JURNAL ILMIAH. Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna menempuh Sidang Ujian Sarjana dan meraih gelar Sarjana Hukum
|
|
- Sudirman Budiono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 JURNAL ILMIAH KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP AKTIVITAS CYBERTERRORISM DI INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO.15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna menempuh Sidang Ujian Sarjana dan meraih gelar Sarjana Hukum Oleh : Solihin Niar Ramadhan Program Kekhususan : Hukum Pidana Pembimbing : Dr. Sigid Suseno, S.H., M.Hum. Dr. Muhamad Amirulloh, S.H., M.H. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2015
2 KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP AKTIVITAS CYBERTERRORISM DI INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO.15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME ABSTRAK Solihin Niar Ramadhan Perkembangan teknologi informasi mempengaruhi motif manusia untuk melakukan kejahatan terorisme di dunia maya, sehingga muncul istilah cyberterrorism. Cyberterrorism dipandang sebagai sesuatu yang dapat mengancam, membahayakan dan merugikan masyarakat. Dalam rangka perlindungan masyarakat, maka hukum pidana memiliki peran penting dalam mencegah dan menanggulangi cyberterrorism. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai kebijakan kriminalisasi terhadap aktivitas cyberterrorism di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis-normatif, karena menggunakan data sekunder sebagai sumber utama. Spesifikasi penelitian bersifat deskriptif-analitis dibantu dengan penelitian empirik, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan data dan fakta sebagaimana adanya untuk kemudian dianalisis terhadap ketentuan hukum yang berlaku, khususnya terhadap Undang-Undang No.15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme memiliki kelemahan dalam mencegah dan menanggulangi aktivitas cyberterrorism yaitu, tidak tercakupnya kebijakan kriminalisasi propaganda dan dukungan terhadap terorisme. Terhadap pelaku pembuat dan penyebar materi muatan propaganda dan dukungan terhadap terorisme tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana berdasarkan Undang-Undang No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dalam mengoptimalkan upaya perlindungan masyarakat dari bahaya cyberterrorism seperti propaganda dan dukungan terorisme, perlu diadakan perubahan terhadap Undang-Undang No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Selain itu, perlu dirumuskan suatu ketentuan agar pelaku pembuat dan penyebar informasi berisi materi muatan propaganda dan dukungan terhadap terorisme dapat dikenai pertanggungjawaban pidana. Kata kunci : kebijakan hukum pidana, kebijakan kriminalisasi, cyberterrorism, pertanggungjawaban pidana
3 PENDAHULUAN Kondisi kehidupan masyarakat yang berkembang pesat senantiasa diikuti oleh peningkatan kejahatan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kondisi tersebut kemudian didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi. Akibatnya, muncul tindak pidana teknologi informasi yang umumnya disebut sebagai tindak pidana siber atau kejahatan siber (cybercrime). Di antara ragam kejahatan yang menggunakan teknologi, salah satu jenis kejahatan yang saat ini berkembang adalah terorisme. Terorisme menimbulkan rasa takut pada seluruh masyarakat internasional, khususnya masyarakat Indonesia. Saat ini, Indonesia merupakan tempat yang subur pengkaderan terorisme dan tempat yang aman untuk berlindung bagi aktivitas terorisme. 1 Interaksi antara pemanfaatan teknologi informasi dan motif manusia untuk melakukan kejahatan terorisme di dunia maya atau di dunia virtual melahirkan pemahaman baru tentang terorisme, yaitu cyberterrorism. 2 Dalam beberapa kasus, perkembangan teknologi tersebut digunakan oleh kelompok-kelompok radikal untuk melancarkan kegiatannya. 3 1 Romli Atmasasmita ( et.al.), Laporan Akhir Naskah Akademik Perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 2011, hlm Sarah Gordon dan Richard Ford, Cyberterrorism?, (tanpa tahun), < [25/09/2014]. 3 Faisal Salam, Motivasi Tindakan Terorisme, Bandung, Mandar Maju, 2005, hlm.106.
4 Kasus cyberterrorism yang saat ini sedang berkembang adalah pembuatan dan penyebaran video berisi perekrutan, ancaman, dan propaganda 4 terorisme yang diunggah ke internet. Kasus cyberterrorism berupa pembuatan dan penyebaran informasi berisi materi muatan perekrutan, ancaman, dan propaganda terorisme yang diunggah ke internet bukan merupakan suatu kejahatan yang sederhana walaupun terdapat Undang-Undang No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Cyberterrorism yang merupakan bagian dari cybercrime dipandang sebagai sesuatu yang dapat mengancam, membahayakan dan merugikan masyarakat. 5 Sehingga, diperlukan adanya upaya untuk mencegah dan menanggulangi cyberterrorism. Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, peneliti memberikan identifikasi masalah yang akan diteliti sebagai berikut : 1. Bagaimana kebijakan kriminalisasi terhadap perekrutan, ancaman, dan propaganda terorisme yang diunggah ke internet dihubungkan dengan Undang-Undang No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme? 2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pembuat dan penyebar informasi berisi materi muatan perekrutan, ancaman dan propaganda terorisme yang diunggah ke internet? 4 Propaganda adalah salah satu upaya penerangan (paham atau pendapat) yang benar atau salah yang dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang lain agar menganut suatu aliran, sikap, atau arah tindakan tertentu. 5 Di beberapa negara, aktivitas cyberterrorism terjadi dengan target critical infrastructure seperti jaringan listrik, jaringan telepon, radar bandara udara, sistem peluru kendali, jaringan perbankan, jaringan komunikasi militer, dan infrastruktur publik lainnya.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kebijakan Kriminalisasi Terhadap Perekrutan, Ancaman, Dan Propaganda Terorisme Yang Diunggah Ke Internet Dihubungkan Dengan Undang-Undang No.15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban. Selain itu, terorisme juga menjadi ancaman bagi segenap bangsa serta musuh dari semua agama di dunia. 6 Dalam rangka perlindungan masyarakat, hukum pidana memiliki peran penting untuk mencegah dan menanggulangi terorisme. Masyarakat internasional maupun regional telah berusaha melakukan kebijakan kriminal (criminal policy) disertai kriminalisasi secara sistematik dan komprehensif terhadap perbuatan yang dikategorikan sebagai Terorisme. 7 Indonesia telah melakukan kriminalisasi berbagai perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme dalam Undang-Undang No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pembuatan dan penyebaran informasi berisi materi muatan perekrutan, ancaman, dan propaganda terorisme yang diunggah ke internet dikategorikan sebagai aktivitas penyebaran materi muatan (dissemination of content) untuk 3 (tiga) tujuan berbeda, antara lain rekrutmen, ancaman, dan propaganda (recruitment, threats and 6 Arsyad Mbaii, Op.Cit.hlm.2. 7 Muladi, Hakekat Terorisme dan Beberapa Prinsip Pengaturan dalam Kriminalisasi, Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, vol 2 no III, hlm. 1, (2002)..
6 propaganda). Aktivitas cyberterrorism merupakan bagian dari cybercrime, sehingga dipandang sebagai sesuatu yang mengancam, membahayakan dan merugikan masyarakat. Dalam rangka perlindungan masyarakat, maka hukum pidana memiliki peran penting untuk mencegah dan menanggulangi cyberterrorism. Pembuatan dan penyebaran informasi berisi materi muatan propaganda terorisme perlu ditindak secara penal (hukum pidana). Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, kebijakan kriminalisasi terhadap pembuatan dan penyebaran informasi berisi materi muatan untuk tujuan perekrutan, secara implisit tercakup dalam merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain untuk melakukan aksi terorisme yang tercantum dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pembuatan dan penyebaran informasi berisi materi muatan untuk tujuan ancaman tercakup dalam kebijakan kriminalisasi yang dikategorikan sebagai delik formil dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Selain itu, penyebaran materi muatan untuk tujuan ancaman tercakup sebagai tindak pidana pengancaman Pasal 27 Ayat (4) j.o Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
7 Kebijakan kriminalisasi terhadap pembuatan dan penyebaran informasi berisi materi muatan untuk tujuan propaganda dan dukungan bagi terorisme melalui penggunaan teknologi dan informasi belum tercakup dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. 8 Belum tercakupnya kebijakan kriminalisasi terhadap penyebaran materi muatan untuk tujuan propaganda dan dukungan bagi terorisme melalui penggunaan teknologi dan informasi merupakan salah satu kelemahan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Untuk menutupi kelemahan tersebut, kebijakan kriminalisasi terhadap propaganda terorisme dapat ditinjau berdasarkan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai lex generalis dan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Apabila dihubungkan dengan KUHP, perbuatan propaganda terorisme tercakup dalam kebijakan kriminalisasi kejahatan terhadap ketertiban umum yang diatur dalam Pasal 155 ayat (1), 156, 157 ayat (1), dan Pasal 160 KUHP. Apabila dihubungkan dengan UU ITE, khusus bagi penyebar informasi elektronik berisi materi muatan untuk tujuan propaganda dan dukungan terhadap terorisme tercakup dalam kebijakan kriminalisasi menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan dalam Pasal 28 Ayat (2) j.o Pasal 45 Ayat (2) UU ITE. 8 Romli Atmasasmita (et.al.), Laporan Akhir Naskah Akademik Perubahan UU No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 2011, hlm.58.
8 2. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pembuat dan Penyebar Informasi Berisi Materi Muatan Perekrutan, Ancaman dan Propaganda Terorisme yang Diunggah ke Internet Subjek hukum yang dapat dikenai pertanggungjawaban pidana berdasarkan Pasal 1 angka 2 dan angka 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah setiap orang dan/atau korporasi. Pertanggungjawaban pidana selalu berhubungan dengan kesalahan (schuld) baik dalam bentuk kesengajaan (dolus/opzet) maupun kealpaan (culpa). Dalam pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana terorisme, unsur yang paling fundamental adalah unsur kesalahan, sebab seseorang tidak dapat dikenakan suatu pertanggungjawaban tanpa adanya suatu kesalahan. Kesalahan yang dimaksud tentu kesalahan yang berkaitan dengan pelanggaran Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Terhadap pelaku pembuat dan penyebar informasi berisi materi muatan perekrutan atau ajakan untuk melakukan aksi terorisme, dapat dikenai pertanggungjawaban pidana berdasarkan Pasal 14 Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Terhadap pelaku pembuat dan penyebar informasi berisi materi muatan ancaman terorisme, dapat dikenai pertanggungjawaban pidana berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Selain itu, terhadap
9 pelaku penyebar informasi berisi materi muatan ancaman terorisme yang diunggah ke internet, dapat dikenai pertanggungjawaban pidana berdasarkan Pasal 27 Ayat (4) j.o Pasal 45 Ayat (1) Undang -Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Terhadap pelaku pembuat dan penyebar informasi berisi materi muatan propaganda dan dukungan terhadap terorisme tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Jika dihubungkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pembuat informasi berisi materi muatan propaganda dan dukungan terhadap terorisme tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana. Namun, terhadap penyebar informasi berisi materi muatan propaganda dan dukungan terhadap terorisme dapat dikenai pertanggungjawaban pidana. Penyebar informasi berisi materi muatan propaganda terorisme dapat dikenai pertanggungjawaban pidana berdasarkan Pasal 155 ayat (1), 156, 157 ayat (1), dan 160 KUHP. Sedangkan, untuk penyebar informasi elektronik berisi materi muatan propaganda terorisme dapat dikenai pertanggungjawaban pidana berdasarkan Pasal 28 Ayat (2) j.o Pasal 45 Ayat (2) UU ITE.
10 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kelemahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dalam upaya mencegah dan menanggulangi aktivitas cyberterrorism yaitu tidak mencakup propaganda dan dukungan terhadap terorisme. Kelemahan tersebut masih dapat ditutupi oleh ketentuanketentuan dalam Pasal 155 ayat (1), 156, 157 ayat (1), 160 KUHP dan Pasal 28 Ayat (2) j.o Pasal 45 Ayat (2) Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun, kebijakan kriminalisasi dalam KUHP dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik hanya mencakup penyebar, bukan pembuat informasi propaganda. 2. Terhadap pelaku pembuat dan penyebar informasi berisi materi muatan perekrutan dan ancaman terorisme yang diunggah ke internet dapat dikenai pertanggungjawaban pidana berdasarkan Undang-Undang No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Namun, terhadap pelaku pembuat dan penyebar informasi berisi materi muatan propaganda dan dukungan terhadap terorisme tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana berdasarkan Undang-Undang
11 Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorism. Jika dihubungkan dengan KUHP dan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pembuat informasi berisi propaganda dan dukungan terhadap terorisme tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana. Namun, penyebar informasi berisi propaganda dan dukungan terhadap terorisme yang diunggah ke internet dapat dikenai pertanggungjawaban pidana berdasarkan Pasal 155 ayat (1), 156, 157 ayat (1), 160 KUHP dan Pasal 28 Ayat (2) j.o Pas al 45 Ayat (2) Undang -Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik SARAN 1. Dalam upaya mengoptimalkan perlindungan masyarakat dari bahaya cyberterrorism, perlu diadakan perubahan terhadap Undang-Undang No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dalam perubahan Undang-Undang No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme perlu ditetapkan kebijakan kriminalisasi terhadap aktivitas pembuatan dan penyebaran informasi berisi materi muatan (dissemination of content) untuk tujuan propaganda
12 termasuk dukungan terhadap terorisme sebagai suatu tindak pidana. 2. Dalam upaya perlindungan masyarakat dari bahaya propaganda dan pengaruh dukungan terhadap terorisme, maka perlu dirumuskan suatu ketentuan agar pelaku pembuat maupun penyebar informasi berisi materi muatan propaganda dan dukungan terhadap terorisme dapat dikenai pertanggungjawaban pidana.
I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak
Lebih terperinciKEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA PENANGGULANGAN CYBERCRIME (CRIMINAL LAW POLICY IN PREVENTING CYBERCRIME)
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA PENANGGULANGAN CYBERCRIME (CRIMINAL LAW POLICY IN PREVENTING CYBERCRIME) Oleh : Dwi Haryadi, SH., M.H 1 Abstract In today's digital era, a new life or a new world has
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP CYBERBULLYING TAHUN 2016 TENTANG ITE
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP CYBERBULLYING SEBAGAI KEJAHATAN SIBER (CYBERCRIME) MENURUT UU NO. 19 TAHUN 2016 TENTANG ITE A. Analisis Sanksi Cyberbullying Menurut UU No. 19 Tahun 2016 Tentang
Lebih terperinciPANANGGULANGAN KEJAHATAN MAYANTARA (CYBER CRIME) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA (STUDI DI DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA)
PANANGGULANGAN KEJAHATAN MAYANTARA (CYBER CRIME) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA (STUDI DI DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA) Diajukan Oleh : Nama : Gabe Ferdinal Hutagalung Nim
Lebih terperinciMODEL PENGATURAN INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
MODEL PENGATURAN INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Oleh: Dr Jamal Wiwoho, Dr I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani 4/30/2012 model pengaturan ITE www.jamalwiwoho.com 1 Saat ini telah lahir suatu rezim hukum
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem eletronik adalah system computer yang mencakup perangkat keras lunak komputer, juga mencakup jaringan telekomunikasi dan system komunikasi elektronik, digunakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi
Lebih terperinciPELAKSANAAN PERAN KEJAKSAAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA YANG DILAKUKAN OLEH ALIRAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT
PELAKSANAAN PERAN KEJAKSAAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA YANG DILAKUKAN OLEH ALIRAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT S K R I P S I Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi tugas Dalam menyelesaikan
Lebih terperinciLAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA: PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI SEBAGAI SUBJEK TINDAK PIDANA DALAM RUU KUHP
LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA: PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI SEBAGAI SUBJEK TINDAK PIDANA DALAM RUU KUHP O L E H PUTERI HIKMAWATI PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN
Lebih terperinciIV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum penulis menguraikan hasil penelitian dan pembahasan, dan untuk menjawab
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Sebelum penulis menguraikan hasil penelitian dan pembahasan, dan untuk menjawab permasalahan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis melakukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum
A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Dalam konteks itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum berfungsi untuk mengatur seluruh
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana. Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang mengandung larangan larangan atau keharusan keharusan
Lebih terperinciPENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME
PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME I. UMUM Sejalan dengan tujuan nasional Negara Republik Indonesia sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terorisme merupakan suatu tindak kejahatan luar biasa yang menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terorisme merupakan suatu tindak kejahatan luar biasa yang menjadi perhatian dunia dewasa ini. Bukan sekedar aksi teror semata, namun pada kenyataannya tindak
Lebih terperinciPembahasan : 1. Cyberlaw 2. Ruang Lingkup Cyberlaw 3. Pengaturan Cybercrimes dalam UU ITE
Pertemuan 5 Pembahasan : 1. Cyberlaw 2. Ruang Lingkup Cyberlaw 3. Pengaturan Cybercrimes dalam UU ITE 4. Celah Hukum Cybercrime I. Cyberlaw Hukum pada prinsipnya merupakan pengaturan terhadap sikap tindakan
Lebih terperinciKETERKAITAN ARSIP ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI SAH DI PENGADILAN
KETERKAITAN ARSIP ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI SAH DI PENGADILAN Clara Lintang Parisca Mahasiswi Fakultas Hukum Atmajaya Yogyakarta Pendahuluan Pembuktian merupakan satu aspek yang memegang peranan sentral
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA CYBERCRIME. A. Pengaturan hukum pidana terhadap tindak pidana cybercrime.
BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA CYBERCRIME A. Pengaturan hukum pidana terhadap tindak pidana cybercrime. Dunia maya (cyberspace) adalah media yang tidak mengenal batas, baik batas-batas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui kebijakan hukum pidana tidak merupakan satu-satunya cara yang. sebagai salah satu dari sarana kontrol masyarakat (sosial).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunggulan komputer berupa kecepatan dan ketelitiannya dalam menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat menekan jumlah tenaga kerja, biaya serta memperkecil kemungkinan
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5952 KOMUNIKASI. INFORMASI. Transaksi. Elektronik. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban dunia selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentukbentuk kejahatan juga senantiasa
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum. Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Universitas Kristen Satya Wacana
PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN SOFTWARE SEBAGAI SARANA KEJAHATAN CYBERPORN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK SKRIPSI Diajukan Sebagai
Lebih terperinciANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYEBARAN PORNOGRAFI MELALUI SITUS JEJARING SOSIAL FACEBOOK
SKRIPSI ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYEBARAN PORNOGRAFI MELALUI SITUS JEJARING SOSIAL FACEBOOK (Putusan Pengadilan Negeri Bogor No:215/Pid.B/2010/PN.Bgr)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu tentang Pertahanan dan Keamanan, Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,
Lebih terperinciTINDAK PIDANA CYBER TERRORISM DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK 1 Oleh: Agis Josianto Adam 2
TINDAK PIDANA CYBER TERRORISM DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK 1 Oleh: Agis Josianto Adam 2 A B S T R A K Transaksi elektronik berkembang sangat cepat seiring dengan kebutuhan manusia modern sekarang yang membutuhkan
Lebih terperinciTINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.
TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. 5 KEPENTINGAN HUKUM YANG HARUS DILINDUNGI (PARAMETER SUATU UU MENGATUR SANKSI PIDANA) : 1. NYAWA MANUSIA. 2.
Lebih terperinciPerbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)
Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) Pasal 45 Ayat 1 Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di masyarakat
Lebih terperinciBUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA
BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA Oleh: Elsa Karina Br. Gultom Suhirman Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Regulation
Lebih terperinciBAB II KEJAHATAN PEMBOBOLAN WEBSITE SEBAGAI BENTUK KEJAHATAN DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
BAB II KEJAHATAN PEMBOBOLAN WEBSITE SEBAGAI BENTUK KEJAHATAN DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK A. Perbuatan-Perbuatan Pidana Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] BAB III TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja
Lebih terperinciKEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2 Abstrak Penelitian ini mengkaji mengenai kebijakan hukum pidana terutama kebijakan formulasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime Against
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime Against Humanity), serta merupakan ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara karena terorisme sudah merupakan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI JARINGAN INTERNET MELALUI UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG ITE
KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI JARINGAN INTERNET MELALUI UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG ITE Oleh: H.M. SAMAN, S.Sos, M.Si Kabag Tata Usaha Kanwil Kemenag Prov. Riau Teknologi Informasi melalui dunia maya
Lebih terperinciBAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaedah hukum yang berbentuk peraturan dibedakan menjadi peraturan atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif ialah yang memberikan kewenangan
Lebih terperinciBAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana.
BAB II TINDAK PIDANA MILITER 1. Tindak Pidana dan Unsur-Unsurnya Ada baiknya dikemukakan terlebih dahuku apa yang dimaksud dengan tindak pidana (strafbaar feit, delict, criminal act). Ada beberapa pandangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya. Beragam agama, ras, suku bangsa, dan berbagai golongan membaur menjadi satu dalam masyarakat.
Lebih terperinciselalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman di berbagai bidang kehidupan membawa masyarakat menuju pada suatu tatanan kehidupan dan gaya hidup yang serba mudah dan praktis. Keberhasilan yang dicapai
Lebih terperinciPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGGUNA WEBSITE PORNO RAFIKA DURI / D
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGGUNA WEBSITE PORNO RAFIKA DURI / D 101 09 250 ABSTRAK Skripsi ini berkenaan dengan pertanggungjawaban pidana pengguna website porno. Berdasarkan dasar-dasar hukum pidana,
Lebih terperinciANALISIS KASUS CYBERCRIME YANG TERPUBLIKASI MEDIA KASUS PENANGKAPAN WNA YANG DIDUGA KELOMPOK CYBERCRIME INTERNASIONAL
ANALISIS KASUS CYBERCRIME YANG TERPUBLIKASI MEDIA KASUS PENANGKAPAN WNA YANG DIDUGA KELOMPOK CYBERCRIME INTERNASIONAL Dosen : Yudi Prayudi S.Si., M.Kom Oleh : Nama : Achmad Syauqi NIM : 15917101 MAGISTER
Lebih terperinciNCB Interpol Indonesia - Fenomena Kejahatan Penipuan Internet dalam Kajian Hukum Republik Indonesia Wednesday, 02 January :00
There are no translations available. Oleh: Ny. JUSRIDA TARA, SH., M.Hum. I. PENDAHULUAN Teknologi informasi dan komunikasi terus berkembang seiring dengan perkembangan pola berfikir umat manusia sebagai
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. 1. Kendala Polda DIY dalam penanganan tindak pidana penipuan : pidana penipuan melalui internet dan minimnya perangkat hukum.
49 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Dit.Reskrimsus) mengalami banyak kendala dalam penanganan dan pengungkapan tindak pidana kejahatan dan penipuan melalui internet.
Lebih terperinciBerdasarkan keterangan saya sebagai saksi ahli di bidang Hukum Telematika dalam sidang Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Maret 2009, perihal Pengujian
Berdasarkan keterangan saya sebagai saksi ahli di bidang Hukum Telematika dalam sidang Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Maret 2009, perihal Pengujian Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
Lebih terperincikejahatan ekonomi di bidang perbankan dalam hukum pidana yang akan datang.
RESENSI BUKU Judul : Politik Hukum Pidana Dalam Perlindungan Korban Kejahatan Ekonomi di Bidang Perbankan Penulis : M. Arief Amrullah, SH Penerbit : Bayu Media Publishing Oleh : Satrio Pramono, S.H. Penasehat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek hukum yang berlaku. Kemajuan teknologi informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahkluk sosial yang artinya manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sendiri. Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda, dalam memenuhi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut J.C.T. Simorangkir, S.H dan Woerjono Sastropranoto, S.H, Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017
KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informasi baik dalam bentuk hardware dan software. Dengan adanya sarana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi dapat dikatakan sebagai lokomotif yang dipergunakan dalam proses globalisasi di berbagai aspek kehidupan. 1 Dengan adanya kemajuan
Lebih terperinciKAJIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI JUAL-BELI ONLINE
KAJIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI JUAL-BELI ONLINE Oleh : Desak Made Prilia Darmayanti Ketut Suardita Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum,Universitas Udayana ABSTRACT: This journal, entitled
Lebih terperinciNASKAH AKADEMIS RANCANGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN DATA PRIBADI. November
NASKAH AKADEMIS November 2014 RANCANGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN DATA PRIBADI DIREKTORAT JENDRAL IKP, KEMENTRIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DAN CYBERLAW CENTRE FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS PADJADJARAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN Bangsa Indonesia sejak lama di kenal sebagai Bangsa yang memiliki Adat Istiadat yang serba sopan dan moral yang sopan. Walaupun demikian ternyata budaya atau kepribadian Indonesia semakin
Lebih terperinciSILABUS PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG
SILABUS Mata Kuliah : Hukum Siber Kode Mata Kuliah : MKL-16 S K S : 2 Dosen : Prof. Dr. Barda Nawawi, SH PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 1 HALAMAN PENGESAHAN
Lebih terperinciBAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA
BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA Salah satu usaha penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana.
Lebih terperinciUPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta
1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, hal ini diatur tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara hukum asas taat dan hormat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) tahun 1945
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini tercantum dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) tahun 1945 amandemen ketiga yang berbunyi
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017 Ketidakjelasan Rumusan Frasa antar golongan I. PEMOHON Habiburokhman, SH.,MH; Kuasa Hukum: M. Said Bakhri S.Sos.,S.H.,M.H., Agustiar, S.H., dkk, Advokat
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM ATAS TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DITINJAU DARI PRESPEKTIF HUKUM PIDANA 1 Oleh : Stevin Hard Awaeh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Metode pendekatan penelitian yang digunakan penulis dalam tesis ini dilakukan
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Metode pendekatan penelitian yang digunakan penulis dalam tesis ini dilakukan dengan dua pendekatan penelitian. Adapun metode pendekatan penelitian yang digunakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal ini
Lebih terperinciKEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI MEDIA ELEKTRONIK BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)
KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI MEDIA ELEKTRONIK BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) Oleh Jesisca Ariani Hutagaol (I Gusti Ngurah Parwata,S.H.,M.H) Bagian Hukum Pidana Fakultas
Lebih terperinciCYBERCRIME & CYBERLAW
CYBERCRIME & CYBERLAW Disampaikan oleh : SUHENDAR 12100208 BAHRUDIN 12100213 BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Masalah-masalah cybercrime selalu menjadi masalah yang menarik. Di Indonesia penanganan permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi dari tahun ke tahun semakin cepat. Hal yang paling
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa di era globalisasi perkembangan dan kemajuan teknologi dari tahun ke tahun semakin cepat. Hal yang paling menonjol adalah dengan hadirnya
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum dimana salah satu ciri negara hukum adalah adanya pengakuan hak-hak warga negara oleh negara serta mengatur kewajiban-kewajiban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu menimbulkan keresahan serta rasa tidak aman pada masyarakat. Tindak pidana yang terjadi di Indonesia juga
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PROSTITUSI SECARA ONLINE BERDASARKAN PERSPEKTIF CYBER CRIME
TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PROSTITUSI SECARA ONLINE BERDASARKAN PERSPEKTIF CYBER CRIME Oleh : Ni Made Rica Vitayanti A.A. Gede Duwira Hadi Santosa Program Kekhususan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi dewasa ini sudah semakin berkembang baik dilihat dari jenis, pelaku maupun dari modus operandinya. Masalah korupsi bukan hanya menjadi masalah nasional
Lebih terperinciPENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016
PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016 Syapri Chan, S.H., M.Hum. Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Medan E-mail : syapri.lawyer@gmail.com Abstrak Korporasi
Lebih terperinciCAKRAWALA HUKUM Perjalanan Panjang Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Oleh : Redaksi
CAKRAWALA HUKUM Perjalanan Panjang Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Oleh : Redaksi Diperlukan waktu yang relatif lama dalam upaya membentuk UU Informasi dan Transaksi
Lebih terperinciPEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI DALAM KUHP SEBAGAI UPAYA KESELARASAN SISTEM PEMIDANAAN ATURAN HUKUM DENGAN UNDANG UNDANG KHUSUS DI LUAR KUHP
PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI DALAM KUHP SEBAGAI UPAYA KESELARASAN SISTEM PEMIDANAAN ATURAN HUKUM DENGAN UNDANG UNDANG KHUSUS DI LUAR KUHP Oleh Bram Suputra I Gusti Nyoman Agung Bagian Hukum Pidana Fakultas
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa
II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Penipuan Penipuan berasal dari kata tipu, yang berarti perbuatan atau perkataan yang tidak jujur, bohong, atau palsu dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali,atau
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. serta kerugian harta benda, sehingga menimbulkan pengaruh yang tidak. hubungan Indonesia dengan dunia Internasional.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peristiwa pengeboman yang terjadi di Wilayah Negara Republik Indonesia telah menimbulkan rasa takut masyarakat secara luas. Mengakibatkan hilangnya nyawa serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan industri yang merupakan hasil dari budaya manusia membawa dampak positif, dalam arti teknologi dapat di daya gunakan untuk kepentingan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciTINDAK PIDANA TERORISME DARI SUDUT HUKUM PIDANA MATERIIL (PENGATURAN NYA DALAM UNDANG - UNDANG NO. 15 TAHUN 2002)
TINDAK PIDANA TERORISME DARI SUDUT HUKUM PIDANA MATERIIL (PENGATURAN NYA DALAM UNDANG - UNDANG NO. 15 TAHUN 2002) Mety Rahmawati *) Pendahuluan Abstrak Tindak pidana terorisme merupakan kejahatan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering terjadi di dalam tindak pidana keimigrasian. Izin tinggal yang diberikan kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kejahatan terorisme sudah menjadi fenomena internasional, melihat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan terorisme sudah menjadi fenomena internasional, melihat dari aksi-aksi teror yang terjadi dewasa ini seolah-olah memberi gambaran bahwa kejahatan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/201 /PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
FREQUENTLY ASKED QUESTIONS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/201 1 /PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA 1. Apa saja pertimbangan diterbikannya
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap undang-undang yang dibuat oleh pembuat undangundang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap undang-undang yang dibuat oleh pembuat undangundang merupakan jawaban hukum terhadap persoalan masyarakat pada waktu dibentuknya undang-undang
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIV/2016 Frasa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya dalam UU ITE
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIV/2016 Frasa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya dalam UU ITE I. PEMOHON Muhammad Habibi, S.H., M.H., Kuasa Hukum Denny
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman sekarang korupsi sudah menjadi hal yang biasa untuk diperbincangkan. Korupsi bukan lagi menjadi suatu hal yang dianggap tabu untuk dilakukan bahkan tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan dan teknologi, secara tidak langsung berpengaruh pada manusia sebagai makhluk sosial yang selalu berkembang.
Lebih terperinciLex Crimen Vol. III/No. 3/Mei-Jul/2014
WEWENANG KHUSUS PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TEKNOLOGI INFORMASI 1 Oleh : Christian B. Ramopolii 2 Abstrak Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana terjadinya perkara
Lebih terperinciMenetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinci