON,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA,
Lebih terperinciBUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PENERANGAN JALAN
BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : Mengingat : a.
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 11 TAHUN 2012 SERI B.3 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 11 TAHUN 2012 SERI B.3 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi dan Bangunan
Lebih terperinciWALIKOTA PANGKALPINANG
WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa Pajak Bumi
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SINGKAWANG
PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang :
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 13 TAHUN 2012 SERI B.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 13 TAHUN 2012 SERI B.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA SEMARANG
BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 NOMOR 37 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN,DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRATIF
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 10 TAHUN 2012 SERI B.2 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 10 TAHUN 2012 SERI B.2 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBETULAN KESALAHAN TULIS, KESALAHAN HITUNG, DAN/ATAU KEKELIRUAN PENERAPAN KETENTUAN TERTENTU DALAM
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS
PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGGAMUS, Menimbang : a. bahwa untuk menyelenggarakan
Lebih terperinciWALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,
Lebih terperinciBUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan
Lebih terperinciWALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI
SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PENERANGAN JALAN
BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa pajak
Lebih terperinci- 1 - QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI SIMEULUE,
- 1 - QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI SIMEULUE, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf e
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan
Lebih terperinciQANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH,
QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA Menimbang : a. bahwa berdasarkan pasal 2 ayat
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG
PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang a. bahwa dengan
Lebih terperinciBUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinciBUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR,
Lebih terperinci- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN
- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 08 TAHUN 2012 TLD NO : 08
1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 08 TAHUN 2012 TLD NO : 08 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci- 1 - BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
- 1 - SALINAN BUPATI TULUNGAGUNG Menimbang : a. PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANA TORAJA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,
BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, 2 Menimbang : a. bahwa Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, Menimbang Mengingat :
Lebih terperinciBUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, Menimbang a. bahwa dalam rangka pelaksanaan
Lebih terperinciBUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinci