Dialog Nasional Menyelesaikan Apa?

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Dialog Nasional Menyelesaikan Apa?"

Transkripsi

1 Perkumpulan HAK 23 MAJALAH BULANAN HAK ASASI MANUSIA Edisi 23 - MARET 2003 Rua Governador C.M. Serpa Rosa T-091, Farol, Dili, Timor Leste. Tel.: Fax: direito@yayasanhak.minihub.org Dialog Nasional Menyelesaikan Apa? Salah satu aksi protes anggota CPD-RDTL terhadap Pemerintah RDTL. Foto: Rogério Soares/Direito DAFTAR ISI DIREITO UTAMA: Dialog Nasional Menyelesaikan Apa? Hal. 1-2 Agar Dialog Nasional Berguna Bagi Masa Depan Hal. 3 Yang Terlupakan Dalam Dialog Hal. 4-5 DIALOG: Ini Bukan Dialog Nasional Hal. 6 JUSTIÇA: Alternatif Penyelesaian Sengketa Hal. 7 PEMBERDAYAAN RAKYAT: Pestisida Buatan Sendiri Hal. 8-9 TEROPONG KEBIJAKAN: Makalah Kebijakan Regulasi Anti Kekerasan Domestik Hal HAK ASASI: Proses Penuntutan Komandan MAHIDI Hal. 12 INSTRUMEN HAM: Kebebasan Mengeluarkan Pendapat Hal. 13 Semua Orang Mempunyai Hak Dan Kedudukan Sama Hal. 14 GUGAT: Polisi Diperkuat Untuk Menegakkan Demokrasi Hal. 15 SERBA-SERBI: Menperjuangkan Pengadilan Internasional Hal. 16 AMI LIAN: Kata Masyarakat Tentang Dialog Nasional Hal. 16 Tuntutan CPD-RDTL untuk melakukan dialog dengan Pemerintah dan Unmiset akhirnya terlaksana pada 25 Januari 2003 lalu. Dialog yang diprakarsai Presiden Xanana Gusmão itu diikuti oleh hampir semua pimpinan CPD-RDTL dan pengikutnya dengan Pemerintah dan UNMISET (Misi Dukungan PBB di Timor Leste, pengganti UNTAET). Berhasilkah dialog tersebut menyelesaikan konflik politik di antara kelompok-kelompok politik? Kepada Direito, beberapa anggota komisi penyelenggaranya mengatakan bahwa dialog tersebut berhasil karena bisa mempertemukan para pihak yang selama ini berbeda pendapat dalam satu forum dialog untuk membicarakan pemecahan masalah di antara mereka. Keberhasilan mengajak pihak-pihak yang bertikai untuk saling berdialog, yang sebelumnya lebih suka saling menuduh dan saling mencaci di muka publik, memang bisa dianggap sebagai salah satu hasil dari dialog itu. Namun, ada pula pendapat yang menilai dialog tersebut belum bisa disebut berhasil. Dasar pendapat ini merujuk pada tidak disinggungnya hal-hal substansial dalam dialog tersebut. Mantan komandan FALINTIL L- 7 alias Leki Nahak Fohorai Bo ot yang diwawancarai Direito pada 9/2/ 2003 di desa Laivai, Lospalos, mengaku dirinya kurang puas atas dialog itu. Sebabnya, pembahasan dalam dialog tersebut tidak menyinggung halhal yang menurutnya mendasar. L-7 menyebut konflik antara kelompok design by nobodycorp.

2 DIREITO UTAMA Dialog Siapa? Dialog adalah pembicaraan antara dua orang atau dua pihak. Dalam dialog terjadi pertukaran pendapat dan gagasan. Satu pihak mengajukan suatu pandangan tentang sesuatu, kemudian mendengarkan pendapat pihak yang lain. Melalui dialog diharapkan dicapai suatu pengertian yang lebih baik dan lebih benar mengenai sesuatu. Dialog bisa digunakan sebagai sarana untuk mencari penyelesaian masalah. Misalnya, terjadi sengketa antara orang yang tinggal di suatu rumah yang dibelinya secara sah dengan orang yang sekarang datang meminta tanah tempat rumah tersebut berdiri karena tanah ini dulu miliknya yang dirampas tentara pendudukan. Kemudian kedua belah pihak sepakat untuk berunding menyelesaikan masalah ini. Masing-masing pihak menyampaikan pandangan tentang masalahnya. Setelah itu, masing-masing pihak mengajukan cara penyelesaiannya. Tentu saja, penyelesaian masalahnya tergantung pada penerimaan masing-masing pihak. Jika salah satu pihak mau menyelesaikan dengan cara yang diajukannya, tetapi pihak lain tidak mau maka tidak bisa tercapai penyelesaian. Oleh karena itu, jika masalah ingin diselesaikan melalui dialog maka masing-masing pihak harus menawarkan sesuatu kepada lawan dialognya, tidak bisa hanya menuntut. Dalam contoh kita di atas, pihak yang telah membeli rumah tersebut secara sah tidak bisa bersikeras mengatakan bahwa pemilik tanah yang dulu tidak punya hak lagi. Demikian pula, pemilik tanah yang dulu tidak bisa meminta penghuni rumah yang sekarang untuk pergi begitu saja. Salah satu kemungkinan penyelesaian adalah penghuni rumah yang sekarang memberikan sebagian tanahnya dan pemilik tanah yang dulu mendapatkan kembali sebagian tanahnya, bukan semuanya. Dialog Nasional yang diprakarasai oleh Presiden Xanana Gusmão adalah dialog yang bertujuan menyelesaikan masalah. Dialog dibuat setelah terjadinya demonstrasidemonstrasi organisasi CPD RDTL. Tetapi yang tidak jelas adalah siapa pihak-pihak yang bersengketa dan apa masalah yang disengketakan. Kejelasan tentang ini merupakan prasyarat dari penyelesaian. Jika tidak jelas siapa yang bersengketa, siapa dengan siapa yang diharapkan melakukan pertukaran gagasan dan pemikiran? Xanana Gusmão dengan beberapa orang pejuang lainnya seperti Kilik, Mauk Moruk, dan Ologari di hutan pada tahun 1983 sebagai salah satu masalah substansial yang tidak dibicarakan. Padahal menurut L-7, masalah itulah yang sesungguhnya melatarbelakangi berbagai aksi penentangan kelompok CPD-RDTL terhadap Xanana dan Pemerintah RDTL. Sorotan lain datang dari Menteri Dalam Negeri, Rogério Tiago Lobato dan Presiden ASDT Fransisco Xavier do Amaral. Kepada Direito di kantornya pada 14/2/2003, Rogério Tiago Lobato mengatakan bahwa dirinya menyayangkan dialog tersebut hanya melibatkan CPD-RDTL. Menurutnya, berbagai persoalan yang marak terjadi selama ini bukan disebabkan oleh CPD- RDTL saja. Ada juga pihak lain ikut bermain di dalamnya. Mengapa dialog harus diadakan dengan CPD-RDTL yang kemauannya tidak punya dasar yang kuat? Lebih baik dialog seperti itu diadakan dengan perkumpulan politik lain yang punya dasar kuat untuk membantu mendinamiskan politik di Timor Leste, kata Menteri Dalam Negeri itu. Presiden pertama RDTL yang sekarang menjabat Wakil Ketua Parlemen Nasonal, Fransisco Xavier do Amaral bahkan lebih keras menyatakan CPD-RDTL sebagai kelompok yang tidak jelas identitasnya karena mereka tidak mengakui dirinya sebagai kewarganegaraan Timor Leste. Jadi menurutnya tidak sepantasnya pemerintah atau presiden melakukan dialog dengan CPD-RDTL. CPD-RDTL tidak pernah menerima kewarganegaraan Timor Leste; Tidak ikut registrasi UNTAET; Tidak mengikuti Pemilihan Majelis Konstituante dan bahkan melarang orang untuk mengikutinya, maka untuk apa saya sebagai salah satu negara berbicara dengannya kata Xavier. Dari dua pendapat itu mana yang tepat, tentu saja masih perlu dibuktikan dari semua aspek. Yang pasti bahwa sikap menuduh kelompok tertentu sebagai organisasi ilegal tanpa alasan hukum yang kuat adalah sikap yang mengabaikan asas praduga tak bersalah. Begitu juga melarang sebuah kelompok untuk berdialog dengan pemerintah adalah sikap yang tidak demokratis. Berdialog dengan pemerintah adalah bagian dari perwujudan hak partisipasi setiap warganegara dalam turut memecahkan masalahmasalah kenegaraan. Menyatakan dialog nasional yang lalu tidak bermanfaat adalah juga sikap yang tidak bijaksana. Karena bagaimanapun juga dialog tersebut barulah dilakukan untuk pertama kalinya. Sekedar penyeimbangnya, pendapat Ketua Parlemen Nasional Fransisco Guterres Lu-Olo barangkali bisa dijadikan bahan renungan. Dialog adalah cara terbaik untuk menyelesaikan semua masalah politik antar elit dan antar masyarakat di negeri ini, katanya kepada Direito. Bahwa dialog pada 25 Januari lalu belum menghasilkan hal konkret, itu harus dilihat sebagai sebuah proses awal yang tentu saja masih mengandung kekurangan. Yang penting, semua orang harus melihat dialog sebagai sarana terbaik dalam menyelesaikan masalah-masalah nasional, lanjutnya. Ia menegaskan agar di masa mendatang, dialog diarahkan untuk membahas hal-hal substansial yang menyangkut kepentingan seluruh bangsa ini. Nuno Rodriguez dari Sahe Institute for Liberation, sependapat bahwa dialog seharusnya dipandang sebagai cara menyelesaikan masalah. Ia mengkritik pendapat yang menyatakan bahwa dengan terselenggaranya pertemuan pada 25 Januari lalu dialog nasional sudah berhasil. Dialog baru pada tahap awal. Dialog bisa dianggap selesai kalau sudah menyelesaikan masalah dengan sebaik-baiknya, katanya kepada Rogério Soares dari Direito. Menurutnya, agar masalah bisa diselesaikan dialog harus membuka akar dari masalahnya. Kita tidak akan pernah menyelesaikan suatu masalah kalau menghindar dari akar masalahnya, katanya. Memang betul, acara dialog nasionaltidak seharusnya digunakan hanya untuk menjelaskan resolusi-resolusi PBB dan peran PBB di negara kita. Ada media lain yang lebih tepat untuk itu dan tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk sebuah dialog yang tidak menyentuh hal yang menjadi akar masalah yang membuat dilakukannya dialog itu. 2 edisi 23 - Maret 2003

