BAB I PENDAHULUAN. (3) UUD 1945 yaitu Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. (3) UUD 1945 yaitu Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya masih bercorak agraris, bumi, air dan ruang angkasa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur. Bidang yang dimaksud dalam hal ini agar dapat memberikan keadilan dan kemakmuran bagi masyarakat adalah bidang pertanahan. Tanah merupakan suatu sumber daya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia. Hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup akan tetapi lebih dari itu tanah merupakan tempat dimana manusia dapat hidup, tumbuh dan berkembang. Tanah sudah menjadi sumber bagi segala kepentingan hidup manusia dan menjadi bahan komoditas yang umumnya berada dan dikuasai serta dimiliki oleh orang perorangan. Dalam prosesnya, untuk dapat tercapainya pemenuhan atas tanah yang adil dan makmur bagi masyarakat maka pemerintah dalam melaksanakan kebijakannya kerap kali harus melandaskan hukumnya terhadap Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yaitu Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan diperjelas kembali di dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah 1

2 2 Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia merupakan kekayaan nasional. Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia sehingga tidak mengherankan apabila setiap manusia ingin memiliki atau menguasainya yang berakibat timbulnya berbagai masalah pertanahan atau konflik pertanahan di Indonesia. Permasalahan tanah ini terkadang juga menimbulkan kejahatan terhadap tanah yang kerap kali dapat menimbulkan perselisihan antar perorangan. Hal ini lebih disebabkan oleh karena ketersediaan tanah yang ada dan terbatas jumlahnya tidak sebanding dengan kebutuhan manusia yang semakin hari semakin tinggi nilai pemenuhan akan penggunaan tanah tersebut. Hal ini menimbulkan terjadinya ketimpangan sosial/ ketidakseimbangan di dalam pemenuhannya sehingga kejahatan terhadap tanah dapat sering terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Selain itu, Kohlberg yang dikutip oleh Noach menyatakan bahwa perilaku jahat manusia itu ditentukan oleh beberapa faktor: 1. Faktor pendorong, keinginan yang datang dari dalam diri manusia sendiri yang menuntut untuk dipenuhi egoisme dan rangsangan yang datang dari luar 2. Faktor penghambat, kendali dari dalam diri sendiri (moral) dan kontrol dari masyarakat luar, ancaman dan hukuman dan lain-lain. 1 1 Muhadar, Viktimisasi Kejahatan Di bidang Pertanahan, LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, hlm. 31.

3 3 Istilah kejahatan di bidang pertanahan sebenarnya bukanlah istilah baru dalam hukum pidana, tetapi merupakan istilah yang sama dengan kejahatan pada umumnya sebagaimana yang diatur dalam buku II KUHP. Hanya saja kebetulan istilah kejahatan di bidang pertanahan ini berhubungan dengan tanah atau pertanahan sebagai obyek atau salah satu unsur adanya kejahatan. Adapun pasal-pasal dalam KUHP yang berhubungan dengan kejahatan pertanahan adalah sebagai berikut: 1. Kejahatan terhadap penyerobotan tanah diatur dalam Pasal 167 KUHP, 2. Kejahatan terhadap pemalsuan surat-surat yang masing-masing diatur dalam Pasal 263, 264, 266 dan 274 KUHP, 3. Kejahatan penggelapan terhadap hak atas barang tidak bergerak seperti tanah, rumah dan sawah. Kejahatan ini biasa disebut kejahatan stellionaat yang diatur dalam Pasal 385 KUHP. 2 Berdasarkan berbagai hal di atas maka permasalahan yang akan disoroti di sini adalah mengenai kejahatan pemalsuan terhadap surat-surat. Kejahatan pemalsuan surat adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung sistem ketidakbenaran atau palsu atas sesuatu obyek, yang segala sesuatunya itu tampak dari luar seolah-olah benar adanya. Padahal sesungguhnya hal tersebut sangat bertentangan dengan yang sebenarnya dan bertentangan dengan kebenaran. Sehubungan dengan tindak pidana pemalsuan ini, kejahatan pemalsuan surat terutama surat yang berhubungan dengan dokumen tanah yang 2 Ibid. hlm. 46.

4 4 sering terjadi di dalam masyarakat adalah adanya tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang dengan cara membuat surat tanah palsu atau memalsukan suatu surat tanah seolah-olah surat tersebut benar dan tidak dipalsu dan hal tersebut dilakukan dengan maksud untuk mendatangkan keuntungan bagi dirinya sendiri, adanya tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang dengan cara memalsukan suatu akta otentik sehingga akta otentik yang semula isinya mengandung kebenaran akan tetapi setelah adanya tindakan pemalsuan tersebut, akta otentik tersebut menjadi palsu/keterangannya mengandung ketidakbenaran dan adanya tindakan yang dilakukan oleh seseorang/suatu pejabat tertentu yang memasukkan suatu keterangan tidak benar/palsu ke dalam suatu akta otentik dengan maksud agar hal tersebut mendatangkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Sehubungan dengan tindak pidana di atas, tujuan dari dibentuk dan diaturnya kejahatan pemalsuan surat-surat di dalam KUHP adalah untuk melindungi kepentingan hukum publik perihal kepercayaan masyarakat terhadap kebenaran isi dari 4 macam obyek surat, diantaranya yaitu surat yang dapat menimbulkan suatu hak, surat yang dapat menimbulkan suatu perikatan, surat yang menimbulkan pembebasan hutang dan surat yang diperuntukkan sebagai bukti mengenai suatu hal/keadaan tertentu. Selain itu, tujuan dibentuknya hukum pidana yang mengatur tentang pemalsuan surat ini adalah agar sanksi hukum yang akan dijatuhkan dapat menimbulkan efek jera terhadap pelaku pemalsuan dokumen yang terkait dengan tanah, dapat memperbaiki sikap dan tingkah laku pelaku dan dapat memberikan keadilan kepada pihak

