BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Konflik Interpersonal. mengganggu atau bertentangan dengan orang lain. Konflik terjadi ketika keinginan atau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Konflik Interpersonal. mengganggu atau bertentangan dengan orang lain. Konflik terjadi ketika keinginan atau"

Transkripsi

1 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik Interpersonal 1. Pengertian Konflik Interpersonal Menurut Miller (2012) konflik tidak terhindarkan dalam hubungan dekat seperti pacaran. Konflik terjadi saat motif, tujuan, kepercayaan, pendapat atau perilaku seseorang mengganggu atau bertentangan dengan orang lain. Konflik terjadi ketika keinginan atau tindakan seseorang sebenarnya menghambat atau menghalangi orang lain. Konflik tidak bisa dihindari karena dua alasan. Pertama, suasana hati dan preferensi dua orang kadang berbeda. Kedua, konflik tidak dapat dihindari karena ada ketegangan tertentu yang cepat atau lambat, selalu menyebabkan beberapa ketegangan yang lebih besar (Miller, 2012). Hunt and Metcalf (1996) membagi konflik menjadi dua jenis, yaitu intrapersonal conflict (konflik intrapersonal) dan interpersonal conflict (konflik interpersonal). Konflik intrapersonal adalah konflik yang terjadi dalam diri individu sendiri, misalnya ketika keyakinan yang dipegang individu bertentangan dengan nilai budaya masyarakat, atau keinginannya tidak sesuai dengan kemampuannya. Konflik intrapersonal ini bersifat psikologis, yang jika tidak mampu diatasi dengan baik dapat menggangu bagi kesehatan psikologis atau kesehatan mental (mental hygiene) individu yang bersangkutan. Sedangkan konflik interpersonal ialah konflik yang terjadi antar individu. Konflik ini terjadi dalam setiap lingkungan sosial, seperti dalam keluarga, kelompok teman sebaya, sekolah, masyarakat dan negara. Konflik ini dapat berupa konflik antar individu dan kelompok, baik di dalam sebuah kelompok (intragroup conflict) maupun antar kelompok (intergroup conflict). 13

2 14 Donohue dan Kolt (1992) mendefinisikan konflik interpersonal sebagai situasi dimana individu yang saling bergantung, mengekspresikan perbedaan (baik termanifes atau laten) dalam upaya memenuhi kebutuhan dan keinginan masing-masing dan mereka mengalami gangguan dari satu sama lain untuk mencapai tujuannya. Wilmot dan Hocker (2007) mendefinisikan konflik interpersonal sebagai pertentangan antara setidaknya dua pihak yang saling bergantung, yang merasakan tujuan yang tidak sesuai, keterbatasan sumber daya, dan gangguan dari orang lain dalam mencapai tujuan mereka. Berdasarkan beberapa definisi diatas peneliti memilih definisi dari Wilmot dan Hocker (2007) yang mendefinisikan konflik interpersonal sebagai pertentangan antara setidaknya dua pihak yang saling bergantung, yang merasakan tujuan yang tidak sesuai, keterbatasan sumber daya, dan gangguan dari orang lain dalam mencapai tujuan mereka. 2. Aspek-aspek Konflik Interpersonal Wilmot dan Hocker (2007) menyebutkan lima aspek konflik yaitu : an expressed struggle, interdependence, perceived incompatible goal, perceived scarce resources dan interference. a. An Expressed Struggle Orang yang terlibat dalam konflik memiliki persepsi tentang pikiran dan perasaan mereka sendiri dan persepsi tentang pikiran dan perasaan orang lain. Konflik hadir saat mereka mengkomunikasikan persepsi tentang pikiran dan perasaan mereka sendiri dan persepsi tentang pikiran dan perasaan orang lain. Komunikasi dapat terjadi secara verbal dan non verbal. Seringkali, perilaku komunikatif mudah diidentifikasi dengan konflik, seperti ketika salah satu pihak secara terbuka tidak setuju dengan yang lain. Namun, konflik interpersonal dapat terjadi dalam tingkat yang tidak diucapkan atau dikomunikasikan. Komunikasi adalah elemen utama dalam semua konflik interpersonal.

3 15 Konflik dapat terjadi saat ada peristiwa yang memicu konflik. An expressed struggle menjelaskan bahwa konflik terjadi saat seseorang mengkomunikasikan perbedaan persepsi dengan orang lain serta konflik dapat terjadi karena ada peristiwa pemicu. b. Interdependence Pihak yang berkonflik terlibat dalam sebuah perjuangan dan merasa terganggu satu sama lain karena mereka saling bergantung. Seseorang yang tidak tergantung pada yang lain, yaitu yang tidak memiliki special interest dalam perilaku ataupun hal-hal yang orang lain lakukan tidak memiliki konflik dengan orang tersebut. (Braiker & Kelley dalam Wilmot & Hocker 2007). Pilihan masing-masing orang mempengaruhi orang lain karena konflik adalah aktivitas yang sama (mutual activity). Pihak-pihak yang berkonflik tidak pernah benar-benar bermusuhan dan harus memiliki kepentingan yang sama (mutual interest), walaupun kepentingan tersebut hanya ada selama konflik berlangsung. Interdependence menjelaskan bahwa konflik terjadi pada pihak-pihak yang saling bergantung yang ditandai dengan adanya aktivitas yang sama (mutual activity) dan kepentingan yang sama (mutual interest). c. Perceived Incompatible Goal Orang-orang biasanya terlibat dalam konflik karena adanya tujuan yang penting bagi mereka. Tujuan tersebut dianggap tidak sesuai karena pihak-pihak yang berkonflik menginginkan hal yang sama atau hal yang berbeda. Pertama, pihak yang berkonflik mungkin menginginkan hal yang sama. Kedua, kadang-kadang orang yang berkonflik memiliki tujuan yang berbeda. Mereka berjuang atas pilihan-pilihan yang tidak sesuai. Kadang-kadang tujuan tidak bertentangan sebagaimana yang tampak. Terlepas dari apakah orang yang berkonflik melihat tujuan yang sama atau berbeda, tujuan yang tidak sesuai dirasakan sangat penting untuk semua konflik. Perceived incompatible goal