3 DIREITO UTAMA Agar Dialog Nasional Berguna Bagi Masa Depan Ada masalah penting yang harus diselesaikan, tetapi sepertinya malah dihindari dalam dialog nasional. Yaitu masalah-masalah yang muncul selama perjuangan, terutama di dalam tubuh FALINTIL dan FRETILIN. Agar mencapai hasil, dialog harus menghadirkan para pemimpin perjuangan dari semua front, yaitu front perjuangan bersenjata, front klandestina dan front diplomatik untuk mempertanggungjawabkan perjuangan kepada rakyat. Bahwa dialog nasional diada kan untuk menyelesaikan ma salah CPD-RDTL (Commissão Popular de Defesa da República Democrática de Timor Leste) hampir semua orang mengetahuinya. Tetapi apa sesungguhnya masalah mereka dan dengan siapa? Ini merupakan pertanyaan dasarnya. Dalam demonstrasi-demonstrasi mereka, CPD-RDTL menyatakan bahwa mereka menuntut restorasi kemerdekaan 28 November 1975, lengkap dengan bendera nasional yang dikibarkan pada hari proklamasi tersebut, lagu kebangsaan, teks proklamasi, Konstitusi RDTL 1975, dan FALINTIL sebagai tentara nasional. Tetapi L-7 alias Leki Nahak Fohorai Boot, mantan Segundo Comandante Região 3 FALINTIL melihat bahwa ada masalah lain yang justru merupakan masalah yang sebenarnya. Keinginan mereka (CPD-RDTL) adalah menyelesaikan masalah mengapa Kilik, Oka, dan Carlele mati serta Mauk Moruk dan Ologari menyerah, kata L-7 kepada Oscar da Silva dan Rogerio Soares dari Direito. Menurutnya, pada tahun 1983 terjadi pertentangan antar pemimpin FALINTIL di hutan, yaitu antara Mauk Moruk dan Ologari sebagai Primeiro dan Segundo Comandante Brigada Vermelha FALINTIL di satu sisi dengan Xanana Gusmão di sisi lain. Masalah ini sampai sekarang belum diselesaikan, sehingga mereka (CPD-RDTL) ingin menyelesaikannya. Tetapi persoalan ini pada dialog 25 Januari 2003 tidak ada penyelesaiannya, lanjut L-7. Pertikaian antar pemimpin perjuangan ini terjadi ketika akan diadakan perundingan antara Panglima FALINTIL Xanana Gusmão dengan Komandan Korem Timor Timur Kolonel Purwanto. Perundingan yang menghasilkan kesepakatan penghentian tembak-menembak antara ABRI dengan FALIN- TIL ini lebih dikenal dengan sebutan Kontak Dame. Menurut L-7, karena keadaan tidak memungkinkan para pemimpin saat itu tidak bisa mengadakan rapat untuk membahas perundingan ini. Mereka hanya berhubungan melalui surat. Dalam surat-menyurat itu ada kata-kata yang baik, ada kata-kata yang tidak baik. Yang tidak baik kadang-kadang emosional. Maka terjadilah saling marah. Persoalan FALINTIL: di hutan ada masalah Foto: UNKNOWN ini tidak sempat diselesaikan. Mauk Moruk turun dengan sejumlah senjata. Ologari mereka lucuti, kemudian jalan terpisah. Oka juga mereka lucuti, jalan sendiri sampai mati. Kilik kami tidak tahu, dibunuh Indonesia atau orang kami sendiri yang membunuh. Kami tidak tahu, kata L-7. Menurut L-7, masalah tersebutlah yang seharusnya diselesaikan sekarang. Xanana Gusmao harus ada, demikian pula Ologari dan Mauk Moruk. Penyelesaian yang tepat adalah melalui apa yang dulu dikenal sebagai oto-kritik. Misalnya ada yang melakukan kejahatan. Ia harus menjelaskan mengapa melakukan hal tersebut. Ini bukan untuk memasukkan orang itu ke penjara. Bukan untuk membalas dengan melakukan kekerasan. Ini kita tidak mau. Tetapi otokritik dilakukan agar kekerasan itu tidak terjadi lagi, papar L-7. L-7 juga mengusulkan agar dilakukan penyelesaian dengan menghadirkan pemimpin tiga front perjuangan (bersenjata, klandestina, dan diplomasi). Para pemimpin masing-masing front ini harus memberikan laporan dan melakukan otokritik. Dalam dialog itu FA- LINTIL memberilan laporan. Rakyat bisa bertanya kepada FALIN- TIL, mengapa perang sudah selesai kalian terpecah-belah? Frente diplomatika itu keluar negeri karena diutus rakyat. Rakyat bisa bertanya, megnapa kalian pulang sendiri-sendiri, membuat partai sendiri-sendiri? demikian gambaran yang diberikan L-7. Ketujuh orang pemimpin diplomatik yang harus hadir menurut L- 7 adalah Abílio Araújo, Marí Alkatiri, José Ramos-Horta, Rogério Lobato, Roque Rodriguez, Ana Pessoa, dan José Luís Guterres. edisi 23 - Maret

4 DIREITO UTAMA YANG TERLUPAKAN DALAM DIALOG NASIONAL Dialog Nasional yang diprakarsai oleh Presiden RDTL Xanana Gusmão dengan kelompok CPD-RDTL oleh berbagai kalangan dinilai banyak kelemahan. Masalah yang dibahas bukan masalah yang substansial bagi seluruh bangsa, dialognya tidak melibatkan banyak pihak, malah masalah CPD-RDTL sendiri juga tidak dibicarakan. Menjelang berlangsungnya dialog nasional pada 25 Ja nuari 2003 lalu, masyarakat nampak berada dalam satu barisan untuk mendukung dialog yang diprakarsai presiden Xanana Gusmão itu. Banyak orang yang saat itu percaya kalau dialog nasional yang akan diselenggarakan di bekas aula CNRT itu bakal menuntaskan pertentangan politik antara CPD-RDTL dengan para politisi di pemerintahan. Juga pertentangan antar elit politik yang lain. Karena keyakinan itu maka tidaklah salah, orang pun kemudian beramai-ramai mendukung dilaksanakannya dialog itu. Apa yang terjadi setelah dialog itu berakhir, kenyataannya lain. Dialog yang awalnya didukung oleh masyarakat akhirnya malah dikritik. Sumber kritikan terletak pada apa yang dinilai sebagai gagalnya dialog tersebut untuk menghasilkan solusi-solusi konkret. Menurut pantauan Direito, mereka yang mengkritik dialog itu boleh dibilang terdiri dari seluruh lapisan masyarakat. Mulai dari masyarakat biasa, para aktivis organisasi non-pemerintah hingga para pejabat tinggi pemerintah dan anggota Parlemen Nasional. Kepada Direito (14/02/03), Presiden Parlemen Nasional, Fransisco Guteres alias Lu-Olo mengaku dirinya sependapat dengan mereka yang mengatakan dialog nasional yang diprakarsai presiden Xanana itu tidak tidak mampu menghasilkan solusi konkret. Menurutnya hal itu terjadi karena peserta dan penyelenggara tidak mampu menjadikan hal-hal substansial sebagai masalah yang seharusnya didialogkan. Saya heran sendiri, mengapa dialog nasional yang secara politis cukup bergengsi itu, malah hanya bisa digunakan untuk membahas hal-hal yang tidak penting, tidak Aksi di depan Palacio do Governo, Dili. Foto: Rogério Soares/Direito. serius dan tidak menyangkut langsung kepentingan keseluruhan bangsa dan negara ini, kata Lu Olo di kantornya. Perdebatan alot atas ide Reajustamento Konstitusional CPD- RDTL yang cukup banyak memakan waktu di dalam dialog itu, dianggap Lu Olo sebagai sebuah perdebatan yang tidak penting. Menurutnya, ide reajustamento konstitusional adalah sebuah penghalusan bahasa saja dari ide CPD-RDTL sebelumnya tentang restorasi total konstitusi RDTL tahun Ide merestorasi total Konstitusi 1975 adalah ide yang tidak sejalan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat dalam konteks kemerdekaan sekarang. Ide itu tidak terlalu penting dan seharusnya jangan dijadikan topik bahasan dalam dialog nasional itu, tegas Lu Olo. Presiden FRETILIN ini juga menyesalkan bahwa dialog tersebut banyak membuang-buang waktu untuk tanya jawab dengan UNMI- SET (Misi Dukungan PBB di Timor Leste) tentang resolusi-resolusi PBB dan peran PBB di negara ini. Menurutnya, untuk mengetahui informasi tentang itu, orang bisa meminta langsung kepada orang-orang yang duduk di pemerintah. Lalu apa masalah substansial yang seharusnya dibicarakan dalam dialog itu? Lu Olo menjelaskannya bahwa masalah rekonsiliasi nasional adalah salah satunya. Seharusnya konsep rekonsiliasi yang dijalankan selama ini dibahas dalam dialog itu agar bisa tahu apakah konsep seperti itu diterima rakyat atau tidak. Masalah lain yang dinilainya substansial juga adalah keamanan nasional di negara ini. Dialog nasional seharusnya membahas masalah ini dengan tujuan mengajak masyarakat untuk berpikir bersama dengan pemerintah dalam mencari konsep terbaik tentang bagaimana keamanan nasional ini bisa dijamin. Apakah setiap masalah di masayarakat harus selalu mendatangkan FDTL, ataukah diserahkan saja kepada polisi atau rakyat juga diminta berkontribusi menjaga keamanan nasional itu? 4 edisi 23 - Maret 2003