5 5 yang dirugikan atas perbuatan pemalsuan surat yang terkait dengan tanah ini. Hal ini dapat dilihat di dalam Pasal 263 KUHP, Pasal 264 KUHP dan Pasal 266 KUHP. Pada ketiga pasal tersebut dijelaskan bahwa tindak pidana pemalsuan tersebut mempunyai ancaman hukuman yang berbeda-beda dilihat dari bentuk pemalsuannya maupun jenis surat yang dipalsukan dan hal ini diyakini dapat menimbulkan efek jera untuk melakukan perbuatan pemalsuan tersebut. Sebagaimana yang dijelaskan di dalam Pasal 263 KUHP, perbuatan pemalsuan yang dilarang di sini adalah membuat surat palsu dan memalsukan suatu surat maka ancaman hukuman yang akan dijatuhkan terhadap pelaku pemalsuan dokumen adalah menjatuhkan pidana penjara paling lama 6 tahun. Pada Pasal 264 KUHP, perbuatan pemalsuan yang dilarang adalah apabila perbuatan pemalsuan surat tersebut dilakukan terhadap akta otentik, surat hutang, surat sero, talon dan surat kredit maka ancaman hukuman yang dijatuhkan adalah menjatuhkan pidana penjara paling lama 8 tahun sedangkan pada Pasal 266 KUHP, perbuatan pemalsuan yang dilarang adalah apabila seseorang menyuruh masukkan suatu keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik maka ancaman hukuman yang akan dijatuhkan adalah menjatuhkan pidana penjara paling lama 7 tahun. Dengan melihat berbagai ketentuan pasal di atas, maka diperlukan suatu aparatur hukum yang bertugas untuk dapat mewujudkan penegakkan hukum yang adil demi terciptanya kepastian hukum di dalam masyarakat. Dalam hal ini, Hakim merupakan bagian dari salah satu aparatur negara yang dapat

6 6 mewujudkan keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat. Hakim menurut Pasal 24 UUD 1945 mengatakan bahwa, Kekuasaaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Jika dilihat dalam UUD tersebut maka peran hakim di dalam peradilan itu sangat penting dan merupakan sosok yang sangat berkuasa di dalam mengatur jalannya sidang. Hakim mempunyai tugas pokok sebagaimana yang disebutkan dalam UU No.48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yaitu untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dengan adanya tugas dan wewenang hakim tersebut, hal ini menimbulkan konsekuensi kepada Hakim yaitu bahwa Hakim dituntut untuk memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi di dalam tugasnya untuk menegakkan hukum dan keadilan tanpa membeda-bedakan antara seseorang yang satu dengan yang lain maupun tanpa melihat jabatan yang diemban oleh seseorang. Begitu juga dengan pertimbangan hakim di dalam menentukan sanksi hukum terhadap suatu perkara. Dalam hal ini, hakim tidak hanya dituntut untuk melakukan pertimbangan berdasarkan fakta hukum yang terungkap di dalam persidangan akan tetapi pertimbangan tersebut harus dilakukan dengan arif dan bijaksana sesuai hati nuraninya sendiri. Berbagai uraian di atas jika dibandingkan dengan karakteristik Hakim sekarang ketika menangani kasus-kasus yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, terutama mengenai putusan hakim yang terkait dengan kasus pemalsuan dokumen yang berkaitan dengan tanah ini. Putusan tersebut sangat

7 7 berbanding terbalik antara pelaksanaan yang terjadi di lapangan dengan pelaksanaan menurut ketentuan teori yang ada. Putusan yang dibuat oleh seorang hakim seharusnya mencerminkan nilai-nilai keadilan dan bersifat netral. Namun kenyataan yang terjadi di lapangan, putusan tersebut sama sekali belum mencerminkan hal demikian. Putusan yang dibuat oleh Hakim terkesan berat sebelah dan cenderung memihak kepada salah satu pihak tertentu yang memiliki kekuasaan dan modal yang besar sehingga tidak jarang pula aparat penegak hukum dalam mengambil keputusan hukum sering merugikan kepentingan masyarakat. Ancaman hukuman yang seharusnya dijatuhkan oleh hakim yaitu menjatuhkan pidana penjara selama 6 tahun menjadi menjatuhkan pidana penjara selama 4 bulan terhadap pelaku pemalsuan dokumen yang terkait dengan tanah. Dengan kata lain, aparat penegak hukum selalu berpihak kepada salah satu pihak yang mempunyai kepentingan terhadap tanah tersebut dan kepentingan rakyat akan selalu dikalahkan atau dirugikan 3. Berdasarkan berbagai hal tersebut, maka saya tertarik untuk melakukan dan menyusun penulisan hukum mengenai pertimbangan hakim dalam menerapkan sanksi hukumnya terhadap pelaku pemalsuan dokumen yang terkait dengan tanah (Studi Kasus Putusan Nomor 106/Pid.B/2012/PN.Sleman). 3 diakses pada hari senin 03 Maret 2014

8 8 B. Rumusan Masalah Berdasarkan Latar Belakang Masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah dasar pertimbangan yang dipergunakan oleh hakim di dalam menerapkan sanksi hukumnya terhadap pelaku pemalsuan dokumen yang berkaitan dengan tanah di dalam putusan nomor 106/Pid.B/2012/PN.Sleman? 2. Apa yang menjadi kendala bagi Hakim di dalam menerapkan sanksi hukumnya di dalam putusan nomor 106/Pid.B/2012/PN.Sleman? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan apa saja yang dapat dipergunakan oleh hakim di dalam menerapkan sanksi hukumnya terhadap pelaku pemalsuan dokumen yang berkaitan dengan tanah di dalam putusan nomor 106/Pid.B/2012/PN.Sleman. 2. Untuk menjelaskan kendala apa saja yang dihadapi oleh seorang Hakim di dalam menerapkan sanksi hukumnya di dalam putusan nomor 106/Pid.B/2012/PN.Sleman. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat:

9 9 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan hukum di Indonesia khususnya tentang Pertimbangan Hakim Dalam Menerapkan Sanksi Hukumnya Terhadap Pelaku Pemalsuan Dokumen Yang Terkait Dengan Tanah, serta dapat menambah wawasan pengetahuan khususnya dan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemikiran hukum lebih lanjut terhadap ilmu hukum 2. Manfaat Praktis a. Bagi penulis Hasil penelitian ini digunakan untuk menambah wawasan pengetahuan tentang masalah hukum yang berkembang tentang pemalsuan dokumen tanah khususnya penyelesaiannya serta kendala-kendala yang sering ditemukan oleh Hakim di dalam penerapan hukumnya. b. Bagi Mahasiswa Adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi bagi para mahasiswa Fakultas Hukum mengenai pentingnya karakter seorang Hakim yang adil di dalam menangani suatu masalah pemalsuan dokumen yang terkait dengan tanah. c. Bagi Masyarakat

10 10 Penelitian ini dapat memberikan sumbangan bahan informasi bagi masyarakat mengenai pentingnya integritas seorang Hakim yang adil di dalam menangani suatu masalah tanah khususnya masalah pemalsuan dokumen yang terkait dengan tanah. d. Bagi Hakim Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi, dapat menjadi pedoman Hakim di dalam berperilaku dan dukungan terhadap kinerja hakim di dalam melakukan pertimbangan dan penegakkan hukumnya khususnya terhadap masalah pemalsuan dokumen yang terkait dengan tanah agar putusan yang dibuat Hakim di masa yang akan datang dapat adil dan berpihak kepada pihak yang selama ini merasa dirugikan yaitu rakyat. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pertimbangan hakim dalam menerapkan sanksi hukumnya terhadap pelaku pemalsuan dokumen yang terkait dengan tanah merupakan hasil karya asli penulis dan bukan merupakan plagiasi atau duplikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar pertimbangan apa saja yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam menerapkan sanksi hukumnya terhadap pelaku pemalsuan dokumen yang terkait dengan tanah. Dalam penulisan ini penulis mengikutsertakan skripsi mahasiswa lain yang pernah ada yang berkaitan dengan judul penelitian ini :

11 11 1. Tinjauan Yuridis Terhadap Delik Pemalsuan Surat Sertifikat Tanah (Studi Kasus Putusan Nomor 1231/Pid.B/2012/PN.MKS) a. Identitas penulis Nama :Muh.Riezyad Rieadhy Chm NPM : B Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar b. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah penerapan hukum pidana dalam putusan Nomor 1231/Pid.B/2012/PN.MKS? 2. Bagaimanakah pertimbangan hukum dari Hakim dalam putusan Nomor 1231/Pid.B/2012/PN.MKS? c. Tujuan Penelitian: 1. Mengetahui penerapan hukum pidana dalam putusan Nomor 1231/Pid.B/2012/PN.MKS 2. Mengetahui pertimbangan hukum dari Hakim dalam putusan Nomor 1231/Pid.B/2012/PN.MKS d. Hasil Penelitian:

12 12 Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Penerapan ketentuan pidana terhadap tindak pidana Pemalsuan surat sertifikat tanah dalam perkara putusan nomor 1231/Pid.B/2012/PN.MKS didasarkan pada fakta-fakta hukum baik melalui keterangan saksi, keterangan terdakwa, maupun alat-alat bukti. Selain itu, juga didasarkan pada pertimbangan yuridis yaitu dakwaan dan surat tuntutan jaksa. Dalam kasus ini, jaksa menggunakan dakwaan alternatif yaitu penuntut umum mendakwakan kesatu yaitu Pasal 263 ayat (1) dan Pasal 263 ayat (2) KUHP tentang memalsukan yang sudah sesuai karena perbuatan pelaku sudah memenuhi unsur Tindak Pidana Pemalsuan itu sendiri yaitu unsur Barang siapa, unsur Dengan Sengaja Memakai Surat Palsu atau surat yang dipalsukan seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan dan unsur kalau pemalsuan mendatangkan kerugian. 2. Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku dalam perkara putusan nomor 1231/Pid.B/2012/PN.MKS telah sesuai. Berdasarkan penjabaran keterangan para saksi, keterangan terdakwa dan barang bukti serta adanya pertimbangan-pertimbangan yuridis, hal-hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan terdakwa, serta memperhatikan undang-undang yang berkaitan yang diperkuat dengan keyakinan Hakim

13 13 2. Tindak Pidana Pemalsuan Akta Otentik Oleh Notaris Perspektif Hukum Islam a. Identitas Penulis Nama :Hasyim Asyari NPM : Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta b. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tinjauan hukum positif terhadap praktik pemalsuan akta otentik yang dibuat oleh notaris? 2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pemalsuan akta otentik yang dibuat oleh notaris? c. Tujuan Penelitian: 1. Mendeskripsikan status hukum islam terhadap pemalsuan akta otentik yang dibuat oleh notaris. 2. Mengetahui sejauh mana implementasi nilai-nilai hukum islam terhadap pemalsuan akta otentik ditinjau dalam kriminologi islam. d. Hasil Penelitian:

14 14 Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Ditinjau dari aspek hukum positif, praktik pemalsuan akta otentik dibagi menjadi dua sub poin, pertama, pertanggung jawaban pidana yang dilimpahkan kepada para pihak/penghadap apabila akta yang akan dibuat mengandung unsur yang bertentangan dengan undangundang, hal ini sesuai dengan ketentuan pidana dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1). Kedua, pertanggung jawaban pidana pemalsuan akta otentik dilimpahkan kepada notaris apabila notaris membuat surat atau akta palsu, atau memalsukan surat atau akta berdasarkan Pasal 263. Dalam ketentuan Pasal 263 KUHP disebutkan bahwa ketentuan pidana bagi pelaku tindak pidana pemalsuan surat atau akta otentik adalah enam tahun penjara. Hal ini membuktikan bahwa praktik pemalsuan surat yang dilakukan oleh Notaris, selain melanggar kode etik kenotariatan, juga merupakan tindak pidana yang cukup serius dan harus dihentikan. 2. Ditinjau dari hukum Islam, praktik penipuan dengan modus pemalsuan ini sudah terjadi pada zaman Nabi SAW dan sahabat. Pada saat itu praktik penipuan berkedok pemalsuan tersebut lebih banyak terjadi dalam aspek muamalah, karena jabatan kenotariatan pada saat itu belum ada. Selain itu penipuan tersebut diharamkan dan termasuk dalam kategori dosa besar karena merupakan suatu kebohongan yang dapat merugikan orang lain. Namun, dalam hukum islam selain

15 15 Tindak Pidana Pemalsuan dapat dikatakan sebagai dosa besar, pelaku dari tindak pidana tersebut dapat dijatuhi hukuman sebagai mana yang telah nabi SAW dan para sahabatnya lakukan yakni memberikan sanksi seratus kali cambukan kemudian dimasukkan dalam penjara, dicambuk lagi hingga seratus kali lalu dipenjarakan kembali dan dilakukan sebanyak tiga kali, dan kemudian diasingkan. Hal demikian dilakukan karena tindak pidana pemalsuan surat atau akta otentik dapat merugikan pihak lain. 3. Analisis Yuridis Normatif Terhadap Pemalsuan Akta Otentik Yang Dilakukan Oleh Notaris a. Identitas Penulis Nama : Andi Ahmad Suhar M NPM : Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang b. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perumusan unsur-unsur perbuatan pidana terhadap pemalsuan akta otentik yang dilakukan oleh Notaris?

16 16 2. Bagaimana akibat hukum terhadap pemalsuan akta otentik yang dilakukan oleh Notaris? c. Tujuan Penelitian: 1. Mengetahui perumusan unsur-unsur perbuatan pidana terhadap pemalsuan akta otentik yang dilakukan oleh Notaris. 2. Mengetahui akibat hukum terhadap pemalsuan akta otentik yang dilakukan oleh Notaris. d. Hasil Penelitian: Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Perumusan unsur-unsur perbuatan pidana terhadap pemalsuan akta otentik yang dilakukan oleh Notaris adalah suatu proses sanksi hukum pidana yang diterapkan dimana jika Notaris terbukti telah melakukan kejahatan pemalsuan akta dapat dikenakan Pasal 264 KUHP. Berdasarkan perumusan unsur-unsur pidana dari bunyi Pasal 263 KUHP mengenai pemalsuan akta otentik yang dilakukan oleh Notaris tidak bisa diterapkan kepada pelaku yakni Notaris yang memalsu akta otentik, akan tetapi Notaris tersebut dapat dikenakan sanksi dari Pasal 264 KUHP, sebab Pasal 264 KUHP merupakan pemalsuan surat yang diperberat dikarenakan obyek pemalsuan ini mengandung nilai kepercayaan yang tinggi sehingga semua unsur yang membedakan

17 17 antara Pasal 263 KUHP dan Pasal 264 KUHP hanya terletak pada adanya obyek pemalsuan yaitu Macam surat dan surat yang mengandung kepercayaan yang lebih besar akan kebenaran isinya. Sedangkan pelaku yang menyuruh notaris membuat surat/akta palsu akan dikenakan sanksi pidana Pasal 266 KUHP. 2. Akibat hukum terhadap pemalsuan akta otentik yang dilakukan oleh Notaris yaitu dimana notaris terlibat dalam suatu tindak pidana apabila setiap akta yang dibuat oleh Notaris tidak bersumber pada aturan yang telah diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) serta apabila terdapat Notaris yang nakal dan berbuat curang dalam membuat akta maka Notaris tersebut dapat dijatuhi hukuman, akan tetapi mekanisme yang perlu ditempuh adalah harus menjalani tiga ketentuan yaitu berdasarkan ketentuan yang pertama menurut Peraturan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris dapat diterapkan tentang pemecatan jabatan/notaris diberhentikan dari jabatannya oleh Pemerintah/Menteri dikarenakan telah melalaikan/melanggar Kode Etik Profesi Notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum pembuat akta. Penerapan sanksi secara administratif/kode Etik Notaris yang dijatuhkan berupa teguran lisan, tertulis sampai dengan pemberhentian dengan tidak hormat dari Majelis Pengawas. Setelah melewati ketentuan pertama, kemudian ditingkatkan berdasarkan ketentuan yang kedua yaitu menurut sanksi keperdataan 1365 Kitab Undang-

18 18 Undang Hukum Perdata tentang wajib membayar ganti kerugian kepada para pihak yang dirugikan, dan kemudian ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan yang ketiga menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 264 ayat (1) yaitu pemalsuan surat yang diperberat sedangkan Pasal 266 ayat (1) yaitu pelaku penghadap/klien yang menyuruh Notaris melakukan untuk memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik, dan bunyinya dari masing masing ayat (2) antara Pasal 264 dan 266 KUHP isinya sama yaitu tentang pembuatan akta dengan kesengajaan memakai akta seolah-olah isinya benar. F. Batasan Konsep Penulis akan menguraikan mengenai pengertian-pengertian yang terdapat di dalam judul penulisan hukum yang dibuat yaitu Pertimbangan Hakim Dalam Menerapkan Sanksi Hukumnya Terhadap Pelaku Pemalsuan Dokumen Yang Terkait Dengan Tanah 1) Pengertian Pertimbangan Hakim Yang dimaksud dengan pertimbangan hakim adalah pendapat(tentang baik dan buruk) yang oleh hakim sebagai pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili dalam persidangan di pengadilan. 2) Pengertian Sanksi

19 19 Sanksi adalah hukuman, tindakan paksaan atas pelanggaran. 3) Pengertian Hukum Hukum adalah peraturan yang dibuat dan disepakati baik tertulis maupun tidak tertulis; peraturan perundang-undangan yang mengikat perilaku setiap masyarakat tertentu. 4) Pengertian Sanksi Hukum Sanksi hukum adalah tindakan-tindakan, hukuman bagi orang yang melanggar aturan yang berlaku dan melakukan pemaksaan terhadap orang tersebut untuk menaati ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 5) Pengertian Pemalsuan Pemalsuan adalah perbuatan menipu dengan melakukan perbuatan atau perkataan yang tidak jujur dengan tujuan untuk memperdaya atau mencari untung. Pemalsuan adalah salah satu teknik dari penipuan termasuk pencurian identitas. 6) Pengertian Dokumen Dokumen adalah surat asli sebagai simpanan yang diangap sangat berharga, kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak-pihak yang berkepentingan. 7) Pengertian Tanah

20 20 Tanah adalah salah satu komponen lahan berupa lapisan teratas kerak bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik serta mempunyai sifat fisik, kimia, biologi dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Bagian tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang berbatas. 8) Pengertian Pemalsuan surat / dokumen Pemalsuan surat/dokumen adalah memalsukan suatu surat hingga menimbulkan sesuatu hak, perikatan, atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar atau tidak dipalsu. G. Metodologi penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah Penelitian hukum Empiris yaitu penelitian yang berfokus kepada fakta sosial yang terjadi di dalam masyarakat yang berkaitan erat dengan penerapan sanksi hukum yang dilakukan oleh Hakim terhadap kasus pemalsuan dokumen yang terkait dengan tanah. Penelitian ini dilakukan secara langsung kepada narasumber sebagai data utama di samping data sekunder berupa bahan hukum. Adapun bentuk pelaksanaannya adalah dengan mengajukan kuesioner disertai dengan wawancara kepada narasumber dan responden. 2. Sumber Data

21 21 Dalam penelitian ini menggunakan data primer sebagai data utama dan data sekunder sebagai pendukung. a. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari keterangan narasumber sebagai informasi tentang obyek yang diteliti. b. Data sekunder terdiri atas: 1) Bahan Hukum Primer Berupa peraturan perundang-undangan, kebijakan dan norma-norma yang ditulis secara sistimatis dan kronologis a) Undang-Undang Dasar 1945 Bab XIV Pasal 33 ayat (3) mengenai bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat b) Undang-Undang Dasar 1945 Bab IX Pasal 24 mengenai kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan yang bebas dan adil c) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana d) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana e) Undang-Undang No.5 tahun 1960 (UUPA) Pasal 19 mengenai tentang pendaftaran tanah yang diselenggarakan di seluruh Indonesia oleh Pemerintah untuk menjamin kepastian hukum akan

22 22 hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat, PP No.24 tahun 1997 Pasal 5 dan 6 tentang pejabat yang dimaksud untuk melaksanakan pendaftaran tanah yaitu Badan Pertanahan Nasional yang dibantu oleh PPAT dan Pejabat lainnya. f) Undang-Undang No.48 tahun 2009 Pasal 11 tentang kekuasaan kehakiman yang berisi tentang tugas pokok Hakim di dalam persidangan. 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder merupakan: a) Pendapat hukum dan pendapat bukan hukum yang diperoleh dari buku/literatur, hasil penelitian, jurnal hukum, majalah, surat kabar, internet dan makalah, b) Dokumen tentang penerapan sanksi hukum yang dilakukan oleh Hakim terhadap kasus pemalsuan dokumen yang terkait dengan tanah yang diperoleh dari putusan Pengadilan Negeri Sleman. 3) Bahan Hukum Tersier Bahan Hukum Tersier merupakan bahan hukum yang digunakan untuk memperjelas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Hukum dan Ensiklopedia.

23 23 3. Metode Pengumpulan Data a. Studi lapangan 1) Kuesioner adalah dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber berdasarkan kuesioner yang telah disusun sebelumnya tentang obyek yang telah diteliti. 2) Wawancara dilakukan secara langsung dengan mengajukan pertanyaan yang sudah disiapkan. Pertanyaan secara terstruktur tentang hal-hal yang berkaitan dengan pertimbangan hakim dalam menerapkan sanksi hukumnya terhadap pelaku pemalsuan dokumen yang terkait dengan tanah dan bentuknya secara tertutup. b. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan untuk mempelajari bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder yang berupa pendapat hukum dan pendapat non hukum dari buku, internet, hasil penelitian, jurnal hukum, majalah, makalah dan surat kabar (Bahan hukum primer) 4. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi pada Pengadilan Negeri Sleman sebagai tempat terjadinya permasalahan hukum yang diteliti. Dalam hal ini, untuk membantu memperjelas kebenaran data permasalahan yang diteliti, penulis juga mengambil tempat penelitian di Polres Kab.Sleman, Kejaksaan Negeri

24 24 Sleman dan Badan Pertanahan Kabupaten Sleman sebagai pihak yang terkait di dalam penelitian yang dibuat. 5. Responden dan Narasumber a) Responden Responden adalah subyek yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan terkait langsung dengan permasalahan yang diteliti. Responden dalam penelitian ini berasal dari data yang dirangkum dan diterima penulis dari Putusan Pengadilan Negeri Sleman b) Narasumber Narasumber adalah subyek yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan berupa pendapat hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Narasumber di dalam penelitian ini sesuai dengan jabatannya, profesinya, dan/atau keahliannya yang bersifat homogen yaitu : 1) Bapak I Gede Putu Saptawan, SH.M.Hum sebagai Hakim Pengadilan Negeri Sleman 2) Bapak Irwahjudi Desembiharso, A.PTnh sebagai Kasubsi perkara pertanahan di Kantor Pertanahan Sleman 3) Bapak Meyer Volmar Simanjuntak, SH.MH sebagai jaksa fungsional di bagian tindak pidana umum Kejaksaan Negeri Sleman

25 25 4) Bapak Aiptu Lantur Surani yang bekerja sebagai penyidik di Polres Sleman 6. Metode Analisis Data Data sekunder a. Bahan hukum primer Dianalisis sesuai dengan lima tugas hukum normatif: 1) Deskripsi hukum positif yaitu dengan memaparkan isi pasal-pasal yang terkait dengan Pertimbangan Hakim dalam menerapkan sanksi hukumnya terhadap pelaku pemalsuan dokumen yang terkait dengan tanah sesuai dengan bahan hukum primer. 2) Sistematisasi hukum positif Langkah ini dilakukan untuk mensistematisasi isi dan struktur hukum positif secara vertikal, yaitu menemukan ada tidaknya sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah yakni antara UUD 1945 khususnya Pasal 33 ayat (3) dengan UU No.5 tahun 1960 Pasal 19 dan PP No.24 tahun 1997 Pasal 4 tentang pendaftaran tanah terdapat sinkronisasi antara peraturan yang lebih rendah terhadap peraturan yang lebih tinggi. Hal ini dibuktikan dengan adanya di dalam Pasal 19 UUPA dan Pasal 4 PP No.24 tahun 1997 yang mengatakan bahwa Pemerintah akan memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi tanah yang dikuasai

