PROFIL INDUSTRI BAJA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROFIL INDUSTRI BAJA"

Transkripsi

1 PROFIL INDUSTRI BAJA

2 Profil Industri Baja I. Pendahuluan Sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, peran pemerintah dalam mendorong kemajuan sektor industri ke depan dilakukan secara terencana serta disusun secara sistematis dalam suatu dokumen perencanaan. Dokumen perencanaan tersebut harus menjadi pedoman dalam menentukan arah kebijakan pemerintah dalam mendorong pembangunan sektor industri dan menjadi panduan bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembangunan industri nasional. Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) disusun sebagai pelaksanaan amanat pasal 8 ayat 1, Undang-Undang No. 3 tahun 2014, dan menjadi pedoman bagi pemerintah dan pelaku Industri dalam perencanaan dan pembangunan Industri sehingga tercapai tujuan penyelenggaraan Perindustrian. RIPIN memiliki masa berlaku untuk jangka waktu 20 tahun, dan bila diperlukan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun. Di dalam RIPIN telah ditentukan ditentukan 10 industri prioritas yang dikelompokkan kedalam industri andalan, industri pendukung dan industri hulu sebagai berikut : Industri Andalan Industri Pendukung 1.Industri Pangan 7.Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong dan 2.Industri Farmasi, Kosmetik dan Alat Kesehatan Jasa Industri 3.Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka Industri Hulu 4.Industri Alat Transportasi 5.Industri Elektronika dan Telematika (ICT) 6.Industri Pembangkit Energi 1 8.Industri Hulu Agro 9.Industri Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam 10.Industri Kimia Dasar Berbasis Migas dan Batubara

3 Kesepuluh Industri prioritas tersebut merupakan bagian dari Bangun Industri Nasional. Bangun industri nasional berisikan industri andalan masa depan, industri pendukung, dan industri hulu, dimana ketiga kelompok industri tersebut memerlukan modal dasar berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, serta teknologi, inovasi dan kreativitas. Pembangunan industri di masa depan tersebut juga memerlukan prasyarat berupa ketersediaan infrastruktur dan pembiayaan yang memadai, serta didukung oleh kebijakan dan regulasi yang efektif. Adapun bagan Bangun Industri Nasional bisa dilihat seperti Gambar 1.1 berikut. Gambar 1.1 Bangun Industri Nasional 2

4 Industri baja, salah satu bagian dari industri logam dasar yang termasuk dalam industri hulu, merupakan salah satu industri strategis di Indonesia. Sektor ini memainkan peran utama dalam memasok bahan-bahan baku vital untuk pembangunan di berbagai bidang mulai dari penyedian infrastruktur (gedung, jalan, jembatan, jaringan listrik dan telekomunikasi), produksi barang modal (mesin pabrik dan material pendukung serta suku cadangnya), alat transportasi (kapal laut, kereta api beserta relnya dan otomotif), hingga persenjataan. Gambar 1.2 Peran Pembangunan Industri Baja 3

5 Atas perannya yang sangat penting tersebut, keberadaan industri baja menjadi sangat strategis untuk kemakmuran suatu negara. Indonesia sendiri memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan industri baja. Hal ini didasarkan pada data konsumsi baja per kapita Indonesia yang saat ini masih sangat rendah. Pada tahun 2013, konsumsi baja Indonesia baru mencapai 61,6 kg per kapita per tahun dan menempati urutan ke-6 diantara negara-negara ASEAN. Konsumsi per kapita industri baja suatu negara dihitung dari jumlah produksi baja kasar dibagi dengan jumlah penduduk negara tersebut. Gambar 1.3 Konsumsi Baja Perkapita Indonesia Tahun

6 Cakupan Industri baja sangat luas, meliputi rentang nilai yang panjang dari hulu sampai hilir. Hulunya dimulai dari proses hasil tambang berupa pasir besi menjadi bijih besi (iron ore) dan dilanjutkan menjadi pellet yang merupakan bahan baku untuk pembuatan besi baja. Selanjutnya diproses lagi pada tanur baja untuk menghasilkan produk baja antara yang menghasilkan bahan baku bagi industri hilirnya sebagai produk akhir (end product). Industri baja sendiri merupakan industri yang bersifat padat modal, padat teknologi dan memerlukan SDM yang trampil dan ahli dalam merencanakan proses produksi dan pengaturan mesin secara optimal dan efisien. Gambar 1.4 Industri Besi Baja dari hulu sampai hilir Mengingat luasnya cakupan industri baja dari hulu sampai hilir, maka dalam pembuatan profil baja ini dibatasi hanya pada produk hulu yaitu pada industri Slab/Billet dan Hot Rolled Coil (HRC). Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), Industri tersebut termasuk dalam kode : 5 KBLI 24101: Industri besi dan baja dasar (iron and steelmaking) KBLI : Industri penggilingan baja (steel rolling)

7 II. Sumber Daya Alam pendukung Industri Baja Sumber Daya Alam (SDA) yang digunakan dalam industri baja adalah hasil tambang berupa pasir besi (iron sand) dan bijih besi (iron ore). Indonesia memiliki potensi sumber daya pasir besi dan bijih besi yang cukup besar dengan jumlah deposit berupa sumberdaya dan cadangan sekitar juta ton (Tabel 2.1). Secara nasional potensi sumber daya mineral tersebut cukup besar tetapi menyebar di beberapa daerah dengan jumlah yang terbatas. Potensi tersebut memiliki karakteristik yang beragam, baik dari segi kualitas maupun jenis mineral besi yang terkandung di dalamnya. Secara umum sumber daya untuk industri besi baja ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis: 1. Biji besi primer atau biji besi magnetit-hematit, dengan deposit sebesar 881,8 juta ton yang tersebar di Lampung, Sumatera Barat, Jambi, Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Biji besi magnetit-hematit adalah biji besi dengan kadar yang sangat bervariasi dari 25%Fe-67%Fe, dilihat seperti Gambar 2.1 berikut. Sumber: Pusat Sumber Daya Geologi, (diolah) 6

