BAB I PENDAHULUAN. Usaha perdagangan yang dilakukan baik dalam skala besar maupun kecil,
|
|
- Glenna Salim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha perdagangan yang dilakukan baik dalam skala besar maupun kecil, serta melalui sistem penjualan grosir maupun eceran merupakan perwujudan dari adanya kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, yang dilakukan melalui bergabai kegiatan seperti kegiatan jual beli. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern 1 menyebutkan bahwa usaha perdagangan dapat dibagi menjadi dua macam berdasarkan pihak yang mengelolanya, yaitu: 2 1. Usaha perdagangan yang dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Usaha perdagangan ini berupa pasar tradisional, dimana instansi pemerintah tersebut berkerja sama dengan swasta dengan menyediakan lokasi dan menyewakan tempat penjualan berupa los, kios, toko, dan tenda yang dikelola oleh pedagang kecil, swadaya masyarakat maupun koperasi usaha kecil yang bergerak dengan modal kecil dan dengan proses jual beli melalui tawar menawar. 2. Usaha perdagangan yang dikelola oleh swasta. Usaha perdagangan ini berupa pusat perbelanjaan yang disewakan kepada para pelaku usaha, toko 1 Selanjutnya disebut Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun Lihat Pasal 1 angka 2 Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun
2 mandiri yang pada umumnya dijadikan usaha kecil atau menengah, berupa toko modern yang menggunakan seperti supermarket, hypermarket dan minimarket. Sesuai dengan jenis usahanya, terdapat dua sistem penjualan akan barangbarang yang berbeda, yaitu: 3 1. Sistem penjualan yang dilakukan secara grosir, yaitu pedagang yang mendapatkan barang dagangannya dari produsen yang biasanya akan diberi daerah kekuasaan penjualan tertentu. Dalam hal ini, pihak pedagang grosir selalu membeli barang dalam jumlah besar dengan potongan harga tertentu untuk kemudian barang tersebut dijual kembali kepada pedagang retail. 2. Sistem penjualan yang dilakukan secara retail atau eceran, yaitu pedagang yang mendapatkan barang dagangannya dari pedagang grosir tanpa diberi daerah kekuasaan tertentu untuk kemudian barang dagangan tersebut dijual kembali secara satuan kepada konsumen terakhir dan tidak untuk dijual kembali. Beragamnya jenis usaha perdagangan tersebut secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan sikap persaingan yang terjadi antara para pelaku usaha, baik antar pelaku usaha perdagangan pemerintah, antar pelaku usaha swasta, maupun antara pelaku usaha pemerintah dan swasta dalam memperebutkan konsumen atau pembeli. Persaingan ini tidak dapat dihindari meskipun para pelaku usaha mengklaim bahwa usahanya membidik segmen November akses pada 17 2
3 masyarakat tertentu. Persaingan ini dapat berkembang menjadi persaingan usaha tidak sehat apabila tidak dilakukan pengawasan yang tepat. 4 Pendapat masyarakat umum yang semula berpihak pada pasar tradisional dengan asumsi harga barang yang ditawarkan jauh lebih murah daripada harga di toko modern perlahan bergeser seiring dengan adanya kenaikan harga dalam pasar tradisional dan pihak pelaku usaha toko retail yang berani memotong keuntungan hingga seminimal mungkin demi mendapat simpati dari masyarakat karena menjual barang dengan harga yang nyaris sama dengan harga pasar tradisional. Selisih harga yang kecil tersebut menjadi pertimbangan lain bagi masyarakat ekonomi menengah ke atas karena beranggapan selisih harga tersebut wajar, mengingat barang yang ditawarkan oleh toko modern lebih berkualitas dengan kondisi toko yang lebih rapi dan bersih sehingga memiliki keterkaitan dengan kenyamanan saat berbelanja seperti keamanan, kemudahan, dan variasi produk yang beragam dimana hal tersebut tidak dapat dibandingkan dengan keadaan pasar tradisional. 5 Keadaan ini semakin berat manakala jumlah usaha perdagangan retail banyak yang didirikan di sekitar pasar tradisional, terkadang terdapat dua hingga empat usaha perdagangan retail yang didirikan tepat bersebelahan atau berdekatan dengan sebuah pasar tradisional sehingga membuat perdagangan di 4 Akses pada 17 November 2009 Sedangkan A. M. Tri Anggraini mengatakan bahwa dalam kenyataannya, Badan-badan Usaha Milik Negara yang seharusnya mewakili negara, kadang-kadang bersaing secara tidak sehat dengan perusahaan besar dan kecil serta dengan koperasi sehingga tanpa disadari dan tidak jarang pula perusahaan-perusahaan besar tersebut menggulung perusahaan kecil. Lihat A.M.Tri Anggraini, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Perse Illegal atau Rule Of Reason, Universitas Indonesia Fakultas Hukum Pascasarjana, 2003, hlm akses pada 16 April
4 pasar tradisional semakin lesu. Hal ini memicu persaingan usaha yang tidak sehat baik antar pelaku usaha toko retail dengan pasar tradisional, maupun antar pelaku usaha toko retail itu sendiri sebagai akibat dari adanya kesamaan barang dagangan, yaitu seperti kebutuhan sehari-hari dimana komoditas tersebut sesungguhnya menjadi bagian dari kesulitan pasar tradisional untuk meraih pasar. 6 Persaingan usaha yang tidak sehat di Indonesia secara khusus, diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 7 Pertimbangan lahirnya Undang-Undang tersebut adalah bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan usaha yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuasaan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh Negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian Internasional. 8 Selanjutnya setiap warga Indonesia memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses dan pemasaran barang atau jasa dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pasar yang wajar. 9 Diharapkan dengan adanya iklim usaha tersebut, dapat menciptakan efisiensi persaingan usaha yang secara langsung 6 Ibid, 7 Selanjutnya ditulis Undang-Undang Nomor 5 Tahun Menimbang huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun Menimbang huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun
5 memperbaiki struktur harga, dan pada akhirnya akan memunculkan alternatif produksi dan/atau jasa tertentu bagi konsumen. 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut menegaskan bahwa Negara menjamin setiap warga Negara bebas mendirikan usaha perdagangan, namun diharapkan usaha perdagangan tersebut turut pula berpartisipasi dalam kebijakan Negara yang mendukung adanya perdagangan bebas dikemudian hari. Dengan demikian, diharapkan dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang positif dan wajar serta terlaksananya persaingan usaha yang sehat, maka citra bangsa Indonesia di mata dunia akan naik. Disamping peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus di atas, agar terjadi persaingan sehat berkaitan dengan tempat usaha perdagangan, maka antara pemilik usaha grosir dan retail harus memperhatikan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Selain itu tempat usaha perdagangan juga harus memperhatikan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun Aturan ini dibuat selain untuk mengatur jarak antara pasar tradisional dan pasar modern atau jarak antar pasar modern, juga untuk mengatur kawasan pemukiman agar terjadi ketertiban. Hal ini dilakukan untuk mendukung terjadinya iklim persaingan usaha penjualan yang sehat tanpa adanya saling menjatuhkan dan saling iri sebagai akibat dari adanya usaha perdagangan yang letaknya berdekatan Risalah DPR-RI, Rapat Paripurna ke-10 Masa Persidangan I Tahun Sidang , hlm.14 Sebagaimana dikutip oleh A.M.Tri Anggraini, op. cit., hlm Lihat Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor Lihat Pasal 15 ayat (2) huruf b Peraturan Presiden Nomor 112 5
6 Selain itu, dengan tata ruang yang baik, diharapkan akan mengundang banyak pengunjung yang akan menggeliatkan usaha perdagangan secara umum. Adanya pihak-pihak yang berpartisipasi dalam suatu usaha perdagangan, seperti melibatkan bagian proses pembuatan (produsen), distribusi, dan pemasaran barang atau jasa secara langsung menimbulkan adanya hubungan kemitraan yang kuat dan didukung rasa saling percaya antar para pelaku usaha, yang mutlak dibutuhkan untuk mencegah adanya pelaku usaha yang berpartisipasi dalam segala aspek dari hulu ke hilir. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan 13 dimana yang dimaksud dengan kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling menguntungkan, memperkuat dan memerlukan. 14 Faktor-faktor dan ketentuan di atas sangat berkesinambungan antara satu dengan yang lain, dengan memperhatikan hal tersebut, diharapkan para pelaku usaha perdagangan khususnya pada pelaku usaha retail yang tersebar hampir di seluruh penjuru kota dapat menjalankan usahanya dengan baik dan mendapatkan hasil yang memuaskan mengingat pertumbuhan retail modern dapat menyingkirkan para pelaku usaha retail tradisional baik dalam pasar tradisional maupun individu karena usaha mereka tidak memiliki modal 13 Selanjutnya disebut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun Lihat Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun
7 capital yang besar, manajemen yang baik, serta perlindungan dan pemberdayaan terhadap usaha tradisional tersebut pun minim. 15 Persaingan usaha yang dilakukan oleh para pelaku usaha meliputi berbagai hal, baik dalam hal strategi penjualan maupun dalam menarik pembeli demi melancarkan usahanya tanpa memperdulikan pelaku usaha yang lain dan tanpa memperhatikan apakah strateginya tersebut bertentangan atau tidak dengan aturan-aturan persaingan usaha yang berlaku di Indonesia. Strategi perdagangan tersebut tidak hanya dilakukan oleh para pemilik usaha saja, namun juga oleh para produsen yang menjadi pemasok barang yang akan dijual oleh para pelaku usaha tersebut. Selain itu, kecermatan masyarakat yang senantiasa memperhatikan setiap detail akan suatu produk baik dari segi kualitas, harga, dan fungsi mendorong para pelaku usaha yang melakukan produksi di bidang barang dagangan yang sama akan semakin tertantang untuk melakukan persaingan usaha. 16 Potensi terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam industri perdagangan retail antara lain: 1. Pelaku usaha eceran (retailer) mengancam untuk menghentikan hubungan usaha dengan pemasok (supplier), kecuali pemasok tersebut menghentikan penyediaan produknya kepada kalangan pelaku usaha yang menjual dengan diskon besar (discounter) akses pada 16 April akses pada 30 April %2C09%3A04%3A49 Akses pada 1 Desember
8 2. Trading term merupakan permasalahan utama yang sering dikeluhkan pemasok. Setiap tahunnya jumlah trading term yang diterapkan peritel modern kian bertambah jumlahnya, baik secara nominal maupun jumlah jenisnya. Permasalahan antara ritel modern dengan pemasok lebih banyak menyangkut persoalan ketidaksebandingan bargaining position. 3. Market power yang dimiliki oleh beberapa pelaku usaha hipermarket menjadi sumber dari hadirnya permasalahan ini. Contohnya Carrefour yang merupakan pelopor dalam model pengelolaan hipermarket di Indonesia. Keunggulan utama dari Carrefour di mata pemasok terletak pada posisinya sebagai pencipta traffic (lalu lintas konsumen yang berbelanja) dalam pusat-pusat perbelanjaan. Hal ini memiliki makna bahwa setiap Carrefour membuka gerai, maka pada saat itu pula gerai tersebut akan menjadi tujuan utama konsumen untuk berbelanja. Bahkan proses switching dari peritel modern dan tradisional dengan mudah segera terjadi ketika dalam satu wilayah Carrefour berdiri Mudahnya mendapatkan ijin usaha perdagangan retail atau modern resmi dari lembaga pemerintah tanpa adanya survei terlebih dulu terhadap jumlah usaha perdagangan retail atau modern atau terhadap keberadaan 18 Ibid. Sedangkan Ningrum Natasya Sirait mengatakan facilitating practises adalah salah satu jalan yang dapat digunakan oleh para pelaku untuk mengkoordinasikan strategi harga dan output. Lihat Ningrum Natasya Sirait, Asosiasi dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003, hlm 96. 8
9 pasar tradisional sehingga pemerintah terkesan kurang memperhatikan kondisi agar terwujud persaingan usaha yang sehat Sedapat dapatnya menghindari munculnya pesaing baru karena munculnya pesaing atau revalitas dalam berusaha akan menurunkan tingkat keuntungan. Hal ini dapat terjadi karena keputusan tentang kualitas, kuantitas, dan kebijakan harga tidak lagi ditentukan oleh satu pelaku usaha atau satu perusahaan saja, tetapi juga dipengaruhi oleh apa yang dilakukan oleh para pesaingnya. 20 Beragamnya pelaku usaha perdagangan, perilaku para pelaku usaha yang seringkali tidak patuh terhadap peraturan perundang-undangan, serta penerapan peraturan yang belum dilaksanakan secara maksimal menimbulkan permasalahan di ranah hukum persaingan usaha sehat. Untuk itu, penulis akan meneliti lebih lanjut apakah pengaturan yang dilakukan terhadap para pelaku usaha retail. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi permasalahan adalah: 1. Apakah pengaturan industri retail telah dapat menciptakan persaingan usaha sehat? 2. Bagaimanakah industri retail dalam perspektif persaingan usaha sehat? 19 jiunkpe%2fs1%2feman%2f2006%2fjiunkpe-ns-s usaha_kecilchapter2.pdf&submit.x=16&submit.y=14. Akses tanggal 6 Desember Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha Filosofi, Teori, dan Implikasi Penerapannya di Indonesia, Bayu Media, Malang, 2007,hlm 15. 9
10 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mencari tahu lebih pengaturan industri retail telah dapat menciptakan persaingan usaha sehat. 2. Untuk mengkaji apakah industri retail sesuai dengan aturan Persaingan Usaha Sehat. D. Tinjauan Pustaka Kata retail berasal dari Bahasa Perancis retaillier yang berarti memotong. Secara umum, retail adalah segala usaha yang bermaksud menjual barang atau produk dari produsen kepada konsumen terakhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Dalam praktek perdagangan, seorang retailer membeli barang- barang atau produk dalam jumlah tertentu dari para agen atau grosir dan kemudian menjual kembali produk tersebut kepada pengguna atau konsumen akhir. 21 Usaha perdagangan retail atau eceran digolongkan dalam usaha kecil karena merupakan kegiatan ekonomi produktif yang berdiri sendiri dan dilakukan oleh orang-perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud November Akses 17 10
11 dalam Undang-Undang ini.. 22 Adapun beberapa ketentuan mengenai usaha kecil menurut Undang- undang tersebut antara lain memiliki ke kekayaan bersih minimal Rp , (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) belum termasuk tanah, milik warga Negara Indonesia, dan berdiri sendiri. Tentunya ketentuan mengenai besaran nominal uang turut mengikuti perkembangan perekonomian Negara Indonesia. 23 Retail terdiri dari penjualan barang atau barang dagangan dari lokasi yang tetap seperti department store, butik, dan kios, untuk konsumsi para pembeli tanpa memandang apakah pembeli tersebut individu maupun bisnis dengan sistem penjualan yang terbagi menjadi empat bagian, yaitu: Counter service yang merupakan suatu keadaan dimana barang berada di luar jangkauan calon pembeli sehingga barang harus diambil dan diperoleh melalui penjual. Sistem counter service lazim terjadi pada usaha retail yang bergerak di bidang penjualan barang- barang mahal atau berbahaya seperti perhiasan, dan obat-obatan ( apotek ). 2. Self service dimana barang berada di dalam jangkauan calon pembeli sehingga calon pembeli tersebut dapat menentukan barang kebutuhan 22 Lihat Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 23 Lihat pasal 6 angka 2 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada 17 November
12 mana yang akan dibelinya. Sistem ini lazim terjadi pada toko-toko modern seperti supermarket dan hypermarket. 3. Delivery atau perdagangan adalah suatu sistem dimana para produsen atau distributor membagikan mail-order atau katalog kepada calon pembeli yang nantinya barang akan dikirim kepada pembeli setelah pembeli tersebut melakukan pemesanan dan pembayaran melalui telepon atau sarana elektronik lainnya. 4. Door-to-door-sales, perbedaan dengan sistem delivery atau perdagangan terletak pada penawaran. Apabila dalam delivery atau perdagangan penawaran dilakukan dengan cara membagikan selebaran atau katalog, maka dalam door-to-door-sales, penawaran dilakukan dengan cara para retailer berkeliling langsung dari rumah ke rumah lainnya untuk menawarkan barang. 25 Berdasarkan jenis-jenis barang yang dijual, usaha retail dibedakan menjadi dua, yaitu: Jenis usaha variety atau adanya keragaman produk yang ditawarkan, misalkan pada sebuah supermarket yang menjual hampir seluruh kebutuhan baik sandang maupun pangan. 2. Jenis assortment atau berdasarkan susunan produk yang lazim terjadi pada toko elektronik yang menjual kulkas dan televisi dari berbagai merek namun tidak menjual tape dan video loc. cit me=/jiunkpe/s1/eman/1997/jiunkpe-ns-s emas-chapter2.pdf, Akses pada 19 November
13 Kepemilikan terhadap suatu usaha perdagangan retail dapat berupa usaha yang hanya dimiliki oleh satu orang sebagai pemilik tunggal (proprietorship), usaha yang dimiliki bersama-sama dua orang atau lebih (partnership) dan usaha yang kepemilikannya berupa saham yang dimiliki oleh dua orang atau lebih dan bentuk usaha ini adalah berbadan hukum (corporation). 27 Usaha perdagangan retail merupakan usaha perdagangan yang terus tumbuh dan berkembang sehingga perlu diadakan beberapa aturan untuk mencegah adanya persaingan usaha yang tidak sehat antar para pelaku usaha yang notabene bergerak dalam bidang penjualan yang sama. Berbagai macam usaha berdagangan di Indonesia tidak boleh menyebabkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur praktek monopoli sebagai pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. 28 Sedangkan yang dimaksud dengan persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan yang terjadi antar para pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha Ibid. 28 Lihat Pasal 1 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun Lihat pasal 1 huruf f Undang-Undang Nomor 5 Tahun
14 Persaingan usaha tidak sehat dan praktek monopoli terbagi menjadi beberapa kegiatan usaha, beberapa diantaranya telah sering terjadi dalam kehidupan perdagangan sehari-hari sehingga dianggap tidak termasuk dalam kegiatan persaingan usaha tidak sehat. Kegiatan usaha tersebut antara lain monopoli, monopsoni, kartel, trust, jual rugi, boikot, persengkokolan, penguasaan pasar, dan pemotongan harga. Setelah memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat dimengerti bahwa mewujudkan persaingan usaha yang sehat antar para pelaku usaha pada umumnya dan pada pelaku usaha retail pada khususnya sangat mutlak diperlukan. E. Metode Penelitian 1. Fokus Penelitian a. pengaturan industri perdagangan retail b. praktek monopoli dan persaingan usaha sehat 2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang terdiri dari: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat, yaitu: 1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 14
15 2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 3) Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. 4) Peraturan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang dapat menjelaskan bahan hukum primer. Bahan hukum ini diperoleh dari berbagai referensi, seperti hasil penelitian, buku-buku, jurnal ilmiah, website di bidang hukum yang berkaitan dengan fokus penelitian. c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan lebih lanjut terhadap bahan hukum sekunder. 3. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara studi pustaka, yaitu pengumpulan bahan hukum yang dilakukan dengan cara menelusuri bahan-bahan hukum melalui kepustakaan. 4. Analisis Bahan Hukum Analisis bahan hukum secara kualitatif, yaitu menerangkan bahan hukum yang diperoleh dari kepustakaan setelah terlebih dahulu diseleksi, disusun secara sistematis kemudian disimpulkan untuk mendapatkan gambaran atas jawaban permasalahan yang dikehendaki yang disajikan secara deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif. 15
16 F. Kerangka Skripsi Skripsi ini terdiri dari Empat Bab, yaitu: 1. BAB I Pendahuluan, yang terdiri dari: Latar belakang masalah, rumusan masalah,tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, kerangka skripsi, dan daftar pustaka (sementara). 2. BAB II Tinjauan Umum tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Bab ini terdiri dari tiga sub bab, yaitu: Pada Sub Bab Pertama dijelaskan mengenai: Pengertian Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pada Sub Bab Kedua berisi penjelasan mengenai: Tata Cara Penanganan Perkara oleh KPPU Pada Sub Bab Ketiga menguraikan tentang: Tata Cara Pengajuan Keberatan terhadap Putusan KPPU 3. BAB III Pengaturan Industri Retail dan penjelasan Industri Retail Menurut Perpekstif Persaingan Usaha Sehat. 4. BAB IV Penutup, yang didalamnya berisi mengenai kesimpulan dari pembahasan dan penelitian yang dilakukan, serta saran dari kesimpulan yang telah ada. 16
I. PENDAHULUAN. kecil, serta melalui sistem penjualan grosir maupun retail merupakan perwujudan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha perdagangan dapat dilakukan dengan perseorangan maupun persekutuan. Usaha perdagangan yang dilakukan baik dalam skala besar maupun kecil, serta melalui sistem
Lebih terperinciBUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,
BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN, Menimbang : a.
Lebih terperinciBUPATI BANGKA TENGAH
BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN, PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BEKASI
BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 13 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL, DAN PENATAAN PASAR MODERN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciWalikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat
- 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN
Hasil PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciSalinan NO : 4/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014
Salinan NO : 4/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pendapatan
Lebih terperinciBUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL
Lebih terperinciBUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG
BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan semakin
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG
BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 41 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2013 NOMOR 22 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN MINIMARKET DI KOTA BOGOR
BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2013 NOMOR 22 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN MINIMARKET DI KOTA BOGOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan ketertiban dalam hidup bermasyarakat. Untuk. kepentingan-kepentingan yang ada di dalam masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Menurut Utrecht, Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,
BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBINAAN PASAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Industri ritel Indonesia, merupakan industri yang strategis bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Industri ritel Indonesia, merupakan industri yang strategis bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Dalam sebuah klaimnya, asosiasi perusahaan ritel Indonesia
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa seiring dengan pertumbuhan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciWALIKOTA PANGKALPINANG
WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG
SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL, DAN PENATAAN PASAR MODERN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN WARALABA, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciWALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17-A TAHUN 2012 TENTANG
WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17-A TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PUSAT PERBELANJAAN DAN
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN PASAR DESA DI LINGKUNGAN KABUPATEN BANDUNG BARAT
PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN PASAR DESA DI LINGKUNGAN KABUPATEN BANDUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PENDIRIAN TOKO MODERN SERTA PERLINDUNGAN USAHA KECIL, WARUNG/TOKO DAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PASAR DESA DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PASAR DESA DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 10 Tahun 2017 Seri E Nomor 6 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG
BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 10 Tahun 2017 Seri E Nomor 6 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN TOKO SWALAYAN Diundangkan dalam Berita Daerah Kota Bogor Nomor 10
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG
1 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang memerlukan barang untuk kebutuhan pribadi dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya setiap orang memerlukan barang untuk kebutuhan pribadi dan kebutuhan rumah tangga yang mereka beli di tempat berbelanja yang dikenal dengan nama pasar,
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UMUM Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah
TINJAUAN PUSTAKA Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan masyarakat dalam sebuah pemukiman tidak dapat dilepaskan dari kebutuhan akan berbagai fasilitas pendukung yang dibutuhkan warga setempat. Fasilitas umum yang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN
Lebih terperinciBUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT
BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL, DAN PENATAAN PASAR MODERN DI KABUPATEN MAJENE DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN ALOR
PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang: a. bahwa Pasar Desa, yang diatur dalam
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar merupakan tempat berlangsungnya transaksi antara pembeli dan penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merambah, tidak saja di Kota Jakarta, tetapi kota-kota lain di luar. apakah pasar tradisional akan tetap eksis di era munculnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini telah terjadi revolusi supermarket global yang merambah, tidak saja di Kota Jakarta, tetapi kota-kota lain di luar Jawa. Hal ini menimbulkan sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pasar tradisional menjadi salah satu wadah atau sarana untuk mencapai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar Tradisional sebagai lokasi perdagangan merupakan salah satu pilar perekonomian. Melalui berbagai fungsi dan peran strategis yang dimiliki, pasar tradisional
Lebih terperinciBUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH
BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PT Pelindo II (Persero) Cabang Cirebon adalah salah satu cabang dari PT Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan perusahaan Badan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PASURUAN
PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI KECAMATAN PURWOHARJO DESA KRADENAN SALINAN PERATURAN DESA KRADENAN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI KECAMATAN PURWOHARJO DESA KRADENAN SALINAN PERATURAN DESA KRADENAN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA KRADENAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENERBITAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan pasar tradisional menjadi topik yang menyulut perdebatan hangat di kalangan masyarakat. Liberalisasi
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK
Lebih terperinciLAMPIRAN. (Contoh Surat Peringatan yang diberikan oleh Pemda Sleman Kepada Toko. Modern yang Melakukan Pelanggaran)
LAMPIRAN (Contoh Surat Peringatan yang diberikan oleh Pemda Sleman Kepada Toko Modern yang Melakukan Pelanggaran) i (Data Jumlah Toko Modern di Kabupaten Sleman April 2017) ii (Data Jumlah Toko Modern
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan pasar modern di Indonesia saat ini menunjukkan angka yang
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan pasar modern di Indonesia saat ini menunjukkan angka yang cukup fantastis. Berbagai jenis pasar modern seperti supermarket, hypermarket maupun mall-mall
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan andal sebagai usaha
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG
Dicabut dengan Perda Nomor 1 Tahun 2014 PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DI KOTA
Lebih terperinciWALIKOTA BANJARMASIN
WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG KEMITRAAN ANTARA PASAR MODERN DAN TOKO MODERN DENGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciHimpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 02 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membuat sebagian besar rakyat Indonesia terjun ke bisnis ritel. Bisnis ritel
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri ritel merupakan industri yang strategis bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Karakteristik industri ritel yang tidak begitu rumit membuat sebagian besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya. Globalisasi menuntut kebutuhan akan arus informasi dan pengetahuan yang sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi merupakan suatu era keterkaitan dan ketergantungan antara satu manusia dengan manusia lainnya, baik dalam hal perdagangan, investasi, perjalanan, budaya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Pasar dalam pengertian teori ekonomi adalah suatu situasi dimana pembeli (konsumen) dan penjual (produsen dan pedagang) melakukan
Lebih terperinciBUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PENGATURAN MINI MARKET PENGELOLA JARINGAN USAHA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinci- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN
- 1 - Walikota Tasikmalaya PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia fashion di Indonesia bisa dikatakan berkembang sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini didukung berbagai segi baik kreativitas dan inovasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di era yang modern, pertumbuhan ekonomi terus berkembang seiring
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era yang modern, pertumbuhan ekonomi terus berkembang seiring perkembangan yang disertai dengan kemajuan teknologi. Segala kemudahan yang diciptakan oleh manusia,
Lebih terperinciTENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DI KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,
SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DI KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa seiring dengan pertumbuhan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 831 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN WARALABA, PUSAT PERBELANJAAN, TOKO MODERN, DAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional, terutama dalam aspek-aspek seperti: peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan usaha kecil di Indonesia memang diakui sangat penting dalam perekonomian nasional, terutama dalam aspek-aspek seperti: peningkatan kesempatan kerja; pemerataan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1149, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Usaha Toko Modern. Waralaba. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68/M-DAG/PER/10/2012 TENTANG WARALABA UNTUK JENIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis eceran (retailer business) yang ada di Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis eceran (retailer business) yang ada di Indonesia dewasa ini meningkat begitu tinggi. Puluhan arena belanja berupa pusat-pusat pertokoan,
Lebih terperinciTENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA TOKO SWALAYAN KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,
SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA TOKO SWALAYAN KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : Mengingat :
Lebih terperinciBUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
SALINAN BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA DI KABUPATEN PASER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER, Menimbang
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian Industri ritel memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara., terutama berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Seiring dengan pesatnya
Lebih terperinciBUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL,PUSAT PERBELANJAAN, DAN TOKO MODERN
BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL,PUSAT PERBELANJAAN, DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khususnya Kabupaten Sleman. Pertumbuhan bisnis ini dapat mewujudkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, dimana dunia bisnis di Indonesia sudah mulai maju. Hal ini dapat dilihat semakin banyak bisnis-bisnis
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/12/2008 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PASAR DESA DI KABUPATEN MUARA ENIM
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PASAR DESA DI KABUPATEN MUARA ENIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM, Menimbang : a. b. c. bahwa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah adanya kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan dengan adanya pertumbuhan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999
Lebih terperinciBUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 91 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN PASAR DESA
BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 91 TAHUN 2014 Menimbang TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN PASAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar. Pasar menyediakan berbagai barang kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Pengelolaan pasar mulanya
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI
LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2012 NOMOR 19 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 20 DESEMBER 2012 NOMOR : 19 TAHUN 2012 TENTANG : PERIZINAN DAN PENDAFTARAN BIDANG PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENGELOLAAN PASAR RAKYAT, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPeraturan Menteri Perdagangan RI Nomor : 53/M-DAG/PER/12/2008
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK
Lebih terperincic. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Area Pasar;
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN AREA PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang :
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 08 Tahun 2015 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri ritel merupakan industri yang strategis bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Industri ini merupakan
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciMASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017
MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Sejarah PT Carrefour di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Gambaran Umum Objek Penelitian Kecenderungan impulse buying merupakan fenomena yang sering terjadi di masyarakat. Menurut Ma ruf dalam penelitian Divianto (2013 : 4) menyatakan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pokok sehari hari kepada para konsumen. Retail adalah salah satu cara pemasaran produk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retail atau biasa disebut pengecer merupakan pelaku usaha yang menjual kebutuhan pokok sehari hari kepada para konsumen. Retail adalah salah satu cara pemasaran produk
Lebih terperinci2015 PASAR FESTIVAL ASTANA ANYAR
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perancangan Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bisnis ritel adalah penjualan barang secara langsung dalam berbagai macam jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya termasuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori UKM Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha
Lebih terperinciUU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 5 TAHUN 1999 (5/1999) Tanggal: 5 MARET 1999 (JAKARTA) Tentang: LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dunia bisnis ritel di Indonesia telah berkembang demikian pesat sesuai dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia bisnis ritel di Indonesia telah berkembang demikian pesat sesuai dengan perkembangan dinamika perekonomian yang terus mengalami proses modernisasi dalam era globalisasi
Lebih terperinciMAKALAH. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum. Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII
Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII Helda Nur Afikasari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahkan hypermarket, yang menjadi lahan subur pemilik modal asing berebut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar tradisional di negeri ini tidak terlepas dari sejarah dan budaya nenek moyang kita. Namun, seiring perubahan gaya hidup konsumen, pasar tradisional
Lebih terperinci