26 26 oleh masyarakat dengan cara pemberian sertifikat tanah. Hal ini sesuai dengan isi dari Pasal 33 ayat (3) yang mengatakan bahwa bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh pemerintah untuk kemakmuran rakyat. Dengan demikian, antara pasal yang satu dengan pasal yang lain saling terkait dan mempunyai sinkronisasi pasal yang jelas. Dalam hal ini, prinsip penalaran hukum yang dipakai adalah prinsip penalaran hukum subsumsi dan tidak perlu adanya asas berlakunya peraturan perundang-undangan. 3) Analisis Hukum Positif Bahwa norma hukum yang terdapat di dalam UU No.5 tahun 1960 Pasal 19 dan PP No.24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah itu bersifat Open system yaitu suatu norma hukum positif yang terbuka untuk dikaji, dievaluasi, diteliti dan dikritik 4) Interpretasi Hukum Positif a) Gramatikal yakni mengartikan suatu terminologi bagian kalimat dengan menggunakan bahasa sehari-hari atau bahasa hukum b) Sistimatis dilakukan dengan mendasarkannya pada sistem aturan dengan mengartikan suatu ketentuan hukum c) Teleologis yaitu penafsiran yang dilakukan pada undang-undang dengan menyelidiki maksud pembuatan dan tujuan dibentuknya undang-undang tersebut.

27 27 5) Menilai Hukum Positif Dalam hukum positif yang dipakai dalam skripsi ini, penulis menilai apakah hukum positif yang dipakai sudah memenuhi pengaturan mengenai penerapan sanksi hukum yang dilakukan oleh Hakim terhadap kasus pemalsuan dokumen yang terkait dengan tanah b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder berupa pendapat hukum atau bukan pendapat hukum yang diperoleh dari buku, jurnal, internet dan wawancara dengan narasumber yang akan dideskripsikan, diperbandingkan, dicari perbedaan atau persamaan pendapat, Dokumen berupa data-data tentang penerapan sanksi hukum yang dilakukan oleh Hakim terhadap kasus pemalsuan dokumen yang terkait dengan tanah akan dideskripsikan, diperbandingkan dengan peraturan perundang-undangan dan pendapat hukum. Bahan Hukum primer dan bahan hukum sekunder ini kemudian dibandingkan satu sama lain sehingga diperoleh kesenjangan antara bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Proses mengambil kesimpulan yang dilakukan adalah menggunakan metode berpikir induktif yaitu berawal dari proposisi khusus sebagai hasil pengamatan dan berakhir pada suatu kesimpulan berupa pengetahuan baru terutama yang berkaitan dengan penerapan sanksi hukum yang dilakukan oleh Hakim terhadap kasus pemalsuan dokumen yang terkait dengan tanah

28 28 H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini terdiri atas 3 bab: BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. BAB II PEMBAHASAN Bab ini menguraikan tinjauan tentang pertimbangan hakim di dalam pembuktian, tinjauan tentang perilaku jahat manusia yang melakukan pemalsuan dokumen dan hasil penelitian mengenai alur proses pemeriksaan perkara pemalsuan dokumen yang terkait dengan tanah hingga sampai kepada suatu proses pertimbangan hakim yang terkait dalam penerapan sanksi hukumnya terhadap pelaku pemalsuan dokumen yang terkait dengan tanah. BAB III PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari penulis. Kesimpulan berisi jawaban dari rumusan masalah dan saran berkaitan dengan hasil temuan yang harus ditindaklanjuti.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 100 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Faktor Yang Menyebabkan Notaris Diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, yang

Lebih terperinci

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada ketentuan peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah berusia 17 tahun atau yang sudah menikah. Kartu ini berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. telah berusia 17 tahun atau yang sudah menikah. Kartu ini berfungsi sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan kartu yang wajib dimiliki oleh seluruh warga negara di Indonesia. Terutama bagi warga negara yang telah berusia 17 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu keberhasilan dalam penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam peradilan pidana. Salah satu pembuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai Negara hukum Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi hal yang hangat dan menarik untuk diperbincangkan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus pembangunan, yaitu generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuktian memegang peranan yang sangat penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan, karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa ditentukan, dan hanya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberian sanksi atas perbuatan pidana yang dilakukan tersebut. 1. pidana khusus adalah Hukum Pidana Militer.

BAB I PENDAHULUAN. pemberian sanksi atas perbuatan pidana yang dilakukan tersebut. 1. pidana khusus adalah Hukum Pidana Militer. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pidana merupakan suatu bagian dari tatanan hukum yang berlaku di suatu negara yang berisikan perbuatan yang dilarang atau tindakan pidana itu sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang jabatannya atau profesinya disebut dengan nama officium nobile

BAB I PENDAHULUAN. yang jabatannya atau profesinya disebut dengan nama officium nobile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kasus tindak pidana ringan yang terjadi di Indonesia dan sering menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan ancaman hukuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pengakkan hukum yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pengakkan hukum yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelanggaran hukum dan penegakkan hukum dapat dikatakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pengakkan hukum yang terjadi sejatinya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sistem pemeriksaan hukum acara pidana di peradilan Indonesia mewajibkan kehadiran terdakwa yang telah dipanggil secara sah oleh penuntut umum untuk diperiksa oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring perkembangan zaman membawa dampak positif bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring perkembangan zaman membawa dampak positif bagi masyarakat. 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan zaman membawa dampak positif bagi masyarakat. Salah satunya dengan bermunculan karya-karya, baik dibidang seni, musik, ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem peradilan pidana secara sederhana merupakan proses yang dilakukan oleh negara terhadap orang-orang yang melanggar hukum pidana. Kepolisian, kejaksaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga negaranya. Di dalam menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang Notaris harus memiliki integritas dan bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dewasa ini pemerintah melakukan pembangunan di segala bidang, tidak terkecuali pembangunan dalam bidang hukum sebagai wujud reformasi di bidang hukum itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara perlu adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan rakyat. Peran dan partisipasi rakyat sangat besar peranannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas Hukum, hukum diciptakan untuk mengatur kehidupan manusia agar tercipta suatu kehidupan yang serasi, selaras

Lebih terperinci

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang Dasar 1945 Pasal 25A Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum. Ada upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media cetak tetapi juga media kominikasi elektronik. oleh masyarakat untuk mencari dan mengetahui informasi

BAB I PENDAHULUAN. melalui media cetak tetapi juga media kominikasi elektronik. oleh masyarakat untuk mencari dan mengetahui informasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan dibidang teknologi informasi semakin banyak digunakan didalam kehidupan sehari-hari. Bidang teknologi informasi merupakan salah satu bidang terpenting pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum yang diterapkan di Indonesia saat ini kurang memperhatikan kepentingan korban yang sangat membutuhkan perlindungan hukum. Bisa dilihat dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 menegaskan bahwa perekonomian nasional disusun berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia adalah negara yang susunan kehidupan rakyat dan perekonomiannya masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasar atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada hukum.namun dilihat dari sudut hukum, hak dan kewajiban secara individual selalu berkonotasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum, yaitu bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban terhadap negara dan kegiatan penyelenggaraan negara harus berlandaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. 1 Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan semakin meningkat. Dapat kita amati dari pemberitaan-pemberitaan baik di media cetak maupun elektronika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek hukum yang berlaku. Kemajuan teknologi informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan tugas sehari-hari dikehidupan masyarakat, aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) tidak terlepas dari kemungkinan melakukan perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk mendukung dan mempertahankan kesatuan, persatuan dan kedaulatan sebuah negara. Seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi persoalan yang hangat untuk dibicarakan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan masyarakat modern, banyak menimbulkan dampak positif dan juga dampak negatif bagi pembangunan nasional dan sumber daya manusia. Sesuai mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum diserahkan kepada aparat penegak hukum yang meliputi: kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia di dalam pergaulan hidup bermasyarakat, berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia di dalam pergaulan hidup bermasyarakat, berbangsa dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam pergaulan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terikat pada norma-norma yang telah disepakati baik pada tingkat nasional, regional

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi permasalahan, banyaknya kasus yang ditemukan oleh aparat penegak hukum merupakan suatu bukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di Indonesia saat ini semakin meningkat, melihat berbagai macam tindak pidana dengan modus tertentu dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa kekuasaan kehakiman adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di hadapan hukum serta setiap individu dalam kehidupan bermasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok akan berusaha agar tatanan kehidupan masyarakat seimbang dan menciptakan suasana tertib, damai, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal penerapan hukum sebab kehidupan suatu bangsa dipengaruhi oleh susunan masyarakat dan tingkat perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, termuat dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 perubahan ke-4. Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang, karena anak mempunyai peran yang sangat penting untuk memimpin dan memajukan bangsa. Peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang secara geografis sangat luas wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah sepatutnya Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana, tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu menimbulkan keresahan serta rasa tidak aman pada masyarakat. Tindak pidana yang terjadi di Indonesia juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini diakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seperti yang kita ketahui, semua Negara pasti mempunyai peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seperti yang kita ketahui, semua Negara pasti mempunyai peraturanperaturan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seperti yang kita ketahui, semua Negara pasti mempunyai peraturanperaturan dan hukum, begitu juga dengan Negara Indonesia.Negara Indonesia adalah Negara hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

BAB I. Negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus telah menyatakan diri sebagai negara berdasarkan atas hukum.

BAB I. Negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus telah menyatakan diri sebagai negara berdasarkan atas hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 telah menyatakan diri sebagai negara berdasarkan atas hukum. Pernyataan ini dengan jelas terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akibat kemajuan teknologi baik dibidang informasi, politik, sosial, budaya dan komunikasi sangat berpengaruh terhadap tujuan kuantitas dan kualitas tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan suatu perkara pidana dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan mempertimbangkan dan menilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini hukum di Indonesia mengalami suatu perubahan dan perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang direncanakan tersebut jelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Undang Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Undang Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Undang Undang Dasar 1945. Membahas hukum tidak akan lepas dari manusia, karena hukum berperan sangat penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara bilamana tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat

Lebih terperinci