4.1 ANALISIS REGIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4.1 ANALISIS REGIONAL"

Transkripsi

1 4.1 ANALISIS REGIONAL Kota Sei Rampah (yang menjadi wilayah perencanaan) terdiri dari 8 (delapan) desa yang merupakan bagian yang terpilih dari 17 (tujuh belas) desa yang terdapat di Kecamatan Sei Rampah. Kota Sei Rampah merupakan Ibukota Kecamatan Sei Rampah dan sekaligus juga Ibukota Kabupaten Serdang Bedagai. Dengan demikian maka fungsi dan peranan yang harus diemban oleh Kota Sei Rampah cukup besar. Selain harus mampu menjadi pusat pelayanan bagi wilayah kecamatan juga harus mampu melayani wilayah Kabupaten Serdang Bedagai, bahkan wilayah yang ada disekitar kabupaten tersebut. Jika ditinjau dari hirarki pelayanan administratif pemerintahan, kedudukan Kota Sei Rampah posisinya berada dibawah Kecamatan Sei Rampah. Dan Kecamatan Sei Rampah itu sendiri berada di bawah administrasi Pemerintahan Kabupaten Serdang Bedagai. Dan demikian seterusnya Kabupaten Serdang Bedagai merupakan bagian dari wilayah Provinsi Sumatera Utara. Dengan demikian maka perkembangan Kota Sei Rampah sangat dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan yang ada disekitanya, terutama kegiatan yang memiliki skala pelayanan regional. Berdasarkan letak geografisnya Kota Sei Rampah sangat strategis dan menguntungkan baik dalam lingkup lokal maupun regional. Hal ini tentunya akan memberikan dampak positif dan prospek yang baik bagi pengembangan, pengelolaan sektor ekonomi wilayah sehingga berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan Kota Sei Rampah dimasa yang akan datang. Kegiatan-kegiatan regional disekeliling Kota Sei Rampah yang dapat memberikan dampak positif bagi pengembangan Kota Sei Rampah dapat diuraikan sebagai berikut : a. Berdasarkan jarak fisiknya Kota Sei Rampah relatif dekat dengan pusat kegiatan utama Kota Medan dan Kota Tebing Tinggi; b. Kota Sei Rampah dilalui oleh jalur jalan lintas nasional yang menghubungkan Kota Medan dengan kota lainnya di Pulau Sumatera hingga ke pulau Jawa; Laporan Akhir IV - 1

2 c. Kota Sei Rampah juga dilalui oleh jalur rel kereta api yang menghubungkan Medan Tebing Tinggi dan kota lainnya di Sumatera Utara; d. Berada pada jalur Rencana pembukaan jalan Tol Medan Tebing Tinggi; e. Rencana pembangunan Bandara Kuala Namo yang relatif dekat dengan Kota Sei Rampah; f. Reatif dekat dengan rencana pelabuhan Tanjung Beringin; g. Adanya rencana pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di desa Paya Bagas Kecamatan Tebing Tinggi dan desa Dungun di Kecamatan Tanjung Beringin yang relatif dekat dengan Kota Sei Rampah h. Kota Sei Rampah dikelilingi oleh kawasan perkebunan yang cukup besar, baik swasta maupun nasional; Untuk lebih jelasnya mengenai kedudukan geografis Kota Sei Rampah dalam lingkup regional dapat dilihat pada Gambar 4.1. GAMBAR 4.1 LETAK DAN POSISI KOTA SEI RAMPAH DALAM LINGKUP REGIONAL MEDAN BANDARA KUALA NAMU PELABUHAN TG. BERINGIN LUBUK PAKAM SEI RAMPAH KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK) DUNGUN KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK) PAYA BAGAS RENCANA JALAN TOL MEDAN - TEBING TINGGI TEBING TINGGI DOLOK MASIHUL Laporan Akhir IV - 2

3 4.2 ANALISIS KEBIJAKSANAAN Analisis kebijaksanaan pembangunan adalah untuk memahami arahan kebijaksanaan pembangunan Kabupaten Serdang Bedagai dan kebijaksanaan pembangunan Provinsi Sumatera Utara yang diduga mempengaruhi perkembangan Kota Sei Rampah. Kota Sei Rampah memiliki beberapa fungsi dan peranan penting dikaitkan dengan kedudukannya dalam wilayah Kabupaten Serdang Bedagai dan Provinsi Sumatera Utara. Fungsi dan peranan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : A. Kebijaksanaan Provinsi Sumatera Utara Mengingat Kabupaten Serdang Bedagai adalah kabupaten yang baru terbentuk, maka banyak kebijaksanaan provinsi yang belum mengakomodasi perkembangan dari Kabupaten Serdang Bedagai. Sebagai contoh dapat dilihat bahwa Kota Sei Rampah sebagai Ibukota Kabupaten Serdang Bedagai, didalam RTRW Provinsi Sumatera Utara Tahun hanya sebagai kota yang tidak memiliki jenjang/orde. Dengan ditetapkannya Kota Sei Rampah sebagai Ibukota Serdang Bedagai maka secara otomatis kedudukan Kota Sei Rampah yang semula hanya sebagai kota non orde akan meningkat menjadi Pusat Pelayaan Sekunder, yaitu pusat yang melayani satu wilayah kabupaten. B. Kebijaksanaan Kabupaten Serdang Bedagai Berdasarkan RTRW Kabupaten Serdang Bedagai Tahun , Kota Sei Rampah merupakan kota dengan hirarki ke I dalam wilayah Kabupaten Serdang Bedagai dengan fungsi sebagai : Pusat pelayanan Wilayah Pengembangan A (WP A) sekaligus sebagai pusat pemerintahan Kabupaten; Pusat perekonomian, jasa, perdagangan bagi Wilayah Pengembangan A (WP A) dan wilayah Kabupaten; Pusat pendidikan, sampai dengan perguruan tinggi untuk lingkup Kabupaten; Pusat Kesehatan, sampai dengan tingkat pelayanan tertinggi dalam bentuk Rumah Sakit Umum. Dari seluruh kajian terhadap kebijaksanaan pembangunan seperti yang telah dikemukakan diatas, dapat ditarik beberapa implikasi penting terhadap perkembangan Kota Sei Rampah, sebagaimana diuraikan dalam Tabel IV.1 berikut : Laporan Akhir IV - 3

4 Laporan Akhir IV - 4

5 4.3 ANALISIS FISIK DASAR Analisa Topografi dan Kemiringan Lereng Berdasarkan pengamatan di lapangan, keadaan topografi dan kemiringan lereng di wilayah perencanaan pada umumnya relatif datar dengan kemiringan antara 0-2% dan berada pada ketinggian antara 50 sampai dengan 100 meter dpl. Keadaan ini sangat potensial dan sekaligus juga manjadi kendala dalam pengembangan kawasan permukiman dan pengembangan perkotaan Secara tidak langsung keadaan topografi dan kemiringan lereng di Kota Sei Rampah akan mempengaruhi dalam perencanaan dan pengembangan kota itu sendiri. Dengan demikian maka dapat diuraikan beberapa potensi dan permasalahan maupun rekomendasi pengembangan yang berkaitan dengan keadaan topografi dan kemiringan lereng di Kota Sei Rampah, antara lain, yaitu : a. Permasalahan : Lahan yang relatif datar rawan akan banjir dan genangan air; Lahan yang relatif datar merupakan lahan yang produktif dan potensial sehingga menimbulkan biaya yang cukup besar dalam pembebasannya (sulit untuk dialih fungsikan menjadi lahan terbangun karena lebih menguntungkan untuk pertanian); b. Potensi : Lahan yang relatif datar potensial untuk pengembangan kawasan perkotaan tanpa adanya persyarakat tertentu; c. Rekomendasi : Perlu membuat sistem drainase yang baik untuk mencegah banjir dan genangan; Pada daerah aliran air (sungai) dapat dimanfaatkan sebagai saluran drainase primer (Main Drain). Pengembangan kawasan terbangun diprioritaskan pada lahan yang kurang produktif untuk menghemat biaya pembebasan lahan, seperti : lahan dengan fungsi kebun campuran, kawasan rawa-rawa dan kawasan lainnya yang tidak dimanfaatkan secara optimal. Pengembangan kawasan perkotaan (permukiman, sarana dan prasarana kota) diprioritaskan pada kawasan sekitar pusat kota dengan memanfaatkan kawasan perkebunan yang sudah habis ijinnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.2. Laporan Akhir IV - 5

6 Laporan Akhir IV - 6

7 4.3.2 Hidrologi Kelerengan Kawasan Perkotaan Sei Rampah semakin menurun kearah Timur menuju Selat malaka akan tetapi jaringan drainase utama kota tetap menuju ke arah Selatan yaitu menuju ke arah Sungai Rampah. Pada saat ini peresapan air hujan di Wilayah Perencanaan belum menjadi masalah karena masih luasnya kawasan pertanian dan lahan non terbangun. Air meresap langsung ke dalam tanah. Tidak demikian halnya bila kota semakin berkembang dimana kawasan terbangun akan mendominasi fisik kota dan aliran "run-on" lebih besar dari aliran "run-off". Terlebih lagi Kawasan Perkotaan Sei Rampah relatif datar yang rawan akan banjir. Dengan adanya sungai Rampah yang membelah Kawasan Perkotaan Sei Rampah maka secara tak langsung keberadaannya juga dapat menjadi potensi dan sekaligus juga menjadi permasalahan bagi pengembangan Kawasan Perkotaan Sei Rampah. Beberapa potensi dan permasalahan yang berkaitan dengan keadaan hidrologi antara lain yaitu : a. Permasalahan : Kawasan perdagangan dan jasa (pasar dan pertokoan) di Sei Rampah Pekan berada dipinggiran sungai Rampah, jika tidak diantipasi maka sepanjang sempadan sungai dikhawatir akan berubah menjadi kawasan terbangun; Sistem drainase perkotaan belum tertata dengan baik, sehingga masih ada kawasan di wilayah perkotaan yang rawan akan genangan air; Masih ada kawasan di Wilayah Perencanaan yang merupakan daerah rawa-rawa yang sulit untuk dikembangkan; Sungai dan anak sungai yang ada umumnya dimanfaatkan untuk irigasi persawahan, sehingga sulit untuk dialih fungsikan. b. Potensi : Sungai-sungai yang ada dapat dimanfaatkan sebagai saluran drainase utama kota (main drain); Masih dimungkinkannya untuk pembuatan drainase kota secara baik; c. Rekomendasi : Kawasan disepanjang sempadan sungai sedapat mungkin dihindari sebagai kawasan budidaya perkotaan (pengembangan perumahan dan permukiman). Kawasan di sepanjang sempadan sungai sebaiknya dibuat sebagai jalur hijau konservasi dan sekaligus sebagai saluran drainase utama kota (main drain); Laporan Akhir IV - 7

8 Membuat sisem air buangan dan drainase kota yang baik dan benar untuk menghindari daerah genangan dan banjir; Pada kawasan-kawasan yang tidak dimungkinkan untuk dibuatkan saluran drainasenya (karena lebih rendah dari permukaan sungai seperti daerah rawa-rawa dan palungan) sebaiknya dilakukan penimbunan (tentunya dengan persyaratan teknis yang berlaku) sehingga kawasan tesebut menjadi lahan yang potensial untuk pengembangan perkotaan ; Pengembangan kawasan perkotaan sedapat mungkin menghindari kawasan kawasan yang cukup produktif seperti sawah irigasi teknis; Untuk lebih jelasnya mengenai analisis keadaan hidrologi dapat dilihat pada Gambar Analisis Penggunaan Lahan Keadaan penggunaan lahan di Wilayah Perencanaan belum tertata dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari terkonsentrasinya semua kegiatan pada pusat kota (Pekan Sei Rampah) dan sepanjang jalan lintas nasional (linier). Sedangkan pada daerah pinggiran kota umumnya masih merupakan lahan kosong/kawasan non terbangun yang dimanfaatkan untuk kawasan pertanian dan perkebunan. Hal ini akan menyebabkan tingkat kepadatan baik penduduk maupun bangunan di pusat kota dan sepanjang jalan lintas nasional cukup tinggi. Saat ini kepadatan penduduk di Wilayah Perencanaan sudah mencapai 17 jiwa/ha. Jika tidak segera ditata maka dapat menyebabkan kekumuhan dan kesemrautan, terutama pada pusat-pusat kegiatan yang kepadatan bangunannya cukup tinggi. Secara ringkas beberapa permasalahan yang berkatan dengan pola penggunaan lahan di Wilayah Perencanaan dapat diuraikan sebagai berikut : a. Permasalahan : Lahan di dalam Wilayah Perencanaan sebagian besar merupakan kawasan pertanian yang produktif sehingga sulit untuk dialih fungsikan (kawasan perkebunan swasta nasional dan sawah irigasi); Masih bercampurnya semua kegiatan dalam satu kawasan, seperti kawasan permukiman yang bercampur dengan lokasi industri, kawasan pemerintahan bercampur dengan permukiman dan industri dan sebaginya; Kemungkinan akan adanya alih fungsi lahan cukup besar; Perkembangan kawasan perkotaan umumnya hanya berkembang pada jalan lintas nasional saja. Laporan Akhir IV - 8

9 Laporan Akhir IV - 9

10 b. Potensi : Masih banyak lahan dalam Wilayah Perencanaan yang belum dimanfaatkan secara optimal (lahan kosong yang tidak dimanfaatkan atau lahan yang kurang produktif) yang dapat dikembangkan menjadi pengembangan kawasan perkotaan; Luas wilayah non terbangun masih cukup luas (70%) sehingga lahan bagi pengembangan kawasan perkotaan masih cukup luas; c. Rekomendasi : Memanfaatkan semua lahan dalam wilayah perencanaan seoptimal mungkin sebagai daerah pengembangan kota (kawasan terbangun), terutama pada kawasan yang kurang produktif tetapi memenuhi persyaratan sebagai pengembangan perkotaan; Pada kawasan pusat kota tetap dipertahankan fungsinya sebagai jasa dan perdagangan dan kawasan pusat pemerintahan, sedangkan untuk permukiman diarahkan keluar pusat kota; Membatasi perkembangan fisik pada kawasan-kawasan tertentu seperti : sepanjang jalan arteri primer, sepanjang sungai dan sepanjang rel kereta api; Menarik perkembangan fisik kearah luar pusat kota untuk membatasi perkembangan fisik pada pusat kota dengan mengembangkan sub-sub pusat kota; Pengembangan kawasan perkotaan sedapat mungkin menghindari kawasan kawasan yang cukup produktif seperti sawah irigasi teknis dan perkebunan; Untuk lebih jelasnya mengenai analisis keadaan penggunaan lahan pada Wilayah Perencanaan dapat dilihat pada Gambar Perkembangan Fisik Kota Perkembangan suatu kota/daerah pada dasarnya dapat diartikan sebagai suatu perubahan ukuran-ukuran kota terutama dalam pelayanan sarana dan prasarana kota. Perubahan ukuran-ukuran kota tersebut dicirikan oleh perubahan struktur ruang dan pola penggunaan lahannya. Perubahan tersebut adalah semua gejala perkembangan yang terjadi dengan sendirinya (alami) ataupun secara terencana, dimana dimanifestasikan dengan wujud fisik wilayah. Sesuai dengan fungsi dan peranan Kota Sei Rampah sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa serta pusat pelayanan umum maupun pusat permukiman, maka sudah barang tentu kawasan terbangun akan semakin bertambah sesuai dengan tuntutan kebutuhan kegiatan itu sendiri. Laporan Akhir IV - 10

11 Laporan Akhir IV - 11

12 Secara visual, saat ini perkembangan fisik Kota Sei Rampah cenderung berkembang secara linier, yaitu memanjang mengikuti jaringan jalan utama. Hal ini perlu dicegah karena jalan utama tersebut merupakan jaringan jalan arteri primer yang sudah seharusnya tidak diperuntukkan untuk kegiatan permukiman dan perdangangan. Jika tetap ingin mempertahankan kondisi yang demikian maka perlu dicari jalan alternatif atau jalan elak yang sering disebut dengan istilah jalan lingkar untuk mengalihkan arus lalu lintas jarak jauh agar tidak lagi melewati kawasan pusat kota. Berdasarkan stadia perkembangan fisik Kota Sei Rampah, kota ini awalnya merupakan pusat perdagangan bagi wilayah disekitarnya. Sungai Rampah yang ada sekarang ini dulunya merupakan jalur pelayaran perdagangan dari Bedagai ke Sungai Rampah. Pusat pertumbuhan utamanya di Desa Sei Rampah Pekan, yaitu dipersimpangan jalan lintas dengan jalan Bedagai dan persimpangan jalan Stasiun. Dan dari sini jugalah awal cikal bakal berdirinya kota Sei Rampah. Keadaan ini dapat dilihat dari adanya bangunanbangunan lama yang berada pada pusat kota. Seiring dengan majunya jaman, pertumbuhan dan perkembangan Kota Sei Rampah juga berkembang cukup pesat. Hal ini disebabkan kondisi geografisnya yang strategis berada pada jalur jalan lintas nasional, menyebabkan kota ini berkembang lebih cepat bila dibandingkan dengan kota lain disekitarnya. Akan tetapi pertumbuhan yang cepat tersebut justru terjadi pada jalan nasional yang pertumbuhannya juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sehingga lama kelamaan perkembangan fisik ini akan menimbulkan masalah dikemudian hari jika tidak diantisipasi dari sekarang. Permasalahan yang sudah mulai terlihat saat ini akibat pertumbuhan fisik yang linier dan memusat pada pusat kota tersebut antara lain adalah kemacetan lalu lintas pada pusat kota dan kecelakaan lalu lintas pada jalan lintas nasional. Untuk itu maka perkembangan fisik kota sedapat mungkin dikembangkan kearah luar dari pusat kota, sehingga dapat mengurangi beban pada pusat kota. Arahan perkembangan fisik kota akan dititik beratkan pada lahan-lahan yang mempunyai potensi tinggi untuk mendukung kegiatan pusat kota sebagai pusat perdagangan dan jasa serta untuk pengembangan perumahan maupun sektor lainnya serta meningkatkan pengembangan prasarana dan sarana kota. Untuk lebih jelasnya arah dan perkembangan fisik Kota Sei Rampah dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6. Laporan Akhir IV - 12

13 Laporan Akhir IV - 13

14 Laporan Akhir IV - 14

15 4.4 ANALISIS STRUKTUR RUANG Perencanaan struktur tata ruang kawasan perkotaan pada dasarnya disusun berdasarkan tiga pertimbangan, yaitu aktivitas, tahapan pengembangan, serta kondisi lingkungan. Aktivitas di sini berarti kegiatan penduduk di wilayah perencanaan dalam melakukan proses kehidupan sehari-hari, termasuk di dalamnya kondisi kependudukannya itu sendiri. Tahapan pengembangan di sini menyangkut seberapa kebutuhan dari penduduk setempat dan para pelaku pembangunan lainnya dalam mengembangkan wilayah perencanaan. Dalam hal ini pengembangan tersebut haruslah mempertimbangkan aspek yang ketiga yaitu lingkungan. Berdasarkan aspek lingkungan inilah dapat diketahui kendalakendala alami dan buatan (termasuk preservasi dan konservasi) yang harus diperhitungkan, sehingga rencana pengembangan yang dilakukan tetap memperhatikan keserasian dan keselarasan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Struktur Tata Ruang Kota Sei Rampah diarahkan untuk memberikan pelayanan yang merata bagi seluruh bagian wilayah perencanaan. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mencapai fungsi wilayah perencanaan (Kota Sei Rampah) yang merupakan Ibukota Kabupaten Serdang Bedagai. Dengan demikian, struktur ruang yang direncanakan tetap terintegrasi dengan wilayah yang lebih luas baik secara spasial maupun secara fungsional. Rencana tata ruang kawasan ini diwujudkan dalam bentuk : Pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK) serta fungsi pengembangannya masing-masing dalam lingkup kota; Hirarki atau tata jenjang dari masing-masing Bagian Wilayah Kota. Pembagian Bagian Wilayah Kota di sini merupakan langkah lebih rinci dari penyusunan Struktur Tata Ruang Kota. Adapun prinsip dalam pembagian Bagian Wilayah Kota ini adalah : 1. Setiap Bagian Wilayah Kota merupakan satu kesatuan fungsional. Jadi satu BWK dapat dideliniasi berdasarkan adanya suatu kegiatan utama di suatu wilayah. Oleh karena itu seharusnya terdapat pusat-pusat BWK yang merupakan aglomerasi dari fasilitas-fasilitas pelayanan; 2. Suatu Bagian Wilayah Kota dapat pula dibentuk berdasarkan kesamaan karakteristik fisik dasar atau lingkungannya : seperti wilayah kawasan jasa dan perdagangan, kepadatan tinggi, permukiman, pertanian, sepanjang sungai dan sebagainya; Laporan Akhir IV - 15

16 3. Setiap Bagian Wilayah Kota dibatasi oleh pembatas pembatas fisik yang mudah diidentifikasi seperti sungai, jalan, jalur hijau dan lain-lain yang dapat berfungsi sebagai pengendali perkembangan dan orientasi pergerakan penduduknya. Perwujudan dari ketiga prinsip tersebut di atas yang kemudian didasari pula dengan pertimbangan bahwa Wilayah Perencanaan merupakan pusat kegiatan wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai yang memiliki potensi lahan cukup luas untuk dijadikan kawasan perkotaan, maka pendeliniasian Bagian Wilayah Kota yang ada di dalamnya akan didasarkan pada pertimbangan fungsi pengembangan Kota Sei Rampah dalam konteks Kabupaten Serdang Bedagai (termasuk struktur eksistingnya), serta kendala-kendala fisik dan struktur yang ingin dicapai di masa yang akan datang (akhir tahun perencanaan). Pembagian BWK di Kawasan Kota Sei Rampah dapat diuraikan sebagai berikut : 1. BWK Pusat Kota yang berpusat di Desa Sei Rampah, meliputi areal seluas Ha. BWK Pusat Kota terdiri dari 2 Desa yaitu : Desa Sei Rampah dan Desa Firdaus; BWK Pusat Kota merupakan pusat pelayanan utama yang mempunyai jangkauan pelayanan tidak hanya terbatas pada Kecamatan Sei Rampah saja akan tetapi juga melayani Kabupaten Serdang Bedagai. Fungsi utama yang dikembangkan pada BWK Pusat Kota adalah : Pusat pemerintahan kabuapten Pusat perdagangan dan jasa (central bisnis district). Pusat pelayanan umum (pendidikan, kesehatan dan peribadatan). Kawasan permukiman. 2. BWK Utara yang berpusat di Desa Sei Rejo, meliputi areal seluas 997 Ha. BWK Utara terdiri dari dua desa, yaitu Desa Sei Rejo dan Desa Pematang Pelintahan. BWK Utara merupakan Sub Pusat Kota untuk mendukung Pusat Kota pada kawasan bagian Utara kota. Fungsi utama yang dikembangkan pada BWK Utara adalah : Perdagangan dan jasa lokal; Permukiman; Ruang Terbuka Hijau Kota. Pertanian dan perkebunan (lahan cadangan) Laporan Akhir IV - 16

17 3. BWK Selatan yang berpusat di Desa Pematang Ganjang, meliputi areal seluas Ha. BWK Selatan terdiri dari dua desa, yaitu Desa Silau Rakyat dan Desa Pematang Ganjang. BWK Selatan merupakan Sub Pusat Kota untuk mendukung Pusat Kota pada kawasan bagian Selatan kota. Fungsi utama yang dikembangkan pada BWK Selatan tersebut adalah : Perdagangan dan jasa lokal; Permukiman; Kesehatan (rumah sakit khusus); Ruang Terbuka Hijau Kota; Pertanian dan perkebunan (lahan cadangan). 4. BWK Barat yang berpusat di Desa Firdaus Estate, meliputi areal seluas Ha. BWK Barat terdiri dari dua desa, yaitu Desa Firdaus Estate dan Desa Cempedak Lobang. BWK Barat merupakan Sub Pusat Kota untuk mendukung Pusat Kota pada kawasan barat kota. Fungsi utama yang dikembangkan pada BWK Barat adalah : Kawasan Permukiman; Perdagangan dan jasa lokal; Pendidikan; Fasilitas umum skala pelayanan BWK; Pusat rekreasi kota; Pertanian dan perkebunan (lahan cadangan). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar ANALISIS SISTEM TRANSPORTASI Kota Sei Rampah terletak di jalan Negara antara Kota Medan dangan Kota Tebing Tinggi dan merupakan Ibukota Kabupaten Serdang Bedagai. Dengan demikian maka Kota Sei Rampah akan berkembang sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan. Dorongan perkembangan ini diperkirakan pesat karena kota ini berada antara tarik menarik Ibukota Provinsi Sumatera Utara (Kota Medan) dengan Kota Tebing Tinggi yang juga terus berkembang. Disamping itu Kota Sei Rampah relatif dekat dengan selat malaka yang bisa dimanfaatkan sebagai angkutan laut dan jalan rel kereta api jurusan Medan Tebing Tinggi dan rencana jalan bebas hambatan (toll) menghubungkan Kota Medan dan Kota Tebing Tinggi. Semua ini dapat dimanfaatkan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi Kota Sei Rampah, apabila semua prasarana transportasi tersebut dibangun secara terintegrasi. Laporan Akhir IV - 17