5 DIREITO UTAMA Isu substansial lainnya adalah tentang apa konsep pembangunan terbaik yang harus diterapkan di negara ini agar hasilnya bisa dinikmati oleh seluruh rakyat. Apakah pembangunan itu harus berakhir dengan situasi seperti yang dialami rakyat Indonesia yang justru menimbulkan jurang yang besar antara mereka yang kaya dengan mereka yang miskin yang semakin hari semakin bertambah miskin saja. Janganlah orang saling mencubit saja harus kita selesaikan dengan melakukan dialog nasional. Lama-lama pekerjaan kita di negara ini hanya berdialog dan berdialog terus tanpa kita sendiri tahu kejelasan tujuan dialog itu sendiri. Tujuanya saja tidak tahu apalagi hasilnya. Pekerjaan lain bisa terbengkalai akhirnya, kata Lu-Olo dengan nada tawa. Sementara itu, L-7 alias Nahak Leki Fohorai Bo ot yang ditemui Direito di lahan persawahanya di Laivai, Lospalos (9/2/03) menyatakan ketidakpuasanya atas dialog itu. Ia mengatakan bahwa dialog nasional seharusnya juga membahas masalah terkait konflik internal di tubuh FALINTIL di hutan pada Dialog Pemerintah dengan CPD-RDTL di GMT, Dili. Foto: R. Soares. tahun Konflik yang dimaksudnya adalah konflik antar Xanana versus Kilik, Mauk Moruk, dan Ologari Assuwain. Konflik ini berakhir dengan hilangnya Kilik, yang saat itu menjadi Chefe do Estado Maior (Kepala Staf) FALINTIL secara misterius di hutan dan menyerahnya Mauk Moruk dan Ologari yang masing-masing menjabat Primeiro dan Segundo Comandante Brigada Vermelha (Brigade Merah) pada L-7, yang terakhir menjadi Segundo Comandante Região III ini mengatakan bahwa konflik-konflik masa lalu yang belum diselesaikan itulah yang sebenarnya melatarbelakangi berbagai aksi penentangan terus-menerus CPD-RDTL terhadap Xanana dan Pemerintah pimpinan FRETILIN sekarang. Menteri Dalam Negeri, Rogério Tiago Lobato yang pernah disebutsebut dekat dengan berbagai kelompok bekas pejuang yang tidak puas, mengatakan bahwa dirinya menyesalkan mengapa dialog nasional itu tidak mampu membahas hal-hal yang substansial. Menurutnya, itu terjadi karena dialog nasional dirancang tanpa banyak melibatkan pihak lain dalam mendiskusikan konsepnya. Perangcang dan peserta dialog itu seharusnya juga melibatkan asosiasi politik lain atau kelompok lain, selain dari CPD-RDTL sendiri, agar konsepnya bisa memenuhi syarat kelayakan sebagai sebuah dialog yang betul-betul ditujukan untuk menyelesaiakn masalah-masalah yang substansial. Saya pikir semakin beragam yang terlibat di dalamnya, semakin terbuka peluang untuk membahas masalah substansial dalam dialog itu, kata salah seorang pendiri FALINTIL ini kepada Direito. Pendapat senada juga di sampaikan Xavier do Amaral, Presiden RDTL pertama yang sekarang menjadi Wakil Presiden Parlemen Nasional. Proklamator kemerdekaan RDTL 28 November 1975 itu juga mengatakan dirinya kurang puas karena dialog tersebut tidak memiliki tujuan yang jelas dan status dialog itu tidak jelas sebagai dialog nasional. Karena pesertanya hanya terdiri dari kalangan CPD-RDTL dan FRETILIN, menurutnya dialog tersebut lebih tepat disebut sebagai dialog bilateral antara CPD- RDTL dengan FRETILIN. Dialog nasional menurut Xavier do Amaral adalah dialog yang melibatkan semua kelompok yang saling bertentangan. Presiden partai ASDT ini juga menilai bahwa dialog itu tidak membahas hal-hal yang substansial. Hanya masalah-masalah yang punya kaitan langsung dengan kebutuhan seluruh bangsa dan yang berhubungan dengan upaya perbaikan kondisi nyata di negara inilah yang seharusnya dijadikan bahan dialog dalam dialog nasional kemarin, tegasnya. Mengedepankan dialog untuk menyelesaikan masalah adalah prinsip demokrasi yang harus dijunjung tinggi. Begitupun kritikan terhadap dialog nasional itu adalah bagian dari proses demokrasi. Jika begitu, sorotan kritis pada dialog nasional yang diprakarsai Presiden Xanana Gusmão kemarin haruslah dilihat secara positif untuk tujuan perbaikan pada dialog-dialog mendatang. Itu jika orang masih menganggap penting untuk melakukannya lagi. Satu hal yang cukup positif yang diperoleh Direito dari mereka yang mengkritik dialog tersebut adalah adanya niat baik dari mereka untuk memperbaiki dialog sejenis yang akan dilakukan di masa depan. Kepada Direito, mereka semua mengaku merasa berkepentingan untuk menjadikan setiap dialog nasional sebagai sarana penyelesaian masalah-masalah utama di negara ini. Bukti niat baik itu juga diungkapkan dalam bentuk pengakuan mereka atas adanya beberapa masalah besar selama ini yang tidak terselesaikan karena diabaikan begitu saja. Selain itu, mereka menyatakan kesedian untuk terlibat dalam dialog lain untuk membahas masalah-masalah yang mungkin saja berkaitan dengan diri mereka. Rui Viana edisi 23 - Maret

