RINGKASAN EKSEKUTIF. Modul Pengelolaan Keuangan Negara ini disusun dalam rangka memberikan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RINGKASAN EKSEKUTIF. Modul Pengelolaan Keuangan Negara ini disusun dalam rangka memberikan"

Transkripsi

1

2 RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF Modul Pengelolaan Keuangan Negara ini disusun dalam rangka memberikan pemahaman umum mengenai pengelolaan keuangan negara. Sesuai dengan siklus pengelolaan keuangan negara, materi dimulai dengan perencanaan kemudian dilanjutkan dengan penganggaran. Selanjutnya dalam tataran pelaksanaan anggaran dibahas mengenai perbendaharaan, pengelolaan aset, akuntansi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan, serta berakhir dengan pertanggungjawaban hasil pengelolaan keuangan negara. Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara pemaparan memaparkan tentang konsep-konsep pokok undang-undang di bidang keuangan negara yaitu Undang-Undang No.17 Tahun 2003, Undang-Undang No.1 Tahun 2004, Undang-Undang No.15 Tahun 2004, dan Undang-Undang No.25 Tahun Modul ini telah disusun secara sistematis meliputi: (i) pendahuluan, (ii) pengertian dan ruang lingkup keuangan negara serta siklus anggaran, (iii) perencanaan, (iv) pengganggaran, (v) pelaksanaan anggaran, (vi) pengelolaan aset dan utang, (vii) pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN, (viii) pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. MODUL KEUANGAN NEGARA iii

3 DAFTAR ISI MODUL KEUANGAN NEGARA iii

4 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Reformasi Pengelolaan Keuangan Negara yang mengamanatkan pemisahan kewenangan antara Chief Operational Officer (COO) yang dipegang oleh menteri teknis dan Chief Financial Officer (CFO) yang dipegang oleh Kementerian Keuangan mensyaratkan adanya peran COO sebagai mitra sejajar CFO dalam kapasitas COO selaku Pengguna Anggaran. Disisi lain perkembangan dan dinamika pengelolaan keuangan negara yang kian cepat menuntut kemampuan kementerian teknis dalam kapasitasnya selaku Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran beserta seluruh jajaran pejabat pengelola perbendaharaan di kementerian negara/lembaga untuk mengikuti perkembangan pengelolaan keuangan negara tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa kementerian negara/lembaga masih sangat membutuhkan peran Kementerian Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas kebendaharaan pada kementerian negara/lembaga/satuan kerja demi terwujudnya pengelolaan keuangan negara yang profesional, transparan dan akuntabel. Pembentukan Penyuluh Perbendaharaan adalah salah satu upaya Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk melakukan terobosan dalam upaya peningkatan kemampuan kementerian negara/lembaga/satuan kerja. Dalam kerangka itulah Modul Penyuluh Perbendaharaan memiliki makna yang sangat penting sebagai bahan acuan bagi para Penyuluh Perbendaharaan untuk melaksanakan penyuluhan terkait seluruh aspek dalam pengelolaan perbendaharaan di kementerian negara/lembaga disamping tentu saja menjadi acuan bagi kementerian negara/lembaga/satuan kerja dalam pelaksanaan tugastugas yang terkait dengan pengelolaan perbendaharaan negara. Modul Penyuluh Perbendaharaan ini terdiri dari delapan belas modul yaitu (1) Keuangan Negara, (2) Pengesahan dan Revisi DIPA, (3) Pengelolaan Keuangan Satuan Kerja, (4) Pembukuan dan Penyusunan LPJ Bendahara, (5) Penatausahaan Pengadaan Barang dan Jasa, (6) Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai, (7) Perkiraan Penarikan dan Penyetoran Dana, (8) Pedoman Penyelesaian Tuntutan Ganti Rugi terhadap Bendahara, (9) Penatausahaan PNBP, (10) Pengelolaan Keuangan BLU, (11) Tata Cara Penarikan dan Penyaluran PHLN, (12) Sistem Akuntansi Instansi, (13) Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat, (14) Aplikasi DIPA, (15) Aplikasi Gaji PNS Pusat, (16) Aplikasi SPM, (17) Aplikasi Sistem Akuntansi Instansi, dan (18) Aplikasi Forecasting Satker. Keseluruhan modul i

5 KATA PENGANTAR disusun/di-reviu oleh Tim Penyusun/Reviu Modul Penyuluh Perbendaharaan Satu modul merupakan modul yang disusun baru yaitu modul Keuangan Negara. Sedangkan tujuh belas modul lainnya merupakan penyempurnaan berdasarkan perkembangan proses bisnis dan peraturan terkini terhadap modul yang telah disusun pada tahun Semoga modul ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca umumnya dan para Penyuluh Perbendaharaan khususnya sehingga pengelolaan perbendaharaan pada kementerian negara/lembaga/satuan kerja dapat berjalan dengan baik sesuai dengan cita-cita reformasi pengelolaan keuangan negara yang kita idamkan bersama. Jakarta, 29 April 2011 ii

6 DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i RINGKASAN EKSEKUTIF...iii DAFTAR ISI...iv BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1 B. Maksud dan Tujuan...2 C. Deskripsi Ringkas...3 D. Metode Pembelajaran...3 BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN...4 A. Pengertian dan Lingkup Keuangan Negara B. Siklus APBN...6 BAB III PERENCANAAN A. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional B. Rencana Pembangunan Jangka Panjang C. Rencana Pembangunan Jangka Menengah D. Rencana Strategis Kementerian/Lembaga E. Rencana Pembangunan Jangka Tahunan BAB IV PENGANGGARAN A. Pengertian Anggaran B. Prinsip-Prinsip Penganggaran C. Anggaran Berbasis Kinerja D. Perencanaan Kinerja E. Target Kinerja F. Standar Analisis Belanja G. Standar Biaya H. Penyusunan RKA K/L MODUL KEUANGAN NEGARA iv

7 DAFTAR ISI I. Rencana Dana Pengeluaran BUN J. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara B. Dokumen Pelaksanaan Anggaran C. Pembagian Kewenangan D. Sistem Penerimaan E. Sistem Pembayaran BAB VI PENGELOLAAN ASET DAN UTANG A. Pengertian dan Ruang Lingkup B. Pengelolaan Kas C. Pengelolaan Piutang D. Pengelolaan Utang E. Pengelolaan Investasi F. Pengelolaan Barang Milik Negara G. Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum BAB VII PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN A. Laporan Keuangan Pemerintah B. Standar Akuntansi Pemerintahan C. Sistem Akuntansi Pemerintahan BAB VIII PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA A. Lingkup Pemeriksaan B. Pelaksanaan Pemeriksaan C. Hasil Pemeriksaan dan Tindak Lanjut D. Pidana, Sanksi, dan Ganti Rugi MODUL KEUANGAN NEGARA v

8 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam suatu negara merupakan suatu kebutuhan yang tak terelakkan. Pemerintah wajib menerapkan kaidah-kaidah yang baik dalam menjalankan roda pemerintahan, termasuk di dalamnya kaidah-kaidah dalam bidang pengelolaan keuangan negara yang diwujudkan dalam bentuk penerapan prinsip good governance. Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik itulah, pemerintah Republik Indonesia melakukan reformasi di bidang pengelolaan keuangan negara. Selain itu, reformasi pengelolaan keuangan ini juga dilatarbelakangi masih digunakannya peraturan perundang-undangan peninggalan pemerintah kolonial. Walau kehendak menggantikan aturan bidang keuangan warisan telah lama dilakukan agar selaras dengan tuntutan zaman, baru pada tahun 2003 hal itu terwujud dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Hal itu senada dengan makin besarnya belanja negara yang dikelola oleh pemerintah sehingga diperlukan suatu metode pengawasan yang memadai. Salah satu bentuknya adalah keterlibatan masyarakat/stakeholders. Keterlibatan masyarakat ini juga seiring dengan makin besarnya porsi pajak dalam mendanai operasional pemerintahan. Sumber daya alam yang selama ini besar porsinya dalam penerimaan negara makin lama makin berkurang oleh karena jumlah sumber yang terbatas. Pada satu pihak, biaya penyelenggaraan pemerintahan semakin besar. Satu-satunya sumber adalah pajak dari masyarakat. Agar masyarakat tidak merasa dirugikan, maka diperlukan suatu pertanggungjawaban penggunaan pajak dari masyarakat oleh pemerintah dengan MODUL KEUANGAN NEGARA 1

9 BAB I PENDAHULUAN transparan. Berkenaan dengan perubahan paradigma sistem pemerintahan dan tuntutan masyarakat, maka perlu dilakukan reformasi di bidang keuangan sebagai perangkat pendukung terlaksananya penerapan good governance. Reformasi pengelolaan keuangan dilakukan dengan cara: 1. Penataan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum; 2. Penataan kelembagaan; 3. Penataan sistem pengelolaan keuangan negara; dan 4. Pengembangan sumber daya manusia di bidang keuangan. Dengan demikian reformasi manajemen keuangan ini tidak hanya melibatkan Pemerintah Pusat dalam pelaksanaannya, tetapi sekaligus berlaku bagi Pemerintah Daerah. B. Maksud dan Tujuan 1. Tujuan Instruksional Umum Setelah mempelajari materi ini, Penyuluh Perbendaharaan diharapkan mampu memahami pengelolaan keuangan negara, termasuk keuangan daerah secara umum dan mampu menjadi instruktur pelatihan keuangan negara. 2. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari modul ini diharapkan Penyuluh Perbendaharaan: a. Memahami garis besar dan lingkup pengelolaan keuangan negara; b. Memahami siklus keuangan negara; c. Memahami pengelolaan aset pemerintah d. Memahami pelaporan keuangan negara; dan e. Memahami proses pemeriksaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. MODUL KEUANGAN NEGARA 2

10 BAB I PENDAHULUAN C. Deskripsi Ringkas Materi Modul Pandangan Umum Pengelolaan Keuangan Negara ini disusun dalam rangka memberikan pemahaman umum mengenai pengelolaan keuangan negara. Sesuai dengan siklus pengelolaan keuangan negara, materi dimulai dengan perencanaan kemudian dilanjutkan dengan penganggaran. Selanjutnya dalam tataran pelaksanaan anggaran dibahas mengenai perbendaharaan, pengelolaan aset, akuntansi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan, serta berakhir dengan pertanggungjawaban hasil pengelolaan keuangan negara. D. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara pemaparan konsep-konsep pokok undang-undang di bidang keuangan negara (Undang-Undang No.17 Tahun 2003, Undang-Undang No.1 Tahun 2004, Undang-Undang No.15 Tahun 2004 dan Undang-Undang No.25 Tahun 2004). Keberhasilan pembelajaran ini juga sangat tergantung pada partisipasi aktif dari para peserta latih dalam aktivitas tanya jawab dan diskusi. MODUL KEUANGAN NEGARA 3

11 BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN A. Pengertian dan Lingkup Keuangan Negara Sampai dengan terbitnya UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pengelolaan keuangan negara Republik Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945 masih menggunakan aturan warisan pemerintah kolonial. Peraturan perundangan tersebut terdiri dari Indische Comptabiliteitswet (ICW), Indische Bedrijvenwet (IBW) dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB). ICW ditetapkan pada tahun 1864 dan mulai berlaku tahun 1867, Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl No. 419 jo. Stbl No. 445 dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl No Dengan terbitnya UU No. 17 Tahun 2003 diharapkan pengelolaan keuangan negara dapat mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 memberi batasan keuangan negara sebagai semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Secara rinci sebagaimana diatur dalam pasal 2 UU No. 17 Tahun 2003, cakupan Keuangan Negara terdiri dari : 1. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; 2. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; MODUL KEUANGAN NEGARA 4

12 BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN 3. Penerimaan Negara/Daerah; 4. Pengeluaran Negara/Daerah; 5. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah; 6. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; 7. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Cakupan terakhir dari Keuangan Negara tersebut dapat meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasanyayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah. Dalam pelaksanaannya, ada empat pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara, yaitu dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Obyek Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Selanjutnya dari sisi subyek/pelaku yang mengelola obyek yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dalam pelaksanaannya, proses pengelolaan keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Pada akhirnya, tujuan pengelolaan keuangan negara adalah untuk menghasilkan kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang MODUL KEUANGAN NEGARA 5

