ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN MARIKULTUR BATAM ESTET (BME) BATAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN MARIKULTUR BATAM ESTET (BME) BATAM"

Transkripsi

1 J.Hidrosfir Vol.1 No.2 Hal Jakarta, Agustus 2006 ISSN ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN MARIKULTUR BATAM ESTET (BME) BATAM Suhendar I Sachoemar Peneliti Kelautan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Abstract Carrying capacity analysis at Bantam Mariculture Estate was conducted to determain their optimal production capacity and number of fish cages setting for sustainable aquaculture development within this area. The analysis was design on the material balance base of the nitrogen input and output where the aquaculture system of fish rearing on the cages was assumed as the black box system. To support the analysis, physical and chemical parameters such as current speed and dissolved in organic nitrogen (ammonia, nitrate and nitrite) were included on the analysis to understand their flushing rate as key factor that showing of the ecosystem ability on the reduction of the pollutant concentration. The calculation result shows that fish production capacity of Batam Mariculture Estate was high that is up to 3 thousand ton peryear for 3 thousand unit of fish cages. Flushing rate was excellent that is within range of million m 3 /hours with the ability of the ecosystem to avoid the pollutant is less than 10 hours. The nitrogen and ammonia released on the environment are low that are around mg/days and mg/days respectively. These value are below of the minimum level permitted for the aquaculture. Key words : Enviroment carrying capacity, Bantam mariculture estate 1. PENDAHULUAN Pulau-pulau kecil di kawasan Batam- Rempang-Galang (Barelang) Kepulauan Riau memiliki potensi yang luar biasa untuk pengembangan budidaya perikanan laut. Untuk itu Pemerintah Kota Batam bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), sejak tahun 2001 telah melakukan kegiatan pengkajian di beberapa lokasi potensial di Kawasan Barelang. Salah satu lokasi yang cukup potensial adalah perairan Nguan di daerah Galang Baru sekitar 60 km sebelah selatan kota Batam. Perairan Nguan seluas kurang lebih 40 ha telah direkomendasikan sebagai tempat yang sangat layak untuk pengembangan usaha budidaya ikan kerapu di Batam. Sebagai tindak lanjut dari temuan tersebut, sejak tahun 2001 telah dillakukan uji coba budidaya ikan kerapu dalam Keramba Jaring Apung dimana hasilnya dilaporkan cukup baik. Saat ini perairan Nguan telah dikukuhkan menjadi suatu kawasan budidaya perikanan laut yang dikenal 52 Sachoemar,I.S. 2006

2 dengan nama Batam Marikultur Estat (BME) dan statusnya telah diperkuat dengan keluarnya SK Walikota Batam No. KPTS. 124/HK/VI/2003 tentang Penetapan Lokasi Kawasan Budidaya Laut. (1) Agar kegiatan tersebut dapat berlangsung secara berkelanjutan, maka pengembangannya perlu disesuaikan dengan kapasitas daya dukung lingkungan dan karakteristis perairannya. Untuk itu, maka diperlukan data dan informasi yang terintegrasi, aktual dan akurat yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan kapasitas daya dukung lingkungan dan pengembangan model pengelolaan kawasan perairan dengan berbasiskan kepada karakteristik lingkungan perairan dikawasan tersebut. Sehingga kondisi lingkungan perairan dapat tetap terjaga dan tetap sehat untuk pengembangan kegiatan budidaya perikanan laut secara berkelanjutan. Permasalahan yang paling serius dan sering dihadapi dalam kegiatan budidaya ikan dengan sistem jaring apung adalah masalah pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh limbah organik dari sisa-sisa kotoran ikan dan kelebihan pakan ikan yang tidak terkonsumsi. Kelalaian dalam memperhatikan kondisi lingkungan perairan dan ekspansi secara besar-besaran yang melebihi daya dukung lingkungan dalam kegiatan budidaya ikan seringkali dihadapkan kepada resiko kerugian yang cukup besar dan berkepanjangan. Limbah organik dari kegiatan budidaya ikan di jaring apung dalam jangka panjang akan terakumulasi di dasar perairan. Bersamasama dengan limbah organik yang berasal dari berbagai kegiatan didarat (pemukiman dan industri), apabila tidak terkendali dengan baik akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi atau pengkayaan perairan secara berlebihan yang sering diikuti dengan ledakan (blooming) fitoplankton dan meningkatnya kandungan sulfida dan H 2 S di dasar perairan. Akibatnya, perairan menjadi bersifat unoxic atau kekurangan oksigen dan toxic atau beracun. Proses ini akan lebih diperburuk lagi kalau terjadi peristiwa upwelling atau penaikan massa air dari lapisan bawah kepermukaan dan turbulensi atau pengadukan massa air sesaat, yang secara tiba-tiba sering menyebabkan kematian massal pada ikan-ikan yang dibudidayakan dalam jaring apung. Untuk mengatasi kondisi yang demikian, maka sejak dini perlu direncanakan program monitoring lingkungan perairan secara teratur dan pengendalian atau pembatasan kegiatan budidaya ikan yang disesuaikan dengan kapasitas daya dukung lingkungannya. Dengan demikian penentuan kemampuan daya dukung suatu ekosistem perairan untuk dijadikan suatu kawasan budidaya perikanan, merupakan suatu keharusan agar program pengembangan budidaya ikan secara optimal dan berkelanjutan dapat ditentukan dan direncanakan sebaik mungkin. 2. METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Pengkajian Kegiatan pengkajian daya dukung lingkungan ini dilaksanakan selama empat bulan dari bulan Juli sampai dengan Oktober 2003 di perairan Kawasan BME di sekitar Nguan, Galang Baru, Batam (Gambar-1). 2.2 Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup pengkajian analisa daya dukung lingkungan perairan kawasan budidaya perikanan Batam Marikultur Estat ini meliputi : Analisis Daya...J. Hidrosfir. Vol.1(2):

3 1) Pengumpulan data primer dan sekunder fisika dan kimia terutama nitrogen terlarut (ammonia, nitrat dan nitrit). 2) Analisa dan interpretasi data. 3) Pengembangan model daya dukung lingkungan. 4) Penentuan daya dukung lingkungan, kapasitas produksi dan jumlah jaring apung optimum. Gambar-1. Lokasi kegiatan di perairan Kawasan BME Nguan, Galang Baru Batam 2.3 Pengumpulan data dan analisa data Data series kualitas air (fisika dan kimia), diperoleh langsung melalui survey lapangan dan data sekunder. Data oseanografi yang dikumpulkan terutama data arus dan nitrogen terlarut (ammonia, nitrat dan nitrit) yang merupakan komponen utama untuk analisis daya dukung lingkungan perairan kawasan budidaya perikanan. Analisa data diarahkan untuk pengembangan model daya dukung lingkungan, penentuan kapasitas produksi dan kapasitas jaring apung di perairan kawasan BME. Model daya dukung lingkungan yang dikembangkan adalah box model keseimbangan bahan dalam suatu ekosistem perairan yang diasumsikan sebagai kawasan budidaya ikan. Dengan melalui berbagai analisa dan perhitungan, diharapkan model ini secara kuantitatif dapat menduga dan menentukan kapasitas produksi dan jumlah jaring apung optimum yang dapat dikembangkan dalam suatu kawasan perairan sesuai dengan daya dukung lingkungannya. Hasil analisa ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program pengelolaan lingkungan dalam rangka perlindungan kawasan budidaya perikanan secara berkelanjutan sesuai dengan karakteristik dan pola perubahan ekosistemnya. Secara umum, analisis daya dukung lingkungan perairan kawasan budidaya laut difokuskan kepada pengembangan model keseimbangan bahan (material) dalam suatu ekosistem perairan yang diskenariokan sebagai kawasan budidaya perairan. Tujuan dari analisa ini adalah untuk mengetahui daya dukung lingkungan dan kapasitas produksi optimum dari kegiatan budidaya perikanan yaitu dengan menganalisa pasokan nutrien (nutrient load) dalam hal ini adalah nitrogen yang berasal dari pakan dari kegiatan budidaya ikan dalam karamba jaring apung (KJA) yang masuk kedalam perairan dan selanjutnya dikenal dengan terminologi nitrogen budget. Untuk mengetahui berapa nutrien (nitrogen=n) yang dikonsumsi dan yang terbuang ke dalam perairan digunakan rumus berikut : C = P + M + E + F... (1) 54 Sachoemar,I.S. 2006

4 dimana C = Jumlah N yang dikonsumsi ikan per individu, P = N yang dipergunakan untuk pertumbuhan ikan, M = N yang hilang akibat kematian ikan (dalam kasus individu ikan, M= 0), E = N yang masuk ke dalam perairan melalui ekskresi ikan dari insang dan F = N yang masuk kedalam perairan melalui kotoran ikan. Nitrogen budget dalam budidaya perikanan secara keseluruhan dapat dirumuskan sebagai berikut : C = I W... (2) dimana I = Total N yang masuk kedalam sistem budidaya, W = N yang hilang melalui pakan yang terbuang ke perairan dan C = Jumlah N yang dikonsumsi oleh stok ikan dalam KJA. Secara teoritis nitrogen budget dalam persamaan (1) harus seimbang dan jumlah nitrogen yang dikonsumsi dapat diduga dari penjumlahan P, M, E dan F. Keseimbangan bahan dalam persamaan tersebut dapat juga di kontrol dengan membandingkan konsumsi nitrogen hasil penjumlahan tersebut (Cs) dengan jumlah aktual konsumsi nitrogen di lapangan (Cf) dengan menggunakan persamaan berikut : % balance = (Cs/Cf) x 100 % Secara skematik model keseimbangan bahan dalam suatu sistem budidaya ikan dapat dilihat pada Gambar HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Kondisi Lingkungan dan Kualitas Perairan Kawasan BME. Secara umum kondisi perairan Kawasan BME bersifat oligotrofik, yaitu perairan yang tergolong sangat baik, bersih, sehat, jernih dan sangat baik untuk pengembangan kegiatan budidaya ikan. Dengan dasar perairannya yang berupa karang berpasir serta jauh dari muara Gambar-2. Skematik diagram model keseimbangan bahan dan siklus nitrogen dalam suatu ekosistem perairan dan sistem budidaya laut sungai, menjadikan perairan ini sangat sesuai untuk pengembangan budidaya ikan kerapu dalam karamba jarring apung. Sirkulasi air yang baik dengan waktu penggantian air hanya beberapa jam, membuat perairan ini sangat mirip dengan kolam air deras raksasa yang dapat dimanfaatkan untuk memacu produktivitas seoptimal mungkin. Namun demikian, ada beberapa yang perlu diwaspadai saat ini sehubungan dengan kondisi lingkungan perairan di Nguan. Hadirnya beberapa kegiatan berupa pabrik es, jetty tempat berlabuhnya kapalkapal dan kegiatan reklamasi disepanjang pantai Galang, telah mengindikasikan terjadinya gangguan lingkungan berupa kenaikan suhu perairan, penurunan kecerahan perairan, meningginya kekeruhan dan kadar partikel tersuspensi serta minyak dan oli yang sangat potensial mengganggu kegiatan budidaya dan berbahaya bagi kehidupan biota perikanan dan keamanan investasi. Karenanya kegiatan disekitar perairan Kawasan BME, harus disesuaikan dengan konsep Batam Marikultur Estat Analisis Daya...J. Hidrosfir. Vol.1(2):

5 yang akan mengem-bangkan dan mengelola kawasan budidaya secara berkelanjutan berwawaskan lingkungan. Kondisi lingkungan yang cocok untuk budidaya ikan kerapu yaitu perairan yang mendekati habitat asli hidupnya di perairan karang dengan perairan yang cukup jernih, bersirkulasi baik dan berdasar pasir. Temperature perairannya berkisar antara C, salinitas antara ppt, kandungan oksigen terlarutnya lebih besar dari 3,5 ppm dan ph antara 7,8 8,0 (2). Menurut Nybakken (1988) (3) perairan dengan kondisi tersebut diatas pada umumnya terdapat di perairan karang. Berikut ini disajikan Nilai Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut (Budidaya Perikanan) sesuai dengan Kep. MENKLH No. KEP 02/MENKLH/1/ (4) 3.2 Kapasitas Produksi dan Daya Dukung Lingkungan Perairan Kawasan BME Untuk mengetahui kapasitas produksi dan daya dukung perairan dalam kegiatan budidaya perikanan, maka digunakan analisa keseimbangan bahan dalam ekosistem perairan. Kapasitas produksi dan kemampuan daya dukung lingkungan dapat ditentukan berdasarkan perhitungan pasokan jumlah nutrien (nutrient Nitrogen Budget) dari kegiatan budidaya perikanan dalam perairan yang diasumsikan sebagai kotak hitam (black box) dan kemampuan perairan itu sendiri untuk memulihkan kondisinya kepada keadaan semula yang bersifat alamiah. Secara skematik model keseimbangan bahan dalam sistem budidaya ikan diilustrasikan sebagai berikut (Gambar- 3). Untuk menghitung nutrient N budget ikan baik perindividu maupun produksi missal dalam karamba jaring apung dapat dilihat pada persamaan 1-3. Nutrien budget untuk setiap jenis ikan bebeda dengan ikan lainnya, dalam laporan ini akan disampaikan untuk ikan kerapu. Berdasarkan hasil penelitian terhadap ikan kerapu (5) diketahui bahwa untuk memproduksi 1 kg ikan kerapu di laboratorium dengan menggunakan ikan rucah giling dalam satu bulan diperoleh keseimbangan bahan untuk nitrogen (N) sebagai berikut : N yang diperlukan untuk produksi (P) : 33 gn/kg ikan, untuk ekskresi (E) : 82 g N/kg ikan, untuk kotoran ikan atau faeces (F) : 10,3 g N/ kg ikan dan N yang hilang (F + E) : 92,3 g N/kg ikan. Sedang di dalam karamba jaring apung (perairan terbuka), untuk memproduksi 1 kg ikan dengan ikan rucah diperlukan input ( I ) : 365 g N/kg ikan, Limbah (W) : 138 g N/kg ikan, untuk produksi (P) : 31,5 g N/kg ikan, ekskresi (E) : 168,2 g N/kg ikan, kotoran ikan atau Gambar -3. Model keseimbangan bahan dalam kegiatan budidaya perikanan budidaya ikan kerapu di karamba jaring apung. 56 Sachoemar,I.S. 2006

6 faeces (F) dan mortalitas (M) : 13,5 g N/ kg ikan, maka total N yang terbuang ke perairan (W + E + F) : 320, 6 g N/kg ikan. Sementara jumlah polutan yang masuk kedalam perairan dalam bentuk pasokan nitrogen (N) terlihat pada Tabel-1. Tabel-1. Berbagai bentuk polutan nitrogen yang lepas ke dalam perairan dari kegiatan budidaya ikan kerapu di karamba jaring apung. Pasokan polutan N g N/kg % TN produksi ikan hilang Total ammonia 169,8 53,0 Nitrate N 0,7 0,2 Nitrit N 0,1 0,0 Urea N ND ND Total organik N (TON) 150,0 46,8 Total N terlarut (TDS) 170,6 53,2 Total N 320,6 100,0 Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa total polutan nitrogen (N) yang lepas ke dalam perairan dan tenggelam ke dasar perairan (sedimen) dari kegiatan budidaya ikan dalam karamba jaring apung adalah sebesar 321 kg N/ton produksi ikan dalam bentuk total nitrogen terlarut (TDS): 47 kg, total nitrogen organik (TON) : 41 kg kedalam sediment dan 88 kg total N yang hilang. Bagan aliran penggunan nitrogen N dalam budidaya ikan kerapu dalam karamba jarring apung (KJA) dapat dilihat pada Gambar-4. Jumlah produksi ikan kerapu dengan menggunakan karamba jaring apung (KJA) di Indonesia rata-rata 75 ton/ha (75 unit KJA) dengan estimasi limbah terbuang sebanyak 24 ton N /ha pertahun dimana ammonianya sebesar 13 ton/ha per tahun. Apabila luas perairan Nguan 400 ha dengan panjang pantai 10 km dipergunakan seluruhnya, maka Gambar-4. Bagan alir nitrogen N dalam kegiatan budidaya ikan dalam karamba jaring apung produksi ikan kerapu pertahun sebesar ton ( unit KJA) dan apabila hanya dimanfaatkan setengahnya,maka produksinya diperkirakan sebesar ton ( unit KJA) dengan buangan limbah nitrogen N nya sebesar ton N. Volume perairan Nguan diperkirakan ,26 m 3, maka kalau diasumsikan tidak ada aliran arus, konsentrasi nitrogen di perairan Nguan akibat adanya kegiatan budidaya ikan diperkirakan sebesar 1,4 kg 2,8 kg/m 3 pertahun /atau 1,4 2,8 mg/l pertahun(0,004 0,008 mg/hari). Sementara kadar ammonianya diperkirakan 0,75 1,5 kg/ m 3 atau setara dengan 0,75 1,5 mg/l pertahun (0,002 0,004 mg/hari). Dengan kondisi tanpa arus (aliran), daya dukung perairan Nguan masih cukup tinggi untuk memproduksi ton ikan atau ( unit KJA). Hal ini terlihat dari estimasi konsentrasi ammonianya yang rendah dan sangat baik untuk pengembangan kegiatan budidaya ikan, apalagi kalau ditunjang dengan adanya lairan (arus). Daya bilas (flushing rate) perairan Nguan untuk Analisis Daya...J. Hidrosfir. Vol.1(2):

7 Gambar-5. Kapasitas karamba jaring apung (KJA) untuk masingmasing lokasi membersihkan diri dari pengaruh pencemaran cukup tinggi yaitu sekitar juta m 3 /jam dalam waktu kurang dari 10 jam yang dihitung berdasarkan kecepatan arus yang berkisar antara cm/detik dan volume air sekitar ,26 m 3. Kuatnya arus yang mengalir dari utara keselatan selat dan sebaliknya merupakan kelebihan tersendiri yang dimiliki perairan selat untuk dapat membersihkan diri dari bahan pencemar secara cepat. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas produksi budidaya ikan di perairan Nguan sangat tinggi dan dapat dipacu secara optimum. Namun demikian pertimbangan estetika, tata ruang dan alur pelayaran perlu dipikirkan dalam menata dan merencanakan kapasitas produksi guna menjaga keseimbangan ekosistem dan keserasian lingkungan. Dengan panjang pantai 10 km dan lebar antara Pulau Nguan dan Galang 1, 2 km, idealnya KJA dipasang maksimum sampai 0,5 km dari garis pantai masing-masing, maka ruang efektif terpakai akan menjadi 50 ha atau 12,5 % dari total area perairan Nguan dengan kapasitas produksi ton ikan/tahun untuk unit KJA. Jumlah ini tentunya harus ditata dan disesuaikan dengan kondisi fisik lingkungan, seperti situasi arus, morfologi pantai, alur layar untuk pengelola budidaya dan pengangkuta fasilitas pendukung kegiatan budidaya serta pertimbangan lainnya sehubungan dengan peruntukan pemanfaatan lahan perairan di Nguan seperti alur lintas pemukiman nelayan dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pengembangan Batam Marikultur Estat (BME) sebagai kawasan usaha budidaya dan wisata budidaya laut. Berikut ini estimasi kapasitas KJA terpasang untuk masingmasing garis pantai (Gambar -5). 4. KESIMPULAN Pengembangan usaha budidaya perikanan, apabila tidak disertai dengan kepedulian terhadap keseimbangan sumberdaya alam dan daya dukung lingkungan, maka seringkali berakhir dengan kegagalan. Belajar dari beberapa pengalaman yang ada, maka pengembangan Kawasan Batam Marikultur Estat di Nguan, sejak dini perlu direncanakan sebaik mungkin dan didampingi program pengelolaan lingkungan yang baik dan handal. Oleh karena itu penentuan kapasitas daya dukung lingkungan, monitoring, dan pengendalian kualitas lingkungan perairan selama berlangsungnya kegiatan merupakan prasyarat keberhasilan usaha budidaya laut secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Berdasar hasil kajian dapat disimpulkan dan direkomendasikan bahwa : 1. Perairan Nguan merupakan perairan oigotrofik mesotrofik yang kan- 58 Sachoemar,I.S. 2006

8 dungan unsur haranya masih sangat rendah. Perairan ini sangat baik dan potensial. untuk pengembangan usaha budidaya ikan secara intensif berskala industri tetapi tetap berwawasan lingkungan. 1. Perairan Nguan merupakan perairan oligotrofik mesotrofik yang kandungan unsur haranya masih sangat rendah. Perairan ini sangat baik dan potensial untuk pengembangan usaha budidaya ikan secara intensif berskala industri tetapi tetap berwawaskan lingkungan. 2. Dengan sirkulasi air yang sangat baik dan disertai arus yang cukup deras, menjadikan perairan Nguan seperti kolam air deras raksasa (giant race water) yang memiliki kecepatan pembersihan polutan (flushing rate) yang tinggi yaitu antara juta m 3 /jam. Kondisi ini sangat ideal dan sangat baik untuk pengembangan intensifikasi budidaya ikan karena memiliki kapasitas daya dukung lingkungan perairan yang tinggi. Namun demikian juga perlu diwaspadai, karena apabila tidak hatihati dalam pengelolaan lingkungan secara baik, sebaran polutan yang bersifat beracun berbahaya akan dapat menyebar secara cepat dan dapat menyebabkan gangguan yang sangat fatal terhadap kegiatan budidaya perikanan.karenanya kondisi lingkungan sekitar kawasan budidaya di perairan Nguan perlu dikendalikan, diawasi dan dihindari dari berbagai kegiatan yang akan mengganggu kelangsungan kegiatan usaha budidaya perikanan. 3. Kapasitas produksi yang dapat dikembangkan dalam kegiatan budidaya perikanan di perairan Nguan mencapai ton ikan pertahun dalam karamba jaring apung sebanyak unit untuk luas area efektif 50 ha atau 12,5 % dari luas perairan Nguan yang mencapai 400 ha. 4. Dalam menata penempatan karamba jaring apung (KJA) disepanjang garis pantai Pulau Nguan, Galang dan pulau-pulau didalamnya, perlu ditata sedemikian rupa (maksimum sampai dengan 0,5 km dari garis pantai). Perencanaan pengembangan dengan mempertimbangan estetika, kelan-caran lalulintas angkut kebutuhan budidaya dan nelayan serta kebutu-han lainnya yang diperkirakan dapat menambah dan meningkatkan nilai ekonomis kawasan budidaya, harus dirancang dengan baik dan disesuai-kan dengan kebutuhan pengemba-ngan kawasan budidaya Laut Batam Marikultur Estat sebagai kawasan industri budidaya perikanan yang sekaligus berfungsi sebagai kawasan wisata dan pendidikan. 5. Walau kondisi lingkungan perairan di Nguan sangat baik, beberapa indikasi gangguan lingkungan berupa peningkatan suhu perairan, penurunan tingkat kejernihan (kecerahan) perairan, pengotoran perairan dengan BBM/oli dan peningkatan kekeruhan di perairan sekitar lokasi kegiatan yang ada disepanjang pesisir Pulau Galang seperti pabrik es, pembukaan lahan, darmaga (jetty) dan kelong, sudah mulai nampak. Apabila kegiatan ini meningkat dan bertambah, maka tidak dapat dipungkiri dalam waktu singkat kondisi lingkungan di perairan Nguan dan kemampuan daya dukung lingkungannya akan segera menurun. Untuk itu sejak dini Analisis Daya...J. Hidrosfir. Vol.1(2):

9 seluruh kegiatan yang potensial akan mengganggu kegiatan budidaya perikanan di Perairan Kawasan Batam Marikultur Estat, Nguan perlu segera dikenda-likan, diawasi dan disesuaikan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat menunjang kegiatan budidaya perikanan di perairan Nguan. DAFTAR PUSTAKA 1. Anonimous Master Plan Pengembangan Kawasan Budidaya Laut Batam Maricultur Estate. 2. Yoshimitsu, T.,H. Eda, and K. Hiramitsu Groupers Final Report Marineculture Research and development in Indonesia. ATA 192, JICA. P : Nybakken, J.W Biologi Laut, suatu Pendekatan Ekologi. Gramedia Jakarta. 4. Anonimous MENKLH No. KEP 02/MENKLH/1/1988. (3) 5. Leung, K.M.Y., Chu, J.C.W dan R.S.S. Wu Nitrogen budget for the aerolated grouper Epinephelus Aerolatus Culturned under laboratory conditions and open-sea cages marine ecology progress Series. Vol. 186 : Sachoemar,I.S. 2006

III. METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 untuk

III. METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 untuk III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 untuk mengetahui kondisi awal daerah penelitian dan mempersiapkan perlengkapan untuk pengambilan

Lebih terperinci

AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) ANALISIS DAYA DUKUNG PERAIRAN PUHAWANG UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA SISTEM KARAMBA JARING APUNG

AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) ANALISIS DAYA DUKUNG PERAIRAN PUHAWANG UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA SISTEM KARAMBA JARING APUNG AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) ANALISIS DAYA DUKUNG PERAIRAN PUHAWANG UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA SISTEM KARAMBA JARING APUNG Herman Yulianto 1 Nikky Atiastari 2 Abdullah Aman Damai

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG Mharia Ulfa Alumni Pascasarjana Ilmu lingkungan Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas perairan merupakan faktor utama yang harus dipenuhi sebelum menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan tidak sekedar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan dan berbentuk pelebaran alur atau badan atau palung sungai (PerMen LH No 28 Tahun 2009). Waduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki lebih dari 500 danau dengan luas keseluruhan lebih dari 5.000 km 2 atau sekitar 0,25% dari luas daratan Indonesia (Davies et al.,1995), namun status

Lebih terperinci

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen pokok dan mendasar dalam memenuhi kebutuhan seluruh makhluk hidup di bumi. Menurut Indarto (2012) : Air adalah substansi yang paling melimpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan tawar, dan berfungsi sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air maupun air hujan.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan kurang lebih 17.508 buah pulau dan mempunyai panjang garis pantai 81.791 km (Supriharyono, 2002).

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daya Dukung Penentuan carrying capacity dalam lingkungan dapat didekati secara biologi dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan konsep ekologi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Perairan Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (KAKS) Daerah Khusus bukota Jakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berdampak buruk bagi lingkungan budidaya. Hal ini erat kaitannya dengan

I. PENDAHULUAN. berdampak buruk bagi lingkungan budidaya. Hal ini erat kaitannya dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya ikan merupakan kegiatan pemeliharaan ikan dalam lingkungan yang terkontrol. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan salah satunya adalah pemberian pakan.manajemen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Biawak merupakan suatu daerah yang memiliki ciri topografi berupa daerah dataran yang luas yang sekitar perairannya di kelilingi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang memiliki luas 240 ha. Pemanfaatan lahan di sekitar Waduk Cengklik sebagian besar adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bone yang terajut oleh 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan membentang sepanjang kurang lebih 1.128 km garis pantai

Lebih terperinci

BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN

BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN I. PENDAHULUAN Saat ini budidaya ikan di waduk dengan menggunakan KJA memiliki prospek yang bagus untuk peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan Indonesia termasuk dalam kategori terbesar di dunia karena memiliki wilayah yang sebagian besar berupa perairan. Indonesia memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu dari luar sistem perairannya sehingga dapat dinetralkan atau distabilkan kembali dalam jangka waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi Pulau Bangka,

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak tahun 2004 di perairan Semak Daun, Kepulauan Seribu, mulai digalakkan sea farming. Sea farming adalah sistem pemanfaatan ekosistem perairan laut berbasis marikultur dengan

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI TELUK CIKUNYINYI UNTUK BUDIDAYA KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) ABSTRAK

ANALISIS EKOLOGI TELUK CIKUNYINYI UNTUK BUDIDAYA KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No Oktober 204 ISSN: 202-600 ANALISIS EKOLOGI TELUK CIKUNYINYI UNTUK BUDIDAYA KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) Dwi Saka Randy *, Qadar

Lebih terperinci

Ir. H. Djuanda di bagian hilir DAS (luas permukaan air ha) selesai dibangun tahun

Ir. H. Djuanda di bagian hilir DAS (luas permukaan air ha) selesai dibangun tahun .. Latar belakang Waduk merupakan danau buatan dengan membendung aliran sungai, yang pada urnumnya ditujukan sebagai tempat penampungan air yang dipergunakan untuk berbagai macam keperluan seperti Pembangkt

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Waduk Cirata merupakan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) terbesar di Pulau Jawa yang dibangun di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Air waduk diperoleh dari pasokan Sungai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS AIR UNTUK BUDIDAYA IKAN KARAMBA DI SUNGAI KAHAYAN (Water Quality Research For Fish Farming Keramba In The Kahayan River)

STUDI KUALITAS AIR UNTUK BUDIDAYA IKAN KARAMBA DI SUNGAI KAHAYAN (Water Quality Research For Fish Farming Keramba In The Kahayan River) 87 STUDI KUALITAS AIR UNTUK BUDIDAYA IKAN KARAMBA DI SUNGAI KAHAYAN (Water Quality Research For Fish Farming Keramba In The Kahayan River) Infa Minggawati dan Lukas Fakultas Perikanan Universitas Kristen

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR MINUM SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH

ANALISIS KUALITAS AIR MINUM SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH ANALISIS KUALITAS AIR MINUM SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH Doso Sarwanto 1) dan Eko Hendarto 2) ABSTRAK Produksi susu sapi perah dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas air yang dikonsumsinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini III METODE PENELITIAN.. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran Lamun Pemetaan sebaran lamun dihasilkan dari pengolahan data citra satelit menggunakan klasifikasi unsupervised dan klasifikasi Lyzenga. Klasifikasi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS dan 105º10-105º22 BT, mempunyai berbagai permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara yang berada di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya pesisir laut sangat

Lebih terperinci

EVALUASI KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU

EVALUASI KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU JRL Vol. 4 No.1 Hal 1926 Jakarta, Januari 2008 ISSN : 20853866 EVALUASI KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU Suhendar I Sachoemar Pusat Teknologi Pertanian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan zaman, membuat masyarakat terpacu memberikan kontribusi untuk membangun. Pembangunan yang terjadi tidak hanya dari satu sektor, tetapi banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU DAN/ATAU WADUK

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU DAN/ATAU WADUK SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU DAN/ATAU WADUK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem Tabel Parameter Klasifikasi Basis Data SIG Untuk Pemanfaatan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Kelautan No Parameter Satuan 1 Parameter Fisika Suhu ºC Kecerahan M Kedalaman M Kecepatan Arus m/det Tekstur

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

ABSTRACT THE IMPACT OF AGRICULTURAL ACTIVITIES IN THE VARIOUS LEVELS OF EUTROPHICATION AND DIVERSITY OF PHYTOPLANKTON IN BUYAN LAKE BULELENG BALI

ABSTRACT THE IMPACT OF AGRICULTURAL ACTIVITIES IN THE VARIOUS LEVELS OF EUTROPHICATION AND DIVERSITY OF PHYTOPLANKTON IN BUYAN LAKE BULELENG BALI ABSTRACT THE IMPACT OF AGRICULTURAL ACTIVITIES IN THE VARIOUS LEVELS OF EUTROPHICATION AND DIVERSITY OF PHYTOPLANKTON IN BUYAN LAKE BULELENG BALI This research was conducted to find out the impact of agricultural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran luas 100 km x 30 km di Sumatera Utara, Indonesia. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terdiri atas 13.667 pulau tetapi baru sekitar 6.000 pulau yang telah mempunyai nama, sedangkan yang berpenghuni sekitar 1000 pulau. Jumlah panjang garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

Udayana, Denpasar. Alamat (Diterima Juli 2017 /Disetujui September 2017) ABSTRAK

Udayana, Denpasar. Alamat   (Diterima Juli 2017 /Disetujui September 2017) ABSTRAK Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan Volume 8,No. 2, Oktober 2017 ISSN: 2086-3861 E-ISSN: 2503-2283 KAJIAN KUALITAS AIR DAN PENILAIAN KESESUAIAN TAMBAK DALAM UPAYA PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi,

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Analisis parameter kimia air laut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang

Lebih terperinci

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kupang adalah salah satu kabupaten dengan ekosistem kepulauan. Wilayah ini terdiri dari 27 pulau dimana diantaranya masih terdapat 8 pulau yang belum memiliki

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara kita sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi. Di dalam pembangunan ekonomi, di negara yang sudah maju sekalipun selalu tergantung pada sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok dalam pengembangan industri budidaya perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun eksternal. Sebagai media

Lebih terperinci

KUALITAS NUTRIEN PERAIRAN TELUK HURUN, LAMPUNG

KUALITAS NUTRIEN PERAIRAN TELUK HURUN, LAMPUNG J.Tek.Ling Vol.7 No. 2 Hal. 140-144 Jakarta, Mei 2006 ISSN 1441 318X KUALITAS NUTRIEN PERAIRAN TELUK HURUN, LAMPUNG Arif Dwi Santoso Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang khas dimana dibentuk dari komunitas pasang surut yang terlindung dan berada di kawasan tropis sampai sub tropis.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR LAUT DI PERAIRAN SELAT BANGKA BAGIAN SELATAN ANALYSIS OF SEA WATER QUALITY IN THE SOUTHERN OF BANGKA STRAIT

ANALISIS KUALITAS AIR LAUT DI PERAIRAN SELAT BANGKA BAGIAN SELATAN ANALYSIS OF SEA WATER QUALITY IN THE SOUTHERN OF BANGKA STRAIT MASPARI JOURNAL Januari 2017, 9(1):9-16 ANALISIS KUALITAS AIR LAUT DI PERAIRAN SELAT BANGKA BAGIAN SELATAN ANALYSIS OF SEA WATER QUALITY IN THE SOUTHERN OF BANGKA STRAIT Arsyat Sutarso Lumban Gaol 1),

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara, merupakan suatu daerah yang sebagian wilayahnya merupakan lokasi kegiatan beberapa perusahaan skala nasional dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2014. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari peninjauan lokasi penelitian pada

Lebih terperinci

ANALISIS DAN KARAKTERISASI BADAN AIR SUNGAI, DALAM RANGKA MENUNJANG PEMASANGAN SISTIM PEMANTAUAN SUNGAI SECARA TELEMETRI

ANALISIS DAN KARAKTERISASI BADAN AIR SUNGAI, DALAM RANGKA MENUNJANG PEMASANGAN SISTIM PEMANTAUAN SUNGAI SECARA TELEMETRI J. Hidrosfir Indonesia Vol.3 No.3 Hal. 123-136 Jakarta, Desember 2008 ISSN 1907-1043 ANALISIS DAN KARAKTERISASI BADAN AIR SUNGAI, DALAM RANGKA MENUNJANG PEMASANGAN SISTIM PEMANTAUAN SUNGAI SECARA TELEMETRI

Lebih terperinci

PEMETAAN SEBARAN SPASIAL KUALITAS AIR UNSUR HARA PERAIRAN TELUK LAMPUNG

PEMETAAN SEBARAN SPASIAL KUALITAS AIR UNSUR HARA PERAIRAN TELUK LAMPUNG AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) PEMETAAN SEBARAN SPASIAL KUALITAS AIR UNSUR HARA PERAIRAN TELUK LAMPUNG Herman Yulianto 1 Ringkasan Lampung Bay plays an important role for the

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL KAJIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN NILA DI DANAU LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL KAJIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN NILA DI DANAU LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL KAJIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN NILA DI DANAU LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO OLEH: RIVAL S. NAKI NIM. 631409029 1 KAJIAN HUBUNGAN ANTARA

Lebih terperinci

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara Muh. Farid Samawi *, Ahmad Faisal, Chair Rani Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Hasanuddin Jl. Perintis

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto)

Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto) Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto) KADAR SALINITAS, OKSIGEN TERLARUT, DAN SUHU AIR DI UNIT TERUMBU KARANG BUATAN (TKB) PULAU KOTOK KECIL

Lebih terperinci

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT 77 VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT Abstrak Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil di Selat Malaka yang terletak di antara pesisir Kota Dumai dangan Pulau Rupat. Berbagai

Lebih terperinci

FORMASI SPASIAL PERAIRAN PULAU 3S (SALEMO, SAGARA, SABANGKO) KABUPATEN PANGKEP UNTUK BUDIDAYA LAUT Fathuddin dan Fadly Angriawan ABSTRAK

FORMASI SPASIAL PERAIRAN PULAU 3S (SALEMO, SAGARA, SABANGKO) KABUPATEN PANGKEP UNTUK BUDIDAYA LAUT Fathuddin dan Fadly Angriawan ABSTRAK FORMASI SPASIAL PERAIRAN PULAU 3S (SALEMO, SAGARA, SABANGKO) KABUPATEN PANGKEP UNTUK BUDIDAYA LAUT Fathuddin dan Fadly Angriawan Ilmu Kelautan, Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik Diwa Makassar

Lebih terperinci