HASIL ANALISA PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN T.A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL ANALISA PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN T.A"

Transkripsi

1 HASIL ANALISA PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN T.A 2005 BAGIAN ANALISA PENDAPATAN NEGARA DAN BELANJA NEGARA SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI JAKARTA, 2006

2 Summary Dampak dari perkembangan berbagai faktor eksternal, antara lain tingginya harga minyak dunia, yang direspon secara kurang tepat dan kurang hati-hati oleh Pemerintah, telah mengakibatkan sebagian besar asumsi makro ekonomi pada APBN 2005 meleset. Akhirnya semua angka realisasi pada pos penerimaan dan belanja T.A 2005 tidak tercapai. Realisasi penerimaan pajak maupun bukan pajak lebih rendah Rp 38 triliun dari target. Disisi belanja, realisasi belanja modal lebih rendah dari rencana sehingga mendorong perlambatan ekonomi pada akhir tahun Sementara dalam pembiayaan defisit, realisasai pembiayaan luar negeri justru jauh lebih tinggi dibanding target. Dari pengelolaan anggaran T.A 2005, BPK RI menyatakan tidak dapat memberikan pendapat (disclaimer) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun Kesimpulan tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, kelemahan dalam desain dan implementasi Sistem Pengendalian Intern. (1) Banyak penyusunan laporan yang tidak didasarkan pada data, sistem dan mekanisme yang telah ditetapkan sehingga tidak dapat diyakini kewajarannya. Misal dana bergulir, investasi permanen senilai Rp 130,23 triliun di BI yang tidak jelas statusnya, piutang BLBI sebesar Rp 9,30 triliun, dll. (2) Terdapat 1300 rekening atas nama pemerintah dan pejabat Pemerintah yang nilainya lebih dari Rp 8 triliun. Kedua, adanya ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan. Sebagai contoh (1) tindak lanjut hasil pemeriksaaan LKPP Tahun 2004 belum dilaksanakan, (2) penganggaran dan pengeluaran pada Bagian Anggaran (BA), tidak benar. Misal BA 61 (cicilan dan bunga utang) digunakan untuk belanja subsidi, BA 62 (subsidi dan transfer lainnya) digunakan untuk belanja lain-lain, dsb. (3) banyak pengeluaran tidak melalui mekanisme APBN sehingga tidak dipertanggungjawabkan, misal pembayaran Rp 3,99 triliun hasil Minyak Perjanjian Karya Production Sharing, penarikan Rp 1,22 triliun Surat Utang, dll. (4) pengelolaan rekening-rekening escrow yang berkaitan dengan Dana Bagi Hasil Sumber daya Alam sebesar Rp 2,35 triliun, tidak sesuai peraturan sehingga Pemerintah tidak dapat memanfaat dana tersebut. (4) aset negara yang belum ditetapkan statusnya dan tidak dilaporkan dengan benar membuka peluang berpindah kepemilikan atau dimanfaatkan oleh pihak yang tidak berhak. Ketiga, ada beberapa temuan yang harus ditindaklanjuti untuk melakukan penghematan. (1) 23 rekening giro pemerintah senilai Rp 2,04 triliun yang berpotensi menghemat pembayaran bunga obligasi negara sebesar Rp miliar. (2) dana cadangan biaya pengelolaan pada PT. PPA sebesar Rp150 miliar yang tidak layak dipertahankan dan dapat dialihkan agar terjadi penghematan sebesar Rp 10,88 miliar. (3) dana rekening RDI sebesar Rp 4,88 triliun tidak seluruhnya disetor ke Rekening BUN, padahal berpotensi menghasilkan penghematan pembayaran bunga obligasi negara minimal sebesar Rp 353,46 miliar per tahun. (3) pemerintah tidak seharusnya menanggung beban selisih kurs dalam pembayaran utang luar negeri karena akan menghemat sebesar Rp 511,68 miliar selama tahun 2005, dll. (5) realisasi pembayaran commitment fee dan biaya lain-lain atas perjanjian pinjaman luar negeri sebesar Rp 37,94 miliar yang dapat dimanfaatkan.

3 ANALISA PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN TAHUN 2005 A. Umum 1. RUU Pertanggungjawaban pelaksanaan APBN T.A 2005 terdiri dari Laporan Realisasi APBN, Neraca Pemerintah RI per 31 Desember 2005 dan 2004, Laporan Arus Kas untuk tahun yang berakhir sampai dengan 31 Desember 2005 dan 2004, catatan atas laporan keuangan, serta Ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara. 2. Neraca dan Laporan Arus Kas disajikan untuk tahun 2005 dan 2004 sebagai bahan perbandingan. B. Beberapa Permasalahan yang Mengakibatkan Terjadinya Disclaimer Kondisi di lapangan yang menyebabkan adanya kelemahan-kelemahan atas LKPP tahun 2005 seringkali terabaikan, padahal kondisi tersebut merupakan suatu hal yang mendasar. Penyusunan LKPP dengan menggunakan sistem akuntansi baru dilaksanakan mulai tahun Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, pemerintah membentuk Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SIAP) dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI). Namun hingga saat ini masih terjadi gap antara SIAP dan SAI yang disebabkan oleh (1) banyaknya satuan kerja ( satker) yang belum seluruhnya dapat mengaplikasikan sistem akuntansi dalam pembuatan laporan keuangannya karena terbatasnya kemampuan SDM dalam penguasaan akuntansi, dan (2) sulitnya sistem pertanggungjawaban dana dekonsentrasi dan dana pembantuan karena adanya keterbatasan koordinasi pemerintah propinsi dalam proses perencanaan hingga implementasi penggunaan dana sehingga sulit bagi pemerintah propinsi untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan maupun pertanggungjawabannya, padahal dalam Peraturan Pemerintah No.106 Tahun 2000 pasal 7 ayat (4) disebutkan bahwa untuk pertanggungjawaban dana dekonsentrasi, Gubernur menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan kepada Menteri/ Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang menugaskannya, namun karena dalam pelaksanaannya dana dekonsentrasi diberikan langsung kepada UPT-UPT di daerah sehingga seringkali Gubernur atau Kepala daerah tidak merasa bertanggungjawab dalam penggunaan dana dekonsentrasi tersebut. Sedangkan untuk pertanggungjawaban penggunaan dana pembantuan sesuai dengan pasal 12 ayat (4) yaitu pemerintah daerah dan desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan atas pelaksanaan tugas pembantuan kepada Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen yang menugaskannya. Dalam pelaksanaannya terjadi hal yang sama dengan praktik penggunaan dana dekonsentrasi. Hambatan lain sebagai konsekuensi baru diaplikasikannya sistem akuntansi dalam sistem keuangan Negara adalah adanya hambatan dalam pengaplikasian Sistem Akuntansi barang Milik Negara (SABMN). Hal tersebut dikarenakan (1) sulitnya pendataan seluruh aset tetap yang bersifat akumulatif, (2) struktur organisasi instansi yang kurang mendukung karena pada hampir seluruh struktur organisasi/ instansi pemerintahan, biro perlengkapan keuangan terpisah dari biro keuangan sehingga menyulitkan dalam pencatatan transaksi terhadap aset, (3) berbelitnya prosedur dan sistem yang ada, terutama dalam hal penghapusan aset, dan (4) sulitnya penetapan nilai aset, misalnya penetapan nilai atas situs sejarah candi borobudur. Selain yang berhubungan dengan pengaplikasian sistem akuntansi pada tataran pemerintah, BPK juga dihadapkan pada kebijakan yang bersifat kontra terhadap pelaksanaan pemeriksaan keuangan atau audit. Salah satunya adalah pembatasan ruang lingkup pemeriksaan atas penerimaan perpajakan dan piutang pajak. Pembatasan tersebut terdapat dalam pasal 24 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan yang diikuti oleh Surat menteri Keuangan kepada BPK RI No. 1022/ MK.013/1990 tanggal 30 Agustus 1990 yang dipertegas kembali dengan Surat Direktur Jenderal Pajak No.S-198/ PJ/ 1998 tanggal 3 September 1998 dan No.SR- 296/PJ/1999 tanggal 2 Nopember 1999 perihal dokumen perpajakan yang dapat diperiksa oleh BPK RI.

4 C. Kondisi Makro Ekonomi dan Realisasi APBN Dampak berbagai perkembangan faktor eksternal, antara lain tingginya harga minyak dunia, telah direspon secara kurang tepat oleh Pemerintah. Akibatnya sebagian besar asumsi makro ekonomi pada APBN 2005 meleset. Pilihan kenaikan harga BBM pada bulan Oktober 2005 sebesar 126% tanpa diikuti kebijakan pendukung yang signifikan dalam upaya mengurangi dampak negatifnya, menghasilkan efek buruk terhadap kinerja ekonomi nasional. Akibatnya, inflasi melonjak tajam dari target sebesar 5,5 persen menjadi 17,1 persen. Kondisi ini direspon dengan kebijakan suku bunga SBI yang tinggi hingga mencapai 12,75 persen. Tabel 1. Perkembangan realisasi indikator ekonomi makro tahun Keterangan APBN Realisasi APBN Realisasi APBN Realisasi Pertumbuhan ekonomi (%) Tingkat inflasi (%) Nilai tukar rupiah (Rp/US $) 9,000 8,577 8,600 8,939 8, Suku bunga SBI-3 bulan (%) Harga minyak (US S/ barel) Produksi minyak (juta barel/ hari) Sumber : RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara T.A 2005 Perkembangan faktor makro ekonomi serta berbagai respon kebijakan yang kurang tepat dilakukan, berdampak sangat signifikan pada APBN Untuk T.A 2005 APBN mengalami perubahan paling banyak dan perdebatan paling lama sepanjang sejarah. Dimulai dari RAPBN, APBN, APBN-P, RAPBN-P II hingga APBN-P II. Hampir semua angka realisasi pada pos penerimaan dan belanja T.A 2005 tidak tercapai. Di sisi penerimaan terjadi selisih antara target dan realisasi penerimaan pajak maupun bukan pajak terhadap APBN 2005 sebesar Rp 38 triliun. Hal ini terjadi akibat melambatnya ekonomi pasca kenaikan harga BBM yang jauh melebihi kemampuan ekonomi nasional untuk menanggungnya. Disisi belanja, realisasi belanja modal yang hanya mencapai 60 persen dari target, turut menyokong perlambatan ekonomi pada akhir tahun Rendahnya realisasi anggaran modal ini pada akhirnya mengakibatkan realisasi defisit APBN 2005 yang jauh lebih rendah dibanding perhitungan awal. Sedangkan dari pembiayaan defisit, meskipun defisit turun, terjadi upaya prioritas pembiayaan dari sumber luar negeri. Terjadi peningkatan pembiayaan luar negeri yang sangat besar yakni sebesar 112%. Sedangkan realisasi pembiayaan dari dalam negeri justru lebih rendah dari target. Tabel 2. Perubahan besaran APBN tahun 2005 (dalam jutaan rupiah) Uraian APBN (UU No.36/ 2004) APBN-P II (UU No.9/ 2005) Realisasi T.A 2005 Realisasi di atas (di bawah anggaran) Penerimaan Perpajakan ( ) (1,4) Penerimaan Negara Bukan Pajak ( ) (18,7) Penerimaan Hibah ( ) (82,5) Jumlah Anggaran Pendapatan Negara ( ) (8,3) dan Hibah Belanja Pemerintah Pusat ( ) (12,3) Belanja untuk Daerah ( ) (1,9) Jumlah Anggaran Belanja Negara ( ) (9,8) Defisit Anggaran ( ) (42,2) % 1 Realisasi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen dicapai akibat perubahan metodologi penghitungan pertumbuhan ekonomi pada akhir Akibat perubahan ini pertumbuhan ekonomi akan tercatat lebih tinggi antara 0,3-0,6%.

5 Pembiayaan Dalam Negeri ( ) (35,7) Pembiayaan Luar Negeri ( ) ( ) ( ) ( ) (112,1) Sumber : RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara T.A 2005 D. Hasil Pemeriksaan BPK RI terhadap LKPP tahun 2005 Hasil pemeriksaan BPK RI terhadap LKPP T.A 2005, menyatakan tidak dapat memberikan pendapat (disclaimer) atas LKPP T.A 2005 karena terdapat kelemahankelemahan antara lain: a. Kelemahan dalam desain dan implementasi Sistem Pengendalian Intern 1. Sistem aplikasi yang digunakan dalam rangka penyusunan LKPP Tahun 2005 tidak terintegrasi. i. Terdapat aplikasi lain yang tidak terintegrasi dengan SIAP dan SAI, antara lain aplikasi MP3 yang memproses data penerimaan pajak. ii. Terdapat data keuangan yang diperoleh dari unit-unit terkait lainnya yang belum ditetapkan sebagai unit akuntansi, namun data tersebut dipergunakan sebagai bahan penyusunan LKPP. iii. Penerimaan pajak T.A 2005 nilainya berbeda antara yang tercantun dalam LKPP (unaudited), LK Departemen Keuangan (unaudited), maupun LK tingkat UAPPA-E1 DJP. Realisasi pendapatan Negara dan hibah serta realisasi belanja yang dilaporkan dalam Laporan Realisasi APBN TA berbeda dengan yang dilaporkan dalam Laporan Arus Kas Tahun iv. Realisasi pendapatan negara dan hibah serta realisasai belanja yang dilaporkan dalam Laporan Realisasi APBN TA 2005 berbeda dengan yang dilaporkan dalam Laporan Arus Kas tahun Pemerintah tidak dapat memastikan angka mana yang benar, sehingga selisih yang terjadi diungkapkan dalam saldo akun suspen di Laporan Realisasi Anggaran. Akibatnya informasi yang disajikan dalam LKPP Tahun 2005 tidak dapat diandalkan dan diyakini kewajarannya. 2. Proses penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/ Lembaga dengan mekanisme penyusunannya berjenjang tidak dilakukan secara efektif sehingga informasi dalam LKPP Tahun 2005 tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Peraturan Menteri keuangan No. 59/PMK.06/ 2005 mengharuskan adanya sistem pelaporan yang disusun secara berjenjang, namun hal ini sulit dilaksanakan karena banyak departemen, kementerian/lembaga yang memiliki perwakilan di daerah. Kondisi ini ditunjukkan oleh perbedaan angka antara LAK dan LRA sebesar Rp 1,99 triliun yang diungkapkan dalam akun suspen di LRA Pemerintah Pusat TA Penyusunan Laporan Keuangan BAPP Tahun 2005 didasarkan atas data yang kurang lengkap dan tidak disusun mengikuti siklus akuntansi yang ditetapkan sehingga Laporan Keuangan BAPP tidak menggambarkan informasi keuangan yang sebenarnya. Hal tersebut terjkadi karena sebagian besar Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran tidak menyampaikan Laporan Keuangan BAPP Tahun 2005 dan Ditjen PBN tidak memberikan sanksi kepada Kuasa Pengguna Anggaran yang lalai menyampaikan laporan keuangan. Selain itu, struktur organisasi DJAPK pada Departemen Keuangan yang ada saat ini tidak ada unit kerja yang berfungsi sebagai unit akuntansi BAPP. Kondisi ini mengakibatkan LK BAPP (BA 61,62,69,96,98 dan 99) tidak menggambarkan informasi keuangan yang sebenarnya. 4. Laporan keuangan kementerian Negara/ lembaga yang disampaikan kepada Menteri Keuangan d.h.i Direktur Jenderal perbendaharaan belum seluruhnya direviu oleh Aparat Pengawasan I ntern. Dari 66 Bagian Anggaran yang disampaikan oleh kementerian negara/lembaga, terdapat 38 bagian Anggaran (58%) belum dilakukan reviu, sehingga LK kementerian negara/lembaga tahun 2005 yang digunakan sebagai dasar konsolidasi LKPP Tahun 2005 belum teruji keandalannya. 5. Pengendalian umum dan pengendalian aplikasi dalam Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat masih lemah. Akibatnya LKPP Tahun 2005 yang disusun berdasarkan sistem informasi dalam Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat belum terjamin akurasi angkanya.

6 6. Prosedur pencatatan dan pelaporan realisasi penerimaan perpajakan tidak sesuai Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan yang ditetapkan. Pencatatan dan pelaporan realisasi penerimaan perpajakan melalui rekening BUN tidak dilakukan secara berjenjang oleh unit akuntansi vertikal terkait serta pencatatan dan pelaporan penerimaan perpajakan Pajak Dalam Negeri tidak dilakukan rekonsiliasi dengan KPPN. Hal ini menyebabkan terjadinya selisih dalam realisasi penerimaan pajak tahun anggaran 2005 yang dilaporkan oleh Dirjen Pajak dengan Unit Akuntansi Pengguna Anggaran sebesar Rp70,98 triliun dan terjadinya selisih dalam realisasi penerimaan bea dan cukai tahun anggaran 2005 yang dilaporkan oleh Ditjen Bea dan Cukai dengan Unit Akuntansi Pengguna Anggaran sebesar Rp3,90 triliun. Artinya realisasi penerimaan perpajakan dalam LRA Tahun 2005 tidak dapat diyakini kewajarannya. 7. Pengeluaran untuk renovasi aset tetap tidak dikapitalisasi. Terdapat enam kementerian/ lembaga yang menggunakan aset tetap yang dimiliki kementerian/ lembaga lain untuk membiayai kegiatan operasionalnya. Dalam penggunaannya tersebut, kementerian negara/ lembaga mengeluarkan biaya perbaikan dan dimasukkan dalam DIPA, namun tidak dapat dikapitalisasi untuk menambah nilai aset tetap yang bersangkutan karena aset tersebut dimiliki oleh kementerian negara. Lembaga lain. Hal tersebut mengakibatkan nilai aset tetap yang disajikan dalam Neraca Pemerintah Pusat Per 31 Desember 2005 menjadi lebih rendah dari yang seharusnya. 8. Banyak rekening atas nama pemerintah dan pejabat pemerintah yang tidak dicatat sehingga berpotensi untuk disalahgunakan. Terdapat 680 rekening giro atas nama pejabat Pemerintah di bank umum senilai Rp 7,22 triliun dan 623 rekening deposito milik Pemerintah di bank umum senilai Rp 1,32 triliun yang tidak dicatat dalam neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2005 dan tidak jelas statusnya. Hal ini mengakibatkan dana yang ada di rekening giro dan deposito tersebut berpotensi untuk disalahgunakan dan saldo kas dan bank dalam Neraca Pemerintah Pusat Per 31 Desember 2005 tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya. 9. Nilai piutang pajak tidak lengkap dan tidak dapat diyakini kewajarannya. Nilai piutang pajak yang tercantum dalam Laporan Keuangan Tahun 2005 sebesar Rp29,22 triliun tidak didasarkan pada catatan akuntansi yang memadai dan pengungkapannya dalam Catatan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2005 tidak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (tidak diketahui umur hutang pajak dan dilakukan oleh siapa) sehingga mengakibatkan nilai piutang tersebut tidak dapat diyakini kewajarannya dan pengguna laporan tidak dapat memperoleh informasi secara lengkap. Hal ini disebabkan koordinasi dan rekonsiliasi antara bagian yang menyususn laporan keuangan dengan unit-unit yang memiliki dokumen sumber sebagai bahan masukan mengenai keakuratan data-data yang disampaikan oleh satuan kerja belum berjalan dengan baik. 10. Laporan piutang BLBI tidak mencerminkan kondisi riilnya. Piutang BLBI Pemerintah kepada 15 Bank dalam Likuidasi (BDL) sebesar Rp 9,30 triliun belum dilaporkan dalam Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2005 sehingga piutang pemerintah yang disajikan dalam Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2005 belum mencerminkan kondisi yang sebenarnya. 11. I nvestasi Jangka Panjang Non Permanen RDI / RPD dalam neraca pemerintah Pusat per 31 Desember 2005 sebesar Rp 60,37 triliun tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya sehingga investasi non permanen dalam neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2005 tidak dapat diyakini kewajarannya. Hal ini terjadi karena lemahnya administrasi atas pinjaman RDI/RPD pada DPPP. 12. Dana bergulir di rekening pemerintah sebesar Rp 110,99 miliar yang programnya telah selesai masih disajikan sebagai I nvestasi Non Permanen sehingga saldo Investasi Non Permanen tidak mencerminkan nilai investasi yang sebenarnya. 13. I nvestasi Permanen Lainnya sebesar Rp130,23 triliun di Bank I ndonesia tidak jelas statusnya. Hal tersebut mengakibatkan tidak ada kepastian hukum atas kekayaan negara yang dipisahkan.

7 14. Prosedur pencatatan dan pelaporan barang milik Negara tidak dilakukan sesuai dengan sistem akuntansi yang ditetapkan. Hasil pemeriksaan secara uji petik menunjukkan 17 kementerian Negara/ lembaga belum menerapkan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN)) sehingga penyajian aset tetap dalam Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2005 senilai Rp 314,2 triliun tidak dapat diyakini kewajarannya. 15. Aset lainnya eks BPPN dalam Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2005 belum dilakukan penilaian sesuai ketentuan perundang-undangan. Hal tersebut terjadi karena Menteri Keuangan RI tidak segera melakukan penilaian asetaset eks BPPN baik yang dikelola TP BPPN maupun PT PPA menurut nilai wajarnya. Akibatnya nilai aset tetap sebesar Rp 9,99 triliun dalam Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2005 yang dikelola PT PPA dan TP BPPN tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya. 16. Aset lain-lain dalam Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2005 berupa piutang macet pada kementerian negara/ lembaga sebesar Rp 780,6 miliar dilaporkan tanpa melalui konsolidasi dari neraca kementerian Negara/ lembaga per 31 Desember Hal ini terjadi karena neraca kementerian negara/ lembaga tidak menyajikan piutang macet yang sudah diserahkan ke DJPLN, seharusnya piutang macet tersebut masih tetap dilaporkan oleh kementerian negara/lembaga mengingat hasil bersih penagihan piutang macet yang dilakukan oleh DJPLN tersebut merupakan PNBP bagi kementerian negara/ lembaga yang bersangkutan. Hal ini mengakibatkan Aset Lain-Lain tersebut tidak dapat diyakini kewajarannya. 17. Nilai aset eks KKKS yang diserahkan dari Pertamina ke BPMI GAS sebesar Rp 32,94 triliun yang disajikan dalam aset lain-lain pada Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2005 belum jelas status penyerahan dan nilainya sehingga aset lain-lain tersebut tidak dapat diyakini kewajarannya. Hal tersebut terjadi karena Pemerintah d.h.i menteri Keuangan belum melaksanakan PP No.42 tahun 2005 dengan menetapkan nilai penyerahan aset eks KKKS dari Pertamina ke BPMIGAS dan belum menetapkan unit akuntansi dan unit pelapor yang memantau dan melaporkan aset-aset eks KKKS tersebut untuk dicatat dalam LKPP tahun Pencatatan utang kepada pihak ketiga pada kementerian Negara/ lembaga tidak diatur dalam Sistem Akuntansi I nstansi. Hal tersebut disebabkan Sistem Akuntansi Instansi belum mengakomodasi pencatatan utang kepada pihak ketiga yang dilakukan oleh kementerian negara/lembaga. Besarnya utang tersebut pada Departemen Perhubungan sebesar Rp 195,83 triliun, Departemen ESDM sebesar Rp3,64 miliar, Kepolisian RI sebesar Rp 98,96 miliar, sehingga kewajiban jangka pendek pada kementerian negara/ lembaga tidak tercatat. 19. Sistem pengendalian dan pencatatan utang luar negeri sebesar Rp 600,11 triliun tidak dapat menghasilkan informasi nilai utang yang sebenarnya dan tidak dilakukan rekonsiliasi secara periodik sehingga utang luar negeri yang disajikan dalam Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2005 tidak dapat diyakini kewajarannya. Hal tersebut dikarenakan DPPHLN belum memiliki standar operasional prosedur yang baku sebagai pedoman pengelolaan utang luar negeri. b. Temuan Pemeriksaan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundangundangan 1. Tindak lanjut hasil pemeriksaaan LKPP Tahun 2004 belum dilaksanakan oleh Pemerintah secara memadai sehingga masih terdapat temuan yang berulang. Selain itu, dari 451 saran BPK RI terhadap kementerian Negara/ lembaga, terdapat 123 saran yang belum ditindaklanjuti, 123 saran masih dalam proses penyelesaian dan 205 saran telah selesai ditindaklanjuti. 2. Penganggaran dan pengeluaran pada Bagian Anggaran (BA) 61 (cicilan dan bunga utang), 62 ( subsidi dan transfer lainnya), dan 69 (belanja lain-lain) belum sepenuhnya sesuai dengan tujuan sehingga anggaran dan realisasi belanja pada BA tersebut tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Beberapa penggunaan tersebut antara lain:

8 Dari anggaran BA 61, sebesar Rp 11,40 triliun dianggarkan dan digunakan untuk membayar belanja subsidi dan kewajiban kementerian Negara/lembaga serta pembayaran PPN/ PPnBM. Dari anggaran BA 62, sebesar Rp 4,25 triliun dianggarkan dan digunakan untuk membayar belanja barang dan belanja lain-lain untuk kementerian Negara/ lembaga. Dari anggaran BA 69, sebesar Rp 4,38 triliun dianggarkan dan digunakan untuk membayar belanja kegiatan belanja rutin kementerian Negara/ lembaga. 3. Pelunasan obligasi dalam negeri jangka panjang sebesar Rp 341,81 miliar dengan menggunakan Mata Anggaran Pengeluaran (Belanja Pembayaran Discount Surat Perbendaharaan Dalam Negeri) tidak sesuai dengan mata anggaran yang seharusnya yaitu Mata Anggaran Pengeluaran (Pengeluaran Pelunasan Obligasi Dalam Negeri-Jangka Panjang). Akibatnya pertanggungjawaban pengeluaran pada mata anggaran tersebut tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya. 4. Terdapat pembayaran sebesar Rp 446,48 miliar atas pekerjaan yang belum dilaksanakan sehingga penyajian dan pengungkapan realisasi belanja dalam Laporan keuangan kementerian/ lembaga per 31 Desember 2005 belum mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Hal tersebut terjadi karena : a. Adanya upaya para pelaksana anggaran untuk mencairkan anggaran walaupun pelaksanaan pekerjaan diperkirakan akan melewati tahun anggarannya dengan cara menerbitkan bukti pertanggungjawaban proforma. b. Pengawasan intern dalam melaksanakan tugas pengawasan, mengutamakan pada pertanggungjawaban formal tanpa memperhatikan kebenaran materiil. 5. Terdapat berbagai pembayaran dan pengeluaran yang tidak dipertanggungjawabkan oleh pemerintah (tidak dilaporkan dalam LRA), yaitu: Pengeluaran sebesar Rp 3,99 triliun yang tidak melalui mekanisme APBN tetapi dibayarkan langsung dari rekening (hasil Minyak Perjanjian Karya Production Sharing). Hal ini dikarenakan pemerintah tidak mengatur secara tegas jenis pengeluaran yang dapat membebani rekening nomor Penarikan dan penyaluran Surat Utang No.005/MK/1999 sebesar Rp 1,22 triliun tanpa melalui mekanisme APBN. Terjadi karena Departemen Keuangan tidak mematuhi ketentuan yang berlaku. Pembayaran biaya-biaya terkait utang luar negeri yang dilakukan tanpa melalui mekanisme APBN. Terjadi karena pihak DPPHLN dalam melaksanakan administrasi penyelesaian transaksi pembayaran biaya-biaya yang dikapitalisasi tidak memperhatikan ketentuan yang berlaku. Penukaran obligasi lama dengan penerbitan obligasi baru sebesar Rp 8,54 triliun dilakukan tanpa melalui mekanisme APBN. Terjadi karena DPSUN kurang disiplin dalam mengadministrsikan transaksi penukaran obligasi lama dengan obligasi baru. Hal ini mengakibatkan : a. Pengeluaran pelunasan obligasi dalam negeri jangka panjang (MAK ) menjadi kurang saji sebesar Rp ,00 juta. b. Belanja Pembayaran Pengeluaran Pelunasan Obligasi Dalam Negeri jangka panjang melalui pembelian kembali (MAK ) kurang saji sebesar Rp ,00 juta. c. Penerimaan hasil penjualan obligasi negara (MAP ) menjadi kurang saji sebesar Rp ,00 juta. 6. Terdapat dana yang belum disetorkan sehingga belum/ tidak dapat dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan APBN, yaitu: Dana Rekening Penerimaan Panas Bumi di Bank Indonesia sebesar Rp 1,08 triliun belum disetorkan ke rekening BUN (belum disetorkan ke rekening BUN). Pendapatan jasa giro tahun 2005 sebesar Rp29,05 miliar dari Rekening dana Reboisasi sampai dengan 31 Desember 2005 (belum disetorkan ke kas negara). 7. Pengelolaan rekening-rekening escrow yang berkaitan dengan Dana Bagi Hasil Sumber daya Alam sebesar Rp 2,35 triliun tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini mengakibatkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tidak dapat memanfaat dana tersebut.

9 8. Nilai investasi permanen pada BUMN yang disajikan dalam Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2005 sebesar Rp 393,10 triliun tidak didasarkan pada data yang valid (tidak akurat) sehingga nilai invesatsi permanen yang disajikan dalam Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2005 belum mencerminkan nilai yang sebenarnya. 9. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2005 tidak dilampiri dengan ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara sehingga informasi yang disampaikan dalam LKPP Tahun 2005 berupa Penyertaan Modal Pemerintah tidak didukung dengan informasi yang andal yaitu laporan keuangan BUMN. 10. Kekayaan negara sebesar Rp 35,60 miliar di 6 (enam) BUMN belum ditetapkan statusnya sehingga belum ada kepastian hukum atas kekayaan negara tersebut, dan 2 (dua) diantaranya belum dilaporkan dalam LKPP Tahun 2005 sebesar Rp ,00 juta. Hal ini terjadi karena Departemen Keuangan lambat dalam memproses penetapan atas status kekayaan negara pada BUMN-BUMN tersebut. 11. Pengelolaan aset tetap berupa barang milik Negara pada kementerian Negara/ lembaga belum sesuai peraturan perundang-undangan sehingga aset tetap pada Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2005 tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Akibatnya, membuka peluang berpindah kepemilikan, dan tidak dapat dimanfaatkan untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok fungsi kementerian negara/ lembaga. Aset tersebut adalah tanah milik 12 kementerian Negara/lembaga yang dikuasai dan/ atau dimanfaatkan oleh pihak ketiga yang tidak berhak; aset tetap dari hasil pengadaan dana dekonsentrasi pada 7 (tujuh) kementerian Negara/lembaga belum dipertanggungjawabkan, tanah pada 20 kementerian negara/lembaga tidak didukung dengan bukti kepemilikan yang sah, aset tetap Badan Hukum Milik Negara belum ditetapkan sebaga kekayaan Negara yang dipisahkan, penghapusan aset KKKS yang dikelola BPMIGAS dari PT Chevron Pacific Indonesia,dan penghapusan aset berupa pesawat terbang Fokker 50 milik TNI AD senilai Rp 20 miliar tanpa persetujuan Menteri Keuangan. 12. Pencatatan aset tetap hasil pengadaan dana dekonsentrasi tidak sesuai peraturan perundang-undangan sehingga aset tetap tersebut tidak jelas statusnya dan penyajiannya dalam Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2005 belum menggambarkan nilai yang sebenarnya. 13. Penyajian saldo utang bunga atas pinjaman luar negeri dalam Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2005 sebesar Rp 21,75 triliun tidak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan sehingga Utang Bunga pinjaman luar negeri dalam Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2005 tidak menggambarkan nilai yang sebenarnya. c. Temuan Tambahan 1. Sebanyak 23 rekening giro pemerintah di Bank I ndonesia senilai Rp 2,04 triliun tidak terjadi mutasi transaksi lebih dari 2 tahun. Penggunaan dana ini berpotensi menghemat pembayaran bunga obligasi negara sebesar Rp miliar. Dana tersebut juga tidak digunakan untuk menutup sebagian defisit anggaran tahun 2005 yang sebesar Rp14,41 triliun. Padahal jika dana tersebut digunakan untuk menutupi sebagian defisit APBN 2005, akan ada beban bunga yang dihemat sebesar Rp147,67 miliar per tahun. Dengan asumsi tingkat bunga 7,25% (minimum) dan nilai nominal obligasi negara yang tidak diterbitkan sebesar Rp2,04 triliun. Hal ini mengakibatkan ketidakhematan pembayaran bunga obligasi negara sebesar Rp147,67 miliar per tahun sampai saat jatuh tempo obligasi yang bersangkutan. 2. Dana cadangan biaya pengelolaan pada PT. Perusahaan Pengelolaan Aset (PT. PPA) sebesar Rp150 miliar tidak layak dipertahankan. Dana ini dapat dialihkan sehingga menghasilkan penghematan APBN sebesar Rp 10,88 miliar. Hasil simulasi BPK menunjukkan PT PPA telah mampu menjalankan operasinya tanpa menggunakan dana cadangan. Namun pada APBN 2005, dana cadangan tersebut masih tetap dianggarkan. Akibatnya dana cadangan biaya pengelolaan PT PPA tidak dapat dimanfaatkan untuk menutup sebagian defisit APBN Dengan asumsi

10 tingkat bunga 7,25% (minimum) dan nilai nominal obligasi negara yang tidak diterbitkan sebesar Rp 150 miliar beban bunga yang dapat dihemat per tahun adalah sebesar Rp10,88 miliar. 3. Dana yang tersedia pada Rekening Dana Investasi (RDI) sebesar Rp 4,88 triliun tidak seluruhnya disetor ke Rekening Bendahara Umum Negara (BUN). Padahal dana tersebut berpotensi menghasilkan penghematan pembayaran bunga obligasi negara minimal sebesar Rp 353,46 miliar per tahun. Hasil pemerikaan terhadap rekening-rekening dana investasi di BI diketahui bahwa tidak seluruh penerimaan RDI disetorkan ke rekening BUN sehingga pada tanggal 31 Desember 2005 terdapat saldo pada rekening-rekening dana investasi sebesar Rp 4.88 triliun. Penyimpanan RDI di Bank Indonesia sampai saat ini tidak memperoleh bunga/jasa giro. Sementara itu dalam menutup defisit APBN 2005 Pemerintah telah menerbitkan obligasi negara dengan kupon berkisar antara 7,25% s.d. 15,5% per tahun. Apabila dana RDI yang mengendap digunakan untuk menutup sebagian defisit APBN 2005, maka dengan asumsi tingkat bunga 7,25% dan nilai nominal obligasi negara yang tidak diterbitkan sebesar Rp 4.88 triliun, seharusnya Pemerintah dapat melakukan penghematan beban bunga utang minimal sebesar Rp 353,46 miliar per tahun. 4. Penyelesaian pembayaran dari rekening escrow yang terkait dengan subsidi pangan sebesar Rp 658,04 miliar berlarut-larut. Daftar 34 Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2005 menyajikan saldo rekening escrow dana subsidi pangan per tangal 31 Desember 2005 sebesar Rp ,11 juta. Pembayaran subsidi pangan pada akhir tahun anggaran tidak dapat diselesaikan karena harus menunggu hasil perhitungan dan hasil audit sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Untuk itu, agar dana cadangan pembayaran subsidi pangan tidak dimasukkan dalam Sisa Anggaran Lebih (SAL) maka cadangan anggaran tersebut harus direalisasikan dari APBN dan ditampung dalam suatu rekening escrow. Hasil pemeriksaan rekening-rekening escrow dana subsidi pangan diketahui bahwa pembayaran subsidi pangan melalui rekening escrow sejak tahun 2000 hingga saat ini belum diselesaikan. Temuan ini telah diungkapkan dalam Hasil Pemeriksaan atas LKPP tahun 2004 agar pembayaran melalui rekening escrow segera diselesaikan. Namun tindak lanjut terhadap saran BPK belum dilakukan secara tuntas. Pada bulan Maret 2006 Pemerintah baru meminta kepada BPK untuk melakukan audit atas dana-dana subsidi pangan guna pembayaran final subsidi pangan tersebut. Hal ini mengakibatkan kerugian pada pihak-pihak yang berhak atas subsidi pangan tersebut karena tidak dpat menerima haknya tepat waktu. 5. Sampai saat ini Pemerintah menanggung beban selisih kurs jual dan beli dalam pembayaran utang luar negeri dalam bentuk valas sehingga terjadi ketidakhematan anggaran sebesar Rp 511,68 miliar selama tahun Penerimaan valuta asing yang berasal dari bagi hasil minyak perjanjian karya production sharing (KPS) maupun penerbitan obligasi luar negeri, disimpan dalam rekening valas penampungan sementara. Dana valas yang disimpan di rekening penampungan sementara tersebut diantaranya digunakan sebagai sumber dana untuk pembayaran hutang luar negeri. Mekanisme pembayaran hutang luar negeri pemerintah selalu melalui rekening BUN rupiah. Dengan pengenaan kurs jual dan kurs beli untuk mekanisme penerimaan dan pembayaran valas melalui rekening BUN rupiah tersebut pemerintah harus menanggung selisih kurs jual dan kurs beli (spread). Nilai selisih kurs jual dan kurs beli untuk USD selama tahun 2005 sekitar Rp100,00 per USD. Hasil pemeriksaan terhadap rekening-rekening milik pemerintah di Bank Indonesia diketahui bahwa Pemerintah d.h.i. Departemen Keuangan sebenarnya telah memiliki rekening sub BUN valas berdenominasi USD yaitu rekening namun belum dimanfaatkan secara maksimal untuk menampung valas guna pencadangan pembayaran utang luar negeri. Rekening ini dibuka berdasarkan surat Menteri Keuangan Nomor S-239/MK.03/1998 tanggal 1 April 1998 dengan tujuan untuk keperluan pembayaran hutang luar negeri. Akan tetapi, berdasarkan surat Dirjen Anggaran (a.n. Menteri Keuangan) kepada Bank Indonesia Nomor S-3528/A/2003

11 tanggal 7 Agustus 2003 rekening sub valas USD untuk sementara tidak dipergunakan dalam pembayaran hutang luar negeri. Apabila sebagian penerimaan valas Pemerintah dimasukkan ke rekening sub BUN valas USD atau valas lainnya dan digunakan untuk pembayaran hutang luar negeri maka pemerintah tidak akan menanggung beban selisih kurs beli dan kurs jual valas oleh BI dalam pembayaran uatang luar negeri sehingga pemerintah dapat menghemat pengeluaran anggaran negara. Jumlah pembayaran hutang luar negeri tahun 2005 senilai USD5, juta. Jika selisih kurs jual dan kurs beli diperhitungkan sebesar Rp100/USD maka penghematan yang dapat dilakukan pemerintah pada tahun 2005 dengan menggunakan rekening sub BUN valas dalam pembayaran utang luar negeri adalah sebesar Rp511,68 miliar. 6. Terdapat realisasi pembayaran commitment fee dan biaya lain-lain atas perjanjian pinjaman luar negeri yang belum dimanfaatkan sebesar Rp 37,94 miliar. Berdasarkan data DMFAS pada Subdit APHLN per 31 Desember 2005 diketahui bahwa pemerintah telah melakukan pembayaran kewajiban management fee, commitment fee ataupun kewajiban lainnya kepada lender sebesar Rp37,94 miliar atas loan agreement yang telah efektif tetapi belum ada penarikan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pemborosan dalam pelaksanaan PBN sebesar Rp37,94 miliar. Keadaan tersebut disebabkan oleh pegelolaan utang luar negeri masih belum berjalan dengan baik. E. Pada RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN 2005 terdapat Permasalahan yang Perlu Mendapat Perhatian 1. Pemeriksaan BPK atas LKPP Tahun 2005 tidak termasuk pemeriksaan atas penerimaan perpajakan, sehingga tidak dapat menilai kewajaran realisasi penerimaan pajak. Kondisi ini terjadi karena dibatasinya lingkup pemeriksaan BPK oleh Undang-undang No.16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diikuti surat Menteri Keuangan kepada BPK RI No.1022/ MK.013/1990 tanggal 30 Agustus 1990 yang dipertegas kembali dengan surat Direktur Jenderal Pajak No.S-198/ PJ/ 1998 tanggal 3 September 1998 dan No. SR-296/ PJ/ 1999 tanggal 2 Nopember 1999 perihal dokumen perpajakan yang dapat diperiksa oleh BPK RI. Kondisi tersebut mengakibatkan BPK RI tidak dapat meyakini kewajaran penerimaan perpajakan sebesar Rp347,03 triliun atau 70 persen dari pendapatan Negara dan hibah sebesar Rp495,22 triliun dan piutang pajak sebesar Rp29,22 triliun. 2. Pengungkapan Sisa Anggaran Lebih (SAL) yang tidak konsisten. Sisa Anggaran Lebih (SAL) dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) sebesar Rp 17,07 triliun tidak diungkapkan. 3. Belum semua informasi mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bisa didapat oleh BPK. 4. Ada perbedaan angka yang disampaikan kepada BPK RI untuk diperiksa. Nilai aset, kewajiban dan ekuitas dana dalam Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2004 dan realisasi APBN untuk periode yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2004 yang disajikan dalam jumlah yang berbeda pada LKPP Tahun 2005 dan LKPP Tahun Tabel 3. Aset, kewajiban dan ekuitas dana dalam Neraca Pemerintah Pusat per 31 (triliun rupiah) Desember 2004 No. Akun Data pada LKPP 2004 Data pada LKPP Aset 831,51 851,88 2 Kewajiban 1.346, ,03 3 Ekuitas dana (515,01) 497,15 4 Pendapatan Negara & hibah 400,59 403,37 5 Belanja negara 423,97 427,18 6 Pembiayaan 20,36 20,79 Sumber : Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2005

12 5. Terdapat beberapa rekening Pemerintah yang belum dilaporkan dalam LKPP Tahun 2005 Tabel 4. Rekening Pemerintah yang belum dilaporkan Uraian LKPP 2005 Rekening NIlai (Rp) Rekening di Bank Indonesia ,64 Rekening di Bank Umum , ,90 Sumber : Pokok-pokok Hasil Temuan BPK-RI

13 This document was created with Win2PDF available at The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only. This page will not be added after purchasing Win2PDF.

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN TA 2004

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN TA 2004 ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN TA 2004 I. Umum 1. RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN TA 2004 terdiri dari Laporan Realisasi APBN, Neraca Pemerintah RI per 31 Desember 2004 dan Laporan

Lebih terperinci

ANALISA TERHADAP OPINI DISCLAIMER BPK-RI ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT (LKPP) TAHUN 2007

ANALISA TERHADAP OPINI DISCLAIMER BPK-RI ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT (LKPP) TAHUN 2007 ANALISA TERHADAP OPINI DISCLAIMER BPK-RI ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT (LKPP) TAHUN 2007 Abstrak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali memberikan opini disclaimer atas Laporan Keuangan Pemerintah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 259/PMK.05/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 259/PMK.05/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 259/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PENGELOLAAN PENERUSAN PINJAMAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Reviu Laporan Keuangan

Petunjuk Teknis Reviu Laporan Keuangan 1 Petunjuk Teknis Reviu Laporan Keuangan Disampaikan oleh: Mohamad Hardi, Ak. MProf Acc., CA Inspektur I Kementerian Ristek Dikti Pada Rapat Koordinasi Pengawasan 2 Februari 2017 1. PELAPORAN KEUANGAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 4/DPD RI/I/2013-2014 PERTIMBANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1785, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Investasi Pemerintah. Akuntansi. Pelaporan Keuangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 209/PMK.05/2015 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

SIARAN PERS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

SIARAN PERS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SIARAN PERS Terjadi Peningkatan Kualitas dalam Penyajian Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga LKPP 2009 Wajar Dengan Pengecualian Jakarta, Selasa (1 Juni 2009) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 I. UMUM Dalam rangka mendukung

Lebih terperinci

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2005 (Audited) KATA PENGANTAR

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2005 (Audited) KATA PENGANTAR Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2005 (Audited) KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, kami atas nama Pemerintah Republik Indonesia menyajikan Laporan Keuangan

Lebih terperinci

IV. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN. Akuntansi Pemerintahan. Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

IV. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN. Akuntansi Pemerintahan. Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. IV. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN A. PENJELASAN UMUM Dasar Hukum A.1. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2017 (Audited) LKPP TAHUN 2017 AUDITED

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2017 (Audited) LKPP TAHUN 2017 AUDITED LKPP TAHUN 2017 AUDITED MEI 2018 KATA PENGANTAR Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kementerian Keuangan. Keuangan. Kas.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kementerian Keuangan. Keuangan. Kas. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.456, 2009 Kementerian Keuangan. Keuangan. Kas. PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 192/PMK.05/2009 TENTANG PERENCANAAN KAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2016 (Audited) KATA PENGANTAR

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2016 (Audited) KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

I. UMUM. Saldo...

I. UMUM. Saldo... PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2010 I. UMUM Dalam rangka mendukung

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1327, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penerusan. Sistem Akuntansi. Pelaporan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 232 /PMK.05/2012 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

ANALISIS TENTANG REKENING DANA INVESTASI

ANALISIS TENTANG REKENING DANA INVESTASI ANALISIS TENTANG REKENING DANA INVESTASI I. PENDAHULUAN 1. DASAR HUKUM a. Keputusan Dewan Moneter Nomor 07/KEP/DM/1971, tanggal 31 Desember 1971; b. Keputusan Menteri Keuangan No. 346/KMK.017/2000 tentang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2007 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2007 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.178, 2012 KEUANGAN NEGARA. Pertanggungjawaban. APBN 2011. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5341) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/PMK.06/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/PMK.06/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/PMK.06/2014 TENTANG TENTANG PENENTUAN KUALITAS PIUTANG DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PIUTANG TIDAK TERTAGIH

Lebih terperinci

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) I. Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan instrumen bagi Pemerintah untuk mengatur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyajian dan Analisis Data Pada bagian ini penulis akan menguraikan penyajian dan analisis data mengenai pelaksanaan Reviu Laporan Keuangan Kementerian Dalam Negeri

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AKUNTANSI KAS DAN SETARA KAS

KEBIJAKAN AKUNTANSI KAS DAN SETARA KAS LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 219/PMK.05/2013 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT MENTERI KEUANGAN SALINAN KEBIJAKAN AKUNTANSI KAS DAN SETARA KAS A. DEFINISI Kas dan Setara Kas

Lebih terperinci

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN (AUDITED) A. PENJELASAN UMUM A.1. DASAR HUKUM A.2. KEBIJAKAN TEKNIS BPK RI. Laporan Keuangan BPK RI Tahun 2008 (Audited)

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN (AUDITED) A. PENJELASAN UMUM A.1. DASAR HUKUM A.2. KEBIJAKAN TEKNIS BPK RI. Laporan Keuangan BPK RI Tahun 2008 (Audited) CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN (AUDITED) A. PENJELASAN UMUM Dasar Hukum Rencana Strategis A.1. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

Lebih terperinci

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN Grafik 1.Perkembangan Jumlah Temuan BPK Atas LKPP Tahun

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN Grafik 1.Perkembangan Jumlah Temuan BPK Atas LKPP Tahun CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2011 BPK memberikan opini wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2011. Opini tersebut diberikan terkait dengan

Lebih terperinci

Penghapusan Hutang PDAM Kabupaten Polewali Mandar Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan. https://kicknews.today/wp-content/uploads/2016/12/pdam.

Penghapusan Hutang PDAM Kabupaten Polewali Mandar Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan. https://kicknews.today/wp-content/uploads/2016/12/pdam. Penghapusan Hutang PDAM Kabupaten Polewali Mandar Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan https://kicknews.today/wp-content/uploads/2016/12/pdam.jpg I. Pendahuluan Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Wai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 264/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BELANJA SUBSIDI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 264/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BELANJA SUBSIDI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 264/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BELANJA SUBSIDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Laporan Keuangan. Konsolidasian. Prosedur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Laporan Keuangan. Konsolidasian. Prosedur. No.25, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Laporan Keuangan. Konsolidasian. Prosedur. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8/PMK.05/2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 277/PMK.05/2014TENTANG RENCANA PENARIKAN DANA, RENCANA PENERIMAAN DANA, DAN PERENCANAAN KAS

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 277/PMK.05/2014TENTANG RENCANA PENARIKAN DANA, RENCANA PENERIMAAN DANA, DAN PERENCANAAN KAS MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 277/PMK.05/2014TENTANG RENCANA PENARIKAN DANA, RENCANA PENERIMAAN DANA, DAN PERENCANAAN KAS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1622, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Kuntansi. Utang. Pemerintah. Sistem. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 218/PMK.05/2013 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS <KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA> (Diisi dengan rencana strategis Kementerian Negara/Lembaga)

RENCANA STRATEGIS <KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA> (Diisi dengan rencana strategis Kementerian Negara/Lembaga) CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN (UNAUDITED/AUDITED)* A. PENJELASAN UMUM Dasar Hukum A.1. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 265/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BELANJA LAIN-LAIN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 265/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BELANJA LAIN-LAIN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 265/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BELANJA LAIN-LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEDOMAN ANALISA A. Latar Belakang Analisa B. Ruang Lingkup Analisa C. Prosedur Analisa Analisa Laporan Tingkat KPPN Analisa LAK

PEDOMAN ANALISA A. Latar Belakang Analisa B. Ruang Lingkup Analisa C. Prosedur Analisa Analisa Laporan Tingkat KPPN Analisa LAK Lampiran II Pedoman Analisa Peraturan Direktorat Jenderal Perbendaharaan NOMOR: PER- /PB/2006 Tanggal 2006 Tentang Pedoman Rekonsiliasi dan Analisa & Penyusunan Laporan Keuangan Tingkat Kuasa BUN KPPN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.154, 2013 KEUANGAN NEGARA. Pertanggungjawaban. Pelaksanaan. APBN. 2012. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5447) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5341 KEUANGAN NEGARA. Pertanggungjawaban. APBN 2011. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 178) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

ANALISIS ATAS KONDISI KEUANGAN PEMERINTAH BERDASARKAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT Tahun Anggaran 2012

ANALISIS ATAS KONDISI KEUANGAN PEMERINTAH BERDASARKAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT Tahun Anggaran 2012 ANALISIS ATAS KONDISI KEUANGAN PEMERINTAH BERDASARKAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT Tahun Anggaran 2012 I. PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun

Lebih terperinci

PP NOMOR 23 TAHUN 2006 PASAL 26 dan Perdirjen 67/PB/2007Pasal 2

PP NOMOR 23 TAHUN 2006 PASAL 26 dan Perdirjen 67/PB/2007Pasal 2 Pencatatan PNBP Pendidikan Tinggi Berdasarkan BAS RAHMAT MULYONO DIREKTORAT AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN WORKSHOP PERENCANAAN, PELAKSANAAN DAN PELAPORAN SATKER PT

Lebih terperinci

LAPORAN ARUS KAS STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 03 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN ARUS KAS STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 03 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.0 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN 00 TANGGAL OKTOBER 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN ARUS KAS Lampiran I.0 PSAP 0 (i) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT

LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2006 (Audited) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2006 (Audited) KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.05/2013 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN AKUNTANSI KEUANGAN NEGARA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN AKUNTANSI KEUANGAN NEGARA DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN AKUNTANSI KEUANGAN NEGARA KEPUTUSAN KEPALA BADAN AKUNTANSI KEUANGAN NEGARA NOMOR : KEP- 07/AK/2003 TENTANG PELAKSANAAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.247, 2014 KEUANGAN. APBN. Pertanggungjawaban. Pelaksanaan. Tahun Anggaran 2013 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5590) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 76/PMK.05/2008 TENTANG PEDOMAN AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 76/PMK.05/2008 TENTANG PEDOMAN AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 76/PMK.05/2008 TENTANG PEDOMAN AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 55 /PB/2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada tahun 2015 pemerintah pusat dan pemerintah daerah diwajibkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada tahun 2015 pemerintah pusat dan pemerintah daerah diwajibkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun 2015 pemerintah pusat dan pemerintah daerah diwajibkan untuk menerapkan standar akuntansi pemerintahan (SAP) berbasis akrual dalam penyusunan dan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 263/PMK.05/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 263/PMK.05/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 263/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI INVESTASI PEMERINTAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI INVESTASI PEMERINTAH 1 of 13 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

1 of 6 18/12/ :00

1 of 6 18/12/ :00 1 of 6 18/12/2015 16:00 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran TA 2013 dan 2012 dapat disajikan sebagai berikut:

Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran TA 2013 dan 2012 dapat disajikan sebagai berikut: RINGKASAN Berdasarkan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.05/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang No.2139, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Belanja Subsidi. Pelaporan Keuangan. Sistem Akuntansi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 217/PMK.05/2016 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

Kata Sambutan Kepala Badan

Kata Sambutan Kepala Badan Kata Sambutan Kepala Badan Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-nya sehingga kami dapat menyelesaikan Ringkasan dan Telaahan terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan BPK

Lebih terperinci

TENTANG PEDOMAN AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM MENTERI KEUANGAN,

TENTANG PEDOMAN AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 76/PMK.05/2008 TENTANG PEDOMAN AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan pengembangan

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Kebijakan Perhitungan dan Mekanisme Dana Bagi Hasil (DBH) dalam rangka Kebijakan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah : Ketentuan, Mekanisme dan Implementasi No. 12/Ref/B.AN/VI/2007

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 28/PMK.05/2010 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN PENERUSAN PINJAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 28/PMK.05/2010 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN PENERUSAN PINJAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 28/PMK.05/2010 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN PENERUSAN PINJAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

Realisasi Belanja Negara pada TA 2014 adalah senilai Rp ,00 atau mencapai 90,41% dari alokasi anggaran senilai Rp ,00.

Realisasi Belanja Negara pada TA 2014 adalah senilai Rp ,00 atau mencapai 90,41% dari alokasi anggaran senilai Rp ,00. RINGKASAN Berdasarkan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN UANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN UANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN UANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

KODE AKUN PEMERINTAH PUSAT

KODE AKUN PEMERINTAH PUSAT KODE AKUN PEMERINTAH PUSAT oleh : Jan Hoesada PENDAHULUAN Karangan ini merupakan pendapat pribadi, bukan pendapat KSAP, disajikan dengan hati tulus untuk manfaat sebesar-besarnya masyarakat pemerhati dan

Lebih terperinci

SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN BANDI

SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN BANDI SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN BANDI PMK 76 /PMK.05/2008 tentang PEDOMAN AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM MENIMBANG (a) dalam rangka pelaksanaan pengembangan dan penerapan sistem akuntansi

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/PMK.06/2005 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/PMK.06/2005 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 59/PMK.06/2005 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 120/PMK.05/2009 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 120/PMK.05/2009 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN, 1 of 8 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 120/PMK.05/2009 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 263/PMK.05/2014 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 263/PMK.05/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 263/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

5. Sistem Pengendalian Ekuitas Temuan Terdapat Selisih antara Fisik dan Catatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) Tahun 2009 sebesar Rp261,78

5. Sistem Pengendalian Ekuitas Temuan Terdapat Selisih antara Fisik dan Catatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) Tahun 2009 sebesar Rp261,78 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv RESUME LAPORAN ATAS PENGENDALIAN INTERN... 1 HASIL PEMERIKSAAN ATAS SISTEM PENGENDALIAN INTERN TAHUN 2009... 3 1. Pendapatan dan Hibah...

Lebih terperinci

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KECAMATAN ANTAPANI KOTA BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2014

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KECAMATAN ANTAPANI KOTA BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2014 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KECAMATAN ANTAPANI KOTA BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2014 Sesuai dengan Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 30 Undang-undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 30 Undang-undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 30 Undang-undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang terkait lainnya, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI)

Lebih terperinci

Halaman Kata Pengantar Pernyataan Tanggung Jawab. Daftar Tabel Daftar Grafik. viii Daftar Lampiran. ix Daftar Singkatan

Halaman Kata Pengantar Pernyataan Tanggung Jawab. Daftar Tabel Daftar Grafik. viii Daftar Lampiran. ix Daftar Singkatan DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar i Pernyataan Tanggung Jawab ii Daftar Isi iii Daftar Tabel iv Daftar Grafik viii Daftar Lampiran ix Daftar Singkatan x Ringkasan 1 I. Laporan Realisasi Anggaran 4 II.

Lebih terperinci

Struktur organisasi Dinas Sosial Kota Bandung ditetapkan dengan Perda nomor 13 tahun 2007 tentang Susunan Organisasi Dinas Pemerintah Kota Bandung.

Struktur organisasi Dinas Sosial Kota Bandung ditetapkan dengan Perda nomor 13 tahun 2007 tentang Susunan Organisasi Dinas Pemerintah Kota Bandung. III. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Struktur organisasi Dinas Sosial Kota Bandung ditetapkan dengan Perda nomor 13 tahun 2007 tentang Susunan Organisasi Dinas Pemerintah Kota Bandung. Sesuai dengan Undang-undang

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI ANALISIS ATAS KONDISI KEUANGAN PEMERINTAH BERDASARKAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT Tahun Anggaran 2011 I. PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT SEMESTER I TAHUN

REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT SEMESTER I TAHUN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT SEMESTER I TAHUN (Unaudited) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Semester I Tahun 2007 (Unaudited) KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 260/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BADAN LAINNYA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 260/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BADAN LAINNYA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 260/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BADAN LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

REKENING DANA INVESTASI

REKENING DANA INVESTASI REKENING DANA INVESTASI Daftar Isi: I. Pendahuluan 1 1. Peraturan 1 2. Kontribusi RDI terhadap Pembiayaan APBN 1 3. Posisi Piutang RDI/RPD/SLA 3 II. Permasalahan 5 1. Hasil Pemeriksaan BPK 5 2. Hasil Evaluasi

Lebih terperinci

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI ATAS PELAKSANAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA DEKONSENTRASI.

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI ATAS PELAKSANAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA DEKONSENTRASI. AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI ATAS PELAKSANAAN KEUANGAN PADA SATUAN KERJA DEKONSENTRASI www.perbendaharaan.go.id PRINSIP PENGATURAN WEWENANG DAN PENUGASAN Kewenangan Pusat DILAKSANAKAN INSTANSI PUSAT

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2014 (AUDITED)

LAPORAN KEUANGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2014 (AUDITED) BAGIAN ANGGARAN 065 LAPORAN KEUANGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2014 (AUDITED) Jl. Jenderal Gatot Subroto No.44 Jakarta Selatan 12190 KATA PENGANTAR Sebagaimana

Lebih terperinci

BAGIAN ANGGARAN 015 LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN TAHUN ANGGARAN 2011 AUDITED. Jalan Wahidin Raya No 1 Jakarta Pusat

BAGIAN ANGGARAN 015 LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN TAHUN ANGGARAN 2011 AUDITED. Jalan Wahidin Raya No 1 Jakarta Pusat BAGIAN ANGGARAN 015 LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN TAHUN ANGGARAN 2011 AUDITED Jalan Wahidin Raya No 1 Jakarta Pusat KATA PENGANTAR Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2003 tentang

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 03 LAPORAN ARUS KAS

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 03 LAPORAN ARUS KAS STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN ARUS KAS PSAP No. 0 Laporan Arus Kas 0 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN NO. 0 LAPORAN ARUS KAS Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN DISAMPAIKAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN DALAM

Lebih terperinci

BAGIAN ANGGARAN 005 DIPA 01 (308152)

BAGIAN ANGGARAN 005 DIPA 01 (308152) LAMPIRAN IVa PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 65/PB/2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA BAGIAN ANGGARAN 005 DIPA 01 (308152) LAPORAN KEUANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN UANG NEGARA/DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN UANG NEGARA/DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN UANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO.

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. LAMPIRAN V PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 00 TANGGAL 1 JUNI 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN ARUS KAS DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

SIARAN PERS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN. BPK: Wajar Dengan Pengecualian atas LKPP Tahun 2012

SIARAN PERS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN. BPK: Wajar Dengan Pengecualian atas LKPP Tahun 2012 BPK: Wajar Dengan Pengecualian atas LKPP Tahun Jakarta, Selasa (11 Juni 2013) Memenuhi Pasal 17 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Ketua

Lebih terperinci

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI Laporan Keuangan Audited Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2012 Jalan Purnawarman Nomor 99, Kebayoran Baru Jakarta DAFTAR ISI Kata

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuang

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuang No.520, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Likuidasi Entitas Akuntansi. Bagian Anggaran BUN. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PMK.05/2017 TENTANG PELAKSANAAN LIKUIDASI

Lebih terperinci