18 Laporan Akhir IV - 18

19 Dasar perencanaan transportasi Kota Sei Rampah adalah mengusahakan dan mengeliminasi semua problem transportasi yang umum terjadi di kota besar seperti : kemacetan lalu lintas, kesulitan tempat parkir, angkutan umum yang kurang memadai, pejalan kaki yang terabaikan, kurang tersedianya ruang kegiatan untuk masyarakat kota, kerusakan lingkungan akibat sarana transportasi, kecelakaan, dan angkutan barang dalam kota yang tidak lancar. Sistem prasarana transportasi darat, jalan raya (jalan kota, jalan negara, jalan bebas hambatan) dan jalan kereta api perlu direncanakan dengan baik secara fungsi dan pengelolaan. Prasarana transportasi menuju pelabuahan laut ke arah Selat Malaka (Tanjung Beringin) dan menuju Bandara Kuala Namu yang akan dibangun, juga menjadi skop perencanaan transportasi Kota Sei Rampah. Tujuan perencanaan sistem transportasi Kota Sei Rampah yang akan dikembangkan antara lain : Tetap mendukung aktivitas ekonomi wilayah kota ; Menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan ; Meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pergerakan orang dan barang (lancar, aman, nyaman, terjangkau) ; Meningkatkan integrasi dan hubungan antar sistem dan antar moda transportasi (jalan raya, kereta api, laut dan udara) ; Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas antar wilayah kota, Meningkatkan mutu pergerakan orang dan barang pada prasarana transportasi yang sudah ada menjadi lebih baik. Berdasarkan kondisi transportasi saat ini dan untuk mencapai tujuan pengembangan sistem transportasi yang akan dicapai maka, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan antara lain : Perlu membuat suatu jalan elak atau jalan lingkar untuk mengalihkan kemacetan lalu lintas yang sering terjadi pada pusat kota. Jalan elak/jalan lingkar tersebut sedapat mungkin akan menghubungkan antar pusat BWK (sub Pusat Kota) sehingga setiap pusat BWk dapat terhubung dengan baik sekaligus dapat menarik perkembangan fisik kota ke arah laur pusat kota ; Angkutan barang dan orang dalam kota yang tidak lancar, untuk itu perlu dibuatkan suatu sub terminal sebagai tempat pemberhentian dan sekaligus tempat menaikkan dan menurunkan orang dan barang; Laporan Akhir IV - 19

20 Jalan-jalan yang dapat menghubungkan dengan pusat-pusat kegiatan regional seperti jalan yang dapat menghubungkan dengan Bandara Kuala Namu dan Pelabuhan Tanjung Beringain perlu ditingkatkan baik kondisi dan lebar jalannya maupun fungsinya; Jaringan rel kereta api dimanfaatkan semaksimal mungkin sebagai angkutan massal baik orang maupun barang dengan melengkapi sarana dan prasarananya ; Banyak kawasan-kawasan permukiman yang belum dilalui oleh angkutan umum, untuk itu perlu penambahan route/trayek angkutan umum dalam kota untuk melayani masyarakat dalam kota ; Dengan adanya rencana jalan tol, maka perlu pembuatan jalan layang pada setiap persimpangan jalan lokal dengan jalan tol. Secara ringkas mengenai analisis sistem transportasi di Kota Sei Rampah dapat dilihat pada Gambar ANALISIS KDB DAN KLB Penetapan besarnya KDB dan KLB di Kota Sei Rampah banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor fisik, faktor teknis, faktor ekonomi, faktor sosial termasuk didalamnya budaya setempat dan faktor lokasi dan jangkauan pelayanan (termasuk aksesibilitas). Secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Faktor Fisik Beberapa ahli berpendapat bahwa keadaan fisik sangat mempengaruhi penetapan besarnya luas dan ketinggian bangunan, hal ini sangat tergantung dari daya dukung fisik yang dimiliki oleh masing-masing lokasi/kawasan. Secara umum suatu kawasan diperbolehkan untuk semua kegiatan bila memenuhi persyaratan fisik : Termasuk dataran rendah atau topografi meter diatas permukaan laut; Kemiringan < 15%; Bila suatu kawasan atau wilayah mempunyai ketinggian di bawah 100 meter diatas permukaan laut dan kemiringan di bawah 15 % maka kawasan tersebut secara fisik dapat dilakukan pembangunan fisik tanpa adanya persyaratan tertentu, sedangkan kawasan yang mempunyai ketinggian diatas 100 meter diatas permukaan laut dan kemiringan di atas 15% maka dalam pelaksanaan pembangunan fisik memerlukan beberapa persyaratan fisik agar tidak terganggu keseimbangan lingkungan. Laporan Akhir IV - 20

21 Laporan Akhir IV - 21

22 2. Faktor Teknis Penetapan luasnya Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dipengaruhi oleh faktor teknis, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan, keamanan maupun kenyamanan. Beberapa faktor teknis yang perlu diperhatikan adalah : Jalur telekomunikasi, lokasi-lokasi yang berada disekitar bangunan telekomunikasi atau jalur komunikasi perlu adanya pembatasan ketinggian agar tidak mengganggu sinyal maupun kualitas informasi yang disampaikan; Jalur listrik tegangan tinggi, lokasi-lokasi yang berada pada jalur tegangan tinggi pada radius tertentu perlu dibebaskan dari pembangunan fisik karena dampak radiasi yang ditimbulkan. 3. Faktor Ekonomi Faktor ekonomi sangat berpengaruhi terhadap penetapan besarnya Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maupun Koefisien Lantai Bangunan (KLB) hal ini didasarkan pada pertimbangan : Kesesuian dengan peraturan dan kebijakan pemerintah (RTRW, RPJP, RPJM dan kebijakan lainnya); Lokasi dan aksesibilitas menjadi pertimbangan utama terkait dengan kemudahan pencapaian dan jangkauan pelayanan; Cara paling mudah menetapkan KDB dan KLB berdasarkan faktor ekonomis adalah mengacu pada nilai lahan, semakin tinggi nilai lahannya maka semakin strategis lokasinya sehingga di kawasan tersebut terjadi optimalisasi lahan. Nilai lahan di tentukan oleh beberapa faktor, antara lain ; Kesesuian dengan peraturan/kebijakan pemerintah; Aksesibilitas tinggi; Tinggi rendahnya aksesibilitas sangat sangat tergantung dari keadaan prasarana dan sarana transportasi : Prasarana transportasi meliputi kelas jalan, kondisi jalan; Sarana transportasi meliputi ketersediaan angkutan umum; Kapasitas dan volume jalan(v/c); Laporan Akhir IV - 22

23 Mengangcu pada kriteria diatas maka penetapan KDB dan KLB bagi kawasan yang peruntukannya untuk kegiatan ekonomi akan lebih besar dan tinggi dibandingkan kawasan lainnya yang peruntukannya bukan untuk kegiatan ekonomi. 4. Faktor Sosial Faktor sosial sangat berpengaruh terhadap penetapan besarnya Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maupun Koefisien Lantai Bangunan (KLB) hai ini didasarkan pada pertimbangan : Ada fungsi sosial (pelayanan Sosial); Penyediaan space (ruang publik) sebagai tempat berkumpul dan berinteraksi baik diruang terbuka maupun di ruang tertutup dengan pertimbangan budaya setempat; Kenyamanan dan keamanan; Disamping itu dalam penetapan KDB dan KLB perlu memperhatikan budaya setempat (adat-istiadat), dimana pada etnis/suku tertentu pada waktu-waktu tertentu adanya suatu kegiatan yang membutuhkan ruang interaksi yang memadai, sehingga perlu diakomodasikan kegiatan-kegiatan. Karena adanya fungsi sosial, adanya ruang publik, kenyamanan dan keamanan serta memperhatikan tata nilai setempat maka secara umum penetapan KDB dan KLB-nya relatif lebih rendah dibandingkan kawasan yang mempunyai fungsi ekonomis. 5. Faktor Lokasi dan Jangkauan Pelayanan Faktor lokasi berpengaruh terhadap penetapan besarnya Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Keofisien Lantai Bangunan (KLB), faktor lokasi yang ditinjau adalah kedekatan dengan jaringan jalan (berdasarkan kelas dan fungsi jalan) : Arteri Primer, menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang ke satu dengan kota jenjang kedua; Arteri Sekunder, menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua; Kolektor Primer menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ke dua atau atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga; Kolektor sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga; Laporan Akhir IV - 23

24 Lokal Primer, menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga atau kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan persil atau menghubungkan kota dibawah jenjang ketiga dengan persil; Lokal Sekunder, menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder ketiga dan seterusnya dengan perumahan; Berdasarkan fungsi masing-masing jalan baik jalan arteri (primer dan sekunder), kolektor (primer dan sekunder) maupun lokal (primer dan sekunder), maka dapat dilihat jangkauan pelayanannya sebagai berikut : Arteri biasanya peruntukan lahan di kanan-kiri jalan lebih didominasi kegiatan jasa dan perdagangan (seperti pasar induk, grosir, perkantoran, hotel, bengkel mobil dan lain-lain) dengan skala pelayanan regional (wilayah lain lintas administrasi kota/kabupaten) untuk arteri primer dan kota untuk arteri sekunder; Kolektor biasanya peruntukan lahannya lebih di dominasi kegiatan jasa dan perdagangan dengan skala sub regional (dalam satu wilayah kabupaten) untuk kolektor primer dan bagian kota untuk kolektor sekunder; Lokal biasanya peruntukan lahannya didominasi untuk pemukiman dengan skala pelayanan biasanya lokal; Mengacu pada dominasi peruntukan lahan tersebut maka pengaturan KDB dan KLB yang dilakukan adalah sebagai berikut : Di jalan arteri KDB relatif kecil dibandingkan dengan kolektor tetapi KLB nya lebih tinggi; Di jalan kolektor KDBnya lebih besar tetapi KLBnya lebih rendah di bandingkan dengan di arteri; Di jalan lokal KDB dan KLB nya lebih rendah dibandingkan di jalan arteri maupun kolektor; Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel IV.2. Laporan Akhir IV - 24

25 TABEL IV.2 FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PENETAPAN KDB DAN KLB DI KOTA SEI RAMPAH No Faktor Kriteria KDB KLB Topografi < 100 meter; Layak dilakukan Layak dilakukan Kemiringan < 15%; pembanguan tanpa ada pembangunan tanpa ada persyaratan tertentu persyaratan tertentu 1 Fisik Topografi Ada persyaratan tertentu Ada persyaratan tertentu meter; Kemiringan 15-40%; 2 Teknis 3 Ekonomi 4 Sosial 5 Lokasi Sumber : Hasil Analisis Jalur telekomunikasi; Jalur listrik tegangan tinggi; Lokasi investasi; Orientasi provit; Orientasi aksesibilitas; Orientasi lokasi; Fungsi sosial; Ruang publik; Nyaman dan aman; Tata nilai setempat; Arteri primer Dominasi kegiatan jasa dan perdagangan skala regional (antar kota/kabupaten) Arteri sekunder Dominasi kegiatan jasa dan perdagangan skala regional (skala kota) Kolektor primer Dominasi kegiatan jasa dan perdagaan skala regional (dalam satu kabupaten) Kolektor sekunder Dominasi kegiatan jasa dan perdagangan skala regional (skala bagian kota) Lokal primer Dominasi permukiman Lokal sekunder Dominasi permukiman Tidak ada pembatasan (kecuali jalur listrik tegangan tinggi) Tergantung skala pelayanan Maksimal sesuai dengan yang dijinkan Pembatasan untuk menjaga tersedianya ruang publik, fungsi sosial, aman, nyaman, tata nilai setempat Pembatasan guna pemberian ruang untuk perkir, ruang publik, kegiatan pendukung lainnya Pembatasan guna pemberian ruang untuk perkir, ruang publik, kegiatan pendukung lainnya Lebih besar dibandingkan di kanankiri jalan arteri Lebih besar dibandingkan di kanankiri jalan arteri Lebih rendah dibandingkan arteri dan kolektor karena ada fungsi sosial Lebih rendah dibandingkan arteri dan kolektor karena ada fungsi sosial Ada pembatasan ketinggian jalur listrik tegangan tinggi Maksimal sesuai dengan yang dijinkan Pembatasan untuk menjaga tersedianya ruang publik, fungsi sosial, aman, nyaman, tata nilai setempat. Maksimal sesuai dengan yang di ijinkan Maksimal sesuai dengan yang di ijinkan Lebih rendah dibandingkan jalan arteri Lebih rendah di bandingkan jalan arteri Lebih rendah dibandingkan arteri dan kolektor kerena ada fungsi sosial Lebih rendah dibandingkan arteri dan kolektor kerena ada fungsi sosial Laporan Akhir IV - 25

26 Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditetapkan besarnya KDB dan KLB di Kota Sei Rampah dengan beberapa persyaratan, yaitu : Berdasarkan kondisi fisik (topografi dan kemiringan lahan) maka seluruh wilayah kota Sei Rampah berada pada ketinggian meter diatas permukaan laut dan kemiringan dibawah 15%. Dengan demikian maka seluruh wilayah perencanaan dapat dikembangkan tanpa adanya persyaratan tertentu; Penilaian aspek sosial dalam penetapan besarnya KDB dan KLB Kota Sei Rampah lebih didasarkan pada upaya penyediaan ruang publik sebagai tempat interaksi sosial, secara umum standar ruang publik idealnya 20% dari luas kawasan dan minimal setidaktidaknya 10 % dari luas kawasan. Kawasan Pemukiman lebih dominan membutuhkan ketenangan dan kenyamanan sehingga faktor sosial lebih dominan, sehingga persediaan ruang publik sangat dibutuhkan sebagai tempat interaksi masyarakat, olah raga maupun rekreasi, sehingga besarnya KDB maksimal 60%. Kawasan Pemerintahan yaitu kawasan tempat pemerintahan menyusun kebijakan, program, proyek pembangunan bersama dengan Stakeholder lainnya serta sebagai salah satu tempat memberikan pelayanan pada masyarakat baik kepentingan sosial maupun ekonomi. Kawasan Pemerintahan membutuhkan ketenangan dan kenyamanan seperti halnya kawasan permukiman sehingga KDB maksimal adalah sebesar 60%. Kawasan Perdagangan dan Jasa adalah tempat melakukan transaksi antara pembeli dan penjual maupun transakasi antara distributor dengan pembeli maupun penjual, orientasinya profit (pertimbangan ekonomi) lebih dominan. Pertimbangan keamanan dan kenyamanan calon pembeli paling utama sehingga ketersediaan lahan parkir yang memadai dan aksesibilitas yang tinggi menjadi salah satu persyaratan bagi kawasan perdagangan dan jasa. Semakin tinggi aksesibilitasnya ada kecenderungan semakin mengecil KDB-nya dan semakin meningkat KLB-nya (perkembangan secara vertikal). KDB minimal 40% dijalan Arteri dan KDB maksiamal 80% dijalan lokal. Untuk lebih jelasnya mengenai arahan KDB dan KLB di Kota Sei Rampah dapat dilihat pada Tabel IV.3 dan Tabel IV.4 serta Gambar 4.9. Laporan Akhir IV - 26

27 TABEL IV.3 PENETAPAN BESARAN KDB TIAP KAWASAN DI KOTA SEI RAMPAH No Kawasan Arahan KDB dari luas Terbangun Keterangan 1 Permukiman Permukiman padat 60% dari luas kawasan terbangun Permukiman sedang 40% - 50% Permukiman rendah 20% (daerah konservasi) Penetapan luas kaveling permukiman didasarkan pada luas kawasan terbangun 2 Perdagangan dan Jasa 3 Kawasan Industri 4 Kawasan Pemerintahan Sumber : Hasil Analisis Besarnya KDB 40% bila terletak di : Jalan arteri Berdasarkan KDB 60% bila terletak di : Jalan kolektor Besarnya KDB 80% bila terletak di : Jalan lokal KDB sebesar 60% bila berlokasi dekat jalan : Jalan arteri dan Kolektor KDB sebesar 70% bila berlokasi dekat : Jalan Lokal KDB sebeasr 40% bila berlokasi di jalan arteri dan Kolektor KDB sebesar 60% bila berlokasi selain di jalan utama TABEL IV.4 Diprioritaskan untuk kegiatan jasa dan perdagangan dengan skala pelayanan regional atau kota Diprioritaskan untuk kegiatan jasa perdagangan dengan skala pelayanan BWK Diprioritaskan untuk kegiatan jasa perdagangan dengan skala pelayanan lokal dan lingkungan Untuk mengurangi besarnya pergerakan di jalan arteri yang berfungsi sebagai jalan menerus ARAHAN KLB TIAP KAWASAN DI KOTA SEI RAMPAH No Arahan KDB KDB KLB Ketinggian Keterangan 1 Permukiman Permukiman padat 60% lantai Permukiman sedang 40-50% lantai Pemukiman rendah 20% lantai (daerah konservasi) 2 Jasa Besarnya KDB 40% bila terletak di : lantai Perdagangan Jalan Arteri Besarnya KDB 60% bila terletak di : Jalan Kolektor lantai Besarnya KDB 80% bila terletak di : Jalan lokal lantai 3 Kawasan Industri 4 Kawasan Pemerintahan Sumber : Hasil Analisis KDB sebesar 60% bila berlokasi dekat jalan : Jalan arteri dan kolektor KDB sebesar 70% bila berlokasi dekat : Jalan Lokal Jalan Lingkungan KDB sebesar 40% bila berlokasi di jalan arteri dan kolektor KDB sebesar 60% bila berlokasi selain di jalan Lokal lantai lantai lantai lantai Laporan Akhir IV - 27

28 Laporan Akhir IV - 28

29 4.7 ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA Di dalam sub bab ini, kajian sumber daya manusia difokuskan pada proyeksi jumlah penduduk sampai akhir tahun perencanaan yaitu Tahun 2016, kendala dalam pengembangan serta potensi sumber daya manusia yang dapat dikembangkan Perkembangan Penduduk Penduduk sebagai subyek dan sekaligus obyek perencanaan merupakan bagian dari faktor sosial yang selalu berubah. Salah satu aspek penting yang harus diketahui adalah perkembangan jumlah penduduk. Perkembangan jumlah penduduk Kota Sei Rampah menunjukkan trend meningkat dari tahun ke tahun. Dari data yang terkumpul selama kurun waktu lima tahun terakhir yaitu pada periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2005, laju pertumbuhan penduduk rata-rata tercatat sebesar 0,35% pertahun. Pada tahun 2000 jumlah penduduk Kota Sei Rampah tercatat sebanyak jiwa dan meningkat menjadi jiwa pada tahun Jika ditinjau dari laju pertumbuhan penduduk perdesa, maka Desa Pematang Ganjang merupakan desa yang memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang paling tinggi yaitu sebesar 1,91 % pertahun. Apabila ditelaah lebih rinci, maka pada umumnya semua desa menunjukkan laju pertumbuhan penduduk yang relatif meningkat, akan tetapi ada dua desa yang mengalami pertumbuhan minus, yaitu Desa Firdaus Estate yang mengalami penurunan jumlah penduduk sebesar 1,58% dan Desa Sei Rampah sebesar minus 1,02% Proyeksi Penduduk Pada wilayah yang sedang berkembang, jumlah penduduk terus berubah dan cenderung berkembang dari waktu ke waktu. Sesungguhnya perkembangan yang dimaksud mencakup pengertian yang luas, baik kuantitatif maupun kualitatif. Secara kualitatif, proyeksi penduduk ke masa depan berarti meramalkan mutu penduduk dimasa mendatang. Masalah ini merupakan masalah yang tidak bisa diukur secara eksak. Walaupun demikian masih ada cara pendekatan lain melalui beberapa sarana sosial yang merupakan pertanda peningkatan mutu penduduk. Secara kuantitatif perkembangan penduduk di masa mendatang dapat diramalkan jumlahnya. Melalui data penduduk masa lampau sampai tahun terakhir dan analisis kependudukan yang sesuai untuk itu, perkembangan dan proyeksi penduduk dimasa yang akan datang dapat diperkirakan. Analisis penduduk untuk mengetahui perkiraan jumlah penduduk dimasa depan terdiri dari berbagai metoda. Laporan Akhir IV - 29

30 Dari berbagai metoda untuk memperkirakan jumlah penduduk di masa mendatang, beberapa metoda dapat digunakan untuk memproyeksikan jumlah penduduk Kota Sei Rampah hingga akhir tahun perencanaan. Metoda perkiraan perbandingan tidak dapat digunakan karena kurang tepat hasil perkiraannya, sedangkan metoda Kurva Gompertz menuntut satu seri data yang memadai banyaknya (sekitar 50 tahun) yang tidak dapat dipenuhi. Metoda yang dapat digunakan adalah metoda teknik grafik, regresi linier dan bunga berganda. Berdasarkan laju pertumbuhan penduduk Kota Sei Rampah dalam kurun waktu lima tahun terakhir, serta melihat kondisi perkembangan Kota Sei Rampah pada saat sekarang maka, dalam memproyeksikan jumlah penduduk di Kota Sei Rampah sampai dengan akhir tahun perencanaan, penggunaan metoda bunga berganda adalah metoda yang dianggap paling tepat. Alasan lain penggunaan Metoda ini didasarkan atas beberapa pertimbangan yaitu : a. Kota Sei Rampah sebagai salah satu kawasan andalan bagi Kabupaten Serdang Bedagai akan semakin terus berkembang pada masa mendatang; b. Jumlah penduduk Kota Sei Rampah merupakan yang terbesar ke dua jumlah penduduknya di Kabupaten Serdang Bedagai setelah kota Perbaungan; c. Lebih baik memperkirakan jumlah penduduk lebih tinggi (proyeksi optimis). Bila perkiraan lebih kecil dan ternyata jumlah penduduk tumbuh lebih cepat akan menyulitkan dalam perencanaan selanjutnya. Selain itu penyediaan fasilitas dan utilitas pelayanan menjadi bermasalah nantinya. d. Jumlah penduduk usia muda (sampai dengan 24 tahun) lebih besar dari pada penduduk usia dewasa dan tua, sehingga pertumbuhan penduduk sepuluh tahun mendatang akan tetap seperti sekarang ini. e. Batas ambang atas pertambahan penduduk belum akan terlampaui sampai akhir tahun perencanaan. Oleh karena itu metoda Bunga Berganda masih relevan untuk digunakan. f. Data masa lampau yang tersedia (kurang lebih 5 tahun) mendukung metoda Bunga berganda dalam perhitungan proyeksi jumlah penduduk Kota Sei Rampah (10 tahun ke depan). Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas maka metoda Bunga Berganda digunakan untuk menghitung proyeksi jumlah penduduk Kota Sei Rampah hingga akhir tahun perencanaan. Perhitungan dengan menggunakan metoda ini dapat dilakukan dengan 3 (tiga) alternatif, yaitu : Laporan Akhir IV - 30

31 Alternatif I : memproyeksikan jumlah penduduk Kota Sei Rampah dengan cara memproyeksikan jumlah penduduk untuk setiap desa dengan menggunakan laju pertumbuhan penduduk kota 0,35% pertahun. Alternatif II : memproyeksikan jumlah penduduk untuk setiap desa dengan menggunakan laju pertumbuhan penduduk desa yang bersangkutan. Hasilnya dijumlahkan secara keseluruhan sehingga diperoleh proyeksi total jumlah penduduk Kota Sei Rampah. Cara ini tidak dapat dilakukan karena ada dua desa yang mengalami pertumbuhan minus, sehingga jika diproyeksikan maka jumlah penduduknya malah akan berkurang. Alternatif III : memproyeksikan jumlah penduduk untuk setiap desa dengan menggunakan laju pertumbuhan penduduk rata-rata jumlah total desa, sebesar 0,49% pertahun. Hasilnya dijumlahkan secara keseluruhan sehingga diperoleh proyeksi total jumlah penduduk Kota Sei Rampah. Dari ketiga alternatif tersebut maka dapat ditentukan hasil perhitungan alternatif mana yang akan digunakan selanjutnya. Berdasarkan beberapa alasan, maka dipilih hasil perhitungan alternatif III. Alasan yang mendasarinya adalah : - Perhitungan dengan menggunakan alternatif I dianggap tidak ada mobilitas penduduk antar desa di dalam Kota Sei Rampah, sehingga pertumbuhan jumlah penduduk hanya didasari pada lajunya saja. - Perhitungan dengan menggunakan alternatif II tidak dapat digunakan karena ada desa yang mengalami pertumbuhan minus. Bagi desa yang pertumbuhannya minus maka semakin lama jumlah penduduknya semakin kecil/berkurang, sedangkan bagi desa yang memiliki pertumbuhan terbesar akan semakin besar. Situasi seperti ini kurang sesuai mengingat bahwa makin kecil suatu daerah makin terbuka sifatnya, atau dengan kata lain mobilitas penduduk dalam bentuk perpindahan tempat antar desa sangat mungkin terjadi. - Perhitungan alternatif III dengan cara memperkirakan lebih dahulu jumlah penduduk desa baru kemudian didistribusikan kesetiap wilayah kota akan lebih tepat. Melalui cara ini kelemahan mobilitas penduduk yang terjadi di dalam wilayah kota dapat ditanggulangi. - Perhitungan alternatif III menghasilkan jumlah penduduk lebih tinggi. Hal ini dinilai cukup tepat mengingat penduduk Kota Sei Rampah merupakan tebesar kedua di Kabupaten Deli Serdang. Hasil proyeksi tersebut dapat dilihat pada Tabel IV.5 dan Tabel IV.6 Laporan Akhir IV - 31

32 Laporan Akhir IV - 32

33 4.7.3 Permasalahan Sumber Daya Manusia Permasalahan sumber daya manusia yang dihadapi oleh Kota Sei Rampah saat ini antara lain adalah : Laju pertumbuhan penduduk kota relatif rendah, yaitu hanya sekitar 0,35% pertahun Sebaran/distribusi penduduk tidak merata, dimana konsentrasi penduduk umumnya terpusat di pusat kota saja, yaitu di Desa Sei Rampah dan Desa Firdaus saja; Kepadatan penduduk pada pusat kota (Desa Sei Rampah dan Firdaus sudah mencapai 18 Jiwa/Ha) relatif tinggi bila dibandingkan dengan desa-desa lainnya (yang hanya 8 Jiwa/Ha); Masih ada beberapa desa yang mengalami laju pertumbuhan minus, seperti Desa Firdaus Estate dan Desa Sei Rampah; 4.8 ANALISIS KEBUTUHAN FASILITAS KOTA Bab ini akan membahas mengenai perkiraan kebutuhan fasilitas sosial ekonomi di Kota Sei Rampah. Dengan ditetapkannya Kota Sei Rampah sebagai Ibukota Kabupaten Serdang Bedagai maka secara otomatis fasilitas umum yang ada saat ini akan meningkat pelayanannya, yaitu dari pelayanan tingkat kecamatan menjadi pelayanan tingkat kabupaten. Dengan demikian maka banyak fasilitas umum yang saat ini dianggap sudah mencukupi berdasarkan jumlah penduduk pendukungnya akan tetapi berdasarkan skala pelayanannya masih perlu penambahan. Adapun jenis fasilitas yang akan ditinjau meliputi perumahan, jenis fasilitas dari kelompok pendidikan, kesehatan, peribadatan, perdagangan dan jasa, pemerintahan serta fasilitas olah raga dan ruang terbuka Perumahan Berdasarkan hasil proyeksi, jumlah penduduk Kota Sei Rampah pada tahun 2016 berjumlah sebanyak jiwa. Jika rata-rata dalam satu rumah tangga terdiri dari 5 (lima) jiwa, maka pada tahun 2016 di Kota Sei Rampah membutuhkan rumah sebanyak unit rumah, (dengan asumsi bahwa 1 KK membutuhkan 1 rumah). Dari pengamatan dilapangan masih banyak terdapat rumah semi permanen dan kayu. Dilihat dari penyebarannya, konsentrasi permukiman umumnya cenderung mengikuti jaringan jalan utama (linier) dan cenderung mengelompok pada kantong-kantong permukiman. Dimasa mendatang, diperlukan penambahan rumah dan pengaturan lokasi fasilitas perumahan. Selain itu perlu disediakan tanah matang dengan harga terjangkau untuk penggunaan permukiman. Program yang dilaksanakan dapat disesuaikan dengan usaha pengembangan Kota Sei Rampah dengan cara penyebaran fasilitas-fasilitas ke seluruh wilayah kota. Laporan Akhir IV - 33

34 Perkiraan kebutuhan perumahan untuk masa yang akan datang harus mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu jumlah penduduk, pekerjaan penduduk, jumlah rumah pada saat ini, dan perkiraan pertumbuhan di masa yang akan datang. Dari jumlah proyeksi penduduk sampai dengan tahun 2016 dan berpedoman pada standar atau pedoman perencanaan lingkungan permukiman kota yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum, yaitu idealnya satu rumah dihuni oleh 5 jiwa, maka dapat disusun perkiraan jumlah kebutuhan rumah di Kota Sei Rampah sampai dengan tahun Jumlah kebutuhan rumah tersebut masih harus dikurangi dengan jumlah rumah yang ada, sehingga dapat diperkirakan jumlah kebutuhan rumah riil. Kebutuhan rumah riil di dasarkan pada perhitungan dengan standar ideal, sedangkan untuk menghitung jumlah sebenarnya perlu dengan suatu penelitian yang lebih detail dan jumlah rumah yang dibutuhkan dibagi dalam klasifikasi kecil, sedang dan besar dengan standar sebagai berikut : Rumah besar 10 % dengan luas persil m 2 Rumah sedang 30 % dengan luas persil m 2 Rumah kecil 60 % dengan luas persil m 2. Berdasarkan standart tersebut maka perkiraan akan kebutuhan rumah di Kota Sei Rampah digunakan luasan persil yang paling besar. Dengan demikian maka sampai dengan tahun 2016 kebutuhan rumah di Kota Sei Rampah diperkirakan mencapai sekitar unit dengan luas lahan yang dibutuhkan sekitar 225 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : TABEL IV.7 PERKIRAAN KEBUTUHAN RUMAH DI KOTA SEI RAMPAH TAHUN 2016 Jenis Luas Tahun 2011 Tahun 2016 No Rumah Lahan Jumlah Luas Jumlah Luas (M 2 ) (unit) (M 2 ) (unit) (M 2 ) 1 Kecil Sedang Besar Jumlah Sumber : Hasil Analisis Laporan Akhir IV - 34

35 4.8.2 Fasilitas Pendidikan Secara umum fasilitas pendidikan Kota Sei Rampah berhubungan dengan perkembangan penduduk usia sekolah. Penyediaan fasilitas pendidikan didasarkan pada alokasi pembangunan gedung sekolah dari pemerintah di suatu lokasi. Fasilitas pendidikan di Kota Sei Rampah terdiri dari pendidikan pra sekolah (TK), pendidikan dasar (SD), pendidikan lanjutan (SLTP dan SLTA) dan pendidikan kejuruan (SMK). Kondisi dari masingmasing tingkat pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut : A. Sekolah Taman Kanak-Kanak (STK) Sekolah TK merupakan jenjang pendidikan paling rendah. Tujuannya adalah untuk mencerdaskan masyarakat sejak usia dini. Dengan demikian maka perencanaanya harus memenuhi beberapa ketentuan, antara lain : Lokasinya mudah dicapai dari setiap lingkungan, atau berada ditengah-tengah kelompok keluarga ditambah dengan adanya taman untuk bermain; Dapat dicapai oleh murid selama kurang dari 15 menit berjalan kaki; Jauh dari pusat keramaian seperti pertokoan, perkantoran dan perindustrian; Radius pencapaian sekitar 500 M. Luas tanah yang dibutuhakan sekitar M 2. Jumlah penduduk pendukung adalah jiwa penduduk; Jumlah fasilitas pendidikan Sekolah TK saat ini yang ada di Kota Sei Rampah ada sekitar 8 unit. Jika dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk Kota Sei Rampah pada tahun 2016 yang berjumlah sekitar jiwa, maka idealnya di Kota Sei Rampah sampai dengan tahun 2016 membutuhkan sekitar 44 unit TK. Jika kebutuhan tersebut dibandingkan dengan jumlah TK saat ini maka fasilitas ini masih kurang sekitar 36 unit. B. Sekolah Dasar (SD) Sekolah Dasar diselenggarakan guna melayani pendidikan bagi anak-anak yang berusia 6 12 tahun. Lokasi sebuah SD sebaiknya adalah tidak menyeberang jalan lingkungan dan masih tetap berada ditengah-tengah kelompok keluarga + Taman serta radius pencapaian sekitar M. Luas lahan yang dibutuhkan adalah 0,36 ha. Berdasarkan standar yang digunakan, bahwa setiap jiwa penduduk membutuhkan 1 unit SD, maka idealnya di Kota Sei Rampah sampai dengan tahun 2016 membutuhkan sekitar 27 unit SD. Jika kebutuhan tersebut dibandingkan dengan jumlah SD yang ada saat ini sekitar 25 unit, maka di Kota Sei Rampah masih memerlukan SD sebanyak 2 unit lagi. Laporan Akhir IV - 35

5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA

5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA 5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA Pengembangan Kawasan Kota Sei Rampah sebagai bagian dari Pembangunan Kabupaten Serdang Bedagai, pada dasarnya juga mempunyai tujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat

Lebih terperinci

7.1 LATAR BELAKANG PENYUSUNAN

7.1 LATAR BELAKANG PENYUSUNAN 7.1 LATAR BELAKANG PENYUSUNAN Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang pada Kawasan pusat kota dan pusat pemerintahan adalah merupakan penjabaran lebih lanjut dari materi Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Kota

Lebih terperinci

2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai

2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai BAB 2 TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG 2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Serdang Bedagai pada prinsipnya merupakan sarana/alat

Lebih terperinci

2.1 KEBIJAKAN RENCANA PENGEMBANGAN MENURUT RTRW. spasial dalam pengembangan wilayah dan kota yang dibentuk atas dasar kesepakatan

2.1 KEBIJAKAN RENCANA PENGEMBANGAN MENURUT RTRW. spasial dalam pengembangan wilayah dan kota yang dibentuk atas dasar kesepakatan BAB II KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI DAN LANDASAN DASAR HUKUM 2.1 KEBIJAKAN RENCANA PENGEMBANGAN MENURUT RTRW KABUPATEN SERDANG BEDAGAI Rencana tata ruang sebagai produk utama penataan

Lebih terperinci

6.1 TUJUAN PEMANFAATAN RUANG

6.1 TUJUAN PEMANFAATAN RUANG 6.1 TUJUAN PEMANFAATAN RUANG Tujuan pengembangan Kota Sei Rampah, sebagaimana telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai adalah : Terwujudnya Kota Sei Rampah Menjadi Kota IDAMAN (Indah

Lebih terperinci

3.1 PENETAPAN BATAS WILAYAH PERENCANAAN

3.1 PENETAPAN BATAS WILAYAH PERENCANAAN Sebagai langkah awal dalam proses penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kawasan (RUTRK) Kota Sei Rampah 2006 2016, terlebih dahulu harus dipahami kondisi wilayah Kota Sei Rampah secara umum melalui tinjauan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

BAB V RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN

BAB V RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN BAB V RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN 5.1 Umum Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan, merupakan penjabaran dari Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota/Kabupaten ke dalam rencana pemanfaatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA HAURGEULIS KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA HAURGEULIS KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA HAURGEULIS KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN 2004-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA DETAIL

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA (RDTRK) PURUK CAHU KABUPATEN MURUNG RAYA PERIODE 2005-2010 DENGAN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN LAMPIRAN IV INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN 2010-2030 NO. PROGRAM KEGIATAN LOKASI BESARAN (Rp) A. Perwujudan Struktur Ruang 1 Rencana Pusat - Pembangunan dan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA DETAIL

Lebih terperinci

ANALISA DAN RENCANA PENGEMBANGAN. secara garis besar kebutuhan transportasi di Kabupaten Serdang Bedagai dalam

ANALISA DAN RENCANA PENGEMBANGAN. secara garis besar kebutuhan transportasi di Kabupaten Serdang Bedagai dalam BAB V ANALISA DAN RENCANA PENGEMBANGAN 5.1 ANALISA HOME INTERVIEW Dari hasil wawancara dan kuisioner yang disampaikan kepada masyarakat, secara garis besar kebutuhan transportasi di Kabupaten Serdang Bedagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA PRABUMULIH TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA PRABUMULIH TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA PRABUMULIH TAHUN 2002 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH, Menimbang : a. bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 114 Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 115 Gambar 5.32 Kondisi Jalur Pedestrian Penghubung Stasiun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan pada karakteristik desa dapat dilihat dari tipologi desa.

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan pada karakteristik desa dapat dilihat dari tipologi desa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan karakteristik keberadaan jumlah penduduk yang lebih banyak tinggal di desa dan jumlah desa yang lebih banyak

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Laporan Akhir Kajian Rencana Zonasi Kawasan Industri ini dapat diselesaikan. Penyusunan Laporan

Lebih terperinci

3.1 TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA MEDAN

3.1 TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA MEDAN 3.1 TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA MEDAN Tujuan penataan ruang wilayah Kota Medan mencerminkan keterpaduan pembangunan antarsektor, antarkecamatan, dan antarpemangku kepentingan. Tujuan penataan ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.42, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 11/PERMEN/M/2008 TENTANG PEDOMAN KESERASIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG bidang TEKNIK ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG MOHAMAD DONIE AULIA, ST., MT Program Studi Teknik Sipil FTIK Universitas Komputer Indonesia Pembangunan pada suatu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3 LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN TABEL-2 KLASIFIKASI ZONA DAN SUB ZONA HIRARKI I fungsi lindung adm fungsi

Lebih terperinci

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN Zona (berdasarkan Kawasan Lindung Kawasan Hutan Manggrove (Hutan Bakau Sekunder); Sungai, Pantai dan Danau; Rel Kereta Api pelindung ekosistim bakau

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KORIDOR JALAN RAYA SERPONG KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

9.1 INDIKASI SEKTOR PRIORITAS PEMBANGUNAN

9.1 INDIKASI SEKTOR PRIORITAS PEMBANGUNAN Salah satu fungsi rencana tata ruang adalah sebagai acuan bagi Pemerintah Daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan program lima tahunan dan program tahunan. Indikasi program pembangunan merupakan penjabaran

Lebih terperinci

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: HENDRA WIJAYA L2D 307 014 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 i ABSTRAK

Lebih terperinci

4.1. Kebijaksanaan Pengembangan Tata Ruang Wilayah. Kebijaksanan tata ruang Kabupaten Serdang Bedagai meliputi beberapa prinsip dasar, yaitu :

4.1. Kebijaksanaan Pengembangan Tata Ruang Wilayah. Kebijaksanan tata ruang Kabupaten Serdang Bedagai meliputi beberapa prinsip dasar, yaitu : BAB IV KEBIJAKSANAAN, STRATEGI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN TATA RUANG WILAYAH Dalam bab ini berisikan pembahasan mengenai kebijaksanaan, strategi, dan arahan pengembangan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serdang

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN IBUKOTA KECAMATAN AMPEK NAGARI TAHUN

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN IBUKOTA KECAMATAN AMPEK NAGARI TAHUN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata`ala, atas rahmat dan karunia-nya laporan pertengahan () dalam rangka penyusunan RDTR Kawasan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 53 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 53 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 53 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA DENGAN KEDALAMAN RENCANA DETAIL TATA RUANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK INTERNAL WILAYAH PERENCANAAN

KARAKTERISTIK INTERNAL WILAYAH PERENCANAAN Karakteristik wilayah perencanaan yang akan diuraikan meliputi kedudukan kota dalam lingkup wilayah, karakteristik fisik, karakteristik kependudukan, karakteristik perekonomian, karakteristik transportasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bambang Herawan ( ) Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Bambang Herawan ( ) Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan, ibukota propinsi Sumatera Utara, merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia. Dengan posisi strategis sebagai pintu gerbang utama Indonesia di wilayah

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan dan pertumbuhan jumlah penduduk, industri dan perdagangan merupakan unsur utama dalam perkembangan kota Pematangsiantar. Keadaan ini juga

Lebih terperinci

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM BAB 6 TUJUAN DAN KEBIJAKAN No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM Mengembangkan moda angkutan Program Pengembangan Moda umum yang saling terintegrasi di Angkutan Umum Terintegrasi lingkungan kawasan permukiman Mengurangi

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 163 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Menjawab Pertanyaan Penelitian dan Sasaran Penelitian Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini dihasilkan pengetahuan yang dapat menjawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkutan umum perkotaan merupakan bagian dari sistem transportasi perkotaan yang memegang peranan sangat penting dalam mendukung mobilitas masyarakat. Peranan tersebut

Lebih terperinci

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai Dari data hasil Sensus Penduduk 2010, laju pertumbuhan penduduk Kota Binjaitahun 2000 2010 telah mengalami penurunan menjadi

Lebih terperinci

Syarat Bangunan Gedung

Syarat Bangunan Gedung Syarat Bangunan Gedung http://www.imland.co.id I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan, karena hal tersebut merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 11/ PERMEN/ M/ 2008 Tentang Pedoman Keserasian Kawasan Perumahan dan Permukiman Dengan Rahmat Tuhan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan wilayah yang didominasi oleh permukiman, perdagangan, dan jasa. Perkembangan dan pertumbuhan fisik suatu kota dipengaruhi oleh pertambahan penduduk,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 9 2011 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 48 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 111 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 48 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 111 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 48 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 111 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN TEMON TAHUN 2008-2013 DENGAN

Lebih terperinci

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN Bab ini menjelaskan aspek-aspek yang dianalisis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan data (time-series) serta peta

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DAN KABUPATEN BANDUNG

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.. Luas Wilayah Kota Tasikmalaya berada di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, letaknya cukup stratgis berada diantara kabupaten Ciamis dan kabupaten Garut.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN UMUM

BAB II KETENTUAN UMUM BAB II KETENTUAN UMUM 2.1. Pengertian Umum Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Dengan

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun Badan Pusat Statistik (BPS,

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun Badan Pusat Statistik (BPS, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia terus meningkat setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun 2000-2010. Badan Pusat Statistik (BPS, 2010) mempublikasikan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan 1. Perkembangan fisik Kota Taliwang tahun 2003-2010 Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan lahan dari rawa, rumput/tanah

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR SALINAN BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI LAMPIRAN XV PERATURAN DAERAH TANGERANG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH TANGERANG 2012-2032 PERATURAN ZONASI STRUKTUR RUANG PUSAT PELAYANAN KAWASAN SUB PUSAT PELAYANAN Pusat pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran dan terutama

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN 6.1. Struktur Peruntukan Lahan e t a P Gambar 6.1: Penggunaan lahan Desa Marabau 135 6.2. Intensitas Pemanfaatan Lahan a. Rencana Penataan Kawasan Perumahan Dalam

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pelaksanaan kegiatan Kajian Pengembangan Sarana Transportasi Pedesaan

PENDAHULUAN. Pelaksanaan kegiatan Kajian Pengembangan Sarana Transportasi Pedesaan BAB I PENDAHULUAN Pelaksanaan kegiatan Kajian Pengembangan Sarana Transportasi Pedesaan dan Permasalahan telah memasuki tahap akhir dimana setelah penyusunan Laporan Pendahuluan dan Laporan Kompilasi Data,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 2 3 4 1 A Pembangunan Perumahan TIDAK SESUAI dengan peruntukkan lahan (pola ruang) Permasalahan PENATAAN RUANG dan PERUMAHAN di Lapangan B Pembangunan Perumahan yang SESUAI dengan peruntukkan lahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal manusia dan sebagian orang memanfaatkan lahan sebagai

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Transportasi merupakan kegiatan yang dilakukan pada tat guna lahan yang hubunganya dikembangkan untuk lebih memahami hubungan yang terjadi dalam suatu kota, yaitu antara

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH 2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Banda Aceh dirumuskan untuk mengatasi permasalahan tata ruang dan sekaligus memanfaatkan potensi yang dimiliki, serta

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN BAB IV GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN Perumnas Bumi Tlogosari terletak di Kelurahan Tlogosari Kulon dan Kelurahan Muktiharjo Kidul, Kecamatan Pedurungan yang merupakan bagian dari Bagian Wilayah Kota V Semarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern.

BAB I PENDAHULUAN. A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern. BAB I PENDAHULUAN A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern. B. PENGERTIAN JUDUL v Terminal : Perhentian (bus, kereta api, dan sebagainya) penghabisan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik 47 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil Kabupaten Pringsewu 1. Sejarah Singkat Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Lampung yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci