BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)"

Transkripsi

1 BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Tahun 2014 adalah tahun ke-empat dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sumbawa tahap ke-dua yaitu periode , yang merupakan penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Sumbawa yang telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Nomor 31 Tahun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sumbawa ditetapkan dengan Peraturan Bupati Nomor 16a Tahun 2011 dimana pada tahun 2012 akan diadakan penyesuaian regulasi dengan Peraturan Daerah serta diselaraskan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dimana arah kebijakan dan program pembangunan di daerah diklasifikasikan menurut bidang urusan pemerintahan yakni 26 urusan wajib dan 8 urusan pilihan Visi dan Misi Visi Visi pembangunan daerah Kabupaten Sumbawa tahun adalah TERWUJUDNYA MASYARAKAT SUMBAWA BERDAYASAING DALAM MEMANTAPKAN SAMAWA MAMPIS RUNGAN. Menelaah visi pembangunan daerah Kabupaten Sumbawa tersebut menghasilkan pokok-pokok visi yang diterjemahkan dalam pengertiannya sebagaimana tabel berikut. 58

2 Tabel 2.1. Perumusan Penjelasan Visi No. Visi Pokok-Pokok Visi Penjelasan Visi Terwujudnya Masyarakat Masyarakat Sumbawa secara Masyarakat Sumbawa sosiologis memiliki pengertian Sumbawa Berdayasaing Dalam kumpulan orang per orang dengan beragam latar belakang suku, ras dan agama yang bertempat tinggal Memantapkan pada wilayah administrasi Samawa Mampis Kabupaten Sumbawa Provinsi NTB Rungan Berdaya Saing Berdaya saing mengandung makna kemampuan pengelolaan sumberdaya daerah secara bermutu, ekonomis, efektif dan efisien, sehingga lebih unggul dari daerah lainnya. Berdaya saing juga mengandung makna kemampuan untuk berprestasi dalam bidang kerja masing-masing, dengan kualifikasi atau kualitas tertentu, sehingga dapat sejajar atau bahkan lebih tinggi dengan daerah lain. Dengan demikian, maka masyarakat berdaya saing merupakan kondisi masyarakat Sumbawa yang mampu bersaing secara sehat yang mencakup aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan umum dan aspek daya saing daerah yang pada akhirnya dapat meningkatkan pembangunan Kabupaten Sumbawa. Memantapkan Samawa Mampis Rungan 59 Secara harfiah Samawa Mampis Rungan berarti Sumbawa yang menebarkan kabar baik. Samawa Mampis Rungan merupakan bagian dari syiar masyarakat Sumbawa yang berkehendak

3 No. Visi Pokok-Pokok Visi Penjelasan Visi tenteram secara spiritual religius (senap semu), rukun damai secara social (riam remo) dan makmur secara material-ekonomis (nyaman nyawe). Memantapkan kondisi Kabupaten Sumbawa yang Makmur Aman Mandiri, Partisipatif, Inovatif dan Sehat yang bersendikan Semangat Religius, Ulet dan unggul, Gotong royong, Akuntabel dan transparan, mengandung pengertian mempertahankan prestasi yang telah dicapai sebelumnya sekaligus memperbaiki dan meningkatkan halhal yang masih kurang atau belum tercapai. Sumber : RPJMD Kabupaten Sumbawa, Memantapkan terwujudnya Samawa Mampis Rungan dilakukan dengan fokus utama pada peningkatan pelayanan dasar, peningkatan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dan percepatan pengembangan potensi agribisnis wilayah yang didukung oleh infrastruktur dan lingkungan hidup yang lestari Misi Agar visi pembangunan daerah Kabupaten Sumbawa tersebut dapat diwujudkan serta mampu mendorong efektifitas dan efisiensi dalam memanfaatkan potensi yang dimiliki, maka ditetapkan Misi RPJMD Kabupaten Sumbawa Tahun sebagai berikut. 60

4 Misi pertama : Mengembangkan masyarakat yang religius/beriman, berbudaya, menghargai pluralitas, kesetaraan gender dan berkesadaran hukum. Misi pertama ini merupakan keberlanjutan dari misi RPJMD Tahun yaitu misi masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani. Oleh karenanya pemerintah daerah perlu meningkatkan pelayanan yang memadai melalui penyelenggaraan pemerintahan yang sehat dan didukung oleh semangat yang religius serta terciptanya suasana yang mendukung untuk peningkatan kualitas keberagamaan masyarakat. Melalui misi pertama juga dilakukan optimalisasi sumberdaya manusia yang semakin mengembangkan dan menjunjung tinggi nilainilai budaya dalam keberagaman, serta peningkatan partisipasi masyarakat pada umumnya dan khususnya peran perempuan dalam pembangunan, dengan tetap mengedepankan kesadaran dan penegakan hukum. Misi kedua : Menyelenggarakan pelayanan dasar yang lebih berkualitas dan terjangkau dibidang pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial Misi kedua ini merupakan langkas selanjutnya dari misi pada RPJMD Tahun yaitu mengembangkan budaya inovatif yang diupayakan melalui pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas, serta misi masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani. Melalui misi kedua juga Pemerintah Kabupaten Sumbawa memberikan perhatian pada persoalan-persoalan sosial kemasyarakatan terutama dalam mengantisipasi pengaruh global yang cenderung memberi pengaruh signifikan terhadap kehidupan sosial tersebut. Misi ketiga : Meningkatkan pelayanan publik dan penyelenggaraan tata pemerintahan daerah yang baik (good local governance) Misi ini berkaitan erat dengan misi pada RPJMD Tahun yaitu misi meningkatkan partisipasi melalui kebersamaan yang sinergis, mara tali ontar telu, antara pemerintah - dunia usaha - masyarakat dalam mengisi pembangunan. Partisipasi merupakan salah satu kata kunci dalam mewujudkan good local 61

5 governance di Kabupaten Sumbawa, serta misi menciptakan rasa aman dan mandiri. Terciptanya rasa aman akan menjadi jaminan bagi berlangsungnya aktivitas pemerintahan dan pembangunan dengan baik. Kemandirian masyarakat diupayakan dengan melakukan reposisi fungsi birokrasi pemerintahan yang selama ini menjadi subjek yang sangat dominan menjadi sebatas fasilitator sehingga dapat menggerakkan dan memberdayakan masyarakat. Misi keempat : Mempercepat pengembangan ekonomi daerah berbasis agrobisnis melalui percepatan pembangunan infrastruktur, pengembangan kawasan strategis, penguatan kelembagaan ekonomi lokal dan peningkatan investasi. Misi ini merupakan kesinambungan dari misi pada RPJMD Tahun yaitu misi meningkatkan kemakmuran masyarakat sebagai hasil usaha produktif dalam mengelola sumberdaya yang tersedia. Dalam periode tahun diupayakan pemantapan dan peningkatan daya dukung infrastruktur wilayah terutama terutama yang mendorong pengembangan investasi di daerah baik yang berskala kecil, menengah maupun besar dalam rangka memacu peningkatanperekonomian masyarakat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Misi kelima : Memastikan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan Misi ke-lima ini merupakan misi lanjutan dari misi pada RPJMD Tahun yaitu misi meningkatkan kemakmuran masyarakat, misi meningkatkan partisipasi melalui kebersamaan yang sinergis, mara tali ontar telu, antara pemerintah - dunia usaha - masyarakat dalam mengisi pembangunan. Misi memastikan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan, juga merupakan langkah antisipatif terhadapperubahan yang muncul dimasa mendatang terutama terkait dengan kelestarian alam dan lingkungan hidup. 62

6 2. 2. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi Ekonomi Makro Daerah Tahun 2012 dan Perkiraan Tahun 2013 Kondisi perekonomian Kabupaten Sumbawa berdasarkan indikator PDRB dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan tahun terlihat padatabel 2.2. Tabel 2.2. PDRB dan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Sumbawa Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun No Tahun PDRB (Juta Rp) Pertumbuhan ADHB ADHK ADHB ADHK (1) (2) (4) (5) (6) (7) ,99% 3,94% ,78% 4,60% ,21% 4,49% ,79% 4,03% ,53% 4,68% ,76% 4,79% ,78% 4,88% ,06% 5,45% ,87% 5,92% ,98% 9,90% * % 6.80% ** % 6.13% Sumber : BPS Kabupaten Sumbawa, Tahun Keterangan *) Angka Sementara, **) Angka Sangat Sementara Tabel 2.2. menunjukkan terdapat variasi pertumbuhan ekonomi antara kurun waktu dan PDRB ADHB kurun waktu rata-rata bertambah Rp juta/tahun, sedangkan dalam kurun waktu ratarata bertambah Rp. 513,372juta/tahun. PDRB ADHK dalam kurun waktu secara nominal bertambah Rp. 59,625 juta/tahun, sedangkan dalam kurun waktu bertambah sebesar Rp juta/tahun. Pertumbuhan PDRB ADHB dalam kurun waktu rata-rata tumbuh 12,01% dan kurun waktu

7 2012 sebesar 14,57%. Adapun pertumbuhan PDRB ADHK untuk kurun waktu sebesar 4,42%, sedangkan dalam kurun waktu tumbuh rata-rata 5,99%. Dengan demikian secara nominal maupun pertumbuhan, PDRB Kabupaten Sumbawa dalam periode berkembang lebih tinggi dibandingkan periode Pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumbawa di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi kurun waktu , yaitu sebesar 6,67% (angka sangat sementara). Pertumbuhan ekonomi tahun 2014 diperkirakan tumbuh sebesar 6,77%. Dengan analisis statistik menggunakan data time series tahun diperoleh persamaan estimasi (forecast) untuk PDRB ADHB adalah y = ,35x ,46x ,60 dengan R2 = 0,999; sedangkan PDRB ADHK diestimasi dengan persamaan y = 5.721,53x ,31x ,14 dengan R2 = 0,999. Dari kedua persamaan tersebut dapat diestimasi besar PDRB untuk tahun 2014 sebagaimana terlihat pada tabel 2.3 dan gambar 2.1. Tabel 2.3. Estimasi PDRB dan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Sumbawa Tahun 2014 Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 No Tahun PDRB (Juta Rp) Pertumbuhan ADHB ADHK ADHB ADHK (1) (2) (3) (4) (5) (6) ** ,87% 6,77% Keterangan : **) Angka sangat sementara hasil forecast 64

8 Gambar 2.1. PDRB Kabupaten Sumbawa Tahun dan Estimasi Tahun Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan Struktur perekonomian Kabupaten Sumbawa pada periode memperlihatkan kondisi yang dinamis antara pertumbuhan sektor pertanian dan non pertanian. Jika antara tahun memperlihatkan gejala menurunnya share sektor pertanian, dan dalam kurun waktu yang sama peningkatan terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta jasa- jasa.dinamika ini menggambarkan terjadi proses transisi dari perekonomian agraris ke sektor perdagangan, hotel dan restoran serta jasa-jasa. Meskipun demikian, dalam banyak kasus perkembangan struktur ekonomi suatu daerah yang mengalami transformasi dari sektor pertanian ke sektor non pertanian tidak mesti diikuti oleh perubahan struktur mata pencaharian penduduk. Bisa saja terjadi penurunan share sektor pertanian dalam perekonomian secara keseluruhan, namun jumlah penyerapan tenaga kerja sektor pertanian masih tetap besar dan bahkan mengalami peningkatan mengingat sektor ini lebih bersifat padat karya dibandingkan sektor-sektor lain yang padat modal. Perlu dikemukakan di sini bahwa dalam analisis PDRB yang dihitung adalah peningkatan jumlah nilai tambah 65

9 dari aktivitas ekonomi, sedangkan komoditi pertanian cenderung inferior dibandingkan dengan komiditi sektor lain terutama dari sektor sekunder atau tersier. Fenomena transformasi struktur perekonomian Kabupaten Sumbawa diperkirakan masih terus berlanjut pada tahun Kondisi perekonomian secara sektoral antara tahun dan perkiraannya di tahun dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Kontribusi Masing-masing Sektor Terhadap PDRB Kabupaten Sumbawa Atas Dasar Harga Berlaku Tahun (Persen) LAPANGAN USAHA/SEKTOR TAHUN * 2012** 2013*** 2014*** Pertanian 41,90 40,01 40,65 40,30 39,01 38,33 Pertambangan dan Penggalian 2,20 2,05 1,93 1,92 2,24 2,25 Industri Pengolahan 4,35 3,22 3,03 2,96 4,33 4,32 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,55 0,56 0,53 0,52 0,62 0,64 Bangunan 11,72 11,87 12,06 12,49 12,44 12,61 Perdagangan, Hotel & Restoran 18,79 19,59 19,62 19,96 20,18 20,53 Pengangkutan dan Komunikasi 5,99 6,08 5,56 5,31 6,22 6,25 Bank, Usaha Persewaan & Jasa Perusahaan 2,85 2,54 2,47 2,45 2,90 2,91 Jasa-jasa 11,64 14,08 14,15 14,08 12,06 12,16 Total Sumber : BPS Kabupaten Sumbawa *) Angka Sementara **) Angka sangat sementara hasil forecast ***) Asumsi Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah Tahun 2013 dan Tahun 2014 Pertumbuhan PDRB menjadi indikator perkembangan perekonomian daerah, sehingga maju mundurnya perkembangan perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari besar kecilnya laju pertumbuhan PDRB daerah bersangkutan. Pertumbuhan ekonomi memberikan gambaran mengenai dampak kebijakan ekonomi terhadap pembangunan yang dilaksanakan. Secara teoritis pertumbuhan ekonomi (Y) merupakan hasil penjumlahan dari 66

10 konsumsi rumah tangga (C), investasi swasta (I), belanja pemerintah (G) dan netto ekpor-impor (X-M). Dengan demikian terdapat hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dengan besaran belanja pemerintah. Makin besar belanja pemerintah memberikan kontribusi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi, demikian pula sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumbawa tahun 2013 diperkirakan tetap tumbuh pada kisaran 5 6 persen. Hal-hal yang perlu diantisipasi dalam perencanaan pembangunan tahun 2014 adalah peningkatan inflasi sebagai dampak dari rencana Pemerintah Pusat untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak,kenaikan Tarif dasar listrik, krisis harga pangan, perubahan ikilm. PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2014 diperkirakan dapat mencapai Rp ,- dan PDRB atas dasar harga berlaku diperkirakan dapat mencapai Rp ,-. Laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan dapat tumbuh sebesar 6,77%. Adapun asumsi pertumbuhan PDRB tahun 2014 didasarkan atas forecast angka PDRB tahun-tahun sebelumnya terlihat pada Tabel 2.5. berikut ini. Tabel 2.5. Laju Pertumbuhan PDRB Tahun di Kabupaten Sumbawa Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan No Tahun PDRB ADHB PDRB ADHK Rp (Juta) Pertumbuhan Rp (Juta) Pertumbuhan ,06% ,45% ,90% ,94% ,03% % * ,25% ,25% ** % % *** % % Sumber : Diolah dari Data BPS Kabupaten Sumbawa, Tahun 2011 *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara ***) Asumsi Berdasarkan Tabel 2.5 dapat disimpulkan bahwa perkiraan laju pertumbuhan PDRB ADHB tahun 2014 sebesar 13,87% dan laju pertumbuhan PDRB ADHK 6,77%. Untuk Kabupaten Sumbawa karena tidak ada aktivitas di bidang migas, maka PDRB Migas dan Non Migas tidak ada perbedaan. 67

11 Salah satu indikator makro ekonomi yang berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi adalah tingkat perubahan harga atau inflasi. Inflasi dalam PDRB tercermin dari Indeks Harga Implisit (IHI). IHI diperoleh dari pembagian nilai PDRB ADHB dengan PDRB ADHK dikalikan 100 untuk masing-masing sektor dalam kurun waktu satu tahun. IHI menggambarkan tingkat perubahan harga umum seluruh komoditi baik barang maupun jasa. Asumsi laju inflasi tahun 2014 dan beberapa tahun sebelumnya disajikan dalam tabel 2.6. Laju inflasi tahun yang ditunjukkan oleh angka perubahan IHI sebagaimana terlihat pada kolom (5) tabel 2.6 memperlihatkan laju yang berfluktuatif. Dengan menggunakan PDRB hasil forecast tahun diperoleh asumsi laju inflasi tahun 2014 diperkirakan sebesar 6,65%. Lebih jauh, laju inflasi mempengaruhi daya beli (Purchasing Power Parity) masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak akan membawa dampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat kalau tingkat kenaikan harga tinggi. Bila daya beli masyarakat meningkat berarti terdapat peningkatan kesejahteraan masyarakat yang mencerminkan berkembangnya sektor produksi dan distribusi barang dan jasa yang selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Tabel 2.6. Laju Inflasi Kabupaten Sumbawa Tahun dan Perkiraan di Tahun serta Asumsi di Tahun 2014 Tahun PDRB ADHB (Juta Rp) PDRB ADHK (Juta Rp) 68 IHI Perubahan IHI (%) (1) (2) (3) (4) (5) ,76 11, ,68 7, ,61 7, ,52 9, ,57 8, ,46 8, * ,72 7, ** ,73 7, ** ,25 7, *** ,42 6,65 Sumber : diolah dari BPS Sumbawa 2010 *) Angka Sementara

12 **) Angka Sangat Sementara ***) Asumsi Dari tabel 2.5. dan 2.6. di atas, menunjukkan bahwa untuk dapat menunjang pertumbuhan ekonomi atas dasar harga konstan 6,77% dan atas dasar harga berlaku 13,87%, maka tingkat inflasi harus dapat ditekan sebesar 6,65%. Dengan asumsi kondisi ekonomi global dan nasional yang kondusif serta kondisi ekonomi makro Kabupaten Sumbawa tetap stabil yang didukung dengan kebijakan struktural seperti perbaikan iklim investasi, upaya peningkatan daya saing dan produktifitas, serta perbaikan kualitas sumberdaya manusia, maka prospek perekonomian tahun 2013 diperkirakan tetap tumbuh pada kisaran 6% - 6,7%. Pertumbuhan ekonomi ini diharapkan tidak hanya terjadi pada peningkatan konsumsi melainkan juga terjadi peningkatan investasi dan ekspor. Hal tersebut dapat menjawab permbangunan ekonomi Kabupaten Sumbawa yaitu tingkat pengangguran yang masih tinggi serta membuka peluang kesempatan kerja dan berusaha bagi kelompok masyarakat usia produktif Arah Kebijakan Keuangan Daerah Struktur APBD Kabupaten Sumbawa tahun 2013 mengalami kenaikan pada pendapatan sebesar 0,39% dibanding tahun 2012, sedangkan target belanja APBD 2013 menurun sebesar 4,88% dibandingkan dengan tahun Pada tahun 2012 dan 2013, APBD Kabupaten Sumbawa mengalami defisit masing-masing sebesar Rp.72,57 milyar (8,47%) dan Rp.23,87 milyar (2,77%). Karena prinsip anggaran yang kita anut adalah anggaran berimbang, maka defisit anggaran tersebut ditutupi melalui pembiayaan daerah dengan mengupayakan kondisi pembiayaan netto dalam keadaan surplus.adapun Struktur APBD Kabupaten Sumbawa Tahun terlihat pada tabel 2.7 berikut. 69

13 Tabel 2.7. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sumbawa Tahun

14 Sumber: DPPK Kabupaten Sumbawa Struktur APBD pada tabel 2.7 di atas terlihat bahwa pada tahun 2012 tidak terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan. Untuk tahun 2013, defisit anggaran diupayakan dapat ditekan tidak melebihi 6% sebagaimana yang dipersyaratkan dalam PMK No.137/PMK.07/2012 tentang Batas maksimal defisit anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan batas maksimal kumulatif pinjaman daerah tahun anggaran Arah Kebijakan Pendapatan Daerah Pendapatan daerah sebagaimana ketentuan yang berlaku dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian. Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), meliputi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah; 2. Dana Perimbangan, meliputi Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus; 3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Adapun target dan realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Sumbawa tahun secara rinci disajikan pada tabel berikut. 71

15 NO Tabel 2.8. Target dan Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Sumbawa Tahun (Rp Milyar) URAIAN Target Realisasi % Target Realisasi % Target Realisasi % 1 PENDAPATAN DAERAH PENDAPATAN ASLI DAERAH Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah DANA PERIMBANGAN Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH Dana Hibah Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya Sumber: DPPK Kab. Sumbawa (diolah) Sementara itu, tren realisasi pendapatan daerah Kabupaten Sumbawa kurun waktu lima tahun terakhir digambarkan pada tabel 2.9. berikut: Tabel 2.9 Realisasi dan Rata-Rata Pertumbuhan Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Sumbawa Tahun Anggaran No Uraian 72 Tingkat Realisasi Rata-Rata Pertumbuhan (%) 1 PENDAPATAN DAERAH PENDAPATAN ASLI DAERAH Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

16 1 2 DANA PERIMBANGAN Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH Hibah Dana Darurat Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya Sumber: DPPK Kab. Sumbawa (diolah) Memperhatikan tabel di atas, diperoleh gambaran bahwa realisasi pendapatan daerah terus meningkat dari Rp.585,46 Milyar (2009) hingga mencapai Rp.955,31 Milyar (2013) dengan rata-rata tingkat realisasi pendapatan 99,73%. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) berkisar dari Rp.28,5 Milyar (2009) menjadi Rp.67,73 Milyar (2013) dengan rata-rata tingkat realisasi PAD 92,92%. Dari keempat komponen PAD, secara persentase kontribusi masing-masing kompenen pembentuk PAD berbeda-beda yakni pada tahun 2009 s/d 2010 komponen Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan memberikan kontribusi tertinggi, pada tahun 2009 sebesar 4,98 Milyar (17,5%) dan tahun 2009 sebesar 13,44 Milyar (37,5%). Hal serupa berlanjut pada tahun 2010 s/d 2011 komponen Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan memberikan kontribusi tertinggi yaitu Rp.13,44 Milyar (37,53%) pada tahun 2010 dan Rp.56,41 Milyar (63,34%) pada tahun 2011, sedangkan pada tahun 2012 komponen Retribusi Daerah memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 27,34 Milyar (44,86%) yang berlanjut hingga tahun 2013 sebesar 28,8 Milyar (42,58%). Realisasi Dana Perimbangan berkisar dari Rp.523,18 Milyar (2009) hingga Rp.770,930 Milyar (2013) dengan tingkat realisasi rata-rata 100,49%. Secara persentase Dana Alokasi Umum (DAU) masih memberikan kontribusi terbesar yakni berkisar dari Rp.424,70 Milyar (81,18%) tahun 2009 dan Rp.647,40 Milyar (84,01%) pada tahun Secara rata-rata tingkat realisasi tertinggi dari 73

17 komponen pembentuk Dana Perimbangan adalah Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 106,58% sedangkan tingkat realisasi DAU dan DAK mencapai 100%. Demikian pula dengan tingkat realisasi Lain-Lain Pendapatan Daerah berkisar antara Rp.33,78 Milyar (2009) hingga Rp.116,65 Milyar (2013) dengan rata-rata realisasi 105,15%. Rata-rata peningkatan realisasi pendapatan daerah kurun waktu adalah 13,38% per tahun dengan peningkatan realisasi PAD rata-rata 38,07% per tahun, Dana Perimbangan rata- rata 10,26% per tahun dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah rata-rata mencapai 52,41%. Khusus rata-rata peningkatan realisasi komponen PAD: Pajak Daerah tumbuh 27,85%, Retribusi Daerah naik rata-rata 36,24%, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 108,45% dan Lain-Lain PAD yang Sah 10,32%. Rata-rata peningkatan realisasi komponen Dana Perimbangan: Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 7,59%, DAU 11,27% dan DAK 6,58%. Sedangkan pada rata-rata peningkatan realisasi lain-lain pendapatan daerah yang sah mencapai 52,41%, ini meningkat dari persentase tahun lalu sebesar 50,84%. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan pendapatan daerah adalah belum diketahui secara pasti besar potensi PAD sehingga target yang ditetapkan tidak didasarkan atas assesmen potensi yang dimiliki. Setelah berlakunya close list system dalam ketentuan jenis pajak daerah dan retribusi daerah sesuai Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009, perlu dilakukan penyesuaian pada perangkat regulasi, kelembagaan pendapatan daerah serta personil agar tidak berimplikasi pada penurunan pendapatan daerah. Adapun penerimaan Dana Perimbangan relatif tanpa masalah yang berarti kecuali DAK yang memerlukan dana pendamping dari daerah minimal 10% dari jumlah DAK yang mengurangi porsi pemanfaatan DAU sesuai dengan kebutuhan daerah. Adapun lain-lain pendapatan daerah yang sah tidak diketahui secara pasti potensi penerimaannya karena bersifat penerimaan insidental. 74

18 Dengan telah ditetapkannya beberapa Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa terkait dengan pendapatan daerah dari komponen PAD sebagai konsekuensi diberlakukannya UU Nomor 28 tahun 2009, serta proyeksi Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, maka target Pendapatan Daerah tahun 2014 diestimasi sebesar Rp.939,057 Milyar, dimana PAD diestimasi sebesar Rp.75,365 Milyar, Dana Perimbangan diestimasi Rp.846,985 Milyar, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah diestimasi sebesar Rp.16,706 Milyar. Proyeksi pendapatan daerah Kabupaten Sumbawa tahun 2014 ditunjukkan pada tabel berikut ini. Tabel Estimasi Pendapatan Daerah Kabupaten Sumbawa Tahun 2014 Kode Rekening Uraian Estimasi TA (Rp) 4 PENDAPATAN DAERAH 939,057,447, PENDAPATAN ASLI DAERAH 75,365,490, Hasil Pajak Daerah 12,975,588, Hasil Retribusi Daerah 33,811,318, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 19,792,500, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 8,786,082, DANA PERIMBANGAN 846,985,528, Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 46,760,506, Dana Alokasi Umum 712,404,564, Dana Alokasi Khusus 87,820,458, LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH 16,706,428, Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya 15,189,638, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya - Sumber: DPPK Kabupaten Sumbawa Adapun arah kebijakan pendapatan daerah Kabupaten Sumbawa adalah bahwa pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya yang meliputi: 75

19 a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari PAD memperhati-kan hal-hal sebagai berikut. 1) Kondisi perekonomian yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, perkiraan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 dan realisasi penerimaan PAD tahun sebelumnya, serta ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. 2) Tidakmemberatkanmasyarakatdanduniausaha. 3) Peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah berpedoman pada Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan tidak menganggarkan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang peraturan daerahnya bertentangan dengan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan/atau telah dibatalkan. 4) Penerimaan atas jasa layanan kesehatan masyarakat yang dananya bersumber dari dana Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) atau Jaminan Persalinan (JAMPERSAL) pada SKPD atau unit kerja pada SKPD, dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan PAD, jenis pendapatan Retribusi Daerah, obyek pendapatan Retribusi Jasa Umum, rincian obyek pendapatan Retribusi Pelayanan Kesehatan. 5) Rasionalitas hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan atas penyertaan modal atau investasi daerah lainnya, dengan memperhitungkan nilai kekayaan daerah yang dipisahkan, baik dalam bentuk uang maupun barang sebagai penyertaan modal (investasi daerah) sesuai dengan tujuan penyertaan modal dimaksud. 6) Penerimaan hasil pengelolaan dana bergulir sebagai salah satu bentuk investasi jangka panjang non permanen, dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan PAD, jenis pendapatan Lain-Lain PAD Yang Sah, obyek pendapatan Hasil Pengelolaan Dana Bergulir, rincian obyek pendapatan Hasil Pengelolaan Dana Bergulir dari Kelompok Masyarakat Penerima. 76

20 b. Dana Perimbangan Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari dana perimbangan memperhatikan hal- hal sebagai berikut. 1) Penganggaran Dana Bagi Hasil (DBH), baik DBH-Pajak maupun DBH-Sumber Daya Alam berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai perkiraan alokasi DBH Tahun Anggaran ) Penganggaran DBH-Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) untuk kabupaten/kota dan provinsi dialokasikan sesuai keputusan gubernur dengan mempedomani Peraturan Menteri Keuangan tentang Alokasi Sementara DBH- CHT. Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan dan keputusan gubernur belum ditetapkan, maka penganggaran DBH-CHT didasarkan pada alokasi DBH-CHT Tahun Anggaran 2013 dengan memperhatikan realisasi DBH-CHT Tahun Anggaran Apabila Peraturan Menteri Keuangan tentang Alokasi DBH- CHT tersebut ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2014 ditetapkan, maka pemerintah daerah menyesuaikan alokasi DBH-CHT dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2014 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014 atau dicantumkan dalam LRA jika pemerintah daerah tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran ) Penganggaran Dana Bagi Hasil (DBH) minyak/gas/pertambangan lainnya mempedomani Peraturan Menteri Keuangan mengenai alokasi DBH minyak/gas/pertambangan lainnya Tahun Anggaran Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan, maka penganggaran DBH minyak/gas/pertambangan lainnya didasarkan pada alokasi DBH yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Tahun Anggaran 2013, dengan mengantisipasi perkembangan harga hasil produksi minyak/gas/pertambangan lainnya Tahun 2013 dan/atau tidak tercapainya hasil produksi minyak/gas/pertambangan lainnya Tahun 2013, serta 77

21 memperhatikan realisasi DBH Tahun Anggaran Apabila Peraturan Menteri Keuangan tersebut ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2014 ditetapkan, maka pemerintah daerah akan menyesuaikan alokasi DBH dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2014 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014 atau dicantumkan dalam LRA jika pemerintah daerah tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran ) Penganggaran Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan sesuai Peraturan Presiden tentang Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota Tahun Anggaran Dalam hal Peraturan Presiden dimaksud belum ditetapkan, maka penganggaran DAU tersebut didasarkan pada alokasi DAU Tahun Anggaran 2013 dengan memperhatikan realisasi DAU Tahun Anggaran Apabila Peraturan Presiden tersebut ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2014 ditetapkan, maka pemerintah daerah akan menyesuaikan alokasi DAU dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2014 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014 atau dicantumkan dalam LRA jika pemerintah daerah tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran ) Alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dapat dianggarkan sebagai pendapatan daerah, sepanjang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Alokasi DAK Tahun Anggaran Dalam hal pemerintah daerah memperoleh DAK Tahun Anggaran 2014 setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2014 ditetapkan, maka pemerintah daerah menganggarkan DAK dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun 78

22 Anggaran 2014 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014 atau dicantumkan dalam LRA jika pemerintah daerah tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran c. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah memperhatikan hal-hal sebagai berikut. 1) Alokasi dana penyesuaian dianggarkan sebagai pendapatan daerah pada kelompok Lain- Lain Pendapatan Daerah Yang Sah sepanjang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Dana Penyesuaian Tahun Anggaran Dalam hal pemerintah daerah memperoleh Dana Penyesuaian Tahun Anggaran 2014 setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2014 ditetapkan, maka pemerintah daerah menganggarkan dana penyesuaian dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2014 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dana penyesuaian dimaksud ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014 atau dicantumkan dalam LRA jika pemerintah daerah tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran ) Penganggaran pendapatan yang bersumber dari bagi hasil pajak yang diterima dari pemerintah provinsi didasarkan pada alokasi belanja bagi hasil pajak dari pemerintah provinsi Tahun Anggaran Dalam hal penetapan APBD kabupaten Tahun Anggaran 2014 mendahului APBD provinsi, penganggarannya didasarkan pada alokasi bagi hasil pajak Tahun Anggaran 2013 dengan memperhatikan realisasi bagi hasil pajak Tahun Anggaran 2012, sedangkan bagian pemerintah kabupaten yang belum direalisasikan oleh pemerintah provinsi akibat pelampauan target Tahun Anggaran 2013, ditampung dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran

23 3) Bila terdapat pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan, baik yang bersifat umum maupun bersifat khusus yang diterima dari pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota lainnya dianggarkan dalam APBD, sepanjang sudah dianggarkan dalam APBD pemberi bantuan. Dalam hal penetapan APBD mendahului penetapan APBD pemberi bantuan, maka penganggaran bantuan keuangan pada APBD dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD untuk bantuan yang bersifat khusus, dan persetujuan DPRD untuk bantuan keuangan yang bersifat umum, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD. Dalam hal bantuan keuangan tersebut diterima setelah penetapan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014, maka bantuan keuangan tersebut ditampung dalam LRA pemerintah daerah. 4) Penganggaran penerimaan hibah yang bersumber dari APBN, pemerintah daerah lainnya atau sumbangan pihak ketiga, baik dari badan, lembaga, organisasi swasta dalam negeri/luar negeri, kelompok masyarakat maupun perorangan yang tidak mengikat dan tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban pihak ketiga atau pemberi sumbangan, dianggarkan dalam APBD setelah adanya kepastian penerimaan dimaksud. Dari aspek teknis penganggaran, penerimaan tersebut di atas dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, dan diuraikan kedalam jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan sesuai kode rekening berkenaan Arah Kebijakan Belanja Daerah Gambaran tentang belanja daerah menginformasikan mengenai tingkat realisasi belanja Kabupaten Sumbawa dari tahun ke tahun. Berdasarkan data pada tabel 2.11 bahwa realisasi belanja daerah terus meningkat dari Rp. 798,57 Milyar 80

24 (2011) hingga mencapai Rp.929,43 Milyar (2012), dengan rata-rata tingkat realisasi belanja daerah mencapai 94,48%. tabel 2.11 Adapun target dan realisasi belanja daerah tergambar pada Kode Rekening Tabel Target dan Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Sumbawa Tahun dan Target Tahun 2014 (Rp Milyar) Uraian Tahun Target Realisasi Target Realisasi Target 2 BELANJA , , BELANJA TIDAK LANGSUNG , Belanja Pegawai Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota, Pemerintahan Desa dan Partai Politik Belanja Tidak Terduga BELANJA LANGSUNG Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Sumber: DPPK Kabupaten Sumbawa Belanja Tidak Langsung yang merupakan komponen terbesar dari belanja daerah, realisasi dari Rp.551,49 Milyar (2012) meningkat menjadi Rp.624,97 Milyar (2013), dengan rata-rata realisasi Belanja Tidak Langsung mencapai 93,05%. Dari tujuh komponen Belanja Tidak Langsung. Adapun Belanja Pegawai sebagai salah satu jenis Belanja Tidak Langsung merupakan komponen terbesar dengan tingkat realisasi mencapai 93,74%, sedangkan belanja tidak terduga memiliki tingkat realisasi terendah yaitu 23,50 %. Untuk Belanja Langsung yang teralisasi berkisar antara Rp328,04 Milyar (2012) mengalami peningkatan pada tahun 2013 pada 81

25 angka Rp.363,14 Milyar. Tingkat realisasi Belanja Langsung dalam kurun waktu mencapai rata-rata 93,45% yang dialokasikan untuk Belanja Pegawai dengan tingkat rata-rata realisasi 90,40%, Belanja Barang dan Jasa rata-rata 88,09% dan Belanja Modal 100,37%. Dalam hal proporsi penggunaan anggaran, alokasi belanja tidak langsung dan belanja langsung sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai. Proporsi belanja pegawai di Kabupaten Sumbawa dalam empat tahun terakhir secara detail disajikan dalam tabel berikut. No Tabel Proporsi Belanja Pegawai di Kabupaten Sumbawa Tahun (dalam Milyar) Tahun Belanja Pegawai (Rp.) Total Belanja (Rp.) Proporsi (%) Dari tabel terlihat bahwa pada tahun 2009 sampai tahun 2013 alokasi belanja pegawai mencapai lebih dari 50% dari total belanja daerah. Besarnya alokasi belanja pegawai ini mengurangi kemampuan Pemerintah Kabupaten Sumbawa untuk membiayai pembangunan daerah. Pada tahun 2014 belanja langsung diarahkan untuk mendanai program dan kegiatan sesuai bidang kewenangan/urusan pemerintah daerah dengan tujuan dan target sasaran yang jelas. Sedangkan untuk belanja tidak langsung, pengalokasian anggaran dalam bentuk bantuan diarahkan secara selektif dan tidak terusmenerus, utamanya pada kondisi kritis yang benar-benar memerlukan. Selain itu juga diperlukan keterpaduan alokasi anggaran dengan penganggaran dari Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Pusat. 82

26 LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2014 Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, belanja daerah disusun dengan pendekatan anggaran berbasis kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan. Kebijakan perencanaan belanja daerah adalah sebagai berikut. 1) Belanja daerah digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. 2) Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. 3) Pemerintah daerah menetapkan target capaian kinerja setiap belanja, baik dalam konteks daerah, satuan kerja perangkat daerah, maupun program dan kegiatan, yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran. 4) Program dan kegiatan harus memberikan informasi yang jelas dan terukur serta memiliki korelasi langsung dengan keluaran yang diharapkan dari program dan kegiatan dimaksud ditinjau dari aspek indikator, tolok ukur dan target kinerjanya. Secara teknis penganggaran, kebijakan belanja daerah diarahkan pada hal-hal sebagai berikut. 1. Kebijakan Belanja Tidak Langsung Penganggaran belanja tidak langsung memperhatikan hal-hal sebagai berikut:. 1) Belanja Pegawai 83

27 a) Besarnya penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan PNSD disesuaikan dengan hasil rekonsiliasi jumlah pegawai dan belanja pegawai dalam rangka perhitungan DAU Tahun Anggaran 2014 dengan memperhitungkan rencana kenaikan gaji pokok dan tunjangan PNSD serta pemberian gaji ketiga belas. b) Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan pengangkatan Calon PNSD sesuai formasi pegawai tahun c) Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, tunjangan keluarga dan mutasi pegawai dengan memperhitungkan acress yang besarnya maksimum 2,5 persen dari jumlah belanja pegawai untuk gaji pokok dan tunjangan. d) Penyediaan dana penyelenggaraan asuransi kesehatan yang dibebankan pada APBD berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2003 tentang Subsidi dan Iuran Pemerintah Dalam Penyelenggaraan Asuransi Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil dan Penerima Pensiun serta Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 138/MENKES/PB/II/2009 dan Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Tarif Pelayanan Kesehatan bagi Peserta PT. Askes (Persero) dan Anggota Keluarganya di Puskesmas, Balai Kesehatan Masyarakat dan Rumah Sakit Daerah. Terkait dengan hal tersebut, penyediaan anggaran untuk pengembangan cakupan tunjangan kesehatan di luar cakupan pelayanan kesehatan yang disediakan asuransi kesehatan tersebut di atas, tidak diperkenankan dianggarkan dalam APBD, kecuali ditentukan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. e) Penganggaran Tambahan Penghasilan PNSD, baik aspek kebijakan pemberian tambahan penghasilan maupun penentuan kriterianya harus ditetapkan terlebih dahulu dengan peraturan kepala daerah dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah sesuai amanat Pasal 63 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dan Pasal 39 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman 84

28 Pengelolan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun ) Belanja Bunga Apabila terdapat kewajiban pembayaran bunga pinjaman, baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang, maka dianggarkan pembayarannya dalam APBD Tahun Anggaran ) Belanja Subsidi Belanja Subsidi hanya diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual dari hasil produksinya terjangkau oleh masyarakat yang daya belinya terbatas. Produk yang diberi subsidi merupakan kebutuhan dasar dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Sebelum belanja subsidi tersebut dianggarkan dalam APBD harus terlebih dahulu dilakukan pengkajian agar diketahui besaran subsidi yang akan diberikan, tepat sasaran dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.. 4) Belanja Hibah dan Bantuan Sosial Tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasi pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD harus mempedomani peraturan kepala daerah yang telah disesuaikan dengan peraturan perundangundangan di bidang hibah dan bantuan sosial.. 5) Belanja Bagi Hasil Penganggaran dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten atau pendapatan pemerintah kabupaten kepada pemerintah desa mempedomani Undang-Undang Nomor 28 Tahun Tata cara penganggaran dana bagi hasil tersebut memperhitungkan rencana pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah pada Tahun Anggaran 2013, sedangkan pelampauan target Tahun Anggaran 2012 yang belum direalisasikan kepada pemerintah daerah dan menjadi hak 85

29 pemerintah kabupaten atau pemerintah desa ditampung dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran Dari aspek teknis penganggaran, pendapatan bagi hasil pemerintah desa dari kabupaten dalam APBD kabupaten harus diuraikan kedalam daftar nama desa selaku penerima sebagai rincian obyek penerima bagi hasil sesuai kode rekening berkenaan.. 6) Belanja Bantuan Keuangan a) Pemerintah kabupaten dapat menganggarkan bantuan keuangan kepada pemerintah daerah lainnya dan kepada desa yang didasarkan pada pertimbangan untuk mengatasi kesenjangan fiskal, membantu pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang tidak tersedia alokasi dananya, sesuai kemampuan keuangan masing-masing daerah. Pemberian bantuan keuangan dapat bersifat umum dan bersifat khusus. Bantuan keuangan yang bersifat umum digunakan untuk mengatasi kesenjangan fiskal dengan menggunakan formula antara lain variabel: pendapatan daerah, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin dan luas wilayah yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Bantuan keuangan yang bersifat khusus digunakan untuk membantu capaian kinerja program prioritas pemerintah daerah/desa penerima bantuan keuangan sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan penerima bantuan. Pemanfaatan bantuan keuangan yang bersifat khusus ditetapkan terlebih dahulu oleh pemberi bantuan. b) Bantuan keuangan kepada partai politik dianggarkan pada jenis belanja bantuan keuangan, objek belanja bantuan keuangan kepada partai politik dan rincian objek belanja nama partai politik penerima bantuan keuangan. Besaran penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban bantuan keuangan kepada partai politik berpedoman pada peraturan perundangundangan di bidang bantuan keuangan kepada partai politik. c) Pemerintah kabupaten menganggarkan bantuan keuangan kepada pemerintah desa paling sedikit 10 persen dari dana perimbangan yang 86

30 diterimanya kecuali DAK. Pembagian untuk setiap desa ditetapkan secara proporsional dengan keputusan kepala daerah. Bantuan keuangan ini merupakan Alokasi Dana Desa (ADD) sesuai Pasal 68 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Selain itu, pemerintah kabupaten dapat memberikan bantuan keuangan lainnya kepada pemerintah desa dalam rangka percepatan pembangunan desa sesuai kemampuan keuangan daerah. d) Sistem dan prosedur penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja bantuan keuangan ditetapkan dalam peraturan kepala daerah, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 47 dan Pasal 133 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 dan peraturan perundang-undangan lainnya. e) Dari aspek teknis penganggaran, dalam APBD pemberi bantuan keuangan harus diuraikan daftar nama pemerintah daerah/desa selaku penerima bantuan keuangan sebagai rincian obyek penerima bantuan keuangan sesuai kode rekening berkenaan. 7) Belanja Tidak Terduga Penganggaran belanja tidak terduga dilakukan secara rasional dengan mempertimbangkan realisasi Tahun Anggaran 2011 dan kemungkinan adanya kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak dapat diprediksi sebelumnya, diluar kendali dan pengaruh pemerintah daerah. Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk mendanai kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan terjadi berulang, seperti kebutuhan tanggap darurat bencana, penanggulangan bencana alam dan bencana sosial, yang tidak tertampung dalam bentuk program dan kegiatan pada Tahun Anggaran 2014, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahuntahun sebelumnya. 87

31 Sejalan dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011, maka belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga hanya dianggarkan pada PPKD (SKPKD). PPKD selanjutnya akan melakukan penyaluran alokasi anggaran yang ditetapkan, sesuai perencanaan teknis yang diusulkan oleh SKPD yang sekaligus akan menangani hal tersebut sesuai rencana kegiatan dan tupoksi SKPD. 2. Kebijakan Belanja Langsung Penganggaran belanja langsung dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Alokasi belanja langsung dalam APBD digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Belanja langsung dituangkan dalam bentuk program dan kegiatan, yang manfaat capaian kinerjanya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik dan keberpihakan pemerintah daerah kepada kepentingan publik. Penyusunan anggaran belanja untuk setiap program dan kegiatan mempedomani standar satuan harga ditetapkan dengan keputusan kepala daerah dan digunakan sebagai dasar penyusunan RKA-SKPD dan RKA-PPKD. 2) Belanja Pegawai a) Dalam rangka meningkatkan efisiensi anggaran daerah, penganggaran honorarium bagi PNSD dan Non PNSD memperhatikan asas kepatutan, kewajaran dan rasionalitas dalam pencapaian sasaran program dan kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai target kinerja kegiatan dimaksud. Berkaitan dengan hal tersebut, pemberian honorarium bagi PNSD dan Non PNSD dibatasi dan hanya didasarkan pada pertimbangan bahwa keberadaan PNSD dan Non PNSD dalam kegiatan benar-benar memiliki peranan dan 88

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN 5.1. Visi BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sumbawa tahun 2011-2015 merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

Lebih terperinci

Uraian Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013

Uraian Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013 LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 37 TAHUN 2012 TENTANG : PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 Uraian Pedoman Penyusunan APBD

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis perekonomian daerah, sebagai

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 PERMENDAGRI NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 BANDI 17/12/2013 bandi.staff.fe.uns.ac.id 1 PEDOMAN PENYUSUNAN APBD 2014 Memuat pedoman

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1. Kondisi Ekonomi Daerah Kota Bogor Salah satu indikator perkembangan ekonomi suatu daerah

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD 2.1. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD Dalam penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD ini, perhatian atas perkembangan kondisi perekonomian Kabupaten Lombok

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan keuangan daerah mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjalankan roda pemerintahan, oleh karena itu pengelolaan keuangan daerah selalu

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015

PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 PERMENDAGRI NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 BANDI 25/11/2014 bandi.staff.fe.uns.ac.id 1 MENIMBANG untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalayalaya PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 68 TAHUN 2012

Walikota Tasikmalayalaya PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 68 TAHUN 2012 Walikota Tasikmalayalaya PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA TASIKMALAYA TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode No. Rek Uraian Sebelum Perubahan Jumlah (Rp) Setelah Perubahan Bertambah / (Berkurang) 1 2 3 4 5 116,000,000,000 145,787,728,270 29,787,728,270 (Rp) 3.1.1 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah Tahun Sebelumnya

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Sleman Tahun 2014 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2015-2016 dapat digambarkan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 22 Tahun 2011 TANGGAL : 23 Mei 2011 PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 I. SINKRONISASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH

Lebih terperinci

BAB II ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)

BAB II ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) BAB II ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) I. PRINSIP PENYUSUNAN APBD Prinsip Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2016 sebagai berikut: 1. Sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan

Lebih terperinci

URAIAN PEDOMAN PENYUSUNAN APBD TAHUN ANGGARAN 2014

URAIAN PEDOMAN PENYUSUNAN APBD TAHUN ANGGARAN 2014 1 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 URAIAN PEDOMAN PENYUSUNAN APBD TAHUN

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Hal mendasar dalam perencanaan pembangunan tahunan adalah kemampuannya dalam memproyeksikan kapasitas riil keuangan daerah secara

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2019 DENGAN

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan ekonomi daerah disusun dalam rangka memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang

Lebih terperinci

- 4 - URAIAN PEDOMAN PENYUSUNAN APBD TAHUN ANGGARAN I. Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Daerah dengan Kebijakan Pemerintah

- 4 - URAIAN PEDOMAN PENYUSUNAN APBD TAHUN ANGGARAN I. Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Daerah dengan Kebijakan Pemerintah - 4 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2018 URAIAN PEDOMAN PENYUSUNAN APBD

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah

Lebih terperinci

RANPERDA APBD TA SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG APBD PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN ANGGARAN 2018

RANPERDA APBD TA SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG APBD PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN ANGGARAN 2018 SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG APBD PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN ANGGARAN 2018 Dalam upaya mewujudkan manajemen keuangan pemerintah yang baik, diperlukan transparansi, akuntabilitas dan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN ANGGARAN 2014 NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR

Lebih terperinci

RANPERDA PERUBAHAN APBD TA SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN APBD PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN ANGGARAN 2017

RANPERDA PERUBAHAN APBD TA SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN APBD PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN ANGGARAN 2017 SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN APBD PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN ANGGARAN 2017 Dalam upaya mewujudkan manajemen keuangan pemerintah yang baik, diperlukan transparansi, akuntabilitas

Lebih terperinci

Pemerintah Provinsi Bali

Pemerintah Provinsi Bali BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dan kemampuan pendapatan daerah yang memiliki fungsi sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 1. Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kondisi makro ekonomi Kabupaten Kebumen Tahun

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015 merupakan masa transisi pemerintahan dengan prioritas

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015

Lebih terperinci

BAB III Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah dan Kebijakan Keuangan Daerah

BAB III Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah dan Kebijakan Keuangan Daerah BAB III Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah dan Kebijakan Keuangan Daerah 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Pertumbuhan ekonomi di Indonesia di prediksikan Word Bank di tahun 2016 berada pada angka 5,5-6

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali disusun dengan pendekatan kinerja

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Gambaran pengelolaan keuangan daerah mencakup gambaran kinerja dan pengelolaan keuangan daerah tahuntahun sebelumnya (20102015), serta kerangka pendanaan. Gambaran

Lebih terperinci

URAIAN PEDOMAN PENYUSUNAN APBD TAHUN ANGGARAN 2015

URAIAN PEDOMAN PENYUSUNAN APBD TAHUN ANGGARAN 2015 1 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 URAIAN PEDOMAN PENYUSUNAN APBD TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

URAIAN PEDOMAN PENYUSUNAN APBD TAHUN ANGGARAN 2015

URAIAN PEDOMAN PENYUSUNAN APBD TAHUN ANGGARAN 2015 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 URAIAN PEDOMAN PENYUSUNAN APBD TAHUN

Lebih terperinci

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB V PENDANAAN DAERAH BAB V PENDANAAN DAERAH Dampak dari diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 t

2017, No Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 t No.825, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. APBD TA 2018. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN

Lebih terperinci

Memantapkan Samawa Mampis Rungan.

Memantapkan Samawa Mampis Rungan. BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH 2.1. Visi dan Misi 2.1.1. Visi Visi pembangunan daerah Kabupaten Sumbawa periode tahun 2011 2015 adalah : Terwujudnya Masyarakat Sumbawa Berdayasaing Dalam Memantapkan

Lebih terperinci

R K P D TAHUN 2014 BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

R K P D TAHUN 2014 BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Rancangan kerangka ekonomi daerah dan kebijakan keuangan daerah memuat penjelasan tentang kondisi ekonomi tahun lalu dan perkiraan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI SUMEDANG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 75 TAHUN 2017 2017 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN TAHUN ANGGARAN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2015 DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Nota Kesepakatan...

Lebih terperinci

BAB IV PLAFON ANGGARAN SEMENTARA BERDASARKAN URUSAN PEMERINTAHAN DAN PROGRAM/KEGIATAN

BAB IV PLAFON ANGGARAN SEMENTARA BERDASARKAN URUSAN PEMERINTAHAN DAN PROGRAM/KEGIATAN BAB IV PLAFON ANGGARAN SEMENTARA BERDASARKAN URUSAN PEMERINTAHAN DAN PROGRAM/KEGIATAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, urusan pemerintahan daerah terdiri dari

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja keuangan daerah terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah dapat diukur dari kontribusi masing-masing

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali disusun dengan pendekatan kinerja

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Perkembangan kinerja keuangan pemerintah daerah tidak terlepas dari batasan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN (RPJMD) Tahun 20162021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan Kabupaten Pandeglang dikelola berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku diantaranya UndangUndang

Lebih terperinci

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR Nomor : 03/KB/BTD-2012 02/KSP/DPRD-TD/2012 TANGGAL 31 JULI 2012 TENTANG PRIORITAS DAN

Lebih terperinci

Catatan A tas L aporan K euangan K abupaten B anggai Tahun A nggaran 2013

Catatan A tas L aporan K euangan K abupaten B anggai Tahun A nggaran 2013 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANGGAI TAHUN ANGGARAN 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan sebagaimana diamanatkan

Lebih terperinci

ANALISIS STANDAR BELANJA DAERAH KABUPATEN JEMBER

ANALISIS STANDAR BELANJA DAERAH KABUPATEN JEMBER LAPORAN AKHIR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BIDANG PEMBANGUNAN DAERAH ANALISIS STANDAR BELANJA DAERAH KABUPATEN JEMBER Kerjasama Penelitian : BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN KABUPATEN JEMBER Kompleks Kantor

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam rencana kerja Pemerintah

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri BAB III. GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 134 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman BAB III PENUTUP... 13

DAFTAR ISI. Halaman BAB III PENUTUP... 13 DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBK... 1 1.2. Tujuan Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBK... 2 1.3. Dasar Hukum Penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa lalu Pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Sintang diselenggarakan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 17

Lebih terperinci

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 01 TAHUN PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (APBDes) TAHUN ANGGARAN 2013

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 01 TAHUN PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (APBDes) TAHUN ANGGARAN 2013 BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 01 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (APBDes) TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA, Menimbang

Lebih terperinci

SOSIALISASI PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

SOSIALISASI PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 SOSIALISASI PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 Dalam upaya mewujudkan manajemen keuangan pemerintah yang baik, diperlukan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH KEPUTUSAN PIMPINAN DPRD KABUPATEN DEMAK NOMOR : 06/PIMP.DPRD/2015 TENTANG PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 4.1. Pendapatan Daerah 4.1.1. Pendapatan Asli Daerah Sejak tahun 2011 terdapat beberapa anggaran yang masuk dalam komponen Pendapatan Asli Daerah yaitu Dana

Lebih terperinci

NOTA KESEPAKATAN KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017

NOTA KESEPAKATAN KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 NOTA KESEPAKATAN KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK TAHUN 2016 NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK DENGAN DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

Lampiran IV : Peraturan Daerah Nomor : 10 Tahun 2015 Tanggal : 24 Agustus 2015

Lampiran IV : Peraturan Daerah Nomor : 10 Tahun 2015 Tanggal : 24 Agustus 2015 4. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN a. PENDAHULUAN.. 2 1) Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan... 2 2) Landasan Hukum Penyusunan Laporan Keuangan... 2 b. EKONOMI MAKRO, KEBIJAKAN KEUANGAN DAN PENCAPAIAN

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Perekonomian suatu daerah merupakan bagian integral dari sistem perekonomian nasional dan regional, yang saling berpengaruh antara

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

APBD BANTEN 2013 CAPAI RP6.052 TRILIUN

APBD BANTEN 2013 CAPAI RP6.052 TRILIUN APBD BANTEN 2013 CAPAI RP6.052 TRILIUN korantangerang.com DPRD Banten mengesahkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) i Banten 2013 mencapai Rp6,052 triliun. Pengesahan APBD 2013 tersebut dilakukan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Sleman Tahun 2011 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2012-2013 dapat digambarkan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah merupakan komponen paling penting dalam perencanaan pembangunan, sehingga analisis mengenai kondisi dan proyeksi keuangan

Lebih terperinci

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007 RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007 APBD merupakan penjabaran kuantitatif dari tujuan dan sasaran Pemerintah Daerah serta tugas pokok dan fungsi unit

Lebih terperinci

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan Kabupaten Sleman memuat tentang hasil-hasil analisis dan prediksi melalui metode analisis ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan suatu proses yang memerlukan transformasi paradigma dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah. Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan mampu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO SEKRETARIAT DAERAH Jalan Raya Panglima Sudirman Nomor 134 Telp , P R O B O L I N G G O

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO SEKRETARIAT DAERAH Jalan Raya Panglima Sudirman Nomor 134 Telp , P R O B O L I N G G O PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO SEKRETARIAT DAERAH Jalan Raya Panglima Sudirman Nomor 134 Telp. 844651, 844652 P R O B O L I N G G O Probolinggo, 22 September 2014 Nomor : 903/ 645 /426.117/2014 Sifat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN PURWOREJO TAHUN ANGGARAN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN PURWOREJO TAHUN ANGGARAN 2013 B U P A T I P U R W O R E J O PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN PURWOREJO TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong

Lebih terperinci

PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016

PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016 PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2015 DAFTAR ISI Daftar Isi... i Daftar Tabel...

Lebih terperinci

kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut:

kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut: Rincian kebutuhan pendanaan berdasarkan prioritas dan kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.27. Kerangka Pendaaan Kapasitas Riil kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Temanggung

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,

Lebih terperinci

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu Kabupaten Jembrana dalam hal pengelolaan keuangan daerah telah menerapkan pola pengelolaan keuangan berbasis

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN ANGGARAN 2013

KEBIJAKAN UMUM PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN ANGGARAN 2013 PE PEMERINTAH KOTA BEKASI KEBIJAKAN UMUM PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN ANGGARAN 2013 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2013 DAFTAR ISI I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1. Produk Domestik Regional Bruto dan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Solok

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan 2009-2013 Pengelolaan keuangan daerah yang mencakup penganggaran, penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Pendahuluan Kebijakan anggaran mendasarkan pada pendekatan kinerja dan berkomitmen untuk menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Anggaran kinerja adalah

Lebih terperinci