8 2. Biji besi laterit, dengan deposit sebesar 1.778,4 juta ton yang tersebar di Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi tenggara, Maluku Utara dan Papua barat. Biji Besi laterit merupakan hasil pelapukan sehingga banyak didominasi oleh mineral-mineral guikt dan mengandung nikel. Kadar biji besi laterit juga bervariasi dapat juga ditingkatkan kadarnya dengan berbagai macam teknologi peningkatan kadar, dilihat seperti Gambar 2.2 berikut. Sumber: Pusat Sumber Daya Geologi, (diolah) 7

9 3. Pasir besi, dengan deposit yang sangat besar yaitu sebesar juta ton yang tersebar di D.I Yogyakarta, Maluku Utara dan Papua. Pasir besi merupakan pasir dengan konsentrasi besi yang signifikan Pasir ini terdiri dari magnetit, Fe3O4, dan juga mengandung sejumlah kecil titanium, silika, mangan, kalsium dan vanadium, dilihat seperti Gambar 2.3 berikut. Sumber: Pusat Sumber Daya Geologi, (diolah) 8

10 Tabel 2.1 Sumber Daya dan Cadangan Mineral Besi Provinsi Aceh Bangka Belitung Bengkulu DI. Yogyakarta Jambi Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Kepulauan Riau Lampung Maluku Utara NTB NTT Papua Papua Barat Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan JUMLAH Sumber Daya (Ton) Besi Primer , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,37 TOTAL SUMBER DAYA Besi Laterit Pasir Besi , , , , , , , , , , , , , , , , ,62 Cadangan (Ton) Besi Primer , , , , , ,58 7, , ,70 TOTAL CADANGAN Besi Laterit Pasir Besi , , , , , ,70 Sumber: Pusat Sumber Daya Geologi, 2012 (diolah) Saat ini ada beberapa perusahaan yang melakukan penambangan pasir besi, salah satunya adalah PT.Yasindo Abdi Putra yang berlokasi di Tasikmalaya, Jawa Barat dengan kapasitas produksi mampu mencapai 3000 ton pasir besi per hari. 9

11 Sedangkan perusahaan yang melakukan pengolahan bijih besi menjadi besi spons (sponge iron) hanya terdapat dua buah perusahaan yaitu PT.Meratus Jaya Iron & Steel dan PT.Delta Prima Steel dengan kapasitas produksi masing-masing sebesar 315 ribu ton dan 100 ribu ton (Tabel 2.2). Tabel 2.2 Perusahaan Pengolahan Bijih Besi No Nama Perusahaan Lokasi Kapasitas Produksi (Ton) Keterangan 1 PT. Meratus Jaya Iron & Steel Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan PMDN 2 PT. Delta Prima Steel Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan PMA Sumber: BKPM,

12 Besi Laterit Besi Primer Pasir Besi KALIMANTAN Sumber Daya (Ton) Cadangan (Ton) Besi Laterit Besi Primer Pasir Besi SULAWESI Sumber Daya (Ton) Cadangan (Ton) Besi Laterit Besi Primer Pasir Besi MALUKU Sumber Daya (Ton) Cadangan (Ton) SUMATERA Besi Laterit Besi Primer Pasir Besi Sumber Daya (Ton) Cadangan (Ton) Besi Laterit Besi Primer Pasir Besi JAWA Sumber Daya (Ton) Cadangan (Ton) Besi Laterit Besi Primer Pasir Besi NUSA TENGGARA Sumber Daya (Ton) Cadangan (Ton) - Besi Laterit Besi Primer Pasir Besi PAPUA Sumber Daya (Ton) Cadangan (Ton) - Gambar 2.4 Sebaran Sumber Daya dan Cadangan Mineral Besi di Wilayah Indonesia Sumber: Pusat Sumber Daya Geologi, 2012 (diolah) 11

13 III. Rantai Nilai (Pohon Industri) Baja Rantai nilai Industri baja cukup panjang dari hulu sampai hilir. Hulunya dimulai dari proses hasil tambang berupa pasir besi dan bijih besi. Meskipun secara proses bukan dianggap sebagai bagian dari industri besi baja dan merupakan industri pemasok dalam supply chain industri baja, namun keberadaannya sangat strategis dalam menentukan daya saing industri baja suatu negara. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah pertambangan bijih besi, pasir besi, ferro nikel, batu bara baik untuk bahan energi maupun bahan baku kokas, gas alam, mineral penunjang seperti batu kapur dan dolomit. Selanjutnya bijih besi tersebut diproses lagi pada tanur peleburan baja untuk menghasilkan produk baja hulu yang merupakan bahan baku bagi industri baja antara dan seterusnya secara berantai menjadi produk baja hilir sebagai produk akhir (end product). Berdasarkan aliran proses dan hubungan antara bahan baku dan produk tersebut, industri baja nasional tersebut dibagi dalam pengelompokan sebagai berikut: 1. Industri Baja Hulu Terdapat dua system utama proses pembuatan baja hulu, yaitu : a. Teknologi blast furnace Melalui proses ini bijih besi direduksi dengan kokas batu bara dalam sebuah tanur tiup yang tinggi. Produk dari proses ini adalah besi cair yang kemudian dapat diproses lebih lanjut dalam tahap steel making atau dapat langsung dicetak sebagaimana dikenal sebagai pig iron. b. Teknologi Direct Reduction Iron (DRI) Pada proses ini bijih besi dalam bentuk bulk atau pellet direduksi dengan gas pereduksi (yang berasal dari gas alam atau batu bara). Produk dari proses ini dapat berupa besi spons atau hot briquette iron (HBI), sebagai bahan baku proses steel making selanjutnya. Disamping dua jalur utama diatas terdapat pula beberapa teknologi penyedia bahan baku industri baja yang jumlahnya relatif kecil seperti teknologi direct smelting, rotary kiln, dan open heart. 12

14 2. Industri Baja Antara Berdasarkan alur rantai nilainya, industri baja antara ini dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu : a. Kelompok Industri Antara 1: Pembuatan Baja Kasar (Crude Steel) Pig Iron atau Sponge Iron dari hasil industri baja hulu diproses lebih lanjut menjadi produk baja kasar (crude steel) berupa bloom, billet, slab dan ingot. Bloom dan billet merupakan bahan baku industri baja pengolahan long product, slab merupakan bahan baku industri pengolahan flat product, dan ingot merupakan bahan baku industri pembentukan baja lainnya. - Slab Slab adalah produk hulu baja lembaran yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja lembaran canai panas (Hot Rolled Coil/Plate) dan baja lembaran dingin (Cold Rolled Coil/Sheet). Slab baja merupakan proses peleburan Sponge iron (80%) dan Scrap besi baja (20%) dalam electric arc furnace (EAF) yang menghasilkan baja dalam bentuk cair (liquid Steel) yang kemudian dituang ke dalam continuos casting machine (CCM) untuk menghasilkan baja kasar. Slab baja memiliki dimensi lebar mm, tebal 200 mm, panjang mm dan beratnya dapat mencapai 30 ton per buah. - Billet Billet adalah baja dalam bentuk batangan yang digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan baja profil, baja tulang beton, dan baja kawat. Bahan baku baja ini adalah besi spons, dan ferro alloy yang dilebur dan diolah di dalam dapur listrik (electric arc furnace) untuk dicairkan. Setelah mencair, selanjutnya baja dituang dalam cetakan atau sebuah mesin pengecoran kontinyu (Continuous Casting Machine) sehingga menjadi billet baja. Dimensi billet umumnya dengan ukuran penampang 100 x 100 mm, 110 x 110 mm, 120 x 120 mm, 130 x 130 mm dan standar panjang 6 m, 10 m, dan 12 m. 13

15 Alur dan proses pengolahan bijih besi menjadi slab dan billet dapat ditunjukkan pada Gambar 3.1 Gambar 3.1 Bagan Proses Produksi Slab dan Billet 14

16 b. Kelompok Industri Antara 2: Pembuatan Baja Semi Finished Product Kelompok ini adalah tahapan yang memproses baja kasar menjadi produk semi finished. Billet dan bloom merupakan bahan baku untuk pembuatan produk semi finished wire rod dan green pipe. Selanjutnya wire rod akan menjadi bahan baku berbagai industri pengolahan long finished product seperti paku, baut, mur, kawat las, PC wire. Sedangkan green pipe akan menjadi bahan baku industri seamless pipe (OCTG dan Line Pipe) bagi industri migas. Sementara semi finished product di jalur flat product adalah hot rolled coil (HRC), hot rolled plate (HRP) dan cold rolled coil (CRC). HRC selain merupakan bahan baku terbesar dari industri pengolahan flat product seperti untuk konstruksi, pipa las spiral dan kapal. Sementara CRC digunakan sebagai bahan baku industri peralatan rumah tangga, otomotif, pelapisan seng. - Hot Rolled Coil (HRC) Baja lembaran canai panas dalam gulungan (hot rolled coil) dibuat dengan menggunakan bahan baku berupa slab baja. Untuk mendapatkan ketebalan HRC yang diinginkan maka slab ditipiskan dalam proses penipisan melalui hot strip mill (HSM). Alur dan proses pengolahan slab menjadi HRC ditunjukkan pada Gambar 3.2 Aplikasi produk HRC digunakan untuk industri: - Konstruksi Umum dan Las - Pipa Las Lurus/Spiral - Komponen & Rangka Otomotif - Jalur Pipa untuk minyak & gas - Casing & Tubing Pipa Sumur Minyak - Tabung Gas - Baja Tahan Korosi - Reroling - Konstruksi Kapal - Boiler dan Pressurized Container 15

17 Gambar 3.2 Bagan Proses Produksi HRC 3. Industri Baja Hilir a. Pembuatan baja finished flat product Kelompok ini merupakan konsumen terbesar industri baja dunia. Berbagai industri pemakai diantaranya industri konstruksi, otomotif, pipa, profil dan pelapisan. Sebagai media antara bahan baku HRC dan CRC dengan kebutuhan industri pembuatan finished product, maka dimasukkan pula dalam kelompok ini industri jasa pemotongan dan pembentukan baja lembaran (shearing/slitting lines). b. Pembuatan baja finished long product Kelompok ini merupakan konsumen paling bervariasi dari industri baja. Berbagai industri pemakai diantaranya industri pembuatan baja batangan, profil, baja konstruksi, kawat, paku dan mur/baut. Berdasarkan aliran proses dan hubungan antara 16

18 industri baja hulu sampai industri baja hilir, maka struktur industri baja dapat ditunjukkan sebagai pohon industri baja seperti pada Gambar 3.3 berikut: Gambar 3.3 Pohon Industri Baja 17

19 IV. Kondisi Industri Baja Saat Ini 1. Pertumbuhan Industri Logam Dasar Angka pertumbuhan Industri Logam Dasar berfluktuasi antara tahun 2009 sampai dengan tahun Tahun 2011 industri logam dasar tumbuh sebesar 6,28%, angka ini meningkat tajam sebesar 110% dibandingkan pertumbuhan pada tahun Tetapi pada tahun 2012 pertumbuhan industri logam dasar mengalami penurunan yang tajam menjadi 1,81% dan selanjutnya meningkat lagi pada tahun 2013 menjadi 8,38% atau meningkat sebesar 363% dibandingkan angka pertumbuhan tahun sebelumnya. Kontribusi industri logam dasar ini terhadap pertumbuhan industri non migas pada tahun 2013 adalah sebesar 5,17%. Perkembangan pertumbuhan industri logam dasar atau industri material dasar logam serta peranannya terhadap sektor lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Industri Material Dasar Logam Uraian Ekonomi Nasional Industri Non Migas Basis Industri Manufaktur Material Dasar Logam Material Dasar Logam Besi Kontribusi terhadap Pembentukan GDP Industri non migas Material Dasar Logam Kontribusi terhadap Pembentukan GDP BIM Material Dasar Logam Sumber: Direktorat Industri Material Dasar Logam

20 Gambar 4.1 Grafik Pertumbuhan Industri Material Dasar Logam Baja Cakupan Industri material dasar logam dalam KBLI sangat luas. Selain Slab dan Billet dalam KBLI ini termasuk produk logam dasar lainnya seperti: pellet bijih besi, besi spons, besi kasar (pig iron), dan lain-lain. Begitu juga cakupan dalam KBLI sangat luas. Selain HRC dalam KBLI ini termasuk produk-produk gilingan batang kawat baja, baja tulangan, baja profil, baja strip, baja rel, pelat baja, dan baja lembaran hasil gilingan dingin (cold rolled sheet). Dari data pertumbuhan nalai tambah kedua KBLI tersebut, maka nilai tambah untuk produk Slab/Billet dan HRC sudah merupakan bagian dari angka pertumbuhan tersebut. 19

21 Nilai tambah produk pada KBLI meningkat terus dari tahun 2009 sampai tahun 2011, tetapi menurun sekitar 37% pada tahun Nilai tambah produk pada KBLI tahun 2010 menurun drastis sebesar 57% dibandingkan tahun 2009, namun kemudian meningkat tajam sebesar 200% pada tahun Perkembangan pertumbuhan nilai tambah industri material logam dasar tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Pertumbuhan nilai tambah industri material dasar logam Nilai tambah dalam juta rupiah KBLI Deskripsi Industri besi dan baja dasar (iron and steelmaking) 4,928,346 6,374,248 7,611,491 4,782, Industri penggilingan baja (steel rolling) 9,255,694 3,964,826 12,102,284 11,277,204 Sumber: BPS, Jumlah Perusahaan dan Kapasitas per industri Awalnya Indonesia hanya mempunyai satu perusahaan yang memproduksi Slab dan Billet yaitu PT. Krakatau Steel, di Cilegon, Banten. Belakangan karena adanya masalah PT. Krakatau Steel tidak lagi memproduksi Slab dan Billet. Untuk memenuhi kebutuhan pabriknya memproduksi produk hilir baja, maka PT. Krakatau Steel mengimpor slab dan billet. Perusahaan dalam negeri lainnya yang memproduksi produk hilir baja, juga mengimpor Slab sebagai bahan bakunya. Dalam beberapa tahun terakhir PT.Krakatau Steel bekerja sama dengan Posco Korea Selatan membangun pabrik baja di Banten Indonesia dengan nama PT. Krakatau Posco. Perusahaan ini mengimpor material selanjutnya diproses sebagai bahan baku untuk memproduksi memproduksi Slab dan Billet. Jenis produk yang dihasilkan serta kapasitas produksi PT. Krakatau Posco adalah 20

22 Ada beberapa perusahaan yang memproduksi produk HRC dan produk baja hilir lainnya. Perusahaan tersebut mengimpor Slab dan Billet sebagai bahan baku untuk memproduksi HRC dan produk baja batangan. Jumlah perusahaan produsen yang memproduksi Slab, Billet dan HRC beserta kapasitasnya seperti terlihat pada tabel 4.3 dan perkembangan produksinya seperti terlihat pada tabel 4.4 Tabel 4.3 Jumlah Perusahaan dan Kapasitas Podusen Baja Dasar No. Kelompok Jumlah Perusahaan 2013 Kapasitas 2013 (ribu ton) 1 Slab Baja 1 1,850 2 Billet/Ingot/Bloom 40 8,770 3 HRC 2 2,550 Sumber: Direktorat Industri Material Dasar Logam 21

23 Tabel 4.4 Perkembangan Produksi Produk Baja Dasar Nilai dalam: ribu ton No. Kelompok Utilisasi (%) , , , , ,2 71,31 1 Slab Baja 2 Billet/Ingot/Bloom 3.123, , , , ,1 52,63 3 HRC 1.773, , , , , ,3 Sumber: Direktorat Industri Material Dasar Logam 3. Ekspor Impor Karena produsen baja dasar (crude steel) di dalam negeri masih sangat sedikit, sehingga jumlah produksinya juga sedikit dibandingkan kebutuhan nasional, maka pada dasarnya Indonesia belum mengekspor produk logam dasarnya, atau mengekspor dengan nilai yang sangat sedikit. Kekurangan kebutuhan nasional terpaksa dipenuhi dari produk impor. Jumlah Impor produk logam dasar dalam beberapa tahun terakhir relatif tetap. Perkembangan impor produk logam dasar dalam 6 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut 22

24 Tabel 4.5 Impor Produk Logam Dasar Nilai dalam: US$ No. Uraian Sub Total Impor Trend (%) ( ) 2014 smt. 1 10, , , , , , Besi/Baja Dasar (Pellet, Pig Iron & Skrap) 1, , , , Besi/Baja Kasar (Slab, Billet, Ingot) 2, , , , , HRC/Plate 1, , , , , CRC/Sheet 1, , , , , Batang & Batang Kawat Baja (Bars & Rod) , Sumber: Direktorat Industri Material Dasar Logam V. PELUANG PASAR DALAM DAN LUAR NEGERI 1. Pasar Dalam Negeri Sampai saat ini konsumsi baja Indonesia masih sangat rendah. Pada tahun 2013 konsumsi baja Indonesia adalah sebesar 61,6 kg per kapita per tahun (World Steel Association, 2014). Angka ini masih di bawah konsumsi negara-negara di Asia Tenggara. Untuk bisa menjadi negara maju, maka Indonesia harus memiliki konsumsi baja per kapita per tahun sebesar 500 Kg. Dengan tingkat konsumsi baja perkapita pertahun yang masih rendah maka Indonesia setidaknya masih memerlukan kapasitas produksi baja 120 juta ton untuk menopang konsumsi 500 Kg pertahun perkapita. Konsumsi dalam negeri ini dipenuhi dari hasil produksi dalam negeri dan ditambah dari impor. 23

25 Perbandingan konsumsi per kapita per tahun di negara-negara ASEAN dapat terlihat pada Gambar 5.1. Gambar 5.1 Grafik Perbandingan Konsumsi Baja per Kapita Dari struktur permintaan, pasar domestik lebih banyak mengkonsumsi besi/baja kasar, Hot Rolled Coils (HRC), Hot Rolled Plates, Cold Rolled Coils (CRC), besi beton profil ringan, dan batang kawat baja (Wire Rod). Sektor konstruksi merupakan sektor penyumbang terbesar terhadap konsumsi baja nasional dengan proporsi sebesar 80%. Pembangunan jaringan pipa memiliki kontribusi sebesar 8%, sektor manufaktur, industri alat-alat mesin dan industri otomotif memiliki kontribusi masing-masing sebesar 3%, 2% dan 1%, sedangkan 6% sisanya merupakan kebutuhan industri lain). 24

26 Konsumsi dalam negeri yang merupakan penjumlahan hasil produksi dalam negeri dengan impor, dan dikurangi dengan ekspor dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.1 Konsumsi Baja (dalam ribu Ton) No. 1 Uraian * Besi/Baja Kasar (Crude Steel) Produksi 4, , , , , Impor 2, , , , ,817.7 Konsumsi 6, , , , , , , , , , Impor 1, , ,579.7 Konsumsi 2, , , , ,035.9 Produksi Ekspor Impor Konsumsi , ,534.7 Ekspor 2 Hot Rolled Coils (HRC) Produksi Ekspor 3 Hot Rolled Plates Catatan : *) Angka sementara Sumber: Direktorat Industri Material Dasar Logam 25

27 Sumber: Bank UOB Buana, 2011 Gambar 5.2 Konsumsi Baja Nasional Menurut Sektor Pertumbuhan ekonomi nasional suatu negara sangat mempengaruhi tingkat konsumsi baja nasionalnya. Sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional Indonesia, permintaan terhadap baja juga terus meningkat. Terutama pada pertumbuhan sektor konstruksi, industri manufaktur dan otomotif. 26

28 Pertumbuhan konsumsi dalam negeri meningkat terus dalam 6 tahun terakhir, kecuali ada penurunan tajam pada tahun 2008/09, disebabkan adanya krisis ekonomi global. Korelasi pertumbuhan konsumsi dengan pertumbuhan PDB terlihat pada tahun 2010/11 terjadi pertumbuhan PDB sebesar 15,39% yang mengakibatkan pertumbuhan konsumsi baja sebesar 22,38%. Korelasi pertumbuhan PDB terhadap pertumbuhan konsumsi baja nasional dalam 6 tahun terakhir dapat dilihat dalam gambar berikut : % 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00-5, / / / / /10-10,00 Pertumbuhan Konsumsi -15,00 Pertumbuhan PDB -20,00 Uraian Pertumbuhan Konsumsi Pertumbuhan PDB 2010/ / / / / / /11-17,50 16,01 21,77-15,90 20,66 22,38 20,37 18,31 25,32 13,18 14,81 15,39 Gambar 5.3 Grafik Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Konsumsi Baja Nasional 27

29 Dari grafik di atas terlihat adanya korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan konsumsi baja. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumsi baja nasional akan terus tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan konsumsi baja menunjukan pertumbuhan pasar baja nasional. Oleh karena itu jika tidak diikuti dengan pertumbuhan industri baja dalam negeri maka pasar baja nasional akan semakin dipenuhi oleh baja impor. Mengacu pada Gambar 5.3 diatas dan pendapat Dr Veena Jha (2006) bahwa pertumbuhan baja sejalan dengan pertumbuhan PDB, maka konsumsi baja nasional dapat diproyeksikan dengan mengikuti persamaan sebagai berikut: Konsumsi tahun ke-n = (Konsumsi Tahun n-1 + (Konsumsi Tahun n-1 x Pertumbuhan PDB ) Pendekatan persamaan di atas digunakan juga oleh PLN dalam memproyeksikan kebutuhan listrik nasional (RUPTL ). Pertumbuhan konsumsi PLN mengikuti pertumbuhan PDB Nasional sebesar 6% sebagaimana prediksi Bank Indonesia. Begitu juga dengan konsumsi baja nasional mengikuti pertumbuhan PDB Nasional sebesar 5,78% pada tahun 2013, sedangkan pertumbuhan produksi baja nasional mengikuti pertumbuhan PDB logam dasar besi & baja sebesar 6,93% pada tahun Secara keseluruhan proyeksi konsumsi dan produksi baja nasional sampai dengan tahun 2025 ditunjukkan pada Tabel 5.2 dan Gambar

30 Tabel 5.2 Proyeksi Produksi dan Konsumsi Baja Nasional (Ribu Ton) Uraian Proyeksi Produksi (Scrap) Proyeksi Produksi (Sponge Iron) Proyeksi Total Produksi Proyeksi Konsumsi GAP Uraian Proyeksi Produksi (Scrap) Proyeksi Produksi (Sponge Iron) Proyeksi Total Produksi Proyeksi Konsumsi GAP

31 '000 Ton GAP Proyeksi Total Produksi Proyeksi Konsumsi Gambar 5.4. Proyeksi Konsumsi dan Produksi Baja Nasional Berdasarkan hasil proyeksi diatas, maka proyeksi konsumsi baja nasional pada tahun 2025 akan mencapai sekitar ribu ton (30 juta ton), sedangkan proyeksi produksinya hanya mencapai sekitar ribu ton (8 juta ton), sehingga GAP atau kekurangan produksi baja nasional di tahun 2025 yaitu sekitar ribu ton (22 juta ton). 30

32 2. Pasar Dunia/Global Proyeksi permintaan Baja Dunia Berdasarkan laporan World Steel Association dalam World Steel Short Range Outlook dijelaskan bahwa industri baja dunia pada tahun 2011 akan mengalami peningkatan permintaan sebesar 2% menjadi juta metrik ton melanjutkan pertumbuhan sebesar 3,8% pada tahun Pada tahun 2015, permintaan baja diperkirakan akan tetap tumbuh sebesar 2% sehingga mencapai angka juta metrik ton. Permintaan baja pada tahun 2015 diproyeksikan akan dikuasai oleh kawasan Asia dan Oceania dengan market share sebesar 66,8%, sedangkan kawasan Amerika Utara dan Uni Eropa akan berkontribusi sebesar 18,2% dari total penggunaan baja dunia. Perbandingan kebutuhan masing-masing negara dapat dilihat pada grafik berikut. Sumber: OECD (2013) Gambar 5.5. Grafik Pertumbuhan Kebutuhan Baja (CAGR ) 31

33 Gambar 5.6. Grafik Proyeksi Kebutuhan HRC 32

34 33

35 VI. KESIMPULAN 1. Pertumbuhan konsumsi baja nasional tidak diimbangi dengan pertumbuhan industri baja nasional, sehingga impor baja terus meningkat. Proyeksi konsumsi baja pada tahun 2015 akan mencapai 30 juta Ton, sedangkan proyeksi produksi nasional hanya 8 juta Ton, sehingga terdapat kekosongan supply sebesar 22 juta Ton. Data ini menunjukkan adanya peluang investasi untuk industri baja. 2. Untuk menarik calon investor, maka perlu informasi data yang akurat disampaikan publik. Hal ini dapat dilakukan melalui web Kementerian Perindustrian 3. Data-data yang akan dipublish pada Web Kemenperin dalah : Peta SDA berupa pasir besi dan biji besi, kapasitas produksi, produksi, suply dan demand, ekspor dan impor, dan jumlah dan lokasi industri baja 34

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN. ada baru mampu memproduksi 4 juta ton per tahun.

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN. ada baru mampu memproduksi 4 juta ton per tahun. BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN Di dalam negeri, kebutuhan besi baja industri nasional belakangan ini begitu tinggi. Namun, produksi industri besi baja nasional belum mampu menutupi kebutuhan, akibatnya pintu

Lebih terperinci

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG Disampaikan oleh : Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Jakarta, 16 Februari 2016 1 TOPIK BAHASAN A PENDAHULUAN

Lebih terperinci

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG Disampaikan oleh : Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Jakarta, 16 Februari 2016 1 TOPIK BAHASAN A PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Konsumsi Baja per Kapita Tahun 2014

Konsumsi Baja per Kapita Tahun 2014 Kg/Kapita BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri baja merupakan salah satu industri pendukung pembangunan nasional yang sesuai dengan rencana strategis yang sedang direncanakan oleh Pemerintah Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual

BAB I PENDAHULUAN. sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan baja yang masih terus tumbuh didukung oleh pembangunan sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual Growth Rate/CAGR (2003 2012)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi saat ini, pertumbuhan industri dunia yang mencapai

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi saat ini, pertumbuhan industri dunia yang mencapai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini, pertumbuhan industri dunia yang mencapai sekitar 5% pertumbuhan tiap tahunnya (www.indexmundi.com) menunjukkan bahwa industri

Lebih terperinci

PETA PANDUAN (Road Map) Tahun

PETA PANDUAN (Road Map) Tahun Buku I PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS BASIS INDUSTRI MANUFAKTUR DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN 2009 ii KATA PENGANTAR Kabinet Indonesia Bersatu II periode 2010-2014 di bidang

Lebih terperinci

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)

Lebih terperinci

TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL

TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN DAN KELAS JABATAN SERTA TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

BAB III PROFIL PERUSAHAAN BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1 Tinjauan Umum Perusahaan 3.1.1 Sejarah Singkat PT Krakatau Steel adalah perusahaan baja terbesar di indonesia. BUMN yang didirikan pada tahun 1971, PT Krakatau Steel adalah

Lebih terperinci

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi disampaikan pada Forum Sinkronisasi Perencanaan Strategis 2015-2019 Dalam Rangka Pencapaian Sasaran Kebijakan Energi Nasional Yogyakarta, 13 Agustus 2015

Lebih terperinci

PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA

PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA Muhammad Yaasiin Salam 1306368394 DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA 2015 A. POTENSI BIJI BESI DI INDONESIA

Lebih terperinci

1. Baja dan Paduannya 1.1 Proses Pembuatan Baja

1. Baja dan Paduannya 1.1 Proses Pembuatan Baja 1. Baja dan Paduannya 1.1 Proses Pembuatan Baja Pembuatan Baja diawali dengan membuat besi kasar (pig iron) di dapur tinggi (blast furnace) di Gbr.1.1 Besi oksida (umumnya, Hematite Fe 2 O 3 atau Magnetite,

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Yth. : Para Pimpinan Redaksi dan hadirin yang hormati;

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No.21/04/Th.XIV, 1 April PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$14,40 MILIAR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$14,40

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2019 Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara Jakarta, 16 Februari 2016 I. TUJUAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2 I. TUJUAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Surabaya, 8 Oktober 2015 DAFTAR ISI Hal I Kinerja Makro Sektor Industri 3 II Visi, Misi,

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 JAKARTA, 16 FEBRUARI 2016 Kepada Yang Terhormat: 1. Pimpinan Komisi

Lebih terperinci

Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development. Jakarta, 19 Agustus 2015

Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development. Jakarta, 19 Agustus 2015 MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development Jakarta, 19 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Jabatan. Kelas Jabatan. Tunjangan. Kinerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Jabatan. Kelas Jabatan. Tunjangan. Kinerja. No.701, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Jabatan. Kelas Jabatan. Tunjangan. Kinerja. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batubara telah digunakan sebagai sumber energi selama beratus-ratus tahun dan telah diperdagangkan secara internasional mulai jaman Kekaisaran Romawi. Batubara tidak

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No.40/07/Th.XIV, 1 Juli PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI MENCAPAI US$18,33 MILIAR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$18,33 miliar atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis global adalah merupakan kegiatan atau aktivitas pemenuhan kebutuhan dengan membeli dan menjual barang dan jasa dari atau ke Negara yang berbeda. Aktivitas global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan disahkannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan direvisi menjadi Undang-undang No. 32 tahun 2004

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 48/05/Th. XVIII, 15 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR APRIL MENCAPAI US$13,08 MILIAR Nilai ekspor Indonesia April mencapai US$13,08

Lebih terperinci

ANALISIS KETIDAKSESUAIAN KUAT TARIK DENGAN SPESIFIKASI STANDAR MELALUI DIAGRAM ISHIKAWA

ANALISIS KETIDAKSESUAIAN KUAT TARIK DENGAN SPESIFIKASI STANDAR MELALUI DIAGRAM ISHIKAWA Paper of The Month PM3I Agustus 2017 ANALISIS KETIDAKSESUAIAN KUAT TARIK BAJA HRC DENGAN SPESIFIKASI STANDAR MELALUI DIAGRAM ISHIKAWA ADDIN HADINATA A Teknik Metalurgi UNTIRTA I. Latar Belakang Hot Strip

Lebih terperinci

CAPAIAN Februari 2016 KOMITMEN INVESTASI

CAPAIAN Februari 2016 KOMITMEN INVESTASI invest in Jakarta 15 Maret 2016 CAPAIAN Februari 2016 KOMITMEN INVESTASI BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Franky Sibarani Kepala 2013 by Indonesia Investment Coordinating Board. All rights reserved Rp

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri adalah baja tahan karat (stainless steel). Bila kita lihat di sekeliling kita

BAB I PENDAHULUAN. industri adalah baja tahan karat (stainless steel). Bila kita lihat di sekeliling kita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan yang signifikan pada industri dunia, diantaranya industri otomotif, konstruksi, elektronik dan industri lainnya pada beberapa dasawarsa terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

- 6 - TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL

- 6 - TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL - 6 - LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri MARET 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Maret 2017 Pertumbuhan Ekonomi Nasional Pertumbuhan ekonomi nasional, yang diukur berdasarkan PDB harga konstan 2010, pada triwulan IV

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT PADA TRIWULAN IV 2015 TUMBUH 11,98 PERSEN Sampai dengan

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 BIRO PERENCANAAN 2016 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2) Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015 Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bandung, Maret 2015 MINERAL LOGAM Terdapat 24 komoditi mineral yang memiliki nilai sumber daya dan cadangan yang sesuai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ekonomi nasional. Hasil analisis lingkungan industri menunjukkan bahwa industri

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ekonomi nasional. Hasil analisis lingkungan industri menunjukkan bahwa industri BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pertumbuhan industri baja saat ini sedang tumbuh dengan cepat (fast growing), seiring meningkatnya konsumsi baja nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional. Hasil

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

Sektor * 2010** 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86 2. Pertambangan dan Penggalian

Sektor * 2010** 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86 2. Pertambangan dan Penggalian Sektor 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009* 2010** (1) (2) (3) (3) (4) (4) (5) (5) (6) (6) (7) 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan Dan Perikanan 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS

PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI 28 Februari 2011 Indonesia memiliki keunggulan komparatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi industri-industri secara keseluruhan, baik untuk infrastruktur

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi industri-industri secara keseluruhan, baik untuk infrastruktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri baja sebagai industri strategis yang digunakan sebagai bahan baku penting bagi industri-industri secara keseluruhan, baik untuk infrastruktur (pembangunan

Lebih terperinci

Potensi Batubara Sebagai Sumber Energi Alternatif Untuk Pengembangan Industri Logam

Potensi Batubara Sebagai Sumber Energi Alternatif Untuk Pengembangan Industri Logam Vol. 2, 2017 Potensi Batubara Sebagai Sumber Energi Alternatif Untuk Pengembangan Industri Logam Muhammad Gunara Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA Jl.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan dibagi menjadi beberapa bagian. Bagian pertama akan menjabarkan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan dibagi menjadi beberapa bagian. Bagian pertama akan menjabarkan 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan dibagi menjadi beberapa bagian. Bagian pertama akan menjabarkan tentang hubungan antara perkekonomian negara dengan industri manufaktur yang telah dijalankan oleh PT. Krakatau

Lebih terperinci

2017, No serta Kinerja Pegawai di Lingkungan Badan Koordinasi Penanaman Modal; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hu

2017, No serta Kinerja Pegawai di Lingkungan Badan Koordinasi Penanaman Modal; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1197, 2017 BKPM... Kinerja. Perubahan Kedua. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan sebagai industri hilir yang banyak digunakan baik untuk. aplikasi struktural maupun sebagai media pengaliran.

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan sebagai industri hilir yang banyak digunakan baik untuk. aplikasi struktural maupun sebagai media pengaliran. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa baja merupakan salah satu produk turunan dari baja yang dikategorikan sebagai industri hilir yang banyak digunakan baik untuk aplikasi struktural maupun sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN DALAM KULIAH UMUM UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI (UIGM) DI PALEMBANG MENGENAI GERAKAN NASIONAL DALAM RANGKA MEMASUKI ERA MASYARAKAT

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016 Kepada Yang Terhormat: 1. Saudara Rektor Universitas Nusa

Lebih terperinci

Metode Evaluasi dan Penilaian. Audio/Video. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam skor: 0-100(PAN)

Metode Evaluasi dan Penilaian. Audio/Video. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam skor: 0-100(PAN) Media Ajar Pertemuan ke Tujuan Ajar/Keluaran/Indikator Topik (pokok, sub pokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Gambar Audio/Video Soal-Tugas Web Metode Evaluasi dan Penilaian Metode Ajar (STAR)

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013 OUTLINE V PENUTUP III II I PENDAHULUAN PERKEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN DAN

Lebih terperinci

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI Oktober 2008 INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI Pada Oktober 2008, pertumbuhan tertinggi secara tahunan terjadi pada produksi kendaraan niaga, sementara secara bulanan terjadi pada produksi kendaraan non niaga

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN INDUSTRI KOMPONEN KAPAL DALAM NEGERI

ANALISIS PENGEMBANGAN INDUSTRI KOMPONEN KAPAL DALAM NEGERI Analisis Pengembangan Industri Komponen Kapal Dalam Negeri (Taufan Prasetyo, Buana Ma'ruf, Aries Sulisetyono) ANALISIS PENGEMBANGAN INDUSTRI KOMPONEN KAPAL DALAM NEGERI Analysis of Local Ship Component

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH Triwulan I Tahun 2010 Industrialisasi menuju kehidupan yang lebih baik KATA PENGANTAR Pengembangan sektor industri saat ini diarahkan untuk lebih mampu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia BUTIR-BUTIR BICARA MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PEMERINTAH PUSAT, PEMERINTAH DAERAH, DAN BANK INDONESIA MEMPERCEPAT DAYA SAING INDUSTRI UNTUK

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification)

IV. GAMBARAN UMUM. panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification) IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertambangan Batubara Indonesia Batubara merupakan batuan hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS

PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS Jakarta, 27 Mei 2015 Pendahuluan Tujuan Kebijakan Industri Nasional : 1 2 Meningkatkan produksi nasional. Meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Baja merupakan bahan baku penting dalam proses industri sehingga

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Baja merupakan bahan baku penting dalam proses industri sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja merupakan bahan baku penting dalam proses industri sehingga konsumsi baja dapat digunakan sebagai indikasi kemajuan suatu negara (Hudson, 2010). Kecenderungan konsumsi

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL Jakarta, 12 Februari 2013 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

1. Fabrikasi Struktur Baja

1. Fabrikasi Struktur Baja 1. Fabrikasi Struktur Baja Pengertian proses fabrikasi komponen struktur baja secara umum adalahsuatu proses pembuatan komponen-komponen struktur baja dari bahanprofil baja dan atau plat baja. Pelaksanaan

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA

ANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA ANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA Oleh : Azwar Harahap Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

Perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur besi baja ini sudah banyak menghasilkan produk seperti kawat baja, plat baja, maupun baja

Perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur besi baja ini sudah banyak menghasilkan produk seperti kawat baja, plat baja, maupun baja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai Negara yang berkembang, Indonesia berusaha keras dalam memajukan sektor perindustrian agar dapat bersaing dengan Negara lain di dunia Internasional, terutama

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di suatu negara. Fluktuasi harga minyak mentah dunia mempengaruhi suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedua negara berada pada tingkat yang bisa dibilang sangat baik. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. kedua negara berada pada tingkat yang bisa dibilang sangat baik. Hubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Walaupun hubungan Indonesia dengan Tiongkok banyak mengalami pasang surut sejak pertama kali kedua negara menggalang hubungan diplomatik 65 tahun silam tepatnya pada

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia - 54 - BAB 3: KORIDOR EKONOMI INDONESIA A. Postur Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.917, 2014 KEMENPERIN. Daur Ulang. Bahan Baku. Peleburan Baja. Industri. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/M-IND/PER/7/2014 TENTANG BAHAN BAKU

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN. dengan negara lain, seperti Filipina yang mencapai 72 kg/kapita, Malaysia sudah

BAB I: PENDAHULUAN. dengan negara lain, seperti Filipina yang mencapai 72 kg/kapita, Malaysia sudah BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri baja merupakan salah satu industri pendukung pembangunan nasional yang sesuai dengan rencana strategis yang sedang direncanakan oleh Pemerintah Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Jakarta, 15 Desember 2015 YANG SAYA HORMATI ;

Jakarta, 15 Desember 2015 YANG SAYA HORMATI ; Sambutan Menteri Perindustrian Pada Acara Pengukuhan Pengurus Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) & Talkshow Realita dan Arah Keberlanjutan Industri Pengolahan dan Pemurnian

Lebih terperinci

2013, No.1531

2013, No.1531 11 2013,.1531 LAMPIRAN I DAFTAR PROVINSI DAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PROVINSI DI BIDANG PENANAMAN MODAL YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN DEKONSENTRASI DI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2015 No. 10/02/14/Th. XVII, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN EKONOMI RIAU TAHUN TUMBUH 0,22 PERSEN MELAMBAT SEJAK LIMA TAHUN TERAKHIR Perekonomian Riau tahun yang diukur berdasarkan Produk Domestik

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

2012, No

2012, No 2012,.1305 12 LAMPIRAN I PERATURAN DAFTAR PROVINSI DAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PROVINSI DI BIDANG PENANAMAN MODAL YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN DEKONSENTRASI DI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIII, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 TUMBUH MENINGKAT 5,7 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN L-3 PAGU AUDITABLE UNIT

LAMPIRAN L-3 PAGU AUDITABLE UNIT Pagu 1 Biro Hukum dan Humas - Setjen - Jakarta 13 II 2 Biro Kepegawaian dan Organisasi - Setjen - Jakarta 22 II 3 Biro Keuangan - Setjen - Jakarta 222 IV 4 Biro Perencanaan dan Kerjasama - Setjen - Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batubara menempati posisi strategis dalam perekonomian nasional. Penambangan batubara memiliki peran yang besar sebagai sumber penerimaan negara, sumber energi

Lebih terperinci

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 1 PETA KABUPATEN/KOTA KALIMANTAN TIMUR Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 2 BAB 1. PENDAHULUAN Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan propinsi terluas

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

FGD PENYELARASAN ROADMAP INDUSTRI DAN PASAR BAJA NASIONAL

FGD PENYELARASAN ROADMAP INDUSTRI DAN PASAR BAJA NASIONAL FGD PENYELARASAN ROADMAP INDUSTRI DAN PASAR BAJA NASIONAL Disampaikan oleh : Direktur Industri Material Dasar Logam Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Jakarta, 21 Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan barang dan jasa antar negara di dunia membuat setiap negara mampu memenuhi kebutuhan penduduknya dan memperoleh keuntungan dengan mengekspor barang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 591 /PMK.010/2004 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 591 /PMK.010/2004 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 591 /PMK.010/ TENTANG PROGRAM HARMONISASI TARIF BEA MASUK TAHUN 2005-2010 UNTUK PRODUK-PRODUK PERTANIAN, PERIKANAN, PERTAMBANGAN, FARMASI, KERAMIK, DAN BESI-BAJA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dunia usaha dewasa ini sangat dituntut untuk lebih bersikap tanggap dan jeli dalam menghadapi era globalisasi sehingga perusahaan dapat tetap bertahan serta berkembang di tengah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK No. 16/02/Th. XVII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2013 MENCAPAI 5,78 PERSEN Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78

Lebih terperinci