13 BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek KN dalam rangka penyelenggaraan kehidupan bernegara. B. Siklus APBN Pengelolaan keuangan negara setiap tahunnya dituangkan dalam APBN. Dengan demikian seluruh program/kegiatan pemerintah harus dituangkan dalam APBN (azas universalitas) dan tidak diperkenankan adanya program/kegiatan yang dikelola di luar APBN (off budget). Siklus APBN terdiri dari: 1. Perencanaan dan Penganggaran Perencanaan dan penganggaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terintegrasi. Program yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah wajib dituangkan dalam suatu rencana kerja. Ketentuan tentang perencanaan ini diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Rencana kerja terdiri dari RPJP untuk masa 20 tahun, RPJM untuk masa 5 tahun, dan RKP untuk masa 1 tahun. Di tingkat Kementerian Negara/Lembaga untuk rencana jangka menengah disebut Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga. (Renstra KL) dan untuk rencana kerja tahunan disebut Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja KL) sebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Berdasarkan UU No. 17 tahun 2003, anggaran disusun berdasarkan rencana kerja (Renja KL). Dengan demikian, yang memperoleh alokasi anggaran adalah program/kegiatan prioritas yang tertuang dalam rencana kerja dan menjadi Rencana Kerja dan Anggaran (RKA KL). Sementara itu, untuk Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara disusun Rencana Kerja dan Anggaran berupa Rencana Dana Pengeluaran (RDP BUN) sebagaimana diatur dalam PP No. 90 Tahun 2010 MODUL KEUANGAN NEGARA 6

14 BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN (Revisi PP No. 21 Tahun 2004). Dengan mekanisme demikian, program/kegiatan pemerintah yang direncanakan itulah yang akan dilaksanakan. RKA-KL dan RDP BUN selanjutnya disampaikan ke Menteri Keuangan untuk dihimpun menjadi RAPBN. RAPBN ini selesai disusun pada awal Agustus untuk disampaikan ke DPR disertai Nota Keuangan. 2. Penetapan Anggaran Pembahasan RAPBN di DPR dilaksanakan dari bulan Agustus sampai dengan Oktober. Sehubungan dengan pembahasan RAPBN ini, DPR mempunyai hak budget yaitu hak untuk menyetujui anggaran. Dalam hal DPR tidak setuju dengan RAPBN yang diajukan oleh pemerintah, DPR dapat mengajukan usulan perubahan atau menolaknya, namun DPR tidak berwenang untuk mengubah dan mengajukan usulan RAPBN. Apabila DPR tetap tidak menyetujuinya maka yang berlaku adalah APBN tahun sebelumnya. APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan organisasi, fungsi, program/kegiatan, dan jenis belanja. Dengan APBN yang demikian berarti DPR telah memberikan otorisasi kepada Kementerian Negara/Lembaga untuk melaksanakan program/kegiatan dengan pagu anggaran yang dimilikinya. APBN yang telah disetujui oleh DPR dan disahkan Presiden menjadi UU APBN dan selanjutnya dimuat dalam Lembaran Negara. UU APBN dilengkapi dengan rincian APBN yang dituangkan dalam Peraturan Presiden tentang Rincian APBN. 3. Pelaksanaan APBN APBN dilaksanakan oleh Pemerintah untuk periode satu tahun anggaran. Tahun anggaran Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Dengan demikian, setelah berakhirnya tahun anggaran tanggal 31 Desember, anggaran ditutup dan tidak berlaku untuk tahun anggaran berikutnya. Berdasarkan UU APBN dan Perpres Rincian APBN disiapkan dokumen MODUL KEUANGAN NEGARA 7

15 BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN pelaksanaan anggaran untuk setiap Kementerian Negara/Lembaga. APBN, walaupun telah diundangkan sebagai UU, tetap merupakan anggaran. Oleh karena itu, azas anggaran yang dikenal dengan nama azas fleksibilitas tetap berlaku. Dalam rangka pelaksanaan azas ini, maka untuk mengakomodasi kondisi riil yang dapat saja berbeda dengan yang diasumsikan pada saat penyusunan anggaran, setiap tengah tahun berjalan dilakukan revisi APBN yang dikenal dengan APBN-Perubahan (APBN-P). Untuk keperluan penyusunan APBN-P, pemerintah menyampaikan realisasi anggaran semester I disertai prognosis penerimaan dan pengeluaran semester II. Untuk keperluan internal, seluruh Kementerian Negara/Lembaga diwajibkan menyusun Laporan Keuangan Semesteran. Dalam keadaan darurat, pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang tidak tersedia anggarannya. Apabila pengeluaran tersebut terjadi sebelum APBN-P, maka pengeluaran ini dimasukkan dalam APBN-P dan dilaporkan di Laporan Realisasi Anggaran disertai penjelasan. Apabila pengeluaran terjadi setelah APBN-P diundangkan, maka pengeluaran ini dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran disertai dengan penjelasan. Apabila pada akhir tahun terdapat program/kegiatan yang belum selesai dilaksanakan atau anggaran belum terserap, tidak dapat dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya kecuali ada kebijakan pemerintah untuk luncuran APBN. Namun demikian, berhubung APBN hanya berlaku untuk periode satu tahun, maka apabila ada kebijakan luncuran APBN wajib dimasukkan dalam APBN tahun anggaran berikutnya. Laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan keuangan yang disampaikan ke DPR adalah laporan keuangan yang telah diaudit oleh BPK. Laporan keuangan tersebut dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan MODUL KEUANGAN NEGARA 8

16 BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN negara dan badan lainnya. Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2004, keseluruhan komponen tersebut dipertanggungjawabkan sebagai wujud akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang ruang lingkupnya telah diuraikan sebelumnya. Untuk penyusunan LKPP, setiap Kementerian Negara/Lembaga sebagai pengguna anggaran/barang wajib menyampaikan pertanggungjawabannya kepada Presiden yang berupa Neraca, Laporan Realisasi Anggaran dan Catatan atas Laporan Keuangan. Kementerian Negara/Lembaga merupakan entitas pelaporan sehingga terhadap laporan keuangannya dilakukan pemeriksaan oleh BPK untuk memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan. 4. Pemeriksaan Anggaran Pemeriksaan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dilaksanakan oleh BPK. Pemeriksaan ini dilaksanakan selama 2 bulan setelah laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran yang berupa laporan keuangan selesai disusun. Disamping itu terdapat pemeriksaan dan pengelolaan keuangan yang dapat dilaksanakan sepanjang tahun. Pemeriksaan ini dapat dilaksanakan oleh BPK ataupun APIP. 5. Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003, RUU pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran disampaikan ke DPR paling lambat akhir bulan Juni tahun berikutnya. MODUL KEUANGAN NEGARA 9

17 BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN PENYAMPAIAN PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN DALAM BENTUK LAPORAN KEUANGAN LK UNAUDITED AUDIT LK AUDITED Jan 20X1 Feb 20X1 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA Mar 20X1 Apr 20X1 Mei 20X1 Jun 20X1 MENKEU BPK MENKEU DPR - TINGKAT K/ L - TINGKAT ESELON I - TINGKAT SATKER MODUL KEUANGAN NEGARA 10

18 BAB III PERENCANAAN BAB III PERENCANAAN Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam mencapai tujuan bernegara. Agar pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik tidak dapat dilepaskan dari tataran demokrasi dan mengacu pada prinsipprinsip penting yang tidak boleh diabaikan. Prinsip-prinsip tersebut adalah kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan nasional. Agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran, diperlukan adanya suatu perencanaan pembangunan yang matang. Perencanaan, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) merupakan suatu proses untuk mementukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan sangat penting sebagai salah satu proses dalam pengelolaan keuangan negara. Perencanaan sangat bermanfaat dalam (a) mengurangi ketidakpastian serta perubahan di masa datang; (b) mengarahkan semua aktivitas pada pencapaian visi dan misi organisasi; (c) sebagai wahana untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kegagalan kinerja suatu organisasi. A. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional diharapkan dapat menjamin tercapainya tujuan dalam bernegara. SPPN mencakup penyelenggaraan perencanaan makro dari semua fungsi pemerintahan yang meliputi semua bidang kehidupan secara terpadu dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu diperlukan adanya sistem perencanaan pembangunan nasional. SPPN adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan MODUL KEUANGAN NEGARA 11

19 BAB III PERENCANAAN rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek yang akan dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat baik di tingkat pusat maupun daerah. Dalam cakupan waktu, SPPN disusun dalam cakupan tiga periode perencanaan, yaitu: 1. Jangka panjang dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dengan jangka waktu 20 tahun; 2. Jangka menengah dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang berjangka waktu 5 tahun; dan 3. Jangka pendek dalam bentuk Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dengan periode tahunan. Selanjutnya, SPPN tersebut disusun dalam rangka mencapai tujuan sebagai berikut : 1. menjamin adanya koordinasi di antara pelaku pembangunan, baik ditingkat pusat, pusat dengan daerah, maupun antar daerah; 2. menjamin terciptanya intergrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah, maupun antara Pusat dan daerah; 3. menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; 4. mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan 5. menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Dalam suatu perencanaan pembangunan sebagai suatu siklus ada empat tahapan yang dilalui, yakni: 1. Penyusunan rencana; 2. Penetapan rencana; 3. Pengendalian pelaksanaan rencana; dan MODUL KEUANGAN NEGARA 12

20 BAB III PERENCANAAN 4. Evaluasi pelaksanaan rencana. Keempat tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh. Penyusunan rencana dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu rencana yang siap untuk ditetapkan yang terdiri dari 4 (empat) langkah. Langkah pertama adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur. Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan. Langkah berikutnya adalah melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan. Sedangkan langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan. Selanjutnya adalah penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak untuk melaksanakannya. Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan Kementerian Negara/Lembaga. Selanjutnya Menteri Perencanaan menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan Kementerian Negara/Lembaga sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan, dan kinerja pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan. Indikator dan sasaran kinerja mencakup masukan (input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak (impact). Dalam rangka perencanaan pembangunan, setiap Kementerian Negara/Lembaga, baik pusat maupun daerah, berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi kinerja pembangunan yang merupakan dan/atau terkait dengan fungsi dan tanggungjawabnya. Dalam melaksanakan evaluasi kinerja proyek MODUL KEUANGAN NEGARA 13

21 BAB III PERENCANAAN pembangunan, Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja, baik pusat maupun daerah, mengikuti pedoman dan petunjuk pelaksanaan evaluasi kinerja untuk menjamin keseragaman metode, materi, dan ukuran yang sesuai untuk masingmasing jangka waktu sebuah rencana. B. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) merupakan suatu dokumen perencanaan pembangunan untuk periode 20 (dua puluh) tahun. Perencanaan ini bersifat makro yang memuat penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan Nasional. Proses penyusunan RPJP dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh unsur pelaku pembangunan. Penyusunan RPJP dilakukan dalam 4 tahap, yaitu: 1. Penyiapan Rancangan RPJP, dimana kegiatan ini dibutuhkan guna mendapatkan gambaran awal dari visi, misi, dan arah pembangunan nasional. 2. Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) jangka panjang yang dilaksanakan untuk mendapatkan masukan dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan/stakeholders terhadap rancangan RPJP. 3. Penyusunan Rancangan Akhir RPJP. Seluruh masukan dan komitmen hasil Musrenbang menjadi masukan utama penyempurnaan rancangan. Penetapan undang-undang tentang RPJP, di bawah koordinasi Bappenas yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi hukum. Rancangan akhir RPJP beserta lampirannnya disampaikan kepada DPR sebagai inisiatif Pemerintah, untuk diproses lebih lanjut menjadi undang-undang tentang RPJP Nasional. MODUL KEUANGAN NEGARA 14

22 BAB III PERENCANAAN C. Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala negara terpilih yang wajib disusun dalam waktu tiga bulan setelah dilantik. Dalam penyusunannya, RPJMN harus berpedoman pada RPJP Nasional yang memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program, baik di dalam maupun lintas Kementerian Negara/Lembaga, dalam satu maupun lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro. Termasuk di dalamnya adalah arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Tahapan Penyusunan RPJM: 1. Penyiapan Rancangan awal RPJM Nasional oleh Bappenas sebagai lembaga yang bertanggung jawab mengkoordinasikan perencanaan pembangunan secara nasional. 2. Penyiapan rancangan Rencana Strategis Kementrian/Lembaga (rancangan Renstra K/L), yang dilakukan oleh seluruh kementerian dan lembaga. Penyusunan rancangan Renstra ini bertujuan untuk merumuskan visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga, agar selaras dengan program prioritas kepala negara terpilih. 3. Penyusunan rancangan RPJM Nasional oleh Kementerian Perencanaan. Tahap ini merupakan upaya mengintegrasikan rancangan awal RPJM Nasional dengan rancangan Renstra K/L, yang menghasilkan rancangan RPJM Nasional. 4. Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) jangka menengah nasional. Kegiatan yang dilaksanakan paling lambat dua bulan setelah presiden dilantik ini dilaksanakan guna memperoleh berbagai masukan dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) atas rancangan RPJM Nasional. MODUL KEUANGAN NEGARA 15

23 BAB III PERENCANAAN 5. Penyusunan Rancangan Akhir RPJM Nasional, dimana seluruh masukan dan komitmen hasil Musrenbang Jangka Menengah Nasional menjadi masukan utama penyempurnaan rancangan RPJM Nasional. 6. Penetapan Peraturan Presiden tentang RPJM Nasional, di bawah koordinasi kementerian yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi hukum. D. Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga Renstra Kementerian Negara/Lembaga (K/L) memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi K/L serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif. Tahapan Penyusunan Renstra K/L adalah sebagai berikut: 1. Mempelajari visi, misi, dan program kepala negara terpilih terhadap tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya. Dalam hal ini menteri/kepala lembaga mengkaji implikasi visi, misi, dan program presiden terpilih terhadap tugas pokok dan fungsi K/L yang dipimpinnya dalam bentuk: a. Memberikan penilaian keterkaitan visi, misi, dan program dalam Renstra K/L pada periode lalu; b. Mengidentifikasikan program presiden terpilih terhadap capaian kinerja program K/L periode sebelumnya; c. Membuat kesimpulan. 2. Menyusun Rancangan Renstra K/L dengan berpedoman pada Rancangan Awal RPJM Nasional. E. Rencana Pembangunan Jangka Tahunan Rencana Pembangunan Jangka Tahunan adalah perencanaan yang meliputi periode satu tahun yang dalam hal ini disebut sebagai Rencana Kerja Pemerintah dan merupakan penjabaran dari RPJM Nasional. RKP berisi prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian yang MODUL KEUANGAN NEGARA 16

24 BAB III PERENCANAAN menyeluruh, termasuk kebijakan fiskal, serta program K/L, lintas K/L, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi, dan kerangka pendanaan yang masih bersifat indikatif. Selain RKP, pada tingkat kemeterian/lembaga disusun Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja-KL). Renja-KL disusun berpedoman pada Renstra-KL yang telah ada lebih dulu dan mengacu pada prioritas pembangunan nasional. Penyusunan Renja-KL dilakukan secara bersamaan dengan penyusunan RKP karena keduanya saling terkait. Adapun tahap penyusunan RKP adalah sebagai berikut: 1. penyiapan rancangan awal RKP sebagai penjabaran RPJM Nasional; 2. penyiapkan rancangan Renja-KL sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan mengacu kepada rancangan awal RKP; 3. Bappenas mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKP dengan menggunakan rancangan Renja-KL; 4. musyawarah perencanaan pembangunan (Musrembang); 5. penyusunan rancangan akhir rencana kerja berdasarkan hasil Musrembang; dan 6. Penetapan RKP dalam bentuk Peraturan Presiden. Selanjutnya, RKP ini menjadi pedoman dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Renja-KL menjadi pedoman untuk menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL). MODUL KEUANGAN NEGARA 17

25 BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN BAB IV PENGANGGARAN Tujuan suatu negara pada dasarnya adalah memajukan kesejahteraan dan melindungi rakyatnya, serta mencukupi kepentingan-kepentingan lain rakyatnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah memiliki tugas yang sekaligus melekat pada fungsi negara yang dapat dikategorikan sebagai fungsi reguler/utama negara dan fungsi sebagai agen pembangunan. Kedua fungsi dimaksud dilaksanakan dalam operasional pemerintahan yang sebagian besar terletak di pundak pemerintah. Fungsi regular/fungsi utama negara adalah melaksanakan tugas yang membawa akibat yang langsung dirasakan oleh masyarakat. Fungsi utama negara terdiri dari empat macam. Pertama negara sebagai political state. Dalam hal ini pemerintah menjalankan fungsi pokoknya dalam pemeliharaan ketenangan, ketertiban, pertahanan, dan keamanan. Kedua negara sebagai legal state yang bertujuan untuk mengatur tata kehidupan bernegara dan tata kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya negara sebagai administrative state. Kedudukan ini menitikberatkan pada azas demokrasi yaitu kekuasaan berada di tangan rakyat dan pemerintah hanyalah menerima pendelegasian kekuasaan dari rakyat melalui wakil-wakilnya. Terakhir adalah negara sebagai diplomatical state. Sebagai diplomatical state, negara bertujuan untuk menjalin persahabatan dan memelihara hubungan internasional dengan negara-negara lain. Fungsi negara lainnya yang wajib dijalankan oleh pemerintah adalah sebagai agent of development. Dalam menjalankan peran ini, pemerintah antara lain bertindak sebagai pendorong inisiatif atau pendorong motivasi rakyat dalam usahanya untuk mengadakan perubahan dan pembangunan masyarakat menuju ke arah kehidupan yang lebih baik, berupa pemberian fasilitas-fasilitas fisik, kemudahan dalam perizinan dan birokrasi, bimbingan dan kebijakan yang diarahkan kepada tercapainya pembangunan. Fungsi ini dibagi lebih lanjut dalam dua peran. Pertama pemerintah sebagai stabilisator apabila MODUL KEUANGAN NEGARA 18

26 BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN di dalam pembangunan terjadi adanya ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya. Kedua adalah pemerintah sebagai inovator. Artinya pemerintah harus dapat mengadakan penemuan-penemuan baru dalam metode maupun sistem dalam rangka pembangunan masyarakat dan negara. Selain menjalankan fungsi reguler dan agent of development, pemerintah memiliki tugas yang lain dan sangat penting yaitu sebagai pengelola keuangan negara yang harus dilaksanakan sesuai dengan tata aturan dan prosedur yang berlaku didalam pemerintahan. Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003, Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Hak negara mencakup untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman. Kewajiban negara mencakup untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga. Pelaksanaan pengelolaan keuangan negara/daerah adalah perencanaan (yang didalamnya terdapat proses penyusunan anggaran). Untuk itu, pemerintah setiap tahun memiliki hak dan sekaligus kewajiban untuk menyusun anggaran. Anggaran yang disusun oleh pemerintah merupakan wujud perencanaan pembangunan tahunan sekaligus sebagai pedoman pelaksanaan tugas kenegaraan selama satu tahun. A. Pengertian Anggaran Kata anggaran merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris budget yang sebenarnya berasal dari bahasa Perancis bougette. Kata ini mempunyai arti sebuah tas kecil. Berdasar dari arti kata asalnya, anggaran mencerminkan adanya unsur keterbatasan. Pada dasarnya anggaran perlu disusun karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki pemerintah, dalam hal ini adalah dana. Karena terbatasnya dana, maka diperlukan alokasi sesuai dengan prioritas dan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Ada beberapa pengertian anggaran yang dapat MODUL KEUANGAN NEGARA 19

27 BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN dikutip. Anggaran negara (state budget) menurut John F. Due dalam Government Finance and Economic Analysis adalah: A budget, in the general sense of the term, is a financial plan for a spesific period of time. A government budget therefore, is a statement of proposed expenditures and expected revenues for the coming period, together with data of actual expenditures and revenues for current and past period. Sedangkan menurut Wildavsky, anggaran adalah: 1. catatan masa lalu; 2. rencana masa depan; 3. mekanisme pengalokasian sumber daya; 4. metode untuk pertumbuhan; 5. alat penyaluran pendapatan; 6. mekanisme untuk negosiasi; 7. harapan-aspirasi-strategi organisasi; 8. satu bentuk kekuatan kontrol; 9. alat atau jaringan komunikasi. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, anggaran negara meliputi: 1. rencana keuangan mendatang yang berisi pendapatan dan belanja; 2. gambaran strategi pemerintah dalam pengalokasian sumber daya untuk pembangunan; 3. alat pengendalian; 4. instrumen politik; dan 5. disusun dalam periode tertentu. Selanjutnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menurut UU No. 17 Tahun 2003 merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN selalu dinanti oleh berbagai kalangan untuk dikaji sejauh mana kemampuan pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk mencapai tujuan pembangunan dari MODUL KEUANGAN NEGARA 20

28 BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN sumber daya yang terbatas. Anggaran pemerintah setiap tahun selalu berubahubah baik jumlah nominal, jenis pendapatan dan alokasi belanja, serta proporsi alokasinya. Pada tahun tertentu, pemerintah memprioritaskan sektor pekerjaan umum, tapi ditahun berikutnya pemerintah memprioritaskan sektor pendidikan dan kesehatan. Hal ini terjadi diakibatkan berbagai faktor, antara lain perkembangan politik, dinamika perekonomian dunia/nasional/daerah, peristiwa sosial/alam, tuntutan masyarakat, dan lain sebagainya. B. Prinsip-prinsip Penganggaran Anggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistematis menunjukkan alokasi sumber daya manusia, material dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan dana dan pertanggungjawaban kepada publik. Secara umum, prinsip-prinsip penganggaran adalah sebagai berikut: 1. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran APBN harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu progam dan kegiatan yang dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat. Masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. 2. Disiplin Anggaran Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan asas efisiensi, tepat guna, tepat waktu pelaksanaan dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan. MODUL KEUANGAN NEGARA 21

29 BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan pada setiap pos/pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedia penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan progam dan kegiatan yang belum/tidak tersedia anggarannya. 3. Keadilan Anggaran Pemerintah wajib mengalokasikan penggunaan anggaran secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan. Hal ini dikarenakan sumber daya yang digunakan dalam anggaran berupa pendapatan negara pada hakekatnya diperoleh melalui peran serta seluruh anggota masyarakat. 4. Efisiensi dan Efektifitas Anggaran Dana yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan masyarakat 5. Disusun dengan pendekatan kinerja APBN disusun dengan pendekatan kinerja, yaitu mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (keluaran dan hasil) dari perencanaan atas alokasi biaya atau masukan/input yang telah ditetapkan. Hasil kerja harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau masukan. Selain itu juga harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja pada setiap unit kerja yang terkait. C. Anggaran Berbasis Kinerja Anggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen MODUL KEUANGAN NEGARA 22

30 BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN untuk mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan manfaat yang dihasilkan. Manfaat tersebut didiskripsikan pada seperangkat tujuan dan dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Bagaimana cara agar tujuan itu dapat dicapai, dituangkan dalam program diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan. Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai keseluruhan aktivitas, baik aktivitas langsung maupun tidak langsung yang mendukung program sekaligus melakukan estimasi biaya-biaya berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas tersebut. Aktivitas tersebut disusun sebagai cara untuk mencapai kinerja tahunan. Dengan kata lain, integrasi dari rencana kinerja tahunan (Renja) yang merupakan rencana operasional dari Renstra dan anggaran tahunan merupakan komponen dari anggaran berbasis kinerja Elemen-elemen yang penting untuk diperhatikan dalam penganggaran berbasis kinerja adalah: 1. Tujuan yang disepakati dan ukuran pencapaiannya; 2. Pengumpulan informasi yang sistematis atas realisasi pencapaian kinerja dapat diandalkan dan konsisten, sehingga dapat diperbandingkan antara biaya dengan prestasinya Penyediaan informasi secara terus-menerus sehingga dapat digunakan dalam manajemen perencanaan, pemograman, penganggaran, dan evaluasi Kondisi yang harus disiapkan sebagai faktor pemicu keberhasilan implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja, yaitu: 1. Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi; 2. Fokus penyempurnaan administrasi secara terus menerus; 3. Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang, waktu dan orang); 4. Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas; MODUL KEUANGAN NEGARA 23

31 BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN 5. Keinginan yang kuat untuk berhasil. D. Perencanaan Kinerja Perencanaan Kinerja adalah aktivitas analisis dan pengambilan keputusan ke depan untuk menetapkan tingkat kinerja yang diinginkan di masa mendatang. Pada prinsipnya perencanaan kinerja merupakan penetapan tingkat capaian kinerja yan dinyatakan dengan ukuran kinerja dalam rangka mencapai sasaran atau target yang telah ditetapkan. Perencanaan merupakan komponen kunci untuk lebih mengefektifkan dan mengefisienkan Pemerintah Daerah. Sedangkan perencanaan kinerja membantu pemerintah untuk mencapai tujuan yang sudah diidentifikasikan dalam rencana strategis, termasuk didalamnya pembuatan terget kinerja dengan menggunakan ukuran-ukuran kinerja. Tingkat pelayanan yang diinginkan pada dasarnya merupakan indikator kinerja yang diharapkan dapat dicapai oleh Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kewenangannya. Selanjutnya untuk penilaian kinerja dapat digunakan ukuran penilaian didasarkan pada indikator sebagai berikut: 1. Masukan (Input) Masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator merupakan tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber-sumber: dana, sumber daya manusia, material, waktu, teknologi, dan sebagainya yang digunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan. Dengan meninjau distribusi sumber daya, suatu lembaga dapat menganalisis apakah alokasi sumber daya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana strategis yang telah ditetapkan. Tolok ukur ini dapat juga digunakan untuk perbandingan (benchmarking) dengan lembagalembaga lain yang relevan. Contoh indikator masukan untuk kegiatan penyuluhan lingkungan sehat untuk daerah pemukiman masyarakat kurang MODUL KEUANGAN NEGARA 24

32 BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN mampu adalah jumlah dana yang dibutuhkan dan tenaga penyuluh kesehatan. Walaupun tolok ukur masukan relatif mudah diukur serta telah digunakan secara luas, namun seringkali dipergunakan secara kurang tepat sehingga dapat menimbulkan hasil evaluasi yang rancu atau bahkan menyesatkan. Beberapa hal berikut ini sering dijumpai dalam menetapkan tolok ukur masukan yang dapat menyesatkan: a. Pengukuran Sumber Daya Manusia tidak menggambarkan intensitas keterlibatannya dalam pelaksanaan kegiatan. b. Pengukuran biaya tidak akurat karena banyak biaya-biaya yang dibebankan ke suatu kegiatan tidak mempunyai kaitan yang kuat dengan pencapaian sasaran kegiatan tersebut. c. Banyaknya biaya-biaya masukan (input) seperti gaji bulanan personalia pelaksana, biaya pendidikan dan pelatihan, dan biaya penggunaan peralatan dan mesin seringkali tidak diperhitungkan sebagai biaya kegiatan. 2. Keluaran (output) Keluaran adalah produk berupa barang atau jasa yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan. Indikator keluaran adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan/atau non fisik. Dengan membandingkan indikator keluaran instansi dapat menganalisis sejauh mana kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana. Indikator keluaran hanya dapat menjadi landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila tolok ukur dikaitkan dengan sasaran-sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur. Oleh karenanya indikator keluaran harus sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi. Untuk kegiatan yang bersifat penelitian berbagai indikator kinerja yang berkaitan dengan keluaran paten dan publikasi ilmiah sering dipergunakan baik pada tingkat kegiatan maupun instansi. Untuk MODUL KEUANGAN NEGARA 25

33 BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN kegiatan yang bersifat pelayanan teknis, indikator yang berkaitan dengan produk, pelanggan, serta pendapatan yang diperoleh dari jasa tersebut mungkin lebih tepat untuk digunakan. Beberapa indikator keluaran juga bermanfaat untuk mengidentifikasikan perkembangan instansi. Sebagai contoh besarnya pendapatan yang diperoleh melalui pelayanan teknis, kontrak riset, besarnya retribusi yang diperoleh, serta perbandingannya dengan keseluruhan anggaran instansi, menunjukkan perkembangan kemampuan instansi memenuhi kebutuhan pasar, serta mengindikasikan tingkat ketergantungan instansi yang bersangkutan pada APBN. Dalam mempergunakan indikator keluaran, beberapa permasalahan berikut perlu dipertimbangkan: a. Perhitungan keluaran seringkali cenderung belum menentukan kualitas. Sebagai contoh jumlah layanan medik di RSU mungkin belum memperhitungkan kualitas layanan yang diberikan. b. Indikator keluaran sering kali tidak dapat menggambarkan semua keluaran kegiatan, terutama yang bersifat intangible. Sebagai contoh, banyak hasil penelitian yang walaupun mengandung penemuan yang baru, namun karena berbagai pertimbangan tertentu tidak dapat dipatenkan. 3. Hasil (outcome) Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Indikator hasil adalah sesuatu manfaat yang diharapkan diperoleh dari keluaran. Tolok ukur ini menggambarkan hasil nyata dari keluaran suatu kegiatan. Pada umumnya para pembuat kebijakan paling tertarik pada tolok ukur hasil dibandingkan dengan tolok ukur lainnya. Namun untuk mengukur indikator hasil, informasi yang diperlukan seringkali tidak lengkap dan tidak mudah diperoleh. Oleh karenanya setiap instansi perlu mengkaji berbagai pendekatan untuk mengukur hasil dari keluaran suatu MODUL KEUANGAN NEGARA 26

34 BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN kegiatan. Pengukuran indikator hasil seringkali rancu dengan pengukuran indikator keluaran. Sebagai contoh penghitungan jumlah bibit unggul yang dihasilkan oleh suatu kegiatan merupakan tolok ukur keluaran. Namun penghitungan besar produksi per hektar yang dihasilkan oleh bibit-bibit unggul tersebut atau penghitungan kenaikan pendapatan petani pengguna bibit unggul tersebut merupakan tolok ukur hasil. Dari contoh tersebut, dapat pula dirasakan bahwa penggunaan tolok ukur hasil seringkali tidak murah dan memerlukan waktu yang tidak pendek, karena validitas dan reliabilitasnya tergantung pada skala penerapannya. Contoh nyata yang membedakan antara indikator output dan indikator outcome adalah pembangunan gedung sekolah dasar. Secara output gedung sekolah dasar tersebut telah seratus persen berhasil dibangun. Akan tetapi belum tentu gedung tersebut diminati oleh masyarakat setempat. Indikator outcome lebih utama dari pada sekedar output. Walaupun produk telah dicapai dengan baik, belum tentu secara outcome kegiatan tersebut telah dicapai. Outcome menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil yang lebih tinggi yang mungkin menyangkut kepentingan banyak pihak. Dengan indikator outcome, organisasi akan mengetahui apakah hasil yang telah diperoleh dalam bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan memberikan kegunaan yang besar bagi masyarakat banyak. Pencapaian indikator kinerja outcome ini belum tentu akan dapat terlihat dalam jangka waktu satu tahun. Seringkali outcome baru terlihat setelah melewati kurun waktu lebih dari satu tahun, mengingat sifatnya yang bukan hanya sekedar hasil. Dan mungkin juga indikator outcome tidak dapat dinyatakan dalam ukuran kuantitatif akan tetapi lebih bersifat kualitatif. E. Target Kinerja Setelah indikator kinerja ditentukan, mulailah disusun target kinerja untuk setiap indikator kinerja yang telah ditentukan. Target kinerja adalah tingkat kinerja MODUL KEUANGAN NEGARA 27

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam suatu negara BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam suatu negara merupakan suatu kebutuhan yang tak terelakkan. Pemerintah wajib menerapkan kaidah-kaidah

Lebih terperinci

HUKUM KEUANGAN NEGARA PERTEMUAN KE-1 PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA

HUKUM KEUANGAN NEGARA PERTEMUAN KE-1 PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA HUKUM KEUANGAN NEGARA PERTEMUAN KE-1 PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA Perkenalan Kontrak Belajar Pengenalan Silabus Materi Pertemuan I Content Kontrak Belajar Porsi Nilai UTS 40% UAS 40% Aktivitas

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENYUSUNAN, PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNJAWABAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA SERTA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK

PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK ANGGARAN Rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu Fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG 11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 14 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang :

Lebih terperinci

Ringkasan : Undang-undang RI No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

Ringkasan : Undang-undang RI No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Ringkasan : Undang-undang RI No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara A. Pendahuluan 1. Dasar Pemikiran Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan negara selama ini masih digunakan ketentuan perundang-undangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

Page 1 of 12 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

- 1 - BAB I PENDAHULUAN

- 1 - BAB I PENDAHULUAN - 1 - BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP); Rencana

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 2006 (40/2006) TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 2006 (40/2006) TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 2006 (40/2006) TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

MANAJEMEN KEUANGAN BANDI. 11/26/2013 Bandi, 2013 MKN

MANAJEMEN KEUANGAN BANDI. 11/26/2013 Bandi, 2013 MKN MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA BANDI 11/26/2013 Bandi, 2013 MKN 1 MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA (MKN) MKN meliputi antara lain: 1. Sistem Administrasi Keuangan Negara (SAKN) 2. Sistem Penganggaran 3. Sistem Pelaporan

Lebih terperinci

- 1 - BAB I PENDAHULUAN

- 1 - BAB I PENDAHULUAN - 1 - BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP); Rencana

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 3 TAHUN : 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 3 TAHUN : 2006 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 3 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN Menimbang

Lebih terperinci

- 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa atas berkat

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II ASAS DAN TUJUAN

BAB II ASAS DAN TUJUAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan untuk mencapai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengelolaan keuangan negara digunakan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

UNDANG-UNDANG NO 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL UNDANG-UNDANG NO 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Latar Belakang Amandemen Keempat UUD NRI 1945 Tidak ada GBHN Pemilihan Presiden secara langsung Pemilihan Kepala Daerah secara

Lebih terperinci

SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN PEMERINTAH PUSAT. Created By: Ilma Rafika Andhianty Nur Pratiwi

SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN PEMERINTAH PUSAT. Created By: Ilma Rafika Andhianty Nur Pratiwi SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN PEMERINTAH PUSAT Created By: Ilma Rafika Andhianty Nur Pratiwi Pengertian Keuangan Negara Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

Ekonomi Bisnis dan Financial

Ekonomi Bisnis dan Financial Tugas Kuliah Matrikulasi Ekonomi Bisnis dan Financial Dosen : Dr. Prihantoro, Msc Rangkuman Jurnal/Makalah Judul Makalah : Pengelolaan APBN dalam Sistem Manajemen Keuangan Negara Penulis Makalah : Suminto,

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH, RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH, RENCANA STRATEGIS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA KOMPETENSI DASAR Mamahami pelaksanaan pasal-pasal yang mengatur tentang keuangan negara INDIKATOR Sumber Keuangan Negara Mekanisme Pengelolaan Keuangan Negara

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGANGGARAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN, PELAPORAN, PEMANTAUAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 2 Tahun 2008 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

Lebih terperinci

RKPD Tahun 2015 Pendahuluan I -1

RKPD Tahun 2015 Pendahuluan I -1 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2011-2015

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

SISTEM PENGANGGARAN PEMERINTAH

SISTEM PENGANGGARAN PEMERINTAH SISTEM PENGANGGARAN PEMERINTAH 1. PENGERTIAN ANGGARAN 2. FUNGSI ANGGARAN 3. PRINSIP PRINSIP ANGGARAN PEMERINTAH 4. KARAKTERISTIK DAN SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH 5. ANGGARAN BERBASIS KINERJA (ABK) 6. STANDAR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 Rencana Pembangunan TANGGAL Jangka : 11 Menengah JUNI 2013 Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan pembangunan memainkan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Pemerintah Kota Bengkulu BAB 1 PENDAHULUAN

Pemerintah Kota Bengkulu BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan nasional adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BATAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH +- PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -1- BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

Strategi perencanaan pembangunan nasional by Firdawsyi nuzula

Strategi perencanaan pembangunan nasional by Firdawsyi nuzula Strategi perencanaan pembangunan nasional by Firdawsyi nuzula Latar belakang Amandemen Keempat UUD NRI 1945 Tidak ada GBHN Pemilihan Presiden secara langsung Pemilihan Kepala Daerah secara demokratis UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Grobogan Tahun I 1

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Grobogan Tahun I 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Pusat memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk melakukan serangkaian

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2012 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Urusan Pemerintah. Pelimpahan dan Penugasan. Tahun Anggaran 2012. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun I-1

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun I-1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam penyelenggaraan pembangunan perlu disusun beberapa dokumen yang dijadikan pedoman pelaksanaan sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA PENDELEGASIAN KEKUASAAN PENGURUSAN ADMINISTRATIF PA/KPA (COO) PENGURUSAN PERBENDAHARAAN NEGARA (CFO)

KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA PENDELEGASIAN KEKUASAAN PENGURUSAN ADMINISTRATIF PA/KPA (COO) PENGURUSAN PERBENDAHARAAN NEGARA (CFO) KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA PENDELEGASIAN KEKUASAAN PENGURUSAN ADMINISTRATIF PA/KPA (COO) PENGURUSAN PERBENDAHARAAN NEGARA (CFO) Kuliah 2 LATAR BELAKANG REFORMASI PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH, RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH SERTA MUSYAWARAH RENCANA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa agar kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang BAB PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang kepada daerah berupa kewenangan yang lebih besar untuk mengelola pembangunan secara mandiri

Lebih terperinci

Regulasi Tahapan dalam Siklus Akuntansi. Contoh Hasil Regulasi Publik Sektor Publik. Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

Regulasi Tahapan dalam Siklus Akuntansi. Contoh Hasil Regulasi Publik Sektor Publik. Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) BOOK RESUME AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK - INDRA BASTIAN BAB 2 REGULASI KEUANGAN PUBLIK 2.1 DEFINISI REGULASI PUBLIK Regulasi publik adalah ketentuan yang harus dijalankan dan dipatuhi dalam proses pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 2005 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN GARUT DENGAN MENGHARAP

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan perdesaan sebagai basis utama dan bagian terbesar dalam wilayah Kabupaten Lebak, sangat membutuhkan percepatan pembangunan secara bertahap, proporsional dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN 2013-2018 JL. RAYA DRINGU 901 PROBOLINGGO SAMBUTAN

Lebih terperinci

Disampaikan Dalam Pembekalan Tenaga Ahli DPR RI Tanggal April /3/2013 Biro Analisa APBN 1

Disampaikan Dalam Pembekalan Tenaga Ahli DPR RI Tanggal April /3/2013 Biro Analisa APBN 1 Disampaikan Dalam Pembekalan Tenaga Ahli DPR RI Tanggal 15-17 April 2013 4/3/2013 Biro Analisa APBN 1 UUD 1945 Pasal 20: (1) Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR (2) Jika sesuatu rancangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENGERTIAN DASAR

A. LATAR BELAKANG PENGERTIAN DASAR PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mengingat bahwa hakekat Pembangunan Nasional meliputi pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, maka fungsi pembangunan daerah adalah sebagai

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci