Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.5 No.1 (2016)
|
|
- Siska Yuwono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KEABSAHAN PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN NEGERI NOMOR : 143/PDT.P/2014/PN.JKT.PST. ANGELA FELICIA WIDJAJA GUNAWAN Magister Kenotariatan angelafelicia1991@hotmail.com Abstrak - Dalam suatu hubungan perkawinan, topik mengenai harta benda dalam perkawinan sering kali menjadi permasalahan yang dapat merusak kerukunan hidup rumah tangga. Untuk mengantisipasi hal tersebut, banyak pasangan yang sebelum melangsungkan perkawinan sudah memikirkan tentang kemungkinan terjadinya hal tersebut dan calon suami istri tersebut sepakat untuk membuat suatu perjanjian pra perkawinan yang lazim disebut Perjanjian Kawin. Pengaturan mengenai perjanjian kawin ini diatur dalam Pasal 29 UU Perkawinan. Perjanjian Kawin adalah suatu perjanjian yang wajib dibuat secara tertulis, atas permintaan dari sepasang calon suami dan isteri, di mana mereka berdua telah setuju dan sepakat untuk membuat pemisahan harta mereka masing-masing, dan dengan ditandatanganinya perjanjian ini, maka semua harta, baik yang mereka bawa ke dalam perkawinan dan juga yang diperoleh selama perkawinan, akan tetap dalam penguasaan mereka masing-masing. Hal ini juga berlaku terhadap hutang-hutang, di mana hutang itu merupakan tanggung jawab pribadi dari pihak yang memiliki hutang itu. Terkait dengan persoalan perjanjian kawin ini, ketentuan peraturan perundangundangannya menentukan harus dibuat sebelum atau pada saat terjadinya perkawinan, namun terdapat suatu permasalahan di mana terdapat sepasang suami-isteri yang telah melangsungkan perkawinan, tidak membuat perjanjian kawin sebelum dilangsungkannya perkawinan, dikarenakan ketidaktahuan dan kealpaan mereka. Lalu pasangan suami-isteri ini mengajukan permohonan penetapan perjanjian kawin ke Pengadilan Negeri, di mana permohonan mereka ini dikabulkan dan keluarlah penetapan perjanjian kawin untuk pasangan ini. Hal ini melanggar aturan pembuatan perjanjian kawin yang diatur dalam Pasal 29 UU Perkawinan. Penelitian ini dibatasi pada pertimbangan yang digunakan oleh hakim dalam pemberian penetapan perjanjian kawin serta kekuatan hukum dan implikasinya terhadap pihak ketiga mengenai penetapan perjanjian kawin yang dibuat setelah perkawinan. Tipe penelitian hukum ini bersifat yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitiannya yaitu, bahwa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam pemberian penetapan mengenai perjanjian kawin yang dibuat setelah perkawinan adalah adanya kealpaan dan ketidaktahuan dari pasangan suami-isteri tentang keberadaan perjanjian kawin, tidak adanya aturan hukum, agama dan kesusilaan yang dilanggar serta adanya keinginan pihak isteri (yang merupakan pasangan perkawinan campuran) untuk memiliki hak atas tanah, di mana dalam hal ini tidak bisa dilakukan 1
2 karena adanya pencampuran harta dengan suaminya yang merupakan Warga Negara Asing. Selain itu, kekuatan hukum dan implikasi perjanjian kawin yang dibuat setelah perkawinan dengan penetapan pengadilan negeri adalah tidak mengikat bagi para pihak yang membuatnya dan pihak ketiga. Perjanjian kawin yang dikeluarkan oleh pengadilan negeri berupa penetapan ini adalah batal demi hukum. Kata kunci : perjanjian kawin, penetapan pengadilan negeri, kekuatan hukum. Abstract - In a marriage relationship, the topic of property in marriage is often a problem that can ruin household harmony. To anticipate this, many couples before marriage hold 've thought about the possibility that the prospective husband and wife agreed to make a pre- marital agreement, commonly called the Prenuptial Agreement. This Prenuptial Agreement regarding agreements stipulated in Article 29 of the Marriage Law. Prenuptial Agreement is an agreement that must be made in writing, at the request of a prospective husband and wife, where they both agreed and agreed to make the separation of their possessions, and with the signing of this agreement, all assets, whether they bring to a marriage and also acquired during the marriage, will remain in their respective mastery. This also applies to the debt, where the debt was the personal responsibility of those who have the debt. Related to the issue of the prenuptial agreement, the provisions of its legislation determines to be made before or at the time of marriage, but there is a problem where there is a husband and wife who already married, did not make prenuptial agreement before the holding of marriage, due to ignorance and negligence them. Then the couple applied for a determination of prenuptial agreement to the District Court, where their petition was granted and exit determination prenuptial agreement for this pair. This violates the rule -making prenuptial agreement stipulated in Article 29 of the Marriage Law. This research is limited to the consideration that is used by the judge in the determination of the prenuptial agreement marries well as the force of law and its implications for third parties regarding the determination of prenuptial agreement made after marriage. This type of legal research with a normative juridical approach to legislation. The results are, that is the basis for consideration of the judge in granting the determination of the prenuptial agreement made after marriage is the negligence and ignorance of the couple on the existence of a prenuptial agreement, the absence of rule of law, religion and morality are violated as well as the willingness of the wives (which is a mixed marriage couples) to have land rights, which in this case could not be done because of the mixing property with her husband who is a foreign citizen. In addition, the force of law and the implications of prenuptial agreement made after the marriage with the determination of the district court is not binding for the parties who made it and a third party. Prenuptial agreement issued by the district court in the form of this designation is null and void. Keywords : prenuptial agreement, the determination of the district court, the force of law. 2
3 PENDAHULUAN Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019), selanjutnya disingkat UU Perkawinan, mengatur mengenai definisi perkawinan itu sendiri, yaitu : Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam suatu perkawinan masing-masing pihak dapat membawa harta masingmasing, yang selanjutnya disebut sebagai harta bawaan/harta asal dan selama perkawinan berlangsung suami dan istri dapat menghasilkan harta yang selanjutnya disebut harta bersama/harta gono-gini. Selain seorang pria dan seorang wanita, dalam perkawinan terlibat juga di dalamnya keluarga, latar belakang termasuk harta bawaan para pihak, dengan demikian perkawinan itu sendiri penting karena menyangkut masalah kehidupan kekeluargaan yang harus dipenuhi, baik hak dan kewajiban suami isteri maupun keberadaan status perkawinan, anak-anak, kekayaan dan kewarisan. Di samping soal hak dan kewajiban, persoalan harta-benda merupakan pokok pangkal yang dapat menimbulkan berbagai perselisihan atau ketegangan dalam hidup perkawinan, sehingga mungkin akan menghilangkan kerukunan hidup rumah tangga. 1 Untuk menghindarkan permasalahan tentang harta baik harta bawaan maupun harta gono gini, banyak pasangan yang sebelum melangsungkan perkawinan sudah memikirkan tentang kemungkinan terjadinya hal tersebut dan calon suami istri tersebut sepakat untuk membuat suatu perjanjian pra perkawinan yang lazim disebut Perjanjian Kawin. Mengenai harta benda dalam perkawinan ini diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 37 UU Perkawinan. Pasal 35 UU Perkawinan menyebutkan bahwa: (1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. 1 K. Wantjik Saleh, Hukum Perdata Indonesia, Ghalia Indonesia,Jakarta, 1976, hlm
4 (2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Terlihat dari isi pasal di atas bahwa harta perkawinan yang dibawa ke dalam perkawinan (dapat disebut juga harta bawaan) tetap menjadi milik masing-masing dan harta yang diperoleh setelah perkawinan berlangsung merupakan harta bersama (dapat disebut juga harta gono-gini). Perjanjian Kawin merupakan topik yang hangat saat ini. Banyak yang bertanya menegenai eksistensi perjanjian ini sendiri. Apa itu Perjanjian Kawin? Apa fungsinya? Bagaimana cara membuatnya? adalah hal yang banyak ditanyakan masyarakat saat ini. Perjanjian Kawin adalah suatu perjanjian yang wajib dibuat secara tertulis, atas permintaan dari sepasang calon suami dan isteri, di mana mereka berdua telah setuju dan sepakat untuk membuat pemisahan harta mereka masing-masing, dan dengan ditandatanganinya perjanjian ini, maka semua harta, baik yang mereka bawa ke dalam perkawinan dan juga yang diperoleh selama perkawinan, akan teteap dalam penguasaan mereka masing-masing. Hal ini juga berlaku terhadap hutang-hutang, di mana hutang itu merupakan tanggung jawab pribadi dari pihak yang memiliki hutang itu. Dalam hal mengenai pembuatan perjanjian kawin pun terdapat syarat-syarat dalam pelaksanaanya yang harus diperhatikan demi keabsahan dari perjanjian kawin. Syarat tersebut diatur antara lain ialah bahwa perjanjian kawin harus dibuat dalam bentuk tertulis, dan dibuat pada saat atau sebelum perkawinan berlangsung, serta berlaku sejak perkawinan dilangsungkan. Perjanjian itu dilekatkan pada akta nikah dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan surat nikah, dan perjanjian perkawinan dibuat atas persetujuan atau kehendak bersama, dibuat secara tertulis, disahkan oleh pegawai catatan sipil, serta tidak boleh bertentangan dengan hukum, agama, dan kesusilaan. 2 2 Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perkawinan Dalam Tanya Jawab, Indonesia Legal Centre Publishing, Jakarta, 2002, hlm
5 Dalam UU Perkawinan, perjanjian kawin diatur dalam Pasal 29, yaitu : (1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut. (2) Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan. (3) Perjanjian tersebut berlaku sejak perkawinan dilangsungkan. (4) Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga. Terkait dengan persoalan perjanjian kawin ini, ketentuan peraturan perundangundangannya menentukan harus dibuat sebelum atau pada saat terjadinya perkawinan, namun terdapat suatu perkara di mana sepasang suami-isteri bernama WILLIAM MICHAEL BELL dan HESTI SETIYANTI (selanjutnya disingkat William dan Hesti) yang telah menikah pada tanggal 14 Mei 2013 tidak membuat perjanjian kawin sebelum dilangsungkannya perkawinan, dikarenakan ketidaktahuan dan kealpaan mereka. Dalam perkara ini dengan terjadinya perkawinan antara Hesti yang merupakan Warga Negara Indonesia dan William yang merupakan Warga Negara Asing, menyebabkan Hesti tidak dapat memiliki sesuatu hak atas tanah karena kepemilikan hak atas tanah itu akan bercampur dengan William, yang merupakan seorang Warga Negara Asing. Menyadari tentang hal ini (yaitu larangan kepemilikan hak atas tanah karena percampuran harta antara seorang Warganegara Indonesia dan Warganegara Asing akibat terjadinya perkawinan), maka Hesti dan William mengajukan permohonan penetapan pengadilan agar dapat ditetapkan suatu perjanjian kawin untuk pemisahan harta-harta yang akan diperoleh di kemudian hari, adapun permohonan mereka ini dikabulkan dengan dikeluarkannya Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Nomor : 143/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Pst. tanggal 30 Juni
6 Dengan dikeluarkannya penetapan pengadilan ini, maka dimungkinkan dibuatnya perjanjian kawin setelah perkawinan, dengan melalui penetapan pengadilan, hal mana sebenarnya tidak diijinkan bila mengacu pada ketentuan Pasal 29 UU Perkawinan. Maka berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah adalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam pemberian penetapan terkait dalam Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 30 Juni 2014 nomor : 143/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Pst. mengenai perjanjian kawin yang dibuat setelah perkawinan? b. Bagaimanakah kekuatan hukum dan implikasinya terhadap pihak ketiga mengenai perjanjian kawin yang dibuat setelah perkawinan berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 30 Juni 2014 nomor : 143/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Pst.? METODE PENELITIAN Agar penulisan tesis ini mengandung suatu kebenaran ilmiah yang obyektif, maka perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan metode yang sudah dibakukan melalui tahapan-tahapan secara logis dan konsisten dengan cara: 1. Pendekatan Masalah Ada dua pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan tesis ini yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan (statute approach) diperlukan guna mengkaji lebih lanjut mengenai dasar hukum. Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan isu hukum. Sedangkan pendekatan konseptual (conceptual approach) adalah pendekatan di mana peneliti membahas pendapat para sarjana sebagai landasan pendukung. 2. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu merupakan penelitian yang didasarkan pada studi pustaka yang meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri atas peraturan 6
7 perundang-undangan dan literatur. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini terdiri atas berbagai cara dan kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengumpulkan data-data dan bahan-bahan yang diperlukan untuk melengkapi penyusunan tesis ini. 3. Bahan Hukum Dalam penulisan ini digunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat, dalam hal ini berupa peraturan perundang-undangan antara lain : 1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) ; 2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043 ; 3) Undang-undang nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 5491) ; 4) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, antara lain : 1) Literatur Buku ; 2) Jurnal-jurnal ; 3) Pendapat para sarjana ; 4) Majalah-majalah ; 5) Artikel-artikel media ; dan 6) Berbagai tulisan lainnya. 7
8 c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum lainnya yang memberikan penjelasan maupun petunjuk mengenai bahan hukum primer dan sekunder. 4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Dalam rangka untuk mendapatkan bahan hukum sekunder, penelitian hukum yuridis normatif mengenal 3 (tiga) jenis metode pengumpulan bahan hukum, yaitu : a. Studi pustaka (bibliography study) ; b. Studi dokumen (document study); dan c. Studi arsip (file or record study). Studi pustaka adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam dalam penelitian yuridis normatif, sumber tersebut diantaranya undang-undang, yurisprudensi, buku ilmu hukum, laporan penelitian hukum dalam suatu jurnal, tinjauan pengamatan hukum dalam media cetak informasi tertulis dan sumber-sumber lainnya, yang kemudian ini diklasifikan menjadi 3 (tiga) golongan yaitu bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Studi dokumen adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang tidak dipublikasikan secara umum, tetapi boleh diketahui oleh pihak tertentu, seperti mengajar hukum, peneliti hukum, praktisi hukum dalam rangka kajian hukum, pengembangan hukum, serta praktik hukum. Studi arsip adalah pengkajian informasi tertulis mengenai peristiwa yang terjadi pada masa lampau (termasuk peristiwa hukum) yang mempunyai nilai historis, disimpan dan diperlihara di tempat khusus untuk referensi. 5. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis bahan hukum pada penelitian yuridis normatif ini adalah menggunakan bahan hukum sekunder, maka biasanya penyajian bahan hukum dilakukan sekaligus dengan analisisnya. Berdasarkan pandangan di atas, maka bahan hukum sekunder yang telah dikumpulkan kemudian disusun, diolah, dan diklasifikasikan ke dalam bagian-bagian tertentu, untuk selanjutnya dianalisis. Bahanbahan hukum yang telah dikumpulkan akan dipergunakan dengan menguraikan suatu metode analisis bahan hukum. Metode analisis bahan hukum dilakukan secara kualitatif dengan menelaah konsep-konsep, asas-asas, doktrin-doktrin, disajikan dalam bentuk kalimat-kalimat 8
9 yang dipisahkan menurut kategorisasi analisis kualitatif tentu tidak lepas dari kedudukan subyek dan obyek penelitian sehingga terjadi hubungan hukum. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan perjanjian kawin dalam Pasal 29 UU Perkawinan telah diatur, dimana pada ayat (1) berbunyi : Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut. Dari isi pasal ini dapat dilihat bahwa perjanjian kawin ini selain harus dibuat sebelum atau pada saat perkawinan, juga harus dibuat dalam bentuk tertulis. Dalam peraturan perundang-undangan tersebut sudah secara tegas dinyatakan bahwa perjanjian kawin harus dibuat dalam bentuk tertulis dan karena bersifat perjanjian maka harus dilakukan oleh para pihaknya dan bukan dalam bentuk produk hukum lain seperti penetapan pengadilan. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut Faktor-faktor utama tentang perjanjian kawin antara lain : a. dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan ; b. dibuat berdasarkan persetujuan bersama ; c. dibuat secara tertulis ; d. disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan ; e. isi perjanjian kawin berlaku juga terhadap pihak ketiga Dalam Penetapan Nomor : 143/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Pst yang perlu menjadi sorotan adalah hal-hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam memberikan putusannya dalam mengabulkan permohonan para pemohon. Pertimbangan Hakim yang digunakan dalam mengabulkan permohonan dalam penetapan ini adalah mengenai kealpaan dan ketidaktahuan WILLIAM dan HESTI akan keberadaan perjanjian hukum serta aturan hukum yang melandasinya. 9
10 Terdapat beberapa hal yang perlu dianalisis dari keberadaan Penetapan Nomor: 143/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Pst, yaitu : a. Adanya kealpaan dan ketidaktahuan Dalam Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan telah diatur bahwa perjanjian kawin wajib dibuat waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan. Sedangkan WILLIAM dan HESTI menikah pada 14 Mei 2013, lalu mengajukan permohonan penetapan untuk perjanjian kawin pada 20 Juni 2014 serta prmohonan dikabulkan dan dikeluarkanlah penetapan pada tanggal 30 Mei Jangka waktu pada saat perkawinan dilangsungkan dan pada saat pengajuan permohonan atau pun penetepan dikabulkan adalah sudah lewat 1 (satu) tahun sejak perkawinan dilangsungkan. Namun WILLIAM dan HESTI mengemukakan bahwa mereka tidak tahu mengenai perjanjian kawin. Hal ini bisa dilihat dalam permohonan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat oleh WILLIAM dan HESTI, sebagai para pemohon tersebut, ternyata dan terbukti bahwa : Bahwa seharusnya PARA PEMOHON membuat perjanjian perkawinan pemisahan harta bersama sebelum melangsungkan perkawinan, akan tetapi oleh karena kealpaan dan ketidaktahuan PARA PEMOHON, sehingga baru saat ini PARA PEMOHON berniat membuat penetapan Perjanjian Perkawinan pisah harta bersama. Bila melihat ketentuan Pasal 29 UU Perkawinan, alasan kealpaan dan ketidaktahuan tidak menjadi jalan keluar agar dapat diijinkannya atau diperbolehkannya dibuat perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung. b. Tidak melanggar aturan hukum, agama dan kesusilaan Salah satu pertimbangan hakim hingga akhirnya mengabulkan permohonan WILLIAM dan HESTI adalah karena tidak adanya aturan hukum, agama dan kesusilaan yang dilanggar. Faktanya setelah menyebut adanya faktor ketidaktahuan dan kealpaan dan dibuatnya perjanjian kawin setelah perkawinan adalah suatu bentuk pelanggaran hukum. Dalam UU Perkawinan dan penjelasannya tidak ada alternatif atau jalan keluar lagi apabila terjadi hal semacam ini, sehingga bila perkawinan telah berlangsung dan tidak dibuatnya perjanjian kawin, maka perkawinan itu akan terus berjalan tanpa perjanjian kawin untuk selamanya sampai 10
11 dengan terputusnya perkawinan itu baik karena cerai hidup maupun karena cerai mati. Hal ini adalah pokok bahasan utama alasan mengapa penulis mengangkat topik ini sebagai bahan penulisan tesis. c. Adanya keinginan untuk memiliki hak atas tanah Latar belakang diajukannya permohonan penetapan ini adalah juga karena HESTI ingin membeli tanah di Lombok. Namun transaksi pembelian ini tidak dapat dilaksanakan karena HESTI menikah dengan WILLIAM (WNA) dan tanpa menggunakan perjanjian kawin, sehingga di antara mereka berdua terdapat pencampuran harta. Dalam Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043, untuk selanjutnya disingkat UUPA) disebutkan bahwa hanya Warganegara Indonesia saja yang bisa mempunyai hak milik atas tanah dan untuk WNI (Warga Negara Indonesia) yang sebelum perkawinan memperoleh hak milik lalu menikah dengan WNA (Warga Negara Asing) dan karenanya terjadi percampuran harta, maka dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak perkawinan dilangsungkan harus melepaskan Hak Milik itu kepada subjek hukum lain yang berhak, jika jangka waktu itu terlampaui maka hak milik atas tanah itu akan hapus dan kepemilikannya akan jatuh pada Negara. Dengan adanya aturan ini maka secara bagaimanapun sebenarnya HESTI tidak akan pernah dapat memiliki tanah di Indonesia dan oleh karena itu HESTI dan WILLIAM sepakat untuk mengajukan permohonan penetapan perjanjian kawin itu. Dilihat dari ketentuan tersebut sebenarnya telah terjadi juga pelanggaran hukum khususnya tentang hukum pertanahan yang berlaku di Indonesia tentang syarat yang harus dipenuhi terkait dengan kepemilikan tanah. Menurut pendapat saya, bahwa pertimbangan Hakim yang menyatakan tidak adanya ketentuan Hukum yang dilanggar dengan dibuatnya penetapan tentang Perjanjian Kawin tersebut sebenarnya sudah melanggar hukum, setidaknya sudah melanggar ketentuan dalam Pasal 29 UU Perkawinan dan Pasal 21 UUPA. 11
12 Dengan melihat aturan hukum tentang perjanjian kawin, maka dapat dikatakan bahwa penetapan ini berstatus batal demi hukum. Makna batal demi hukum ini adalah suatu produk hukum dapat batal demi hukum maka tanpa dimintakan pengesahan atau putusan dari Pengadilan. Jadi ditinjau dari cara pembuatannya dapat dikatakan bahwa perjanjian kawin, yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri berupa penetapan ini, adalah batal demi hukum dan tidak mengikat para pihak yang membuatnya (WILLIAM MICHAEL BELL dan HESTI SETIYANTI BELL) dan juga bagi pihak ketiga. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dalam rangka menjawab permasalahan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : a. Ada 3 hal yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam pemberian penetapan terkait dalam Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 30 Juni 2014 nomor : 143/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Pst. mengenai perjanjian kawin yang dibuat setelah perkawinan. Pertama, adanya kealpaan dan ketidaktahuan dari pasangan suami-isteri (HESTI dan WILLIAM) tentang keberadaan perjanjian kawin. Kedua, hakim mengabulkan permohonan perjanjian kawin adalah karena tidak adanya aturan hukum, agama dan kesusilaan yang dilanggar. Ketiga, adanya keinginan HESTI (sebagai Warga Negara Indonesia, yang menikah dengan Warga Negara Asing) untuk memiliki suatu hak atas tanah (melakukan pembelian tanah di Lombok), di mana dalam hal ini tidak bisa dilakukan HESTI karena adanya pencampuran harta dengan suaminya, WILLIAM, yang merupakan Warga Negara Asing, terkait dengan Pasal 21 UUPA. Adanya 3 dasar pertimbangan hakim ini tidak merubah fakta hukum bahwa Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 30 Juni 2014 nomor : 143/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Pst. dan dengan demikian batal demi hukum. b. Bagi para pihak yang membuatnya, dalam hal ini HESTI dan WILLIAM, perjanjian kawin yang dibuat setelah perkawinan berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 30 Juni 2014 nomor : 12
13 143/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Pst. tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dengan melihat Pasal 29 UU Perkawinan, serta kedudukan Pasal 1337 jo. Pasal 1335 KUHPerdata, maka dapat dikatakan bahwa penetapan ini berstatus batal demi hukum. Hal ini berlaku pula bagi pihak ketiga, penetapan ini adalah batal demi hukum, dan tidak bisa mengikat pihak ketiga. 2. Saran Ada beberapa hal yang dapat saya sarankan berkaitan dengan topik permasalahan dalam penulisan tesis, yaitu : a. Apabila memang diperbolehkan untuk membuat perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung, maka harus dilakukan dengan suatu upaya hukum tertentu dan dalam jangka waktu tertentu diberi sampai berapa lama perjanjian kawin dapat dibuat setelah perkawinan berlangsung dibuat. Upaya hukum tertentu tersebut wajib dilakukan karena tidak dapat semua perjanjian kawin yang dibuat setelah perkawinan dapat dikabulkan dan harus ada suatu syarat-syarat tertentu untuk dapat dikabulkan. Jangka waktu maksimal terhitung sejak adanya perkawinan itu wajib diatur, untuk memberi kepastian hukum tentang status kepemilikan harta di antara suami istri yang bersangkutan, karena semakin lama perkawinan berlangsung dan baru dibuat perjanjian kawinnya semakin sulit para pihak untuk menentukan status kepemilikan harta diantara mereka. Kedudukan pihak ketiga juga harus diperhatikan agar pihak ketiga tidak dirugikan dalam hal ini. b. Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan menentukan : Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut. tidak terdapat kemungkinan pembuatan perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung. Jadi semua upaya hukum apapun tidak dapat dilakukan, termasuk melalui proses permohonan untuk penetapan pengadilan tentang perjanjian kawin, demi kepastian hukum. Seharusnya Pengadilan Negeri di manapun tidak 13
14 dibenarkan mengeluarkan penetapan seperti Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 30 Juni 2014 nomor : 143/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Pst. tersebut. Pengadilan bukanlah lembaga yang berada di atas hukum, artinya Pengadilan tidaklah diperkenankan menyimpangi undang-undang. DAFTAR PUSTAKA 1. Buku Andasasmita, Komar, Notaris II Contoh Akta Otentik dan Penjelasannya, Cetakan Kedua, Ikatan Notaris Indonesia, Bandung, 1990 Darmabrata, Wahyono dan Surini Ahlan Sjarif, Hukum Perkawinan dan Keluarga di Indonesia, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004 Hartanto, J. Andy, Hukum Harta Kekayaan Perkawinan (Menurut Burgerlijk Wetboek dan Undang-Undang Perkawinan, Laksbang Grafika, Yogyakarta, 2012 Kusuma, Ramadhan Wira, Tesis : Pembuatan Perjanjian Kawin Setelah Perkawinan dan Akibat Hukumnya Terhadap Pihak Ketiga, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponogoro, Semarang, 2010 Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1988 Muhammad, Abdulkadir, Hukum Harta Kekayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994 Mulyadi, Hukum Perkawinan Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 1992 Prawirohamidjodo, R. Soetojo, Berbagai Masalah Hukum Dalam UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Trisakti, Jakarta Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, 1981 Prodjohamidjojo, Martiman, Hukum Perkawinan Dalam Tanya Jawab, Indonesia Legal Centre Publishing, Jakarta,
15 Saleh, K. Wantjik, Hukum Perdata Indonesia, Ghalia Indonesia,Jakarta, 1976 Satrio, J., Hukum Harta Perkawinan, 65 Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Cetakan Kelima, Liberty, Yogyakarta, 2004 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1978 Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 1991 Tjay Sing, Ko, Hukum Perdata Jilid I Hukum Keluarga (Diktat Lengkap), Seksi Perdata Barat Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 1981 Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Peraturan Perundangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 5491) 3. Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, 1995, Balai Pustaka, Jakarta 4. Lainnya Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 143/Pdt.P/2014/ PN.Jkt.Pst. tanggal 30 Juni 2014 tentang Perjanjian Kawin antara William Michael Bell dan Hesti Setiyanti Bell 15
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HARTA SUAMI - ISTRI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HARTA SUAMI - ISTRI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN Oleh Made Topan Antakusuma Dewa Gde Rudy I Nyoman Darmadha Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT
Lebih terperinciKEDUDUKAN HUKUM SUAMI ISTRI DALAM HAL JUAL BELI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN (KAJIAN UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN)
KEDUDUKAN HUKUM SUAMI ISTRI DALAM HAL JUAL BELI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN (KAJIAN UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN) Oleh I Gusti Ayu Oka Trisnasari I Gusti Ayu Putri Kartika I
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melangsungkan keturunan, mempertahankan rasnya, sehingga. perkawinan, karena dengan perkawinan manusia dapat melahirkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia yang hakiki adalah kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Kebutuhan untuk mempertahankan hidup ini diuraikan lebih lanjut sebagai
Lebih terperinciPEMISAHAN HARTA PERKAWINAN MELALUI PERMOHONAN PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA SURAKARTA YANG DILAKUKAN SETELAH PERKAWINAN (Studi Kasus)
PEMISAHAN HARTA PERKAWINAN MELALUI PERMOHONAN PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA SURAKARTA YANG DILAKUKAN SETELAH PERKAWINAN (Studi Kasus) Yohana Dea Sacharissa deasacharissa@yahoo.com Mahasiswa Program
Lebih terperinciThe Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict
The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict Heniyatun 1 *, Puji Sulistyaningsih 2, Bambang Tjatur Iswanto 3 1,2,3 Hukum/Fakultas Hukum, *Email: heniyatun@ummgl.ac.id Keywords:
Lebih terperinciANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen tetap STIH Labuhanbatu e_mail: sriono_mkn@yahoo.com ABSTRAK
Lebih terperinciFUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Perkawinan adalah suatu ikatan lahir
Lebih terperinciLEGAL MEMORANDUM STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DALAM HAL PEMILIKNYA TERIKAT PERKAWINAN CAMPURAN TANPA MEMBUAT PERJANJIAN PERKAWINAN
LEGAL MEMORANDUM STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DALAM HAL PEMILIKNYA TERIKAT PERKAWINAN CAMPURAN TANPA MEMBUAT PERJANJIAN PERKAWINAN Rudijanto Budiman (1288007) ABSTRAK Penyusunan Legal Memorandum ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa
Lebih terperinciJURNAL ILMIAH AKIBAT HUKUM AKTA BUKU NIKAH YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT-SYARAT PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974
1 JURNAL ILMIAH AKIBAT HUKUM AKTA BUKU NIKAH YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT-SYARAT PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 Oleh : DESFANI AMALIA D1A 009183 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM
Lebih terperinciPENGATURAN DAN MANFAAT PEMBUATAN POST-MARITAL AGREEMENT DALAM PERKAWINAN CAMPURAN DI INDONESIA
PENGATURAN DAN MANFAAT PEMBUATAN POST-MARITAL AGREEMENT DALAM PERKAWINAN CAMPURAN DI INDONESIA Oleh: Kasandra Dyah Hapsari I Ketut Keneng Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG TIDAK DIDAFTARKAN
AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG TIDAK DIDAFTARKAN Oleh Claudia Verena Maudy Sridana I Ketut Suardita Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This paper, entitled Effects
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG
AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG Oleh : Komang Padma Patmala Adi Suatra Putrawan Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak dapat terlepas dari interaksi dengan lingkungan dan manusia disekitarnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial. Artinya setiap manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan orang lain, bahkan sejak manusia lahir, hidup dan
Lebih terperinciPERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh
PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh Ahmad Royani Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan Abstrak
Lebih terperinciProsiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah
Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PERKAWINAN (FASAKH) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN ANAK DAN ISTRI DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG
AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG Annisa Istrianty Erwan Priambada Email: annishaistrianty@gmail.com Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Lebih terperinciJURNAL ILMIAH PROSES PELAKSANAAN PENETAPAN PENGADILAN TERHADAP PERMOHONAN AKTA KELAHIRAN ANAK LUAR KAWIN. ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Mataram )
i JURNAL ILMIAH PROSES PELAKSANAAN PENETAPAN PENGADILAN TERHADAP PERMOHONAN AKTA KELAHIRAN ANAK LUAR KAWIN ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Mataram ) Oleh : L I S M A Y A D I D1A 009 211 FAKULTAS HUKUM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui, manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini memiliki arti bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya, tentu akan membutuhkan bantuan dari manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. dengan membuat Permohonan penetapan kepada Pengadilan Negeri. Surabaya yang isinya menyatakan bahwa benar telah didaftarkannya
77 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pokok permasalahan dalam kasus ini adalah perjanjian perkawinan yang tidak berlaku terhadap pihak ketiga karena tidak tercantum dalam akta perkawinan. Tindakan hukum yang
Lebih terperinciBAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP DEBITOR YANG MELAKUKAN PERJANJIAN PEMISAHAAN HARTA PERKAWINAN
AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP DEBITOR YANG MELAKUKAN PERJANJIAN PEMISAHAAN HARTA PERKAWINAN Oleh : Ida Bagus Yoga Adi Putra I Wayan Novy Purwanto Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian terhadap Penetapan Pemisahan Harta Perkawinan yang dilakukan setelah Perkawinan berlangsung Nomor. 0012/Pdt.P/2015/PA.Ska. 1. Posisi Kasus Permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga
Lebih terperinciKEKUATAN YURIDIS METERAI DALAM SURAT PERJANJIAN
KEKUATAN YURIDIS METERAI DALAM SURAT PERJANJIAN Oleh : Komang Kusdi Wartanaya Nyoman A. Martana Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT: This paper entitled Juridical Power of Seal on
Lebih terperinciABSTRAK. Adjeng Sugiharti
ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGAKUAN STATUS ANAK DILUAR KAWIN DALAM SISTEM HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA DAN KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MEMBERIKAN STATUS KEPADA ANAK LUAR KAWIN (KASUS MACHICA
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci : Hukum Agraria, Hak Milik Atas Tanah, Perjanjian Nominee, WNA ABSTRACT
1 PENGATURAN MENGENAI PERJANJIAN NOMINEE DAN KEABSAHANNYA (DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA) Oleh : Gde Widhi
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Perlindungan Hukum terhadap Perjanjian Perkawinan atas Harta Hibah yang Diberikan kepada Anak Berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Dihubungkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupan bermasyarakat ternyata tidak lepas untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setiap manusia di muka bumi ini diciptakan saling berpasang-pasangan. Seorang pria dan seorang wanita yang ingin hidup bersama dan mereka telah memenuhi persyaratan-persyaratan
Lebih terperinciPELAKSANAAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI HIBAH UNTUK ANAK DI BAWAH UMUR
PELAKSANAAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI HIBAH UNTUK ANAK DI BAWAH UMUR Asri Arinda Mahasiswa S-2 Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret asriarinda@yahoo.com Abstract
Lebih terperinciPENJUALAN HARTA BERSAMA BERUPA HAK ATAS TANAH DALAM PERKAWINAN CAMPURAN TANPA PERJANJIAN KAWIN
KARYA TULIS ILMIAH PENJUALAN HARTA BERSAMA BERUPA HAK ATAS TANAH DALAM PERKAWINAN CAMPURAN TANPA PERJANJIAN KAWIN Oleh : HENNY CHRESTIANTI NIM : 12213040 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia, dari sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu kenyataan atas keinginan
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM TERHADAP KEPEMILIKAN TANAH DI BALI OLEH ORANG ASING DENGAN PERJANJIAN NOMINEE
AKIBAT HUKUM TERHADAP KEPEMILIKAN TANAH DI BALI OLEH ORANG ASING DENGAN PERJANJIAN NOMINEE Oleh : I Wayan Eri Abadi Putra I Gusti Nyoman Agung, SH.,MH. Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana
Lebih terperinciKEABSAHAN PERJANJIAN NOMINEE KEPEMILIKAN SAHAM DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS
KEABSAHAN PERJANJIAN NOMINEE KEPEMILIKAN SAHAM DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS Oleh: Anak Agung Intan Permata Sari Ni Ketut Supasti Darmawan Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pasal 1 UU.No 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
Lebih terperinciPERJANJIAN PERKAWINAN PADA PERKAWINAN CAMPURAN DALAM KEPEMILIKAN TANAH DI INDONESIA
LamLaj Volume 2 Issue 1, March 2017: pp. 63-75. Copyright @ LamLaj. Faculty of Law, Lambung Mangkurat University, Banjarmasin, South Kalimantan, Indonesia. ISSN: 2502-3136 e-issn: 2502-3128. Open Access
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga
Lebih terperinciSUBROGASI SEBAGAI UPAYA HUKUM TERHADAP PENYELAMATAN BENDA JAMINAN MILIK PIHAK KETIGA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI
SUBROGASI SEBAGAI UPAYA HUKUM TERHADAP PENYELAMATAN BENDA JAMINAN MILIK PIHAK KETIGA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI Oleh Ni Komang Nopitayuni Ni Nyoman Sukerti Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN PIHAK LAKI-LAKI (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Klaten) NASKAH PUBLIKASI
TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN PIHAK LAKI-LAKI (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Klaten) NASKAH PUBLIKASI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI
AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
Lebih terperinciPENGARUH KEPAILITAN TERHADAP HARTA BERSAMA SUAMI ISTRI DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM KEPAILITAN
PENGARUH KEPAILITAN TERHADAP HARTA BERSAMA SUAMI ISTRI DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM KEPAILITAN Oleh: Ni Komang Theda Febrina Subagia Marwanto Dewa Gde Rudy Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah akad yang bersifat luhur dan suci antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PERKAWINAN YANG TIDAK DICATATKAN PADA KANTOR CATATAN SIPIL TERHADAP HARTA BERSAMA
AKIBAT HUKUM PERKAWINAN YANG TIDAK DICATATKAN PADA KANTOR CATATAN SIPIL TERHADAP HARTA BERSAMA Oleh Raymond Ginting I Ketut Sudantra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT A marriage
Lebih terperinciBENTUK PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING AKIBAT PERCAMPURAN HARTA DALAM PERKAWINAN
BENTUK PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING AKIBAT PERCAMPURAN HARTA DALAM PERKAWINAN Oleh Ida Ayu Putu Larashati Anak Agung Ngurah Gde Dirksen Program Kekhususan/Bagian
Lebih terperinciLex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016
KAJIAN YURIDIS TENTANG PERKAWINAN YANG BELUM MEMENUHI SYARAT PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 1 Oleh: Billy Bidara 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Dalam
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017
ANALISIS TENTANG PERJANJIAN PERKAWINAN DITINJAU DARI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015 1 Oleh: Ejinia Elisa Kambey 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
Lebih terperinciKEPEMILIKAN HAK PAKAI ATAS TANAH BAGI WARGA NEGARA ASING DI KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI
KEPEMILIKAN HAK PAKAI ATAS TANAH BAGI WARGA NEGARA ASING DI KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI oleh : I Putu Indra Mandhala Putra A.A. Sagung Wiratni Darmadi A.A. Sri Indrawati Hukum Bisnis Fakultas Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Era globalisasi menjadikan batas-batas antar negara semakin dekat. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara warga negara semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perjanjian perkawinan telah diatur dalam Undang-Undang No.1 Tahun. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang undang No.
1 BAB I PENDAHULUAN Perjanjian perkawinan telah diatur dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya ditulis UUP) dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI SKRIPSI
NASKAH PUBLIKASI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH YANG SERTIFIKATNYA MASIH DALAM PROSES PEMECAHAN SERTIFIKAT SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas
Lebih terperinciBAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR
BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah
Lebih terperinciPENGATURAN KEWENANGAN PEMBUATAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) LINGGA CITRA HERAWAN NRP :
PENGATURAN KEWENANGAN PEMBUATAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) LINGGA CITRA HERAWAN NRP : 91130919 Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Surabaya linggaherawan@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 69/PUU-XIII/2015 Hak Milik dan Hak Guna Bangunan Terhadap Warga Negara Indonesia yang Menikah dengan Warga Negara Asing I. PEMOHON Ike Farida II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian
Lebih terperinciPERJANJIAN PRANIKAH DAN AKIBAT HUKUMNYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM NASIONAL
PERJANJIAN PRANIKAH DAN AKIBAT HUKUMNYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM NASIONAL Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Hukum Fakultas Hukum Disusun Oleh: AHMAD
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN NOMINEE DALAM KEPEMILIKAN TANAH DI KABUPATEN GIANYAR OLEH ORANG ASING
AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN NOMINEE DALAM KEPEMILIKAN TANAH DI KABUPATEN GIANYAR OLEH ORANG ASING Oleh : I Gede Putu Aditya Dharma I Nyoman Darmadha A.A. Ketut Sukranatha Bagian Hukum Bisnis Fakultas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERJANJIAN KAWIN. Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERJANJIAN KAWIN 2.1 Tinjauan Umum Tentang Perkawinan a. Pengertian perkawinan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Eksistensi
Lebih terperinciKAJIAN YURIDIS PERKAWINAN DI BAWAH UMUR BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KAJIAN YURIDIS PERKAWINAN DI BAWAH UMUR BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh : Komang Juniarta Ni Putu Purwanti Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Jurnal ini berjudul
Lebih terperinciALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL
ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah
Lebih terperinciHAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA
HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA Oleh : Ni Wayan Manik Prayustini I Ketut Rai Setiabudhi Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Adopted
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting yang dialami dua insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari karunia Tuhan Yang Maha Esa
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN ( Studi Kasus : Penetapan Pengadilan Negeri Nomor. 459/Pdt/P/2007/PN.Jkt.
UNIVERSITAS INDONESIA AKIBAT HUKUM PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN ( Studi Kasus : Penetapan Pengadilan Negeri Nomor. 459/Pdt/P/2007/PN.Jkt.Tmr) TESIS MAHARANI KARTIKA PUJI KARISHMA, S.H.
Lebih terperinciADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Akibat hukum dari suatu perkawinan itu adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembagian harta dibidang hukum harta benda perkawinan perlu menjadi perhatian untuk dibahas mengingat sebelum pekawinan dilakukan, masing-masing pihak membawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu hal yang terpenting di dalam realita kehidupan umat manusia. Perkawinan dikatakan sah apabila dilaksanakan menurut hukum masingmasing agama
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XIII/2015 Hak Milik dan Hak Guna Bangunan Terhadap Warga Negara Indonesia yang Menikah dengan Warga Negara Asing I. PEMOHON Ike Farida II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai seorang suami
Lebih terperincibahwa perjanjian tersebut tidak termasuk ta lik talak. Kata kunci: perjanjian pra nikah, perkawinan
DAMPAK YURIDIS PERJANJIAN PRA NIKAH (PRENUPTIAL AGREEMENT) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 Oleh: Filma Tamengkel 2 ABSTRAK Perjanjian Perkawinan/ Perjanjian Pra Nikah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1
BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM KEPAILITAN SUAMI/ISTRI TERHADAP HARTA BERSAMA SUAMI-ISTRI TANPA PERJANJIAN KAWIN. Oleh Putu Indi Apriyani I Wayan Parsa
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN SUAMI/ISTRI TERHADAP HARTA BERSAMA SUAMI-ISTRI TANPA PERJANJIAN KAWIN Oleh Putu Indi Apriyani I Wayan Parsa Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar Abstract :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
Lebih terperinciPERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN DAN AKIBAT HUKUMNYA DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA FITRIYANI ABSTRACT
F I T R I Y A N I 1 PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN DAN AKIBAT HUKUMNYA DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA FITRIYANI ABSTRACT Marriage agreement after the marriage is
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PEMBATALAN INITIAL PUBLIC OFFERING TERHADAP EMITEN DAN INVESTOR
TESIS AKIBAT HUKUM PEMBATALAN INITIAL PUBLIC OFFERING TERHADAP EMITEN DAN INVESTOR OLEH: HERNY WAHDANIYAH WAHAB, S.H. NIM: 031314253110 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lebih terperinciKey words: Agreement of marriage, legal protection, third party
1 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK KETIGA DALAM TERJADINYA PEMBATALAN PERJANJIAN PERKAWINAN (KASUS PEMBATALAN PERJANJIAN PERKAWINAN OLEH SUAMI ) Fitria Herawati Mahasiswi magister kenotariatan Pasca Sarjana
Lebih terperinciPELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DIHADAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) (StudiKasus di Kantor PPAT Farida Ariyanti, SH) Oleh :
PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DIHADAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) (StudiKasus di Kantor PPAT Farida Ariyanti, SH) Oleh : DAYA AGENG PURBAYA ABSTRAKSI Masyarakat awam kurang mengetahui
Lebih terperinciBAB I KASUS POSISI DAN PERMASALAHAN HUKUM. sah menimbulkan akibat berupa hak-hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak
1 BAB I KASUS POSISI DAN PERMASALAHAN HUKUM Perkawinan adalah suatu perbuatan hukum. Suatu perbuatan hukum yang sah menimbulkan akibat berupa hak-hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak (suami dan istri)
Lebih terperinciPERKAWINAN YANG DILANGSUNGKAN DI LUAR NEGERI DAN AKIBAT HUKUMNYA
PERKAWINAN YANG DILANGSUNGKAN DI LUAR NEGERI DAN AKIBAT HUKUMNYA TESIS Oleh : JULIANTY 047011036/MKn PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2006 PERKAWINAN YANG DILANGSUNGKAN DI LUAR NEGERI
Lebih terperinciPERKAWINAN CAMPURAN DAN AKIBAT HUKUMNYA. Oleh : Sasmiar 1 ABSTRACT
PERKAWINAN CAMPURAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Oleh : Sasmiar 1 ABSTRACT Mixed marriage according to Nomor.1 Act of 1974 on Marriage is a marriage between Indonesian citizens with a foreign citizen (Article 57).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN 2.1 Perkawinan 2.1.1 Pengertian perkawinan. Perkawinan merupakan suatu peristiwa sakral dalam kehidupan manusia.
Lebih terperinciBAB IV. pasal 35 dan 36 Undang-undang Nomor 1 tahun Pemisahan harta bersama. harta benda kepada Hakim dalam hal suami dengan berlaku buruk
56 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM PUTUSAN NOMOR: 269/Pdt.P/2014/PA.Mlg. TENTANG PENCATATAN PERJANJIAN PERKAWINAN SETELAH DILANGSUNGKAN AKAD NIKAH Salah satu akibat perkawinan
Lebih terperinciBAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE
30 BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE NO. 49/08 YANG TERDAFTAR PADA KANTOR DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 3277 K/ Pdt/ 2000 Mengenai Tidak Dipenuhinya Janji Kawin Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama di dalam
Lebih terperinciDIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :
ALAT BUKTI SURAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA PADA PENGADILAN NEGERI TEMANGGUNG (Studi Kasus Putusan No. 45/Pdt.G/2013/PN Tmg) Abdurrahman Wahid*, Yunanto, Marjo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas
Lebih terperincidigilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.
DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia
Lebih terperinciBATALNYA PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN KARENA PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PT. SRIKANDI
BATALNYA PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN KARENA PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PT. SRIKANDI Oleh : Ni Made Utami Jayanti I Nyoman Darmadha A.A. Sri Indrawati Bagian Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah
1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan
Lebih terperinciPERJANJIAN KAWIN SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP HARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN
PERJANJIAN KAWIN SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP HARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN Sriono, SH, M.Kn Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Labuhan Batu e_mail : sriono_mkn@yahoo.com ABSTRAK Perjanjian
Lebih terperinciKEPEMILIKAN SAHAM SUAMI DAN ISTRI DALAM SATU PERSEROAN TERBATAS. Wishnu Kurniawan 1. Yeni Tan 2 ABSTRACT
KEPEMILIKAN SAHAM SUAMI DAN ISTRI DALAM SATU PERSEROAN TERBATAS Wishnu Kurniawan 1 Yeni Tan 2 ABSTRACT The purpose of this study is to investigate and analyze the validity on the ownership of Limited Liability
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting yang terjadi dalam hidup manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
Lebih terperinci