Hingga tahun 2009 pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi telah menunjukkan hasil yang optimal, yang ditunjukkan dengan telah diselesaikannya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hingga tahun 2009 pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi telah menunjukkan hasil yang optimal, yang ditunjukkan dengan telah diselesaikannya"

Transkripsi

1 BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATERA UTARA, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH, DAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO, SERTA PENGURANGAN RISIKO BENCANA Dalam kurun waktu hampir lima tahun terakhir, sejak terjadinya bencana tsunami dan gempa bumi di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2004, disusul kemudian bencana gempa bumi di wilayah Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah, gempa bumi di wilayah Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu serta kejadian semburan lumpur panas di Sidoarjo pada tahun 2006, berbagai upaya penanganan telah dilakukan sejak masa tanggap darurat sampai pada upaya rehabilitasi dan rekonstruksi. Keseriusan pemerintah dalam menangani kejadian bencana diwujudkan dengan dikeluarkannya beberapa kebijakan khusus bagi wilayah yang terkena dampak bencana sebagai pedoman umum pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi yang disertai dukungan pendanaan melalui APBN, termasuk menjalin kerjasama dengan lembaga dan donor internasional dalam upaya mendukung percepatan bagi pemulihan di wilayah pascabencana.

2 Hingga tahun 2009 pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi telah menunjukkan hasil yang optimal, yang ditunjukkan dengan telah diselesaikannya program rehabilitasi dan rekonstruksi fisik terutama di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, serta di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah pada tahun Demikian pula dengan proses penanganan terhadap korban semburan lumpur panas Sidoarjo yang terus ditingkatkan. Besarnya potensi ancaman bencana alam yang setiap saat dapat mengancam dan mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia serta guna meminimalkan risiko pada kejadian mendatang, perlu disikapi dengan meningkatkan kapasitas dalam penanganan dan pengurangan risiko bencana baik di tingkat Pemerintah maupun masyarakat. Sebagaimana halnya untuk mewujudkan pembangunan yang berkesinambungan, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi perlu dipadukan dengan upaya-upaya penanganan dan pengurangan risiko bencana yang dilakukan secara komprehensif dan sistematis dan komitmen yang kuat dari semua pihak. Seiring dengan perubahan paradigma penanganan bencana di Indonesia yang telah mengalami pergeseran, yaitu penanganan bencana tidak lagi menekankan pada aspek tanggap darurat, tetapi lebih menekankan pada keseluruhan manajemen risiko. Perlindungan masyarakat dari ancaman bencana bukan lagi menjadi tanggung jawab Pemerintah semata, melainkan menjadi tanggungjawab bersama. Di samping itu, Pemerintah juga secara aktif melibatkan dan meningkatkan partisipasi lintaspemangku kepentingan yang berasal dari non-pemerintah seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), perguruan tinggi, dunia usaha, media, serta lembaga donor internasional dalam upaya penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana sebagai wujud komitmen dari para pemangku kepentingan tersebut, termasuk di dalamnya yaitu upaya edukasi dan peningkatan penyadaran masyarakat akan pentingnya pengurangan risiko bencana. 34-2

3 I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI A. Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias (Provinsi Sumatera Utara) Tahun 2008 merupakan tahun terakhir pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah Provinsi NAD dan Kepulauan Nias (Provinsi Sumatera Utara) yang dilakukan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD dan Kepulauan Nias (BRR NAD-Nias). Tahun ini merupakan persiapan pengakhiran masa tugas BRR NAD-Nias, sebagaimana ketentuan yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2005 juncto. Undang-Undang Nomor 10 tahun 2005, BRR NAD-Nias mengakhiri masa tugasnya pada bulan April 2009 dan tanggung jawab pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascamandat BRR NAD-Nias dikembalikan kepada tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah serta kepada 6 (enam) Kementerian/Lembaga terkait di tingkat pusat, yaitu: (1) Departemen Pekerjaan Umum, (2) Departemen Perhubungan, (3) Departemen Agama, (4) Departemen Dalam Negeri, (5) Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, dan (6) Badan Pertanahan Nasional, yang dikoordinasikan oleh Bappenas, dengan berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara sesuai perundang-undangan yang berlaku. Penegasan tentang proses peralihan/transisi mandat dan tanggungjawab tersebut dituangkan dalam Perpres Nomor 3 Tahun 2009 pasal 2 ayat 1 tentang Pengakhiran Masa Tugas BRR NAD dan Nias dan Kesinambungan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, menyatakan bahwa BRR NAD dan Nias akan berakhir masa tugasnya pada tanggal 16 April Proses peralihan yang dimaksud meliputi peralihan transfer aset, perlengkapan, personel, pendanaan dan dokumen (AP3D) kepada pemerintah daerah dan 34-3

4 kementerian / lembaga terkait yang melaui transisi bertahap dari fase rekonstruksi menuju pembangunan daerah yang berkelanjutan. Sampai berakhirnya masa tugas BRR NAD dan Nias, masih dihadapi beberapa permasalahan mengenai: (1) sasaran rahabilitasi dan rekonstruksi dalam Rencana Induk tidak semuanya dapat dicapai secara keseluruhan; (2) dana rehabilitasi dan rekonstruksi yang sudah masuk ke dalam dokumen anggaran (DIPA) tidak terserap secara keseluruhan; dan (3) proses pengalihan asset rehabilitasi dan rekonstruksi kepada K/L dan Pemerintah Daerah belum sepenuhnya berjalan dengan baik dan tepat waktu. B. Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Tengah, dan Daerah Pascabencana Alam Lainnya. Proses pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi 27 Mei 2006 di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Provinsi Jawa Tengah, yang direncanakan dalam 2 (dua) tahun telah berakhir pada tanggal 3 Juli Selama dua tahun pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi telah dicapai hasil yang cukup memuaskan. Namun, hal tersebut masih memerlukan upaya pembangunan dan pemulihan berkelanjutan terutama peningkatan kesadaran masyarakat terhadap upaya-upaya pengurangan risiko bencana. Bidang ekonomi juga masih memerlukan perhatian terutama bagaimana mendorong usaha dan mata pencaharian masyarakat pulih kembali sebagaimana sebelum gempa, khususnya dalam aspek permodalan, alat produksi, dan jaringan ke pasar. Terkait dengan penanganan pascabencana alam di wilayah lainnya, antara lain, pascabencana gempa bumi di wilayah Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu pada 12 September 2007 masih terkendala oleh mekanisme penyaluran dana bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi kepada masyarakat. Jumlah wilayah pascabencana yang jumlahnya tidak sedikit terbentur kepada keterbatasan pendanaan dari Pemerintah, yang menjadi kendala 34-4

5 utama pemulihan wilayah yang terkena bencana secara komperehensif. C. Penanggulangan Lumpur Sidoarjo Didahului dengan aktivitas eksplorasi minyak oleh PT Lapindo Brantas Inc. dan hampir bersamaan dengan gempa bumi hebat dengan 7,2 skala Richter di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada 27 Mei 2006, pada tanggal 29 Mei 2006 terjadi semburan pertama lumpur di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, yang volumenya mencapai m3 per hari. Sampai hari ini semburan ini belum berhenti atau belum bisa dihentikan dan telah menggenangi lahan seluas 640 hektar yang terdiri 300 hektar sawah, 60 hektar perkebunan tebu, dan merendam 17 sekolah, 15 pabrik, dan buah rumah warga rusak akibat genangan lumpur panas tersebut. Upaya untuk menghentikan semburan sudah dilakukan dengan berbagai cara, antara lain, melalui pengeboran miring dan pemompaan lumpur pekat ke pusat semburan (side tracking mud injection) dan memasukkan bola beton (high density concrete chained balls) ke kawah semburan. Upaya tersebut belum atau tidak menunjukkan hasil yang berarti sehingga diperlukan penanganan luapan yang efektif dengan memperlancar pengaliran lumpur ke laut melalui Kali Porong. Ada tiga kategori kerusakan yang parah yang masing-masing harus ditangani secara simultan karena erat kaitannya satu dengan lainnya, sebagai contoh, penanganan relokasi infrastruktur jalan arteri dan infrastruktur penanganan luapan lumpur. Penuntasan masalah ini akan memperlancar kegiatan ekonomi yang dampaknya akan dapat menurunkan masalah sosial. Sebaliknya, kelancaran penanganan masalah sosial akan menghentikan atau mengurangi protes-protes sosial seperti pemblokiran jalan masuk kendaraan/alat berat, yang sering kali mengakibatkan terhambatnya kegiatan konstruksi. Adapun ketiga kategori kerusakan tersebut adalah (1) rusaknya kehidupan sosial kemasyarakatan; (2) rusaknya berbagai 34-5

6 infrastruktur; dan (3) rusaknya lingkungan di sekitar semburan lumpur. Masalah yang paling berat adalah timbulnya keresahan sosial kemasyarakatan sebagai dampak dari hilangnya kesempatan kerja, hancurnya rumah dan harta benda, dan terganggunya kegiatan belajar-mengajar. Kerusakan infrastruktur, terutama infrastruktur jalan (jalan tol dan arteri) dan jalan KA, sangat besar dampaknya terhadap kegiatan ekonomi setempat, bukan saja kegiatan ekonomi di sekitar Sidoarjo saja, melainkan juga berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi regional di Provinsi Jawa Timur pada umumnya. D. Pengurangan Risiko Bencana Dengan dikeluarkannya UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, paradigma penanganan bencana yang semula terfokus pada penanganan darurat (response) menjadi pengurangan risiko bencana (prevention and preparedness). Besarnya potensi ancaman berbagai jenis bencana alam perlu disikapi dengan peningkatan aspek pengurangan risiko bencana secara keseluruhan dan diperlukan komitmen bersama yang kuat dan sangat jelas dalam menangani kebencanaan baik di tingkat nasional maupun daerah. Bencana dan risiko bencana bersifat dinamis dan satu bencana dapat memicu terjadinya bencana yang lain. Pengurangan risiko bencana selama ini belum dilakukan secara terus-menerus, bersamasama, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh. Upaya yang telah dilaksanakan selama ini belum mampu memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat karena masih lebih menekankan pada penanggulangan pada aspek dampak kerusakan setelah terjadinya bencana dan bukan pada upaya pengurangan risiko dan mitigasi bencana. Apabila hal itu dibiarkan berlangsung terus, yang terjadi adalah permasalahan penanganan bencana tidak terselesaikan. Halhal yang bersifat mendasar belum sepenuhnya tertangani, sementara kebutuhan penanggulangan bencana makin besar dihadapkan pada kemampuan sumber daya yang terbatas. Luasnya cakupan wilayah 34-6

7 serta tingginya intensitas kejadian bencana yang harus dihadapi juga menjadi permasalahan utama yang harus diatasi. Upaya penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana harus dilakukan secara komprehensif dan sistematis, namun hal ini masih terkendala dengan: (1) belum memadainya kinerja penanggulangan bencana selama ini; (2) masih terbatasnya kebijakan Pengurangan Resiko Bencana (PRB) di daerah, (3) masih rendahnya perhatian terhadap perlunya integrasi pengurangan risiko bencana ke dalam kebijakan dan perencanaan pembangunan; (4) masih terbatasnya kelembagaan pelaksana penanggulangan bencana (PB) di daerah; (5) rencana tata ruang yang belum berbasis pengurangan risiko bencana; kurangnya data dan informasi ataupun peta wilayah rawan bencana; (6) belum memadainya sarana dan prasarana sistem deteksi dini bencana alam; dan (7) terbatasnya pengetahuan dan pemahaman dikalangan pemerintah dan masyarakat akan kebencanaan. II. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL- HASIL YANG DICAPAI A. Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias (Provinsi Sumatera Utara) Pencapaian pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias (Provinsi Sumatera Utara) sesuai dengan revisi Rencana Induk Peraturan Presiden (Perpres) nomor 47 Tahun 2008 sebesar 94,18 persen key performance indicator (KPI), yang terdiri dari 5 (lima) bidang, yaitu: (1) Perumahan dan Permukiman; (2) Infrastruktur; (3) Perekonomian; (4) Sosial Kemasyarakatan; dan (5) Kelembagaan. Sehubungan dengan diterbitkannya Perpres Nomor 3 Tahun 2009 pasal 2 ayat 1 tentang Pengakhiran Masa Tugas BRR NAD dan Nias dan kesinambungan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di 34-7

8 Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara tanggal 16 April 2009, kegiatan tersebut diserahterimakan kepada 6 (enam) kementerian/lembaga terkait di tingkat pusat yang dikoordinasikan oleh Bappenas serta Pemerintah provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, yang meliputi beberapa aspek, yaitu: (1) program yang berbasis Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) dilaksanakan melalui penyediaan dana pendamping; (2) program dukungan transisi dan keberlanjutan dilaksanakan dalam rangka memperkuat kapasitas pemerintah daerah dalam pengoperasian dan pemeliharaan aset rehabilitasi dan rekonstruksi yang telah diserahterimakan; (3) program strategis dilaksanakan dalam rangka menunjang perekonomian dan kesejahteraan masyarakat; dan (4) program fungsionalisasi/penyelesaian dilaksanakan dalam rangka menuntaskan program yang belum dicapai sasarannya pada tahun Untuk menjaga kesinambungan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, telah disusun rencana kegiatan oleh 6 (enam) kementerian/lembaga terkait ditingkat pusat berdasarkan Peraturan Presiden nomor 38 tahun 2008 sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2009 meliputi sasaran program yang akan dicapai oleh masing-masing kementerian/lembaga dimaksud adalah sebagai berikut: (1) Departemen Pekerjaan Umum, dengan sasaran: (i) terselesaikannya pembangunan jalan baru dan peningkatan jalan strategis 549 km di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam serta Kabupaten Nias; (ii) pengembangan sistem drainase di 4 Kabupaten/Kota di NAD; (2) Departemen Perhubungan, dengan sasaran: (i) pembangunan fasilitas pelabuhan laut; (ii) terlaksananya lanjutan pembangunan dermaga dan trestel pelabuhan Malahayati di Aceh Besar; (iii) terlaksananya lanjutan pelabuhan Lhoekseumawe; (iv) terlaksananya lanjutan pembangunan dermaga dan trestel di Kuala Langsa; (v) terlaksananya lanjutan pembangunan pelabuhan Calang di Aceh Jaya; (vi) rehabilitasi fasilitas terminal dan pengembangan pelabuhan udara Sultan Iskandar Muda Provinsi NAD; (3) Departemen Agama, dengan sasaran pembangunan gedung pendidikan tinggi agama melalui 34-8

9 pinjaman Islamic Development Bank (IDB) melalui proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi IAIN Ar-Raniry yang terdiri dari pembangunan 8 gedung baru ( m2) dan renovasi 10 gedung lama ( m2); (4) Departemen Dalam Negeri, dengan sasaran: (i) Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kecamatan di Nias dengan pembangunan unit rumah dan 200 unit sekolah dan insfrastruktur publik; dan (ii) pelaksanaan pinjaman IDB-Simeulue Reconstruction Project untuk perbaikan 15 unit sekolah, Puskesmas Pembantu (Pustu) 20 unit, perbaikan jalan 37 km, perbaikan jembatan 140 m, perbaikan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) dan pasar, pengadaan peralatan mebeler untuk sekolah, rumah sakit, dan Pustu, serta perbaikan insfrastruktur lainnya (cold storage, gedung serba guna, packing room, ruang generator, dan rumah operator); (5) Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, dengan sasaran: (i) melanjutkan Proyek SPADA (Support for Poor and Disadvantaged Area), Aceh EDFF (Economic Development Financing Facility), dan Nias-LED (Local Economic Development) untuk terbangunnya infrastruktur ekonomi untuk menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan akses pelayanan sosial dasar dan peningkatan kapasitas pemerintah daerah di 17 kabupaten di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias; dan (6) Badan Pertanahan Nasional, dengan sasaran untuk mendukung pengelolaan pertanahan dan percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah melalui program Reconstruction of Aceh Land Administration System (RALAS), terlaksananya sertifikasi bidang di Provinsi NAD, serta terlaksananya sertifikasi bidang di Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara; Sementara itu, untuk instansi pelaksana Pemerintah Daerah di Provinsi NAD, serta Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan diarahkan untuk: (i) Peningkatan kehidupan masyarakat dan pengembangan wilayah Provinsi NAD dan Kepulauan Nias pasca bencana; (ii) pembangunan jalan kabupaten/provinsi dan insfrastruktur lainnya (terminal, irigasi, tanggul pengendali banjir, pengaman pantai, air minum, sanitasi, air limbah, drainase dan persampahan); dan (iii) transisi pembangunan ekonomi dan sosial kemasyarakatan; serta (iv) penguatan kelembagaan di

10 Kabupaten/Kota di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara. Sejalan dengan terbitnya peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2009, dalam rangka meningkatkan koordinasi pelaksanaan kegiatan penuntasan dan kesinambungan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca BRR, Pemerintah membentuk Badan Kesinambungan Rekonstruksi Aceh dan Nias (BKRAN) yang berkedudukan di Pusat dengan masa tugas sampai dengan 31 Desember Sementara itu, untuk Tim Pelaksana BKRA berkedudukan di Provinsi NAD dan BKRN berkedudukan Provinsi Sumatera Utara yang diketuai secara ex-officio oleh masing-masing Gubernur yang didukung oleh SKPD sebagai anggotanya. Dengan demikian, maka kedudukan BKRA dan BKRN akan sangat penting di dalam mengawal proses penuntasan dan kesinambungan rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan dilaksanakan oleh kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah serta sekaligus mempersiapkan kerangka percepatan pembangunan Provinsi NAD dan kepulauan Nias pascarehabilitasi dan rekonstruksi dalam jangka menengah mendatang. B. Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Tengah, dan Daerah Pascabencana Alam Lainnya. Seiring dengan berakhirnya masa tugas Tim Koordinasi Keppres 9/2006 terkait dengan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempabumi di Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah tersebut, rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah dinyatakan berakhir. Selanjutnya, koordinasi untuk keberlanjutan pembangunan pascarehabilitasi dan rekonstruksi sepenuhnya akan dilakukan oleh pemerintah daerah masing-masing. Namun, masih terdapat beberapa program yang masih akan dilanjutkan yang bersumber dari bantuan lembaga donor dan lembaga swadaya masyarakat

11 Terkait dengan penanganan pascabencana alam lainnya, Pemerintah telah melakukan upaya penyelamatan tanggap darurat melalui penyediaan bantuan pangan dan obat-obatan serta tendatenda hunian sementara bagi para korban bencana yang masih selamat. Sebagai tindak lanjut dari upaya penyelamatan pada tahap tanggap darurat tersebut, Pemerintah telah melakukan penilaian terhadap kerusakan serta prakiraan pendanaan yang diperlukan untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi. Pemerintah telah menyediakan dana penanggulangan bencana secara khusus yang diperkirakan akan cukup memadai dalam mengupayakan pemulihan kembali daerah pascabencana. Upaya pemulihan wilayah pascabencana tersebut telah dilakukan oleh kementerian/lembaga terkait melalui koordinasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). C. Penanggulangan Lumpur Sidoarjo Kebijakan awal pemerintah terkait dengan penanganan semburan tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo. Kebijakan yang dilakukan adalah melakukan langkahlangkah penyelamatan penduduk di sekitar lokasi semburan, menjaga infrastruktur dasar, dan penyelesaian masalah semburan dengan memperhitungkan risiko lingkungan seminimal mungkin. Dengan berakhirnya masa tugas Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo pada 8 Maret Penanganan lumpur Sidoarjo dilanjutkan oleh Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) yang dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggungan Lumpur Sidoarjo. Pada tahun 2008 bapel BPLS akan menyelesaikan sebagian besar (60 hingga 70 persen) pembebasan tanah dan 40 persen pekerjaan fisik untuk relokasi jalan arteri raya Porong dan menyelesaikan 20 persen pembayaran jual-beli tanah di tiga desa yang terendam luapan lumpur (Desa Besuki, Desa Pejarakan dan Desa Kedung Cangkring). Di samping itu, dalam tahun 2008 diselesaikan perkuatan/peninggian tanggul menjadi 11 meter dari 34-11

12 permukaan laut, dengan panjang tanggul total sekitar 17 km, yang disertai dengan pemeliharaan Kali Porong sebagai media pengaliran lumpur, sekaligus penanganan/pengerukan endapan di muara sungai guna menjaga kelancaran pengaliran lumpur ke laut. Kegiatan lain yang cukup penting di tahun 2008 adalah pembangunan/rehabilitasi jaringan drainase di sekitar kolam lumpur dan peningkatan jalan di sekitar Kecamatan Porong sebagai jalan alternatif selain jalan arteri raya Porong yang sudah terlalu padat dan sering kali terganggu genangan dan luapan/rembesan air dari kolam lumpur. Ada pun kegiatan bantuan sosial di tahun 2008 hingga tahun 2009 akan difokuskan pada pemberdayaan masyarakat warga korban lumpur Sidoarjo, yaitu memberikan pelatihan keterampilan, bantuan evakuasi, dan membiayai kontrak tempat tinggal sementara selama 1 tahun serta jaminan hidup sementara selama 6 bulan. Seluruh kegiatan yang dikerjakan oleh BPLS tersebut tidak akan mengurangi baik kewajiban PT Lapindo Brantas untuk menyelesaikan sisa pelunasan (80 persen) untuk tanah warga yang masuk Peta Area Terdampak, 22 Maret 2008 maupun kewajiban lainnya sesuai Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun Sementara itu, untuk relokasi infrastruktur lainnya, Pemerintah telah berkomitmen untuk melaksanakan melalui kementerian/lembaga terkait masing-masing. Diharapkan relokasi seluruh infrastruktur terdampak akan selesai tuntas paling lambat akhir tahun D. Pengurangan Risiko Bencana Menyikapi kondisi wilayah Indonesia yang sangat rawan terhadap kejadian bencana, Pemerintah telah mengubah paradigma penanganan bencana dari upaya reaktif menjadi pro-aktif melalui pengurangan risiko bencana. Sehubungan dengan itu, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya strategis, antara lain, dengan menerbitkan Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN-PRB) tahun yang saat ini juga sedang disusun Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN-PRB) tahun Selanjutnya, Pemerintah telah mengintegrasikan aspek pengurangan risiko bencana ke dalam kebijakan dan 34-12

13 perencanaan pembangunan, yang sudah dilakukan sejak tahun 2007 lalu, yang tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2008, bahwa kebijakan pengurangan risiko bencana telah dijadikan salah satu prioritas pembangunan nasional. Kemudian, lebih jauh lagi pada RKP 2009, pengurangan risiko bencana telah dimuat secara terintegrasi dengan fokus adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim global (climate change). Dalam upaya melakukan review terhadap implementasi pengurangan risiko bencana, telah dilakukan review terhadap RAN PRB yang telah dijadikan masukan bagi Rencana Kerja Pemerintah tahun 2010 dan juga masukan dalam rangka penyusunan rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) , khususnya yang terkait dengan rencana penajaman dan optimalisasi alokasi anggaran kementerian/lembaga terkait dan sumber-sumber pendanaan lainnya yang dimungkinkan dalam rangka pengurangan risiko bencana. Selanjutnya, sebagai kerangka hukum penanganan bencana dan pengurangan risiko bencana, telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanganan Bencana, serta tiga Peraturan Pemerintah turunannya, yaitu: (1) PP Nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana; (2) PP Nomor 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana; serta (3) PP Nomor 23 tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non-Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana. Untuk mengatur kelembagaan di tingkat pusat dan daerah, telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dalam upaya pembentukan kelembagaan penanggulangan bencana di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, berupa Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), telah diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 46 tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja BPBD dan Peraturan Kepala BNPB Nomor 3 tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang telah ditindaklanjuti oleh pembentukan BPBD di 8 (delapan) provinsi dan 16 (enambelas) kabupaten/kota

14 Sesuai dengan mandat UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menyatakan bahwa penanggulangan bencana merupakan urusan bersama pemerintah, masyarakat, dunia usaha, organisasi non-pemerintah internasional, serta seluruh pemangku kepentingan lainnya, telah dibentuk Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan tersebut. Platform Nasional atau Forum Nasional PRB ini akan memberikan advokasi dan dukungan kepada pemerintah dalam upaya melaksanakan PRB secara terencana, sistematis dan menyeluruh. Pembentukan Platform Nasional mendapat apresiasi di mata Perserikatan Bangsa-Bangsa dan dunia internasional karena Indonesia telah memperlihatkan adanya komitmen global untuk upaya pengurangan risiko bencana, sebagai bagian dari implementasi Kerangka Aksi Hyogo (Hyogo Framework for Action HFA) Sementara itu, terkait dengan penyiapan data dan informasi untuk mitigasi bencana alam, pada tahun 2008 telah dicapai: (1) terbangunnya sistem peringatan dini agar masyarakat yang berisiko bencana dapat mengambil tindakan secepatnya untuk mengurangi risiko; dan (2) terwujudnya sistem mitigasi bencana. Masih dalam kaitannya dengan mitigasi bencana, pada sektor Pertambangan, Energi dan Sumber Daya Mineral telah dilakukan penanganan bencana geologi pada tahun 2008, antara lain: (1) telah dilaksanakannya pengamatan aktivitas 129 gunung api aktif melalui 76 pos pengamatan yang masih berlangsung sampai saat ini; (2) dilakukannya pemetaan geologi gunung api; (3) dilakukannya pemetaan kawasan rawan bencana gunung api; (4) disusunnya katalog gempa bumi yang merusak di Indonesia; (5) dibuatnya peta wilayah rawan gempa bumi dan tsunami nasional skala 1: Untuk tahun 2009 dan sampai dengan tahun 2010, diharapkan dapat dilakukan penyelidikan kondisi geologi lingkungan regional, perkotaan, kawasan karst, kawasan pesisir dan kawasan pertambangan. Selain itu, penyelidikan geologi teknik skala 1: , dan geologi teknik - geodinamika, tanah lunak, pengembangan wilayah/ infrastruktur. Beberapa hal lainnya yang 34-14

15 akan dilakukan ke depan terkait dengan mitigasi kebencanaan geologi adalah: (1) pemetaan kawasan rawan bencana tsunami, gempa bumi, dan zona kerentanan gerakan tanah; (2) tanggap darurat gunung api, gerakan tanah dan gempa bumi; (3) rekomendasi teknis kepada pemerintah daerah yang dilanda bencana gunung api, gempa bumi, tsunami dan gerakan tanah; (4) peringatan dini bahaya dan pemantauan kegiatan letusan gunung api dan gerakan tanah; (5) penelitian sesar aktif; (6) penyelidikan kestabilan lereng, (7) instalasi peralatan pemantauan/kegiatan gunung api, dan (8) penerbitan peta gempa bumi/tsunami. III. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN A. Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara Dalam pelaksanaan kesinambungan program dan keberlanjutan rehabilitasi dan rekonstruksi di Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara pasca BRR NAD dan Nias, perlu diupayakan tindak lanjut yang meliputi pemantapan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah, yang dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas berbagai aparatur pemerintah termasuk badan-badan pemerintah kabupaten dan provinsi, Polri dan TNI melalui penyediaan dukungan infrastruktur fisik, pemberdayaan terhadap kemampuan teknis dan manajemen serta pengembangan kelembagaan secara umum dan penyediaan program-program pelatihan dan pendidikan. Kebijakan dan strategi yang perlu ditempuh dalam rangka Pemantapan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah di Provinsi Aceh dan Kepulauan Nias Sumatera Utara meliputi: (1) memperkuat pemerintah daerah dalam melaksanakan pelayanan publik yang efektif, akuntabel dan transparan; dan (2) melanjutkan pembangunan dan pemulihan infastruktur pemerintahan untuk mendukung proses pelayanan publik dalam jangka menengah

16 Hal tersebut dipandang perlu untuk dilaksanakan dalam rangka mengembangkan dan mengefektifkan ruang publik dengan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders) dalam proses perencanaan, formulasi kebijakan, pembuatan keputusan, monitoring dan evaluasi, dengan melanjutkan rekonstruksi prasarana pemerintah daerah yang permanen sesuai dengan rencana induk (masterplan) dan rencana teknis serta penyediaan sarana kerja pemerintah daerah dan perlengkapan mitigasi bencana untuk mendukung pelayan publik. Keterpaduan Pembangunan NAD dan Nias, sebagaimana telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan tentang kesinambungan program dan keberlanjutan rehabilitasi dan rekonstruksi NAD dan Nias pada tahun 2009 dilaksanakan oleh K/L pusat terkait dengan alokasi pendanaan keseluruhan sebesar Rp. 1,78 triliun. Sementara itu, kepada Pemerintah Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara telah dialokasikan dana sebesar Rp. 1,663 triliun melalui bagian anggaran 69 (BA 69) dalam APBN tahun 2009, sedangkan untuk kementerian/lembaga pusat terkait mendapat dukungan pendanaan dari Multi Donor Fund for Aceh and Nias (MDFAN) dengan dana pendamping melalui APBN. Dengan adanya komitmen dari multidonor, NGO, APBN dan APBD, ketersediaan pendanaan untuk kesinambungan dan keberlanjutan rehabilitasi dan rekonstruksi NAD dan Nias masih cukup besar. Untuk itu, diharapkan program sektoral dan lintas sektoral harus berorientasi pada intensifikasi dan ekstensifikasi sektor perekonomian daerah dan masyarakat guna memacu pertumbuhan ekonomi di luar sektor migas B. Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Tengah, dan Daerah Pascabencana Alam Lainnya. Dengan melihat kebutuhan pendanaan bagi pemulihan pascabencana yang masih belum terpenuhi, diperlukan upaya tindak 34-16

17 lanjut untuk percepatan pemulihan serta pembangunan yang berkelanjutan, yang meliputi: 1. penyelesaian pembangunan, rehabilitasi, dan rekonstruksi perumahan dan prasarana dasar permukiman yang berorientasi pada pengurangan risiko bencana; 2. peningkatan pelayanan dasar bagi masyarakat melalui rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana publik yang meliputi sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan sarana peribadatan; 3. pengembangan kapasitas aparatur pemerintah daerah dalam memantapkan penyelenggaraan pemerintah di wilayah pascabencana; 4. pemulihan sektor perekonomian di wilayah pascabencana beserta peningkatan kehidupan sosial ekonomi masyarakat setempat melalui penyusunan strategi pengembangan ekonomi lokal dan perbaikan infrastruktur pendukung perekonomian serta pengembangan insentif dan perlindungan bagi UMKM di wilayah pascabencana; dan 5. penataan mekanisme dan pengelolaan aset kekayaan negara pascarehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pascabencana. C. Penanggulangan Lumpur Sidoarjo Pemulihan sendi kehidupan yang aman dan dinamis bebas dari ancaman lumpur merupakan visi dari bapel BPLS yang akan terus diupayakan melalui misi, tujuan, dan sasaran tahunan yang berkelanjutan. Di sini diperlukan komitmen semua pihak untuk memprioritaskan pendanaan yang mencukupi tahun anggaran mendatang agar target penyelesaian bisa direalisasikan. Setiap ada kendala yang menghambat pelaksanaan program dan kegiatan harus sesegera mungkin dipecahkan melalui forum Tim Pengarah BPLS yang beranggotakan lintas kementerian/lembaga

18 Di dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2009 BPLS memperoleh alokasi dana yang diperuntukkan bagi penyelesaian relokasi jalan arteri/raya Porong dan menyelesaikan sisa-sisa pembebasan tanah untuk relokasi berbagai infrastruktur dan jual-beli tanah di tiga desa. Bapel BPLS juga akan membangun tanggul penahan lumpur secara permanen sebagai prasyarat keamanan dan kelestarian lingkungan di sekitar kolam lumpur dan lebih memantapkan mekanisme pembuangan lumpur ke Kali Porong untuk diteruskan ke Selat Madura, termasuk meneruskan kegiatan rutin pemeliharaan Kali Porong dan daerah muara sungai, agar aman fungsi aslinya sebagai pengendali banjir Kali Brantas. Relokasi infrastruktur akan memulihkan kegiatan ekonomi di Provinsi Jawa Timur. Penanganan luapan lumpur secara efektif dan benar akan memberikan rasa aman kepada masyarakat dan meminimalkan kerusakan lingkungan dan penanganan masalah sosial kemasyarakatan secara adil akan menghapuskan keresahan masyarakat. Penyelesaian menyeluruh mengenai penataan lingkungan dan penetapan zona-zona yang layak, kurang layak, dan berbahaya untuk kawasan permukiman perlu dilakukan melalui studi yang mendalam dan menyeluruh dengan pendekatan keilmuan yang multidisiplin dan lintas sektor. Hanya dengan cara demikian penanganan masalah luapan lumpur ini akan memperoleh hasil maksimal yang aman, berkelanjutan, dan bisa menciptakan keseimbangan lingkungan yang baru dan nyaman baik untuk warga di sekitar semburan maupun masyarakat luas yang berkepentingan di Provinsi Jawa Timur pada umumnya. D. Pengurangan Risiko Bencana Upaya pengurangan risiko bencana ke depan masih dikonsentrasikan pada penguatan sistem penanggulangan bencana yang diawali dengan penyusunan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana termasuk juga menindaklanjuti RAN PRB Dalam memberikan pedoman di tingkat provinsi, BNPB telah mempersiapkan Pedoman Penyusunan Peta Risiko Bencana dan 34-18

19 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana di Daerah, yang juga merupakan mandat dalam UU 24/2007. Tantangan ke depan adalah bagaimana memberikan dukungan kepada daerah dalam mengembangkan sistem penanggulangan bencana mulai dari aspek penyusunan kerangka peraturan perundangan, pembentukan kelembagaan, penyusunan perencanaan, penguatan sumber daya manusia, peningkatan penyadaran masyarakat. integrasi penanggulangan bencana ke dalam sistem pendidikan, serta pengembangan iptek untuk mendukung pengembangan budaya aman (safety culture). Dalam RPJMN , secara eksplisit aspek Penanggulangan Bencana dan PRB belum dibahas dalam bab tersendiri, tetapi beberapa isu pokok telah dicantumkan barkaitan dengan aspek pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup. Sejak tahun 2007 upaya-upaya pemerintah dalam mengarusutama-kan PRB ke dalam kebijakan dan perencanaan pembangunan mulai jelas tercermin dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2008, bahwa kebijakan pengurangan risiko bencana telah dijadikan salah satu prioritas pembangunan nasional. Kemudian lebih jauh lagi pada RKP 2009, pengurangan risiko bencana telah dimuat secara terintegrasi dengan fokus adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim global (climate change). Ke depan diharapkan upaya-upaya ini sebaiknya dapat terus dilakukan agar dapat mengoptimalkan program-program pengurangan risiko bencana yang telah dirintis melalui strategi sebagai berikut. 1. Aspek Pengembangan Kerangka Kebijakan, Peraturan dan Perencanaan aspek PRB: a. Mendorong pengarusutamaan PRB ke dalam pembangunan nasional dan daerah, baik secara lintas sector (cross-cutting issues) maupun secara sektoral, 34-19

20 seperti sector pertanian, kehutanan, infrastruktur publik, kesehatan, dan pendidikan dan lain-lain. b. Mendorong pengembangan kerangka peraturan sesuai dengan mandat dalam UU 24/2007 sebagai dasar pedoman pelaksanaan Penanggulangan Bencana dan khususnya aspek PRB, seperti memberikan dukungan kepada K/L terkait dalam memformulasikan peraturan serta pedoman terkait aspek mitigasi bencana, termasuk pedoman Pembangunan Bangunan Tahan Bencana, Pedoman Penyusunan Analisis Risiko Bencana, dan lain-lain. c. Mendorong pemerintah daerah untuk memformulasikan dan menyusun peraturan daerah terkait aspek PB dan PRB. d. Memberikan dukungan kepada pusat dan daerah dalam memformulasikan menyusun Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) dan Rencana Aksi Pengurangan Risiko Bencana (RAN dan RAD PRB) serta mendorong agar rencana tersebut diintegrasikan ke dalam rencana pembangunan nasional dan daerah 2. Aspek Pengembangan Kelembagaan: a. Memberikan prioritas penguatan kapasitas BNPB dalam menjalankan fungsi koordinasi, pelaksana dan komando di aspek Penanggulangan Bencana. b. Mendorong pemerintah provinsi dalam membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). c. Memberikan penguatan kapasitas kepada BPBD dalam menjalankan fungsi koordinasi, pelaksana dan komando aspek penanggulanan bencana dan PRB di tingkat daerah. d. Mendorong dan memberikan iklim yang kondusif kepada para kelompok pemangku kepentingan 34-20

21 (perguruan tinggi, dunia usaha, media, masyarakat serta lembaga donor internasional) untuk secara bersamasama sebagai mitra pemerintah dalam melaksanakan PRB, baik di tingkat nasional maupun daerah, melalui pembentukan Forum PRB. e. Mendorong dan mengembangkan kapasitas perguruan tinggi sebagai pusat riset dan teknologi di aspek PB dan PRB bagi daerah setempat (Center of Excellence). f. Mendorong dan meningkatkan kapasitas K/L terkait dalam mengembangkan dan mengimplementasikan Sistem Peringatan Dini 3. Aspek Pendidikan Kebencanaan dan Penyadaran Masyarakat: a. Mengembangkan strategi integrasi pendidikan kebencanaan ke dalam pendidikan sekolah, baik ke dalam kurikulum formal, muatan lokal maupun ekstrakurikulum. b. Mendorong dan memberikan penguatan kepada K/L terkait dan organisasi non pemerintah dalam upaya mengembangkan pendidikan kebencanaan di madrasah, pesantren dan sekolah-sekolah keagamaan lainnya. c. Meningkatkan peran media dan K/L terkait dalam memberikan informasi guna peningkatan penyadaran masyarakat pada aspek PRB, antara lain, melalui publik campaign, dan simulasi drill dan lain-lain. 4. Aspek Penguatan Kapasitas Masyarakat: a. Memberikan dan mendukung akses yang seluas-luasnya bagi penyelengggaraan penguatan kapasitas masyarakat dalam melaksanakan PRB. b. Mendorong komunitas di tingkat lokal untuk tetap mengedepankan kearifan local (local wisdom) dalam mengimplementasikan PB dan PRB

22 34-22 c. Memberikan prioritas kepada program-program pengurangan kerentanan masyarakat untuk menghadapi bencana melalui program pengentasan kemiskinan, program peningkatan kesehatan masyarakat, program penyediaan air bersih dan sanitasi, program pembangunan infrastruktur di tingkat lokal, dan lainlain.

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

maupun peningkatan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana serta pengurangan risiko bencana.

maupun peningkatan sarana dan prasarana sistem mitigasi bencana serta pengurangan risiko bencana. BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NAD, KEPULAUAN NIAS (PROVINSI SUMUT), DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, JAWA TENGAH, DAN DAERAH PASCABENCANA LAINNYA Berbagai kejadian bencana alam yang

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Proyek yang berfokus pada pemulihan masyarakat adalah yang paling awal dijalankan MDF dan pekerjaan di sektor ini kini sudah hampir

Lebih terperinci

KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA

KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA Sekilas Berdirinya BNPB Indonesia laboratorium bencana Terjadinya bencana besar : Tsunami NAD dan Sumut, 26 Desember 2004,

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) PEMERINTAH PROVINSI RIAU BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jalan Jendral Sudirman No. 438 Telepon/Fax. (0761) 855734 DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB II VISI, MISI DAN LANDASAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA

BAB II VISI, MISI DAN LANDASAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA BAB II Rencana Aksi Daerah (RAD) VISI, MISI DAN LANDASAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA 2.1 Visi Berdasarkan tugas pokok dan fungsi Badan Penanggulangan Bencana Derah Kabupaten Pidie Jaya, menetapkan Visinya

Lebih terperinci

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN B. Wisnu Widjaja Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan TUJUAN PB 1. memberikan perlindungan kepada masyarakat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 33 PENANGGULANGAN DAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 33 PENANGGULANGAN DAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA BAB 33 PENANGGULANGAN DAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA REPUBLIK TNDONESIA BAB 33 PENANGGULANGAN DAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA A. KONDISI UMUM Setelah kejadian bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh dan

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN DARI DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL MEWAKILI MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara rawan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, tanah longsor, badai dan banjir. Bencana tersebut datang hampir setiap

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2010 Kepala, Syamsul Maarif

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2010 Kepala, Syamsul Maarif KATA PENGANTAR Puji Syukur ke hadirat Allah S.W.T. yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-nya, sehingga Rencana Strategis (Renstra) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Tahun 2010-2014

Lebih terperinci

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif xvii Ringkasan Eksekutif Pada tanggal 30 September 2009, gempa yang berkekuatan 7.6 mengguncang Propinsi Sumatera Barat. Kerusakan yang terjadi akibat gempa ini tersebar di 13 dari 19 kabupaten/kota dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti gelombang tsunami yang melanda sebagian besar kawasan pesisir Aceh dan Nias pada hari Minggu tanggal

Lebih terperinci

Peran Kelembagaan dalam Mitigasi Bencana di Indonesia. Oleh: Rudi Saprudin Darwis

Peran Kelembagaan dalam Mitigasi Bencana di Indonesia. Oleh: Rudi Saprudin Darwis Peran Kelembagaan dalam Mitigasi Bencana di Indonesia Oleh: Rudi Saprudin Darwis Pendahuluan Secara geografis, Indonesia berada di daerah rawan bencana; negara yang memiliki risiko gempa bumi lebih dari

Lebih terperinci

PERAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DALAM PENGUATAN KOORDINASI PENANGGULANGAN BENCANA DAN PENGANGGARAN BTT

PERAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DALAM PENGUATAN KOORDINASI PENANGGULANGAN BENCANA DAN PENGANGGARAN BTT KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DALAM PENGUATAN KOORDINASI PENANGGULANGAN BENCANA DAN PENGANGGARAN BTT Disampaikan Oleh: SESDITJEN BINA ADMINISTRASI

Lebih terperinci

Bab 4 Menatap ke Depan: Perubahan Konteks Operasional

Bab 4 Menatap ke Depan: Perubahan Konteks Operasional Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Bab 4: Menatap ke Depan Bab 4 Menatap ke Depan: Perubahan Konteks Operasional Sejumlah proyek baru diharapkan dapat mendorong pengembangan ekonomi berkelanjutan di Aceh

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1903, 2017 BNPB. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana. PERATURAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEGIATAN TANGGAP DARURAT DAN PERENCANAAN SERTA PERSIAPAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCA BENCANA ALAM GEMPA BUMI DAN GELOMBANG TSUNAMI

Lebih terperinci

INTEGRASI RPB dalam PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

INTEGRASI RPB dalam PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional INTEGRASI RPB dalam PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Disampaikan oleh: Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal,

Lebih terperinci

Nomor : 5/PER/BP-BRR/I/2007 TENTANG

Nomor : 5/PER/BP-BRR/I/2007 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PELAKSANA BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATERA UTARA Nomor : 5/PER/BP-BRR/I/2007

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1570, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana. Pencabutan. PERATURAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK)

BAB I PENDAHULUAN. Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) atau Support for Poor and Disadvantaged Area (SPADA) merupakan salah satu program dari pemerintah

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA GEMPA BUMI DI KABUPATEN PIDIE, KABUPATEN PIDIE JAYA, DAN KABUPATEN BIREUEN PROVINSI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA INDUK REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

Bencana terkait dengan cuaca dan iklim [Renas PB ]

Bencana terkait dengan cuaca dan iklim [Renas PB ] KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA Bencana terkait dengan cuaca dan iklim [Renas PB 2010-2014] Banjir Tanah longsor Kekeringan Kebakaran hutan dan lahan Gelombang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCA BENCANA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA Pedoman

Lebih terperinci

2 2015, No.1443 Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Bantuan Pendanaan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pascabencana; Mengingat : 1. Un

2 2015, No.1443 Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Bantuan Pendanaan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pascabencana; Mengingat : 1. Un No.1443, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Pendanaan. Rehabilitasi. Rekontruksi. Pasca bencana. Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat. Hibah. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. No.2081, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air minum

Lebih terperinci

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 360 / 009205 TENTANG PENANGANAN DARURAT BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH Diperbanyak Oleh : BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH JALAN IMAM BONJOL

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional

Kerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional Kegiatan Kerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional SFDRR (Kerangka Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana) dan Pengarusutamaan PRB dalam Pembangunan di Indonesia Tanggal 17 Oktober

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENDANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH

PENDANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH terjadi. 2 Setiap bencana yang timbul perlu dilakukan penanggulangan guna meminimalisir PENDANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH kendarinews.com I. PENDAHULUAN adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

Versi 27 Februari 2017

Versi 27 Februari 2017 TARGET INDIKATOR KETERANGAN 13.1 Memperkuat kapasitas ketahanan dan adaptasi terhadap bahaya terkait iklim dan bencana alam di semua negara. 13.1.1* Dokumen strategi pengurangan risiko bencana (PRB) tingkat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kawasan Pantai Utara Surabaya merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik topografi rendah sehingga berpotensi terhadap bencana banjir rob. Banjir rob ini menyebabkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN, Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan memantapkan situasi keamanan dan ketertiban

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.696, 2015 KEMENHAN. TNI. Penanggulangan Bencana. Pelibatan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELIBATAN TNI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

MATRIKS SANDINGAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA 1 BNPB KEMENDAGRI KEMENSOS CATATAN. Pemerintahan Daerah

MATRIKS SANDINGAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA 1 BNPB KEMENDAGRI KEMENSOS CATATAN. Pemerintahan Daerah MATRIKS SANDINGAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA 1 UNDANG- UNDANG BNPB KEMENDAGRI KEMENSOS CATATAN UU 24 / 2007 tentang PB UU 32 / 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU 33

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, pencemaran, dan pemulihan kualitas lingkungan. Hal tersebut telah menuntut dikembangkannya berbagai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

a. Visi Masyarakat Kabupaten Aceh jaya Tangguh Menghadapi Bencana Yang Didukung Sumber Daya Manusia Yang Berkualitas, Beriman dan Bertaqwa

a. Visi Masyarakat Kabupaten Aceh jaya Tangguh Menghadapi Bencana Yang Didukung Sumber Daya Manusia Yang Berkualitas, Beriman dan Bertaqwa PERENCANAAN STRATEGIS DAN RENCANA KINERJA R encana Strategis sebagaimana yang tertuang Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah merupakan suatu proses yang berorintasi pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN TUGAS BANTUAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM MENANGGULANGI BENCANA ALAM, PENGUNGSIAN DAN BANTUAN

Lebih terperinci

BAB V. RENCANA PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V. RENCANA PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V. RENCANA PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF 5.1. Rencana Program, Kegiatan dan Indikator Kinerja a. Program : Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA, Menimbang : a. bahwa wilayah Kabupaten Bima memiliki kondisi geografis,

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

KONDISI TEKTONIK INDONESIA

KONDISI TEKTONIK INDONESIA KONDISI TEKTONIK INDONESIA 2 Bencana Tsunami Aceh dan Sumatra Utara Desember 2004 Bencana Gempabumi Yogyakarta dan Jawa Tengah Mei 2006 Bencana Tsunami Pangandaran Juli 2006 UU No. 24 Tahun 2007 : Penanggulangan

Lebih terperinci

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Balangan BAB 1 PENDAHULUAN

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Balangan BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup serta kondisi lingkungan yang dapat memberikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.157, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Penanganan. Fakir Miskin. Pendekatan Wilayah. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449) PERATURAN

Lebih terperinci

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PB

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PB PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PB PELUNCURAN DAN DISKUSI BUKU TATANAN KELEMBAGAAN PB DI DAERAH PUJIONO CENTER, 3 JUNI 2017 RANIE AYU HAPSARI Peran Serta Masyarakat SFDRR: Prioritas 1 (Memahami Risiko Bencana):

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015 RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015 BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN (BAPEDAL ) Nomor : / /2014 Banda Aceh, Maret 2014 M Lampiran : 1 (satu) eks Jumadil Awal

Lebih terperinci

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PENGERTIAN - PENGERTIAN ( DIREKTUR MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENCANA ) DIREKTORAT JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM Definisi Bencana (disaster) Suatu peristiwa

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI DAERAH

Lebih terperinci

PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA

PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA Ida Ngurah Plan International Indonesia Ida.Ngurah@plan-international.org Konteks Bencana dan Dampak Pendidikan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA INDUK REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN RENCANA INDUK KELITBANGAN OLEH KEPALA BALITBANG PROV. SUMBAR BUKITTINGGI, TANGGAL 25 APRIL 2018

ARAH KEBIJAKAN RENCANA INDUK KELITBANGAN OLEH KEPALA BALITBANG PROV. SUMBAR BUKITTINGGI, TANGGAL 25 APRIL 2018 ARAH KEBIJAKAN RENCANA INDUK KELITBANGAN OLEH KEPALA BALITBANG PROV. SUMBAR BUKITTINGGI, TANGGAL 25 APRIL 2018 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROVINSI SUMATERA BARAT DASAR PENYUSUNAN RIK 1. UU No. 18

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Penyediaan Air Minum. Sanitasi. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 9 PENDAHULUAN Latar Belakang Pada akhir Desember 2004, terjadi bencana gempa bumi dan gelombang Tsunami yang melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darusssalam (NAD) dan Sumatera Utara. Bencana ini mengakibatkan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi atau ring of fire yang dimulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi Utara hingga

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan memantapkan

Lebih terperinci

REVIEW UPAYA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI TAHUN dan INA DRI

REVIEW UPAYA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI TAHUN dan INA DRI REVIEW UPAYA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI TAHUN 2013-2014 dan INA DRI DEPUTI BIDANG REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA VISI: KETANGGUHAN

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 VISI DAN MISI SKPD Visi BPBD Kabupaten Lamandau tidak terlepas dari kondisi lingkungan internal dan eksternal serta kedudukan, tugas dan

Lebih terperinci

EKSPOSE HASIL PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN PENANGGULANGAN BENCANA NASIONAL TAHUN 2016 SEKRETARIS UTAMA

EKSPOSE HASIL PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN PENANGGULANGAN BENCANA NASIONAL TAHUN 2016 SEKRETARIS UTAMA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA EKSPOSE HASIL PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN PENANGGULANGAN BENCANA NASIONAL TAHUN 2016 SEKRETARIS UTAMA PENDAHULUAN 1. Pemantauan dan evaluasi

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG 1 GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA SINGKAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan provinsi yang berada di ujung selatan Pulau Sumatera dan merupakan gerbang utama jalur transportasi dari dan ke Pulau Jawa. Dengan posisi

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6º LU 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6º LU 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada 6º LU 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, antara benua Asia dan benua Australia, dan pada pertemuan dua rangkaian

Lebih terperinci

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB - I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016 Created on 10/3/2016 at 9:8:38 Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk memenuhi target pembangunan sektor sanitasi, yang meliputi pengelolaan air limbah domestik, pengelolaan persampahan, dan

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sangat rawan terhadap bencana telah mengalami rentetan bencana dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir baik bencana alam maupun bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Rencana Aksi Daerah (RAD) 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang rawan bencana. Dari aspek geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terletak di antara

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1 Bab 1 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah dewasa ini semakin meningkat, namun tidak diimbangi secara optimal dengan penyediaan layanan sektor sanitasi dasar yang layak bagi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kab. Banyuwangi 1

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kab. Banyuwangi 1 Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kab. Banyuwangi 1 Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional serta Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang disempurnakan

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci