RENCANA INDUK JARINGAN JALAN KOTA MALANG
|
|
- Glenna Indradjaja
- 8 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 EENNYYUUS SUUNNAA NN RREENNCCAANNAA II INNDDUUKK JJAARRI J IINNGGAA NN JJAALLAANN J KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN RENCANA INDUK JARINGAN JALAN KOTA MALANG A. PENDAHULUAN A.1. LATAR BELAKANG Transportasi adalah sesuatu kegiatan untuk memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dan fasilitas yang digunakan untuk memindahkannya. Perpindahan/pergerakan manusia merupakan hal yang penting dipikirkan khususnya di daerah perkotaan, sedangkan angkutan barang sangat penting untuk menunjang kehidupan perekonomian. Transportasi mempunyai karakteristik dan atribut yang menunjukan arti dan fungsi spesifiknya. Fungsi utama adalah untuk menghubungkan manusia dengan tata guna lahan. Terkait dengan adanya kebutuhan transportasi pada suatu kota maupun wilayah, maka perlu adanya perencanaan transportasi yang baik agar tercapai efisiensi dan optimalisasi dari kondisi yang ada. Dalam hal ini harus diperhatikan adanya hubungan timbal balik yang erat antara transportasi dan tata guna lahan. Aksesibilitas yang tinggi pada suatu kawasan akan menyebabkan nilai ekonomis lahan di kawasan tersebut menjadi meningkat dan menjadi pemacu dibangunnya fasilitas baru di kawasan tersebut. Perkembangan fisik pada kawasan tersebut akan terus berlanjut dan harus disertai dengan ketersediaan transportasi. Pada kenyataannya. terutama di kota-kota besar di Indonesia pembinaan dan pengelolaan jalan tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini ditandai dengan adanya kemacetan lalu lintas akibat pertumbuhan lalu lintas yang pesat dan terbaurnya peranan arteri, kolektor dan lokal pada ruas-ruas jalan yang ada sehingga mempercepat penurunan kondisi dan pelayanan perjalanan. Hal ini menunjukan belum adanya kesesuaian persepsi dalam penentuan peranan dan fungsi serta administrasinya jalan di wilayah perkotaan, yang berakibat pada inefisiensi penggunaan dan pembinaan jalan dalam hal ini adalah jalan perkotaan. Dengan melihat adanya hubungan timbal balik yang erat antara transportasi dan tata guna lahan tersebut, maka selain perlunya perencanaan transportasi secara matang juga dibutuhkan perencanaan tata guna lahan di sekitar jalan sebagai prasarana transportasi terutama jalan-jalan yang mempunyai aksesibilitas EKSECUTIVE SUMMERY A - 1
2 EENNYYUUS SUUNNAA NN RREENNCCAANNAA II INNDDUUKK JJAARRI J IINNGGAA NN JJAALLAANN J KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN tinggi untuk mengantisipasi pesatnya perkembangan yang tidak terkendali. Untuk itulah perlu adanya kegiatan Rencana Induk Jaringan Kota Malang Rencana Induk Jaringan adalah rencana secara terperinci tentang jaringan jalan yang dilengkapi dengan penetapan fungsi jalan, status jalan, Garis Sempadan Bangunan dan Garis Sempadan Saluran. Perencanaan Jaringan Kota Malang perlu diarahkan pada pengembangan yang berkelanjutan dengan berpedoman pada kaidah Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang dan Rencana rincinya. A.. Tujuan Penyusunan rencana Induk Jaringan Kota Malang 1. Menetapkan status dan fungsi jalan Kota Malang;. Menetapkan Garis Sempadan Bangunan dan Garis Sempadan Saluran untuk seluruh ruas jalan Kota Malang; 3. Menentukan rencana pembangunan jalan;dan 4. Menentukan prioritas program tahunan pembangunan jalan yang dijabarkan setiap 5 tahun selama 0 tahun. B. TINJAUAN KEBIJAKAN DAN GAMBARAN UMUM B.1. TINJAUAN KEBIJAKAN A. Undang Undang Republik Indonesia No 38 Tahun 004 Tentang Dalam Undang Undang Republik Indonesia No 38 Tahun 004 Tentang diatur tentang peran,pengelompokan dan bagian bagian jala. 1. Peran, Pengelompokan dan Bagian-bagian a. sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, social budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta di gunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat b. sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara c. yang merupakan satu kesatuan system jaringan jalan menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia. Pengelompokan a. sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus b. umum dikelompokkan menurut system, fungsi, status dan kelas c. khusus bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan 3. Bagian-bagian jalan EKSECUTIVE SUMMERY A -
3 EENNYYUUS SUUNNAA NN RREENNCCAANNAA II INNDDUUKK JJAARRI J IINNGGAA NN JJAALLAANN J KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN a. meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan b. Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengamannya c. Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan selajur tanah tertentu di luar manfaat jalan d. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu dluar ruang milik jalan yang ada di pengawasan penyelenggara jalan B. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 006 Tentang Fungsi Arteri Sekunder, Kolektor Sekunder, Lokal Sekunder dan Lingkungan Sekunder 1. arteri sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.. kolektor sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. 3. lokal sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. 4. lingkungan sekunder menghubungkan antarpersil dalam kawasan perkotaan. C. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor Tahun 01 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Umum Jaringan Rencana Umum Jangka Panjang Jaringan : 1. RUJPJJ disusun setiap 0 (dua puluh) tahun sekali.. RUJPJJ disusun berdasarkan: a. Rencana Tata Ruang Wilayah; b. Sistem Transportasi Nasional; dan c. Rencana Pembangunan Jangka Panjang. 3. Penyusunan RUJPJJ dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: a. penyiapan rancangan awal; b. konsultasi publik; c. musyawarah rencana pembangunan jangka panjang; dan d. penyusunan rancangan akhir. 4. Penyiapan rancangan awal meliputi kegiatan: EKSECUTIVE SUMMERY A - 3
4 EENNYYUUS SUUNNAA NN RREENNCCAANNAA II INNDDUUKK JJAARRI J IINNGGAA NN JJAALLAANN J KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN a. penyusunan visi dan misi; b. pengkajian kondisi demografi; c. penelaahan kondisi sumber daya, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan; dan d. pengkajian kondisi eksisting jaringan jalan dan kebutuhan jangka panjang b. prasa rana jalan. 5. Konsultasi publik dapat dilakukan dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan dalam bentuk: a. seminar; b. diskusi; atau c. lokakarya. 6. Pemangku kepentingan meliputi: a. Kementerian Pekerjaan Umum/ dinas teknis terkait bidang jalan; b. Kementerian Perhubungan/ dinas teknis terkait bidang lalu lintas angkutan jalan; c. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/ Daerah; d. badan usaha di bidang transportasi; e. asosiasi profesi di bidang jalan; f. akademisi/ pakar; dan g. lembaga swadaya masyarakat. 7. Musyawarah rencana pembangunan jangka panjang dilakukan dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan di lingkungan pemerintahan dalam rangka mendapatkan masukan dan kesepakatan mengenai rancangan awal RUJPJJ. 8. Pemangku kepentingan meliputi: a. Kementerian Pekerjaan Umum/ dinas teknis terkait bidang jalan; b. Kementerian Perhubungan/ dinas teknis terkait bidang lalu lintas b. angkutan jalan; c. Kementerian Keuangan/ Biro Keuangan/ Dinas Keuangan; dan d. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/ Daerah. 9. Penyusunan rancangan akhir RUJPJJ dilakukan berdasarkan rancangan awal, hasil konsultasi publik, dan hasil musyawarah pembangunan jangka panjang. 10. Rancangan akhir RUJPJJ sekurangkurangnya berisi: a. pendahuluan; b. visi, misi dan tujuan Kementerian/Lembaga; c. arah kebijakan dan strategi; b. asumsi yang digunakan dalam penyusunan RUJPJJ; dan c. indikasi program utama 5 (lima) tahunan. EKSECUTIVE SUMMERY A - 4
5 EENNYYUUS SUUNNAA NN RREENNCCAANNAA II INNDDUUKK JJAARRI J IINNGGAA NN JJAALLAANN J KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN D. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 01 Tentang Penetapan Fungsi Dan Status Penetapan Fungsi 1. Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarki.. Pusat kegiatan dalam sistem jaringan jalan primer meliputi PKN, PKW, PKL, PK-Ling, PKSN, Kawasan Strategis Nasional, Kawasan Strategis Provinsi, dan Kawasan Strategis Kabupaten. 3. Kawasan perkotaan dalam sistem jaringan jalan sekunder Kawasan Primer, Kawasan Sekunder-I, 4. Kawasan Sekunder-II, Kawasan Sekunder-III, perumahan, dan persil. Fungsi Fungsi Primer a. Fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan primer meliputi JAP, JKP, JLP, dan JLing-P. b. JAP ( Arteri Primer) menghubungkan secara berdaya guna: a. antarpkn; b. antara PKN dan PKW; c. antara PKN dan/atau PKW dan pelabuhan utama/pengumpul; dan d. antara PKN dan/atau PKW dan bandar udara utama/pengumpul. c. JKP meliputi: o JKP-1 adalah JKP yang menghubungkan secara berdaya guna antar ibukota provinsi; o JKP- adalah JKP yang menghubungkan secara berdaya guna antara ibukota provinsi dan ibukota kabupaten/kota; o JKP-3 adalah JKP yang menghubungkan secara berdaya guna antar ibukota kabupaten/ kota; dan o JKP-4 adalah JKP yang menghubungkan secara berdaya guna antara ibukota kabupaten/kota dan ibukota kecamatan. d. JLP menghubungkan secara berdaya guna simpul: o antara PKN dan PK-Ling; o antara PKW dan PK-Ling; o antarpkl; dan o antara PKL dan PK-Ling. EKSECUTIVE SUMMERY A - 5
6 EENNYYUUS SUUNNAA NN RREENNCCAANNAA II INNDDUUKK JJAARRI J IINNGGAA NN JJAALLAANN J KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN e. JLing-P menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. Fungsi Sekunder a. Fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder meliputi JAS, JKS, JLS, dan JLing-S. b. JAS ( Arteri Sekunder) menghubungkan secara berdaya guna: o antara Kawasan Primer dan Kawasan Sekunder-I; o antarkawasan Sekunder- I ; dan o antara Kawasan Sekunder- I dan Kawasan Sekunder- II. c. JKS ( Kolektor Sekunder) menghubungkan secara berdaya guna: o antarkawasan Sekunder-II; dan o antara Kawasan Sekunder-II dan Kawasan Sekunder-III. d. JLS ( Lokal Sekunder) menghubungkan secara berdaya guna: o antara Kawasan Sekunder-I dan perumahan; o antara Kawasan Sekunder-II dan perumahan; dan o antara Kawasan Sekunder-III dan seterusnya sampai ke perumahan. e. JLing-S ( Lingkungan) menghubungkan antarpersil dalam kawasan perkotaan. B.. GAMBARAN UMUM A. Batas Administratif Penyusunan Rencana Induk Jaringan Kota Malang Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya, secara geografis terletak pada posisi ,7 Bujur Timur dan , Lintang Selatan mencakup luasan wilayah sebesar Km. Kota Malang berada di tengah-tengah wilayah administrasi Kabupaten Malang dengan wilayah batas administrasi sebagai berikut: Sebelah Utara: berbatasan dengan Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang; Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang; Sebelah Barat: berbatasan dengan Kecamatan Wagir Kabupaten Malang dan Kecamatan Dau Kabupaten Malang; Sebelah Timur: berbatasan dengan Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang. EKSECUTIVE SUMMERY A - 6
7 EENNYYUUS SUUNNAA NN RREENNCCAANNAA II INNDDUUKK JJAARRI J IINNGGAA NN JJAALLAANN J KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN EKSECUTIVE SUMMERY A - 7
8 EENNYYUUS SUUNNAA NN RREENNCCAANNAA II INNDDUUKK JJAARR J IINNGGAA I NN JJAALLAANN J KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN Gambar 1 Batas Administratif Kota Malang EKSECUTIVE SUMMERY A - 8
9 KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN B. Karakteristik Jaringan Kota Malang B.1. Fungsi Ditinjau dari fungsi jalan yang terdapat di Kota Malang dapat dibagi menjadi : jalan Arteri Primer, Arteri Sekunder, Kolektor Primer, Kolektor Sekunder, Lokal Primer, Lokal Sekunder. Dari segi pola jalan yang ada, maka pola transportasi jalan kota Malang adalah pola konsentris radial dengan sistem lingkar dalam /inner ring road jaringan jalan lokal yang membentuk pola grid. Total panjang jalan berdasarkan fungsi tersebut adalah 663,34 km. Rincian panjang jaringan jalan di Kota Malang berdasarkan fungsi jalan dijabarkan pada table sebagai berikut. Tabel 1 Panjang Kota Malang Berdasarkan Fungsi No Fungsi Panjang (km) 1 Arteri Primer 11,8 Arteri Sekunder 15,94 3 Kolektor Primer 8,16 4 Kolektor Sekunder 7,09 5 Lokal Primer 9,66 6 Lokal Sekunder 590,67 Total 663,34 Sumber : Studi Greater Malang Urban Road Network Study dan RTRW Kota Malang Jaringan Arteri Primer Jaringan jalan ini merupakan penghubung Kota Malang dan Kota Surabaya. ini memiliki ciri-ciri penggunaan intensitas tinggi, untuk lalu lintas angkutan berat, jumlah simpangannya minimal. Jaringan Arteri Sekunder Jaringan jalan ini merupakan jalan penghubung antara pusat kota Malang dengan Bagian Wilayah Kota. ini memiliki ciri-ciri penggunaan intensitas tinggi digunakan untuk tumpuan utama lalu lintas dalam kota dengan jumlah simpangan yang minimum. Jaringan jalan arteri sekunder ini membujur dari Utara ke Selatan dan dari Timur ke Barat, terdiri dari Achmad Yani, Jl. Letjen Suparman, Jl. Letjen. Sutoyo, Jagung Suprapto, Basuki Rachmad, Merdeka Timur - Barat, Jl. Arief Margono, Jl. S. Supriyadi, Panjaitan, Brigjen Slamet Riadi, Jl. Kawi, Jl. Besar. Jaringan Kolektor Primer Kolektor memiliki ciri-ciri penggunaan intensitas tinggi tapi tidak setinggi jalan arteri primer, untuk lalu lintas angkutan menengah dengan jumlah simpangan terbatas. EKSECUTIVE SUMMARY 9
10 KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN Jaringan jalan kolektor primer terdiri dari Jl. May. Jen. Haryono, Jl. Sukarno Hatta, Jl. Borobudur, dari Terminal Gadang melalui Bululawang menuju ke Lumajang dan dari Terminal Gadang melalui Jl. Satsuit Tubun menuju kota Blitar. Kolektor Sekunder Jaringan jalan ini merupakan jalan penghubung antara pusat bagian wilayah kota yang ada dengan pusat lingkungan atau pusat pelayanan yang memiliki skala pelayanan Bagian Wilayah Kota, jalan ini memiliki ciri-ciri penggunaan intensitas yang cukup tinggi, tetapi tidak setinggi arteri sekunder, digunakan untuk lalu lintas angkutan menengah, dengan jumlah simpangan yang terbatas. Membujur ke Selatan melalui Sutami, Galunggung, Raya Langsep. Dari Barat ke Timur adalah Jl. Bandulan, Jl. Ikhwan Ridwan Rais, Jl. Brigjen. Katamso, Jl. Ade Irma Suryani Nasution, Pasar Besar, Jl. Zainal Zakse dan Muharto, Jl. Laks. Adi Sucipto. Pada bagian Tengah membujur Jl. Yogyakarta Bandung Tengah Timur jalan Urip Sumoharjo, Jl. May. Jen. Wiyono, Jl. Ranu Grati - Raya Dieng, Timur Selatan Jl. Mayjen. Sungkono, Tengah Barat Jl. Kawi Jl. Raya Dieng. Jaringan Lokal Primer Jaringan jalan ini merupakan jalan penghubung antara kota Malang dengan kota-kota kecamatan yang mengelilingi kota Malang. ini memiliki ciri-ciri penggunaan intensitas sedang rendah, untuk lalu lintas angkutan menengah dengan jumlah simpangan lebih bebas. Yang termasuk dalam jaringan lokal primer ini antara lain adalah jalan yang menghubungkan kota Malang dengan Tumpang, Wagir dan Tajinan. Jaringan Lokal Sekunder Jaringan jalan ini merupakan jalan penghubung antara pusat lingkungan dengan pemukiman disekitarnya dan merupakan jalan utama diwilayahnya. ini memiliki ciri-ciri penggunaan intensitas yang sedang - rendah, digunakan untuk lalu lintas angkutan rendah, dengan jumlah simpangan lebih bebas. Yang termasuk jalan lokal sekunder adalah jaringan jalan diluar point 1 s/d 5 di atas. EKSECUTIVE SUMMARY 10
11 KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN Gambar Karakteristik Jaringan Arteri Primer Gambar 3 Karakteristik Jaringan Arteri Sekunder EKSECUTIVE SUMMARY 11
12 KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN Gambar 4. Karakteristik Jaringan Kolektor Primer Gambar 5 Karakteristik Jaringan Kolektor Sekunder EKSECUTIVE SUMMARY 1
13 KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN C. RENCANA INDUK JARINGAN JALAN KOTA MALANG Rencana jaringan jalan Kota Malang meliputi Rencana fungsi jalan, status jalan, Garis Sempadan Bangunan () dan Garis sempadan Saluran () serta Rencana pembangunan jalan baru di Kota Malang. Perkembangan sistem transportasi mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah. Pola jaringan jalanpun, pada daerah-daerah baru, biasanya terbentuk mengikuti bagaimana wilayah tersebut berkembang. Pada umumnya, pola jaringan jalan linier berada pada jalan utama karena di sekitar jalan utama tersebut, guna lahan yang ada biasanya berupa guna lahan komersial. C.1. RENCANA FUNGSI JALAN DALAM SISTIM JARINGAN JALAN SEKUNDER (1) Fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder meliputi JAS, JKS, JLS, dan JLing-S. () JAS menghubungkan secaraberdaya guna: a. antara Kawasan Primer dan Kawasan Sekunder-I; b. antarkawasan Sekunder- I ; dan c. antara Kawasan Sekunder- I dan Kawasan Sekunder- II. (3) JKS menghubungkan secara berdaya guna. a. antarkawasan Sekunder-II; dan b. antara Kawasan Sekunder-II dan Kawasan Sekunder-III. (4) JLS menghubungkan secara berdaya guna. a. antara Kawasan Sekunder-I dan perumahan; b. antara Kawasan Sekunder-II dan perumahan; dan c. antara Kawasan Sekunder-III dan seterusnya sampai ke perumahan. EKSECUTIVE SUMMARY 13
14 KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN Sumber: Hasil Rencana 01 Gambar 6 Rencana Sistim Jaringan Sekunder Berdasarkan Struktur Ruang Kota Malang Gambar 7 Konsep Fungsi Jaringan Sekunder Berdasarkan Struktur Ruang Kota Malang EKSECUTIVE SUMMARY 14
15 KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN Gambar 8 Rencana Fungsi Kota Malang C.. RENCANA PENETAPAN FUNGSI JALAN KOTA MALANG A. Rencana ArteriSekunder (JAS) Jaringan JAS yang melewati wilayah Kota Malang terdiri dari : a. Jaringan Arteri Sekunder-I menghubungkan antara Kawasan Primer dan Kawasan Sekunder-I; b. Jaringan Arteri Sekunder-II menghubungkan antar Kawasan Sekunder-I; dan c. Jaringan Arteri Sekuder-III menghubungkan antara Kawasan Sekunder-I dan Kawasan Sekunder-II.Untuk lebih jelasnya lihat pada Peta 4.1. dan Tabel 4.1. B. Rencana Kolektor Sekunder (JKS) Jaringan JKS yang melewati wilayah Kota Malang terdiri dari : a. Jaringan Kolektor Sekunder-I menghubungkan antar Kawasan Sekunder-II; b. Jaringan Kolektor Sekunder-II menghubungkan antara Kawasan Sekunder-II dengan Kawasan Sekunder-III. EKSECUTIVE SUMMARY 15
16 KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN C. Jaringan Lokal Sekunder (JLS) Jaringan JLS terdiri dari : a. Jaringan jalan yang menghubungkan antara Kawasan Sekunder-I dan perumahan; b. Jaringan jalan yang menghubungkan antara Kawasan Sekunder-II dan perumahan; dan c. Jaringan jalan yang menghubungkan antara Kawasan Sekunder-III dan seterusnya sampai ke perumahan. Untuk lebih jelasnya lihat pada Peta 4.3. dan Tabel 4.3. C.3. RENCANA PENETAPAN STATUS JALAN KOTA MALANG DALAM SISTIM PENETAPAN STATUS JALAN NASIONAL DAN JALAN PROVINSI Status jalan dikelompokkan atas: a. Nasional; b. Provinsi; dan c. Kota. (1) Nasional terdiri dari ruas jalan : jalan Ahmad Yani, jalan Raden Intan, jalan Raden Panji Suroso, jalan Sunandar Priyo Sudarmo, jalan Temenggung Suryo, jalan Panglima Sudirman, jalan Gatot Subroto, jalan Laksamana Martadinata, jalan Kolonel Sugiono, jalan Satsuit Tubun, jalan S. Supriyadi. () Provinsi meliputi ruas jalan : jalan Raya Tlogomas, jalan MT.Haryono, jalan Soekarno Hatta, jalan Borobudur, jalan Ahmad Yani. Gambar 9 Rencana status jalan kota malang EKSECUTIVE SUMMARY 16
17 KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN C.4. RENCANA GARIS SEMPADAN BANGUNAN () DAN GARIS SEMPADAN SALURAN () DI KOTA MALANG ditetapkan berdasarkan peruntukan lokasi, Ruang Milik, Ruang Manfaat, dan fungsi jalan. diukur dari as jalan atau dari batas Ruang Milik terhadap dinding terluar bangunan. ditetapkan berdasarkan perhitungan ½ (setengah) dari lebar Ruang Manfaat. Untuk ruas jalan setapak, besaran nya ditetapkan sekurang-kurangnya 1, meter (satu koma dua meter). ditetapkan dari sisi atas tepi saluran ke arah dinding bangunan terluar dan atau dari sisi tepi atas saluran kearah pagar bangunan. Apabila kapasitas debit Lebih besar dari 4 m 3 /detik maka 3 meter, apabila kapasitas debit 1-4 m 3 /detik maka meter, dan apabila kapasitas debit lebih kecil dari 1 m 3 / detik maka 0,5 meter. C.5. RENCANA PENETAPAN GARIS SEMPADAN BANGUNAN () DAN GARIS SEMPADAN SALURAN () Garis sempadan bangunan gedung meliputi garis sempadan bangunan gedung terhadap as jalan, tepi sungai, jalan kereta api dan/atau jaringan saluran utama tegangan ekstra tinggi yang ditetapkan berdasarkan pada pertimbangan keselamatan dan kesehatan. Garis sempadan pondasi bangunan terluar yang sejajar dengan as jalan (rencana jalan), tepi sungai, ditentukan berdasarkan lebar jalan/rencana jalan/lebar sungai, fungsi jalan dan peruntukan kapling atau kawasan. Rencana Ketentuan Minimal Garis Sempadan Bangunan dan Garis Sempadan Saluran terhadap as jalan 1. Bangunan di tepi jalan arteri 0 (dua puluh) meter;. Bangunan di tepi jalan kolektor primer 15 (lima belas) meter dan kolektor sekunder 7 (tujuh) meter; 3. Bangunan di tepi jalan antar lingkungan (lokal) primer 10 (sepuluh) meter dan lokal sekunder 6 (enam) meter; 4. Bangunan di tepi jalan lingkungan 5 (lima) 6 (enam) meter; 5. Bangunan di tepi jalan gang 4 (empat) meter; dan 6. Bangunan di tepi jalan tanpa perkerasan 4 (empat) meter. 7. Letak garis sempadan pondasi bangunan terluar pada bagian belakang yang berbatasan dengan tetangga bilamana tidak ditentukan lain ditentukan minimal (dua) meter dari batas kapling atau atas dasar kesepakatan dengan tetangga yang saling berbatasan. EKSECUTIVE SUMMARY 17
18 KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN Untuk lebar jalan atau sungai yang kurang dari 5 (lima) meter, letak garis sempadan bangunan ditentukan,5 (dua koma lima) meter dihitung dari tepi jalan atau pagar. Rencana Jarak antara bangunan gedung terhadap batas-batas persil 1. Bangunan di tepi jalan arteri primer 11 (sebelas) meter dan arteri sekunder 1 (dua belas) meter;. Bangunan di tepi jalan kolektor primer 7 (tujuh) meter dan kolektor sekunder 3 (tiga) meter; 3. Bangunan di tepi jalan antar lingkungan (lokal) primer 6 (enam) meter dan lokal sekunder 3 (tiga) meter; 4. Bangunan di tepi jalan lingkungan 3 (tiga) meter; 5. Bangunan di tepi jalan gang 1 (satu) (dua) meter; dan 6. Bangunan di tepi jalan tanpa perkerasan 1 (satu) (dua) meter. Rencana Jarak antar bangunan gedung 1. Bangunan gedung rendah (maksimal 4 (empat) lantai) ditetapkan sekurangkurangnya 7 (tujuh) meter;. Bangunan gedung sedang (antara 5 (lima) 8 (delapan) lantai) ditetapkan sekurang-kurangnya antara 9 (sembilan) meter -11 (sebelas) meter; dan 3. Bangunan gedung tinggi (lebih dari 8 (delapan) lantai) menggunakan rumus : (ketinggian bangunan/) 1 (satu) meter. Jarak antar bangunan dalam suatu kavling a) Dalam hal kedua-duanya memiliki bidang bukaan yang saling berhadapan, maka jarak antara dinding atau bidang tersebut minimal (dua) kali jarak bebas yang ditetapkan; b) Dalam hal salah satu dinding yang berhadapan merupakan dinding tembok tertutup dan yang lain merupakan bidang terbuka dan/atau berlubang, maka jarak antara dinding tersebut minimal 1 (satu) kali jarak bebas yang ditetapkan; c) Dalam hal kedua-duanya memiliki bidang tertutup yang saling berhadapan, maka jarak dinding terluar minimal ½ (setengah) kali jarak bebas yang ditetapkan. Jarak antara as jalan dengan pagar halaman a) bangunan di tepi jalan arteri primer 9 (sembilan) meter dan arteri sekunder 8 (delapan) meter; b) bangunan di tepi jalan kolektor primer 8 (delapan) meter dan kolektor sekunder 6 (enam) meter; EKSECUTIVE SUMMARY 18
19 KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN c) bangunan di tepi jalan antar lingkungan (lokal) primer 6 (enam) meter dan lokal sekunder 5 (lima) meter; d) bangunan di tepi jalan lingkungan 5 (lima) meter; e) bangunan di tepi jalan gang 3 (tiga) meter; f) bangunan di tepi jalan tanpa perkerasan (dua) 3 (tiga) meter. Tabel Rencana Fungsi Arteri Sekunder, Status, dan di Kota Malang Nama Fungsi Minima l (Terhit (Terhit ung ung dari Minimal Dari Status Pagar Dindin Kiri Dari g Saluran Ke ke Pagar) Bangu Kanan nan ke ) As ) Jl. Tlogomas Arteri Sekunder I Kota ,5 Dalam Jl. MT. Haryono Arteri Sekunder I Kota ,5 Keterangan lingkup Jawa Timur Raya Tlogomas Jl, MT, Haryono fungsi jalannya sebagai jalan kolektor primer dengan status jalan provinsi Jl. Mayjen Panjaitan Arteri Sekunder I Kota ,5 - Jl. Brigjen Slamet Riyadi Arteri Sekunder I Kota 9 8 0,5 - Jl. Jend. A. Yani Arteri Sekunder I Kota ,5 Jl. Jend. S. Parman Arteri Sekunder I Kota 14,5 8 0,5 Jl. Letjen Sutoyo Arteri Sekunder I Kota ,5 Jl. JA. Suprapto Arteri Sekunder I Kota 5 8 0,5 Jl. Jend. Basuki Rahmad Arteri Sekunder I Kota 19,5 8 0,5 Jl. MGR. Sugiapranoto Arteri Sekunder I Kota ,5 Jl. Merdeka Utara Arteri Sekunder I Kota 17,5 8 0,5 Jl. Arif Rahman Hakim Arteri Sekunder I Kota ,5 Jl. Kawi Arteri Sekunder I Kota ,5 Jl. Kawi Atas Arteri Sekunder I Kota ,5 Jl. Terusan Kawi Arteri Sekunder I Kota ,5 Jl. Raya Dieng Arteri Sekunder I Kota 8 8 0,5 Jl. Danau Toba Arteri Sekunder I Kota ,5 Jl. Ranugrati Arteri Sekunder I Kota 9 8 0,5 A, Yani mempunyai fungsi utama yaitu sebagai jalan arteri primer dengan status jalan nasional EKSECUTIVE SUMMARY 19
20 KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN Nama Fungsi Status (Terhit ung dari Pagar Kiri ke Kanan ) Minima l (Terhit ung Dari Dindin g Bangu nan ke As ) Minimal Dari Saluran Ke Pagar) Jl. Mayjen Moh. Wiyono Arteri Sekunder I Kota 10,5 8 0,5 Jl. Urip Sumoharjo Arteri Sekunder I Kota 1 8 0,5 Jl. Pattimura Arteri Sekunder I Kota ,5 Jl. Trunojoyo Arteri Sekunder I Kota 9,5 8 0,5 Jl. Kertanegara Arteri Sekunder I Kota ,5 Jl. Tugu Arteri Sekunder I Kota ,5 Jl. Mojopahit Arteri Sekunder I Kota 1 8 0,5 Jl Kolonel Sugiono Arteri Sekunder I Kota ,5 Jl. Laksamana Marthadinata Arteri Sekunder I Kota ,5 Jl. Pasar Besar Arteri Sekunder I Kota 14,5 8 0 Jl. SW. Pranoto Arteri Sekunder I Kota ,5 Jl. Ikan Piranha Arteri Sekunder II Kota Jl. Ikan Piranha Atas Arteri Sekunder II Kota Jl. Ikan Kakap Arteri Sekunder II Kota Jl. Ikan Gurame Arteri Sekunder II Kota Jl. Akordion Arteri Sekunder II Kota Jl Vinolia Arteri Sekunder II Kota Jl. MT Haryono gg 13 Arteri Sekunder II Kota Jl. Gajayana Arteri Sekunder II Kota Jl. Sumbersari Arteri Sekunder II Kota Jl. Bendungan Sutami Arteri Sekunder II Kota Jl. Galunggung Arteri Sekunder II Kota 9,5 8 0 Jl. Raya Langsep Arteri Sekunder II Kota Jl. IR Rais Arteri Sekunder II Kota 9 8 0,5 Jl. Arif Margono Arteri Sekunder II Kota ,5 Jl. Sasuit Tubun Arteri Sekunder II Kota 9,5 8 0,5 Jl. Gadang Bumiayu Arteri Sekunder II Kota ,5 Jl. Mayjen Sungkono Arteri Sekunder II Kota 9 8 0,5 Jl. Ki Ageng Gribig Arteri Sekunder II Kota ,5 Jl. Raya Sawojajar Arteri Sekunder II Kota 9 8 0,5 Jl. Terusan Sulfat Arteri Sekunder II Kota ,5 Jl. Sulfat Arteri Sekunder II Kota 9 8 0,5 Jl. Letjen Sunandar Priyo Sudarno Arteri Sekunder II Kota 10,5 8 1 Keterangan Sunandar Priyo Sudarno mempunyai fungsi utama yaitu arteri primer dengan EKSECUTIVE SUMMARY 0
21 KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN Nama Fungsi Status (Terhit ung dari Pagar Kiri ke Kanan ) Minima l (Terhit ung Dari Dindin g Bangu nan ke As ) Minimal Dari Saluran Ke Pagar) Jl. Laksamana Adi Sucipto Arteri Sekunder II Kota 8 8 0,5 Jl. Sukarno Hatta Arteri Sekunder II Kota 3 8 0,5 Jl Sukarno Hatta Arteri Sekunder II Kota 10,5 8 0,5 Jl. Borobudur Arteri Sekunder II Kota 10,5 8 0,5 Jl. Borobudur Arteri Sekunder II Kota 1,5 8 0,5 Jl. Gatot Subroto Arteri Sekunder III Kota Keterangan status jalan nasional Jl. Panglima Sudirman Arteri Sekunder III Kota 8,5 8 0,5 Raden Intan Jl. Tumenggung Suryo Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 mempunyai Jl. Raden Intan Arteri Sekunder III Kota fungsi utama Jl. Panji Suroso Arteri Sekunder III Kota 11,5 8 0,5 yaitu sebagai jalan arteri primer dengan status jalan nasional Jl. Laksamana Adi Sucipto Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 Jl. Simpang LA. Sucipto Arteri Sekunder III Kota 7 8 0,5 Jl. Pisang Kipas Arteri Sekunder III Kota 7 8 0,5 Jl. Coklat Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 Jl. Cengkeh Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 Jl. Kalpataru Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 Jl. Cengger Ayam Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 Jl. Cengger Ayam I Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 Jl. Kendalsari Terusan Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 Jl. Sukarno Hatta Indah Arteri Sekunder III Kota ,5 Jl. Kalimosodo Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 Jl. Puntodewo Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 Jl. Parseh Jaya Arteri Sekunder III Kota 8 8 0,5 Jl. Candi Panggung Arteri Sekunder III Kota 7 8 0,5 Jl. Akordion Timur Arteri Sekunder III Kota 7 8 0,5 Sumber: Hasil Rencana 01 EKSECUTIVE SUMMARY 1
22 KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN Tabel 3 Rencana Fungsi Kolektor Sekunder, Status, dan di Kota Malang Nama Fungsi Status Kiri ) Minimal Dari Dinding Bangunan ke As ) Minimal Bangunan Ke Pagar) Sudimoro Kolekto Sekunder I Kota 10,5 6 0,5 Ikan lumba-lumba Kolekto Sekunder I Kota 8,5 6 0,5 Ikan Tombro Kolekto Sekunder I Kota 8,5 6 0,5 Ikan Tombro Timur Kolekto Sekunder I Kota 7 6 0,5 Ikan Cakalang Kolekto Sekunder I Kota 7 6 0,5 Melati Kolekto Sekunder I Kota 10,5 6 0,5 Bungur Kolekto Sekunder I Kota ,5 Bungur (Tengah) Kolekto Sekunder I Kota ,5 Mawar Kolekto Sekunder I Kota ,5 Sarangan Kolekto Sekunder I Kota 9 6 0,5 Tawangmangu Kolekto Sekunder I Kota 10,5 6 0,5 Kaliurang Kolekto Sekunder I Kota 11,5 6 1 WR. Supratman Kolekto Sekunder I Kota Hamid Rusdi Kolekto Sekunder I Kota 9,5 6 1 Hamid Rusdi Timur Kota Kolekto Sekunder I 5,5 6 0,5 VII Sawojajar XIII Kolekto Sekunder I Kota 6,5 6 0,5 Madyopuro Kolekto Sekunder I Kota 7,5 6 0,5 Band. Halim Kota Kolekto Sekunder I ,5 Perdana Kusumah. Band. Palmerah Kolekto Sekunder I Kota 6 6 0,5 Mayjen Sungkono IV Kolekto Sekunder I Kota 6,5 6 0,5 Muharto Kolekto Sekunder I Kota 8 6 0,5 Zainal Jakse Kolekto Sekunder I Kota Trunojoyo Kolekto Sekunder I 1 6 0,5 sultan Agung Kolekto Sekunder I Kota ,5 Kahuripan Kolekto Sekunder I Kota 10,5 6 0,5 Semeru Kolekto Sekunder I Kota ,5 Besar ijen Kolekto Sekunder I Kota ,5 Ijen Kolekto Sekunder I Kota ,5 Bandung Kolekto Sekunder I Kota 9 6 0,5 Veteran Kolekto Sekunder I Kota 9 6 0,5 Jl. Soekarno Hatta Kolektor Sekunder I Kota 6 6 0,5 Jl. Soekarno Hatta Kolektor Sekunder I Kota ,5 Jl. Borobudur Kolektor Sekunder I Kota ,5 Jl Borobudur Kolektor Sekunder I Kota 6 0,5 Jl. Retawu Kolektor Sekunder II Kota 1,5 6 0,5 Jl. Bondowoso Kolektor Sekunder II Kota 1,5 6 0,5 Jl. Raya Tidar Kolektor Sekunder II Kota 1,5 6 0,5 Jl. Wilis Kolektor Sekunder II Kota 1,5 6 0,5 Jl. Ters. Surabaya Kolektor Sekunder II Kota 9 6 0,5 EKSECUTIVE SUMMARY
Daftar Lokasi Jalur Hijau
LAMPIRAN III KEPUTUSAN WALIKOTA MALANG NOMOR 188.45/ /35.73.112/2016 TENTANG PENETAPAN TAMAN KOTA, HUTAN KOTA DAN JALUR HIJAU Daftar Lokasi Jalur Hijau No Nomor Ruas Nama Jalan 1 1 0001 0002 Tlogomas 2656
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG TITIK STRATEGIS PEMASANGAN REKLAME WALIKOTA MALANG,
S A L I N A N NOMOR 13/E, 2008 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG TITIK STRATEGIS PEMASANGAN REKLAME WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 14
Lebih terperinciProgram Pemanfaatan Ruang Prioritas di BWP Malang Tenggara Waktu Pelaksanaan PJM-1 ( ) PJM-2 ( ) PJM-3 ( ) PJM-4 ( )
LAMPIRAN XVI PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR TAHUN TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI BAGIAN WILAYAH PERKOTAAN MALANG TENGGARA TAHUN - No A. Perwujudan Rencana Pola Ruang. Perwujudan
Lebih terperinciJalur Angkutan Kota Malang
Jalur Angkutan Kota Malang Trayek Angkutan Kota (mikrolet) yang melewati jalur dalam Kota Malang Jalur Trayek Dari Terminal Arjosari Dari Terminal Landungsari AG / AH Term. Arjosari Gadang Term. Terminal
Lebih terperinciSekolah Dasar (SD) Di Kecamatan Blimbing 1. SDN Purwodadi 1 Jl. Ahmad Yani 165A Malang 2. SDN Purwodadi 2 Jl. Plaosan Barat 57 Malang 3.
Sekolah Dasar (SD) Di Kecamatan Blimbing 1. SDN Purwodadi 1 Jl. Ahmad Yani 165A Malang 2. SDN Purwodadi 2 Jl. Plaosan Barat 57 Malang 3. SDN Purwodadi 3 Jl. Plaosan Barat 71 Malang 4. SDN Purwodadi 4 Jl.
Lebih terperinciJalur Angkutan DI KOTA MALANG
Jalur Angkutan DI KOTA MALANG No. Jalur Jumlah Keluar Masuk 1. ADL 124 Terminal Arjosari - Jl. Simpang R. Panji Suroso - Jl. Raden Intan - Jl. Jend. A. Yani - Jl. Letjen S. Parman Jl. Letjen Sutoyo Jl.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 03/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN FUNGSI JALAN DAN STATUS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 03/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN FUNGSI JALAN DAN STATUS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN
Lebih terperinciKota merupakan suatu pusat kegiatan yang berfungsi sebagai pusat. pelayanan jasa, produksi, distribusi barang serta menjadi pintu masuk atau
(1) BAGIAN I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota merupakan suatu pusat kegiatan yang berfungsi sebagai pusat pelayanan jasa, produksi, distribusi barang serta menjadi pintu masuk atau simpul transportasi
Lebih terperinciSISTEM CERDAS PENENTUAN REKOMENDASI PEMILIHAN JALUR ANGKOT KOTA MALANG
SISTEM CERDAS PENENTUAN REKOMENDASI PEMILIHAN JALUR ANGKOT KOTA MALANG [1] Usman Nurhasan, [2] Eka Larasati Amalia, [3] Elly Setyo Astuti [1] [2] [3] Politeknik Negeri Malang Abstrak: Penelitian ini mendiskusikan
Lebih terperinciTingkat SMK/SMA/SMLB/MA
Tingkat SMK/SMA/SMLB/MA NO NPSN NAMA ALAMAT SMKS ARDJUNA JL. TELUK PELABUHAN RATU MALANG SMKS PUTRA INDONESIA JL. BARITO NO. MALANG SMKS PRAJNAPARAMITA JL. SERAYU -C SMKS TUNAS BANGSA JL. SEBUKU NO. MALANG
Lebih terperinciSATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas)
SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami
Lebih terperinciAPLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) UNTUK PEMODELAN JALUR BUS TRANS MALANG. Kata kunci: SIG, pemodelan, jalur bus, Trans Malang
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) UNTUK PEMODELAN JALUR BUS TRANS MALANG Randhiki Gusti Perdana Jurusan Geografi, Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang
Lebih terperinciDaftar Lokasi Taman Kota
LAMPIRAN I KEPUTUSAN WALIKOTA MALANG NOMOR 188.45/ /35.73.112/2016 TENTANG PENETAPAN TAMAN KOTA, HUTAN KOTA DAN JALUR HIJAU Daftar Lokasi Taman Kota No Nama Taman Luas (m 2 ) Kelurahan Kecamatan 1 Taman
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,
Lebih terperinciSALINAN NOMOR 26/E, 2009
SALINAN NOMOR 26/E, 2009 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN GEDUNG DAN RUANGAN KANTOR WALIKOTA, WAKIL WALIKOTA, STAF AHLI, SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DAN LEMBAGA TERTENTU
Lebih terperinciREVIEW RENCANA RINCI TATA RUANG KOTA MALANG (BWP MALANG UTARA) TAHUN
REVIEW RENCANA RINCI TATA RUANG KOTA MALANG (BWP MALANG UTARA) TAHUN 2013-2033 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kota Malang memiliki posisi yang cukup strategis di Propinsi Jawa Timur yaitu sebagai kota
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN www.bpkp.go.id DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciDAFTAR ALAMAT PEJABAT, PERANGKAT DAERAH DAN UNIT KERJA NO. PEJABAT LOKASI KETERANGAN
DAFTAR ALAMAT PEJABAT, PERANGKAT DAERAH DAN UNIT KERJA NO. PEJABAT LOKASI KETERANGAN 1 2 3 4 A. WALIKOTA/WAKIL WALIKOTA 1. Walikota Gedung Balaikota Malang (lantai II sebelah Barat) 2. Wakil Walikota Gedung
Lebih terperinciSTUDI PENGEMBANGAN BUS KOTA MALANG RAYA
STUDI PENGEMBANGAN BUS KOTA MALANG RAYA Agung Witjaksono Bevi Agusti Tulak Hermelinda F. Letto Teknik Planologi FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Sejalan dengan perkembangan kegiatan di Kota Malang, Kabupaten
Lebih terperinciKONDISI EKSISTING. Data hasil survei angkot jalur ABG/H
Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum Kota Malang Jalur ABG/H ( Arjosari Borobudur Gadang/Hamid Rusdi ) Arif Rachman Julianto ( 201210340311186 ) Artikel Tugas Sistem Transportasi Jurusan Teknik Sipil
Lebih terperinciEKSEKUTIF RINGKASAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALUR SEPEDA KOTA MALANG TAHUN Latar Belakang
EKSEKUTIF RINGKASAN 1.1 Latar Belakang Transportasi atau pengangkutan merupakan suatu bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Hal lain yang juga tidak kalah pentingnya akan kebutuhan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai prasarana transportasi merupakan
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN GEDUNG DAN RUANGAN KANTOR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG
SALINAN NOMOR 15/E, 2011 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN GEDUNG DAN RUANGAN KANTOR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN NOMOR 1/E, 2011 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a.
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. Laporan EXECUTIVE SUMMARY
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sektor informal, di sebagian besar kota menjadi hal yang dilematis bagi pemerintah daerah. Di satu sisi, sektor formal selama ini diakui sebagai pemberi kontribusi
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013
1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,
WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa sungai, saluran, waduk,
Lebih terperinciKEPALA DINAS PENDIDIKAN KOTA MALANG,
KEPUTUSAN KEPALA DINAS PENDIDIKAN KOTA NOMOR : 188.451/0228/35.73.301/2017 TENTANG PENETAPAN WILAYAH KELURAHAN PADA JALUR ON LINE ZONA WILAYAH, RAYON PADA JALUR ON LINE REGULER, JADWAL PPDB DAN DAYA TAMPUNG
Lebih terperinciPenanggung Jawab. Biaya (Rp ,-) Kota Malang Bappeda 1.000
Lampiran 4 Peraturan Daerah Nomor : 4 Tahun 2011 Tanggal : No Program Kegiatan Lokasi 1 Struktur Tata Ruang 2 Penataan Kawasan Kecamatan baru (pemekaran Kecamatan Kedungkandang) 3 perumahan Pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya pembangunan
Lebih terperinciTingkat SMP/SMPLB/MTs
Tingkat SMP/SMPLB/MTs NO NPSN NAMA ALAMAT SMP ISLAM PARAMITHA LAKSDA ADI SUCIPTO N.B SMP N JL. R. TUMENGGUNG SURYO NO. SMP NEGERI JL.LAKSDA ADI SUCIPTO GANG MAKAM SMP BINA BANGSA SCHOOL JL.A YANI UTARA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tertib pembangunan fisik
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 3 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam mengantisipasi pembangunan prasarana dan sarana yang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2008
PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2008 T E N T A N G PERUBAHAN STATUS 3 (TIGA) DESA MENJADI KELURAHAN DALAM KABUPATEN OGAN KOMERING ULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 02/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM JARINGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 02/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM JARINGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN
Lebih terperinci4. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR: 25 TAHUN 2014 TENTANG PENGATURAN PENGGUNAAN JARINGAN JALAN DAN GERAKAN ARUS LALU LINTAS DI WILAYAH PERKOTAAN KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN 2012... 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciWALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU
WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN STATUS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya perkembangan otonomi daerah,
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPENGUMUMAN PENYEDIA JASA KONSTRUKSI
Nomor : 621/21.11/PPBJ-PL.KONST/35.73.301/2013 621/21.9/PPBJ-PL.KONST/35.73.301/2013 Tanggal 21 Oktober 2013 Pejabat Pengadaan Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan 21. PEMBANGUNAN SALURAN JALAN GADANG GG
Lebih terperinciKABUPATEN / NO ORGANISASI PERANGKAT DAERAH ALAMAT KANTOR KOTA. Dinas PMD Kab. Trenggalek
NO BAKORWIL MADIUN ALAMAT DINAS PMD KABUPATEN/ SE JAWA TIMUR 1 MADIUN - - 2 MADIUN Dinas PMD Kab. Madiun Jl. Mayjen Soengkono No. 42 Madiun Telp. (0351) 462270, 463577 3 MAGETAN Dinas PMD Kab. Magetan
Lebih terperinciANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG
bidang TEKNIK ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG MOHAMAD DONIE AULIA, ST., MT Program Studi Teknik Sipil FTIK Universitas Komputer Indonesia Pembangunan pada suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya. Selain itu kota Malang juga memiliki letak yang sangat strategis ditengah-tengah wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Semarang sebagai ibukota propinsi di Jawa Tengah mempunyai banyak potensi yang bisa dikembangkan. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, maka terjadi
Lebih terperinciBUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR
SALINAN BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya
Lebih terperinciBUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN
Lebih terperinciBUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,
BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi mempunyai
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa jalan
Lebih terperinciPEDOMAN. Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd.
PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-18-2004-B Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel Daftar gambar Prakata.
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERIJINAN, PEMASANGAN DAN PENCABUTAN IJIN REKLAME WALIKOTA MALANG,
S A L I N A N NOMOR 14/E, 2008 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERIJINAN, PEMASANGAN DAN PENCABUTAN IJIN REKLAME WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penataan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI
SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. barang atau orang yang dapat mendukung dinamika pembangunan daerah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan seiring laju pesat pertumbuhan pembangunan dalam segala bidang serta mobilitas yang cukup tinggi untuk melaksanakan aktifitas kehidupan sehari-hari, menuntut
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 16 TAHUN : 1991 SERI : B NO : 3 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA
LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 16 TAHUN : 1991 SERI : B NO : 3 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 6 TAHUN 1991 TENTANG BANGUNAN PEMERINTAH DI
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografi Secara geografis Kota Bekasi berada pada posisi 106 o 48 28 107 o 27 29 Bujur Timur dan 6 o 10 6 6 o 30 6 Lintang Selatan. Letak Kota Bekasi yang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai
Lebih terperinciKAJIAN ARUS JENUH PADA SIMPANG BERSINYAL DI KOTA MALANG BAGIAN SELATAN
KAJIAN ARUS JENUH PADA SIMPANG BERSINYAL DI KOTA MALANG BAGIAN SELATAN Hendi Bowoputro 1, M. Zainul Arifin 1, Ludfi Djakfar 1, Rahayu Kusumaningrum 1 1 Dosen / Jurusan Teknik Sipil / Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinciBUPATI AGAM. Kep sempadan bangunan *Sesuai dengan aslinya*
z BUPATI AGAM PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang : bahwa sebagai tindak lanjut Pasal 10 ayat (3) Peraturan Daerah
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BEKASI
BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 51 2010 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 51 TAHUN 2010 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DAN GARIS SEMPADAN SUNGAI/SALURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 1 SERI C PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG
BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 1 SERI C PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG GARIS SEMPADAN BANGUNAN (GSB) DAN GARIS SEMPADAN SALURAN (GSS) DI WILAYAH KOTA BOGOR WALIKOTA BOGOR,
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan I-1
I-1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan transportasi mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling ketergantungan. Perbaikan dalam transportasi pada umumnya akan
Lebih terperinciKONDISI UMUM KOTA MALANG
KONDISI UMUM KOTA MALANG Bio Fisik Kota Malang merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Kota Malang terletak ditengahtengah wilayah Kabupaten Malang.Secara
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA DETAIL
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI
BAB II TINJAUAN TEORI Pada bab ini diuraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian normatif dari dokumen perundangan dan statutory product lainnya yang diharapkan dapat menjadi dasar pijakan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2008 T E N T A N G PEMBENTUKAN 9 (SEMBILAN) DESA DALAM KABUPATEN OGAN KOMERING ULU
PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2008 T E N T A N G PEMBENTUKAN 9 (SEMBILAN) DESA DALAM KABUPATEN OGAN KOMERING ULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN 9 (SEMBILAN) DESA DALAM KABUPATEN OGAN KOMERING ULU
PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN 9 (SEMBILAN) DESA DALAM KABUPATEN OGAN KOMERING ULU Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu LEMBARAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa jalan mempunyai peranan penting dalam mendukung
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI
BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR PADA KAWASAN TERTIB LALU LINTAS WILAYAH KOTA DAN PENGGUNAAN JALUR KHUSUS SEPEDA DI KABUPATEN
Lebih terperinciBUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT
BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan
Lebih terperinciTUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;
Lebih terperinci2018, No Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan U
No.328, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. Penetapan Kelas Jalan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMO 05/PRT/M/2018 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN BERDASARKAN FUNGSI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN KEPALA DINAS PENDIDIKAN KOTA MALANG
KEPUTUSAN KEPALA DINAS PENDIDIKAN KOTA MALANG Nomor: 422/ /35.73.307/2009 T E N T A N G PETUNJUK TEKNIS PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU DENGAN SISTEM ONLINE PADA SMP, SMA, DAN SMK TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Lebih terperinciBUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 11 TAHUN 2015
BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN NAMA JALAN DAN SARANA UMUM DI KABUPATEN TANAH BUMBU DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lalu lintas dalam transportasi dapat diartikan sebagai gerak kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor, pejalan kaki termasuk subyek di dalam suatu lintasan/jaringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Malang telah dinobatkan sebagai kota pendidikan dan juga merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Kurang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA DETAIL
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012
LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KORIDOR JALAN RAYA SERPONG KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENAMAAN JALAN DAN PENOMORAN BANGUNAN BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa jalan sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan
Lebih terperinciPEMPROVSU AKUI 584,301 KM JALAN PROVINSI RUSAK
PEMPROVSU AKUI 584,301 KM JALAN PROVINSI RUSAK Sumber gambar: medanbisnisdaily.com/news Medan Bisnis - Medan. Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) T Erry Nuradi mengakui, kondisi jalan provinsi sepanjang 584,
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA MALANG DINAS PEKERJAAN UMUM, PERUMAHAN DAN PENGAWASAN BANGUNAN BIDANG PERUMAHAN DAN TATA RUANG PEJABAT PENGADAAN BARANG / JASA
Nomor : 602.1/08.01/PL-SPV/PTR/35.73.301/2016 Wilayah Kec. Blimbing Kegiatan Pemeliharaan Insidentil Sarana Prasarana Permukiman dengan ini Pejabat Pengadaan mengumumkan penyedia sebagai berikut : Nama
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF PENYUSUNAN REVIEW RENCANA RINCI TATA RUANG KOTA MALANG (BWP MALANG TIMUR LAUT) 1
A. Latar Belakang Perkembangan kota tidak hanya terjadi pada kota-kota metropolitan saja, namun telah mencapai kota-kota menengah dan bahkan kota-kota kecil yang berstatus kota kecamatan. Dalam konteks
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN LOKASI
BAB IV GAMBARAN LOKASI 4.1 Tinjauan Umum Kota Banjar Baru A. Lokasi Kota Banjarbaru sesuai dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 1999 memiliki wilayah seluas ±371,38 Km2 atau hanya 0,88% dari luas wilayah Provinsi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM... 4 BAB II ASAS DAN TUJUAN... 6 BAB III RUANG LINGKUP KEBERLAKUAN UNDANG-UNDANG...
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang
Lebih terperinci2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.193, 2013 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciWalikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat
- 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG JARAK BEBAS BANGUNAN DAN PEMANFAATAN PADA DAERAH SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelompokan Jalan Menurut Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ditinjau dari peruntukannya jalan dibedakan menjadi : a. Jalan khusus b. Jalan Umum 2.1.1. Jalan
Lebih terperinci