4 16 menjelaskan bahwa konflik terjadi karena adanya ketidaksesuaian tujuan diantara pihakpihak yang berkonflik. d. Perceived Scarce Resources Sumber daya dapat didefinisikan sebagai "hal-hal yang dirasakan positif baik secara fisik, ekonomi dan sosial" (Miller dan Steinberg 1975 dalam Wilmot & Hocker, 2007). Sumber daya mungkin obyektif nyata atau dianggap sebagai nyata oleh orang. Demikian juga, kelangkaan, atau pembatasan, dapat terlihat atau aktual. Uang, sumber daya alam seperti minyak atau tanah, dan pekerjaan mungkin memang sumber daya yang langka atau terbatas. Komoditas berwujud seperti cinta, penghargaan, perhatian, dan peduli juga dapat dianggap sebagai hal yang langka. Dalam perjuangan interpersonal, dua sumber daya yang sering dianggap langka adalah kekuasaan (power) dan harga diri (self-esteem). Terlepas dari persoalan tertentu yang terlibat, orang dalam konflik biasanya merasa bahwa mereka memiliki terlalu sedikit kekuasaan dan harga diri dan bahwa pihak lain memiliki terlalu banyak kekuasaan dan harga diri. Perceived scarce resources menjelaskan bahwa konflik terjadi apabila seseorang merasakan langkanya atau berkurangnya sumber daya seperti cinta, penghargaan, perhatian, rasa peduli, kekuasaan serta harga diri. e. Interference Orang-orang yang saling tergantung, melihat tujuan yang tidak sesuai, dan sumber daya yang sama-sama langka mungkin masih tidak memenuhi persyaratan untuk konflik. Gangguan, atau persepsi gangguan, diperlukan untuk melengkapi kondisi konflik. Jika kehadiran orang lain mengganggu tindakan yang diinginkan, konflik meningkat. Konflik terkait dengan menghalangi, dan orang yang melakukan menghalangi tersebut dianggap sebagai masalah. Dihalangi dan digganggu adalah pengalaman yang biasanya

5 17 menimbulkan rasa marah dan menyalahkan. Interference menjelaskan bahwa konflik terjadi apabila seseorang merasa terganggu dengan tindakan orang lain dan merasa kepentingannya dihalangi oleh orang lain. Markman, Stanley dan Blumberg (2010) mengungkapkan 4 aspek konflik interpersonal, yaitu : a. Escalation Escalation terjadi saat pasangan saling merespon negatif satu sama lain sehingga kondisi menjadi semakin buruk dan lebih buruk. Seringkali, komentar negatif meningkatkan kemarahan dan frustrasi. Hal ini tidak hanya meningkatkan intensitas emosi yang dapat menciptakan masalah, komentar negatif ini cenderung berubah dari kemarahan sederhana menjadi komentar yang menyakitkan tentang satu sama lain. b. Invalidation Invalidation adalah pola dimana salah satu pasangan secara langsung atau tidak langsung meremehkan pola pikir, perasaan, dan karakter pasangannya. c. Withdrawal and Avoidance Withdrawal dan Avoidance adalah manifestasi yang berbeda dari pola di mana salah satu pasangan menunjukkan keengganan untuk masuk atau tinggal dalam diskusi penting. Penarikan dapat terlihat nyata pada perilaku bangun dari tempat duduk dan meninggalkan ruangan atau secara halus dengan cara diam (tidak berargumen) ketika bertengkar. Withdrawer sering cenderung diam ketika bertengkar, atau mungkin setuju dengan cepat ke beberapa saran hanya untuk mengakhiri pembicaraan, tanpa maksud sebenarnya untuk melakukan saran tersebut.

6 18 Avoidance mencerminkan keengganan yang sama untuk masuk ke diskusi tertentu, dengan lebih menekankan pada upaya untuk mencegah percakapan terjadi. Orang yang rentan melakukan avoidance lebih suka bahwa topik tidak datang, dan jika telah terlanjur pada topik, orang tersebut akan menunjukan tanda withdrawal. d. Negative Interpretation Negative Interpretation terjadi ketika salah satu pasangan secara konsisten percaya bahwa motif lain dari pasangan lebih negatif daripada yang sesungguhnya terjadi. Hal ini bisa menjadi sangat merusak, menjadi pola negatif dalam suatu hubungan, dan itu akan membuat konflik atau perselisihan sulit untuk ditangani secarakonstruktif. Berdasarkan aspek-aspek konflik interpersonal yang telah dijabarkan, dalam penelitian ini digunakan aspek dari Wilmot dan Hocker (2007) untuk mengkonstruksikan alat ukur. Hal ini karena aspek tersebut lebih sesuai dengan konteks penelitian ini yaitu tentang konflik interpersonal dalam berpacaran, sedangkan aspek konflik interpersonal menurut Markman, Stanley dan Blumberg (2010) lebih menekankan pada konflik dalam hubungan pernikahan. 3. Komponen-Komponen Konflik Menurut Miller (2012) rangkaian terjadinya konflik terdiri 5 tahap, yaitu : a. Investigating Events Peterson (dalam Miller, 2012) mengklasifikasikan peristiwa yang menyebabkan konflik menjadi empat kategori yaitu criticism, illegitimate demands, rebuffs dan cumulative annoyences.

7 19 1) Criticism Melibatkan tindakan verbal dan non verbal yang dinilai untuk mengkomunikasikan ketidakpuasan terhadap perilaku, sikap atau sifat (Cupach, dalam Miller, 2012). 2) Illegitimate demands Melibatkan permintaan yang tampaknya tidak adil karena melebihi ekspektasi normal satu sama lain dari pasangan. 3) Rebuffs Melibatkan situasi dimana satu orang menarik diri dari pasangannya untuk mendapatkan reaksi yang diinginkan, namun pasangannya gagal untuk merespon sesuai dengan keinginannya (Peterson, dalam Miller). 4) Cumulative annoyences Peristiwa yang relatif sepele yang menjadi menjengkelkan karena pengulangan. Peristiwa tersebut sering membentuk social allergies, yaitu melalui paparan berulang terhadap gangguan berulang kecil, orang dapat mengembangkan reaksi hipersensitif terhadap rasa jijik dan putus asa yang tampak berlebihan untuk setiap provokasi tertentu. b. Attribution Efek aktor-pengamat dan bias mementingkan diri sendiri berkontribusi pada konflik atribusi dengan pasangan untuk merebutkan penjelasan siapa yang benar. c. Engagement and Escalation Setelah penghasutan terjadi, pasangan harus memutuskan apakah terlibat dalam konflik atau untuk menghindari masalah dan membiarkannya. Jika eskalasi terjadi dan konflik memanas, hal-hal buruk yang pasangan katakan pada satu sama lain mungkin disampaikan secara langsung maupun tidak langsung.

8 20 d. The Demand or Withdraw Pattern Tuntutan yang membuat Frustrasi atau siklus menarik diri terjadi ketika seseorang mendekati yang lain karena masalah, dan pasangan merespon dengan menghindari isu atau pasangannya. Wanita cenderung menjadi demanders dan laki-laki cenderung menjadi withdrawers. e. Negotiation and Accomodation Negosiasi akhirnya terjadi ketika pasangan berjalan menuju solusi dengan cara yang masuk akal. Penyampaian pendapat, loyalitas, meninggalkan, dan mengabaikan adalah bentuk ketidakpuasan dalam hubungan intim. Akomodasi terjadi ketika pasangan bereaksi dengan kesabaran tenang pada provokasi lain. Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat lima konponen konflik interpersonal, yaitu investigating events, attribution, engagement and escalation, the demand or withdraw pattern dan negotiation and accommodation. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konflik Interpersonal Robbin dan Judge (2013) menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi konflik interpersonal yaitu : a. Komunikasi Komunikasi dapat menjadi sumber konflik. Komunikasi mewakili kekuatan yang bertentangan, kesulitan dan kesalahpahaman. Komunikasi yang terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat menjadi dasar terjadinya konflik. b. Struktur Struktur berkaitan dengan peran dan tugas-tugas individu yang berhubungan dengan orang lain. Tugas masing-masing pihak yang dapat dijelaskan dengan baik akan

9 21 mengarahkan pada pengelolaan konflik yang bersifat konstruktif. Sedangkan tugas yang tidak dapat dijelaskan dengan baik akan mengarahkan pada pengelolaan konflik yang bersifat destruktif. c. Variabel Pribadi Variabel pribadi meliputi kepribadian, emosi dan nilai-nilai. Kepribadian yang keras kepala, emosi dan pencemas lebih sering terlibah cekcok dan bereaksi buruk ketika konflik terjadi Menurut Robbin dan Judge (2013) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi konflik interpersonal yaitu komunikasi, struktur dan variabel pribadi 5. Tipe Konflik Interpersonal Menurut Taylor, dkk (2009) tipe konflik interpersonal dibedakan menjadi tiga, yaitu : a. Perilaku Spesifik Beberapa konflik terjadi karena perilaku spesifik dari pasangan. Pada level ini pasangan mengalami masalah pengkoordinasian aktivitas tertentu. b. Norma dan Peran Beberapa konflik berfokus pada isu yang lebih umum seperti hak dan tanggung jawab pasangan dalam suatu hubungan. Pada level ini pasangan mengalami masalah dalam menegosiasikan aturan dan peran dalam hubungan mereka. c. Disposisi Personal Beberapa konflik berfokus pada niat dan sikap pasangannya. Pada level disposisional, pasangan mungkin berselisih soal personalitas dan niat mereka. Taylor, dkk (2009) membagi konflik interpersonal menjadi 3 tipe yaitu perilaku spesifik, norma dan peran seta disposisi personal.

10 22 B. Trust 1. Pengertian Trust Trust adalah komponen fundamental dari hampir semua interaksi sosial. Dalam konteks hubungan dekat, trust mengacu pada tingkat kepercayaan kita bahwa orng lain akan bertindak sesuai dengan cara yang akan memenuhi harapan kita. Keyakinan ini tidak hanya mencerminkan penilaian intelektual dari kemungkinan bahwa pasangan akan bertindak seperti yang diharapkan, tetapi juga pengalaman emosional dari rasa aman dan jaminan dalam perilaku dan motif dari pasangan. (Rempel dalam Ponzetti, 2013). Trust merupakan pengharapan bahwa pasangan akan memperlakukan dengan baik dan secara terhormat (Simpson, dalam Miller, 2012). Secara konsisten, trust dianggap sebagai salah satu komponen yang paling penting dari hubungan cinta (Regan, Kocan, dan Whitlock dalam Ponzetti, 2003). Trust merupakan aspek dalam hubungan dan secara terus menerus berubah serta bervariasi yang dibangun melalui rangkaian trusting dan trustworthy. Trusting adalah kemauan mengambil resiko terhadap akibat yang baik ataupun buruk, sedangkan trustworthy adalah perilaku yang melibatkan penerimaan terhadap kepercayaan orang lain (Johnson & Johnson 2012). Seseorang dengan trust yang tinggi memiliki keyakinan positif tentang pasangan mereka berdasarkan pengalaman masa lau dan keyakinan pada masa depan. Mereka mengharapkan pasangannya untuk bertindak dengan cara yang termotivasi oleh keinginan untuk meningkatkan hubungan. Bahkan ketika dihadapkan dengan peristiwa yang berpotensi menantang keyakinan mereka, seperti konflik atau perselisihan, orang dengan trust tinggi tidak munggkin mempertanyakan motif pasangan mereka. Sebaliknya, sebanyak mungkin, peristiwa negatif dipandang kurang signifikan bila dibandingkan dengan akumulasi besar pengalaman positif. Hal ini bukan berarti orang-orang yang memiliki trust

11 23 tinggi adalah orang yang naif dan menolak kejadian negatif dalam hubungan mereka. Namun mereka cenderung untuk menempatkan beberapa batasan pada implikasi kejadian negatif dalam hubungan mereka. Dengan demikian, Hubungan dengan trust yang tinggi adalah hubungan dimana pasangan saling terbuka satu sam lain. Seseorang yang memiliki trust sedang tidak yakin dengan maksud pasangan mereka, apakah pasangannya ingin melanjutkan hubungan atau tidak, mereka tidak yakin apakah pasangan mereka mempercayai mereka atau tidak dan apakah pasangan mereka dapat dipercaya atau tidak. Meski mereka memiliki keragu-raguan tersebut, mereka masih memiliki harapan untuk hubungan mereka. Orang-orang dengan tingkat trust sedang, memiliki keinginan untuk keyakinan positif, namun sepertinya mereka lebih menekankan pada peristiwa negatif dalam hubungan mereka (Rempel dalam Ponzetti, 2003). Dibandingkan dengan orang yang memiliki trust rendah atau trust tinggi, seseorang dengan trust sedang lebih mungkin melakukan manipulasi dan menggunakan paksaan selama terjadinya konflik. (Rempel, Hiller & Cocivera dalam Ponzetti, 2003). Dengan demikian, orang-orang dengan trust sedang tidak yakin untuk mengabaikan tanda-tanda yang berpotensi menyebabkan kekecewaan. Seseorang dengan trust sedang yang merasakan bahwa harapannya pernah dirusak melindungi diri mereka dengan strategi menghindari risiko sehingga mereka menjadi berhati-hati dalam menyimpulkan motif positif dari perilaku pasangan mereka. (Holmes & Rempel dalam Ponzetti, 2003). Dengan demikian orang-orang dengan trust sedang berada dalam paradoks terlalu menekankan peritiwa negarif dan meremehkan pentingnya peristiwa penting yang dapat meningkatkan harapan mereka. Seseorang yang memiliki trust rendah tidak memiliki keyakinan apapun tentang harapan bahwa pasangan mereka focus pada mereka atau hubungan mereka. Dengan demikian, mereka yang mungkin untuk menghadapi kejadian positif dengan skeptisisme,

12 24 menurunkan kemungkinan bahwa peritiwa tersebut mungkin berdampak positif untuk masa depan hubungan mereka. Di sisi lain peristiwa negatif, digunakan untuk memastikan keyakinan bahwa kepercayaan pasangan tidak benar. Peristiwa negatif tersebut digunakan untuk mendukung kesimpulan mereka bahwa pasangan tidak lagi peduli. Ironi yang menyedihkan adalah bahwa, sekali trust telah dirusak, mungkin dua kali lipat sulit untuk mengembalikan. Berdasarkan penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa trust adalah kepercayaan pada pasangan untuk bersedia mengambil resiko terhadap akibat yang baik ataupun buruk, harapan seseorang bahwa pasangannya akan memperlakukannya dengan baik, dan menerima kepercayaan pasangan. 2. Aspek-aspek Trust Menurut Johnson & Johnson (2012) aspek trust meliputi trusting dan trustworthy. Trusting mencakup opennes dan sharing, dan trustworthy mencakup acceptance, support serta cooperative intention. a. Trusting Trusting terdiri dari dua komponen, yaitu : 1) Keterbukaan (opennes): membagi informasi, ide-ide, pemikiran, perasaan, dan reaksi terhadap isu-isu yang terjadi. 2) Berbagi (sharing): menawarkan bantuan material dan sumber daya kepada orang lain dengan tujuan untuk membantu mereka menuju penyelesaian tugas. b. Trustworthy Trustworthy terdiri dari tiga komponen, yaitu : 1) Penerimaan (acceptance): melakukan komunikasi dengan orang lain dan menghargai pendapat mereka tentang suatu hal yang sedang dibicarakan

13 25 2) Dukungan (support): hubungan dengan orang lain yang diketahui kemampuannya dan percaya bahwa mereka memiliki kapabilitas yang dibutuhkan 3) Niat untuk berkerjasama (cooperative intention): harapan bahwa orang lain dapat diajak bekerjasama untuk mencapai pemenuhan tujuan. Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek trust terdiri dari trusting yang meliputi openness dan sharing serta trustworthy yang terdiri dari acceptance, support dan cooperative intention 3. Komponen-komponen Trust Rempel, Holmes dan Zanna dalam Jogan, Johnson dan Briggs, 1997) menyebutkan 3 komponen trust, yaitu : a. Predictability Predictability merupakan keyakinan individu bahwa perilaku pasangan dapat diprediksi dan konsisten dalam sejumlah interaksi yang dicapai seiring berjalannya waktu melalui pengalaman-pengalaman yang telah dilewati dalam hubungan. b. Dependability Dependability merupakan keyakinan individu bahwa pasangan merupakan seseorang yang dapat diandalkan dan sebagai tempat untuk bergantung. Hal ini didasarkan pada pasangan yang lebih memilih untuk menanggapi kebuituhan individu dalam situasi yang sulit dan bergantung pada respon pasangan di masa lalu. c. Faith Faith merupakan keyakinan individu bahwa pasangan akan selalu menjaga komitmen dan kesetiaan meskipun situasi di masa mendatang tidak dapat diperkirakan. Keyakinan ini tidak didasarkan pada pengalaman masa lalu dalam hubungan, namun lebih cenderung pada kepercayaan dalam diri individu terhadap komitmen pasangan.

14 26 Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa komponenkomponen trust terdiri dari predictability, dependability dan faith. 4. Faktor faktor yang Mempengaruhi Trust Individu mengembangkan harapan mengenai tingkat bagaimana seseorang dapat trust kepada orang lain, bergantung pada empat faktor dibawah ini (Lewicki, 2006) : a. Predisposisi Kepribadian (Personality Predisposition) Penelitian menunjukan bahwa individu berada di dalam kecenderungan mereka untuk percaya kepada orang lain (Rotter, Wrightsman & Gillespie dalam Lewicki, 2006). Semakin tinggi tingkat individu dalam kecenderungan untuk trust, semakin besar harapan untuk dipercaya oleh orang lain. b. Orientasi Psikologis (Psychological Orientation) Deutsh (dalam Lewicki, 2006) menyatakan bahwa individu membangun dan mempertahankan hubungan berdasarkan hubungan sosial berdasarkan orientasi psikologisnya. Orientasi ini dipengaruhi oleh hubungan yang terbentuk dan sebaliknya. Sehingga, untuk menjaga orientasinya tetap konsisten, maka individu akan mencari hubungan yang sesuai dengan jiwa mereka. Jika individu tidak menjaga hubungannya dengan orang lain dengan emosi yang baik, maka emosi tersebut dapat mendorong individu untuk melakukan tindakan yang akan mencelakakan hubungan yang telah dijalani. c. Reputasi dan Stereotip (Reputation and Strereotype) Meskipun individu tidak memiliki pengalaman langsung dengan orang lain, harapan individu dapat terbentuk melalui apa yang dipelajari dari teman ataupun dari apa yang telah didengar (Ferris, Blass, Douglas, Kolodinsky, & Treadway dalam Lewicki, 2006). Reputasi orang lain biasanya membentuk harapan yang kuat yang membawa individu

15 27 untuk melihat elemen untuk trust dan distrust serta membawa pada pendekatan pada hubungan untuk saling percaya. d. Pengalaman Aktual (Actual Experience) Pada kebanyakan orang, individu mengambil bagian dari pengalaman untuk berbicara, bekerja, berkoordinasi dan berkomunikasi. Beberapa dari bagian tersebut sangat kuat di dalam trust, dan sebagian mungkin kuat pada distrust. Sepanjang berjalannya waktu, baik elemen trust maupun distrust memulai untuk mendominasi pengalaman, untuk menstabilkan dan secara mudah mendefinisikan sebuah hubungan (Becerra & Gupta dalam Lewicki, 2006). Ketika pola yang terbangun sudah stabil, individu cenderung untuk menggeneralisasikan sebuah hubungan dan menggambarkannya dengan tinggi atau rendahnya trust atau distrust. Berdasarkan pemaparan diatas maka disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi trust terdiri dari predisposisi kepribadian, orientasi psikologis, reputasi dan stereotif serta pengalaman aktual. C. Berpacaran 1. Pengertian Berpacaran Menurut Santrock (2007), berpacaran adalah suatu hubungan dekat yang melibatkan penerimaan, kepercayaan dan pengertian dengan melibatkan jalinan yang rumit dari emosiemosi yang berbeda seperti kemarahan, gairah, seksual, kesenangan dan kecemburuan. Pacaran adalah sebuah hubungan percintaan yang mengarah pada tahap awal hubungan romantis yang berfungsi sebagai dasar atau landasan dalam membangun hubungan yang berpotensi sebagai sebuah komitmen dan juga merupakan proses penyesuaian antara dua

16 28 pribadi yang berbeda yang membutuhkan usaha keras untuk bisa sampai kearah pernikahan (Papalia, dkk, 2008). Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa berpacaran merupakan hubungan percintaan yang terjalin antara laki-laki dan perempuan, dengan adanya saling keterbukaan dan pengertian satu sama lain yang mengarah pada komitmen terhadap hubungan yang lebih serius. 2. Tipe Berpacaran a. Berpacaran Jarak Dekat Menurut Hampton (2004) Pada hubungan berpacaran jarak dekat, pasangan tidak dipisahkan oleh jarak fisik sehingga masih memungkinkan untuk adanya kedekatan fisik. Pacaran jarak dekat disini juga merupakan hubungan yang dijalani oleh pasangan yang berada pada kota atau daerah yang sama dengan pasangannya dan ditandai dengan adanya kedekatan fisik, seperti kehadiran pasangan didekatnya, waktu yang banyak untuk bertemu dan banyak kesempatan untuk pergi jalan-jalan bersama setiap waktu. b. Berpacaran Jarak Jauh Menurut Aylor (2014) ada perdebatan tentang bagaimana mengukur pacaran jarak jauh. Umumnya digunakan tiga pendekatan untuk mendefinisikan pacaran jarak jauh yaitu miles separated, geographic boundary dan self define. 1) Miles Separated Pendekatan yang pertama menggunakan ukuran mil untuk membedakan antara hubungan pacaran jarak jauh dengan hubungan pacaran jarak dekat. Para peneliti telah menetapkan jarak mil tertentu untuk hubungan yang akan didefinisikan sebagai pacaran jarak jauh. Carpenter & Knox (dalam Aylor, 2014) mendefinisikan pacaran jarak jauh dimana pasangan terpisah lebih dari 100 mil, tetapi Schwebel dkk (dalam

17 29 Aylor, 2014) menggunakan 50 mil untuk menyatakan suatu hubungan dapat dikatakan sebagai hubungan pacaran jarak jauh. 2) Geographic Boundary Peneliti lain mempunyai batas-batas geografis tertentu untuk mendefinisikan pacaran jarak jauh. Bukan jarak berapa mil yang memisahkan pasangan. Peneliti memfokuskan pada kota atau negara tempat tinggal untuk menentukan apakah suatu hubungan termasuk hubungan pacaran jarak jauh atau tidak. Helgeson (dalam Aylor, 2014) mendefinisikan pacaran jarak jauh sebagai kondisi dimana salah satu pasangan tinggal di luar kota. Menurut Stephen (dalam Aylor, 2014) hubungan dapat didefinisikan sebagai hubungan pacaran jarak jauh apabila pasangan tinggal di bagian lain yang berbeda dari negara yang sama. Canari dkk (dalam Aylor, 2014) mendefinisikan pacaran jarak jauh sebagai hubungan dimana pasangan tinggal di kota-kota terpisah. 3) Self Define Pendekatan ketiga adalah sebuah pemikiran untuk memungkinkan responden untuk menentukan apakah hubungannya adalah hubungan jarak jauh, terlepas dari jumlah mil atau batas-batas geografis yang memisahkan mereka. Dalam penelitian ini menggunakan definisi pacaran jarak jauh menurut Stephen (dalam Aylor, 2014) yang mendefinisikan pacaran jarak jauh sebagai suatu kondisi apabila pasangan tinggal di bagian lain yang berbeda dari negara yang sama. Dimana dalam penelitian ini batas geografis yang digunakan adalah pulau yang berbeda.

18 30 D. Dewasa Awal Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai 40 tahun. Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Tugas-tugas perkembangan masa dewasa awal dipusatkan pada harapan-harapan masyarakat dan mencakup mendapatkan suatu pekerjaan, memilih seorang teman hidup, belajar hidup bersama dengan suami atau istri, membentuk suatu keluarga, membesarkan anak-anak, mengelola sebuah rumah tangga, menerima tanggung jawab sebagai warga negara dan bergabung dalam suatu kelompok sosial yang cocok (Hurlock, 1980) Berdasarkan teori perkembangan Erikson, Intimacy vs Isolation menjadi persoalan utama pada masa dewasa awal. Bila individu tidak dapat menjalin komitmen pribadi dengan orang lain, menurut Erikson, individu berisiko menjadi terlalu terisolasi dan terpaku pada diri sendiri. Erikson memandang perkembangan hubungan yang intim sebagai tugas penting masa dewasa awal. Kebutuhan untuk membentuk hubungan yang kuat, stabil, dekat, dan penuh perhatian merupakan motivator penting dari tingkah laku manusia (Papalia dkk, 2009). Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa masa dewasa awal dimulai dari umur 18 tahun sampai 40 tahun, salah satu tugas perkembangan pada masa ini adalah memilih seorang teman hidup dan persoalan utama pada masa ini adalah intimacy vs isolation. E. Dinamika Antar Variabel Masa dewasa awal adalah tahap perkembangan setelah remaja. Menurut Erikson (Papalia dkk, 2009) pada tahap perkembangan ini salah satu tugas perkembangan yang penting bagi individu adalah membangun hubungan yang intim. Ekspresi keintiman pada masa dewasa awal ini dapat terlihat salah satunya dalam hubungan cinta. Pada masa inilah individu membentuk hubungan romantik yang sering disebut dengan pacaran (Kiessner dalam Khoman,

19 ). Hubungan pacaran dibedakan menjadi dua yaitu pacaran jarak dekat dan pacaran jarak jauh (Hampton dalam Khoman, 2009). Individu yang menjalani pacaran jarak jauh sangat mungkin akan mengalami konflik (Nisa & Sedjo, 2010). Konflik dapat menyebabkan hubungan interpersonal rusak atau berakhir apabila tidak dikelola dengan baik. Sebaliknya konflik juga dapat meningkatkan kualitas hubungan bila penanganannya tepat. (Supratiknya dalam Permatasari, 2014). Salah satu konflik yang terjadi dalam hubungan pacaran jarak jauh adalah konflik interpersonal. Menurut Nisa dan Sedjo (2010) adanya konflik interpersonal yang terjadi dapat disebabkan karena adanya ketidaksepahaman, misalnya pasangan selalu memberikan perhatian yang lebih, dapat menjadi konflik bila salah satu dari mereka tidak senang terlalu diperhatikan atau misalnya, kecurigaan salah satu dari mereka terhadap pasangan dapat menyebabkan konflik, dan jika kecurigaan tersebut berkepanjangan dapat membuat hubungan semakin renggang. Konflik juga dapat terjadi karena kepercayaan yang diberikan oleh pasangan menurun. Nisa dan Sedjo (2010) menambahkan, bahwa konflik interpersonal yang terjadi diantaranya, komunikasi yang tidak lancar dan perbedaan yang selalu dipersoalkan sehingga muncul perdebatan (Nisa & Sedjo, 2010). Permatasari (2014) menambahkan konflik dalam pacaran jarak jauh dapat berupa pertengkaran dan perdebatan (Permatasari, 2014). Hubungan pacaran, baik pacaran jarak dekat atau jarak jauh membutuhkan trust. Trust merupakan hal yang penting dalam berpacaran (Morrow, 2010). Trust mengacu pada tingkat kepercayaan kita bahwa orang lain akan bertindak sesuai dengan cara yang akan memenuhi harapan kita (Rempel dalam Ponzetti, 2003). Dalam hubungan pacaran, terutama pacaran jarak jauh trust merupakan hal yang sangat penting. Hasil penelitian Kauffman (2000) yang berjudul Relational Maintenance in Long-Distance Dating Relationship: Staying Close menemukan bahwa trust merupakan syarat keberhasilan suatu hubungan.

20 32 Menurut Coser (dalam Han & Harm, 2010) dalam hubungan dekat dengan tingkat trust yang tinggi individu cenderung menghindari konflik dan memastikan bahwa konflik tidak muncul. Hasil studi pendahuluan peneliti menemukan bahwa konflik dalam hubungan pacaran jarak jauh dapat muncul karena trust yang rendah. Pada hubungan pacaran jarak jauh dimana terdapat tingkat trust yang tinggi pada pasangan maka konflik yang terjadi dalam hubungan tersebut akan rendah, begitu juga sebaliknya apabila trust rendah maka konflik akan tinggi. Berdasarkan uraian diatas maka diperkirakan terdapat hubungan antara trust dengan konflik interpersonal pada dewasa awal yang menjalani pacaran jarak jauh. Dinamika hubungan antar variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.

21 33 Gambar.1. Hubungan Antar Variabel Pacaran Jarak Jauh Konflik Trust Konflik Interpersonal Konflik Intrapersonal Keterangan : Dimensi-dimensi Trust - Trusting - Trustworthy : Subjek Penelitian : Variabel yang tidak diteliti : Variabel Penelitian : Dimensi Variabel : Komponen : Garis Pengaruh yang akan diteliti Dimensi-dimensi Konflik Interpersonal - An expressed struggle - Interdependence - Perceived incompatible goal - Perceived scarce resource - Interdependence F. Hipotesis Penelitian : Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Hipotesis alternatif (Ha) : Terdapat hubungan antara trust dengan konflik interpersonal pada individu dewasa awal yang menjalani pacaran jarak jauh. 2. Hipotesis nihil (Ho) : Tidak terdapat hubungan antara trust dengan konflik interpersonal pada individu dewasa awal yang menjalani pacaran jarak jauh.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. hubungan yang intim merupakan tugas perkembangan yang penting pada masa dewasa awal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. hubungan yang intim merupakan tugas perkembangan yang penting pada masa dewasa awal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dewasa awal adalah masa dimana individu memasuki tugas perkembangan untuk membentuk hubungan saling berkomitmen dengan orang lain. Menurut Erikson, perkembangan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu kehidupan, dengan membangun suatu hubungan yang nyaman dengan orang lain. Seringnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan waktu perubahan dramatis dalam hubungan personal. Hal tersebut dikarenakan banyaknya perubahan yang terjadi pada individu di masa

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1 Dewasa Muda Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 29 BAB II LANDASAN TEORI II. A. KEPERCAYAAN (TRUST) II. A.1. Definisi Kepercayaan (Trust) Kepercayaan (trust) menggambarkan tindak keyakinan seseorang kepada orang lain untuk melakukan sesuatu dalam cara-cara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam buku intimate relationship (Miller, Perlman & Brehm, 2007), trust

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam buku intimate relationship (Miller, Perlman & Brehm, 2007), trust BAB II LANDASAN TEORI A. TRUST 1. Pengertian Trust Dalam buku intimate relationship (Miller, Perlman & Brehm, 2007), trust didefinisikan sebagai pengharapan bahwa pasangan akan memperlakukan dengan baik

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan manusia lain

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan jarak jauh (long distance relationship) Pengertian hubungan jarak jauh atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan dipisahkan oleh jarak

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup saling membutuhkan satu sama lain. Salah satunya adalah hubungan intim dengan lawan jenis atau melakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.2 Definisi Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman manusia yang paling umum. Menurut Sternberg (dalam Tambunan,

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman manusia yang paling umum. Menurut Sternberg (dalam Tambunan, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Cinta (love) merupakan salah satu tema yang paling umum dalam lagu-lagu, film, dan kehidupan sehari-hari. Sebagian besar orang menerima cinta sebagai pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan salah satu proses yang biasanya dijalani individu sebelum akhirnya memutuskan menikah dengan pasangan. Pada masa pacaran, individu saling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Loneliness 2.1.1 Definisi Loneliness Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan

Lebih terperinci

Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan

Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimacy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalin suatu hubungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berpacaran merupakan hal yang lazim dilakukan oleh manusia di dalam kehidupan sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan sosial yaitu hubungan berpacaran atau hubungan romantis.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan sosial yaitu hubungan berpacaran atau hubungan romantis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan aktivitas manusia yang dasar, dengan berkomunikasi manusia melakukan hubungan karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini menjelaskan tentang pembahasan teori yang sudah disinggung pada bab

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini menjelaskan tentang pembahasan teori yang sudah disinggung pada bab BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini menjelaskan tentang pembahasan teori yang sudah disinggung pada bab sebelumnya. Teori yang digunakan antara lain, definisi pernikahan, penyesuaian pernikahan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentang usia dewasa awal. Akan tetapi, hal ini juga tergantung pada kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. rentang usia dewasa awal. Akan tetapi, hal ini juga tergantung pada kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tugas perkembangan manusia pada masa dewasa. Pernikahan idealnya dimulai ketika individu berada pada rentang usia dewasa awal.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam kehidupan manusia, terutama di kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Sampai saat ini memang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global yang terjadi sekarang ini menuntut manusia untuk berusaha sebaik mungkin dalam menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai bentuk hubungan sosial. Salah satunya adalah hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 101 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk memperoleh gambaran mengenai kebutuhan intimacy melalui wawancara mendalam. Berdasarkan hasil analisis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting mempengaruhi kesehatan psikologis suatu individu. Ketika individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting mempengaruhi kesehatan psikologis suatu individu. Ketika individu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Descutner dan Thelen (1991) mengatakan bahwa keintiman merupakan kebutuhan manusia dalam menjalankan kehidupan sosial dan merupakan faktor penting mempengaruhi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi keluarga adalah komunikasi interpersonal yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi keluarga adalah komunikasi interpersonal yang sangat penting. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi keluarga adalah komunikasi interpersonal yang sangat penting. Dengan memahami bentuk, fungsi, dan proses dari komunikasi keluarga, kita dapat memahami bagaimana

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan dengan orang lain yang meliputi interaksi di lingkungan sekitarnya. Sepanjang hidup, manusia akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sepanjang rentang kehidupan individu, banyak hal yang dipelajari dan mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman bersama keluarga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996). Mahasiswa yang dimaksud adalah individu yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melepaskan diri dari jalinan sosial, dimana manusia

Lebih terperinci

2015 INTIMACY WANITA KORBAN KEKERASAN DALAM BERPACARAN

2015 INTIMACY WANITA KORBAN KEKERASAN DALAM BERPACARAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam berpacaran menjadi sebuah fenomena sosial yang sangat memprihatinkan. Lundberg & Marmion (2006), menyatakan bahwa kekerasan dalam berpacaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini marak terjadi kasus perkelahian antar siswa sekolah yang beredar di media sosial. Permasalahannya pun beragam, mulai dari permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. identitas ( identity vs identity confusion). Menurut Kroger (dalam Papalia, 2004)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. identitas ( identity vs identity confusion). Menurut Kroger (dalam Papalia, 2004) 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Konsep Teoritis 1. Aspek Psikososial Remaja Masa remaja merupakaan masa dimana remaja mencari identitas, dan dalam proses pencarian identitas tersebut tugas utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Johnson ( Supraktiknya, 1995) konflik merupakan situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan rumah tangga merupakan salah satu tahap yang signifikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan rumah tangga merupakan salah satu tahap yang signifikan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan permulaan dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman banyak perubahan yang terjadi, salah satunya adalah perubahan dalam pandangan orang dewasa mengenai pernikahan. Hal ini didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu yang berkembang untuk memenuhi kebutuhan pribadi, sedangkan manusia sebagai makhluk sosial yang saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komunikasi 1. Definisi Komunikasi Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang akar katanya adalah communis, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa dikenal sebagai pelaku utama dan agent of exchange dalam gerakan-gerakan pembaharuan. Mahasiswa memiliki makna yaitu sekumpulan manusia intelektual

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhannya. Salah satu tugas perkembangan seorang individu adalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhannya. Salah satu tugas perkembangan seorang individu adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendiri dan manusia juga akan berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode wawancara dan

BAB V PENUTUP. yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode wawancara dan BAB V PENUTUP Bab ini akan menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian strategi komunikasi antarpribadi untuk mempertahankan hubungan pacaran pasca konflik serta saran yang diharapkan dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya

Lebih terperinci

11 Universitas Indonesia

11 Universitas Indonesia 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai teori tentang konflik, meliputi kategorisasi konflik, gaya penyelesaian konflik, serta faktor-faktor yang membedakan gaya penyelesaian konflik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kesatuan yang semakin maju dan berkembang.kondisi tersebut menuntut masyarakat pada setiap tahap rentang kehidupannya untuk meneruskan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Manusia sebagai makhluk sosial dalam bertingkah laku

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengambilan keputusan untuk mempertahankan pernikahan setelah perselingkuhan suami. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. Hal ini disebabkan penggunaan makna kepercayaan akan berbeda disetiap bahasa

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. Hal ini disebabkan penggunaan makna kepercayaan akan berbeda disetiap bahasa BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Konsep Teoritis 1. Kepercayaan (trust) Pengertian kepercayaan sampai saat ini masih banyak yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan penggunaan makna kepercayaan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK Penelitian deskriptif ini berdasar pada fenomena bahwa kehadiran anak memiliki peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi masing-masing individu, dan sudah menjadi hak setiap manusia untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pada Undang-Undang Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial, dimana mereka tidak dapat hidup seorang diri. Manusia selalu membutuhkan orang lain, baik untuk saling membantu, bekerja sama, bahkan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalani suatu

Lebih terperinci

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek?

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek? Pedoman Observasi 1. Kesan umum subyek secara fisik dan penampilan 2. Relasi sosial subyek dengan teman-temannya 3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview Pedoman Wawancara 1. Bagaimana hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan relasi antar pribadi pada masa dewasa. Hubungan attachment berkembang melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seorang wanita yang memilih untuk menikah dengan prajurit TNI bukanlah hal yang mudah, wanita tersebut harus memiliki komitmen yang kuat dalam hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

Human Relations. Faktor Manusia dalam Human Relations (Learning how to Learn)-Lanjutan. Ervan Ismail. S.Sos., M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM

Human Relations. Faktor Manusia dalam Human Relations (Learning how to Learn)-Lanjutan. Ervan Ismail. S.Sos., M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM Modul ke: Human Relations Faktor Manusia dalam Human Relations (Learning how to Learn)-Lanjutan Fakultas FIKOM Ervan Ismail. S.Sos., M.Si. Program Studi Public Relations http://www.mercubuana.ac.id Isi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuatan seseorang dalam menghadapi kehidupan di dunia ini berawal dari keluarga. Keluarga merupakan masyarakat terkecil yang sangat penting dalam membentuk

Lebih terperinci