PERLUNYA UNDANG-UNDANG MATA UANG 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERLUNYA UNDANG-UNDANG MATA UANG 1"

Transkripsi

1 PERLUNYA UNDANG-UNDANG MATA UANG 1 Oleh: Tim Peneliti Fakultas Hukum Universitas Airlangga A. Latar Belakang Masalah Amandemen keempat Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang ditetapkan pada tanggal 10 Agustus 2002 mengamanatkan bahwa macam dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-Undang. Sampai saat ini Undang-Undang yang mengatur macam dan harga mata uang tersebut adalah Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun Apabila dilihat dari sejarah pengaturan mata uang di Indonesia setelah masa kemerdekaan, sejauh ini pernah terdapat 4 (empat) Undang-Undang yang khusus mengatur mengenai mata uang yaitu: a. Undang-Undang Darurat Nomor 20 Tahun 1951 tentang Penghentian Berlakunya Indische Mutwet 1912 dan Penetapan Peraturan Baru Tentang Mata Uang; b. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1953 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Tentang Penghetian Berlakunya Indische Mutwet 1912 dan Penetapan Baru Tentang Mata Uang (Undang-Undang Darurat Nomor 20 Tahun 1951) Sebagai Undang-Undang; c. Undang-Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1985 tentang Pengubahan Undang-Undang Mata Uang Tahun 1953 ; d. Undang-Undang Nomor 71 Tahun 1985 tentang Pengubahan Undang-Undang Mata Uang Tahun 1953 Sebagai Undang-Undang. 1 Executive Summary dari Penelitian dengan judul Penelitian Hukum Perlunya Undang-Undang Mata Uang Kerjasama antara Bank Indonesia dengan Fakultas Hukum UNAIR (2005), dengan Tim Peneliti: Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, S.H., M.S., LL.M, Drs. Tjitohadi Sawar Yuwono, Ak., Msc., Ph.D, Dr. Yohanes Sogar Simamora, S.H., M. Hum. BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 18 Volume 4, Nomor 1, April 2006

2 Pemberlakuan keempat Undang- Undang tersebut bukan sebagai pelaksanaan amanat UUD 1945, tetapi merupakan pelaksanaan amanat Pasal 109 Undang-Undang Dasar Sementara Tahun Dalam perjalanan waktu ketika UUD 1945 diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Undang- Undang yang mengatur mengenai macam dan harga mata uang tersebut kemudian secara tegas dinyatakan tidak berlaku oleh Pasal 54 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral tersebut merupakan pelaksanaan amanat Pasal 23 UUD Sejak saat itu, pengaturan mengenai mata uang diatur dalam Undang-Undang Bank Sentral dan tidak lagi diatur dengan Undang-Undang tersendiri. Pasal 23 ayat (3) UUD 1945 sebelum diamandemen berbunyi: Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-Undang. Penjelasan ketentuan itu menyatakan bahwa perlunya macam dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-Undang karena kedudukan uang itu besar pengaruhnya bagi masyarakat. Menurut penjelasan ketentuan UUD 1945 tersebut, uang adalah alat penukar dan pengukur harga. Sebagai alat penukar untuk memudahkan pertukaran jual beli dalam masyarakat. Berhubung dengan itu perlu ada macam dan rupa uang yang diperlukan oleh rakyat sebagai pengukur harga untuk dasar menetapkan harga masing-masing barang yang dipertukarkan. Barang yang menjadi pengukur harga itu, mestilah tetap harganya, jangan naik turun karena keadaan uang yang tidak teratur. Oleh karena itu, keadaan uang itu harus ditetapkan dengan Undang- Undang. UUD 1945 hasil amandemen tidak mengenal Penjelasan. Akan tetapi Pasal 23B UUD 1945 yang telah diamandemen bunyinya tetap seperti Pasal 23 (3) sebelum amandemen, yaitu Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-Undang. Mengingat Pasal 23B UUD 1945 mengamanatkan bahwa macam dan harga mata uang diatur dengan suatu Undang-Undang, maka walaupun tugas mengeluarkan dan mengedarkan uang tidak dapat dilepaskan dari bank sentral, maka dipandang perlu untuk mengatur hal-hal mengenai mata uang dalam Undang-Undang tersendiri sebagai Undang-Undang organik dari Pasal 23B UUD Sementara itu, guna membangun kredibilitas uang rupiah, maka di dalam Undang- Undang yang mengatur tentang macam dan harga mata uang tersebut perlu diatur secara tegas bahwa pengeluaran dan pengedaran uang rupiah merupakan tugas bank sentral sebagai bagian dari pelaksanaan kebijakan di bidang moneter. Hal ini sesuai dengan praktik yang berlaku secara internasional dan konsisten dengan BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 19 Volume 4, Nomor 1, April 2006

3 ketentuan serta praktik yang berlaku selama ini di Indonesia. Namun, jika melihat sejarah pengaturan mata uang di Indonesia, mulai dari tahun 1953 sampai dengan saat ini, pengaturan mata uang menjadi satu dengan pengaturan di bidang moneter yaitu diatur dalam satu Undang-Undang tentang bank sentral. Kewenangan bank sentral untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang memiliki kaitan yang erat dengan kewenangan pencetakan uang. Apabila pencetakan uang tetap berada diluar kewenangan bank sentral, maka kualitas kerjasama antara bank sentral dengan perusahaan pencetak uang akan mempengaruhi secara langsung efektifitas kebijakan pengedaran uang. Perusahaan pencetak uang dituntut untuk senantiasa mampu mengikuti perkembangan teknologi di bidang pencetakan uang dan penyediaan kapasitas produksi yang memadai. Selain merupakan kewenangan dan tanggung jawab lembaga yang mengeluarkan dan mengedarkan uang, pengaturan mata uang perlu pula memberikan dasar hukum yang kuat bagi lembaga tersebut dalam mengatur penggunaan uang sebagai alat pembayaran yang sah (legal tender). Uang rupiah sebagai legal tender di wilayah RI harus digunakan untuk setiap transaksi pembayaran yang mensyaratkan pembayaran menggunakan uang. Kewajiban penggunaan mata uang ini seringkali memerlukan pengecualian - pengecualian, terutama jika secara praktis tidak dimungkinkan atau secara kelaziman memang sangat memerlukan penggunaan mata uang lain. Pelanggaran terhadap larangan menolak mata uang maupun terhadap kewajiban penggunaan mata uang, bisa merupakan perbuatan pidana atau juga bisa pula bukan kejahatan. Ini sangat tergantung bagaimana Undang-Undang mengaturnya. Kejahatan terhadap mata uang (crimes against currency) cakupannya dapat sangat luas. Dari penolakan menerima mata uang, perusakan, pemalsuan, bahkan sampai perbuatan penyimpanan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk membuat uang. Dari segi penempatan pengaturannya, apakah pengaturan kejahatan terhadap mata uang akan disatukan ke dalam Undang-Undang Mata Uang ataukah disatukan ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana? Untuk memberikan jawaban masalah ini, perlu diuraikan dasar pemikiran dan landasan teorinya, karena kejahatan terhadap mata uang sebenarnya dapat dipandang sebagai kejahatan yang spesifik dan sangat membahayakan, dapat pula dipandang sebagai kejahatan umum, seperti halnya kejahatan terhadap alat pembayaran lainnya. Oleh karena itulah perlu dilakukan penelitian hukum untuk BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 20 Volume 4, Nomor 1, April 2006

4 mendapatkan jawaban atas masalah-masalah sebagai berikut: a. Apakah pengaturan mata uang perlu dituangkan dalam Undang- Undang tersendiri, terpisah dari Undang-Undang Bank Indonesia; b. Bagaimana uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan Bank Indonesia apa perlu dilakukan pencadangan (back up currency); c. Bagaimana pengaturan kedudukan uang sebagai alat pembayaran yang sah (legal tender). Apakah penolakan terhadap penggunaan rupiah perlu diberikan sanksi pidana; d. Cakupan materi apa saja yang perlu dituangkan dalam pengaturan mata uang di Indonesia; e. Apakah sanksi pidana atas kejahatan terhadap uang perlu diatur dalam Undang-Undang Mata Uang, serta materi pidana apa saja yang perlu dicantumkan ke dalam Undang-Undang. B. Landasan Pemikiran Pengaturan Undang-Undang Mata Uang Pada saat ini ketentuan-ketentuan mengenai macam mata uang terdapat di dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 tahun 2004, yaitu Pasal 2 dan 3. Adanya Undang-Undang No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar menunjukkan bahwa ketentuan konstitusi itu memang perlu dilaksanakan dengan Undang- Undang. Dengan demikian, ketentuan tentang macam mata uang juga perlu dilaksanakan dengan Undang-Undang organik tersendiri, tidak cukup apabila hanya dicantumkan sebagai ketentuan dalam Undang-Undang lainnya. Lebih-lebih apabila dikaitkan dengan Undang-Undang No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, tidak boleh tidak, ketentuan konstitusi itu harus dituangkan ke dalam Undang- Undang bukan produk peraturan perundang-undangan lainnya. Hal itu disebabkan dilihat dari sudut ketatanegaraan, Undang-Undang merupakan produk parlemen. Parlemen merupakan wakil-wakil rakyat. Oleh karena itulah produk tersebut dianggap sebagai produk rakyat. Salah satu fungsi hukum adalah melindungi kepentingan yang berkaitan dengan keamanan secara umum. Kepentingan ini meliputi perlindungan hukum terhadap ketertiban, kesehatan, serta keselamatan dan keamanan bertransaksi. Apabila ditelaah, kepentingan akan keamanan secara umum dapat dikatakan dasar ontologis bagi pengaturan mata uang di dalam Undang-Undang BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 21 Volume 4, Nomor 1, April 2006

5 tersendiri. Hal ini disebabkan oleh fungsi uang yang esensial dalam hidup bermasyarakat. Tidak dapat disangkal bahwa uang telah memfasilitasi dan memotivasi semua aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan konsumsi, produksi, tukar-menukar, dan distribusi. Uang memungkinkan konsumen memaksimalkan kepuasannya. Uang menjadi tolok ukur intensitas keinginan dan kegunaan komoditas bagi konsumen. Uang memfasilitasi produksi dengan cara mendorong tabungan dan investasi. Uang memobilisasi modal dan membantu pembentukan modal. Uang memungkinkan entrepreneur memaksimalkan keuntungan dengan cara melakukan kiat-kiat tertentu atas faktor-faktor produksi. Dengan mengintroduksi uang, terciptalah tukar-menukar dan memungkinkan terjadinya perdagangan baik secara nasional maupun internasional. Uang berfungsi sebagai denominator bersama bagi distribusi produkproduk sosial. Upah, rent, bunga, dan keuntungan semuanya mengenai uang. Uang membantu bekerjanya mekanisme harga dan bertindak sebagai suatu instrumen untuk alokasi sumber-sumber daya bagi entrepreneur yang saling bersaing. Uang telah terbukti melancarkan berfungsinya sistem perekonomian. Uang telah mengakselarasi proses industrialisasi. Oleh karena adanya uang, telah terjadi aliran pembayaran dan adanya aliran pembayaran inilah yang memungkinkan peningkatan kesejahteraan ekonomi. Apapun sistem perekonomian suatu negara, uang terbukti sangat dibutuhkan. Di dalam ekonomi pasar uang berperan sangat penting karena ekonomi pasar pada dasarnya bergantung kepada mekanisme harga yang bekerja melalui medium uang. Fungsi uang yang terutama adalah sebagai alat tukar-menukar, sebagai suatu satuan hitung, sebagai penimbun kekayaan yang dalam terminologi modern sebagai resources liquid, dan sebagai standar bagi penundaan pembayaran. Disamping keempat fungsi tersebut, uang juga mempunyai fungsi dinamis. Dalam fungsinya yang bersifat dinamis, uang mempengaruhi bekerjanya perekonomian dengan cara mempengaruhi tingkat harga, tingkat konsumsi, volume produksi, dan distribusi kekayaan. Fungsi dinamis uang, dengan demikian, dapat dikatakan menentukan kecenderungan ekonomis. Sudah merupakan suatu yang umum diketahui bahwa terdapat hubungan yang erat antara persediaan uang yang ada dalam masyarakat dan tingkat harga di suatu negara. Fungsi dinamis ini telah menjadi sangat penting pada zaman modern ini karena akan menjadi acuan bagi pemerintahan negara dalam menetapkan kebijakan moneter. BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 22 Volume 4, Nomor 1, April 2006

6 Berdasarkan penelusuran, masalah mata uang memang lazim diatur dengan Undang-Undang tersendiri. Hal ini terlihat di Australia, Amerika Serikat, Canada, Thailand, dan Singapura. Mengingat dilihat dari bahannya nilai nominal yang tertera pada mata uang itu lebih tinggi daripada nilai intrinsik bahannya, kepercayaan masyarakat akan mata uang merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itulah untuk menjaga kepercayaan itu diperlukan pengaturan tersendiri tentang mata uang. C. Perlunya Back up Currency Di beberapa negara Undang-Undang mengenai Mata Uang telah diundangkan menjadi Undang- Undang tersendiri yang dari waktu ke waktu mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan ekonomi, khususnya sektor keuangan dan teknologi. Dalam Undang-Undang Mata Uang itu diantaranya diatur penerbitan uang, pencetakan, distribusi, kebijakan persediaan, penggantian uang rusak, penanganan uang palsu, back up currency, design/tema, dan denominasi. Di beberapa negara terdapat perbedaan kebijakan mengenai back up currency. Hanya di Singapura sajalah yang melakukan back up (pencadangan/jaminan) terhadap mata uang sebesar 100%. Hal ini menunjukkan bahwa setiap mata uang yang diedarkan, Bank Sentral Singapura (MAS) akan menjamin sepenuhnya dengan aset yang ada. Aset penjaminan bisa dalam bentuk cadangan emas ataupun cadangan devisa yang dimiliki oleh MAS. Sehingga uang dalam arti fiat/ fiduciary money (uang kepercayaan) tidak berlaku di Singapura. Artinya Jika terjadi suatu saat seluruh masyarakat ingin menukarkan mata uangnya dengan aset yang lebih aksesibel terhadap keuangan internasional (yaitu emas ataupun hard currency lainnya), pemerintah Singapura mampu untuk memenuhinya. Kebijakan ini bisa berlangsung karena Pemerintah Singapura memiliki cadangan devisa yang sangat cukup, sebagai hasil dari kegiatan ekspor yang melebihi impor maupun meningkatnya surplus neraca modal yang memasuki pasar keuangan di Singapura. Sementara Pemerintah Malaysia hanya mampu menjamin uang yang beredar dengan aset yang dimiliki sebesar 80,59% dan Thailand sebesar 60%. Negara lain seperti Filipina dan Korea tidak mewajibkan untuk melakukan back up currency. Negara-negara yang tidak melakukan penjaminan terhadap mata uang yang beredar biasanya harus melakukan prinsip kehatihatian dalam menjaga cadangan aset yang dimilikinya, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 23 Volume 4, Nomor 1, April 2006

7 mata uangnya tidak rontok seiring merosotnya perekonomian. Di Indonesia, tiadanya kebijakan back up currency ataupun jaminan terhadap mata uang yang beredar, walau sekecil apapun, dari pemerintah telah mengakibatkan kepercayaan masyarakat turun seiring dengan isu-isu (sentimen pasar) yang mungkin bukan alasan fundamental ekonomi. Hal itu telah dibuktikan dengan adanya peristiwa yang terjadi pada bulan Mei tahun 1998 yaitu tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kondisi perekonomian berhasil merontokkan kepercayaan masyarakat terhadap rupiah sehingga kurs pada waktu itu pernah mencapat Rp /$. Oleh karena itulah di dalam penelitian ini didapatkan kebutuhan akan adanya ketentuan mengenai back up currency. Untuk pencapaian sasaran mengenai kelancaran dan ketersediaan uang yang efisien perlu dilakukan langkah-langkah: (1) Menetapkan jumlah uang yang diperlukan dalam perekonomian. Dalam hal ini jumlah uang yang diedarkan harus disesuaikan dengan kebutuhan perekonomian. Apabila jumlah uang yang diedarkan lebih kecil dari kebutuhan, maka akan menghambat kelancaran transaksi yang berdampak pada terganggunya kegiatan produksi dan investasi. Sebaliknya, apabila uang yang diedarkan melebihi kebutuhan maka akan mengakibatkan naiknya hargaharga. (2) Pemetaan wilayah pengedaran uang. Dalam rangka pengelolaan pengedaran uang, letak dan karakteristik suatu daerah perlu dipertimbangkan. Daerah yang sulit dijangkau oleh alat angkutan biasanya membutuhkan stok uang yang lebih besar. Disamping itu, ada juga daerah yang memiliki karakteristik khusus, misalnya lebih senang menggunakan uang seri atau pecahan tertentu. (3) Perhitungan jumlah uang lusuh/ rusak. Perhitungan jumlah uang rusak/ lusuh merupakan faktor penting yang harus diperhitungkan dalam membuat rencana pencetakan uang. (4) Penyediaan stok uang yang optimal. Perhitungan stok uang yang perlu dipelihara tidak hanya didasarkan pada kebutuhan pada kondisi normal, tetapi juga perlu dipertimbangkan kondisi darurat dan perlunya stok uang yang setiap saat harus tersedia. Dalam penelitian ini disarankan bahwa seyogianya Undang-Undang Mata Uang itu menetapkan ketentuan yang mewajibkan adanya back up currency. Akan tetapi mengenai prosentase yang perlu dicadangkan tidak perlu dicantumkan dalam Undang- Undang itu. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari kekakuan. BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 24 Volume 4, Nomor 1, April 2006

8 Undang-Undang Mata Uang seyogianya menetapkan bahwa prosentase yang perlu dicadangkan diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Jika hal ini memang diperintahkan oleh Undang-Undang, maka sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 10 tahun 2004, Peraturan Bank Indonesia ini setingkat Peraturan Pemerintah karena diperintahkan oleh Undang- Undang. D. Kedudukan Uang Sebagai Alat Pembayaran Yang Sah (Legal Tender) Kedudukan sebagai legal tender ini dinyatakan di dalam uang kertas yang dikeluarkan oleh Bank Sentral setiap negara. Di dalam legal tender terdapat dua elemen yang esensial yaitu pertama, keberadaannya dinyatakan oleh hukum dan kedua untuk pembayaran. Ditinjau dari teori Hukum Tata Negara, suatu kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang kepada suatu badan atau lembaga bersifat atributif artinya tidak menimbulkan kewajiban menyampaikan laporan atas pelaksanaan kekuasaan itu. Di dalam Pasal 20 UU No. 23 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia disebutkan bahwa Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran. Kewenangan ini bersifat atributif sehingga tidak perlu dipertanggungjawabkan kepada lembaga yang lebih tinggi. Konsekuensinya, produk yang dikeluarkan oleh lembaga dengan wewenang atributif bersifat mengikat dan apabila tidak diindahkan sanksi dapat dikenakan kepada mereka yang tidak mengindahkan atau menghormati produk itu. Dengan demikian, apabila ada fihak yang tidak menghargai uang kertas yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, fihak tersebut dapat dikenai sanksi sesuai dengan yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Legal tender atau alat pembayaran yang sah pada saat ini pada umumnya dibuat dari kertas dan logam. Uang logam ini disebut coin. Pada masa sekarang coin biasanya dibuat dari logam yang harganya lebih rendah dari nilai nominal yang tertera pada coin tersebut. Di samping itu nilai nominal coin pada umumnya lebih kecil daripada nilai nominal uang kertas karena memang untuk transaksi kecil. Sebagai legal tender, coin juga harus dihormati. Oleh karena itulah penolakan terhadap coin juga dapat dikenakan sanksi. Akan tetapi kalau saja ketentuan itu diterapkan tanpa pembatasan tertentu, hal itu akan menyulitkan penjual barang-barang bernilai tinggi. Dapat dibayangkan kalau BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 25 Volume 4, Nomor 1, April 2006

9 misalnya dalam suatu transaksi yang bernilai jutaan rupiah dibayar dengan coin seratusan rupiah atau paling tinggi lima ratusan rupiah, pihak penjual akan dihadapkan kepada suatu situasi yang dilematis. Kalau menolak pembayaran dengan coin berarti menolak legal tender dan hal ini merupakan perbuatan yang dikenai sanksi. Sedangkan kalau menerima, transaksi lain akan terhambat hanya untuk menghitung jumlah coin. Jika dalam satu hari ada satu saja transaksi semacam itu, dapat dibayangkan betapa banyak waktu yang terbuang yang sebenarnya dapat digunakan untuk yang lain. Dari penelusuran terhadap Undang- Undang Mata Uang negara lain, ternyata di dalam perundangundangan negara-negara tersebut ditetapkan adanya pembatasan penggunaan coin. Dengan adanya pembatasan tersebut dimaksudkan bahwa Undang-Undang yang dibuat tidak menghambat transaksi bisnis di satu pihak dan di pihak lain tetap menghargai coin sebagai legal tender sesuai dengan tujuannya yaitu untuk transaksi kecil sehingga tidak mudah rusak karena perputarannya yang sangat intensif. Apabila mata uang dengan nilai sebesar itu dibuat dari kertas, dikhawatirkan akan cepat rusak. Dengan demikian, pembayaran dengan coin untuk transaksi jutaan rupiah tidak sesuai dengan tujuan diproduksinya coin. Akan tetapi tidak berarti bahwa pembatasan tersebut menyebabkan coin menjadi illegal tender. Di dalam hukum istilah legal tidak berarti dilawankan dengan istilah illegal sama halnya istilah dinyatakan tidak bersalah tidak berarti dinyatakan benar. Penolakan terhadap rupiah tidak perlu dikenai sanksi pidana. Hal ini disebabkan perbuatan tersebut terbukti bukan merupakan perbuatan yang merugikan masyarakat dan juga tidak anti sosial. Bagi kalangan pebisnis apapun mata uang diberlakukan apakah rupiah, dollar, ataupun mata uang kuat lainnya tidak menjadi masalah. Yang penting adalah bagaimana mendorong aktivitas bisnis dengan menggunakan mata uang rupiah. Selain itu penggunaan mata uang rupiah pada saat sekarang ini, sudah convertible. Bisa ditukar kapan saja dan dimana saja ada. Apalagi penukaran mata uang dari rupiah ke mata uang lain ataupun dari mata uang hard/soft currency lain ke rupiah bisa dilakukan di beberapa negara. Bagi kalangan swasta ataupun pebisnis sebenarnya bukan merupakan suatu masalah besar mengingat sifat rupiah yang convertible, bisa ditukar dalam satuan mata uang lain secara cepat. Selain itu pemakaian jenis mata uang apapun bagi kalangan bisnis yang paling utama adalah profit/keuntungan. Sepanjang dengan menggunakan mata uang rupiah lebih menguntungkan, digunakanlah rupiah. Bahkan menurut temuan dalam penelitian BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 26 Volume 4, Nomor 1, April 2006

10 ini, para pebisnis yang melakukan quotation dalam dollar, akan senang kalau dibayar dengan denominasi rupiah dengan kurs yang ditetapkan lebih tinggi dari pada yang ada di pasar. Dalam studi perbandingan dengan Currency Act negara-negara lain seperti Kanada, Singapura, dan Thailand tidak dijumpai ancaman pidana bagi mereka yang menolak menggunakan mata uang negeri itu untuk transaksi domestik di negaranegara itu. Bahkan menurut pengalaman para peneliti dalam penelitian ini, justru yang sebaliknya yang terjadi, yaitu ketika para peneliti ini di Australia dan New Zealand, kedua negara itu tidak mau menerima dollar Amerika Serikat. Begitu juga negara-negara Eropa yang menggunakan Euro, menolak menerima mata uang asing lain selain Euro. E. Cakupan RUU Mata Uang Undang-Undang ini seyogianya dimulai dengan pengaturan mengenai Macam dan Harga Mata Uang. Pengaturan demikian dituangkan dalam Bab I. Mengenai hal ini substansi dalam Pasal 2 UU No. 23 Tahun 1999 dapat diambil alih karena susunannya sudah tepat. Pertama yang perlu diatur adalah penetapan rupiah sebagai satuan mata uang Republik Indonesia, penetapan uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah, macam uang (uang kertas dan uang logam) dan denominasinya. Selanjutnya juga perlu diatur harga mata uang. Di samping itu dalam bab ini juga diatur mengenai penggunaan rupiah. Selanjutnya dalam Bab II diatur mengenai keharusan menggunakan uang rupiah untuk setiap transaksi di wilayah Republik Indonesia. Pengaturan mengenai mata uang ditujukan untuk menjaga stabilitas mata uang yang bersangkutan. Dalam kaitan ini sudah cukup bila diatur adanya keharusan untuk menggunakan mata uang itu dalam setiap transaksi. Begitu pun dengan mata uang rupiah. Sebenarnya aturan yang mengharuskan digunakannya uang rupiah dalam setiap perbuatan yang menimbulkan kewajiban pembayaran dengan uang, sudah cukup sehingga tidak perlu lagi aturan tentang penolakan. Justru yang perlu diatur adalah hak untuk menolak jika orang yang akan menerima pembayaran itu mempunyai alasan yang sah untuk menolak, misalnya karena fisik uang cacat atau diduga palsu. Keharusan untuk menggunakan uang rupiah dalam setiap transaksi sekalipun hal itu dilakukan di wilayah Republik Indonesia tidak dapat diterapkan secara kaku. Terdapat situasi yang memungkinkan dilakukannya pengecualian. Namun demikian, pengecualian itu tidak perlu harus dengan Undang-Undang seperti yang termuat dalam RUU Mata Uang. Hal itu jelas membutuhkan BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 27 Volume 4, Nomor 1, April 2006

11 waktu dan biaya serta tidak selaras dengan semangat dan prinsip kepastian hukum dalam penyusunan RUU Mata Uang ini. Sebaliknya, pengecualian itu cukup dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang pokok-pokoknya dapat merujuk pada bagian penjelasan Pasal 2 UU No. 23 Tahun Perlu pula dikecualikan setiap kewajiban pembayaran dengan uang yang terjadi atau disepakati sebelum lahirnya Undang-Undang Mata Uang. Sekalipun terdapat asas bahwa Undang-Undang tidak berlaku surut (retro aktif), untuk kepastian hukum pengecualian tersebut tetap diperlukan. Bab-bab berikut yaitu yang mengatur mengenai Ciri-ciri, Desain dan Bahan Uang, demikian juga Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan dan Pemusnahan Uang, serta Penukaran Uang dan Penanganan Uang Palsu, merupakan kewenangan dan tanggung jawab kelembagaan dalam hal ini Bank Indonesia. Terkait dengan kewenangan dan tanggung jawab Bank Indonesia ini, substansi yang perlu diatur adalah tanggung gugat baik mengenai penggantian uang maupun penukaran uang. Sementara mengenai penanganan uang palsu, perlu diatur perlindungan hukum bagi pemegang/pemilik uang yang diduga palsu sementara ia tidak tahu jika yang dipegang atau dimilikinya adalah palsu. Hal ini penting karena adanya realita bahwa uang yang ditarik dari mesin ATM ada juga yang palsu. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan prinsip itikad baik bagi orang yang memegang/memiliki uang yang tidak tahu bahwa uang itu palsu. BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 28 Volume 4, Nomor 1, April 2006

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara kesatuan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat melakukan perdagangan dengan sistem barter, yaitu suatu sistem perdagangan dengan pertukaran antara

Lebih terperinci

PARADIGMA BARU DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN MATA UANG (POLA PIKIR, PENGATURAN, DAN PENEGAKAN HUKUM)

PARADIGMA BARU DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN MATA UANG (POLA PIKIR, PENGATURAN, DAN PENEGAKAN HUKUM) PARADIGMA BARU DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN MATA UANG (POLA PIKIR, PENGATURAN, DAN PENEGAKAN HUKUM) Oleh: Tim Perundang-undangan dan Pengkajian Hukum Direktorat Hukum Bank Indonesia I. Pendahuluan Fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/14/PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN, PENGEDARAN, PENCABUTAN DAN PENARIKAN, SERTA PEMUSNAHAN UANG RUPIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/14/PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN, PENGEDARAN, PENCABUTAN DAN PENARIKAN, SERTA PEMUSNAHAN UANG RUPIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/14/PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN, PENGEDARAN, PENCABUTAN DAN PENARIKAN, SERTA PEMUSNAHAN UANG RUPIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu tugas Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Uang mempermudah manusia untuk saling memenuhi kebutuhan hidup dengan cara melakukan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. transaksi menggunakan Rupiah logam sebagai berikut : Rp 1000,00 (seribu Rupiah) dan/atau Rp 1500,00 (seribu lima ratus Rupiah), dan

BAB IV PENUTUP. transaksi menggunakan Rupiah logam sebagai berikut : Rp 1000,00 (seribu Rupiah) dan/atau Rp 1500,00 (seribu lima ratus Rupiah), dan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan berikut : Dari uraian dalam Bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal 1. Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat di Kabupaten Sijunjung menolak transaksi menggunakan

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA Salah satu usaha penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana.

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERBANKAN. By : Angga Hapsila, SE. MM

MANAJEMEN PERBANKAN. By : Angga Hapsila, SE. MM MANAJEMEN PERBANKAN By : Angga Hapsila, SE. MM BAB II UANG DAN BANK SENTRAL DI INDONESIA 1. DEFINISI UANG 2. SYARAT UANG 3. PERAN/ FUNGSI UANG 4. NILAI WAKTU DARI UANG 5. BANK SENTRAL DI INDONESIA 1. DEFINISI

Lebih terperinci

Uang EKO 2 A. PENDAHULUAN C. NILAI DAN JENIS-JENIS UANG B. FUNGSI UANG. value).

Uang EKO 2 A. PENDAHULUAN C. NILAI DAN JENIS-JENIS UANG B. FUNGSI UANG. value). A. PENDAHULUAN Uang adalah suatu benda atau alat tukar yang diterima oleh masyarakat umum untuk melakukan kegiatan pertukaran barang dengan barang atau lainnya. Ciri-ciri uang agar penggunaannya efisien:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah

Lebih terperinci

TUGAS-TUGAS BANK INDONESIA. Mulyati, SE., M.T.I.

TUGAS-TUGAS BANK INDONESIA. Mulyati, SE., M.T.I. TUGAS-TUGAS BANK INDONESIA Mulyati, SE., M.T.I. Pendahuluan Fungsi utama Bank Sentral adalah mengatur masalah-masalah yang berhubungan dengan keuangan di suatu negara secara luas, baik dalam maupun luar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 9/10/PBI/2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/14/PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN, PENGEDARAN, PENCABUTAN DAN PENARIKAN, SERTA PEMUSNAHAN UANG RUPIAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1999 TENTANG LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1999 TENTANG LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1999 TENTANG LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kesinambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap

BAB I PENDAHULUAN. proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Uang memegang peranan yang sangat penting di sepanjang kehidupan manusia. Uang digunakan sebagai alat tukar yang dapat diterima secara umum, yang dimana alat tukarnya

Lebih terperinci

PBI No.17/3/PBI/2015 Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

PBI No.17/3/PBI/2015 Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia PBI No.17/3/PBI/2015 Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Pidato Kenegaraan Presiden RI Joko Widodo dalam Sidang Tahunan MPR Tahun 2015 Guna mendorong penguatan ekonomi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai suatu

Lebih terperinci

Otoritas Moneter di Indonesia

Otoritas Moneter di Indonesia OTORITAS MONETER Otoritas Moneter di Indonesia Menurut UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia mempunyai tujuan agar otoritas moneter dapat menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter yang efektif

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.106, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Uang Rupiah. Pembayaran dan Pengelolaan. Sistem. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5885). PERATURAN BANK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661]

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661] UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661] Pasal 102 Setiap orang yang: a. mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal

Lebih terperinci

PANDUAN PENUKARAN RUPIAH TIDAK LAYAK EDAR

PANDUAN PENUKARAN RUPIAH TIDAK LAYAK EDAR PANDUAN PENUKARAN RUPIAH TIDAK LAYAK EDAR UNDANG UNDANG No. 7 Tahun 2011 tentang MATA UANG PENUKARAN RUPIAH Pasal 22 (1) Untuk memenuhi kebutuhan Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1999 TENTANG LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1999 TENTANG LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1999 TENTANG LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kesinambungan pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.173, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Nilai. Lindung. Swap. Transaksi. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5920) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai suatu

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/1/PBI/2004 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/1/PBI/2004 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/1/PBI/2004 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya turut memelihara dan mendukung pencapaian stabilisasi nilai rupiah,

Lebih terperinci

Uang Dalam Perekonomian

Uang Dalam Perekonomian Uang Dalam Perekonomian Pengertian Uang Uang adalah sesuatu yang dapat dipergunakan untuk melakukan transaksi Uang memiliki dua nilai, yaitu nilai nominal dan nilai riil. Nilai nominal adalah nilai yang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/7/PBI/2016 TENTANG TRANSAKSI BANK KEPADA BANK INDONESIA DALAM RANGKA BILATERAL CURRENCY SWAP ARRANGEMENT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/7/PBI/2016 TENTANG TRANSAKSI BANK KEPADA BANK INDONESIA DALAM RANGKA BILATERAL CURRENCY SWAP ARRANGEMENT PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/7/PBI/2016 TENTANG TRANSAKSI BANK KEPADA BANK INDONESIA DALAM RANGKA BILATERAL CURRENCY SWAP ARRANGEMENT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 36 / PBI / 2005 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 36 / PBI / 2005 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 36 / PBI / 2005 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Bank Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998

BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA A. Pengertian Bank Indonesia Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998, bank adalah badan usaha yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1999 TENTANG LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1999 TENTANG LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1999 TENTANG LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kesinambungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan jasa dalam perekonomian dinilai dengan satuan uang. Seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan jasa dalam perekonomian dinilai dengan satuan uang. Seiring dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan uang sangat penting dalam perekonomian. Seluruh barang dan jasa dalam perekonomian dinilai dengan satuan uang. Seiring dengan perkembangan perekonomian atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hampir semua transaksi perdagangan internasional pada saat ini menggunakan

I. PENDAHULUAN. Hampir semua transaksi perdagangan internasional pada saat ini menggunakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hampir semua transaksi perdagangan internasional pada saat ini menggunakan Fiat Money. 1 Mata uang ini telah sangat luas digunakan oleh masyarakat dunia sebagai alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/8/PBI/2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/17/PBI/2013 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu

sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat pembayaran hutang atau sebagai alat untuk melakukan pembelian barang dan jasa. Mempermudah

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN BANK & LEMBAGA KEUANGAN 1. Berbeda dengan Undang undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN BANK & LEMBAGA KEUANGAN 1. Berbeda dengan Undang undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN BANK & LEMBAGA KEUANGAN 1 V. BANK SENTRAL (BANK INDONESIA) A. Tujuan Bank Indonesia Berbeda dengan Undang undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral yang tidak merumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Respon (stance) kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

EKONOMI MONETER (EM) OK--OK

EKONOMI MONETER (EM) OK--OK EKONOMI MONETER (EM) OK--OK Catatan : Dengan pertimbangan kemudahan pemahaman, materi dalam bahan kuliah ini diambil dari kombinasi berbagai literatur tentang Ekonomi Moneter, khususnya buku Ekonomi Moneter

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/17/ PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/17/ PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/17/ PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/201 /PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/201 /PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA FREQUENTLY ASKED QUESTIONS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/201 1 /PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA 1. Apa saja pertimbangan diterbikannya

Lebih terperinci

MDC UNDANG UNDANG LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR

MDC UNDANG UNDANG LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR UNDANG UNDANG LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1999 TENTANG LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR MDC UNDANG UNDANG BANK INDONESIA UNDANG UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara selalu berbeda bila ditinjau dari sumber daya alamnya, iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur

Lebih terperinci

2016, No /17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Ban

2016, No /17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Ban No.94, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Lindung Nilai. Transaksi Swap. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5881) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia, karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Pengaruh Tingkat Suku Bunga Deposito, Gross Domestic Product (GDP), Nilai Kurs, Tingkat Inflasi, dan Jumlah Uang Beredar

Lebih terperinci

Keseimbangan Ekonomi Empat Sektor. Oleh: Ruly Wiliandri, SE., MM

Keseimbangan Ekonomi Empat Sektor. Oleh: Ruly Wiliandri, SE., MM Keseimbangan Ekonomi Empat Sektor Oleh: Ruly Wiliandri, SE., MM Perekonomian empat sektor adalah perekonomian yg terdiri dari sektor RT, Perusahaan, pemerintah dan sektor LN. Perekonomian empat sektor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 17 / PBI/2000 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN SERTA PENCABUTAN DAN PENARIKAN UANG RUPIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 17 / PBI/2000 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN SERTA PENCABUTAN DAN PENARIKAN UANG RUPIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 17 / PBI/2000 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN SERTA PENCABUTAN DAN PENARIKAN UANG RUPIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Bank Indonesia merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pembangunan Nasional menuntut keikutsertaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Tidak banyak yang memahami fungsi dan tujuan keberadaan Bank Indonesia dalam perekonomian nasional. Bank Indonesia seringkali dilihat sebagai bank umum yang bertugas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN [LN 1995/64, TLN 3612]

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN [LN 1995/64, TLN 3612] UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN [LN 1995/64, TLN 3612] BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 102 Barangsiapa yang mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor atau mengekspor barang tanpa

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. independen berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. independen berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank Indonesia merupakan Bank Sentral atau Lembaga Negara yang independen berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah

Lebih terperinci

KEABSAHAN PERMEN DALAM TRANSAKSI PEMBAYARAN

KEABSAHAN PERMEN DALAM TRANSAKSI PEMBAYARAN KEABSAHAN PERMEN DALAM TRANSAKSI PEMBAYARAN Oleh : Ni Made Ayu Pasek Dwilaksmi Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT The validity of this scientific

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 4/2/PBI/2002 TENTANG PEMANTAUAN KEGIATAN LALU LINTAS DEVISA PERUSAHAAN BUKAN LEMBAGA KEUANGAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 4/2/PBI/2002 TENTANG PEMANTAUAN KEGIATAN LALU LINTAS DEVISA PERUSAHAAN BUKAN LEMBAGA KEUANGAN PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 4/2/PBI/2002 TENTANG PEMANTAUAN KEGIATAN LALU LINTAS DEVISA PERUSAHAAN BUKAN LEMBAGA KEUANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemantauan kegiatan Lalu Lintas

Lebih terperinci

MATA UANG. INDISCE MUNTWET PENGHENTIAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

MATA UANG. INDISCE MUNTWET PENGHENTIAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG. Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1953 (27/1953) Tanggal: 18 DESEMBER 1953 (JAKARTA) Sumber: LN 1953/77; TLN NO. 482 Tentang: Indeks: PENETAPAN "UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

DPR TOLAK PEMBERIAN PINJAMAN KEPADA IMF

DPR TOLAK PEMBERIAN PINJAMAN KEPADA IMF DPR TOLAK PEMBERIAN PINJAMAN KEPADA IMF tribunnews.com Rencana pemerintah untuk membeli obligasi i yang dikeluarkan International Monetary Fund (IMF) ii seharga US$1 miliar ditentang Komisi XI DPR. Komisi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/15/PBI/2016 TENTANG PENYELENGGARA JASA PENGOLAHAN UANG RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/15/PBI/2016 TENTANG PENYELENGGARA JASA PENGOLAHAN UANG RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/15/PBI/2016 TENTANG PENYELENGGARA JASA PENGOLAHAN UANG RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong terpeliharanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Joesron dan Fathorozzi (2003) produksi adalah berkaitan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Joesron dan Fathorozzi (2003) produksi adalah berkaitan dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Produksi Menurut Joesron dan Fathorozzi (2003) produksi adalah berkaitan dengan bagaimana sumber daya (input) digunakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, 1 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/13/PBI/2016 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/17/PBI/2013 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 20/2/PBI/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/7/PBI/2017 TENTANG PEMBAWAAN UANG KERTAS ASING KE DALAM DAN KE LUAR DAERAH PABEAN INDONESIA DENGAN

Lebih terperinci

Transaksi NPI terdiri dari transaksi berjalan, transaksi modal dan finansial.

Transaksi NPI terdiri dari transaksi berjalan, transaksi modal dan finansial. BY : DIANA MA RIFAH Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) merupakan statistik yang mencatat transaksi ekonomi antara penduduk Indonesia dengan bukan penduduk pada suatu periode tertentu (biasanya satu tahun).

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KASUS VAKSIN PALSU DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG Oleh: Ophi Khopiatuziadah * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 14 Oktober 2016 Kejahatan yang dilakukan para tersangka

Lebih terperinci

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/13/PADG/2017 TENTANG PENUKARAN UANG RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/13/PADG/2017 TENTANG PENUKARAN UANG RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/13/PADG/2017 TENTANG PENUKARAN UANG RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tidaknya pembangunan ekonomi adalah dengan menentukan besarnya Produk

BAB II LANDASAN TEORI. tidaknya pembangunan ekonomi adalah dengan menentukan besarnya Produk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Impor dan Pembangunan Ekonomi Selain ekspor, impor juga berperan penting dalam proses pembangunan ekonomi. Salah satu tolak ukur yang digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia juga mengalami peningkatan. Bertambahnya aset dan modal yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia juga mengalami peningkatan. Bertambahnya aset dan modal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi yang makin berkembang telah membuka peluang dalam dunia bisnis semakin lebar dan luas. Aset dan modal yang dimiliki perusahaan di Indonesia juga mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/2/PBI/2003 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/2/PBI/2003 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/2/PBI/2003 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya turut memelihara dan mendukung pencapaian stabilisasi nilai rupiah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM BANK SENTRAL DI INDONESIA. Menurut penjelasan Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun

BAB II TINJAUAN UMUM BANK SENTRAL DI INDONESIA. Menurut penjelasan Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun BAB II TINJAUAN UMUM BANK SENTRAL DI INDONESIA A. Pengertian dan Sejarah Bank Sentral Menurut penjelasan Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN HARGA RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN HARGA RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN HARGA RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Ekonomi Indonesia tidak terlepas dari keterlibatan sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Ekonomi Indonesia tidak terlepas dari keterlibatan sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Ekonomi Indonesia tidak terlepas dari keterlibatan sektor moneter. Sektor moneter melalui kebijakan moneter digunakan untuk memecahkan masalah-masalah

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 7 /PBI/2012 TENTANG PENGELOLAAN UANG RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 7 /PBI/2012 TENTANG PENGELOLAAN UANG RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 7 /PBI/2012 TENTANG PENGELOLAAN UANG RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 10 /PBI/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 7/14/PBI/2005 TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI RUPIAH DAN PEMBERIAN KREDIT VALUTA ASING OLEH BANK DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Valuta Asing. Penukaran. Bukan Bank. Usaha. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5932) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu studi yang masih menimbulkan kontroversi hingga saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu studi yang masih menimbulkan kontroversi hingga saat ini, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu studi yang masih menimbulkan kontroversi hingga saat ini, khususnya dibidang moneter adalah tentang permintaan uang. Kontroversi tersebut berawal dari dua

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN

Lebih terperinci

PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN. Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN. Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 72 TAHUN 1998 (72/1998) Tanggal: 16 SEPTEMBER 1998 (JAKARTA) Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X ekonomi BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami fungsi serta peranan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM Sistem keuangan adalah suatu sistem yg dibentuk oleh lembaga-2 yg mempunyai kompetensi yg berkaitan dengan seluk-beluk di bidang keuangan. Sistem keuangan (financial system) merupakan satu kesatuan sistem

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

REGULASI NO. 2001/14 TENTANG MATA UANG RESMI DI TIMOR LOROSAE

REGULASI NO. 2001/14 TENTANG MATA UANG RESMI DI TIMOR LOROSAE UNITED NATIONS United Nations Transitional Administration in East Timor NATIONS UNIES Administrasion Transitoire des Nations Unies in au Timor Oriental UNTAET UNTAET/REG/2001/14 20 Juli 2001 REGULASI NO.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Balakang Masalah. Bank merupakan suatu lembaga atau industri yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Balakang Masalah. Bank merupakan suatu lembaga atau industri yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Bank merupakan suatu lembaga atau industri yang bergerak di bidang perekonomian yang menjalankan kegiatannya didasarkan kepada kepercayaan masyarakat dan bank

Lebih terperinci

BAB IV MATERI POKOK YANG PERLU DIATUR DALAM CURRENCY ACT

BAB IV MATERI POKOK YANG PERLU DIATUR DALAM CURRENCY ACT BAB IV MATERI POKOK YANG PERLU DIATUR DALAM CURRENCY ACT 4.1. Materi Pengaturan Tentang Mata Uang Pada Saat ini Sebagaimana telah diuraikan pada bab ketiga penelitian ini, bahwa pengaturan mengenai mata

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH? Edisi Maret 2015 Poin-poin Kunci Nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak 3 Agustus 1998. Pelemahan lebih karena ke faktor internal seperti aksi hedging domestik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.129, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Devisa. Bank. Nasabah. Lalu Lintas. Pemantauan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5897) PERATURAN

Lebih terperinci