Ekologi Persarangan Burung Maleo Gunung (Aepypodius arfakianus) Pada Areal Aliran Kali Mokwam Kabupaten Manokwari Papua Barat

Transkripsi

1 Jurnal Ilmu Peternakan, Desember 2008, hal ISSN Vol. 3 No.2 Ekologi Persarangan Burung Maleo Gunung (Aepypodius arfakianus) Pada Areal Aliran Kali Mokwam Kabupaten Manokwari Papua Barat The Ecology Of Mountain Maleo Nesting (Aepypodius arfakianus) In The Side Of Mokwam River At Manokwari Regency, Papua Barat Province Hotlan Manik 1,2 dan 3) Staf Pengajar Jurusan Produksi Ternak FPPK UNIPA Jalan Gunung salju Manokwari manik_hotlan@yahoo.co.id ABSTRACT This study about ecology of Maleo nesting was conducted for get the first information in the hatchery and cultivation effort. The research was used descriptive method with observation technique. The sample interpretation was conducted in an accidental manner was based on location where nest discovered. Recorded variables were the size, shape, composer matter, making location, temperature and humidity, and vegetation around nest. The result of research was showed that the nest was marked at m height from above sea level (dpl), the pile height nest ranging from 0,91 m, diameter of nest ranging from 4,01 m. The shape of nest was majority sperical and was maked in the open forest with the shelter closed ranging from < 25 50%. The nest composer matter consist of soil (49,92%), leaves manure (34,77%) twig + wood chunck (7,67%), piece of gravel (4,72%) and soft root (2,89%). Temperature around nest was 220C 270C with % humidity. Temperature out of nest was 270C 320C with 50 55% humidity. The kind of vegetation that growth around nest was very various but was dominated by kind of Syzygium sp, Leucosyke sp, Nauclea sp, Litsea sp, Diplazium sp, Pipturus sp, Eugenia sp, Alchornea sp, Sterculia sp and Aglia sp. Key words : Aepypodius arfakianus, ekologi, persarangan PENDAHULUAN Pulau Papua yang berada dalam wilayah Indonesia dengan luas sekitar km 2 dikaruniai keanekaragaman hayati yang berlimpah. Aset bangsa yang sangat berharga ini perlu dikelola dengan baik sehingga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Keanekaragaman hayati yang disumbangkan diperkirakan 50 persen dari total kekayaan hayati Indonesia (Conservation International,1999). Menurut Petocz (1987) terdapat sebanyak 852 spesies burung di Papua dan 209 spesies diantaranya adalah endemik. Burung maleo gunung (Aepypodius arfakianus) adalah salah satu jenis burung yang termasuk dalam suku megapodiidae dan tergolong endemik Papua, di mana pemanfaatan oleh masyarakat asli di Papua cukup tinggi ini dibuktikan dengan hasil penelitian Triyantoro (2002), bahwa masyarakat Kampung Bremi, Nuni dan Saubeba telah memanfaatkan daging sebanyak 9 ekor/kk/bulan dan telur sebanyak 4 butir/kk/musim. Penelitian tersebut diperkuat oleh Lindongi (2002) dimana masyarakat Kampung Bremi memperoleh telur pada musim bertelur yakni Pebruari dan Agustus, sehingga masyarakat kota

2 102 MANIK Jurnal Ilmu Peternakan dapat membeli telur maleo di pasar Wosi Manokwari. Kampung Mokwam adalah salah satu kampung di Distrik Minyambou yang termasuk dalam kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak merupakan habitat dari burung maleo. Penduduk Kampung Mokwam memperoleh burung dan telur maleo dengan melakukan perburuan dengan menggunakan senjata api dan jerat serta penggalian terhadap sarang burung tersebut. Burung maleo gunung membangun sarang berupa gundukan besar secara mencolok, di mana telurnya menetas melalui alternatif sumber panas akibat pembusukan material seperti daun dan ranting, mudahnya penduduk setempat menemukan sarang tersebut dikhawatirkan menyebabkan penurunan populasi yang mengarah kepada kepunahan. Salah satu alternatif pengelolaan spesies satwa untuk mempertahankan keberadaanya adalah melalui penangkaran. Usaha perkembangbiakan dalam penangkaran merupakan tindakan alternatif yang dapat dilakukan. Dengan demikian studi tentang ekologi sarang burung maleo ini perlu dilakukan untuk memperoleh informasi awal guna upaya penangkaran dan budidayanya. Metode METODE Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan teknik observasi. Pengambilan sampel dilakukan secara aksidental berdasarkan lokasi ditemukan sarang. Selain pengamatan, juga dilakukan wawancara terhadap masyarakat setempat yang mengetahui lokasi tempat bersarangnya burung ini. Tempat dan Waktu Pengambilan sampel dilakukan di sepanjang kali yang mengalir di Kampung Mokwam dimulai dari tanggal Mei Untuk identifikasi vegetasi sekitar sarang dilaksanakan di Herbarium Manokwarience Universitas Negeri Papua pada tanggal 19 Mei Bahan dan Alat Sampel sarang yang ditemukan pada penelitian ini sebanyak 8 sarang, yang terdiri dari 6 sarang tidak aktif dan 2 sarang aktif. Alat yang digunakan pada penelitian adalah GPS, Altimeter, higrometer, thermometer, roll meter, timbangan, kasa dan kamera. Pelaksanaan Penelitan Sebelum pencarian sarang burung maleo dilakukan survei pendahuluan. Survei pendahuluan dilakukan dengan teknik wawancara untuk mengetahui habitat burung maleo ini berada dan pengamatan langsung di lapangan. Pengamatan lapang yang dilakukan dengan mengkoleksi sarang burung yang ditemukan sekitar aliran kali di Kampung Mokwam dengan bantuan penduduk lokal yang memiliki hak ulayat pada areal tersebut. Sarang burung yang ditemukan, data karakteristik dicatat termasuk; lokasi, ketinggian di atas permukaan laut, status aktivitas (aktif atau tidakaktif/diabaikan), persentase penutupan langsung oleh naungan vegetasi terhadap permukaan sarang ( kategori dari : 0-25, 26-50, 51-75,76-100% penutupan), vegetasi di sekitar sarang (hutan terbuka, hutan tertutup), jenis pohon utama yang nampak. Karakteristik struktur dari masing-masing sarang juga dicatat termasuk: panjang, lebar, tinggi dan bentuk.

3 Vol. 3, 2008 EKOLOGI PERSARANGAN BURUNG MALEO 103 Variabel Pengamatan Variabel yang diamati adalah ukuran, bentuk, bahan penyusun, lokasi pembuatan, suhu dan kelembaban, persentase penutupan langsung oleh naungan dan vegetasi sekitar sarang. Analisis Data Semua hasil pengamatan pada penelitian ini dianalisis secara statistik desktiptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Penelitian Kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak terletak di wilayah Kepala Burung Propinsi Papua Barat, yaitu antara koordinat sampai LS dan sampai BT. Lokasi penelitian pada koordinat LS dan BT dengan ketinggian meter dari permukaan laut. Kampung Mokwam merupakan salah satu kampung di dalam kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak, secara administratif pemerintahan kampung ini termasuk dalam wilayah Distrik Minyambou Kabupaten Manokwari. Kampung Mokwam terdiri dari 4 dusun yaitu Dusun Aserbey, Dusun Amber, Dusun Mokwam dan Dusun Siaubli. Jarak dari kota kabupaten ke lokasi penelitian kurang lebih 47 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan darat sekitar 2,5 jam. Tanah dan Topografi Keadaan tanah di sekitar tempat penelitian adalah coklat hitam bercampur kerikil dan kearah kaki gunung Arfak dengan jenis tanah podsolik merah kuning. Topografi bervariasi dari gelombang ringan, sedang hingga bergelombang berat dengan tingkat kemiringan dapat mencapai 70% dan ketinggian antara meter dari permukaan laut. Sistim Pertanian Penduduk di kampung Mokwam serta umumnya masyarakat asli di pedalam Papua selalu berpindah-pindah dalam hal membuat kebun. Sistim ini lebih dikenal dengan perladangan berpindah (shifting cultivation) Pada ladang penduduk banyak diusahakan tanaman, seperti batatas (Ipomea batatas) dan talas/keladi (Cholocasia sp). Saat ini penduduk Kampung Mokwam telah menerima tanaman eksotik,seperti jagung (Zea mays), bawang (Allium sp.) dan kentang (Solanum sp.) Bentuk dan Ukuran Sarang Hasil penelitian yang diperoleh, semua sarang berada pada hutan terbuka. Hasil pengamatan lokasi, bentuk dan ukuran sarang dari 8 sarang yang ditemukan baik sarang aktif dan pasif disajikan dalam Tabel 1.

4 104 MANIK Jurnal Ilmu Peternakan Tabel.1. Bentuk dan Ukuran Sarang Maleo No. Diameter (m) Tinggi (m) Bentuk sarang Penutupan Naungan (%) 1. 3,35 0,87 Bulat > ,01 0,98 Bulat > ,80 1,10 Bulat ,85 0,90 Bulat > ,30 0,89 Oval > ,50 1,30 Oval ,00 0,50 Bulat ,23 0,70 Oval Rata-rata ketinggian sarang (0,91 m) dan diameter (4,01m) yang ditemukan pada penelitian ini, jika dibandingkan dengan hasil penelitian Lindongi (2002), tinggi gundukan sarang berkisar 0,40-1,20 m dan diameter berkisar antara 3,55-4,65 m masih dalam kisaran hasil penelitian tersebut. Bentuk sarang umumnya membulat diduga akibat pemakaian sarang telah beberapa kali, ini dapat dilihat secara visual dimana dedaunan pada sarang aktif masih banyak yang utuh. Lokasi sarang tersebar secara acak, jarak antar sarang tidak terkumpul membentuk suatu komunitas populasi. Penutupan naungan dari hasil penelitian ini berkisar dari >25% hingga 50%, ini dimungkinkan karena lokasi penelitian merupakan daerah terbuka. Bahan Penyusun Sarang Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa bahan setelah pengambilan contoh bahan sarang secara acak dari masingmasing sarang, maka hasil penimbangan terhadap bahan penyusun sarang dari paling besar jumlahnya adalah sebagai berikut : tanah (49,92%), serasah daun (34,77%), ranting + bongkahan kayu (7,67%), pecahan batu kerikil (4,72%) serta akar halus (2,89). Penelitian ini menunjukkan dua bahan penyusun sarang yaitu tanah dan serasah daun merupakan bahan yang mudah diperoleh di sekitar sarang dan dibentuk menjadi gundukan sarang serta berfungsi sebagai alternatif panas bagi penetasan telur. Hasil ini ditemukan hampir sama dengan penelitian Lindongi (2002) areal hutan Bremi Manokwari di mana bahan penyusun utama dari persarangan burung maleo (Megapodius freycinet G) tanah (51,66%) dan dedaunan (26,66%) dan sedikit berbeda dengan penelitian Pattiselanno,(2000) bahan penyusun utama dari persarangan burung megapoda (Megapodius freycinet G) di areal hutan dataran rendah Pulau Rumberpon adalah tanah (183,71 gram) dan bongkahan batu (124,40 gram). Hal ini juga diduga akibat perbedaan ketinggian tempat dimana habitat burung maleo gunung ini berada. Suhu dan Kelembaban Suhu dan kelembaban sekitar sarang banyak dipengaruhi oleh kondisi vegetasi yang ada di sekitar sarang. Dari hasil pengukuran terhadap suhu dan kelembaban selama penelitian, suhu di sekitar sarang berkisar antara ( 22 O C- 27 O C) dengan kelembaban persen. Sedangkan diluar sarang suhu berkisar antara ( 27 O C- 32 O C) dengan kelembaban persen. Hasil penelitian Heij (1995) yang dilaporkan

5 Vol. 3, 2008 EKOLOGI PERSARANGAN BURUNG MALEO 105 Rompas (1997) menunjukkan bahwa suhu tempat bertelur famili Megapodidae dari spesies Eulipoa Wallacei berkisar antara 32 O C- 35 O C sedangkan kelembaban sekitar sarang burung megapodius freycinet yang dilaporkan Lindongi (2002) %. Vegetasi Sekitar Sarang Berdasarkan hasil identifikasi jenisjenis vegetasi yang tumbuh di sekitar sarang sangat bervariasi namun didominasi oleh jenis Syzygium sp, Leucosyke sp, Nauclea sp, Litsea sp, Diplazium sp, Pipturus sp, Eugenia sp, Alchornea sp, Sterculia sp and Aglia sp. Maleo gunung membangun sarangnya dengan mengunakan jenis-jenis vegetasi yang terdapat disekitar sarang untuk melindungi dan membangun sarangnya. Menurut informasi penduduk pemilik hak ulayat, umumnya indikator burung maleo pada suatu areal dapat dilihat adanya bekas makanan yang tersisa terutama keladi hutan (Homalomena coerulescens). Hasil penelitian Mandosir (1996) yang dilaporkan Aronggear (2007) makanan pokok Aepypodius arfakianus adalah jenis umbi-umbian. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan : 1. Hasil penelitian memperlihatkan sarang dibuat pada ketinggian m dari permukaan laut (dpl) tinggi gundukan sarang berkisar 0,91 m, diameter sarang berkisar antara 4,01 m. Bentuk sarang sebagian besar membulat dan dibuat semua pada hutan terbuka dengan penutupan naungan berkisar dari < 25-50% 2. Bahan penyusun sarang terdiri atas tanah (49,92%), serasah dedaunan (34,77%), ranting + bongkahan kayu (7,67%), pecahan batu kerikil (4,72%) serta akar halus (2,89%). 3. Suhu sekitar sarang berkisar ( 22 O C- 27 O C) dengan kelembaban persen. Sedangkan diluar sarang suhu berkisar antara ( 27 O C- 32 O C) dengan kelembaban persen. 4. Jenis-jenis vegetasi yang tumbuh di sekitar sarang sangat bervariasi namun didominasi oleh jenis Syzygium sp, Leucosyke sp, Nauclea sp, Litsea sp, Diplazium sp, Pipturus sp, Eugenia sp, Alchornea sp, Sterculia sp and Aglia sp.. Saran Perlu dilakukan penelitian tentang jumlah populasi dan penelitian yang komprehensif yang mencakup berbagai aspek dari burung maleo gunung, sehingga memperkaya data yang sudah ada. DAFTAR PUSTAKA Aronggear,Y.2007.Gambaran Darah Burung Maleo Gunung (Aepypodius arfakianus) Betina. Skripsi, Universitas Negeri Papua., Manokwari Conservation Internasional,1999.The Irian Jaya Biodiversity Conservation Priority Setting Workshop Biak. Final Report Concervation Internasional. Washington DC.USA Lindongi J.C.2002.Ekologi Persarangan Burung Maleo (Megapodius freycinet) Pada Areal Hutan Bremi Kabupaten Manokwari. Skripsi.Universitas Negeri Papua, Manokwari Pattiselanno, F Perbandingan Karakteristik Sarang Megapoda (Megapodius freycinet Gaimard) Pada Areal Persarangan Pesisir Pantai dan Hutan Dataran Rendah Pulau Rumberpon.Seminar Hasil Magang, Kursus, dan Penelitian. Unit Pelayanan MIPA. Faperta UNCEN Manokwari,

6 106 MANIK Jurnal Ilmu Peternakan Petocz.R.G.1987.Konservasi Alam dan Pembangunan di Irian Jaya. Pustaka Graffiti Press Jakarta.hal 163 Rompas,C.F.E.1997.Morfologi, Pola Protein dan Kariotip Megapoda Maluku Elipoa wallacei (Megapodiidae,Galliformes,Aves). Prosiding Seminar Pelestarian Burung dan Ekosistimnya Dalam Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Bogor 24 September1997. Kerjasama PAU IPB dengan Puslitbang Biologi LIPI, Triyantoro,S Tingkat Konsumsi dan Teknik Berburu Burung Maleo (Megapodius freycinet) oleh Penduduk Desa Bremi,Yoom Nuni dan Saubeba Kecamatan Manokwari. Skripsi,Universitas Negeri Papua., Manokwari.