6 DIALOG Francisco Xavier do Amaral: Ini Bukan Dialog Nasional Presiden pertama RDTL menilai dialog yang diadakan Januari lalu bukan dialog nasional karena tidak membahas masalah nasional dan pesertanya tidak mewakili seluruh golongan masyarakat. Berikut petikan wawancaranya dengan Rogério Soares dan Oscar da Silva dari Direito. Bagaimana pandangan anda mengenai dialog nasional yang sudah dilakukan? Dialog yang telah dilakukan itu oleh semua orang dan semua media massa disebut dialog nasional. Tetapi kita tidak tahu apa materinya dan tujuannya. Saya juga mendapatkan undangan dari Presiden RDTL. Jadi saya kira Presiden RDTL yang merencanakan dan mengorganisir dialog itu. Undangan itu bukan datang dari CPD-RDTL, sehingga membuat saya juga bertanya-tanya. Tetapi karena undangan datang dari presiden RDTL maka saya pikir undangan itu untuk kita semua. Mungkin akan berbicara mengenai situasi nasional, masa depan bangsa, dan melihat kembali masa lalu. Tetapi setelah saya sampai di sana tidak seperti yang saya pikirkan. Dalam dialog itu saya melihat dua kelompok. Seolah-olah dialog itu antara CPD-RDTL dengan FRETILIN. Dari cara mereka mengambil tempat duduk juga secara Francisco Xavier do Amaral. Foto: Rogério Soares. sendiri-sendiri kelompoknya. Jadi dialog itu antara CPD-RDTL dengan FRETI- LIN, bukan dialog nasional. Mengenai dialogi saya sudah pernah mengatakan di Parlemen Nasional bahwa dialog itu tidak saya anggap dialog nasional. Kalau dialog nasional, semua partai politik, semua tokoh masyarakat datang duduk bersama membahas semua masalah dalam segala bidang. Tetapi ini tidak, hanya dua kelompok yang datang melakukan dialog, dua kelompok itu yang saling bertukar pikiran. Semua orang lain yang datang hanya sekedar mendengar, termasuk saya. Ini bukan dialog nasional! Saya melihat baik-baik, maka saya mencurigai dialog ini dilakukan oleh CPD-RDTL atau Presiden RDTL atau mereka berdua yang merencanakan semua ini. Itulah pertanyaan-pertanyaan yang masih di udara, belum terjawab. Kalau Presiden RDTL yang mengorganisir, ini tidak pantas, sebab ini bukan tugas Presiden. Presiden mengatakan demokrasi, tetapi ini bukan caranya untuk menghidupkan demokrasi. Demokrasi ada aturan yang artinya rakyat sebagai satu warganegara duduk bersama melakukan dialog untuk menyelesaikan masalahnya. Kita melakukan dialog nasional karena ada suatu masalah nasional. Sekarang kita melakukan dialog nasional dengan orang yang tidak mengakui dirinya sebagai warganegara Timor Leste. CPD- RDTL tidak pernah menerima kewarganegaraan Timor Leste, tidak ikut registrasi UNTAET, tidak mengikuti pemilihan umum Majelis Konstituante dan bahkan melarang orang untuk mengikutinya. Presiden sebagai kepala negara, pergi berbicara dengan kelompok yang tidak mengakui sebagai warganegara Timor Leste. Itu bukan pergi bermain atau pergi pasiar sehingga tidak memperhitungkan dampak positif dan negatifnya. Itulah pertanyaan-pertanyaan yang membuat saya masih bingung. Dialog nasional seharusnya melibatkan semua yang terlibat dalam resistensia sampai sekarang. Apa sebenarnya di balik semua itu? Ada udang dibalik batu. Mungkin mereka mempunyai ide yang lain. Sebab semua diundang ke dialog itu yang semestinya kalau ada yang bertanya masalah apa kepada siapa, dia akan menjawab. Tetapi mereka di sana melakukan dialog dua arah dari CPD-RDTL ke FRETILIN. Karena di sana sudah terbagi kelompok sendiri-sendiri, dari kelompok CPD-RDTL dan kelompok FRETILIN, termasuk di dalamnya Mari Alkatiri. Ini suatu permainan. Permainannya saja tidak menjadi masalah. Tetapi bisa berakibat fatal bagi bangsa dan negara. Pemerintah Fretilin kadang tidak punya pandangan. Lihat dulu, siapa orang yang kita mau bicara dengannya. Dia datang bicara mewakili siapa dan apa yang ingin dia bicarakan. Jangan hanya sembarangan berbicara dengan setiap orang yang datang. Saya sudah memberikan pandangan saya di Parlemen bahwa saya tidak mengetahui dan tidak menyetujui dialog itu. Bagi saya dialog itu hanya membuang waktu dengan duduk bersama yang hanya memboroskan uang. Kalau memang ada masalah nasional yang harus diselesaikan melalui dialog nasional, yang mengorganisir harus orang-orang yang netral? Semestinya begitu, tetapi ini kan rekayasa. Rekayasa adalah kotor. Orang berbuat apa saja yang hanya menunjukkan suatu simbol tetapi tidak tahu apa yang dibuatnya. Dan sekedar hanya membuat kekacauan. Seharusnya orang-orang yang berkepentingan mengadakan koordinasi dengan kedua uskup. Saya sangat setuju kalau kedua uskup atau salah satunya yang mengadakan dialog. Apa dialog itu masih ada lanjutannya? Pasti ada lanjutannya. Tetapi kita tidak tahu ke mana arahnya. Saya bisa mengatakan bahwa ke manapun lanjutannya pasti akan membuat kacau bangsa dan negara. Akan menimbulkan keributan, menimbulkan sesuatu yang tidak jelas. Kita hanya melegitimasi sesuatu yang tidak legal. 6 edisi 23 - Maret 2003

7 JUSTIÇA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Pengadilan Timor Lorosae saat ini berjalan lambang karena banyak faktor. Selain pemerintah sendiri belum mempunyai badget yang tetap untuk menset-up sistem pengadilan yang baik juga kendala utama yang dihadapi sekarang adalah faktor sumberdaya manusia yang terbatas. Oleh karena itu untuk kasus-kasus perdata sebaiknya diselesaikan dengan melalui mediasi, arbitrasi, rekonsiliasi dan negosiasi tanpa melalui pengadilan. Hau mai Tribunal ne e atu asiste julgamentu hau nia kolega nia kazu, tanba hau nia kolega nian kazu hatoo iha tribunal kleur ona. Ohin ami tama iha laran juis dehan kazu ne e labele halo julga, sei adia tan fali. Hau senti kuandu hanesan ne e bebeik maka bainhira los kazu kolega ne e bele hotu tanba julga deit adia bebeik. Hau senti buat hirak ne e tenki hare didiak, tanba kuandu julga lao kleur eantaun bainhira los mak kazu ne e bele hotu, kata Natalino Mendonça seorang keluarga terdakwa dengan nada tanya dan sedih di depan pengadilan Dili. Fenomena di atas bukanlah hal baru. Sesunguhnya masih banyak orang seperti Tiu Natalino Mendonça yang mengeluh atas dunia peradilan kita sekarang berjalan lambang. Banyak orang beranggapan kalau kasus diajukan ke Pengadilan itu cepat diselesaikan dan gampang. Mereka kira menyelesaikan kasus di Pengadilan tidak ada biaya alias gratis. Anggapan itu, kurang tepat seperti yang dialami oleh Tiu Natalino Mendoca di atas. Sekarang jikalau ada orang yang ingin menyelesaikan perkaranya di Pengadilan sebelumnya dia harus siap untuk mengikuti prosesnya yang memakan waktu lama untuk sering datang ke pengadilan dan hal lain adalah harus mempunyai persediaan biaya yang cukup. Agar keluhan seperti Tiu Natalino ini tidak terjadi maka sebaiknya, antara kasus pidana dan perdata, hanya kasus pidana saja yang diajukan ke pengadilan untuk proses. Sedangkan kasus perdata sebaiknya diselesaikan di luar pengadilan dengan menggunakan alternatif penyelesaian sengketa yang lain, seperti mediasi, arbitrasi, rekonsiliasi, konsultasi, negoasiasi dan lainlain. Mengapa demikian? Karena apabila semua kasus kita ajukan ke pengadilan, tentunya dalam proses penyelesaiannyapun membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Satu kasus paling cepat diselesaikan da- lam tiga bulan. Biaya besar misalnya untuk pendaftaran kasus, membayar pengacara, akomodasi dan transportasi. Di pengadilan distrik Dili, biaya untuk registrasi satu kasus perdata besarnya US$ 100. Pengadilan distrik Baucau US$ 75. Biaya ini kemungkinan akan ditambah lagi oleh pihak penggugat, bilamana biaya ini sudah selesai digunakan oleh pengadilan untuk memproses perkaranya. Sesungguhnya dapat dimengerti, mengapa permasalahan seperti itu dapat terjadi? Bahwa kelamahankelemahan utama yang dihadapi a- Pengadilan Distrik Dili Foto: Rogerio Soares/Direito dalah terbatasnya SDM (sumber daya manusia), seperti hakim, jaksa dan pengacara. Dan belum adanya budget tetap dari pemerintah untuk membantu menset-up sistem peradilan yang baik. Kurangnya SDM, dapat dilihat bahwa untuk ke-4 pengadilan distrik yang sekarang ada di Timor Lorosae, yakni pengadilan distrik Dili, yang yurisdiksinya meliputi distrik Aileu, Ermera dan Liquiça, hakim investigasinya hanya dua orang, hakim panel lima orang, jaksa empat orang, panitera delapan orang, merangkap sebagai staf administrasi pengadilan. Pengadilan distrik Baucau, yang mencakup wilayah distrik, Lospalos, Viqueque dan Manatuto, hakim panelnya hanya empat orang, hakim investigasi satu orang, merangkap ketua pengadilan. Jaksa penuntut hanya dua orang dan pengacara satu orang. Pengadilan distrik Suai, yang wilayah yurisdiksinya meliputi distrik, Bobonaro, Same dan Ainaro, hakim panelnya hanya tiga orang, hakim investigasi satu orang, merangkap ketua pengadilan, pengacara belum ada. Sementara ini pengadilan di Suai belum berfungsi karena sarana dan prasaran kerja belum memadai. Praktis semua kasus diselesaikan di pengadilan distrik Dili. Pengadilan distrik Oecussi pengacara, jaksa dan hakim investigasi masingmasing hanya satu orang. Sedangkan hakim panel belum ada. Untuk kasus pidana kadang-kadang jaksa harus membawa tersangka untuk di hearing atau disidangkan di pengadilan distrik Dili, karena hakim yang bertugas di Dili tidak ada waktu umtuk datang ke Oecussi untuk menyidangkan perkara itu. Oleh karena itu sebaiknya untuk kasus-kasus kecil seperti kasus pencemaran nama baik (penghinaan), kasus buruh, kasus tanah, kasus pencemaran lingkungan dapat diselesaikan melalui lembaga penyelesaian sengketa alternatif. Silverio Pinto Baptista edisi 23 - Maret

8 PEMBERDAYAANRAKYAT PESTISIDA BUATAN SENDIRI Pestisida organik adalah bagian dari pertanian berkelanjutan yang saat ini dikembangkan. Supaya pertanian kita berkelanjutan, tidak menciptakan ketergantungan dan tidak merusak lingkungan maka jangan terlalu mengunakan pestisida dan pupuk kimia dari pabrik dalam bertani. Dalam produksi pertanian ti dak terlepas dari yang na manya faktor produksi. Salah satu faktor produksi adalah pengunaan pestisida untuk membasmi hama yang menyerang tanaman budidaya petani. Pada masa pendudukan Indonesia, petani terbiasa mengunakan pestisida kimia dari pabrik yang sebenarnya sangat potensial merugikan lingkungan dan kesehatan petani. Dan juga secara ekonomis biaya produksi sangat tinggi. Pada era kemerdekaan yang sedang gencar mengembangkan sistem pertanian organik atau pertanian berkelanjutan, kita harus mengunakan pestisida organik. Dalam sistem pertanian berkelanjutan, diharapkan petani mengunakan pestisida organik karena Hasil pestisida organik, kelompok tani Luro, Lautem. Foto: Mariano Ferreira. ramah lingkungan dan tidak menimbulkan dampak negatif lainnya. Kita menghindari pengunaan pestisida kimia dari pabrik untuk memberantas hama karena banyak faktor negatifnya seperti pencemaran lingkungan dan juga mempengaruhi kesuburan tanah. Jadi jangan hanya dilihat sebagai pemberantas hama yang menyerang tanaman. Pemberantasan hama dengan mengunakan pestisida kimia dalam konsentrasi yang tinggi akan meresap kedalam tanaman dan tidak bisa hilang yang disebut residu. Residu (zat sisa) bahan kimia yang terserap dalam tanaman berbahaya bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Walaupun tidak secara langsung menimbulkan sakit (penyakit) pada saat mengkonsumsi hasil pertaniannya, tetapi akan menimbulkan berbagai penyakit di kemudian hari setelah manusia itu lanjut usia. Pestisida kimia tidak hanya mengancam kesehatan manusian melalui resido, akan tetapi juga secara ekonomis petani harus mengeluarkan biaya yang lebih untuk membelinya di pabrik. Dan juga akan memciptakan ketergantungan bibit tanaman yang terbiasa mengunakan pestisida kimia, kalau tidak lagi mengunakan pestisidanya maka akan memberikan pertumbuhan yang tidak baik dan produksi tanaman yang rendah. Ketergantungan yang lebih parah lagi a- dalah para pengusaha yang mempunyai pabrik pestisida kimia bisa mengendalikan harga hasil pertanian sesuai dengan keinginannya karena produksi hasil pertanian petani tergantung dari pestisida yang mereka hasilkan. Kalau terjadi demikian maka petani hanya sekedar pekerja atas tanahnya sendiri untuk kepentingan pengusaha pestisida kimia dan pupuk kimia yang tidak pernah bekerja di sawah dan kebun. Tetapi yang menjadi persoalan sekarang adalah bagaimana supaya kita sebagai petani terhindar dari pengunaan pestisida kimia dalam memberantas hama yang sekarang menjadi persoalan kita. Untuk itu, harus mencari jalan keluar atau alternatif lain untuk bisa mengatasi masalahnya. Selama ini sudah banyak NGO yang memberdayakan petani untuk hidup mandiri dan tidak tergantung pada orang lain telah mencari alternatif pemecahan yang disesuaikan dengan kondisi sumberdaya alam yang ada. Sebenarnya, membasmi hama tidak selalu mengunakan pestisida kimia yang sangat merugikan itu. Tetapi kita bisa menghindari hama dengan pengolahan tanah yang baik karena tanah yang bersih/sehat akan menghasilkan tanaman sehat pula; Pengunaan bibit atau benih lokal yang sudah beradaptasi dengan lingkungan kita yang relatif tahan terhadap hama; Dan mengunakan pola tanam campuran atau tumpan sari. Kalau terpaksa harus mengunakan pestisida maka bisa mengunakan pestisida organik buatan oleh petani dengan memamfaatkan kekayaan alam sendiri. Sebenarnya hal pembuatan pestisida organik sendiri tidaklah susah, tergantung dari kreatifitas para petani sendiri setelah mengetahuinya. Sebab sudah banyak kali Perkumpulan HAK bersama kelompok tani dampingan seperti di Subdistrik Luro, Distrik Lautem dan Subdistrik Alas, Distrik Manufahi mengatasi hama dengan membuat pestisida organik buatan sendiri. Pestisida organik ini dibuat dari tumbuh-tumbuhan yang ada di lingkungan kita. Hal ini sangat baik diikuti oleh semua petani di seluruh Timor Lorosae karena semua bahan yang digunakan untuk membuat pestisida organik terdapat di alam kita sendiri. Bahan-bahan baku pembuatan pestisida organik itu seperti dedaunan, bunga dan biji, batang, akar dan umbi-umbian tanaman yang pahit. Daun, batang, akar dan umbi tanaman yang sering digunakan oleh petani dampingan selama ini untuk membuat pestisida organi antara lain: (a) Jenis dedaunan misalnya: daun mindi, mahoni, surem, daun ai-hanek, daun tuba, daun sirsak, daun siri, daun tembako, daun bunga paitan, daun ai-kalik dan dedaunan pahit lainnya. (b) Umbi-umbian, misalnya: Umbi gadung (kuan kout), Umbi Laos, Maek Katar. (c) Jenis batang dan akar seperti tuha, Bauk moruk, akar mahoni, batang bunga paitan. (d) Bunga dan Biji seperti: biji sirsak, biji nyamplon (sam- 8 edisi 23 - Maret 2003

9 PEMBERDAYAANRAKYAT Para petani sedang membuat sendiri pestisida organik. Foto: Mariano Ferreira palo), lombok, bunga kenikir, mekar sore, brontoali dan bunga paitan. Bahan-bahan untuk membuat pestisida organik tidak hanya yang disebutkan diatas tetapi masih banyak jenis ragamnya di Timor Lorosae yang belum teridentifikasi. Pembuatan pestisida organik secara alamiah dengan mengunakan tumbuh-tumbuhan di atas sangat mudah. Tingal kreatifitas dan ketekunan petani mencoba mengerjakan dengan memamfaatkan semua sumberdaya alam yang kita miliki untuk kebutuhan kita. Pestisida organik buatan sendiri ini juga tidak menimbulkan efek sampin terhadap lingkungan dan tidak ada resido yang terserap dalam tanaman karena tidak mencampur dengan bahan kimia. Secara ekonomis petani tidak mengeluarkan biaya yang lebih tinggi dalam proses pembuatannya karena bahannya mudah didapatkan (sudah tersedia di alam sekitar kita). Dan dalam proses pembuatan pestisida organik juga hanya mengunakan alat-alat yang sudah dimiliki petani seperti: parang, pisau, lingis, ember dan alat penumbuk tradisional lainnya. Serta dalam proses itu juga petani bisa memamfaatkan limbah-limbah tertentu yang dibutuhkan tanpa mengeluarkan biaya seperti botol plastik Aqua, botol dan kaleng lainya yang bisa digunakan untuk menimpan pestisida hasil buatan maupun prosesnya. Cara membuat pestisida organik Cara pembuatanya sederhana, tidak membutuhkan teknik yang sulit sehingga bisa dibuat oleh semua petani yang ada di Timor Lorosae kalau membutuhkannya. Langkahlangkanya sebagai berikut: (1) Mengumpulkan semua bahan yang telah disebutkan di atas baik jenis daun-daunan, bunga dan biji, batang-batangan dan umbi-umbian. Jumlah bahan yang diambil sesuai dengan kebutuhan. (2) Semua jenis bahan ditumbuk, digerus sesuai dengan bahan sampai hancur dengan mengunakan alat tumbuk yang dimiliki petani. Tiap jenis bahan yang mau digunakan harus ditumbuk atau digerus secara sendiri-sendiri. (3) Hasil tumbukan atau gerusan dicampur dengan air secukupnya sesuai dengan jumlah bahan yang ditumbuk, kemudian diaduk sampai rata dalam ember atau bak pengaduk lainya. Dan tiap adukan disimpan di tempat yang teduh (dari sinar matahari maupun air hujan) minimal selama 24 jam lamanya. (4) Campuran yang telah disimpan itu kemudian diperas dan disaring airnya, kemudia diisi dalam botol plastik atau kalen bekas apa saja yang bisa dimamfaatkan untuk disimpan. Air perasan bahan-bahan itu merupakan pestisida yang siap digunakan sesuai dengan kebutuhan petani. Setiap bahan bisa digunakan sendiri-sendiri untuk memberantas hama yang menyerang tanaman kita, misalnya untuk untuk memberantas hama tikus dan lainya mengunakan bauk moruk dan tuha. Dan juga untuk hama tertentu bisa mengunakan campuran satu sama lain untuk memberantas atau menyemprotkan pada hama yang menyerang tanaman. Misalnya hama wereng pada tanaman padi bisa memakai campuran hasil air rendaman bungga paitan dengan bunga kinikir yang telah diperas. Bisa juga kita mencoba mengunakan jenis yang ada secara sendirisendiri untuk mengatasi hama yang menyerang tanaman kita. Sebelum mengunakan, ukuran campuran dengan air tidak tetap, semuanya disesuaikan dengan kebutuhan dengan menambah konsentrasi (jumlah) pestisida yang digunakan sampai bisa menjawab persoalan yang kita hadapi. Bagi para petani yang selama ini mengalami masalah dalam memberantas hama, maka sekarang saatnya mencoba dan mengunakan pestisida organik buatan sesuai dengan kebutuhan. Kami yakin akan bisa membantu menjawab persoalan yang dihadapi dengan tidak mengeluarkan biaya produksi yang terlalu tinggi untuk membeli pestisida kimia dari pabrik. Mariano Ferreira edisi 23 - Maret

10 TEROPONGKEBIJAKAN Naskah Kebijakan Regulasi Anti- Kekerasan Domestik Naskah Kebijakan untuk regulasi tentang kekerasan domestik sudah disetujui oleh Dewan Menteri RDTL. Naskah ini disusun oleh organisasi-organisasi non-pemerintah dengan dukungan dari Kantor Penasehat Perdana Menteri Urusan Promosi Kesetaraan. Meningkatnya kekerasan da lam relasi domestik bukan lah semata-mata persoalan dan urusan hukum. Akar permasalahan jauh lebih luas, yaitu faktor masyarakat itu sendiri dan faktor struktur sosial masyarakat patriarkis yang masih sangat nampak di masyarakat Timor Leste. Konstitusi dan hukum tertulis lain yang berlaku di Timor Leste mengatur masalah kekerasan secara umum, namun belum ada yang secara khusus mengatur soal kekerasan domestik. Oleh karena itu pada tingkat praktis banyak kasus kekerasan domestik dengan segala dimensinya yang terjadi di Timor Leste yang tidak tertangani secara baik berdasarkan instrumen hukum yang kini tersedia. Masalahnya memang bukan semata-mata perbuatan melangar hukum, tetapi juga terkait dengan struktur sosial masyarakat yang membentuknya dan ikut mempengaruhi pemikiran dan perilaku masyarakat yang berlangsung dalam konteks ruang dan waktu yang lama. Pada hakekatnya proses pembentukan sebuah produk hukum bukan terlepas dari lingkungan, justru sistem dan struktur sosial yang melingkupinya memberi mempengaruhi pembentukan sebuah sistem hukum. Inilah persoalannya, mengapa sistem hukum yang berlaku sering tidak efektif menjawab dan menyelesaikan masalah kekerasan domestik. Dalam hal kekerasan terhadap perempuan umumnya dan kekerasan domestik khususnya, ketentuan hukum yang biasanya dipakai a- dalah hukum warisan Indonesia, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidanga (KUHP). Kode penal tersebut sudah seringkali dikritik karena kurang menjamin hak-hak korban kekerasan seksual umumnya dan kekerasan domestik khususnya. Karena itulah muncul gagasan tentang perlunya melakukan revisi KUHP. Tetapi mengingat luas dan spesifiknya masalah tersebut, tampaknya yang lebih penting adalah tersedianya undang-undang yang khusus mengatur masalah kekerasan domestik. Naskah kebijakan yang telah disusun bersama oleh organisasi-organisasi non-pemerintah Timor Leste bersama Kantor Penasehat Perdana Menteri Urusan Promosi Kesetaraan bertujuan untuk menyusun undangundang yang khusus untuk kekerasan domestik. Di Timor Leste, proses penyusunan dan pembentukan sebuah regulasi (undang-undang) tampaknya kurang jelas mekanismenya. Ada regulasi yang langsung dibuat rancangannya kemudian didiskusikan dan disahkan tanpa sebuah studi yang layak, meskipun masalah yang diaturnya cukup kompleks. Ada pula yang prosesnya lama. Misalnya terlebih dahulu harus dilakukan studi, kemudian dibuat naskah kebijakannya, dan setelah disetujui oleh Dewan Menteri akan ditindaklanjuti dengan penyusunan rancangan untuk selanjutnya diajukan kepada Parlemen Nasional. Masalah kekerasan domestik diawali dengan penyusunan naskah kebijakan (policy paper). Proses ini terkait dengan sensitivitas persoalannya dan sikap masyarakat umumnya terhadap kekerasan domestik. Sebuah tim yang ditugaskan untuk menyusun naskah kebijakan mencatat hal-hal mendasar tentang kekerasan domestik. Salah satu rekomendasinya adalah pembuatan undang-undang yang khusus. Naskah kebijakan tersebut bertujuan memberikan argumentasi dan dasardasar bagi dibentuknya sebuah undang-undang atau regulasi. Hasil kajian yang dituangkan dalam naskah kebijakan tersebut intinya adalah sebagai berikut ini. Istilah Istilah yang digunakan adalah kekerasan domestik, bukan kekerasan rumahtangga. Kekerasan domestik menunjukan karakteristik kekerasan yang tidak semata-mata melihat aspek locus (tempat terjadinya perbuatan pidana), tetapi meletakkan kekerasan domestik dalam konteks penyelenggaraan hubungan sosial yang subordinat. Ini berarti tindak kekerasan yang dilakukan seorang laki-laki terhadap seorang perempuan yang belum menikah (relasi pacaran) bisa dikategorikan sebagai kekerasan domestik. Dengan kata lain, kekerasan domestik lebih luas cakupannya ketimbang kekerasan rumahtangga. Definisi Kekerasan domestik bukan saja meliputi kekerasan fisik, tetapi juga mencakup tindakan-tindakan berdampak psikis, ekonomi, dan sebagainya. Contohnya, perbuatan mengancam/menggertak (biasanya suami terhadap istri) adalah tindakan berdampak psikis. Sedang suami tidak memberikan nafkah kepada istri dikategorikan sebagai kekerasan domestik yang bersifat ekonomi. Fakta Kekerasan Domestik Kekerasan domestik berdampak kepada: (a) individu yang terkena langsung (misalnya korban); (b) keluarga (misalnya anak-anak diterlantarkan dan perginya anggota lain dari rumah); (c) negara (misalnya menurunnya pendapatan negara). Kekerasan domestik tidak hanya terjadi pada istri dan golongan masyarakat tidak berpendidikan. Dalam banyak kasus kekerasan domestik juga terjadi pada kelompok orang berpendidikan seperti dokter, bahkan orang yang berprofesi sebagai aparat penegak hukum. Penyebab utama kekerasan domestik: (a) tatanan masyarakat patriarkis dan peran gender; (b) kultur dan kebiasaan/adat; (c) sejarah dan budaya kekerasan; (d) pendapat masyarakat yang sebagian besar menganggap kekerasan domestik sebagai urusan dalam rumahtangga (suami-istri) sehingga tidak boleh ada campur tangan terhadapnya. Penyelesaian di pengadilan dianggap mencemarkan nama baik keluarga, dan sebagainya. Kondisi masyarakat dan faktor lain seperti situasi perang/konflik bersenjata membuat tingkat kekerasan domestik meningkat. Misalnya pengamatan sejumlah aktivis di tempat pengungsian membuktikan terjadinya kekerasan domestik. Ini 10 edisi 23 - Maret 2003

11 TEROPONGKEBIJAKAN akibat dari situasi yang tegang dan kondisi yang tidak aman di kamp pengungsi. Faktor kekerasan sosial, seperti tingginya angka pengangguran, lingkungan tempat tinggal yang kumuh, penggunaan obatobat terlarang juga merupakan faktor lain yang menjadi pemicu kekerasan domestik. Fakta Hukum Kekerasan Domestik Data yang dihimpun dari berbagai instansi penegak hukum (kepolisian dan kejaksaan) menunjukkan tingginya kasus kekerasan domestik dibanding bentuk kekerasan lain terhadap perempuan. Undang-undang dan ketentuan hukum yang relevan dengan kekerasan domestik adalah sebagai berikut. (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) masih lemah mengatur kekerasan domestik. Yang biasanya digunakan untuk menyelesaikan kekerasan domestik maupun bentuk kekerasan seksual lain adalah pasal 89,90, Bab XX pasal , Bab XIV pasal , Bab XIII pasal 279, Bab XVIII pasal , Bab XV pasal Namun umumnya pasal-pasal tersebut lebih terfokus pada kekerasan fisik. (2) Regulasi UNTAET No. 25/ 2001 yang merupakan hukum acara pidana kelemahannya adalah belum adanya prosedur perlindungan terhadap korban dan saksi; pengakuan korban secara teoritis sudah cukup, namun, dalam praktek masih dibutuhkan alat bukti lain (pemeriksaan DNA); hukum acara tidak memberi peluang bagi pengacara dan pekerja sosial untuk mendampingi korban. (3) Aspek tertentu hukum perdata dan hukum perkawinan yang berlaku secara formalistis juga tidak adil terhadap korban kekerasan domestik. (4) Mekanisme pencatatan dan pelaporan kasus di kepolisian dan institusi lain dan penyelesaian melalui mediasi memiliki kelemahan yang harus dibenahi dalam rangka memenuhi dan menjamin hak-hak korban kekerasan domestik. Persoalan Penegakan Hukum Terdapat empat faktor yang teridentifikasi sebagai hambatan dan kelemahan penegakan hukum: (a) penegak hukum tidak sensitif dalam menangani kasus kekerasan domestik; (b) kurang inisiatif dan tidak responsif; (c) kurang dukungan unit-unit di berbagai institusi penegak hukum; (d) jumlah dan kualitas penegak hukum masih kurang. Perempuan rentan terhadap kekerasan. Foto: R. Soares/Direito Peranan Traditional Justice Dalam kasus kekerasan domestik peran traditional justice cukup dominan. Namun mekanisme ini memiliki kelemahan: (1) tidak sesuai dengan standar hak asasi manusia; (2) masyarakat belum bisa membedakan mana kasus kriminal dan bukan; (3) peran pemimpin adat masih didominasi perspektif budaya patriarkis. Landasan dan Visi Regulasi mengenai kekerasan domestik perlu memiliki memiliki landasan dan visi. Ada tiga komponen landasan dan visi yang diusulkan: (1) landasan filosofis; (2) landasan sosiologis; (3) landasan yuridis. Meskipun bukan merupakan u- kuran baku bagi setiap regulasi, disepakati dalam diskusi bahwa dalam regulasi kekerasan domestik perlu dicantumkan asas dan tujuannya. Asas menunjukkan semangat yang mendasari sebuah undang-undang. Secara teknis, penting untuk mengingatkan aparat hukum tentang esensi dan eksistensi sebuah ketentuan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan tugas yudisialnya. Komponen asas-asas pokok: (1) kesetaraan dan keadilan gender; (2) keadilan relasi sosial; (3) perlindungan dan penegakan hak asasi manusia; (4) perlindungan keutuhan keluarga sebagai sendi utama kebajikan masyarakat. Tujuan: (1) menegaskan kekerasan domestik sebagai suatu kejahatan; (2) penegakan hak-hak korban; (3) upaya penghapusan kekerasan domestik bagi kelompok-kelompok rentan dalam relasi domestik. Berdasarkan hasil analisis tentang fakta sosial dan yuridis, diusulkan pengembangan kerangka rancangan undang-undang kekerasan domestik dari pikiran-pikiran pokok sebagai berikut: (1) Definisi & Ruang Lingkup Kekerasan Domestik; (2) Peran dan Tanggungjawab Negara; (3) Peran Komunitas; (4) Nafkah dan Harta Benda Milik Bersama; (5) Pemulihan; (6) Peran Penegak Hukum dan Pusat Layanan, yang menyangkut Kewajiban para Penegak Hukum, Peran dan Tugas Kepolisian dan Layanan Lintas Sektor. Prosedur Pidana Bagian ini terdiri dari mekanisme pelaporan; perintah perlindungan sementara; perintah perlindungan; pelanggaran perintah perlindungan; standar atau mekanisme baku dalam penangganan kasus kekerasan domestik; pemberian nafkah kepada korban dan anak-anak korban dalam perkawinan; (g) penggunaan harta bersama dalam perkawinan. Lito Exposto SH adalah Kepala Divisi Penanganan Kasus pada Perkumpulan HAK, salah seorang konsultan teknis untuk penyusunan Naskah Kebijakan Regulasi Kekerasan Domestik. edisi 23 - Maret

12 HAK ASASI Proses Penuntutan Komandan Milisi MAHIDI Pelimpahan surat dakwaan kepada Pengadilan Distrik Dili pada 24 Februari 2003 lalu oleh Wakil Jaksa Agung untuk Kejahatan Berat meliputi penuntutan terhadap para pelaku tindak kejahatan di distrik Ainaro sepanjang tahun Seperti yang diketahui, milisi pro Indonesia yang beroperasi di wilayah Distrik Ainaro dan sekitarnya adalah MAHIDI (Mati Hidup Integrasi dengan Indonesia) dibawah pimpinan Cancio Lopes de Carvalho. Demi penegakan hukum dan keadilan, Jaksa Penuntut untuk kasus kejahatan berat secara khusus mendakwa Cansio Lopes de Carvalho sebagai komandan tertinggi milisi pro Indonesia (MAHIDI) yang menjadi penanggungjawab utama atas tindak kejahatan yang terjadi di Ainaro dan sekitarnya. Dakwaan terhadap Cancio Lopes bersama 21 orang anggotanya yang secara aktif terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusian itu masing-masing; (1) Remesio Lopes de Carvlho, (2) Orlando Baptista, (3) Celestino Barros, (4) Bernabe Barros, (5) Vasco da Cruz, (6) Domingos Alves, (7) Francisco Mendes, (8) Fernando Lopes, (9) Joao Baptista, (10) Martinho Lopes, (11) Francisco Atelulo, (12) Manuel Gomes, (13) Felismino Lopes, (14) Jose Lokomau, (15) Jose Beldasi, (16) Adriano Lopes Titimau, (17) Alfonso Caldas, (18) Silverto Lopes, (19) Marcelo Gomes, (20) Marcelino Beremali, dan (21) Lino Barreto. Dalam surat dakwaan tersebut secara khusus menuntut ke 22 terdakwa dengan keterlibatan mereka baik secara perorangan maupun atas dasar tanggungjawab pemimpin (komando). Pertanggungjawaban perorangan dari masing-masing terdakwa antara lain: a. Melakukan kejahatan secara individu atau bersama orang lain diluar tangunjawab atau perintah komando. b. Memerintahkan, mengajak atau membujuk orang agar mencoba melakukan kejahatan dan sampai diwujudkan (c) Memberi bantuan atau bersekongkol untuk memudahkan dalam mencoba atau melakukan suatu kejahatan. (d) Berniat dan ikut terlibat langsung dalam kelompok yang melakukan kejahatan atau yang mencoba melakukan kejahatan. Sedangkan menuntut tanggungjawab komando adalah terutama terhadap Cancio Lopes de Carvalho, Remezio Lopes de Carvalho dan Vasco da Cruz sebagai pemimpin yang tahu atau seharusnya tahu bahwa bawahan itu melakukan tindakan kejahatan tersebut tetapi a- tasan tidak mengambil langkahlangkah yang diperlukan guna mencegah tindakan semacam itu, ataupun menghukum pelakunya seperti tercantum dalam bagian 14.3 Regulasi UNTAET nomor 15/ Dari surat dakwaan yang dikeluarkan tersebut ada tujuh bentuk tindak kejahatan yang dituduhkan: (1) Serangan bersenjata yang terjadi di Fatuk Maria desa Manutasi, kecamatan Ainaro Kota kabupaten Ainaro pada tanggal 3 Januari 1999 yang mengakibatkan dua orang korban meninggal dunia dan lima orang korban luka-luka. (2) Serangan terhadap penduduk sipil di kampung Galitas, kecamatan Zumalai kabupaten Covalima pada tanggal 25 Januari 1999 yang mengakibatkan tiga orang korban meninggal dunia dan satu orang luka tembak. (3) Serangan dan pembunuhan terhadap mahasiswa Universitas Timor Timur (UNTIM) di kampung Dais desa Beco I kecamatan Suai Kota kabupaten Covalima pada tanggal 11 dan 13 April Serangan ini mengakibatkan dua orang mahasiwa meninggal dunia, masingmasing Bernardino Simao, mahasiwa Fisipol UNTIM dan Joao da Silva Ximene, mahasiswa Fakultas Pertanian, UNTIM termasuk beberapa korban luka-luka. (4) Penyiksaan terhadap empat orang penduduk sipil di pos milisi MAHIDI di Zulo kecamatan Zumalai kabupaten Covalima. (5) Pembunuhan terhadap Fernando Gomes pada tanggal 5 September 1999 di desa Cassa kecamatan Ainaro Kota kabupaten Ainaro. (6) Penculikan dan pembunuhan terhadap Paulino Maria Bianco di desa Cassa kecamatan Ainaro Kota kabupaten Ainaro pada tanggal 12 September (7) Serangan di desa Maununo, kecamatan Ainaro Kota kabupaten Ainaro pada tanggal 23 September Serangan ini mengakibatkan 11 orang korban jiwa dan tiga lainnya luka-luka. Menurut pemantauan kami bahwa, secara prinsip ini adalah langkah maju dimana negara/pemerintah dapat memastikan adanya penegakkan hukum dengan menuntut pertanggungjawaban Cancio Lopes de Carvalho, beserta 21 anggotanya sebagai pelaku dalam kejahatan 1999 di wilayah Ainaro. Beberapa catatan dari hasil pemantauan kami bahwa; penuntutan para pelaku dalam tujuh kasus kejahatan tersebut diatas adalah tidak mencakup seluruh kejahatan yang terjadi dalam kurung waktu tersebut di wilayah Ainaro. Menurut data investigasi kami, jenis-jenis kejahatan tersebut terjadi di Zumalai, Cassa dan Maununo, bentuk kejahatan yang sama yang melibatkan Cancio Lopes de Carvalho sebagai komandan milisi MAHIDI dan anggotanya juga terjadi di tempat-tempat lain di Ainaro. Jenis kejahatan dan tempat-tempat kejadian yang belum masuk dalam dakwaan tersebut diatas, antara lain; teror, penyiksaan dan pembunuhan yang terjadi di Hato- Udo, di Maubisse, di Hatobulico dan di Ainaro Kota sendiri. Ini berdasarkan hasil investigasi kami atas kejahatan di Ainaro. Kami meminta untuk menjadikan bagian yang tidak terpisahkan dari penyelidikan, dan penuntutan di bawah kewenangan jaksa penuntut kejahatan berat di Timor Lorosae menurut regulasi UNTAET nomor 2000/15. Aniceto Guró Berteni Neves edisi 23 - Maret

REGULASI NO. 2000/14

REGULASI NO. 2000/14 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa- Bangsa di Timor Lorosae NATIONS UNIES Administrasion Transitoire des Nations Unies in au Timor Oriental UNTAET UNTAET/REG/2000/14 10

Lebih terperinci

REGULASI NO. 2000/11

REGULASI NO. 2000/11 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA Administrasi Transisi Perserikatan Bangsabangsa di Timor Lorosae NATIONS UNIES Administrasion Transitoire des Nations Unies in au Timor Oriental UNTAET UNTAET/REG/2000/11 6 Maret

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelanggaran hak asasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelanggaran hak asasi manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengakui bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan wahana komunikasi dalam melakukan kegiatan jurnalistik dengan mencari,

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan wahana komunikasi dalam melakukan kegiatan jurnalistik dengan mencari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pers pada dasarnya adalah lembaga sosial (social institution) atau lembaga kemasyarakatan yang merupakan subsistem dari sistem pemerintahan di negara dimana ia beropreasi,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

Pengadilan Internasional bagi Timor-Leste: ide yang tak mau pergi

Pengadilan Internasional bagi Timor-Leste: ide yang tak mau pergi Pengadilan Internasional bagi Timor-Leste: ide yang tak mau pergi Patrick Walsh Austral Policy Forum 09-17B 27 Augustus 2009 Ringkasan: Patrick Walsh, Penasehat Senior untuk Sekretariat Teknik Paska-CAVR,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME UMUM Sejalan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,

Lebih terperinci

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNTAET REGULASI NO. 2001/02

UNTAET REGULASI NO. 2001/02 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-bangsa di Timor Lorosae NATIONS UNIES Administrasion Transitoire des Nations Unies in au Timor Oriental UNTAET UNTAET/REG/2001/2 16

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH 1 PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * I. PENDAHULUAN Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH Hukum itu akal, tetapi juga pengalaman. Tetapi pengalaman yang diperkembangkan oleh akal, dan akal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

Bagian 2: Mandat Komisi

Bagian 2: Mandat Komisi Bagian 2: Mandat Komisi Bagian 2: Mandat Komisi...1 Bagian 2: Mandat Komisi...2 Pendahuluan...2 Batasan waktu...3 Persoalan-persoalan dengan relevansi khusus...3 Makna berkaitan dengan konflik politik...3

Lebih terperinci

13. KESIMPULAN. Majelis Hakim Yang Terhormat

13. KESIMPULAN. Majelis Hakim Yang Terhormat 13. KESIMPULAN Majelis Hakim Yang Terhormat Maksud saya menuliskan Pembelaan saya sendiri adalah untuk menyampaikan kebenaran dengan cara yang mudah dipahami, dengan demikian agar tidak ada lagi keraguan

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.727, 2012 LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Tata Cara. Pendampingan. Saksi. PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II. DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Bagian

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Pengantar Pembahasan pada bab ini tentang sejarah singkat pemerintahan Timor Leste dan pra kondisi penyelenggaraan desentralisasi di Timor Leste. Hal ini diperlukan

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Impunitas yaitu membiarkan para pemimpin politik dan militer yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN, PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PERMOHONAN PERLINDUNGAN PADA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA, PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PERMOHONAN PERLINDUNGAN PADA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

MAKALAH AKSES KE KEADILAN: MENDISKUSIKAN PERAN KOMISI YUDISAL. Oleh: Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si

MAKALAH AKSES KE KEADILAN: MENDISKUSIKAN PERAN KOMISI YUDISAL. Oleh: Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si INTERMEDIATE HUMAN RIGHTS TRAINING BAGI DOSEN HUKUM DAN HAM Hotel Novotel Balikpapan, 6-8 November 2012 MAKALAH AKSES KE KEADILAN: MENDISKUSIKAN PERAN KOMISI YUDISAL Oleh: Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

Kantor Wakil Jaksa Penuntut Umum untuk Kejahatan Berat Timor Leste. INFORMASI TERKINI BAGIAN KEJAHATAN BERAT X/03 22 December 2003

Kantor Wakil Jaksa Penuntut Umum untuk Kejahatan Berat Timor Leste. INFORMASI TERKINI BAGIAN KEJAHATAN BERAT X/03 22 December 2003 Kantor Wakil Jaksa Penuntut Umum untuk Kejahatan Berat Timor Leste INFORMASI TERKINI BAGIAN KEJAHATAN BERAT X/03 22 December 2003 SCU: PENYELIDIKAN DAN PENUNTUTAN Bagian Kejahatan Berat (SCU) didirikan

Lebih terperinci

REGULASI NO. 2001/18

REGULASI NO. 2001/18 UNITED NATIONS United Nations Transitional Administration in East Timor NATIONS UNIES Administrasion Transitoire des Nations Unies in au Timor Oriental UNTAET UNTAET/REG/2001/18 21 Juli 2001 REGULASI NO.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA 1 BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA A. Sejarah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan pancasila dan Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kasus tindak pidana ringan yang terjadi di Indonesia dan sering menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan ancaman hukuman

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA Disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 9 Desember 1998 M U K A D I M A H MAJELIS Umum, Menegaskan kembalimakna penting dari ketaatan terhadap

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak : PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK POLANDIA TENTANG KERJASAMA PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL DAN KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Prinsip Dasar Peran Pengacara Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

kliping ELSAM KLP: RUU KKR-1999

kliping ELSAM KLP: RUU KKR-1999 KLP: RUU KKR-1999 KOMPAS - Senin, 28 Jun 1999 Halaman: 1 Penulis: FER/AS Ukuran: 5544 RUU HAM dan Komnas HAM: Jangan Hapuskan Pelanggaran HAM Orba Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

REGULASI NO. 2001/11

REGULASI NO. 2001/11 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA Administrasi Transisi Perserikatan Bangsabangsa di Timor Lorosae NATIONS UNIES Administrasion Transitoire des Nations Unies in au Timor Oriental UNTAET UNTAET/REG/2001/11 13

Lebih terperinci

Sesi 7: Pelecehan Seksual

Sesi 7: Pelecehan Seksual Sesi 7: Pelecehan Seksual 1 Tujuan belajar 1. Mengidentifikasi contoh-contoh pelecehan seksual secara umum dan khususnya di tempat kerja 2. Mempelajari ruang lingkup perlindungan UU dan peraturan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia

Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia Oleh: R. Herlambang Perdana Wiratraman Dosen Hukum Tata Negara dan Hak Asasi Manusia Fakultas Hukum Universitas Airlangga Email: herlambang@unair.ac.id atau HP. 081332809123

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER I. UMUM Tentara Nasional Indonesia merupakan bagian tidak terpisahkan dari rakyat Indonesia, lahir dari

Lebih terperinci

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab Program Studi Ilmu Hukum-Universitas Narotama Surabaya Abstrak Maraknya peredaran narkotika

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 Pelanggaran HAM Menurut Undang-Undang No.39 tahun 1999 pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Konstitusi penting sekali buat kehidupan kita sehari-hari sebagai orang Timor Loro Sa e. Konstitusi memutuskan kita rakyat Timor mau ke mana.

Konstitusi penting sekali buat kehidupan kita sehari-hari sebagai orang Timor Loro Sa e. Konstitusi memutuskan kita rakyat Timor mau ke mana. Konstitusi penting sekali buat kehidupan kita sehari-hari sebagai orang Timor Loro Sa e. Konstitusi memutuskan kita rakyat Timor mau ke mana. Konstitusi adalah... hukum dasar suatu negara. Konstitusi adalah

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 5 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Apa perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 2 K-158 Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

DRAFT PEDOMAN MENGENAI HUBUNGAN AICHR DENGAN ORGANISASI MASYARAKAT MADANI

DRAFT PEDOMAN MENGENAI HUBUNGAN AICHR DENGAN ORGANISASI MASYARAKAT MADANI PEDOMAN MENGENAI HUBUNGAN AICHR DENGAN ORGANISASI MASYARAKAT MADANI As of 14 November 2013 I. Pendahuluan 1. Salah satu tujuan ASEAN seperti yang diatur dalam Piagam ASEAN adalah untuk memajukan ASEAN

Lebih terperinci