BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaum perempuan hari ini tidak hanya beraktifitas di ranah domestik saja. Namun, di dalam masyarakat telah terjadi perubahan paradigma mengenai peran perempuan di ranah publik. Tidak dapat dipungkiri, bahwa gerakan sosial feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda terbukanya ruang publik bagi perempuan. Dimulai dengan munculnya gerakan feminisme liberal yang mengajukan solusi untuk menyelesaikan permasalahan pembangunan, yaitu menghentikan marginalisasi perempuan dengan memperjuangkan perubahan hukum dan peraturan yang memungkinkan bagi perempuan untuk memiliki akses dan kontrol yang sama terhadap pekerjaan dan imbalan ekonomi (M. Fakih: 2009). Kemudian dilanjutkan dengan munculnya gerakan feminisme marxis yang mencoba melakukan gerakan melalui kritik terhadap kapitalisme, terutama yang berkaitan dengan sistem mode produksi. Mereka lebih menekankan pada pembangunan aliansi dengan kelompok-kelompok dan kelas-kelas yang tertindas lainnya (Marisa Rueda, Marta Roodriguez, dan Susan: 2007). Lalu muncul lagi feminisme radikal yang berusaha melihat diskriminasi perempuan dengan cara berbeda. Mereka melihat masalah utamanya adalah sistem patriarki, dimana seluruh sistem kekuasaan dipegang oleh laki-laki terhadap perempuan. Sehingga mereka berjuang untuk mengakhiri relasi laki-laki dan perempuan.

2 2 Indonesia pun memperoleh dampak dari gerakan feminisme ini, ruang publik pun terbuka. Dilihat dari perkembangan yang ada di Indonesia dengan tuntutan dan perubahan yang ada, gerakan feminisme liberal lebih mendominasi. Telah banyak perempuan yang turut serta sebagai motor penggerak perekonomian keluarga dan aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan pada umumnya, baik sebagai petani, pedagang, guru, pekerja di sektor informal ataupun sebagai ibu rumah tangga. Berdasarkan hasil sensus penduduk BPS tahun 2010, jumlah penduduk perempuan di Indonesia jiwa, sedangkan jumlah penduduk laki-laki Jumlah yang hampir sama antara penduduk laki-laki dan perempuan ini mengindikasikan bahwa perempuan sebagai salah satu penyumbang kemajuan negara, terkhusus di bidang ketenagakerjaan. Cukup besar serta berimbangnya jumlah tenaga kerja perempuan ini mengharuskan pihak pemerintah negara Indonesia untuk mengadakan aturanaturan berupa perundang-undangan untuk meminimalisir terjadinya diskriminasi terhadap perempuan di dunia kerja. ILO (International Labor Organization) sebagai organisasi perburuhan yang berskala internasional di bawah naungan PBB yang memiliki 183 anggota, berusaha membuat aturan-aturan dalam bentuk konvensi sebagai instrumen sah yang mengatur aspek-aspek administrasi perburuhan, kesejahteraan sosial atau hak asasi manusia. Bagi negara anggota yang meratifikasi konvensi mengemban dua tugas sekaligus, yakni komitmen resmi untuk menerapkan aturan-aturan

3 3 konvensi, dan kemauan untuk menerima ukuran-ukuran penerapan yang diawasi secara internasional. Indonesia pun sebagai anggota ILO juga turut meratifikasi 18 (delapan belas) konvensi terkhusus yang berkaitan dengan kesetaraan gender di dunia kerja per tanggal 12 September Konvensi C19 C27 Tabel 1.1 Konvensi ILO yang telah Diratifikasi Indonesia Konvensi tentang Kesetaraan Perlakuan (Konpensasi Kecelakaan) Konvensi tentang Pencatatan Beban (Paket yang dikirim dengan Kapal Besar) Tanggal Status Ratifikasi 12:06:1950 Ratifikasi 12:06:1950 Ratifikasi C29 Konvensi tentang Kerja Paksa 12:06:1950 Ratifikasi C45 C69 C81 C87 C88 C98 C100 C105 Konvensi tentang Kerja Bawah Tanah (bagi perempuan) Konvensi tentang Sertifikasi Juru Masak Kapal Konvensi tentang Pengawasan Perburuhan Konvensi tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi Konvensi tentang Pelayanan Ketenagakerjaan Konvensi tentang Hak Berorganisasi danperjanjian Kerja Bersama Konvensi tentang Upah yang Sama untuk Jenis Pekerjaan yang sama Konvensi tentang Penghapusan KerjaPaksa 12:06:1950 Ratifikasi 30:03:1992 Ratifikasi 29:01:2004 Ratifikasi 09:06:1998 Ratifikasi 08:08:2002 Ratifikasi 15:07:1957 Ratifikasi 11:08:1958 Ratifikasi 07:06:1999 Ratifikasi

4 4 C106 Konvensi tentang Istirahat Akhir 23:08:1972 Ratifikasi Pekan (Komersial dan Perkantoran) C111 Konvensi tentang Diskriminasi 07:06:1999 Ratifikasi (Pekerjaan dan Jabatan) C120 Konvensi tentang Kebersihan 13:06:1969 Ratifikasi (Komersial dan Perkantoran) C138 Konvensi tentang Upah Minimum 07:06:1999 Ratifikasi C144 Konvensi tentang Konsultasi 17:10:1990 Ratifikasi Tripartit (Standar Perburuhan Internasional) C182 Konvensi tentang Bentuk-Bentuk 28:03:2000 Ratifikasi PekerjaanTerburuk Anak-Anak C185 Konvensi tentang Dokumen Identitas Pelaut (Revisi) 16:07:2008 Ratifikasi Sumber: ILOLEX, Meskipun pemerintah Republik Indonesia telah melakukan ratifikasi terhadap Konvensi ILO, khususnya Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi Pekerjaan dan Jabatan, ternyata masih ada beberapa kasus yang menunjukkan kurangnya pengawasan pemerintah terhadap realisasi standarisasi di atas. Kebanyakan perempuan pekerja belum menikmati penghargaan dan penghormatan yang sama dengan laki-laki sesuai dengan sumbangannya dan beban kerjanya sebagai dampak dari diskriminasi yang terus-menerus terjadi. Kaum perempuan masih menghadapi beragam masalah dalam mengakses pendidikan dan pelatihan, dalam mendapatkan pekerjaan, dan dalam memperoleh perlakuan yang sama di tempat kerja. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh University of Colorado Denver pada tahun 2010 ditemukan bahwa perempuan cantik mengalami diskriminasi saat melamar pekerjaan yang dianggap "maskulin" dan pekerjaan yang tidak membutuhkan penampilan yang menarik. Sebaliknya, kaum laki-laki tidak mengalami diskriminasi yang sama dan selalu mendapat keuntungan.

5 5 Berdasarkan berita yang diterbitkan oleh website antaranews.com pada bulan Agustus 2010, menurut hasil penelitian majalah Newsweek baru-baru ini terhadap 202 manajer dan 964 anggota masyarakat. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa wajah berperan dalam segala aspek di tempat kerja dan terutama bagi perempuan. Daya tarik lebih bermanfaat bagi perempuan yang melamar jenis pekerjaan feminin daripada jenis pekerjaan maskulin. Perempuan cantik cenderung dikelompokkan dalam pekerjaan seperti resepsionis atau sekretaris. Perempuan cantik cenderung diabaikan dalam kategori pekerjaan seperti direktur keamanan, sales perangkat keras, penjaga penjara dan sopir truk gandeng. Selain itu, Yayasan Jurnal Perempuan melalui situs resminya ( dalam artikel yang berjudul Hak-hak Buruh (Pekerja) Perempuan diterbitkan pada tanggal 25 Mei 2011, ditemukan adanya diskriminasi pemberian upah terhadap perempuan. Upah perempuan lebih rendah dari laki-laki karena buruh perempuan selalu dianggap berstatus lajang. Buruh perempuan tidak mendapat tunjangan keluarga, serta jaminan sosial untuk suami dan anak. Kemudian, perempuan sangat sulit memperoleh promosi jabatan karena selalu ditempatkan di posisi yang lebih rendah dari laki-laki, yang tidak mensyaratkan pendidikan dan keterampilan yang tinggi. Perempuan ditempatkan pada pekerjaan yang hanya membutuhkan ketekunan, ketelitian, dan kerapihan, dan biasanya hanya mengerjakan satu jenis pekerjaan setiap hari selama bertahuntahun.

6 6 Kendala-kendala ini dapat menimbulkan pelanggaran akan hak-hak dasar serta menghambat kesempatan kaum perempuan dalam dunia kerja. Pada gilirannya akan merugikan masyarakat dan perekonomian Indonesia mengingat hilangnya kontribusi besar yang dapat diberikan kaum perempuan melalui tempat kerja. Meskipun perempuan Indonesia hari ini jauh lebih maju dibanding pada beberapa masa yang lalu, tetapi hal tersebut ternyata tidak memberikan kontribusi yang cukup baik bagi posisi perempuan di dunia kerja. Pemerintah bahkan lebih menomorduakan penyelesaian masalah diskriminasi perempuan. Sehingga masalah ini seakan-akan terlihat hanya milik kaum perempuan saja, bukan sebagai permasalahan bersama antara laki-laki dan perempuan. Perbaikan nasib pekerja perempuan Indonesia kerap menimbulkan banyak kontroversial dan merupakan isu yang tak pernah habis untuk diperbincangkan. Ketika perempuan masuk di dunia kerja, sering mengalami pola diskriminasi dan peminggiran yang didasari pada keyakinan dan perilaku yang menetapkan perempuan dalam posisi lebih rendah dibanding pekerja laki-laki. Nasib pekerja perempuan Indonesia bergantung kepada kepedulian pemerintah untuk lebih serius memikirkan serta memberi perlindungan terhadap warganya. Dengan adanya diskriminasi bahkan menunjukkan adanya eksploitasi terhadap perempuan Indonesia hingga saat ini merupakan bukti nyata bahwa kurang terlindunginya hak-hak pekerja perempuan di Indonesia Dalam penelitian ini, penulis menjadikan kota Makassar sebagai ruang lingkup objek penelitian. Berdasarkan hasil sensus penduduk BPS tahun 2010,

7 7 jumlah penduduk perempuan jiwa yang lebih besar dibanding jumlah penduduk laki-laki yang hanya jiwa. Selain itu berdasarkan buku Makassar Dalam Angka Tahun 2010 jumlah penduduk perempuan dilihat dari usia produktif kerja (usia tahun) berada pada angka jiwa, sedangkan jumlah penduduk laki-laki berada pada angka jiwa. Dari data di atas, dapat dilihat bahwa tenaga kerja perempuan memiliki potensi jauh lebih besar memberikan sumbangsih dalam perkembangan ekonomi di kota Makassar. Dari jumlah di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini jumlah wanita lebih banyak dibandingkan pria. Demikian halnya realitas yang terjadi di Makassar. Namun sayangnya, jumlah kaum perempuan yang lebih tersebut belum sebanding dengan jumlah yang terserap ke lapangan kerja. Hal ini dibenarkan dengan data dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Makassar. Namun kenyataan berkata lain. Pada tahun 2010, di kota Makassar pekerja/buruh perempuan di PHK (pemutusan hubungan kerja). Akibatnya 100 juta ibu tekor (utang) Rp untuk biaya konsumsi rumah tangga. Selain itu pula, terjadi eksploitasi tenaga kerja perempuan, baik dalam konteks migrasi kerja di luar negara (buruh migran perempuan), di dalam negara (buruh pabrik) maupun di dalam rumah tangga (PRT). Terbukanya peluang kerja bagi perempuan khususnya di kota Makassar, ternyata tidak membuat pekerja perempuan bisa diterima di semua tempat kerja. Hal ini terjadi karena masih adanya pendikotomian tempat kerja bagi perempuan. Dari jumlah tenaga kerja perempuan di kota Makassar sebanyak , pekerja perempuan banyak yang bekerja pada sektor industri, khususnya bidang jasa.

8 8 Beberapa contoh di antaranya adalah industri pengolahan ikan dan udang yang ada di Kawasan Industri Makassar (KIMA), dan industri lainnya. Untuk itu penulis mencoba melakukan penelitian dengan mengangkat tema mengenai sejauh mana efektifitas pelaksanaan ratifikasi konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi Pekerjaan di Indonesia. Oleh karena itu, judul yang penulis ajukan yaitu Efektivitas Ratifikasi Konvensi ILO No. 111 terhadap Penghapusan Diskriminasi Perempuan di Tempat Kerja di Kota Makassar Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan sebuah permasalahan yaitu, apakah ratifikasi konvensi ILO No. 111 sudah efektif dalam menghapus diskriminasi perempuan di tempat kerja di kota Makassar? 1.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui sejauh mana efektivitas ratifikasi konvensi ILO No. 111 yang dilakukan oleh Negara Republik Indonesia dalam usahanya menghapus diskriminasi perempuan di tempat kerja, khususnya di kota Makassar Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian di atas, sebagai berikut. 1. Menjadi salah satu bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan. Khususnya dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dalam penelitian selanjutnya.

9 9 2. Bagi instansi terkait, diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan, khususnya terhadap penghapusan diskriminasi di lingkungan kerja Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri atas 5 (lima) bab sebagai berikut : BAB I Pendahuluan. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka. Dalam bab ini akan dibahas mengenai sejumlah konsep teori yang ada dan berhubungan dengan pokok bahasan yang diangkat. BAB III Metodologi Penelitian. Dalam bab ini dikemukakan tentang kerangka pemikiran, metode analisa data, sumber dan jenis data serta teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini. Bab IV Pembahasan dan Hasil Penelitian. Merupakan bab pembahasan dan hasil penelitian yang meliputi. Bab V Kesimpulan dan Saran. Bab ini membahas kesimpulan terhadap analisis yang dapat diambil oleh penulis dan saran yang diberikan penulis terkait kesimpulan hasil analisis.

10 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) berhubungan dengan sistem rancangan formal dalam suatu organisasi yang menentukan efektivitas dan efisiensi untuk mewujudkan sasaran suatu organisasi. MSDM merupakan konsep luas tentang filosofi, kebijakan, prosedur, dan praktik yang digunakan untuk mengelola individu atau manusia melalui organisasi. Menurut Gary Dessler (2003), manajemen sumber daya manusia merupakan kebijakan dan praktik yang menentukan aspek manusia atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan dan penilaian. Manusia sebagai SDM memiliki keberadaan yang sangat penting dalam perusahaan. SDM mampu menunjang perusahaan melalui karya, bakat, kreativitas, dorongan dan peran nyata dalam setiap perusahaan ataupun organisasi baik sebagai pengusaha, karyawan, manajer, komisaris ataupun sebagai pemilik. Tanpa adanya unsur manusia, perusahaan tidak akan memampu bergerak dan berjalan menuju ke arah yang diinginkan. SDM perlu dikelola secara baik dan profesional agar dapat tercipta keseimbangan antara kebutuhan SDM dengan tuntutan serta kemajuan bisnis perusahaan. Bila pengelolaan SDM dapat dilaksanakan secara profesional,

11 11 diharapkan SDM dapat bekerja secara produktif. Pengelolaan SDM secara profesional ini harus dimulai sejak perekrutan, seleksi, pengklasifikasian, penempatan sesuai dengan kemampun, pelatihan dan pengembangan karir karyawan (Veithzal Rivai,2004). Hakekat manajemen SDM sangat ditentukan oleh sifat SDM itu sendiri, yang selalu berkembang (dinamis) baik jumlah maupun mutunya. Jika dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi, SDM yang tersedia haruslah memiliki pendidikan yang bermutu dengan kualitas hidup yang baik. Selain itu, harus didukung dengan adanya kesempatan kerja yang cukup besar. Maka untuk mencapai tingkat keseimbangan antara SDM yang tersedia dengan tingkat pertumbuhan ekonomi pada tahap tertentu diperlukan manajemen SDM yang tepat pada tingkat nasional. Dalam penerapannya, konsep manajemen SDM dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut. 1. Penerapan fungsi manajemen SDM secara makro dan mikro. Penerapan fungsi manajemen SDM dalam arti makro merupakan pelaksanaan fungsi pokok manajemen secara umum (fungsi manajerial). Sedangkan, dalam arti mikro merupakan fungsi manajemen SDM yang sifatnya operasional. Pada tingkat mikro, fungsi-fungsi manajemen SDM tidak semuanya dapat dipakai sepenuhnya pada organisasi atau perusahaan. Dengan demikian, SDM yang telah terikat pada suatu organisasi (formal, perusahaan, industri) berdasarkan suatu kontrak kerja, atau

12 12 telah berhubungan kerja dengan suatu organisasi berdasarkan suatu kerja sama, disebut SDM pada status mikro (pegawai, karyawan atau staf) dan SDM yang masih bebas atau belum terikat kontrak kerja atau kerja sama dengan suatu organisasi disebut SDM makro. 2. Prinsip-prinsip Manajemen SDM Dalam manajemen SDM selain fungsi manajerial dan operasional di dalam penerapannya harus diperhatikan pula prinsip-prinsip manajemen SDM, sebagai berikut. a. Kemanusiaan b. Demokrasi c. The right man on the right place d. Equal pay for equal work e. Kesatuan arah f. Kesatuan komando g. Efisiensi dan efektivitas h. Produktivitas kerja i. Disiplin j. Wewenang dan tanggung jawab. Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2006:16) dalam mempelajari MSDM ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan, sebagai berikut. 1. Pendekatan Mekanis Mekanisasi merupakan proses penggantian peranan tenaga kerja manusia dengan mesin untuk menjalankan pekerjaan. Pendekatan mekanis ini

13 13 menitikberatkan analisisnya kepada spesialisasi, efektivitas, standardisasi, dan memperlakukan karyawan sama halnya dengan mesin. Keuntungan spesialisasi ini, pekerja semakin terampil dan efektivitas semakin besar. Kelemahannya, pekerjaan membosankan karyawan, mematikan kreativitas, dan kebanggaan karyawan atas pekerjaannya akan semakin berkurang. Standardisasi diterapkan cukup mendalam sehingga terjadi pemindahan pekerjaan dari manusia kepada mesin antarkomponen yang satu dengan komponen yang lainnya dapat saling dipertukarkan serta spesialisasi mesin-mesin, peralatan, tata letak, dan pabrik pada karyawan itu mempunyai pikiran, perasaan, cita-cita,harga diri, dan sebagainya. 2. Pendekatan Paternalis, Pada pendekatan paternalis, manajer dalam pengarahan bawahannya bertindak seperti bapak terhadap anaknya. Para bawahan diperlakukan dengan baik, fasilitas-fasilitas diberikan, dan bawahan dianggap anakanaknya. Pendekatan ini menyebabkan karyawan menjadi manja, malas sehingga produktivitas menjadi menurun. Kondisi yang memberikan kebebasan terhadap karyawan akan berdampak negatif bagi perusahaan apabila tidak ada harmonisasi yang terjalin antara atasan dan bawahan. Dari kondisi tersebut, pendekatan sistem sosial hadir guna memberikan penjelasan mengenai cara untuk meningkatkan kinerja karyawan dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang ada dalam perusahaan. 3. Pendekatan Sistem Sosial.

14 14 Pendekatan sistem sosial ini memandang bahwa organisasi/perusahaan adalah suatu sistem yang kompleks yang beroperasi dalam lingkungan yang kompleks. Manajer menyadari dan mengakui bahwa tujuan organisasi/perusahaan akan tercapai jika tercipta lingkungan yang harmonis yang akan melahirkan kerjasama yang baik antara pihak atasan dan pihak bawahan dalam suatu organisasi. Pemikiran ini didasari oleh adanya saling ketergantungan, interaksi, dan keterkaitan antara sesama karyawan. Setiap sistem senantiasa berkaitan, baik dengan sebuah sistem yang lebih luas dan lebih tinggi tingkatannya, maupun dengan subsistem sendiri yang mewakili integrasi berbagai sistem dari berbagai tingkatan yang lebih rendah. Perusahaan akan tumbuh dan berkembang jika sistem sosial terintegrasi dalam satu sistem yang harmonis serta berinteraksi dengan baik. Pendekatan sistem sosial ini hendaknya menekankan kepada kesadaran atas tugas dan tanggung jawab setiap individu maupun kelompok yang didasari oleh sebuah pemahaman bersama dari sebuah sistem nilai sehingga kinerja karyawan lebih optimal. Hingga saat ini belum ada perusahaan yang mampu melaksanakan tugas-tugasnya tanpa memerlukan sumber daya manusia. Terdapat kecenderungan bahwa semakin besar suatu perusahaan, semakin besar pula kebutuhan sumber daya manusianya. Hal ini dapat kita lihat dalam praktek dunia bisnis. Walaupun suatu perusahaan sudah menggunakan mesin yang berteknologi tinggi, modern, serta otomatis, perusahaan tetap saja

15 15 membutuhkan sumber daya manusia yang terampil dalam jumlah yang harus memadai. Sumber daya manusia yang terampil hanya akan didapatkan jika perusahaan mau bertanggung jawab untuk mengembangkan para pekerjanya dengan melaksanakan aktivitas yang mendukung peningkatan kompetensi karyawan Efektivitas Secara etimologi, kata efektivitas berasal dari kata efektif (effective) yang memiliki makna berhasil. Menurut Effendy (1989) mendefinisikan efektivitas sebagai komunikasi yang prosesnya mencapai tujuan yang direncanakan sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah personil yang ditentukan. Efektivitas menurut pengertian di atas mengartikan bahwa indikator efektivitas dalam artian tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya merupakan sebuah pengukuran di mana suatu target telah tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Menurut Arens, A. Alnin, Elder dan Beansley (2003:738), efektivitas mengacu pada pencapaian tujuan, dimana efisiensi mengacu pada sumber yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan. Efektivitas berfokus pada outcome (hasil), program, atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka efektivitas

16 16 menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output yang mengacu pada hasil guna dari suatu organisasi, program atau kegiatan yang menyatakan sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah tercapai, serta ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai targettargetnya. Kata efektif sering dicampuradukkan dengan kata efisien, walaupun artinya tidak sama. Sesuatu yang dilakukan secara efisien belum tentu efektif. Secara singkat pengertian efisiensi adalah melakukan atau mengerjakan sesuatu secara benar doing things right, sedangkan efektivitas berarti melakukan atau mengerjakan sesuatu tepat pada sasaran doing the right things. Efisien harus selalu bersifat kuantitatif dan dapat diukur (measurable), sedangkan efektif mengandung pula pengertian kualitatif. Efektif lebih mengarah ke pencapaian sasaran. Efisien dalam menggunakan masukan (input) akan menghasilkan produktifitas yang tinggi. Tingkat efektivitas itu sendiri ditentukan oleh terintegrasinya sasaran dan kegiatan organisasi secara menyeluruh, kemampuan adaptasi dari organisasi terhadap perubahan lingkungannya. Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa efektivitas adalah hubungan antara hasil (output) yang dicapai dengan sasaran yang ingin dicapainya. Jika hasil tersebut semakin mendekati sasaran atau tujuan maka semakin efektif.

17 Peran Negara dalam Melindungi Para Pekerja Menurut Logemann, negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan untuk mengatur serta menyelenggarakan sesuatu dalam masyarakat. Sedangkan, Hans Kelsen mendefinisikan negara sebagai suatu susunan pergaulan hidup bersama dengan tata paksa. Roger F. Soultau mengartikan negara merupakan alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, negara mempunyai dua pengertian. Pertama, negara adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati rakyatnya. Kedua, negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisir di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai satu kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. Dari pendapat para ahli mengenai pengertian negara, maka secara garis besar terdapat 3 unsur dalam sebuah negara, yaitu: 1. Rakyat Orang-orang yang bertempat tinggal di wilayah itu, tunduk pada kekuasaan negara dan mendukung negara yang bersangkutan. 2. Wilayah Daerah yang menjadi kekuasaan negara serta menjadi tempat tinggal bagi rakyat negara. Wilayah juga menjadi sumber kehidupan rakyat negara yang meliputi wilayah laut, darat dan udara.

18 18 3. Pemerintah berdaulat Adanya penyelenggara negara yang memiliki kekuasaan menyelenggarakan pemerintahan di negara tersebut. Pemerintah memiiki kedaulatan baik ke dalam yaitu memiliki kekuasaan untuk ditaati oleh rakyatnya; serta kedaulatan ke luar yang artinya negara mampu mempertahankan diri dari serangan negara lain. Ketiga unsur di atas merupakan unsur konstitutif atau sebagai unsur pembentuk. Selain unsur di atas, pengakuan dari negara lain merupakan unsur deklaratif yaitu unsur yang sifatnya menyatakan, bukan sebagai unsur yang mutlak. Negara merupakan sebuah organisasi yang tidak hadir begitu saja, tetapi negara hadir memiliki fungsi dan tujuannya, serta dibentuk untuk menjalankan tugas-tugas tertentu. Fungsi negara merupakan gambaran yang dilakukan negara untuk mencapai tujuannya. Berikut fungsi-fungsi negara menurut beberapa ahli. 1. Menurut John Locke, negara memiliki 3 fungsi yaitu: a. Fungsi legislatif, untuk membuat peraturan; b. Fungsi eksekutif, untuk melaksanakan peraturan; c. Fungsi federatif, untuk mengurusi urusan luar negeri dan urusan perang dan damai. 2. Montesquieu dengan teori Trias Politica, fungsi negara sebagai berikut: a. Fungsi legislatif, membuat undang-undang; b. Fungsi eksekutif, melaksanakan undang-undang;

19 19 c. Fungsi yudikatif, untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang (fungsi mengadili). 3. Menurut Mirriam Budiardjo, fungsi pokok negara adalah sebagai berikut: a. Melaksanakan penertiban untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan dalam masyarakat (stabilisator); b. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Fungsi ini dijalankan dengan melaksanakan pembangunan di segala bidang; c. Fungsi pertahanan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar; d. Menegakkan keadilan melalui pembentukan badan-badan pengadilan. 4. Mc Iver menjelaskan bahwa ada 3 fungsi negara, yaitu: a. Berfungsi dalam kebudayaan; b. Berfungsi dalam bidang kesejahteraan umum; c. Berfungsi dalam bidang perekonomian. Pada intinya, semua negara dibentuk untuk mensejahterakan rakyatnya. Dan kesejahteraan rakyat pada hakekatnya merupakan bentuk campur tangan dari pemerintah. Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang wajib dipenuhi oleh negara untuk warganya dalam kondisi dan situasi apapun. Pekerja sebagai bagian dari masyarakat pun harus menikmati kesejahteraan tersebut. Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 pasal 1, pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Sesuai dengan pengertian pekerja berdasarkan Kamus

20 20 Besar Bahasa Indonesia, merupakan orang yang bekerja; orang yang menerima upah atas hasil kerjanya; buruh; karyawan. Pekerja, karyawan atau biasa juga disebut sebagai buruh merupakan pihak yang cukup banyak menyumbangkan perubahan dalam pembangunan sebuah negara. Tak dapat dipungkiri, pekerja menjadi tulang punggung atas terlaksananya seluruh aktivitas di semua aspek kehidupan berbangsa bernegara. Dengan besarnya partisipasi pekerja dalam peningkatan ekonomi sebuah negara, mengharuskan negara (pemerintah) memberikan perhatian lebih terhadap kondisi pekerja. Negara harus bisa menjamin stabilitas pertumbuhan perekonomian. Tanpa adanya jaminan terhadap stabilitas pertumbuhan ekonomi, maka sulit pula menjamin kesejahteraan para pekerja. Bentuk pertanggungjawaban lain dari negara (pemerintah) terhadap perbaikan kondisi ketenagakerjaan di Indonesia adalah membuat regulasi yang tidak berat sebelah, dimana regulasi ini benar-benar harus dilaksanakan oleh seluruh pihak yang terkait. Negara (pemerintah) turut campur tangan dalam peningkatan kesejahteraan pekerja melalui peraturan perundang-undangan guna memberikan jaminan kepastian hak dan kewajiban bagi semua pihak. Salah satu usaha yang dilakukan negara (pemerintah) yaitu melalui Konvensi ILO No. 111 tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan yang telah diratifikasi melalui UU No. 21 tahun Konvensi merupakan instrumen sah yang mengatur aspek-aspek administrasi perburuhan, kesejahteraan sosial atau hak asasi manusia. Bagi

21 21 negara anggota yang meratifikasi konvensi mengemban dua tugas sekaligus, yakni komitmen resmi untuk menerapkan aturan-aturan konvensi, dan kemauan untuk menerima ukuran-ukuran penerapan yang diawasi secara internasional. Konvensi ILO No. 111 ini berisi tentang diskriminasi pekerjaan dan jabatan yang hadir untuk melindungi pekerja perempuan. Konvensi hadir untuk menetapkan standar dan memberikan suatu model dan merangsang adanya peraturan perundangan tingkat nasional dan praktik-praktiknya di negara-negara anggota. Konvensi ILO No. 111 bertujuan untuk mempromosikan kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan dan jabatan yang mengarah kepada penghapusan segala bentuk diskriminasi berdasarkan asal muasal termasuk jenis kelamin melalui metode sesuai dengan kondisi nasional. Selain itu, Konvensi ILO No. 111 hadir sebagai pelengkap Konvensi ILO No. 100 tentang pemberian upah yang setara untuk pekerjaan yang mempunyai nilai setara antara laki-laki dan perempuan. Untuk melindungi pekerja dari hal-hal yang sifatnya tidak mendukung, peraturan-peraturan yang ada harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait. Dan tentu saja dengan hadirnya konsep pengawasan mempermudah realisasi peraturan ketenagakerjaan yang ada.

22 Konsep Gender Konsep gender merupakan konsep yang dipengaruhi oleh kedudukan dan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan. Dalam bukunya yang berjudul Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Mansour Fakih menjelaskan konsep gender yang dipahami sebagai suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, perempuan dikenal lemah dan lembut; cantik dan emosional. Sedangkan, laki-laki sering dianggap kuat dan perkasa; gagah dan rasional. Ciri dari sifat di atas merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Munculnya perbedaan dalam konsep gender antara laki-laki dan perempuan dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara (Mansour Fakih:2008, 8). Masyarakat yang berbeda memiliki banyak gagasan yang berbeda tentang cara yang sesuai bagi perempuan dan laki-laki untuk berperilaku seharusnya. Hal ini memperjelas sejauh mana peran gender bergeser dari asalusulnya ke dalam jenis kelamin biologis kita (Julius C. Mosse:1996). Seringkali konsep gender disalahpahami sebagai konsep yang melekat secara kodrati dalam diri manusia (laki-laki dan perempuan). Hal yang sifatnya kodrati ini biasanya dilandasi dengan konsep seks (jenis kelamin), dimana perbedaan antara perempuan dan laki-laki berdasarkan kondisi biologis (tabel 1.2). Padahal sebagian besar dari sesuatu yang dewasa ini sering dianggap

23 23 sebagai kodrat, sebenarnya merupakan konstruksi sosial dan kultur, atau gender. Tabel 1.2 Perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki Ciri Primer Biologis Lelaki Biologis Perempuan Penis, Scotrum, Testis, Sperma, Prostat (Kelenjar) Vagina, Indung telur, sel telur, uterus, haid, hamil, melahirkan menyusui Bersifat bawaan, kodrat, ciptaan dari Tuhan. Tidak berubah oleh pengaruh zaman, waktu, ras/suku/bangsa, kultur, agama, ideology Ciri Sekunder Bulu dada/tangan, jakun, suara berat, berkumis Kulit halus, dada besar, suara lebih bernada tinggi Ciri tertier relasi gender antara laki-laki dan perempuan. Dapat diubah dan dipertukarkan, sesuai dengan norma, nilai dan budaya setempat. (Sumber: Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa- AidaVitayala, 2010) Perempuan Indonesia selalu dikonotasikan sebagai sesosok makhluk yang lemah lembut dan lebih mengedapankan sisi emosionalnya sehingga perlu dilindungi, sedangkan laki-laki digambarkan sebagai sosok manusia yang gagah, perkasa dan lebih rasional, sehingga lebih bisa menjadi pelindung. Akibatnya, perempuan sejak kecil sudah disosialisasikan untuk melakukan peran partikularistik uang bersifat domestik. Sedangkan, laki-laki disosialisasikan untuk berperan universal (publik). Pencitraan ini dimantapkan dan dilembagakan dalam tatanan nilai masyarakat sebagai acuan bertindak (Hubeis, AV:2010). Pencitraan ini mengakibatkan banyak orang berpendapat bahwa pekerjaan dalam rumah urusan perempuan dan pekerjaan di luar rumah sebagai tanggung jawab laki-laki. Namun, karena munculnya desakan ekonomi dan berbagai alasan lain menyebabkan bergeser dan kaburnya

24 24 pembatas antara peran perempuan dan laki-laki di dalam maupun di luar rumah. Akan tetapi, proses ini tidak menyebabkan perubahan secara utuh, sehingga tidak jarang muncul kesalahpahaman dan konflik peran pada perseorangan, kelompok dan masyarakat keseluruhan. Ketimpangan tanggung jawab atas pergeseran peran telah terjadi, mengakibatkan sebagian besar perempuan memiliki jam kerja lebih lama dari rata-rata jam kerja laki-laki (Hubeis, AV:1987). Kekeliruan ini berlanjut dalam menentukan jenis pekerjaan yang cocok dan tidak cocok untuk dilakukan oleh seorang perempuan atau laki-laki. Karena dianggap lemah maka hanya pekerjaan ringan yang cocok untuk perempuan, sedang laki-laki melakukan pekerjaan berat. Namun dalam realitasnya, tidak selamanya perempuan merupakan sosok manusia lemah fisik atau nalar, begitu pula sebaliknya bahwa tidak selamanya laki-laki selalu tampil dengan memiliki fisik dan penalaran yang lebih baik. Dengan melihat kondisi di atas, perlu dilakukan represepsi yang mengacu pada suatu wawasan bahwa laki-laki atau perempuan sebagai manusia memiliki kesamaan kemampuan dalam berprestasi (Hubeis, AV:2010,74) Diskriminasi Perempuan Di Tempat Kerja Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diskriminasi adalah pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara (berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dsb). Hal yang sama juga

25 25 dibahasakan pada Konvensi ILO No.111 pasal 1 ayat (1), istilah diskriminasi meliputi setiap perbedaan, pengecualian atau pilihan atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, keyakinan politik, kebangsaan atau asal usul dalam masyarakat, yang mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya kesetaraan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan. Munculnya istilah diskriminasi terhadap perempuan tentu saja tidak terlepas dari hadirnya gerakan feminisme. Seluruh gerakan feminis berangkat dari kesadaran akan diskriminasi, ketidaksetaraan, ataupun ketidakadilan terhadap perempuan. Feminisme sebagai teori perubahan sosial dan pembangunan merupakan gejala baru, tepatnya ketika gerakan feminis merespon dan melakukan kritik terhadap teori pembangunan yang berkembang pesat sekitar tahun Latar belakang perkembangan teori perubahan sosial dan kritik terhadap pembangunan dari perspektif feminisme dicetuskan pada suatu konferensi tentang pengintegrasian kaum perempuan dalam ekonomi yang diselenggarakan di Wesley College, Amerika Serikat. Dari konferensi itulah berkembang suatu pengetahuan baru yang segera menjalar ke birokrasi pembangunan, sehingga mempergaruhi lahirnya urusan Women in Development (WID) yang mulai dibuka di USAID. WID dikembangkan dan difokuskan pada isu langsung yang berkenaan dengan usaha mendorong partisipasi kaum perempuan dalam program pembangunan (M. Fakih: 2009). Feminisme liberal menjadi landasan analisis sesungguhnya muncul sebagai kritik terhadap teori politik liberal yang umumnya menjunjung tinggi

26 26 nilai otonomi, persamaan dan nilai moral dan kebebasan individu, tetapi pada saat yang sama dianggap mendiskriminasi kaum perempuan. Asumsi dasar feminisme liberal berakat pada pandangan bahwa kebebasan dan equalitas berakar pada pandangan pemisahan antara dunia pribadi dan umum (M.Fakih: 2009, 148). Sehingga kerangka perjuangan feminisme liberal tertuju pada kesempatan dan hak yang sama. Diskriminasi yang menimpa kaum perempuan memunculkan persepsi bahwa perempuan dilahirkan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang jauh lebih terbatas jumlahnya dengan status pekerjaan rendah dengan imbalan (upah/gaji) yang rendah pula. Pekerjaan perempuan selama ini umumnya terbatas pada sektor rumah tangga (sektor domestik) (Wirartha:2000). Walaupun kini, para perempuan mulai menyentuh pekerjaan di sektor publik, jenis pekerjaan inipun merupakan perpanjangan dari pekerjaan rumah tangga (Siagian:1993, Fakih:1996), misalnya: bidan,juru rawat, guru, sekretaris dan pekerjaan lainnya yang lebih banyak memerlukan keahlian manual. Selain itu di tempat kerja, masih ditemukan adanya praktek yang tidak memberikan kesempatan perempuan untuk terjun ke dunia kerja seperti diskriminasi dalam proses rekrutmen, pelecehan seksual dan diskriminasi (Dameria, Eny: 2008) dalam kenaikan pangkat. Pada perusahaan tertentu sering digunakan kriteria jenis kelamin yang membatasi kesempatan kaum perempuan untuk menduduki posisi-posisi jabatan tertentu dalam perusahaan (Notosusanto:1994).

27 27 Munculnya diskriminasi di tempat kerja, karena pekerja perempuan dianggap memiliki human capital (pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja) yang lebih sedikit dibanding dengan pekerja laki-laki (Sumanto: 1993). Hal ini disebabkan, karena secara kultural sebagian masyarakat masih dipengaruhi secara kuat oleh budaya patriarki yang menimbulkan ketimpangan struktur sehingga perempuan menjadi terbatas untuk memperoleh akses pendidikan, ekonomi dan berorganisasi (Hatta: 2006). Dampak lain dari sistem dominasi di lingkaran budaya patriarki ini membuat mitos ataupun stereotipe tersendiri bagi pekerja perempuan, seperti sebagai berikut: 1. Perempuan sebagai pekerja ideal, terampil, rajin dan teliti; 2. Pekerja perempuan bahagia dengan kesempatan kerjanya, sehingga mudah diatur dan tidak banyak menuntut. Kedua hal di atas banyak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan untuk mengakumulasi modal (Tjandraningsih: 1997). Hal inilah yang menyebabkan munculnya ketidakadilan dan melahirkan diskriminasi terhadap perempuan. Jika posisi pekerja perempuan dikaitkan dengan isu gender, maka akan ada beberapa hal yang muncul (Daulay, Harmona, 2006), yaitu sebagai berikut: 1. Permasalahan marginalisasi, subordinasi dan stereotipe sosial. a. Berkaitan dengan konteks marginalisasi, pekerja perempuan diasosiasikan penempatannya pada pekerjaan-pekerjaan yang marginal. Karena pekerja perempuan mempunyai sifat halus dan telaten, sehingga

28 28 pekerjaan yang diberikan merupakan pekerjaan yang kurang penting dan berupah rendah. Selain itu, karena tingginya tingkat absensi pekerja perempuan yang disebabkan hal biologis (cuti hamil dan melahirkan) sering dijadikan alasan untuk menempatkan perempuan dalam pekerjaan yang marginal (Abdullah, 1995). b. Konteks subordinasi tidak akan melepaskan pembicaraan tentang hubungan kekuasaan antara kelompok yang tersubordinasi. Dikaitkan dengan ketenagakerjaan, makan muncul anggapan bahwan perempuan adalah makhluk irrasional, emosional, dan lemah sehingga menempatkan perempuan pada posisi yang kurang penting. Sedangkan, laki-laki disimbolkan sebagai tuan yang mengakibatkan pandangan bahwa perempuan sebagai relasinya adalah budak. c. Stereotipe merupakan pelabelan atau ciri-ciri penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Adanya budaya patriarki yang telah terinternalisasi dalam masyarakat melahirkan stereotipe tentang keberadaan perempuan dalam masyarakat. Perempuan dianggap mempunyai fungsi atau posisi yang layak di rumah, sehingga dilekatkan label domestik. Stereotipe ini juga masuk di tempat kerja dengan menempatkan posisi perempuan berkenaan dengan barang-barang yang dikerjakan di dalam pabrik, biasanya dekat dengan yang dikonsumsi perempuan sehingga muncul feminisasi dalam dunia kerja. 2. Munculnya permasalahan ketidakadilan gender di tempat kerja a. Jenis pekerjaan.

29 29 Di tempat kerja ada beberapa jenis pekerjaan yang dianggap tidak sesuai jika dilakukan oleh perempuan. Pekerjaan tersebut biasanya membutuhkan tenaga yang kuat dan termasuk dalam pengambilan keputusan yang strategis. Pekerja perempuan biasanya ditempatkan pada bagian yang membutuhkan ketelitian dan tidak membutuhkan kekuatan fisik yang berat. b. Penyediaan fasilitas kerja yang berbeda Hal ini berkaitan dengan kondisi biologis antara perempuan dan lakilaki. Di dalam penyediaan fasilitas kerja, perempuan memerlukan tempat-tempat yang berbeda dengan laki-laki. Termasuk adanya fasilitas kesehatan di dalam merawat diri mereka ataupun berkaitan dengan kesehatan reproduksinya. c. Perbedaan pemberian upah Kebijakan upah didasarkan pada kebutuhan fisik minimum, juga berdasarkan adanya perbedaan kebutuhan dasar antara para pekerja laki-laki dan perempuan. Perhitungan ini dipengaruhi anggapan bahwa perempuan bukan sebagai pencari nafkah utama keluarga. Karenanya dalam penentuan komponen upah ini, standar yang digunakan adalah kebutuhan fisik laki-laki. d. Jenjang karir Pekerja perempuan tidak dipercaya dalam memegang posisi strategis, karena gender dan stereotipe perempuan lebih emosional dan rata-rata memiliki pendidikan yang rendah.

30 30 e. Pelecehan seksual Pekerja perempuan dianggap sebagai pihak yang pantas melakukan gangguan dan godaan, yang berkembang menjadi pelecehan. Hal ini muncul karena adanya ketimpangan ekonomi. Ditambah tidak adanya jaminan keamanan dan hukum yang membuat perempuan memiliki kekuatan untuk terlibat dalam suatu pekerjaan. Gangguan ini sering menyebabkan perempuan meninggalkan tempat kerja dan keluar Kerangka Pikir Sebagai narasi pemahaman penulis terhadap penelitian, kerangka pikir penulis atas penelitian ini berangkat dari konsep ideal atas kondisi ketenagakerjaan yang menjadi bagian dari tanggung jawab pemerintah untuk tetap meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum. Kemudian, penulis berusaha membandingkan kondisi ideal dengan kondisi realistas yang ada mengenai kondisi ketenagakerjaan khususnya mengenai diskriminasi pekerja perempuan di tempat kerja. Gambaran realistis tidak hanya diperoleh dari data-data angka yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait pencapaian kesejahteraan pekerja perempuan, melainkan juga dapat terlihat dari kondisi nyata yang dialami oleh pekerja perempuan di tempat kerja, serta informasi-informasi yang diperoleh dari pihak terkait seperti dari pihak manajerial tempat kerja para pekerja perempuan atau instansi pemerintahan yang terkait.

31 31 Berdasarkan hasil analisis di atas, maka dapat dijadikan landasan penilaian terhadap efektivitas penghapusan diskriminasi perempuan di tempat kerja di kota Makassar. Berikut flow chart dari kerangka pikir penulis: Idealitas Kondisi Pekerja Perempuan Aturan-aturan Ketenagakerjaan di Indonesia (Konvensi ILO No. 111) Realitas Kondisi Pekerja Perempuan di Tempat Kerja Efektifitas Penghapusan Diskriminasi Perempuan di Tempat Kerja Gambar 1.1 Kerangka Pikir

32 32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Objek Penelitian Berdasarkan judul yang peneliti angkat, yaitu Efektivitas Ratifikasi Konvensi ILO No. 111 terhadap Penghapusan Diskriminasi Perempuan Di Tempat Kerja Di Kota Makassar, maka penelitian ini akan dilakukan di kota Makassar, Sulawesi Selatan. Pekerja perempuan yang ada di kota Makassar merupakan objek dari penelitian ini. Dalam rangka memperoleh tingkat efektivitas ratifikasi Konvensi ILO No. 111, penulis membatasi beberapa pihak yang terkait dengan permasalahan yang dibahas di penelitian ini. Syaratnya antara lain pekerja perempuan yang memiliki pengetahuan tentang ketenagakerjaan, dan atau pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan aturan Konvensi ILO No. 111 di kota Makassar Jenis Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dengan metode kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan dalam situasi wajar (natural setting). Metode ini berusaha untuk memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri (Husaini; Akbar, Purnomo, 2009).

33 33 Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menempatkan peneliti sebagai key instrument (instrumen penelitian) dengan data yang meliputi kata-kata tertulis atas lisan dari orang-orang yang memahami objek penelitian. Di samping itu, pendekatan kualitatif lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama serta pola-pola nilai yang dihadapi di lapangan (Moelong, 2002). Menurut Denzin dan Lincoln (1994 dalam Agus Salim, 2006) secara umum penelitian kualitatif sebagai suatu proses dari berbagai langkah yang melibatkan peneliti, paradigma teoritis dan interpretatif, strategi penelitian, metode pengumpulan data dan analisis data empiris, maupun pengembangan interpretasi dan pemaparan. Sarantakos (1998) berpendapat ada tiga paradigma utama dalam ilmu sosial, yaitu positivistik, interpretatif, dan critical. Pemilihan paradigma memiliki implikasi terhadap pemilihan metodologi dan metode pengumpulan dan analisis data. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metodologi penelitian kualitatif berdasarkan paradigma interpretif. Paradigma interpretif adalah suatu paradigma yang menganggap bahwa ilmu bukanlah didasarkan pada hukum dan prosedur yang baku. Manusia secara terus-menerus menciptakan realitas sosial mereka dalam rangka berinteraksi dengan yang lain (Schutz, 1967 dalam Ghozali dan Chairi, 2007). Tujuan pendekatan interpretif tidak lain adalah menganalisis realita sosial semacam ini dan bagaimana realita sosial itu terbentuk (Ghozali dan Chairi, 2007). Untuk memahami sebuah lingkungan sosial yang spesifik, peneliti harus menyelami pengalaman subjektif para pelakunya. Penelitian interpretif tidak menempatkan objektivitas sebagai hal terpenting, melainkan mengakui bahwa

34 34 demi memperoleh pemahaman mendalam, maka subjektivitas para pelaku harus digali sedalam mungkin hal ini memungkinkan terjadinya trade-off antara objektivitas dan kedalaman temuan penelitian (Efferin et al., 2004). Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang merupakan sebuah penelitian yang berusaha menemukan makna, meyelidiki proses, dan memperoleh pengertian dan pemahaman yang mendalam dari individu, kelompok atau situasi (Emzir, 2010). Menurut Smith, sebagaimana dikutip Lodico, Spaulding, dan Voegtle (2006) studi kasus dapat menjadi berbeda dari bentuk-bentuk penelitian kualitatif lain oleh fakta bahwa studi ini berfokus pada satu unit tunggal atau suatu sistem terbatas. Menurut Merriam (1998:27-28) keterbatasan dapat ditentukan dengan menanyakan apakah terdapat suatu batasan pada jumlah orang yang terlibat dapat diwawancarai atau suatu batasan pada jumlah orang yang terlibat dapat diwawancarai atau suatu jumlah waktu tertentu (untuk observasi)? Jika terdapat jumlah orang tak terbatas (secara aktual maupun teoritis) yang dapat diwawancarai atau pada observasi yang dapat dilaksanakan, maka fenomena tersebut tidak cukup terbatas untuk menjadi sebuah kasus. Untuk memulai penelitian studi kasus, peneliti mengidentifikasi masalah atau pertanyaan yang akan diteliti dan mengembangkan suatu rasional untuk menjawab alasan pemilihan metode studi kasus dalam sebuah penelitian. Dalam studi kasus, berbagai teknik dapat digunakan termasuk wawancara, observasi, dan terkadang pemeriksaan dokumen dan artefak dalam pengumpulan data.

35 35 Selain itu, dalam pemilihan partisipan harus didasarkan pada kemampuan mereka menyumbang suatu pemahaman tentang fenomena yang akan diteliti. Observasi yang dilakukan akan berfokus pada hakikat interaksi yang muncul dalam setiap setting. Observasi ini akan menghasilkan temuan-temuan yang dapat ditriangulasi dengan data wawancara, meningkatkan validitas data, temuan dan kesimpulan. Sehingga dalam melakukan observasi, peneliti harus merekam data yang terkumpul dari lapangan secara hati-hati. Dengan paradigma interpretif dan menggunakan metode penelitian studi kasus akan berusaha mengamati efektivitas ratifikasi Konvensi ILO No. 111 di tempat kerja. Sehingga dengan melihat realitas yang dialami oleh pekerja perempuan, maka akan diperoleh gambaran mengenai efektivitas ratifikasi dalam menghapus diskriminasi perempuan di tempat kerja Jenis dan Sumber Data Jenis Data berikut: Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai 1. Data kualitatif merupakan jenis data yang sifatnya tertulis maupun lisan dalam rangkaian kata-kata atau kalimat. 2. Data kuantitatif merupakan jenis data yang sifatnya angka-angka yang dapat dihitung matematis.

36 Sumber Data 1. Data primer umumnya keberadaannya dapat dilisankan dan ada yang tercatat, jika langsung dari sumbernya (tentang diri sumber data), berupa karakteristik demografi atau sosio-ekonomi, dan sikap atau pendapat. 2. Data sekunder yakni data yang telah disusun, dikembangkan dan diolah kemudian tercatat, terdiri atas data sekunder internal suatu organisasi dan data sekunder eksternal yang dipublikasikan Metode Pengumpulan Data Penelitian ini akan menggunakan dua metode pengumpulan data, antara lain sebagai berikut: 1. Metode pengumpulan berupa penelitian lapangan (field research), yakni mengadakan observasi partisipatif, wawancara kepada pihak-pihak terkait, dan bahan dokumentasi. a. Observasi atau pengamatan adalah perhatian yang terfokus terhadap kejadian, gejala,atau sesuatu (Emzir,2010). Adapun observasi ilmiah merupakan perhatian terfokus terhadap gejala, kejadian atau sesuatu dengan maksud menafsirkannya, mengungkapkan faktor-faktor penyebabnya, dan menemukan kaidah-kaidah yang mengaturnya (Garayibah, et.al., 1981)

37 37 b. Wawancara dapat didefinisikan sebagai interaksi bahasa yang berlangsung antara dua orang dalam situasi saling berhadapan salah seorang, yaitu yang melakukan wawancara meminta informasi atau ungkapan kepada orang yang diteliti yang berputar di sekitar pendapat dan keyakinannya (Hasan (1963) dalam Garabiyah, 1981: 43). c. Metode dokumenter adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis. 2. Metode penelitian pustaka (library research), yakni menggunakan literatur-literatur dan tulisan- tulisan yang berkaitan dengan penelitian Metode Analisis Data Tujuan analisis data ialah untuk mengungkapkan data apa yang masih perlu dicari, hipotesis apa yang perlu diuji, pertanyaan apa yang perlu dijawab, metode apa yang harus digunakan untuk mendapatkan informasi baru, dan kesalahan apa yang harus segera diperbaiki (Usman, Husaini; Akbar, Purnomo, 2009). Menurut Spradley (1997), analisis data merujuk pada pengujian sistematis terhadap sesuatu untuk menentukan bagian-bagiannya, hubungan di antara bagianbagian, dan hubungan bagian-bagian itu dengan keseluruhan. Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah analisis data versi Miles dan Huberman. Versi ini menjelaskan bahwa ada tiga alur kegiatan yang secara bersamaan dilakukan dalam analisis data, yaitu reduksi data,

38 38 penyajian data, serta penarikan kesimpulan atau verifikasi. Ketiga kegiatan ini saling terkait dan merupakan rangkaian yang tidak berdiri sendiri. a. Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengorganisasikan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga akhirnya data yang terkumpul dapat diverifikasi. b. Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif atau dapat juga berbentuk matriks, grafik, jaringan dan bagan. c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan kegiatan di akhir penelitian kualitatif. Peneliti harus sampai pada kesimpulan dan melakukan verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenaran kesimpulan yang disepakati oleh subjek tempat penelitian itu dilaksanakan. Makna yang dirumuskan peneliti dari data harus diuji kebenaran, kecocokan, dan kekokohannya.

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaum perempuan hari ini tidak hanya beraktifitas di ranah domestik saja. Namun, di dalam masyarakat telah terjadi perubahan paradigma mengenai peran perempuan di

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh adalah salah satu bagian sosial dari bangsa yang seharusnya dianggap penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. Opini masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000 K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000 2 K-183 Konvensi Perlindungan Maternitas, 2000 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tahun 1967 telah mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Deklarasi tersebut memuat hak dan

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini

Lebih terperinci

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 K 111 - Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958 R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958 2 R-111 Rekomendasi Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan

Lebih terperinci

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981 R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981 2 R-165 Rekomendasi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 2 R-188 Rekomendasi Agen Penempatan kerja Swasta, 1997 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Kebanyakan sistem patriarki juga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

Discrimination and Equality of Employment

Discrimination and Equality of Employment Discrimination and Equality of Employment Pertemuan ke-3 Disusun oleh: Eko Tjiptojuwono Sumber: 1. Mathis, R.L. and J.H. Jackson, 2010. Human Resources Management 2. Stewart, G.L. and K.G. Brown, 2011.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia dewasa ini dan meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap profesi auditor mampu membawa perubahan

Lebih terperinci

Asesmen Gender Indonesia

Asesmen Gender Indonesia Asesmen Gender Indonesia (Indonesia Country Gender Assessment) Southeast Asia Regional Department Regional and Sustainable Development Department Asian Development Bank Manila, Philippines July 2006 2

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi, sarana dan prasarana, melainkan juga tergantung pada kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

Jakarta, 6 September Nina Tursinah, S.Sos.MM. Ketua Bidang UKM-IKM DPN APINDO

Jakarta, 6 September Nina Tursinah, S.Sos.MM. Ketua Bidang UKM-IKM DPN APINDO Jakarta, 6 September 2016 Nina Tursinah, S.Sos.MM. Ketua Bidang UKM-IKM DPN APINDO Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar dan beragam ras, warna kulit, agama, bahasa, dll. Dalam

Lebih terperinci

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 2 K-158 Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN Feed Back BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Produk Kerajinan kriya anyam bahan lidi memiliki beragam varian, produkproduk tersebut memiliki nilai fungsi dan estetis yang menarik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Telah kita ketahui bersama bahwa manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam kegiatan suatu organisasi, karena manusia sebagai perencana,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan 86 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan paradigma naturalistik. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja atau buruh. Oleh karena itu seorang tenaga kerja sebagai subyek

BAB I PENDAHULUAN. pekerja atau buruh. Oleh karena itu seorang tenaga kerja sebagai subyek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kerja merupakan modal utama pembangunan masyarakat nasional Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tujuan terpenting dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk didiskusikan, selain karena terus mengalami perkembangan, juga banyak permasalahan perempuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA KOTA YOGYAKARTA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

PERATURAN WALIKOTA KOTA YOGYAKARTA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, PERATURAN WALIKOTA KOTA YOGYAKARTA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa hubungan kerja antara Pekerja Rumah Tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27

Lebih terperinci

BAB II FENOMENA KELUARGA DAHULU DAN SEKARANG. bekerja, peran istri yang bekerja terhadap keharmonisan keluarga, dan faktor

BAB II FENOMENA KELUARGA DAHULU DAN SEKARANG. bekerja, peran istri yang bekerja terhadap keharmonisan keluarga, dan faktor BAB II FENOMENA KELUARGA DAHULU DAN SEKARANG Pada bab ini akan dijelaskan mengenai suami yang tidak bekerja di Surabaya, peran istri dalam meningkatkan perekonomian keluarga, penyebab istri bekerja, peran

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 MUKADIMAH Negara-Negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan dalam Piagam Perserikatan

Lebih terperinci

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949 K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949 2 K-95 Konvensi Perlindungan Upah, 1949 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, kehidupan manusia mengalami perubahan dari generasi ke generasi. Contohnya, perubahan kebudayaan, adat istiadat, peradaban

Lebih terperinci

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT Agustina Tri W, M.Pd Manusia dilahirkan o Laki-laki kodrat o Perempuan Konsekuensi dg sex sbg Laki-laki Sosial Konsekuensinya dg sex sbg Perempuan 2 Apa Pengertian

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

K150 Konvensi mengenai Administrasi Ketenagakerjaan: Peranan, Fungsi dan Organisasi

K150 Konvensi mengenai Administrasi Ketenagakerjaan: Peranan, Fungsi dan Organisasi K150 Konvensi mengenai Administrasi Ketenagakerjaan: Peranan, Fungsi dan Organisasi 1 K 150 - Konvensi mengenai Administrasi Ketenagakerjaan: Peranan, Fungsi dan Organisasi 2 Pengantar Organisasi Perburuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Peran Manajemen Sumber Daya Manusia sangat penting bagi suatu organisasi, sebesar atau sekecil

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

K138 USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA

K138 USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA K138 USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA 1 K 138 - Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

PENDEKATAN & KENDALA Dalam MSDM MATERI 2

PENDEKATAN & KENDALA Dalam MSDM MATERI 2 6 PENDEKATAN & KENDALA Dalam MSDM MATERI 2 PERKEMBANGAN MSDM Perkembangan MSDM didorong oleh kemajuan peradaban, pendidikan, ilmu pengetahuan dan tuntutan daya saing produksi barang dan jasa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen.

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI A. FAKTOR PENDUKUNG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA PEREMPUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja memiliki peranan penting sebagai tulang punggung. perusahaan, karena tanpa adanya tenaga kerja, perusahaan tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja memiliki peranan penting sebagai tulang punggung. perusahaan, karena tanpa adanya tenaga kerja, perusahaan tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja memiliki peranan penting sebagai tulang punggung perusahaan, karena tanpa adanya tenaga kerja, perusahaan tidak dapat beroperasi dan berpartisipasi dalam

Lebih terperinci

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA 1 K 100 - Upah yang Setara bagi Pekerja Laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya 2 Pengantar

Lebih terperinci

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar 1. Menguraikan tentang konsep dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum pada dasarnya tidak membedakan antara pria dan perempuan, terutama dalam hal pekerjaan. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi

Lebih terperinci

PENGARUH PENILAIAN KINERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI PADA SUB BAGIAN KEPEGAWAIAN DAN UMUM DI DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT

PENGARUH PENILAIAN KINERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI PADA SUB BAGIAN KEPEGAWAIAN DAN UMUM DI DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber Daya Manusia merupakan faktor produksi yang tidak dapat diabaikan dan merupakan aset utama suatu organisasi yang menjadi perencana dan pelaku aktif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

Materi 9 Organizing: Manajemen Sumber Daya Manusia

Materi 9 Organizing: Manajemen Sumber Daya Manusia Materi 9 Organizing: Manajemen Sumber Daya Manusia Dengan telah adanya struktur organisasi, manajer harus menemukan orang-orang untuk mengisi pekerjaan yang telah dibuat atau menyingkirkan orang dari pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. yang menitik beratkan perhatiannya terhadap masalah yang berhubungan

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. yang menitik beratkan perhatiannya terhadap masalah yang berhubungan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu manajemen yang menitik beratkan perhatiannya terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat di mana penelitian akan dilakukan yaitu di Kelompok Bermain Bunga Nusantara

Lebih terperinci

Bab l. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab l. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Bab l Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman saat ini banyak membawa perubahan, baik itu perubahan pada manusia, alam ataupun teknologi. Perubahan ini juga telah menyebabkan pola berpikir

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah jenis penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif merupakan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. Saat ini total populasi penduduk Tiongkok tahun 2015 kurang lebih 1,49 milyar jiwa. Jumlah populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang atau lebih yang didasarkan atas tujuan yang ingin dicapai bersama. Suatu

BAB I PENDAHULUAN. orang atau lebih yang didasarkan atas tujuan yang ingin dicapai bersama. Suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi sekarang ini dipahami sebagai suatu wadah atau tempat berkumpulnya manusia dalam melaksanakan suatu aktivitas kerjasama antara dua orang atau lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Persepsi Persepsi menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer adalah pandangan dari seseorang atau banyak orang akan hal atau peristiwa yang

Lebih terperinci

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa merupakan anugrahnya yang wajib

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif naturalistik. Pertimbangannya sebab hasil penelitian yang diperoleh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif naturalistik. Pertimbangannya sebab hasil penelitian yang diperoleh 53 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif naturalistik. Pertimbangannya sebab hasil penelitian yang diperoleh

Lebih terperinci

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK (Studi Kasus di Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di hadapan Tuhan. Manusia dianugerahi akal budi dan hati nurani sehingga mampu membedakan yang

Lebih terperinci

K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177)

K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177) K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177) 1 K177 - Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177) 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

K181 Konvensi tentang Penyalur Tenaga Kerja Swasta

K181 Konvensi tentang Penyalur Tenaga Kerja Swasta K181 Konvensi tentang Penyalur Tenaga Kerja Swasta 1 K 181 - Konvensi tentang Penyalur Tenaga Kerja Swasta 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas

Lebih terperinci

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Ringkasan Selama 15 tahun terakhir, Indonesia mengalami perubahan sosial dan politik luar biasa yang telah membentuk latar belakang bagi pekerjaan layak di negeri

Lebih terperinci

R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 2 R-166 Rekomendasi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, artinya penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan masalah

Lebih terperinci

K122 Konvensi mengenai Kebijakan di Bidang Penyediaan Lapangan Kerja

K122 Konvensi mengenai Kebijakan di Bidang Penyediaan Lapangan Kerja K122 Konvensi mengenai Kebijakan di Bidang Penyediaan Lapangan Kerja 1 K 122 - Konvensi mengenai Kebijakan di Bidang Penyediaan Lapangan Kerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan

Lebih terperinci

K187. Tahun 2006 tentang Landasan Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

K187. Tahun 2006 tentang Landasan Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja K187 Tahun 2006 tentang Landasan Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja 1 K187 - Tahun 2006 tentang Landasan Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ISBN 978-92-2-xxxxxx-x Cetakan Pertama, 2010

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Sesuai dengan judul penelitian ini yakni, Strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Perilaku Keagamaan Siswa di SMA Negeri 1 Tulungagung,

Lebih terperinci

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Masyarakat dunia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa ketidaksetaraan gender yang

BAB I PENDAHULUAN. pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa ketidaksetaraan gender yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perjuangan kesetaraan gender adalah terkait dengan kesetaraan sosial antara pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa ketidaksetaraan gender yang

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai kebutuhan sosial yang harus dipenuhi, oleh karena itu mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat, terlebih di masyarakat perkotaan. Fenomena waria merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat, terlebih di masyarakat perkotaan. Fenomena waria merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di jaman modern ini, banyak sekali waria yang hidup di dalam masyarakat, terlebih di masyarakat perkotaan. Fenomena waria merupakan suatu paparan nyata yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci