MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI"

Transkripsi

1 MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KONSEP DASAR SERTIFIKASI ` BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 2013

2 BAB I PENDAHULUAN A. Deskripsi Singkat Dalam Modul ini dibahas 3 hal utama, yaitu 1. Definisi 2. Dasar Hukum 3. Prosedur Sertifikasi Obat, Obat Tradisional, Kosmetika, Produk Komplemen dan Makanan dan Kemasan Pangan. B. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Setelah mempelajari modul ini para peserta diharapkan mampu mengetahui proses : 1. Pelaksanaan Sertifikasi Obat, Kosmetika,Obat Tradisional, Makanan dan 2. Pelaksanaan. Pengeluaran Surat Keterangan Impor (SKI) serta Pengeluaran Surat Keterangan Ekspor (SKE) untuk Obat, Obat Tradisional, Kosmetika, Produk Komplemen dan Makanan. C. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mempelajari modul ini, para peserta Diklat diharapkan dapat : 1. Memahami tentang definisi dan dasar hukum pelaksanaan sertifikasi Obat, Obat Tradisional, Kosmetika, dan Makanan. 2. Memahami tentang definisi dan dasar hukum Pengeluaran Surat Keterangan Impor (SKI) dan Pengeluaran Surat Keterangan Ekspor (SKE) untuk Obat Tradisional, Kosmetika, Produk komplemen, dan Kemasan Pangan. 3. Mampu memahami prinsip-prinsip pembuatan obat yang baik. 4. Mampu memahami prinsip-prinsip pembuatan makanan yang baik. 5. Mampu memahami prinsip-prinsip pembuatan obat tradisional yang baik. 6. Mampu memahami prinsip-prinsip pembuatan kosmetik yang baik. 7. Memahami proses pelaksanaan sertifikasi Obat, Obat Tradisional, Kosmetika dan Makanan. 8. Memahami proses pelaksanaan Pengeluaran Surat Keterangan Impor (SKI) dan Pengeluaran Surat Keterangan Ekspor (SKE) untuk Obat, Obat Tradisional, Kosmetika, Produk Komplemen dan Makanan D. Materi Bahasan Materi bahasan mata pelajaran ini terdiri dari 3 (tiga) kegiatan belajar: 1. Definisi dan Dasar Hukum Sertifikasi Obat, Obat Tradisional, Kosmetika dan Makanan 2. Definisi dan Dasar Hukum definisi dan dasar hukum Pengeluaran Surat Keterangan Impor (SKI) dan Pengeluaran Surat Keterangan Ekspor (SKE) untuk Obat Tradisional, Kosmetika, produk komplemen dan Kemasan Pangan 3. Cara Produksi /Pembuatan Yang Baik : a. Cara Pembuatan Obat Yang Baik b. Cara Produksi Makanan yang Baik; c. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik; d. Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik; 4. Prosedur Pelaksanaan Sertifikasi Obat, Obat Tradisional, Kosmetika dan Makanan Konsep Dasar Sertifikasi 2

3 5. Prosedur Pengeluaran Surat Keterangan Impor (SKI) dan Pengeluaran Surat Keterangan Ekspor (SKE) untuk Obat Tradisional, Kosmetika, Produk Komplemen, dan Kemasan Pangan Konsep Dasar Sertifikasi 3

4 BAB II DEFINISI DAN DASAR HUKUM PELAKSANAAN SERTIFIKASI OBAT, OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK,PRODUK KOMPLEMEN, MAKANAN DAN KEMASAN PANGAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkesinambungan melalui layanan importasi kepada para pengguna jasa, importir, distributor menjadi fokus Badan POM, sebagai wujud abdi kepada masyarakat usaha. Kemudahan importasi bagi dunia usaha, tentu mempunyai dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya. Kemudahan importasi obat, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen dan pangan difasilitasi secara elektronik menggunakan aplikasi e-bpom. Kemudahan itu tidak mengorbankan hak masyarakat untuk memperoleh obat dan makanan yang berkhasiat, bermanfaat dan bermutu. Badan POM tetap konsekuen melakukan program kerja pengawasan sesuai misinya melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. Untuk menyeragamkan pengawasan pemasukan agar bahan baku obat, bahan tambahan obat, bahan baku PKRT, baku pembanding, bahan analisis laboratorium, bahan baku obat tradisional, bahan baku produk komplemen, bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, obat jadi, vaksin, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, produk pangan serta bahan kimia/bahan baku peruntukan bukan untuk obat, obat tradisional, produk komplemen dan pangan (dengan lartas masuk Ke Badan POM) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku maka dilakukan sertifikasi dengan penerbitan SKI oleh Badan POM. Untuk menjamin bahwa obat yang diproduksi dan kemudian di ekspor perlu juga dijamin mutu dan kualitasnya sehingga perlu ditetapkan acuan / pedoman dalam rangka melaksanakan Sertifikasi Surat Keterangan Ekspor (SKE) produk jadi obat, vaksin, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan olahan, bahan baku obat, bahan baku obat tradisional, bahan baku produk komplemen, bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, dan kemasan pangan maka perlu ditetapkan... B. DEFINISI a. Surat Keterangan Impor(SKI) elektronik Surat keterangan yang diterbitkan oleh Badan POM atau Balai Besar/Balai POM dengan sistem NSW Badan POM yang dibutuhkan untuk mengeluarkan bahan baku obat, bahan tambahan obat, bahan baku PKRT, baku pembanding, bahan analisis laboratorium, bahan baku obat tradisional, bahan baku produk komplemen, bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, obat jadi, vaksin, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, produk pangan serta bahan kimia/bahan baku peruntukan bukan untuk obat, obat tradisional, produk komplemen dan pangan olahan (dengan lartas masuk Ke Badan POM) dari Pabean b. Surat Keterangan Impor(SKI) manual Surat keterangan yang diterbitkan oleh Badan POM atau Balai Besar/Balai POM secara manual yang dibutuhkan untuk mengeluarkan bahan baku obat, bahan tambahan obat, bahan baku PKRT, baku pembanding, bahan analisis laboratorium, bahan baku obat tradisional, bahan baku produk komplemen, bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, obat jadi, vaksin, obat tradisional, kosmetika, produk Konsep Dasar Sertifikasi 4

5 komplemen, produk pangan serta bahan kimia/bahan baku peruntukan bukan untuk obat, obat tradisional, produk komplemen dan pangan olahan (dengan lartas masuk Ke Badan POM) dari Pabean c. Surat Keterangan Ekspor(SKE) Surat keterangan yang diterbitkan oleh Badan POM atau Balai Besar/Balai POM yang dibutuhkan oleh industri untuk mengekspor produk jadi obat, vaksin, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, produk pangan, bahan baku obat, bahan baku obat tradisional, bahan baku kosmetika, bahan baku produk komplemen, bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, dan kemasan pangan. d. Surat Persetujuan Import (SPI) dan Surat Persetujuan Eksport (SPE) Narkotika, Psikotropika dan Prekursor. (i) SPI dan SPE Narkotika Kegiatan Importasi dan eksportasi narkotika hanya dapat dilakukan oleh satu Pedagang Besar Farmasi milik negara yang telah memiliki izin khusus yang dikeluarkan oleh Menteri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap kali melakukan impor narkotika harus dilengkapi dengan SPI yang dikeluarkan oleh Menteri. SPI sebagaimana dimaksud akan diberikan berdasarkan hasil audit Kepala Badan POM terhadap rencana kebutuhan dan realisasi produksi dan/atau penggunaan narkotika. SPI untuk narkotika golongan 1 dalam jumlah sangat terbatas hanya dapat diberikan untuk kepentingan pengembangan IPTEK. SPI disampaikan kepada pemerintah negara pengekspor. Eksportir narkotika harus memiliki SPE dari Menteri untuk setiap kali melakukan ekspor narkotika dan untuk memperoleh SPE narkotika tersebut pemohon harus melampirkan surat persetujuan dari negara pengimpor. (ii) SPI dan SPE Psikotropika Kegiatan importasi psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau PBF yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku serta lembaga penelitia atau lembaga pendidikan; kegiatan eksportasi psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau PBF yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. SPI psikotropika golongan 1 hanya dapat diberikan untuk kepentingan Ilmu Pengetahuan. Setiap kali melakukan kegiatan impor dan ekspor psikotropika harus memperoleh SPI atau SPE dari menteri. (iii) SPI dan SPE Prekursor. Konsep Dasar Sertifikasi 5

6 Kegiatan impor dan ekspor prekursor hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang memiliki izin usaha importir atau eksportir. Setiap melakukan kegiatan impor dan ekspor harus memperoleh SPI atau SPE dan dilengkapi dengan dokumen yang sah. (iv) Prosedur pelaksanaan penerbitan ANALISA HASIL PENGAWASAN (AHP) Berkas permohonan AHP untuk melakukan kegiatan impor dan ekspor diterima oleh Badan POM R.I dari Direktur Jenderal Binfar dan Alkes Kemenkes R.I untuk dievaluasi. Evaluasi dilakukan untuk berkas AHP yang sudah lengkap, apabila berkas AHP tidak lengkap akan dibuat surat pengembalian untuk melengkapi berkas kepada pemohon. Evaluasi terhadap kelengkapan berkas permohonan impor dan ekspor dilakukan dengan menggunakan format sesuai ketentuan dengan mempertimbangkan beberapa faktor a.l: kelengakapan dan keabsahan surat permohonan, fotocopy SPI atau SPE sebelumnya, fotokopi Nomor Izin Edar (NIE) atau surat Hasil Pra Registrasi untuk obat jadi yang sedang dalam proses registrasi, kopi surat penunjukan sebagai Importir Produsen atau Importir Terdaftar yang masih berlaku, estimasi kebutuhan bahan baku/obat jadi untuk 1 tahun kedepan, laporan realisasi impor sebelumnya, surat pernyataan disertai alasan yang mendukung apabila ada kenaikan estimasi kebutuhan 50% dibanding permintaan sebelumnya. Khusus untuk narkotika diberlakukan pengaturan yang lebih ketat dengan mengacu kepada kouta INCB, diperlukan persetujuan INCB untuk kuota yang melebihi kuota INCB. Permohonan AHP yang disetujui atau disetujui dengan pengurangan akan diterbitkan AHP yang ditandatangani oleh Ka Badan POM untuk diberikan kepada Dirjen Binfar dan Alkes Kemenkes R.I, kepada pemohon dan arsip. Berdasarkan AHP tersebut akan dikeluarkan SPI atau SPE oleh Kemenkes R.I. Apabila permohonan yang dajukan ditolak Badan POM R.I akan membuatkan surat pengembalian AHP kepada Dirjen Binfar dan Alkes Kemenkes R.I. Direktorat Pengawasan Napza menerima: copy SPI atau SPE dari Dirjen Binfar dan Alkes Kemenkes R.I, laporan realisasi impor/ekspor dari importir/eksportir untuk setiap kali kegiatan impor/ekspor maksimal 14 hari setelah narkotika, psikotropika dan prekursor diterima/dikirim; Endorsement/dokumen ekspor dari negara pengekspor untuk dievaluasi kesesuaiannya dan dilakukan tindaklanjut apabila diperlukan. Konsep Dasar Sertifikasi 6

7 e. CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) Seluruh aspek dalam praktek yang ditetapkan yang secara kolektif menghasilkan produk akhir atau layanan yang secara konsisten memenuhi spesifikasi yang sesuai serta mengikuti peraturan nasional dan internasional. f. CPMB adalah pedoman yang memberikan penjelasan mengenai cara produksi makanan yang baik pada seluruh rantai makanan, mulai dari produksi promer sampai konsumen akhir, menekankan pengawasan terhadap higiene pada setiap tahap. g. CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik) CPOTB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat tradisional dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. h. CPKB(Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik) Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan keamanan. Mengingat pentingnya penerapan CPKB maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri kosmetik baik skala besar maupun kecil untuk dapat menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram. C. DASAR HUKUM a. Impor dan Ekpor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor 1. Undang - Undang RI No. 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika, 1961 beserta Protokol yang mengubahnya 2. Undang - Undang RI No.8 Tahun 1996 tentang Pengesahan Konvensi Psikotropika, UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika 4. Undang - Undang RI No.7 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika 6. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2010 tentang Prekursor 7. Keputusan Presiden RI No 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Non Departemen sebagaimana telah diubah beberapa kali dan yang terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun Permenkes RI No. 785/Menkes/Per/VII/1997 tentang Impor Ekspor Psikotropika 9. Permenkes RI No. 168/Menkes/Per/II/2005 tentang Prekursor Farmasi b. Pengeluaran Surat Keterangan Impor (SKI) dan Pengeluaran Surat Keterangan Ekspor (SKE) untuk Obat Tradisional, Kosmetika, produk komplemen dan Kemasan Pangan. Dasar hukum Pengeluaran Surat Keterangan Impor (SKI) dan Pengeluaran Surat Keterangan Ekspor (SKE) untuk Obat Tradisional, Kosmetika, Produk Komplemen dan Kemasan Pangan adalah sebagai berikut : 1. Undang-Undang RI No. 18 tahun 2012 tentang Pangan 2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Konsep Dasar Sertifikasi 7

8 3. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No. 1441, Tambahan Lembaran Negara No. 5063) 4. Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri 5. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan 6. Peraturan Pemerintah No. 48 tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Badan Pengawas Obat dan Makanan 7. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan 8. Peraturan Pemerintah RI No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 No. 138, Tambahan Lembaran Negara No. 3781) 9. Keputusan Presiden No. 10 Tahun 2008 pasal 9 tentang Penggunaan Sistem elektronika dalam Kerangka INSW 10. Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departeman sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden No. 64 Tahun Keputusan Presiden No. 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi Dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departeman sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden No. 11 Tahun Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 152/Menkes/SK/II/1995 tentang Makanan Iradiasi 13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 246/Menkes/Per/V/1990 Tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional 14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 329/Menkes/Per/XII/1976 tentang Produksi dan Peredaran Makanan 15. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 661/Menkes/SK/VII/1994 Tentang Persyaratan Obat Tradisional 16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan 17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang Registrasi Obat 18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1175/Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Izin Produksi Kosmetika 19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1176/Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Notifikasi Kosmetika 20. Peraturan Menteri Kesehatan No.1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi 21. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia No. 3/Kep/M.Pan/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik 22. Keputusan Menko Perekonomian Republik Indonesia No. 5/2007 tentang Tim Persiapan National Single Window 23. SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 23 Tahun 1978 tentang Cara Produksi yang Baik untuk Makanan 24. SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia No /B/II/87 tentang Keharusan Menyertakan Sertifikat Kesehatan dan Sertifikat Bebas radiasi Untuk makanan Impor Konsep Dasar Sertifikasi 8

9 25. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Baku Obat Tradisional 26. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik 27. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tentang Tata Laksana Pendaftaran Suplemen Makanan 28. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tentang Kriteria Dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar Dan Fitofarmaka 29. Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor HK tahun 2005 tentang Masa Berlaku Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik 30. Peraturan Kepala Badan POM No.HK tahun 2010 tentang revisi Peraturan Kepala Badan POM No.HK tahun 2006 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik tahun Peraturan Kepala Badan POM No.HK tahun 2011 tentang Tata Cara Sertifikasi CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). 32. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tanggal 24 Maret 2008 tentang Pengawasan Pemasukan Pangan Olahan 33. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tentang Pengawasan Pemasukan Obat Tradisional 34. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tentang Pengawasan Pemasukan Kosmetika 35. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tanggal 28 Oktober 2009 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan 36. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tentang Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika Yang Baik 37. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tahun 2007 tentang Bahan Kemasan Pangan 38. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tahun 2010 Tentang Kriteria Dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika 39. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tahun 2010 Tentang Persyaratan Teknis Kosmetika 40. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tahun 2003 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat 41. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tahun 2003 tentang Penerapan Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik 42. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tentang Pengawasan Pemasukan Obat Impor 43. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Baku Obat 44. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika Yang Baik Konsep Dasar Sertifikasi 9

10 45. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik IndonesiaNo /SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawa Peraturan Kepala Badan POM No. HK tahun 2008 tentang Pemberlakuan Sistem Elektronik dalam Rangka National Single Window 46. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tahun 2008 tentang Penetapan Tingkat Layanan (Service Level Arrangement) di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam Kerangka Indonesia National Single Window 47. SK Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00/ tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan SK Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan 48. SK Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tanggal 09 Oktober 2006 tentang Kategori Pangan 49. SK Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tanggal 21 Oktober 2004 tentang persyaratan penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan 50. SK Direktur Jenderal POM No /B/SK/VIII/1991 tentang Cara Produksi Makanan Bayi dan Anak 51. WHO Certification Scheme on The Quality of Pharmaceutical Products Moving in International Commerce, WHO, Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2007 tentang Bahan Kemasan Pangan; 53. Peraturan Kepala Badan POM RI No.HK tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan 54. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 006 TAHUN 2012 Tentang Industri dan usaha Obat Tradisional 55. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 007 TAHUN 2012 Tentang registrasi Obat Tradisional b. CPOTB/CPKB Dasar hukur dari CPOTB dan CPKB adalah sebagai berikut 1. Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2010 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pengawas Obat dan Makanan 2. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1175/Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Izin Produksi Kosmetika 3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1176/MenKes/Per/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika 4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 661/Menkes/SK/VII/1994 Tentang Persyaratan Obat Tradisional 5. Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK Tahun 2005 tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik 6. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tentang Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika Yang Baik 7. Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK Tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata cara Pengajuan Notifikasi Kosmetik 8. Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK Tahun 2010 tentang Pedoman Dokumen Informasi Produk Konsep Dasar Sertifikasi 10

11 9. Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK Tahun 2010 tentang Persyaratan Teknis Kosmetika 10. Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tentang Pendelegasian Wewenang Penandatangan Pengesahan Denah Bangunan dan Surat Perintah Pemeriksaan dalam Proses Permohonan Izin Produksi Kosmetik 11. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 006 TAHUN 2012 Tentang Industri dan usaha Obat Tradisional 12. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 007 TAHUN 2012 Tentang registrasi Obat Tradisional Konsep Dasar Sertifikasi 11

12 BAB III CARA PRODUKSI YANG BAIK A. CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja; namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Terdapat 12 Aspek dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik, yaitu: 1. MANAJEMEN MUTU Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah : Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; dan Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu. Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan tersedianya personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai. Tambahan tanggung jawab hukum hendaklah diberikan kepada kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). 1. Konsep dasar Pemastian Mutu, CPOB dan Pengawasan Mutu adalah aspek manajemen mutu yang saling terkait. Konsep tersebut diuraikan di sini untuk menekankan hubungan dan betapa pentingnya unsur-unsur tersebut dalam produksi dan pengendalian obat. 2. Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu Pemastian Mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain di luar Pedoman ini, seperti desain dan pengembangan produk. Konsep Dasar Sertifikasi 12

13 3. CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. 4. Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi Pengawasan Mutu yang independen dari bagian lain. 5. Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan. 2. PERSONALIA Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu pembuatan obat yang benar. Industri farmasi hendaklah memiliki struktur organisasi dan personil yang terkualifikasi dan dalam jumlah yang memadai. Personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan. Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) / kepala bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain. Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Pelatihan bagi personil adalah berupa pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, serta pelatihan spesifik sesuai dengan pekerjaan yang berkaitan. 3. BANGUNAN DAN FASILITAS PRINSIP Memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran-silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran-silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. UMUM 1. Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan : a) kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan; dan Konsep Dasar Sertifikasi 13

14 b) pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain yang sedang diproses. 2. Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah masuknya personil yang tidak berkepentingan. Area produksi, area penyimpanan dan area pengawasan mutu tidak boleh digunakan sebagai jalur lalu lintas bagi personil yang tidak bekerja di area tersebut. 3. Kegiatan di bawah ini hendaklah dilakukan di area yang ditentukan: penerimaan bahan; karantina barang masuk; penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas; penimbangan dan penyerahan bahan atau produk; pengolahan; pencucian peralatan; penyimpanan peralatan; penyimpanan produk ruahan; pengemasan; karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir; pengiriman produk; dan laboratorium pengawasan mutu. a. Area Penimbangan Hendaklah suatu area terpisah yang didesain khusus untuk kegiatan penimbangan. b. Area Produksi Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat terjadinya pencemaran-silang, suatu sarana khusus dan self-contained hendaklah disediakan untuk produksi obat tertentu seperti produk yang dapat menimbulkan sensitisasi tinggi. Produk lain seperti antibiotik tertentu (misal: penisilin), produk hormon seks, produk sitotoksik, produk tertentu dengan bahan aktif berpotensi tinggi, produk biologi (misal: yang berasal dari mikroorganisme hidup) dan produk non-obat hendaklah diproduksi di bangunan terpisah. Dalam kasus pengecualian, bagi produk tersebut di atas, prinsip memproduksi bets produk secara campaign di dalam fasilitas yang sama dapat dibenarkan asal telah mengambil tindakan pencegahan yang spesifik dan validasi yang diperlukan telah dilakukan. Pembuatan produk yang diklasifikasikan sebagai racun seperti pestisida dan herbisida tidak boleh dilakukan di sarana produksi obat. Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan yang cepat dan efisien apabila terjadi tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan lantai di area pengolahan hendaklah berbentuk lengkungan. Pipa, fiting lampu, titik ventilasi dan instalasi sarana penunjang lain hendaklah dirancang dan dipasang sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Area di mana dilakukan kegiatan yang menimbulkan debu memer-lukan sarana penunjang khusus untuk mencegah pencemaran-silang dan memudahkan pembersihan. Tata letak ruang area pengemasan hendaklah dirancang khusus untuk mencegah campur baur atau pencemaran-silang. Konsep Dasar Sertifikasi 14

15 c. Area Penyimpanan Area penyimpanan hendaklah didesain atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik; terutama area tersebut hendaklah bersih, kering, dan mendapat penerangan yang cukup serta dan dipelihara dalam batas suhu yang ditetapkan serta memeiliki kapasitas yang memadahi untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran. d. Area Pengawasan Mutu Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Area pengujian biologi, mikrobiologi dan radioisotop hendaklah dipisahkan satu dengan yang lain. Hendaklah disediakan tempat penyimpanan dengan luas yang memadai untuk sampel, baku pembanding (bila perlu dengan kondisi suhu terkendali), pelarut, pereaksi dan catatan Pasokan udara ke laboratorium hendaklah dipisahkan dari pasokan ke area produksi. Hendaklah dipasang unit pengendali udara yang terpisah untuk masing-masing laboratorium biologi, mikrobiologi dan radioisotop. e. Sarana Pendukung Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Toilet dan bengkel perbaikan tidak boleh berhubungan langsung dengan area produksi atau area penyimpanan. Ruang ganti pakaian hendaklah berhubungan langsung dengan area produksi namun letaknya terpisah 4. PERALATAN PRINSIP Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. DESAIN DAN KONSTRUKSI 1. peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering; 2. peralatan yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada produk. Bagian alat yang bersentuhan dengan produk tidak boleh bersifat reaktif, aditif atau absorbtif yang dapat memengaruhi mutu dan berakibat buruk pada produk; 3. semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau bahan kimia atau yang ditempatkan di area di mana digunakan bahan mudah terbakar, hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi serta di bumikan dengan benar; Konsep Dasar Sertifikasi 15

16 4. SANITASI DAN HIGIENE Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan, bahan pembersih dan desinfeksi dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Sanitasi dan Higiene meliputi: 1. Higiene Perorangan Personil yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan pakaian pelindung yang sesuai. Program higiene hendaklah diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat direkrut dan dilakukan pemeriksaan secara berkala. Personil yang mengidap penyakit atau menderita luka terbuka dilarang menangani bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses dan obat jadi sampai dia sembuh kembali. Hendaklah dihindarkan persentuhan langsung antara tangan operator dengan bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terbuka dan juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk. Merokok, makan, minum, mengunyah, memelihara tanaman, menyimpan makanan, minuman, bahan untuk merokok atau obat pribadi hanya diperbolehkan di area tertentu dan dilarang dalam area produksi, laboratorium, area gudang dan area lain yang mungkin berdampak terhadap mutu produk. 2. Sanitasi Bangunan Dan Fasilitas Tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci bagi personil. Tersedia ruang ganti dan tempat menyimpan makanan (kantin). Sampah dikumpulkan di dalam wadah yang sesuai untuk dipindahkan ke tempat penampungan di luar bangunan dan dibuang secara teratur dan berkala dengan meng-indahkan persyaratan saniter. Rodentisida, insektisida, agens fumigasi dan bahan sanitasi tidak boleh menimbulkan pencemaran. 3. Pembersihan dan Sanitasi Peralatan Tersedia prosedur tertulis untuk pembersihan dan sanitasi peralatan yang sudah tervalidasi. Tersedia tempat pencucian dan penyimpanan alat. 4. Validasi Prosedur Pembersihan Dan Sanitasi Prosedur pembersihan, sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur meme-nuhi persyaratan. Konsep Dasar Sertifikasi 16

17 5. PRODUKSI PRINSIP Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Meliputi: 1. Ketentuan Umum Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur dan didokumentasikan. Penyimpanan vahan dan produk jadi pada kondisi yang disarankan oleh pabrik pembuatnya. Pengolahan produk yang berbeda hendaklah tidak dilakukan secara bersamaan atau bergantian dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak ada risiko terjadinya campur baur ataupun kontaminasi silang. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan nomor bets. 2. Penanganan Bahan Awal Penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan atau penyerahan, tanggal pelulusan dan tanggal daluwarsa bila ada. Hanya bahan yang telah diluluskan yang dapat digunakan untuk proses produksi. 3. Validasi Proses Sebelum suatu Prosedur Pengolahan Induk diterapkan, hendaklah diambil langkah untuk membuktikan prosedur tersebut cocok untuk pelaksanaan produksi rutin, dan bahwa proses yang telah ditetapkan dengan menggunakan bahan dan peralatan yang telah ditentukan, akan senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu. 4. Pencegahan Pencemaran Silang Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Pencemaran silang hendaklah dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan yang tepat, misalnya: produksi di dalam gedung terpisah (diperlukan untuk produk seperti penisilin, hormon seks, sitotoksik tertentu, vaksin hidup, dan sediaan yang mengandung bakteri hidup dan produk biologi lain serta produk darah); memakai pakaian pelindung yang sesuai di area di mana produk yang berisiko tinggi terhadap pencemaran silang diproses; Konsep Dasar Sertifikasi 17

18 melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti efektif, karena pembersihan alat yang tidak efektif umumnya merupakan sumber pencemaran silang; menggunakan sistem self-contained; 5. Sistem Penomoran Bets/Lot Sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. 6. Penimbangan dan Penyerahan Cara penanganan, penimbangan, penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan hendaklah tercakup dalam prosedur tertulis dan didokumentasikan. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh Pengawasan Mutu dan masih belum daluwarsa yang boleh diserahkan. 7. Pengembalian Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi. 8. Pengolahan Kondisi lingkungan di area pengolahan hendaklah dipantau dan dikendalikan agar selalu berada pada tingkat yang dipersyaratkan untuk kegiatan pengolahan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Semua pengawasan-selama-proses yang dipersyaratkan hendaklah dicatat dengan akurat pada saat pelaksanaannya. 9. Kegiatan Pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. 10. Pengawasan-Selama-Proses Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk. 11. Karantina Dan Penyerahan Produk Jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. Pelulusan akhir produk hendaklah didahului dengan penyelesaian dari: produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan pengemasan; Konsep Dasar Sertifikasi 18

19 sampel pertinggal dari kemasan yang dipasarkan dalam jumlah yang mencukupi untuk pengujian di masa mendatang; pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai hasil pemeriksaan oleh bagian Pengawasan Mutu; rekonsiliasi bahan pengemas cetak dan bahan cetak dapat diterima; dan produk jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah yang tertera pada dokumen penyerahan barang. 12. Catatan Pengendalian Pengiriman Obat Sistem distribusi hendaklah dapat memastikan produk yang pertama masuk didistri-busikan lebih dahulu dan distribusi tiap bets/lot obat dapat segera diketahui untuk mempermudah penyelidikan atau penarikan kembali jika diperlukan. 13. Penyimpanan Bahan Awal, Bahan Pengemas, Produk Antara, Produk Ruahan Dan Produk Jadi Penyimpanan secara rapi dan teratur untuk mencegah risiko campur baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Kondisi penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan yang tertera pada penandaan. 6. PENGAWASAN MUTU Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Meliputi: 1. Ketentuan Umum Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian Pengawasan Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain. Mencakup semua kegiatan analitis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya. 2. Cara Berlaboratorium Pengawasan Mutu Yang Baik Bangunan dan Fasilitas Laboratorium hendaklah terpisah secara fisik dari ruang produksi. Laboratorium biologi, mikrobiologi dan kimia hendaklah terpisah satu dari yang lain. Ruangan terpisah untuk instrumen mungkin diperlukan untuk memberikan perlindungan terhadap interferensi elektris, getaran, kelembaban yang berlebihan serta pengaruh luar lain atau, bila perlu untuk mengisolasi instrumen tersebut. Desain laboratorium hendaklah mempertimbangkan kesesuaian bahan konstruksi, perlindungan personil terhadap asap dan ventilasi. Unit penanganan udara yang terpisah diperlukan untuk laboratorium biologi, mikrobiologi dan radioisotop. Konsep Dasar Sertifikasi 19

20 Personil Hendaklah memakai pakaian pelindung dan alat pengaman seperti respirator atau masker, kaca mata pelindung dan sarung tangan tahan asam atau basa sesuai tugas yang dilaksanakan. Peralatan Peralatan dan instrumen laboratorium hendaklah sesuai dengan prosedur pengujian yang dilakukan dan dikalibrasi. Penanganan terhadap Pereaksi dan media perbenihan; baku pembanding; sampel pertinggal. 7. INSPEKSI DIRI DAN AUDIT MUTU Inspeksi Diri Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Audit Mutu Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak. 8. PENANGANAN KELUHAN TERHADAP PRODUK, PENARIKAN KEMBALI PRODUK DAN PRODUK KEMBALIAN Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. Konsep Dasar Sertifikasi 20

21 9. DOKUMENTASI Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumen Yang Diperlukan Spesifikasi Hendaklah tersedia spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, produk antara dan produk ruahan. Dokumen Produksi Dokumen yang esensial dalam produksi adalah: Dokumen Produksi Induk yang berisi formula produksi dari suatu produk dalam bentuk sediaan dan kekuatan tertentu, tidak tergantung dari ukuran bets; Prosedur Produksi Induk, terdiri dari Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk, yang masing-masing berisi prosedur pengolahan dan prosedur pengemasan yang rinci untuk suatu produk dengan bentuk sediaan, kekuatan dan ukuran bets spesifik. Prosedur Produksi Induk dipersyaratkan divalidasi sebelum mendapat pengesahan untuk digunakan; dan Catatan Produksi Bets, terdiri dari Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets, yang merupakan reproduksi dari masing-masing Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk, dan berisi semua data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu bets produk. Prosedur dan Catatan Penerimaan Pengambilan Sampel Pengujian Lain-lain 10. PEMBUATAN DAN ANALISIS BERDASARKAN KONTRAK Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Meliputi: 1. Ketentuan Umum Hendaklah dibuat kontrak tertulis yang meliputi pembuatan dan/atau analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk bersangkutan. Kontrak hendaklah mengizinkan Pemberi Kontrak untuk mengaudit sarana dari Penerima Kontrak Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikan oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) Pemberi Kontrak. 2. Pemberi Kontrak Konsep Dasar Sertifikasi 21

22 Bertanggung jawab untuk menilai kompetensi Penerima Kontrak dalam melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan bahwa prinsip dan pedoman CPOB diikuti. Menyediakan semua informasi yang diperlukan kepada Penerima Kontrak untuk melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar sesuai izin edar dan persyaratan legal lain. Pemberi Kontrak hendaklah memastikan bahwa Penerima Kontrak memahami sepenuhnya masalah yang berkaitan dengan produk atau pekerjaan atau pengujian yang dapat membaha-yakan gedung, peralatan, personil, bahan atau produk lain. Pemberi Kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk yang diproses dan bahan yang dikirimkan oleh Penerima Kontrak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan atau produk telah diluluskan oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) 3. Penerima Kontrak Penerima Kontrak harus mempunyai gedung dan peralatan yang cukup, pengetahuan dan pengalaman, dan personil yang kompeten untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh Pemberi Kontrak dengan memuaskan. Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Otoritas Pengawasan Obat (OPO). Penerima Kontrak hendaklah tidak mengalihkan pekerjaan atau pengujian apapun yang dipercayakan kepadanya sesuai kontrak kepada pihak ketiga tanpa terlebih dahulu dievaluasi dan disetujui oleh Pemberi Kontrak. Pengaturan antara Penerima Kontrak dan pihak ketiga manapun hendaklah memastikan bahwa informasi pembuatan dan analisis disediakan kepada pihak ketiga dengan cara yang sama seperti yang dilakukan pada awalnya antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak. 4. Kontrak Kontrak dibuat antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak dengan menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu produk. Aspek teknis dari kontrak hendaklah dibuat oleh personil yang kompeten yang mempunyai pengetahuan yang sesuai di bidang teknologi farmasi, analisis dan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Semua pengaturan pembuatan dan analisis harus sesuai dengan izin edar dan disetujui oleh kedua belah pihak. 11. KUALIFIKASI DAN VALIDASI CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Meliputi: 1. Perencanaan Validasi Program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. 2. Dokumentasi Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Setelah kualifikasi selesai dilaksanakan hendaklah dibuat laporan yang mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang Konsep Dasar Sertifikasi 22

23 diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. 3. Kualifikasi Kualifikasi Desain (KD), Kualifikasi Instalasi (KI), Kualifikasi Operasional (KO) dan Kualifikasi Kinerja (KK) 4. Validasi Proses Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi prospektif). Dalam keadaan tertentu, jika hal di atas tidak memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren). Proses yang sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (validasi retrospektif). 5. Validasi Pembersihan Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses pembersihan. Batas tersebut hendaklah dapat dicapai dan diverifikasi. 6. Validasi Metode Analisis Tujuan validasi metode analisis adalah untuk mengetahui bahwa metode analisis sesuai tujuan penggunaannya. Selain 12 Aspek tersebut di atas, CPOB juga terdapat 14 Aneks sbb: 1. Aneks 1 Pembuatan Produk Steril 2. Aneks 2 Pembuatan Produk Biologi 3. Aneks 3 Pembuatan Gas Medisinal 4. Aneks 4 Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekanan (Aerosol) 5. Aneks 5 Pembuatan Produk Darah atau Plasma Manusia 6. Aneks 6 Pembuatan Obat Investigasi untuk Uji Klinis 7. Aneks 7 Sistem Komputerisasi 8. Aneks 8 Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik 9. Aneks 9 Pembuatan Radiofarmaka 10. Aneks 10 Penggunaan Radiasi Pengion Dalam Pembuatan Obat 11. Aneks 11 Sampel Pembanding dan Sampel Pertinggal 12. Aneks 12 Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat Yang Baik 13. Aneks 13 Pelulusan Parametris 14. Aneks 14 Manajemen Risiko Mutu B. CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2011 tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) Industri Obat tradisional harus membuat Obat Tradisional sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen puncak bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan Konsep Dasar Sertifikasi 23

24 komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Unsur dasar Manajemen Mutu adalah : Suatu infrastruktur atau Sistem Mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya;tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu. Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan ketersediaan personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai. Tambahan tanggung jawab legal hendaklah diberikan kepada Kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Konsep dasar Pemastian Mutu CPOTB, Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu adalah aspek Manajemen Mutu yang saling terkait. Ada 11 Aspek CPOTB yang harus dipenuhi yaitu : 1. MANAJEMEN MUTU PRINSIP - Penetapan Kebijakan Mutu ( QUALITY POLICY ) oleh pimpinan manajemen perusahaan yang didukung dengan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di masing-masing separtemen - Memerlukan adanya suatu Sistem Manajemen Mutu yang mencantumkan CPOB termasuk Pemastian Mutu dan Pengawasan Mutu untuk menjabarkan Kebijakan Mutu yang ditetapkan perusahaan MEMUAT: - Uraian tentang fungsi bagian Pemastian Mutu dan Pengawasan Mutu - Penerapan Pengkajian Mutu Produk secara periodik untuk memastikan konsistensi dan kapabilitas mutu produk yang dihasilkan - Penerapan Manajemen Risiko Mutu secara sistematis untuk menilai, mengendalikan dan mengkaji risiko terhadap mutu suatu produk 2. PERSONALIA PRINSIP - Personalia yang handal merupakan kunci keberhasilan dalam penerapan sistem mutu - Personil hendaklah mengetahui prinsip CPOTB termasuk penerapan higiene terkait dengan tugas yang dikerjakan MEMUAT: - Ketentuan pengadaan hendaklah menyediakan personil yang terampil, terlatih dan terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan tugas yang ditetapkan Konsep Dasar Sertifikasi 24

25 - Ketentuan memiliki Struktur Organisasi yang merefleksikan Sistem Manajemen Mutu yang diterapkan dan mencantumkan kualifikasi dan tanggungjawab terutama bagi Personil Kunci (Key Personnel) - Memiliki Job Description tertulis, otorita jabatan serta kondisi pendelegasian jabatan, bila perlu. - Ketentuan mengenai pelatihan yang disesuaikan dengan tugas yang diemban masing-masing personil di area berbeda. 3. BANGUNAN, FASILITAS DAN PERALATAN PRINSIP - Desain, konstruksi yang sesuai serta memudahkan pelaksanaan kegiatan dan perawatan yang benar. - Hindarkan risiko terjadinya kontaminasi, kekeliruan operasional dan campur baur - Bangunan dan fasilitas serta peralatan kritis hendaklah dikualifikasi untuk menjamin reprodusibilitas produk dari bets ke bets MEMUAT: Ketentuan Umum - Lokasi bangunan - hindarkan pencemaran dari lingkungan sekelilingnya. Proteksi terhadap infestasi hama, serangga, binatang pengerat. - Tersedia program perawatan, termasuk pembersihan dan sanitasi bangunan dan fasilitas agar tidak berdampak merugikan terhadap mutu produk - Desain dan tata letak ruang yang kompatibel dengan jenis kegiatan produksi yang dilakukan di sarana yang sama atau berdampingan. - Sarana penunjang seperti pencahayaan, ventilasi, listrik, suhu, kelembaban agar tidak berdampak merugikan secara langsung atau tidak langsung selama proses atau selama penyimpanan atau terhadap fungsi sistem / peralatan - Ketentuan tentang pemisahan area kerja, misal: a. Area penyimpanan - rapi dan bersih, minimalkan risiko pencemaran silang - area karantina terpisah untuk barang yang baru datang - rotasi stok. - Konsep sistem FIFO untuk pemakaian bahan. - pemberian batas durasi penyimpanan bahan yang tidak terbungkus untuk meminimalkan risiko serangan hama - Ketentuan khusus untuk penyimpanan : Kondisi temperatur / kelembaban / cahaya Bahan segar (2 O 8 O C) Ekstrak, tingtur Tidak diletakkan langsung di lantai. Tidak menempel ke dinding. Meskipun dimasukkan ke dalam tong fiber, kantong atau kotak Area terpisah dan terkunci Untuk penyimpanan bahan / produk yang ditolak, ditarik kembali atau yang dikembalikan,label tercetak b. Area penimbangan - Ruangan terpisah dengan desain khusus untuk penimbangan c. Area produksi Konsep Dasar Sertifikasi 25

26 - Desain area produksi hendaklah dapat mencegah pengumpulan debu sehingga sulit dibersihkan - Sifat alamiah yang khas dari produksi obat tradisional membutuhkan perhatian khusus pada pemrosesan produk : yang menimbulkan debu yang memerlukan pemanasan (mis. dimasak) - Kebutuhan sarana penunjang untuk mencegah kontaminasi /silang saat proses pengambilan sampel, penggilingan, pencampuran dan pengolahan Gunakan sistem penghisap debu dan sistem penanganan udara untuk memperoleh perbedaan tekanan dan aliran udara yang diinginkan d. Area Lab Pengawasan Mutu - Didesain sesuai kegiatan yang dilakukan dengan pemisahan ruang dan sistem pengendali udara untuk lab fisika-kimia dan lab mikrobiologi. - Tersedia tempat penyimpanan sampel, baku pembanding ( bila perlu dengan kondisi suhu terkendali) pelarut/pereaksi dan dokumen Peralatan Ketentuan Umum - Desain dan konstruksi yang memadai Kemudahan pembersihan dan perawatan - Dikualifikasi Desain dan Konstruksi - Permukaan peralatan tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi dan absorpsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian - Penggunaan alat tradisional (perkakas kayu, periuk tanah liat, dll) hendaklah diperuntukkan khusus ( dedicated ) karena dapat meresap bau, mudah berubah warna dan mudah terkontaminasi - Peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar hendaklah dilengkapi komponen kedap eksplosi - Filter cairan tidak melepaskan serat. Tidak boleh mengandung asbes Pemasangan dan penempatan - Peralatan utama hendaklah diberi nomor/tanda identitas - Ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindari kesesakan, dan menghindarkan terjadi kekeliruan dan campur baur produk - Perawatan Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran 4. SANITASI DAN HIGIENE PRINSIP - Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan serta bahan produksi berikut wadahnya - Sumber bahan obat tradisional mengandung cemaran mikrobiologis, disamping proses panen / pengumpulan bahan dan proses produksi, sehingga memerlukan penerapan sanitasi dan higiene berstandar tinggi Konsep Dasar Sertifikasi 26

27 MEMUAT: Higiene perorangan - Personil menggunakan pakaian pelindung (sarung tangan,penutup kepala, masker, pakaian dan sepatu kerja) selama proses produksi untuk menghindarkan kontak dengan bahan yang berpotensi menimbulkan alergi - Pemeriksaan kesehatan karyawan saat direkrut dan secara berkala - Pelatihan higiene perorangan - Merokok, makan-minum, menyimpan makanan, memelihara tanaman hanya diperbolehkan di area tertentu Sanitasi Bangunan dan fasilitas - Sarana memadai untuk kebutuhan pribadi karyawan: toilet dan tempat cuci dengan ventilasi yang baik ruang ganti dan tempat penyimpanan pakaian - Pengumpulan dan pembuangan sampah hendaklah dengan cara saniter - Penanganan rodentisida, insektisida, agens fumigasi untuk pengendalian hama Pembersihan dan Sanitasi Peralatan - Tersedia prosedur tertulis yang rinci untu pembersihan dan sanitasi peralatan - Tersedia ruang pencucian alat yang terpisah dari ruang pengolahan bagi alat atau bagian alat yang dapat dipindahkan - Penggunaan disinfektan dan deterjen hendaklah dipantau terhadap pencemaran mikroba 5. DOKUMENTASI PRINSIP - Adalah bagian dari sistem informasi manajemen - Merupakan bagian esensial dari pemastian mutu MEMUAT Dokumen yang diperlukan - Spesifikasi Spesifikasi bahan mentah ( Crude materials ) dan Bahan Awal Spesifikasi Produk Antara dan Produk Ruahan Spesifikasi Produk Jadi - Dokumen Produksi Menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua proses pengolahan dan pengemasan - Prosedur Pengolahan Induk - Catatan Pengolahan Bets - Prosedur Pengemasan Induk - Catatan Pengemasan Bets - Prosedur dan Catatan Prosedur berisi cara untuk melaksanakan kegiatan atau proses tertentu, misal: - Prosedur untuk pembuatan prosedur - Penerimaan - Pengambilan sampel - Pengujian Konsep Dasar Sertifikasi 27

28 - Lain-lain mis. pengoperasian alat, pembersihan alat, - pengendalian lingkungan, ganti pakaian kerja - Catatan memuat riwayat dari tiap bets produk termasuk distribusinya, dan semua keadaan relevan selama pembuatan bets yang berpengaruh pada mutu produk akhir Ketentuan Umum - Diperiksa, disetujui dan diberi tanggal oleh petugas/pejabat berwenang - Dikaji ulang secara berkala - Perubahan yang dilakukan terhadap isi dokumen hendaklah ditandatangani dan diberi tanggal. Perubahan hendaklah memungkinkan pembacaan informasi semula. - Pencatatan data dapat menggunakan sistem elektronis, cara fotografis atau cara lain asalkan akurasi catatan diteliti. 6. PRODUKSI PRINSIP - Produksi hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang termuat dalam Prosedur Induk,tervalidasi dan memenuhi ketentuan CPOTB agar dijamin senantiasa memenuhi persyaratan mutu dan ketentuan izin edar - Pemberlakuan penerapan CPOTB dalam produksi obat tradisional MEMUAT: Ketentuan Umum - Klasifikasi kebutuhan area terkendali dengan mempertimbangkan kemungkinan tingkat kontaminasi mikroba yang tinggi pada awalnya dari bahan alamiah. - Dibutuhkan metode pembersihan yang sesuai dengan karakteristik bahan yang diproses. - Pemakaian bahan hanya yang diluluskan QC untuk kebutuhan produksi. Bahan/produk disimpan di area karantina sampai dinyatakan lulus untuk pemakaian atau distribusi. Ketentuan untuk : - Penanganan bahan awal - Penggunaan air untuk produksi : air bersih vs treated water - Pencegahan kontaminasi silang dan kontaminasi mikroba - Sistem penomoran Bets atau Lot - Penimbangan dan pengeluaran bahan/produk ( Dispensing ) - Proses pengolahan - Penanganan bahan dan produk kering - Proses pencetakan dan penyalutan tablet - Proses pembuatan cairan, krim dan salep Ketentuan untuk : - Penanganan bahan pengemas - Proses pengemasan Pre-kodifikasi bahan pengemas Penyelesaian proses pengemasan - Pengawasan selama-proses - Karantina dan Penyerahan Produk Jadi - Pengiriman dan Pengangkutan Konsep Dasar Sertifikasi 28

29 7. PENGAWASAN MUTU PRINSIP Pengawasan Mutu berkepentingan atas pengambilan sampel, spesifikasi pengujian bahan/produk, serta organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan dilaksanakan, dan bahwa tidak ada bahan yang diizinkan untuk digunakan produksi atau produk jadi diizinkan untuk dijual atau `didistribusikan sebelum kualitasnya dinilai memenuhi syarat. MEMUAT Ketentuan Umum - Memiliki Sistem Pengawasan Mutu terhadap bahan awal, bahan pengemas, proses pembuatan produk antara, produk ruahan dan produk jadi GQCLP (Cara Berlaboratorium -Pengawasan Mutu- yang baik) - Dokumentasi - Pengambilan sampel - Pengujian - Melaksanakan uji stabiltas pasca pemasaran - Pengendalian lingkungan - Proses ulang 8. PEMBUATAN OBAT DAN ANALISIS BERDASARKAN KONTRAK PRINSIP Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) MEMUAT Ketentuan Umum - Hendaklah dibuat kontrak tertulis yang meliputi pembuatan dan/atau analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. - Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk bersangkutan. - Kontrak hendaklah mengizinkan Pemberi Kontrak untuk nmengaudit sarana dari Penerima Kontrak. - Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir hendaklah diberikan oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) PemberiKontrak. Konsep Dasar Sertifikasi 29

30 PEMBERI KONTRAK - Pemberi Kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi Penerima Kontrak dalam melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan bahwa prinsip dan CPOTB diikuti. - Pemberi Kontrak hendaklah menyediakan semua informasi yang diperlukan kepada Penerima Kontrak untuk melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar sesuai izin edar dan persyaratan legal lain. - Pemberi Kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk yang diproses dan bahan yang dikirimkan oleh Penerima Kontrak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan atau produk telah diluluskan oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). PENERIMA KONTRAK - Penerima Kontrak harus mempunyai gedung dan peralatan yang cukup,pengetahuan dan pengalaman, dan personil yang kompeten untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh Pemberi Kontrak dengan memuaskan. Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri obat tradisional yang memiliki sertifikat CPOTB yang diterbitkan oleh Badan POM. - Penerima Kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk dan bahan yang diterima sesuai dengan tujuan penggunaannya. - Penerima Kontrak hendaklah tidak mengalihkan pekerjaan atau pengujian apa pun yang dipercayakan kepadanya sesuai kontrak kepada pihak ketiga tanpa terlebih dahulu dievaluasi dan disetujui oleh Pemberi Kontrak. - Pengaturan antara Penerima Kontrak dan pihak ketiga mana pun hendaklah dipastikan bahwa informasi pembuatan dan analisis diberikan kepada pihak ketiga dengan cara yang sama seperti yang dilakukan pada awalnya antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak. - Penerima Kontrak hendaklah membatasi diri dari segala aktifitas yang dapat berpengaruh buruk pada mutu produk yang dibuat dan/atau dianalisis untuk Pemberi Kontrak. KONTRAK - Kontrak hendaklah dibuat antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak dengan menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak terkait dengan produksi dan pengendalian mutu produk. Aspek teknis dari kontrak hendaklah dibuat oleh personil yang kompeten yang mempunyai pengetahuan yang sesuai di bidang teknologi untuk obat tradisional, analisis dan CPOTB. Semua pengaturan pembuatan dan analisis harus sesuai dengan izin edar dan disetujui oleh kedua belah pihak. - Kontrak hendaklah menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan dan memastikan bahwa tiap bets telah dibuat dan diperiksa pemenuhannya terhadap persyaratan izin edar yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). - Kontrak hendaklah menguraikan secara jelas penanggung jawab pengadaan, pengujian dan pelulusan bahan, produksi dan pengawasan mutu, termasuk pengawasan selamaproses, dan penanggung jawab pengambilan sampel dan fungsi analisis. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, kontrak hendaklah menyatakan apakah Penerima Kontrak mengambil atau tidak mengambil sampel di fasilitas pembuat obat tradisional - Catatan pembuatan, analisis dan distribusi, dan sampel rujukan hendaklah disimpan oleh, atau disediakan untuk, Pemberi Kontrak. Semua catatan relevan untuk penilaian Konsep Dasar Sertifikasi 30

31 mutu produk, bila terjadi keluhan terhadap produk atau produk dicurigai cacat, harus dapat diakses dan ditetapkan dalam prosedur penanganan produk cacat dan penarikan kembali obat yang dibuat oleh Pemberi Kontrak. - Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, Penerima Kontrak hendaklah memahami bahwa dia merupakan subjek untuk diinspeksi oleh Badan POM. 9. CARA PENYIMPANAN DAN PENGIRIMAN YANG BAIK PRINSIP Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam kegiatan dan manajemen rantai pemasokan produk yang terintegrasi. Dokumen ini menetapkan langkah yang tepat untuk membantu pemenuhan tanggung jawab bagi semua yang terlibat dalam kegiatan pengiriman dan penyimpanan produk. Dokumen ini memberikan pedoman bagi penyimpanan dan pengiriman produk jadi dari pabrik ke distributor. UMUM - Mutu produk dapat dipengaruhi oleh kekurangan pengendalian yang diperlukan terhadap kegiatan selama proses penyimpanan dan pengiriman. - Untuk menjaga mutu awal produk, semua kegiatan dalam penyimpanan dan pengirimannya hendaklah dilaksanakan sesuai prinsip CPOTB. 10. PENANGANAN KELUHAN TERHADAP PRODUK, PENARIKAN KEMBALI PRODUK DAN PRODUK KEMBALIAN PRINSIP Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. KELUHAN - Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk menangani keluhan dan memutuskan tindakan yang hendak dilakukan bersama staf pendukung yang cukup. - Laporan dan keluhan mengenai produk - Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi,tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikankembali produk dalam menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat. Tiap laporan dan keluhan hendaklah diselidiki dan dievaluasi secara menyeluruh dan mendalam - Penanganan keluhan dan laporan suatu produk termasuk hasil evaluasi dari penyelidikan serta tindak lanjut yang dilakukan hendaklah dicatat dan dilaporkan kepada manajemen atau bagian yang terkait. PENARIKAN KEMBALI PRODUK - Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mengoordinasikan penarikan kembali produk dan hendaklah ditunjang oleh staf yang memadai untuk menangani semua aspek penarikan kembali sesuai dengan tingkat urgensinya. Konsep Dasar Sertifikasi 31

32 - Hendaklah tersedia prosedur tertulis, yang diperiksa secara berkala dan dimutakhirkan jika perlu, untuk mengatur segala tindakan penarikan kembali. - Kegiatan penarikan kembali hendaklah mampu untuk dilakukan segera dan pada tiap saat. - Catatan distribusi hendaklah tersedia bagi personil yang bertanggung jawab terhadap penarikan kembali. Catatan distribusi hendaklah berisi informasi yang lengkap mengenai distributor dan pelanggan yang dipasok secara langsung (dengan alamat, nomor telepon, dan/atau nomor fax pada saat jam kerja dan di luar jam kerja, nomor bets dan jumlah yang dikirim), termasuk distributor di luar negeri untuk produk dan sampel yang diekspor. - Produk yang ditarik hendaklah diidentifikasi dan disimpan secara terpisah dalam area aman sementara menunggu keputusan akhir - Perkembangan proses penarikan hendaklah dicatat dan laporan akhir diterbitkan, termasuk rekonsiliasi antara jumlah yang didistribusikan dengan jumlah yang dikembalikan PRODUK KEMBALIAN - Industri obat tradisional hendaklah menyiapkan prosedur untuk pengamanan, penyelidikan dan pemeriksaan produk kembalian serta pengambilan keputusan apakah produk tersebut dapat diproses ulang atau dimusnahkan setelah dilakukan evaluasi secara kritis. - Produk kembalian yang tidak dapat diproses ulang hendaklah dimusnahkan. Prosedur pemusnahan bahan atau pemusnahan produk yang ditolak hendaklah disiapkan. 11. INSPEKSI DIRI PRINSIP Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri obat tradisional memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOTB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Semua inspeksi diri hendaklah dicatat.laporan hendaklah mencantumkan semua observasi selama inspeksi dan usul untuk tindakan korektif yang diperlukan.laporan tindak lanjut hendaklah dicatat juga. C. CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK (CPKB) Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan keamanan. Mengingat pentingnya penerapan CPKB maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri kosmetik baik skala besar maupun kecil untuk dapat menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai Konsep Dasar Sertifikasi 32

33 tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupu internasional. Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh disertai pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan pemeriksaan mutu. Tujuan Umum : a. Melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu dan keamanan. b. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kosmetik Indonesia dalam era pasar bebas. Tujuan khusus : 1. Dipahaminya penerapan CPKB oleh para pelaku usaha industri kosmetik sehingga bermanfaat bagi perkembangan industri kosmetik. 2. Diterapkannya CPKB secara konsisten oleh industri kosmetik. Yang perlu diperhatikan pada penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik : I. PERSONALIA Personalia harus mempunyai pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Mereka harus dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang dibebankan kepadanya. 1.Organisasi, kualifikasi dan Tanggung jawab 1.1. Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan mutu hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan tanggung jawab satu sama lain Kepala bagian produksi harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam pembuatan kosmetik. Ia harus mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam manajemen produksi yang meliputi semua pelaksanaan kegiatan, peralatan, personalia produksi, area produksi dan pencatatan Kepala bagian pengawasan mutu harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam bidang pengawasan mutu. Ia harus diberi kewenangan penuh dan tanggung jawab dalam semua tugas pengawasan mutu meliputi penyusunan, verifikasi dan penerapan semua prosedur pengawasan mutu. Ia mempunyai kewenangan menetapkan persetujuan atas bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang telah memenuhi spesifikasi, atau menolaknya apabila tidak memenuhi spesifikasi, atau yang dibuat tidak sesuai perosedur dan kondisi yang telah ditetapkan Hendaknya dijabarkan kewenangan dan tanggung jawab personil-personil lain yang ditunjuk untuk menjalankan Pedoman CPKB dengan baik Hendaknya tersedia personil yang terlatih dalam jumlah yang memadai, untuk melaksanakan supervisi langsung di setiap bagian produksi dan unit permeriksaan mutu. Konsep Dasar Sertifikasi 33

34 2. Pelatihan 2.1. Semua personil yang langsung terlibat dalam kegiatan pembuatan harus dilatih dalam pelaksanaan pembuatan sesuai dengan prinsip-prinsip Cara Pembuatan yang Baik. Perhatian khusus harus diberikan untuk melatih personil yang bekerja dengan material berbahaya Pelatihan CPKB harus dilakukan secara berkelanjutan Catatan hasil pelatihan harus dipelihara dan keefektifannya harus dievaluasi secara periodik. II. BANGUNAN DAN FASILITAS Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang, dibangun, dan dipelihara sesuai kaidah. 1. Upaya yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari lingkungan sekitar dan hama. 2. Produk kosmetik dan produk perbekalan kesehatan rumah tangga yang mengandung bahan yang tidak berbahaya dapat menggunakan sarana dan peralatan yang sama secara bergilir asalkan dilakukan usaha pembersihan dan perawatan untuk menjamin agar tidak terjadi kontaminasi silang dan risiko campur baur. 3. Garis pembatas, tirai plastik, penyekat yang fleksibel berupa tali atau pita dapat digunakan untuk mencegah terjadinya campur baur. 4. Hendaknya disediakan ruang ganti pakaian dan fasilitasnya. Toilet harus terpisah dari area produksi guna mencegah terjadinya kontaminasi. 5. Apabila memungkinkan hendaklah disediakan area tertentu, antara lain : Penerimaan material; Pengambilan contoh material; Penyimpanan barang datang dan karantina; Gudang bahan awal; Penimbangan dan penyerahan; Pengolahan; Penyimpanan produk ruahan; Pengemasan; Karantina sebelum produk dinyatakan lulus; Gudang produk jadi; Tempat bongkar muat; Laboraorium; Tempat pencucian peralatan. 6. Permukaan dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta mudah dirawat dan dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan dan disanitasi. 7. Saluran pembuangan air (drainase) harus mempunyai ukuran memadai dan dilengkapi dengan bak kontrol serta dapat mengalir dengan baik. Saluran terbuka harus dihindari, tetapi apabila diperlukan harus mudah dibersihkan dan disanitasi. 8. Lubang untuk pemasukan dan pengeluaran udara dan pipa-pipa salurannya hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk. 9. Bangunan hendaknya mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan. Konsep Dasar Sertifikasi 34

35 10.Pipa, fitting lampu, lubang ventilasi dan perlengkapan lain di area produksi harus dipasang sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya ceruk yang sukar dibersihkan dan sebaiknya dipasang di luar area pengolahan. 11.Laboratorium hendaknya terpisah secara fisik dari area produksi. 12.Area gudang hendaknya mempunyai luas yang memadai dengan penerangan yang sesuai, diatur dan diberi perlengkapan sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih dan rapi Area gudang hendaknya harus memungkinkan pemisahan antara kelompok material dan produk yang dikarantina. Area khusus dan terpisah hendaklah tersedia untuk penyimpanan bahan yang mudah terbakar dan bahan yang mudah meledak, zat yang sangat beracun, bahan yang ditolak atau ditarik serta produk kembalian Apabila diperlukan hendaknya disediakan gudang khusus di mana suhu dan kelembabannya dapat dikendalikan serta terjamin keamanannya Penyimpanan bahan pengemas/barang cetakan hendaklah ditata sedemikian rupa sehingga masing-masing label yang berbeda, demikian pula bahan cetakan lain tersimpan terpisah untuk mencegah terjadinya campur baur. III. PERALATAN Peralatan harus didisain dan ditempatkan sesuai dengan produk yang dibuat. 1. Rancang Bangun 1.1. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan yang diolah tidak boleh bereaksi atau menyerap bahan Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk misalnya melalui tetesan oli, kebocoran katub atau melalui modifikasi atau adaptasi yang tidak salah/tidak tepat Peralatan harus mudah dibersihkan Peralatan yang digunakan untuk mengolah bahan yang mudah terbakar harus kedap terhadap ledakan. 2. Pemasangan dan Penempatan 2.1. Peralatan/mesin harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan kemacetan aliran proses produksi dan harus diberi penandaan yang jelas untuk menjamin tidak terjadi campur baur antar produk Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara, harus dipasang sedemikian rupa sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung. Saluran air ini hendaknya diberi label atau tanda yang jelas sehingga mudah dikenali Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanasan, ventilasi, pengatur suhu udara, air (air minum, air murni, air suling), uap, udara bertekanan dan gas harus berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuannya dan dapat diidentifikasi. 3. Pemeliharaan Konsep Dasar Sertifikasi 35

36 3.1. Peralatan untuk menimbang, mengukur, menguji, dan mencatat harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala. Semua catatan pemeliharaan dan kalibrasi harus disimpan Petunjuk cara pembersihan peralatan hendaknya ditulis secara rinci dan jelas diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dengan jelas. IV. SANITASI DAN HIGIENE Sanitasi dan higiene hendaknya dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah. Pelaksanaan sanitasi dan higiene hendaknya mencakup personalia, bangunan, mesin-mesin dan peralatan serta bahan awal. 1. Personalia 1.1. Personalia harus dalam keadaan sehat untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Hendaknya dilakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur untuk semua personil bagian produksi yang terkait dengan proses pembuatan Semua personil harus melaksanakan higiene perorangan Setiap personil yang pada suatu ketika mengidap penyakit atau menderita luka terbuka atau yang dapat merugikan kualitas tidak diperkenankan menangani bahan baku, bahan pengemas, bahan dalam proses, dan produk jadi Setiap personil diperintahkan untuk melaporkan setiap keadaan (sarana, peralatan atau personil) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan produk, kepada penyelia Hindari bersentuhan langsung dengan bahan atau produk yang diproses untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Personil harus mengenakan pakaian kerja, tutup kepala serta menggunakan alat pelindung sesuai dengan tugasnya Merokok, makan, minum, menguyah dan menyimpan makanan, minuman, rokok atau barang lain yang mungkin dapat mengkontaminasi, hanya boleh di daerah tertentu dan dilarang di area produksi, laboratorium, gudang atau area lain yang mungkin dapat merugikan mutu produk Semua personil yang diizinkan masuk ke area produksi harus melaksanakan higiene perorangan termasuk mengenakan pakaian kerja yang memadai. 2. Bangunan 2.1. Hendaklah tersedia wastafel dan toilet dengan ventilasi yang baik yang terpisah dari area produksi Hendaklah tersedia locker di lokasi yang tepat untuk tempat ganti pakaian dan menyimpan pakaian serta barang-barang lain milik karyawan Sampah di ruang produksi secara teratur ditampung di tempat sampah untuk selanjutnya dikumpulkan di tempat penampungan sampah di luar area produksi Bahan sanitasi, rodentisida, insektisida dan fumigasi tidak boleh mengkontaminasi peralatan, bahan baku/pengemas, bahan yang masih dalam proses dan produk jadi. 3. Peralatan Dan Perlengkapan 3.1. Peralatan/perlengkapan harus dijaga dalam keadaan bersih. Konsep Dasar Sertifikasi 36

37 3.2. Pembersihan dengan cara basah atau vakum lebih dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaknya digunakan dengan hati-hati dan sedapat mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran produk Prosedur Tetap Pembersihan dan Sanitasi mesin-mesin hendaknya diikuti dengan konsisten. V. PRODUKSI 1. Bahan Awal 1.1. Air Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan penting. Peralatan untuk memproduksi air dan sistem pemasokannya harus dapat memasok air yang berkualitas. Sistem pemasokan air hendaknya disanitasi sesuai Prosedur Tetap Air yang digunakan untuk produksi sekurang-kurangnya berkualitas air minum. Mutu air meliputi parameter kimiawi dan mikrobiologi harus dipantau secara berkala, sesuai prosedur tertulis dan setiap ada kelainan harus segera ditindak lanjuti dengan tindakan koreksi Pemilihan metoda pengolahan air seperti deionisasi, destilasi atau filtrasi tergantung dari persyaratan produk. Sistem penyimpanan maupun pendistribusian harus dipelihara dengan baik Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga terhindar dari stagnasi dan resiko terjadinya pencemaran Verifikasi Material ( Bahan) Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas) hendaklah diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan dan dapat ditelusuri sampai dengan produk jadinya Contoh bahan awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang ditetapkan, dan harus dinyatakan lulus sebelum digunakan Bahan awal harus diberi label yang jelas Semua bahan harus bersih dan diperiksa kemasannya terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar Pencatatan Bahan Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai nama bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal penerimaan, nama pemasok, nomor bets, dan jumlah Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat dan diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya Material Ditolak (Reject) Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya ditandai, dipisah dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap Sistem Pemberian Nomor Bets Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir hendaklah diberi nomor identitas produksi (nomor bets) yang dapat memungkinkan penelusuran kembali riwayat produk. Konsep Dasar Sertifikasi 37

38 Sistem pemberian nomor bets hendaknya spesifik dan tidak berulang untuk produk yang sama untuk menghindari kebingungan / kekacauan Bila memungkinkan, nomor bets hendaknya dicetak pada etiket wadah dan bungkus luar Catatan pemberian nomor bets hendaknya dipelihara Penimbangan dan Pengukuran Penimbangan hendaknya dilakukan di tempat tertentu menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat dan dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yang berbeda Prosedur dan Pengolahan Semua bahan awal harus lulus uji sesuai spesifikasi yang ditetapkan Semua prosedur pembuatan harus dilaksanakan sesuai prosedur tetap tertulis Semua pengawasan selama proses yang diwajibkan harus dilaksanakan dan dicatat Produk ruahan harus diberi penandaan sampai dinyatakan lulus oleh Bagian Pengawasan Mutu Perhatian khusus hendaknya diberikan kepada kemungkinan terjadinya kontaminasi silang pada semua tahap proses produksi Hendaknya dilakukan pengawasan yang seksama terhadap kegiatan pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu, misalnya pengaturan suhu, tekanan, waktu dan kelembaban Hasil akhir proses produksi harus dicatat Produk Kering Penanganan bahan dan produk kering memerlukan perhatian khusus dan bila perlu dilengkapi dengan sistem pengendalian debu, atau sistem hampa udara sentral atau cara lain yang sesuai Produk Basah Cairan, krim, dan lotion harus diproduksi sedemikian rupa untuk mencegah dari kontaminasi mikroba dan kontaminasi lainnya Penggunaan sistem produksi dan transfer secara tertutup sangat dianjurkan Bila digunakan sistem perpipaan untuk transfer bahan dan produk ruahan harus dapat dijamin bahwa sistem yang digunakan mudah dibersihkan Produ Aerosol Pembuatan aerosol memerlukan pertimbangan khusus karena sifat alami dari bentuk sediaan ini Pembuatan harus dilakukan dalam ruang khusus yang dapat menjamin terhindarnya ledakan atau kebakaran Pelabelan dan Pengemasan Lini pengemasan hendaklah diperiksa sebelum dioperasikan. Peralatan harus bersih dan berfungsi baik. Semua bahan dan produk jadi dari kegiatan pengemasan sebelumnya harus dipindahkan Selama proses pelabelan dan pengemasan berlangsung, harus diambil contoh secara acak dan diperiksa Setiap lini pelabelan dan pengemasan harus ditandai secara jelas untuk mencegah campur baur. Konsep Dasar Sertifikasi 38

39 Sisa label dan bahan pengemas harus dikembalikan ke gudang dan dicatatat. Bahan pengemas yang ditolak harus dicatatat dan diproses lebih lanjut sesuai dengan Prosedur Tetap Produk Jadi, Karantina dan Pengiriman ke Gudang Produk Jadi Semua produk jadi harus dikarantina terlebih dahulu. Setelah dinyatakan lulus uji oleh bagian Pengawasan Mutu dimasukkan ke gudang produk jadi. Selanjutnya produk dapat didistribusikan. VI.PENGAWASAN MUTU 1. Pendahuluan Pengawasan mutu merupakan bagian penting dari CPKB, karena memberi jaminan konsistensi mutu produk kosmetik yang dihasilkan Hendaknya diciptakan Sistem Pengawasan Mutu untuk menjamin bahwa produk dibuat dari bahan yang benar, mutu dan jumlah yang sesuai, serta kondisi pembuatan yang tepat sesuai Prosedur Tetap Pengawasan mutu meliputi : Pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan dan pengujian terhadap bahan awal, produk dalam proses, produk antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai spesifikasi yang ditetapkan Program pemantauan lingkungan, tinjauan terhadap dokumentasi bets, program pemantauan contoh pertinggal, pemantauan mutu produk di peredaran, penelitian stabilitas dan menetapkan spesifikasi bahan awal dan produk jadi agar senantiasa memenuhi standar yang ditetapkan Pengambilan contoh hendaklah dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan diberi kewenangan untuk tugas tersebut, guna menjamin contoh yang diambil senantiasa sesuai dengan identitas dan kualitas bets yang diterima. 2. Pengolahan ulang 2.1. Metoda pengolahan ulang hendaklah senantiasa dievaluasi untuk menjamin agar pengolahan ulang tidak mempengaruhi mutu produk Pengujian tambahan hendaklah dilakukan terhadap produk jadi hasil pengolahan ulang. 3. Produk Kembalian 3.1. Produk kembalian hendaklah diidentifikasi dan disimpan terpisah di tempat yang dialokasikan untuk itu atau diberi pembatas yang dapat dipindahpindah misalnya pembatas dari bahan pita, rantai atau tali Semua produk kembalian hendaklah diuji kembali apabila perlu, di samping evaluasi fisik sebelum diluluskan untuk diedarkan kembali Produk kembalian yang tidak memenuhi syarat spesifikasi hendaklah ditolak Produk yang ditolak hendaklah dimusnahkan sesuai Prosedur Tetap Catatan produk kembalian hendaklah dipelihara. VII. DOKUMENTASI 1. Pendahuluan Konsep Dasar Sertifikasi 39

40 Sistem dokumentasi hendaknya meliputi riwayat setiap bets, mulai dari bahan awal sampai produk jadi. Sistem ini hendaknya merekam aktivitas yang dilakukan, meliputi pemeliharaan peralatan, penyimpanan, pengawasan mutu, distribusi dan hal-hal spesifik lain yang terkait dengan CPKB Hendaknya ada sistem untuk mencegah digunakannya dokumen yang sudah tidak berlaku Bila terjadi atau ditemukan suatu kekeliruan dalam dokumen, hendaknya dilakukan pembetulan sedemikian rupa sehingga naskah aslinya harus tetap terdokumentasi Bila dokumen merupakan instruksi, hendaknya ditulis langkah demi langkah dalam bentuk kalimat perintah Dokumen hendaklah diberi tanggal dan disahkan Salinan dokumen hendaklah diberikan kepada pihak-pihak yang terkait dan pendistribusiannya dicatat Semua dokumen hendaknya direvisi dan diperbaharui secara berkala, dokumen yang sudah tidak berlaku segera ditarik kembali dari pihak-pihak terkait untuk diamankan. 2. Spesifikasi Semua spesifikasi harus disetujui dan disahkan oleh personil yang berwenang Spesifikasi bahan baku dan bahan pengemas meliputi : 1. Nama bahan. 2. Uraian (deskripsi) dari bahan. 3. Parameter uji dan batas penerimaan (acceptance limits) 4. Gambar teknis, bila diperlukan. 5. Perhatian khusus, misalnya kondisi penyimpanan dan keamanan, bila perlu. 2.2.Spesifikasi Produk Ruahan dan Produk Jadi meliputi : a. Nama Produk. b. Uraian. c. Sifat-sifat fisik. d. Pengujian kimia dan atau mikrobiologi serta batas penerimaannya, bila perlu. e. Kondisi penyimpanan dan peringatan keamanan, bila perlu. 3. Dokumen Produksi 3.1. Dokumen Induk Dokumen Induk harus tersedia setiap diperlukan. Dokumen ini berisi informasi : a. Nama produk dan kode/nomor produk. b. Bahan pengemas yang diperlukan dan kondisi penyimpanannya. c. Daftar bahan baku yang digunakan. d. Daftar peralatan yang digunakan. e. Pengawasan selama pengolahan dengan batasan-batasan dalam pengolahan dan pengemasan, bila perlu Catatan Pembuatan Bets a. Catatan pembuatan bets hendaklah disiapkan untuk setiap bets produk. Konsep Dasar Sertifikasi 40

41 b. Dokumen ini berisi informasi mengenai : Nama produk Formula per bets Proses pembuatan secara ringkas. Nomor bets atau kode produksi. Tanggal mulai dan selesainya pengolahan dan pengemasan. Identitas peralatan utama, lini atau lokasi yang digunakan. Catatan pembersihan peralatan yang digunakan untuk pemrosesan. Pengawasan selama pengolahan dan hasil uji laboratorium, seperti misalnya catatan ph dan suhu saat diuji. Catatan inspeksi pada lini pengemasan. Pengambilan contoh yang dilakukan setiap tahap proses pembuatan. Setiap investigasi terhadap kegagalan tertentu atau ketidaksesuaian. Hasil pemeriksaan terhadap produk yang sudah dikemas dan diberi label Catatan Pengawasan Mutu Catatan setiap pengujian, hasil uji dan pelulusan atau penolakan bahan, produk antara, produk ruahan dan produk jadi harus disimpan. Catatan yang dimaksud meliputi : Tanggal pengujian. Identifikasi bahan. Nama pemasok. Tanggal penerimaan. Nomor bets asli dari bahan baku bila ada. Nomor bets produk yang sedang dibuat. Nomor pemeriksaan mutu. Jumlah yang diterima. Tanggal sampling. Hasil pemeriksaan mutu. VIII. IX. AUDIT INTERNAL Audit Internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau sebagian dari aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem mutu. Audit Internal dapat dilakukan oleh pihak luar, atau auditor profesional atau tim internal yang dirancang oleh manajemen untuk keperluan ini. Pelaksanaan Audit Internal dapat diperluas sampai ke tingkat pemasok dan kontraktor, bila perlu. Laporan harus dibuat, pada saat selesainya tiap kegiatan Audit Internal dan didokumentasikan dengan baik. PENYIMPANAN 1. Area Penyimpanan 1.1. Area penyimpanan hendaknya cukup luas untuk memungkinkan penyimpanan yang memadai dari berbagai kategori baik bahan maupun produk, seperti bahan awal, produk antara, ruahan dan produk jadi, produk yang di karantina, dan produk yang lulus uji, ditolak, dikembalikan atau ditarik dari peredaran Area penyimpanan hendaknya dirancang atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik. Harus bersih, kering dan dirawat Konsep Dasar Sertifikasi 41

42 dengan baik. Bila diperlukan area dengan kondisi khusus (suhu dan kelembaban) hendaknya disediakan, diperiksa dan dipantau fungsinya Tempat penerimaan dan pengiriman barang hendaknya dapat melindungi material dan produk dari pengaruh cuaca. Area penerimaan hendaknya dirancang dan diberi peralatan untuk memungkinkan barang yang datang dapat dibersihkan apabila diperlukan sebelum disimpan Area penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas secara jelas Bahan berbahaya hendaknya disimpan secara aman. 2. Penanganan dan Pengawasan Persediaan 2.1. Penerimaan Produk Pada saat penerimaan, barang dokumen hendaknya diperiksa dan dilakukan verifikasi fisik dengan bantuan keterangan pada label yang meliputi tipe barang dan jumlahnya Barang kiriman harus diperiksa dengan teliti terhadap kemungkinan terjadinya kerusakan dan atau cacat. Hendaknya ada Catatan Pertinggal untuk setiap penerimaan barang Pengawasan Catatan catatan harus dipelihara meliputi semua catatan penerimaan dan catatan pengeluaran produk Pengawasan hendaknya meliputi pengamatan prinsip rotasi barang (FIFO) Semua label dan wadah produk tidak boleh diubah, dirusak atau diganti. X. KONTRAK PRODUKSI DAN PENGUJIAN Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian hendaknya secara jelas dijabarkan, disepakati dan diawasi, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau salah dalam penafsiran dikemudian hari, yang berakibat tidak memuaskannya mutu produk atau pekerjaan. Guna mencapai mutu produk yang memenuhi standar yang disepakati, hendaknya semua aspek pekejaan yang dikontrakkan ditetapkan secara rinci pada dokumen kontrak. Hendaknya ada perjanjian tertulis antara pihak yang memberi kontrak dan pihak penerima kontrak yang menguraikan secara jelas tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak. Dalam hal kontrak pengujian, keputusan akhir terhadap hasil pengujian suatu produk, tetap merupakan tanggung jawab pemberi kontrak. Penerima kontrak hanya bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pengujian sampai diperoleh hasil pengujian. XI.PENANGANAN KELUHAN DAN PENARIKAN PRODUK 1. Penanganan Keluhan 1.1. Hendaknya ditentukan personil yang bertanggung jawab untuk menangani keluhan dan menentukan upaya pengatasannya. Bila orang yang ditunjuk berbeda dengan personil yang diberi kewenangan untuk menangani hal tersebut, yang bersangkutan hendaknya diberi arahan untuk waspada terhadap kasu-kasus keluhan, investigasi atau penarikan kembali (recall) Harus ada prosedur tertulis yang menerangkan tindakan yang harus diambil, termasuk perlunya tindakan penarikan kembali (recall), bila kasus keluhan yang terjadi meliputi kerusakan produk. Konsep Dasar Sertifikasi 42

43 1.3. Keluhan mengenai kerusakan produk hendaknya dicatat secara rinci dan diselidiki Bila kerusakan produk ditemukan atau diduga terjadi dalam suatu bets, hendaknya dipertimbangkan kemungkinan terjadinya kasus serupa pada bets lain. Khususnya bets lain yang mungkin mengandung produk proses ulang dari bets yang bermasalah hendaknya diselidiki Setelah evaluasi dan penyelidikan atas keluhan, apabila diperlukan dapat dilakukan tindak lanjut yang memadai termasuk kemungkinan penarikan produk Semua keputusan dan upaya yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari keluhan hendaknya dicatat dan dirujuk kepada catatan bets yang bersangkutan Catatan keluhan hendaknya ditinjau secara periodik untuk menemukan masalah spesifik atau masalah yang berulang yang memerlukan perhatian dan mungkin menjadi dasar pembenaran bagi penarikan produk di peredaran Apabila terjadi kegagalan produk dan kerusakan produk yang menjurus kepada terganggunya keamanan produk, Instansi yang berwenang hendaknya diberitahu. 2. Penarikan Produk Hendaknya dibuat sistem penarikan kembali dari peredaran terhadap produk yang diketahui atau diduga bermasalah Hendaknya ditunjuk Personil yang bertanggung jawab atas pelaksanaan dan koordinasi penarikan kembali produk termasuk personil lain dalam jumlah yang cukup Harus disusun Prosedur Tetap penarikan kembali produk yang secara periodik ditinjau kembali. Pelaksanaan penarikan kembali hendaknya dapat dilakukan cepat dan efektif Catatan pendistribusian primer hendaknya segera diterima oleh orang yang bertanggung jawab untuk melakukan penarikan kembali produk, dan catatan tersebut harus memuat informasi yang cukup tentang distributor Perkembangan proses penarikan kembali produk hendaknya dicatat dan dibuat laporan akhir, meliputi rekonsiliasi jumlah produk yang dikirim dan ditemukan kembali Keefektifan pengaturan penarikan kembali produk hendaknya dievaluasi dari waktu ke waktu Hendaklah dibuat instruksi tertulis yang menjamin bahwa produk yang ditarik kembali disimpan dengan baik pada daerah yang terpisah sambil menanti keputusan selanjutnya. D. CARA PRODUKSI MAKANAN YANG BAIK Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) diatur dalam Keputusan Meneteri Kesehatan No. 23/Menkes/SK/I/1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang baik untuk Makanan. Tujuan Umum dari penerapan CPMB adalah menghasilkan produk akhir yang bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan selera konsumen; baik konsumen domestik maupun internasional. Konsep Dasar Sertifikasi 43

44 Tujuan khusus CPMB adalah: 1. Memberikan prinsip-prinsip dasar, mulai dari produksi sampai dengan di konsumen; untuk menjamin bahwa makanan yang diproduksi aman dan layak untuk dikonsumsi manusia. 2. Mengarahkan industri agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi seperti persyaratan lokasi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, karyawan, bahan, proses, mutu produk akhir, serta persyaratan penyimpanan dan distribusi. 3. Menyarankan pendekatan dan penerapan HACCP sebagai suatu cara untuk meningkatkan keamanan pangan. 4. Memberikan dasar untuk penyusunan pedoman-pedoman lainnya yang diperlukan untuk berbagai sektor dalam rantai makanan. Dalam Pedoman Penerapan CPMB ini digunakan istilah keamanan makanan dan kelayakan untuk dikonsumsi. Yang dimaksud dengan keamanan pangan adalah kondisi yang menjamin bahwa makanan yang dikonsumsi tidak mengandung bahan berbahaya yang dapat menimbulkan penyakit atau keracunan.kelayakan adalah kondisi yang menjamin bahwa makanan yang diproduksi secara normal layak untuk dikonsumsi manusia, yang berarti tidak mengalami kerusakan, berbau busuk, menjijikkan, kotor, tercemar atau terurai. Kegunaan CPMB bagi pemerintah: 1. Melindungi konsumen dari penyakit yang diakibatkan oleh makanan yang tidak memenuhi syarat. 2. Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa makanan yang dikonsumsi merupakan makanan yang layak. 3. Mempertahankan/meningkatkan kepercayaan terhadap makanan yang diperdagangkan secara internasional. 4. Memberikan bahan acuan dalam program pendidikan kesehatan di bidang makanan kepada industri dan konsumen. Kegunaan CPMB bagi industri adalah: 1. Memproduksi makanan yang layak bagi konsumen. 2. Memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti kepada masyarakat, misalnya pelabelan, pemberian petunjuk penyimpanan. 3. Mempertahankan/meningkatkan kepercayaan dunia internasional terhadap makanan yang diproduksinya. Pedoman CPMB memberikan penjelasan mengenai persyaratan-persyaratan yang penting yangs seharusnya dipenuhi pada seluruh rantai makanan, mulai dari produksi primer yaitu produksi/pengadaan bahan mentah sampai konsumen akhir, dan penekanan diarahkan pada kondisi higiene yang penting dalam memproduksi makanan yang aman dan layak untuk dikonsumsi. 1. Produksi Primer (pengadaan Bahan Mentah) Cara produksi makanan yang baik perlu dimulai dari sejak awal yaitu sejak produksi primer atau pengadaan bahan mentah untuk mengurangi timbulnya bahaya pada tahap selanjutnya Konsep Dasar Sertifikasi 44

45 dalam rantai produksi makanan, yang kemungkinan dapat mempengaruhi keamanan atau kelayakan makanan untuk dikonsumsi. Produksi primer adalah kegiatan pengadaan bahan pangan mentah mulai dari penanaman, pemeliharaan hewan atau ikan, pemanenan tanaman, penyembelihan hewan atau penangkapan ikan, sampai penanganan pasca panen di lapangan Higiene Lingkungan Produksi primer bahan makanan seharusnya tidak dilakukan di daerah yang tercemar bahan berbahaya. Contoh: penanaman sayuran seharusnya tidak dilakukan di daerah pembuangan sampah/limbah berbahaya. Setiap produsen yang melakukan kegiatan produksi primer seharusnya melakukan tindakan: mencegah makanan yang diproduksi terhadap pencemaran dari tanah, air, pakan ternak, pupuk, pestisida, obat ternak, dan bahan-bahan berbahaya lain; menjaga kesehatan tanaman dan hewan sehingga bahan makanan yang dikonsumsi tidak membahayakan kesehatan; melindungi sumber makanan dari pencemaran kotoran manusia dan kotoran lainnya; mengolah, menangani atau membuang limbah yang dihasilkan selama proses produksi sehingga mencegah terjadinya pencemaran terhadap bahan makanan/pencemaran lingkungan. Produsen bahan makanan seharusnya melakukan tindakan untuk menjamin mutu dan keamanan bahan makanan dengan cara melindungi bahan makanan selama penanganan, penyimpanan, dan transportasi dengan memisahkan/menyortir bagian-bagian dari bahan makanan yang tidak layak dikonsumsi manusia, membuang/menyingkirkan bahan-bahan yang tidak terpakai, melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya kerusakan/kebusukan makanan (misalnya mengontrol suhu dan kelembaban ruang penyimpanan dan transportasi). Produsen primer bahan makanan seharusnya menyediakan prosedur dan fasilitas yang tepat untuk menjamin setiap pembersihan dan perawatan karyawan yang diperlukan dapat dilakukan secara efektif, misalnya dengan menyediakan tempat pencucian anggota badan setelah melakukan penyembelihan atau pemanenan. Higiene karyawan dapat dipertahankan misalnya pemeriksaan dan pengawasan secara rutin terhadap kebersihan dan kesehatan karyawan Disain dan Fasilitas Pabrik Disain dan fasilitas pabrik perlu mendapat perhatian khusus karena disain dan konstruksi yang higienis, lokasi yang tepat, dan penyediaan fasilitas yang cukup diperlukan dapatmengurangi kemungkinan terjadinya pencemaran dari udara serta terdapat perlindungan yang efektif terhadap masuk dan bersarangnya hama di dalam pabrik. 1.3 Lokasi dan Lingkungan Lokasi Pabrik Konsep Dasar Sertifikasi 45

46 Pabrik makanan seharusnya berada di lokasi yang bebas dari pencemaran dn jauh dari daerah yang dapat membahayakan kesehatan seperti tidak berada di daerah yang banjir (karena sistem saluran pembuangan airnya tidak baik, genangan air dapat merupakan tempat berkembang biaknya serangga, parasit dan mikrooragnisme yang dapat mencemari makanan), bebas dari daerah yang merupakan sarang hama (seperti hewan pengerat dan serangga), jauh dari pemukiman penduduk, jauh dari tempat pembuangan limbah/sampah, jauh dari penumpukan barang bekas, tidak menjadi satu dengan rumah/tempat tinggal yang bersamaan letak/penggunaannya dengan bangunan Sarana jalan Sarana jalan menuju perusahaan seharusnya dikeraskan (diaspal/disemen) dan dibuat saluran pembuangan air yang baik dan mudah dibersihkan Lingkungan Sampah dan bahan buangan pabrik harus ditangani dengan baik untuk menjamin kebersihan lingkungan dan tidak mengakibatkan pencemaran terhadap makanan yang diproduksi. 2. Bangunan dan Ruangan Bangunan dan ruangan seharusnya dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan Hygiene sesuai dengan jenis makanan yang diproduksi serta urutan proses produksi makanan, sehingga mudah dibersihkan dan tidak terjadi kontaminasi silang di antara produk Disain dan tata letak ruangan Disain pabrik dan tata letak ruangan seharusnya diatur sedemikian rupa sehingga memenuhi praktek higiene makanan yang baik, yaitu mudah dibersihkan dan didisinfeksi, serta melindungi makanan dari kontaminasi silang selama dan diantara proses. Bangunan terdiri dari ruangan pokok dan ruangan pelengkap.ruangan pokok digunakan untuk produksi makanan sedangkan ruangan pelengkap digunakan untuk administrasi produksi dan pelayanan karyawan.ruangan pokok dan ruangan pelengkap dalam keadaan terpisah sehingga tidak mengakibatkan pencemaran terhadap makanan yang diproduksi. Persyaratan untuk ruangan pokok adalah: ruangan cukup luas untuk menempatkan peralatan dan menyimpan bahan-bahan, tata letak ruangan pabrik diatur sesuai dengan urutan proses produksi sehingga tidak menimbulkan lalu lintas kerja yang simpang siur dan tidak menimbulkan kontaminasi silang di antara produk. Persyaratan untuk ruangan pelengkap: ruangan cukup luas dengan jumlah karyawan yang bekerja dan tata letak diatur sesuai dengan urutan kegiatan yang dilakukan Kontruksi lantai Konsep Dasar Sertifikasi 46

47 Konstruksi lantai didisain sedemikian rupa sehingga memenuhi praktek higiene makanan yang baik yaitu tahan lama, memudahkan pembuangan air, tidak tergenang, dan mudah dibersihkan serta didisinfeksi. Lantai sebaiknya tidak terbuat dari bahan keramik yang permukaanya mengkilap karena akan menjadi licin jika terkena air, tetapi terbuat dari bahan ubin yang tidak mengkilap, atau lantai semen yang dihaluskan. Ruangan pengolahan yang digunakan untuk pencucian dan pembilasan, lantai mempunyai kemiringan yang cukup ke arah pembuangan air sehingga memudahkan pengaliran air dan mempunyai saluran air atau lubang pembuangan yang dilengkapi dengan penahan bau. Kemiringan yang kurang akan menimbulkan genangan air di dalam ruangan pengolahan. Pertemuan antara lantai dengan dinding tidak membentuk sudut mati atau sudut siku-siku yang dapat menahan air/kotoran, tetapi membentuk sudut yang melengkung/menyambung dan tidak menyerap air sehingga mudah dibersihkan.persyaratan untuk lantai ruangan pelengkap: tidak menyerap air, permukaannya data&halus sehingga tidak licin dan mudah dibersihkan. Ruangan untuk mandi, mencuci harus mempunyai kemiringan yang cukup ke arah saluran pembuangan Konstruksi dinding/pemisah ruangan, atap dan langit-langit. Konstruksi dinding atau pemisah ruangan, atap dan langit-langit didisain sedemikian rupa sehingga tahan lama dan memenuhi praktek higiene makanan yang baik, yaitu mudah dibersihkan dan didisinfeksi, serta melindungi makanan dari kontaminasi selama proses. 3. Fasilitas Umum 3.1. Penerangan Permukaan kerja dan tempat bekerja di dalam ruangan pokok/pengolahan dan ruang pelengkap seharusnya cukup terang sesuai dengan keperluan dan persyaratan higiene dan kesehatan Ventilasi dan pengatur suhu Ventilasi dan pengatur suu ruangan harus menjamin peredaran udara dengan baik.sistem aliran udara diatur sedemikian rupa sehingga udara tidak mengalir dari tempat yang kotor ke tempat yang bersih Fasilitas penyimpanan/gudang Fasilitas penyimpanan/gudang harus tersedia dalam jumlah cukup untuk menyimpan bahan makanan, bahan tambahan, bahan non-pangan (bahan pencuci, pelumas, oli) secara terpisah. Gudang penyimpanan harus didisain dan dikonstruksi sehingga memudahkan pemeliharaan dan pembrsihan, mencegah masuknya hama, memberikan perlindungan yang efektif terhadp makanan dari pencemaran selama penyimpanan. 4. Fasilitas Sanitasi Bangunan pabrik harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene. 4.1 Sarana penyediaan air Konsep Dasar Sertifikasi 47

48 Bangunan pabrik harus dilengkapi dengan sarana penyediaan air yang cukup Sarana pembuangan air dan limbah Bangunan pabrik harus dilengkapi dengan saluran pembuangan air dn limbah yang dpat mengolah dn membuang bahan buangan dengan baik yang dapt menimbulkan pencemaran lingkungan. Sistem dan sarana pembuangan air dn limbah didisain dan dikontruksi sedemikian rupa sehingga dapat dicegah risiko mengkontaminasi makanan Sarana pemebrsihan/pencucian Bangunan pabrik harus dilengkapi dengan srana pembersihan/pencucian yang cukup untuk membersihkan/mencuci bahan makanan, peralatn, perlengkapan dan bangunan. Sarana pembrsihan dilengkapi dengan sumber air bersih, dan apabila memungkinkan dilengkapi dengan suplai air panas dan dingin. Air panas berguna untuk melarutkan sisasisa lemak dan untuk tujuan disinfeksi peralatan Sarana toilet/jamban Sarana toilet/jamban harus didisain dan dikontruksi dengan memperhatikan persyaratan higienis, dilengkapi dengan sumber air mengalir dan saluran pembuangan yang memenuhi persyaratan 4.5. Sarana higiene karyawan Sarana higiene karyawan harus tersedia sesuai dengan kebutuhannya untuk menjamin kebersihan karyawan dan untuk mencegah kontaminsi terhadap makanan yng diproduksi. Sarana higiene karyawan terdiri dari sarana pencuci tangan yang diletakkan di depan pintu masuk ruang pengolahan; sarana pembilas sepatu yang ditempatkan di depan pintu masuk ruang pengolahan untuk membilas sepatu kerja dan bukan untuk membilas sepatu yang dikenakan dari luar parik serta fasilitas ganti pakaian yang digunakan untuk mengganti pakaian dari luar dengan pakaian kerja Peralatan Peralatan pengolahan dan wadah yang mengalami kontak langsung dengan makanan seharusnya didisain, dikonstruksi dan diletakkan sedemikian rupa untuk menjamin mutu dan keamanan produk yang dihasilkan Tata letak peralatan Peralatan harus ditemptkan sedemikian rupa sehingga memudahkan perawatan, pembersihan dn pencucin. Diletakkan sesuai dnegan urutan proses sehingga memudahkan praktek higiene yang baik dan mencegah terjadinya kontaminasi silang (kontaminasi produk olahan oleh bahan mentah). Konsep Dasar Sertifikasi 48

49 BAB IV PROSEDUR PELAKSANAAN SERTIFIKASI OBAT, MAKANAN DAN PENGELUARAN SURAT KETERANGAN IMPOR (SKI) DAN PENGELUARAN SURAT KETERANGAN EKSPOR (SKE) UNTUK OBAT TRADISIONAL, KOSMETIKA, PRODUK KOMPLEMEN, PANGAN DAN KEMASAN PANGAN. A. PROSEDUR PELAKSANAAN SERTIFIKASI OBAT/ OBAT TRADISIONAL Lembaga yang wajib memenuhi persyaratan pedoman CPOB yang berlaku adalah industri farmasi yang membuat obat, industri farmasi yang membuat bahan baku aktif obat, lembaga yang melakukan proses pembuatan sediaan radiofarmaka dan telah mendapat pertimbangan dari lembaga yang berwenang di bidang pengawasan tenaga nuklir dan instalansi farmasi rumah sakit yang melakukan proses pembuatan obat untuk keperluan pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang bersangkutan. Pemenuhan persyaratan CPOB dan/atau CPBBAOB dibuktikan dengan sertifikat yang berlaku selama 5 tahun. 1. Industri farmasi/ Obat Tradisional mengajukan permohonan sertifikasi menggunakan formulir permohonan sertifikasi CPOB/CPOTB dengan menyampaikan kelengkapan dokumen sbb: 1.1. Alur I: Calon Industri Farmasi / Obat Tradisional (belum memiliki izin industri farmasi): Dokumen : RIP dan AHS; Bukti pelunasan PNBP sesuai dengan jumlah sediaan yang diajukan Alur II : Industri farmasi / Obat Tradisional yang akan menambah fasilitas produksi Dokumen : RIP dan AHS; Copy Izin Industri Farmasi; Bukti pelunasan PNBP sesuai dengan jumlah sediaan yang diajukan Alur III: Industri farmasi /Obat Tradisional yang akan resertifikasi Dokumen : RIP dan AHS; Bukti pelunasan PNBP sesuai dengan jumlah sediaan yang diajukan. Formulir permohonan diajukan enam bulan sebelum masa berlaku sertifikat habis; 2. Evaluasi RIP dan AHS 2.1. Tim Evaluator mengevaluasi RIP dan AHS sesuai dengan persyaratan CPOB/ CPOTB, jika perlu dilakukan diskusi RIP. 3. Sertifikasi CPOB /CPOTB untuk Calon/Industri Farmasi / Obat Tradisional 3.1. Setelah mendapat surat persetujuan RIP dan AHS, calon/ Industri Farmasi diperbolehkan membangun dan melaporkan kemajuan pembangunan setiap 3 bulan dengan tembusan Balai setempat Melakukan monitoring terhadap laporan progres pembangunan Setelah pembangunan selesai 100% dan instalasi AHS serta mesin/peralatan telah terpasang dan dikualifikasi, calon/industri Farmasi/ Obat Tradisional mengajukan permohonan inspeksi dalam rangka proses sertifikasi Melakukan evaluasi kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam proses Konsep Dasar Sertifikasi 49

50 sertifikasi CPOB yang mencakup: - Persetujuan RIP dan AHS; - Laporan pembangunan selesai 100%; - Kualifikasi AHS serta mesin/peralatan yang telah terpasang Untuk industri farmasi / Obat Tradisional yang akan re-sertifikasi, melakukan evaluasi yang mencakup: - Laporan inspeksi maksimal 2 tahun terakhir; Apabila hasil inspeksi terakhir memenuhi persyaratan CPOB maka dilakukan resertifikasi tanpa dilakukan inspeksi. Apabila tidak memenuhi persyaratan CPOB maka dilakukan inspeksi ulang. - Apabila industri farmasi/ Obat Tradisional tersebut tidak pernah diinspeksi selama 2 tahun terakhir maka dilakukan inspeksi ulang dalam rangka resertifikasi. 4. Pelaksanaan inspeksi sertifikasi CPOB/CPOTB 4.1. Menyiapkan tim inspeksi sesuai dengan Prosedur Tetap Persiapan Inspeksi CPOB/CPOTB Melakukan inspeksi sesuai dengan Prosedur Tetap Pelaksanaan Inspeksi CPOB terhadap industri farmasi dan membuat laporan hasil inspeksi sesuai dengan Prosedur Tetap Laporan Inspeksi CPOB / CPOTB Menyiapkan surat untuk perbaikan yang ditandatangani oleh Direktur dengan lampiran laporan inspeksi, kepada industri farmasi dalam hal fasilitas belum sesuai ketentuan CPOB/ CPOTB Dalam hal permohonan sertifikasi sesuai alur 2, apabila terdapat temuan major dan kritikal pada fasilitas existing, terhadap industri farmasi tersebut dapat diberikan sanksi sesuai SOP Tindak Lanjut Hasil Inspeksi dan CAPA. 5. Evaluasi terhadap tindakan perbaikan yang dilakukan industri (CAPA) 5.1. Melakukan evaluasi terhadap laporan dan tindakan perbaikan dari Industri Farmasi sesuai SOP Tindak Lanjut Hasil Inspeksi dan CAPA Jika tindakan perbaikan yang dilaporkan belum sesuai dengan CPOB/ CPOTB.maka pihak pemohon akan diminta perbaikan lagi Jika diperlukan, Badan POM akan melakukan inspeksi ulang atas tindakan perbaikan yang dilaporkan, apabila Industri farmasi melakukan perubahan yang terkait dengan infrastruktur yang mempengaruhi mutu dan keamanan produk (misal: sistem AHS, sistem pengolahan air, dan lain-lain). 6. Penerbitan Sertifikat CPOB/ CPOTB Alur I: Calon Industri Farmasi (belum memiliki ijin industri farmasi) - Setelah bangunan, peralatan dan sarana penunjang dinyatakan lengkap, maka Badan POM akan membuat rekomendasi izin industri farmasi kepada Menteri Kesehatan. - Setelah menerima copy dokumen izin industri farmasi yang diterbitkan oleh Menteri Kesehatan, maka diterbitkan sertifikat CPOB/ CPOTB. untuk bentuk sediaan yang telah sesuai persyaratan CPOB dalam waktu 14 hari kerja Alur II: Industri farmasi yang akan menambah fasilitas produksi - Setelah dinyatakan memenuhi persyaratan CPOB/ CPOTB., maka akan diterbitkan sertifikat CPOB/ CPOTB. dalam waktu 14 hari kerja Alur III: Industri farmasi yang akan re-sertifikasi Konsep Dasar Sertifikasi 50

51 - Setelah dinyatakan memenuhi persyaratan CPOB, maka akan diterbitkan sertifikat CPOB/ CPOTB. dalam waktu 14 hari kerja. 7. Menyerahkan Sertifikat CPOB / CPOTB.kepada pemohon. Bagan Alur Prosedur Sertifikasi Obat/ Obat Tradisional Alur III MULAI Industri Farmasi Mengajukan permohonan Resertifikasi MULAI Pemohon Mengajukan RIP Alur I Formulir pengajuan Alur II Direktorat Evaluasi riwayat hasil inspeksi dan riwayat produk TMS/recall Formulir pengajuan DIREKTORAT Tidak perlu inspeksi Perlu Inspeksi Administrasi Menerima surat beserta formulir MS Evaluasi & diskusi TMS 7 HK Direktorat Menerbitkan persetujuan RIP Industri Farmasi Perbaikan RIP Pemohon Menerima surat Alur II Industri Farmasi Calon Industri Farmasi Alur I Calon/Industri Farmasi Melakukan pembangunan dan melaporkan progres pembangunan DIREKTORAT Administrasi Menerima surat dan bukti pembayaran Calon/Industri Farmasi Mengajukan permohonan inspeksi untuk sertifikasi Monitoring oleh Direktorat Bukti bayar Inspektur CPOB TIM INSPEKSI I N S P E K S I Penilaian fisik dan dokumen Alur I Evaluasi hasil inspeksi Jika diperlukan Direktorat Membuat rekomendasi IUIF ke Depkes Direktorat Menerima tembusan IUIF dari Depkes Ya 14 HK Calon Industri Farmasi Alur II Alur III MS SERTIFIKAT CPOB 14 HK MS TMS Industri Farmasi Menyerahkan CAP Evaluasi CAP TIM INSPEKSI Penilaian dokumen TMS Industri Farmasi Menerima Sertifikat SELESAI Catatan : Alur I Untuk calon industri farmasi Alur II : Industri farmasi yang akan menambah fasilitas produksi Alur III : Industri farmasi yang akan Resertifikasi ( belum memiliki izin usaha) HK : Hari Kerja Konsep Dasar Sertifikasi 51

52 B. PROSEDUR PELAKSANAAN SERTIFIKASI KOSMETIK Prosedur Sertifikasi di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen terdiri dari: a. Persetujuan Denah Bangunan 1. Calon / Industri mengajukan permohonan Denah Bangunan menggunakan formulir permohonan 2. Tim Evaluator mengevaluasi Denah Bangunan sesuai dengan persyaratan CPKB 3. Apabila ada kekurangan dibuat surat ke industri untuk perbaikan, jika perlu dilakukan diskusi. 4. Apabila sudah lengkap / memenuhi persyaratan dibuat surat persetujuan Denah Bangunan 5. Setelah mendapat surat persetujuan Denah Bangunan, calon/ Industri diperbolehkan membangun sesuai dengan Denah Bangunan yang disetujui b. Rekomendasi Izin Produksi 1. Pemohon mengajukan surat permohonan kepada Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan dengan tembusan Kepala Badan POM RI, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 2. Tim Balai POM melaksanakan pemeriksaan yang meliputi site visit dan review dokumen 3. Tim pemeriksa menyusun Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan atau daftar periksa serta penandatanganan BAP dan atau daftar periksa oleh pemeriksa sarana dan pihak industri 4. BB/BPOM mengeluarkan laporan analisis hasil pemeriksaan apabila memenuhi aspek Cara Pembuatan yang Baik untuk disampaikan kepada Ka Badan cq. Dit Insert OT, Kos, PK dengan tembusan Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 5. Ka Badan cq. Dit. Insert OT, Kos dan SM menerima laporan analisis hasil pemeriksaan 6. Dit Insert OT, Kos, PK melakukan tindak lanjut terhadap laporan analisis hasil pemeriksaan dan menyerahkan hasil analisis ke Deputi 7. Deputi merekomendasi izin produksi 8. Ka. Badan menerbitkan rekomendasi izin produksi yang ditujukan pada Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan c. Pemeriksaan Sarana Produksi dalam rangka Sertifikasi CPKB A. Perencanaan Pemeriksaan 1. Pemohon mengajukan surat permohonan kepada Direktur Inspeksi dan Sertifikasi obat tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen 2. Dit Insert OT, Kos, PK menyusun program pemeriksaan di sarana roduksi berdasarkan permohonan Konsep Dasar Sertifikasi 52

53 B. Persiapan Pemeriksaan 1. Pemohon mengajukan surat permohonan kepada Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen 2. Pelaksana sertifikasi sarana menyiapkan dokumen dan peralatan terkait pemeriksaan sarana produksi OT dan atau Kos 3. Pelaksana sertifikasi sarana melaksanakan rapat persiapan pemeriksaan sarana OT dan atau Kos C.Pelaksanaan Pemeriksaan 1. Pelaksana sertifikasi sarana melakukan opening meeting bersama dengan pihak Industri OT dan atau Kos 2. Pelaksana sertifikasi melakukan pemeriksaan yang meliputi site visit dan review dokumen 3. Pelaksana sertifikasi membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan sesuai form BAP atau daftar periksa sesuai form daftar periksa serta penandatanganan BAP dan atau daftar periksa oleh pemeriksa sarana dan pihak industry 4. Pelaksana sertifikasi melakukan closing meeting bersama dengan pihak industri D. Pelaporan Hasil Pemeriksaan 1. Pelaksana sertifikasi sarana melakukan opening meeting bersama dengan pihak Industri OT dan atau Kos 2. Pelaksana sertifikasi membuat laporan hasil pemeriksaan berdasarkan BAP dan atau daftar periksa kemudian mengklasifikasikan temuan menggunakan form laporan hasil pemeriksaan E. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi OT dan atau Kos 1. Pelaksana sertifikasi melakukan tindak lanjut hasil Pemeriksaan 2. Pelaksana sertifikasi menyerahkan BAP, daftar hadir dan laporan hasilpemeriksaan kepada Dit. Insert OT, Kos dan SM F. Melakukan evaluasi CAPA dari sarana produksi 1. Dit Insert OT, Kos, PK menganalisis laporan CAPA dari sarana produksi 2. Dit. Insert OT, Kos dan SM mengeluarkan surat pemeriksaan dinyatakan selesai kepada industri bila hasil evaluasi CAPA memenuhi syarat 3. Dit. Insert OT, Kos dan SM mengirimkan surat peringatan terhadap sarana yang berdasarkan evaluasi CAPA Tidak Memenuhi Syarat 4. Dit Insert OT, Kos, PK membuat laporan hasil pemeriksaan sarana kepada Deputi 5. Deputi menganalisis dan menyetujui laporan hasil pemeriksaan sarana G. PROSEDUR SERTIFIKASI HIGIENE DAN SANITASI PANGAN 1.1. Pemohon baru dapat berkonsultasi dengan Kepala Sub Dit Sertifikasi Pangan atau Kepala Seksi Sertifikasi Sarana Produksi tentang prosedur serta hal-hal yang berkaitan dengan proses pemberian sertifikasi higiene dan sanitasi. Konsep Dasar Sertifikasi 53

54 1.2. Pemohon mengajukan permohonan untuk memperoleh sertifikasi higiene dan sanitasi kepada Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan. Permohonan dilampiri dengan : a. Surat Permohonan b. Surat Pernyataan di atas materai Rp. 6000,- yang menyatakan : Sarana produksi tidak sedang direnovasi Sedang berlangsung proses produksi untuk produk yang disertifikasi pada saat pemeriksaan dilaksanakan Dapat/tidak dapat melakukan dokumentasi/foto pada saat pemeriksaan c. Diagram alir proses produksi tiap jenis produk d. Layout bangunan sarana produksi e. Denah lokasi sarana produksi f. Panduan Mutu g. Laporan/dokumen pelaksanaan Corrective Action Preventive Action (CAPA) hasil pemeriksaan sebelumnya h. Persetujuan pendaftaran (MD), desain label yang disetujui beserta contoh label/kemasan produk yang diproduksi untuk beredar lokal i. Dokumen penunjang lainnya 1.3. Formulir permohonan diserahkan ke Badan POM cq. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Sub Dit. Sertifikasi Pangan Bayar biaya PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) sebesar Rp ,- (seratus ribu rupiah) per-surat per-jenis pangan yang dimintakan sertifikasi higiene dan sanitasinya melalui bank yang ditunjuk.(mengacu ke IK Pembayaran PNBP Sertifikasi Sarana Dit. Insert Pangan) Dokumen persyaratan sertifikasi higiene dan sanitasi dievaluasi oleh evaluator 1.6. Jika belum memenuhi persyaratan, dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi. Dokumen persyaratan yang telah lengkap diproses selanjutnya Rencana jadwal kunjungan yang disepakati oleh tim auditor dan pemohon disiapkan mengacu pada POM-03.SOP.01.IK.07 (53) tentang Audit Verifikasi Sarana Produksi-Distribusi Pangan Lakukan koordinasi dan berikan informasi pelaksanaan audit dengan pemohon Dokumen perjalanan dinas disiapkan, dokumen pengajuan sertifikasi dan peralatan penunjang pelaksanaan audit mengacu pada IK POM-03.SOP.01.IK.02 (53) tentang Persiapan Inspeksi Pangan Tim Pemeriksa/auditor mempelajari dokumen permohonan sertifikasi higiene dan sanitasi Tim pemeriksa/auditor membuat ringkasan perencanaan audit higiene dan sanitasi sesuai POM-03.SOP.01.IK.01 (53) tentang Perencanaan Inspeksi Sarprod dan Distribusi Pangan Lakukan audit ke sarana produksi yang bersangkutan. Tim auditor dibekali dengan surat tugas dan formulir penilaian sarana produksi. (Prosedur rinci mengenai pelaksanaan pemeriksaan mengacu ke SOP Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Obat dan Makanan no. POM-03.SOP.01) Tim pemeriksa/auditor membuat laporan audit Tim pemeriksa/auditor menyampaikan laporan pertanggungjawaban perjalanan dinas kepada koordinator kegiatan dan melaporkan hasil pelaksanaan audit kepada tim pembahas (kasubdit, kasie dan evaluator) Tim pembahas melakukan rapat evaluasi terhadap hasil pelaksanaan audit berdasarkan laporan dari tim pemeriksa/auditor. Hasil audit yang dibahas oleh Tim Pembahas disimpulkan untuk ditindaklanjuti dengan beberapa kemungkinan, sebagai berikut : Konsep Dasar Sertifikasi 54

55 Terhadap temuan saat audit dilaksanakan, akan diterbitkan surat tindak lanjut kepada pemohon mengacu pada POM-03.SOP.17 tentang Tindak Lanjut Pengawasan Keamanan Pangan dan POM-03.SOP.17.IK.06 (53) tentang Tindak Lanjut Sarana Tidak Memenuhi Cara Peredaran Pangan yang Baik Apabila pabrik telah melakukan perbaikan, maka pabrik melaporkan hasil perbaikan secepatnya kepada Direktur Inspeksi dan Sertifikasi pangan Setelah pemohon memberikan laporan CAPA, dilakukan evaluasi terhadap CAPA mengacu pada POM-03.SOP.01.IK.04 (53) tentang Evaluasi CAPA Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Pangan Tim Pembahas akan membahas dan menyimpulkan tindak lanjut yang akan dilakukan, apakah akan diaudit ulang atau tidak tergantung jenis perbaikan/pembenahannya. Bila Tim Pembahas memutuskan layak untuk diberikan sertifikasi, maka sertifikasi akan diterbitkan Surat keterangan higiene dan sanitasi diterbitkan setelah hasil evaluasi laporan CAPA memenuhi ketentuan Masa berlaku surat keterangan higiene dan sanitasi dengan nilai hasil pemeriksaan A (sangat baik) berlaku selama 1 tahun dan untuk sarana produksi dengan hasil pemeriksaan B (baik) berlaku selama 6 bulan Bila hasil pemeriksaan sarana produksi adalah C (cukup) dan D (jelek), maka surat keterangan higiene dan sanitasi tidak dapat diterbitkan Bagi pemohon yang akan memperpanjang sertifikasi higiene dan sanitasinya, maka harus mengajukan kembali permohonan untuk memperoleh sertifikasi higiene dan sanitasi kepada Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan. Konsep Dasar Sertifikasi 55

56 Alur Proses Permohonan Data dukung Penerimaan permohonan Melengkapi Tidak Lengkap Evaluasi 12 HK Lengkap Perencanaa /Penjadwalan Bukti Bayar Penerimaan Bukti Bayar Surat Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sarana Belum memenuhi 12 HK Pemeriksaan Sarana Produksi Memenuhi Laporan CAPA Data dukung Perbaikan CAPA Belum memenuhi Evaluasi CAPA 12 HK Surat Keterangan Higiene dan Sanitasi Memenuhi Penerbitan Surat Keterangan Konsep Dasar Sertifikasi 56

57 C. PROSEDUR PELAKSANAAN SERTIFIKASI PANGAN PROSEDUR PELAKSANAAN SURAT KETERANGAN IMPOR (SKI) PANGAN 1.1. Pemohon baru melakukan registrasi NSW di website : //e-bpom.bpom.go.id atau //e-bpom.pom.go.id Untuk mendapatkan validasi registrasi pemohon menyerahkan surat permohonan registrasi NSW (form no. POM-03.SOP.04.IK.01.(53)/F01), surat pernyataan penanggung jawab NSW (form no. POM- 03.SOP.04.IK.01(53)/F02), fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), fotokopi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), dan fotokopi Angka Pengenal Importir (API) secara langsung kepada petugas registrasi NSW Setelah mendapatkan validasi registrasi, importir dapat mengajukan permohonan SKI yang ditujukan kepada Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan atau Kepala BBPOM / Balai POM setempat dengan memasukkan data secara online melalui website e-bpom, dan menyerahkan berkas hard copy permohonan secara langsung ke bagian pelayanan SKI Berkas permohonan diserahkan kepada petugas penerima berkas untuk diperiksa kelengkapannya, dan juga diperiksa apakah data NSW sudah ada atau belum. Apabila data NSW belum ada, berkas permohonan dikembalikan kepada pemohon Berkas permohonan yang sudah dilengkapi dengan data NSW diserahkan kepada evaluator. Selanjutnya berkas permohonan dievaluasi oleh evaluator untuk diperiksa kelengkapan dan keabsahan, pemenuhan persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan; dan kesesuaian data di NSW Persyaratan yang harus dilengkapi adalah sebagai berikut : Surat permohonan memuat : a. Nama dan alamat Importir Ditulis sesuai dengan yang tercantum dalam Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) atau NPWP. b. Nama jenis dan nama dagang Menunjukan sifat atau keadaan pangan yang sebenarnya, mencantumkan nama dagang bila ada dan untuk produk ML nama produk harus sesuai dengan yang tercantum pada surat persetujuan pendaftaran. c. Jenis kemasan / berat / volume Cantumkan jenis bahan kemasan primer (yang kontak langsung dengan isi/ pangan) dan bila menggunakan kemasan sekunder, misalnya aluminium-foil dalam karton cantumkan bobot/ volume pada kemasan sekunder. d. Jumlah yang diimpor Berat bersih atau isi bersih ( berat netto barang ) - Untuk produk pangan padat dinyatakan dalam ukuran bobot yaitu : ton, kg, atau g. - Untuk produk pangan cair dinyatakan dalam ukuran volume, yaitu : Liter, ml - Untuk produk semipadat atau kental dinyatakan dalam ukuran volume atau bobot. e. Negara asal pangan Nama Negara asal barang yang akan diimpor. f. Nama dan alamat perusahaan pemasok Nama dan alamat importir / distributor. Alamat tersebut harus lengkap mencakup nama jalan, kota, propinsi, negara, kode pos, telepon, fax. g. Nomor dan tanggal invoice Nomor dan tanggal invoice dicantumkan sesuai data pada dokumen invoice produk yang akan diimpor. Konsep Dasar Sertifikasi 57

58 h. Nomor dan tanggal B/L atau AWB Nomor dan tanggal B/L atau AWB dicantumkan sesuai data pada dokumen produk yang diimpor. i. Masa Kadaluwarsa (Exp Date) Produk pangan yang masuk ke wilayah Indonesia harus memenuhi ketentuan 2/3 masa simpan (shelf life). Misalnya produk pangan dengan masa simpan 1 tahun, maka masa simpan minimal pada saat SKI diajukan adalah 8 bulan. j. No Lot/Batch/Kode produksi k. Nomor FEMA/JEFCA/EC (untuk BTP dan jenis flavour) l. Nama Pelabuhan bongkar Permohonan dilampiri dengan: a. Surat pernyataan tujuan penggunaan produk yang diimpor di atas materai Rp. 6000,- (dikecualikan untuk produk ML) b. Fotokopi nomor pendaftaran dan label yang disetujui pada waktu pendaftaran (untuk produk ML) c. Surat perjanjian kerjasama yang tertuang dalam akte notaris antara importir dengan perusahaan yang mempunyai fasilitas impor, apabila mencantumkan nama perusahaan yang berbeda dengan di surat persetujuan pendaftaran (No. ML). d. Spesifikasi produk (dikecualikan untuk produk ML) yang mencantumkan : Deskripsi / komposisi / ingredient Karakteristik fisik Karakteristik kimia Karakteristik mikrobiologi Kemasan Penggunaan / aplikasi Penyimpanan, Masa Kadaluwarsa e. Surat keterangan dari produsen negara asal apabila pada dokumen impor tertera nama yang berbeda dengan yang terdapat di sertifikat kesehatan atau sertifikat analisa Konsep Dasar Sertifikasi 58

59 f. Sertifikat-sertifikat yang dilampirkan antara lain : No Sertifikat 1 Sertifikat kesehatan (Health Certificate) atau Sertifikat Bebas Jual (Free Sale Certificate) dari pemerintah/instansi yang berwenang di negara asal, yang mempunyai masa berlaku (menunjukkan asli) 2 Sertifikat analisa dari produsen (per batch) atau sertifikat analisa yang diterbitkan oleh laboratorium terakreditasi dengan parameter analisis sesuai persyaratan keamanan pangan dengan masa berlaku maksimal 12 bulan (menunjukkan asli) Untuk analisa logam berat, sertifikat analisa yang diberikan pada setiap kali monitoring produk (maksimal 12 bulan). Produk Pangan Bahan Baku Pangan Bahan Tambahan Pangan - 3 Sertifikat Bebas Radiasi (untuk produk susu asal Eropa) - 4 Sertifikat Bebas Radiasi untuk produk asal Jepang 5 Sertifikat Genetic Modified Organism (GMO) (untuk produk dan hasil olah dari kedelai, jagung, tomat, dan kentang) 6 Sertifikat analisa 3 MCPD (untuk produk Hydrolized Vegetable Protein, Isolated Soy Protein, Soy Sauce) 7 Sertifikat asal (Certificate of Origin) untuk produk yang berbahan baku daging sapi dan hasil olahnya (gelatin, kolagen, kulit) 8 Hasil analisa aflatoksin (untuk produk kacang-kacangan) 9 Sertifikat Halal (bila mencantumkan halal pada label) 10 Hasil Analisa formalin untuk produk yang diduga mengandung formalin. 11 Hasil Analisa Melamin untuk BTP (amonium bikarbonat), bahan baku pangan (susu, tepung, vegetable protein, telur dan hasil olahannya) untuk bahan yang diduga mengandung melamin Hasil analisa kloramfenikol (untuk produk madu) - 13 Sertifikat analisa Sudan Red (untuk produk Oleoresin capsicum) - 14 Surat Rekomendasi Pemasukan (SRP) dari Ditjen Peternakan, Kementerian Pertanian untuk produk asal hewan - g. Sertifikat kesehatan tidak diwajibkan untuk sampel pangan olahan dengan berat < 200 gram. h. Dokumen yang memuat tanggal produksi dan atau masa kadaluwarsa produk (menunjukkan asli). Pemohon harus dapat menunjukkan masa kadaluwarsa dari produk yang diimpor. Keterangan tentang masa kadaluarsa produk dapat dicantumkan pada sertifikat analisa, packing list ataupun dokumen lain yang berasal dari produsen yang bersangkutan. i. Dokumen yang memuat nomor batch/nomor lot/kode produksi. Pemohon harus dapat menunjukkan nomor batch/nomor lot/kode produksi dari produk yang diimpor. Keterangan tentang nomor batch/nomor lot/kode produksi dapat dicantumkan pada sertifikat analisa, packing list ataupun dokumen lain yang berasal dari produsen yang bersangkutan. j. Dokumen lain yang menunjang penilaian : Invoice / Proforma invoice Proforma invoice dapat diterima jika dipandang karena ada suatu hal, invoice diterbitkan menyusul misalnya sampai jatuh tempo pembayaran atau karena Konsep Dasar Sertifikasi 59

60 barang jenis tersebut belum pernah diterbitkan SKI dari Badan POM sehingga belum dikirim sampai menunggu kejelasan terbitnya SKI dari Badan POM. Pemohon harus memberikan surat pernyataan akan menyampaikan invoice. B/L, AWB Packing List Pelaporan pendistribusian Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang diimpor sebelumnya Importasi pangan olahan untuk HOREKA (Hotel, Restoran, Kafe). Selain persyaratan tersebut di atas juga dilampiri dengan : Surat pernyataan di atas materai Rp ,- yang menyatakan bahwa produk untuk keperluan HOREKA, tidak diperjualbelikan secara eceran. Apabila ditemukan di peredaran, maka bersedia dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku. Surat perjanjian kerjasama antara importir dan HOREKA jika diperlukan. Bukti pendukung : Purchase Order (PO); Stok Barang; Laporan Pendistribusian Produk untuk HOREKA apabila dalam kemasan eceran (retail packaging) dan berlabel lengkap, maka harus mempunyai nomor pendaftaran (ML) terlebih dahulu sebelum diimpor Pemeriksaan berkas permohonan dilakukan dalam 3 tahap : periksa, tindak lanjut, dan rekomendasi. Pada masing-masing tahap, berkas permohonan yang tidak lengkap atau lengkap tetapi tidak memenuhi syarat dan atau data di NSW tidak sesuai dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi. Informasi penolakan dikirimkan secara elektronik melalui portal NSW (ebpom) langsung ke account pemohon untuk dilengkapi Berkas yang sudah lengkap, memenuhi syarat, dan data di NSW sudah sesuai, ditandatangani oleh evaluator dan selanjutnya diserahkan kepada pejabat penindaklanjut untuk ditindaklanjuti Berkas yang sudah lengkap, memenuhi syarat, dan data di NSW sudah sesuai direkomendasi secara elektronik di NSW oleh pejabat perekomendasi Surat rekomendasi impor dicetak dan ditandatangani oleh pejabat perekomendasi. Surat rekomendasi impor yang diterbitkan berupa Surat Keterangan Impor (SKI) SKI dikirim secara elektronik ke Bea Cukai melalui portal NSW, kemudian hardcopy SKI diserahkan kepada pemohon SKI dapat diambil/ diterima oleh pemohon dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah seluruh dokumen lengkap dan benar diterima oleh petugas Badan POM atau Balai Besar/Balai POM Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan/ Balai Besar/Balai POM merekapitulasi penerbitan SKI per bulan Balai Besar/Balai POM mengirimkan laporan secara berkala mengenai penerbitan SKI di wilayah tersebut ke Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi merekapitulasi laporan Balai Besar/Balai POM dan melakukan evaluasi terhadap laporan tersebut. Konsep Dasar Sertifikasi 60

61 Alur Proses Pemohon Baru Permohonan, Dokumen SIUP, API, NIPWP Ditolak Validasi Registrasi NSW Notifikasi Validasi Registrasi NSW Disetujui Perusahaan Terdaftar /Pemohon Input dan memonitor permohonan SKI Evaluasi Kelengkapan Dokumen Ditolak Pemeriksaan Dokumen Bayar Bank Ditolak Tindak Lanjut Ditolak Rekomendasi Bea Cukai Penyerahan SKI Konsep Dasar Sertifikasi 61

62 F.2. PROSEDUR PELAKSANAAN SURAT KETERANGAN EKSPOR (SKE) PANGAN 1.1. Pemohon yang ingin memperoleh sertifikasi ekspor dapat berkonsultasi kepada Kepala Sub Dit Sertifikasi Pangan/ Kepala Seksi Sertifikasi Produk/Kepala Bidang Sertifikasi/Kepala Bidang SerLIK/Kepala SeksiSertifikasi tentang prosedur serta hal-hal yang berkaitan dengan proses pemberian sertifikasi ekspor. Permohonan dapat berasal dari pihak produsen produk yang bersangkutan maupun dari eksportir yang bermaksud mengekspor produk tersebut Pemohon mengajukan permohonan untuk memperoleh sertifikasi ekspor kepada Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan/Kepala Balai Besar/Balai POM setempat. Konsep Dasar Sertifikasi 62

63 A. Produk sudah terdaftar di Badan POM (mempunyai nomor persetujuan pendaftaran/no. MD) Permohonan dilampiri dengan : 1. Fotokopi surat persetujuan pendaftaran (no. MD) dan desain kemasan/label produk yang disetujui pada waktu pendaftaran 2. Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa produk pangan khusus ekspor mengalami perubahan desain kemasan/label dari yang telah disetujui pada waktu pendaftaran, namun mutu dan kualitas produk yang akan diekspor sama dengan mutu dan kualitas produk yang beredar di Indonesia, diatas materai Rp. 6000,- apabila produk khusus ekspor berbeda desain kemasan/labelnya dari yang telah disetujui pada waktu pendaftaran. 3. Surat perjanjian kerjasama antara produsen dan eksportir, apabila produk diekspor bukan oleh produsen produk yang bersangkutan. 4. Sertifikat-sertifikat dengan masa berlaku maksimum 12 bulan, yaitu sebagai berikut: Sertifikat analisa cemaran kimia dan cemaran mikrobiologi dari laboratorium terakreditasi dilampirkan untuk setiap kali ekspor (menunjukkan asli). Sertifikat analisis 3 MCPD (untuk produk Hydrolized Vegetable Protein, Isolated Soy Protein, Soy Sauce), kecuali ada bukti pernyataan dari pembeli bahwa negara tujuan ekspor tidak mensyaratkannya. Sertifikat GMO (untuk produk dan hasil olah dari kedelai, jagung, tomat, kentang), kecuali ada bukti pernyataan dari pembeli bahwa negara tujuan ekspor tidak mensyaratkannya. Ijin pencantuman logo halal, apabila mencantumkan logo halal pada label/kemasan produk Sertifikat analisa dan hasil perhitungan Informasi Nilai Gizi (ING) jika pada label ekspor mencantumkan Informasi Nilai Gizi (ING), sedangkan pada label lokal yang disetujui saat pendaftaran di Badan POM tidak tercantum. 5. Dokumen lain yang menunjang penilaian, misal invoice (nilai invoice dalam US Dollar) 6. Contoh sampel dan kemasan/label produk yang beredar di Indonesia dan produk yang akan diekspor, minimal 1 (satu) produk Pada kemasan/label produk yang akan diekspor harus dicantumkan nama/alamat produsen atau negara asal produk (Indonesia) 7. Draft Health Certificate/Free Sale Certificate/To Whom It May Concern yang diajukan. 8. Berkas permohonan yang telah lengkap harus melampirkan bukti pembayaran bank (pembayaran PNBP) B. Produk sudah memiliki Surat Persetujuan Pendaftaran Produk Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) dari Dinas Kesehatan Permohonan dilampiri dengan : 1. Fotokopi Sertifikat Pendaftaran Produk (SPP-IRT) 2. Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa produk pangan khusus ekspor mengalami perubahan desain kemasan/label dari desain kemasan/label produk yang beredar di Indonesia, namun mutu dan kualitas produk yang diekspor sama dengan mutu dan kualitas produk yang beredar di Indonesia, diatas materai Rp. 6000,- apabila produk khusus ekspor berbeda desain kemasan/labelnya dari yang telah beredar di Indonesia. Konsep Dasar Sertifikasi 63

64 3. Surat perjanjian kerjasama antara produsen dan eksportir, apabila produk diekspor bukan oleh produsen produk yang bersangkutan. 4. Sertifikat-sertifikat dengan masa berlaku maksimum 12 bulan, yaitu sebagai berikut: Sertifikat analisa cemaran kimia dan cemaran mikrobiologi dari laboratorium terakreditasi dilampirkan untuk setiap kali ekspor (menunjukkan asli). Sertifikat analisis 3 MCPD (untuk produk Hydrolized Vegetable Protein, Isolated Soy Protein, Soy Sauce), kecuali ada bukti pernyataan dari pembeli bahwa negara tujuan ekspor tidak mensyaratkannya. Sertifikat GMO (untuk produk dan hasil olah dari kedelai, jagung, tomat, kentang), kecuali ada bukti pernyataan dari pembeli bahwa negara tujuan ekspor tidak mensyaratkannya. Ijin pencantuman logo halal, apabila mencantumkan logo halal pada label/kemasan produk Sertifikat analisa dan hasil perhitungan Informasi Nilai Gizi (ING) jika pada label ekspor mencantumkan Informasi Nilai Gizi (ING), sedangkan pada label lokal yang disetujui saat pendaftaran di Dinas Kesehatan tidak tercantum. 5. Spesifikasi produk Spesifikasi produk memuat : Deskripsi / komposisi / ingredient Karakteristik fisika / kimia / mikrobiologi Kemasan Penggunaan / aplikasi Penyimpanan, masa kadaluwarsa dan cara penyimpanan 6. Dokumen lain yang menunjang penilaian, misal invoice (nilai invoice dalam US Dollar) 7. Contoh sampel dan kemasan/label produk yang beredar di Indonesia dan produk yang akan diekspor, minimal 1 (satu) produk Pada kemasan/label produk yang akan diekspor harus dicantumkan nama/alamat produsen atau negara asal produk (Indonesia) 8. Hasil pemeriksaan sarana produksi dari Badan POM atau Balai/Balai Besar POM (jika perlu). 9. Draft Health Certificate/Free Sale Certificate/To Whom It May Concern yang diajukan. 10. Berkas permohonan yang telah lengkap harus melampirkan bukti pembayaran bank (pembayaran PNBP) C. Bahan Baku / Bahan Tambahan Pangan / Produk Pangan Belum Terdaftar di Badan POM/ Produk Belum Memiliki SPP-IRT dari Dinas Kesehatan Permohonan dilampiri dengan : 1. Spesifikasi produk Spesifikasi produk memuat : Deskripsi / komposisi / ingredient Karakteristik fisika / kimia / mikrobiologi Kemasan Penggunaan / aplikasi Penyimpanan, masa kadaluwarsa dan cara penyimpanan 2. Surat perjanjian kerjasama antara produsen dan eksportir, apabila produk diekspor bukan oleh produsen produk yang bersangkutan. Konsep Dasar Sertifikasi 64

65 3. Sertifikat-sertifikat dengan masa berlaku maksimum 12 bulan, yaitu sebagai berikut: Sertifikat analisa cemaran kimia dan cemaran mikrobiologi dari laboratorium terakreditasi dilampirkan untuk setiap kali ekspor (menunjukkan asli). Sertifikat analisis 3 MCPD (untuk produk Hydrolized Vegetable Protein, Isolated Soy Protein, Soy Sauce), kecuali ada bukti pernyataan dari pembeli bahwa negara tujuan ekspor tidak mensyaratkannya. Sertifikat GMO (untuk produk dan hasil olah dari kedelai, jagung, tomat, kentang), kecuali ada bukti pernyataan dari pembeli bahwa negara tujuan ekspor tidak mensyaratkannya. Ijin pencantuman logo halal, apabila mencantumkan logo halal pada label/kemasan produk Sertifikat analisa dan hasil perhitungan Informasi Nilai Gizi (ING) jika pada label ekspor mencantumkan Informasi Nilai Gizi (ING 4. Dokumen lain yang menunjang penilaian, misal invoice (nilai invoice dalam US Dollar) 5. Contoh sampel dan kemasan/label produk yang akan diekspor, minimal 1 (satu) produk Pada kemasan/label produk yang akan diekspor harus dicantumkan nama/alamat produsen atau negara asal produk (Indonesia) 6. Hasil pemeriksaan sarana produksi yang memenuhi syarat yang dilakukan oleh Badan POM atau Balai/Balai Besar POM. - Jika hasil pemeriksaan sarana produksi memperoleh penilaian minimal B, dan produsen telah memberikan tindak lanjut perbaikan dengan menggunakan Form Corrective Action and Corrective Action (CAPA) (Form no. POM-03.SOP.01.IK.04 (53)/F01, maka SKE dapat diberikan. 7. Draft Health Certificate/Free Sale Certificate/To Whom It May Concern yang diajukan. 8. Berkas permohonan yang telah lengkap harus melampirkan bukti pembayaran bank (pembayaran PNBP) 1.3. Berkas permohonan diperiksa kelengkapannya oleh evaluator. Berkas permohonan yang tidak lengkap dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi Berkas permohonan yang sudah lengkap dibuatkan Surat Keterangan Ekspornya Selanjutnya Berkas dan Surat Keterangan Ekspor diperiksa lebih lanjut oleh Kepala Seksi sebagai pejabat penindak lanjut Jika berkas dan Surat Keterangan Ekspor dinilai telah lengkap dan telah memenuhi semua persyaratan, maka diserahkan kepada Kepala Sub Dit. Sertifikasi/Kepala BBPOM/BPOM sebagai petugas perekomendasi, dan apabila dinilai telah lengkap dan telah memenuhi semua persyaratan Surat Keterangan Ekspor akan ditandatangani Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan/ BB/BPOM menyerahkan SKE ke pemohon 1.8. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan/ BB/BPOM merekapitulasi penerbitan SKE per bulan 1.9. BB/BPOM mengirimkan laporan secara berkala mengenai penerbitan SKE di wilayah tersebut ke Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan merekapitulasi laporan BB/BPOM dan melakukan evaluasi terhadap laporan tersebut. Konsep Dasar Sertifikasi 65

66 3. Alur Proses Pemohon Berkas Permohonan dan Dokumen Direktorat Inspeksi Dan Sertifikasi Pangan Badan POM/Balai Besar/ Balai POM Bayar Bank Ditolak Evaluasi Berkas Permohonan Disetujui Tambahan Data Pemeriksaan setempat (bila perlu) Proses Evaluasi Surat Keterangan Ekspor Konsep Dasar Sertifikasi 66

67 i. PROSEDUR PENGELUARAN SURAT KETERANGAN EKSPOR KEMASAN PANGAN Dalam rangka pengawasan kemasan pangan, setiap kemasan pangan yang akan diedarkan di wilayah Indonesia maupun yang akan diekspor harus memenuhi persyaratan batas migrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Industri Pangan maupun industri kemasan yang akan mengekspor kemasan pangan ke luar wilayah Indonesia harus memenuhi peraturan tentang kemasan pangan yang berlaku di Indonesia dan peraturan yang berlaku di negara tujuan ekspor.persyaratan pengajuan permohonan Surat Keterangan Ekspor kemasan pangan yaitu : 1. Mengajukan surat permohonan SKE yang berisi nama dan alamat bahan/produk, jenis kemasan/berat/volume, jumlah yang dikespor, tujuan 2. Hasil analisa kemasan pangan (Certificate of Analysis/CoA) 3. Food Contact Statement atau health certificate atau certificate of free sale, jika disyaratkan batas migrasi, harus mencantumkan hasil uji migrasinya dan dilakukan di laboratorium terakreditasi (untuk bahan kemasan pangan) 4. Deskripsi Produk (Product description) 5. Lembar Data Keamanan tentang kemasan pangan (Safety Data Shee /SDS ) Konsep Dasar Sertifikasi 67

68 6. Surat pernyataan tentang produk di atas materai Rp , yang menyatakan bahwa produk kemasan pangan yang diekspor mempunyai kualitas yang sama dengan produk kemasan pangan yang beredar di Indonesia (jika produk kemasan pangan tersebut juga beredar di Indonesia) 7. Contoh produk kemasan pangan 1 (satu) buah setiap item. Prosedur pengeluaran Surat Keterangan Ekspor (SKE) kemasan pangan sebagai berikut : 1. Pemohon mengajukan permohonan 2. Verifikasi kesesuaian dan keabsahan dokumen hard copy. Jika dokumen belum lengkap dan benar, maka kembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi.jika dokumen lengkap dan benar, maka dibuat draf SKE dan teruskan ke Pejabat Periksa. 3. Evaluasi draft Surat Keterangan Ekspor (SKE) oleh Pejabat Periksa.Jika hasil evaluasi draft SKE tidak disetujui, maka berkas dikembalikan kepada pelaksana evaluasi untuk dilengkapi pemohon. Jika hasil evaluasi draft SKE disetujui, maka draft SKE diserahkan kepada evaluator untuk dicetak 3 (tiga) rangkap. 4. Verifikasi pemberian paraf oleh Pejabat Periksa, diteruskan kepada Pejabat Penindaklanjut, kemudian ditandatangani oleh Pejabat Perekomendasi. 5. Surat keterangan ekspor yang sudah ditandatangani diserahkan kepada pemohon 1 ( satu) lembar dan diarsipkan di unit kerja dan kedeputian masing-masing 1 ( satu) lembar untuk dibuat rekapitulasi setiap bulan. Bagan prosedur Surat Keterangan Ekspor kemasan pangan PEMOHON CEK KELENGKAPAN DOKUMEN TDK LENGKAP LENGKAP EVALUASI DRAFT SKE OLEH PEJABAT PERIKSA TDK SETUJU SETUJU VERIFIKASI SKE OLEH PEJABAT PENINDAKLANJUT & PEJABAT PEREKOMENDASI ARSIP UNIT KERJA PEMOHON ARSIP KEDEPUTIAN Konsep Dasar Sertifikasi 68

69 D. PROSEDUR PENGELUARAN SURAT KETERANGAN IMPOR (SKI) a. Importir/kuasanya mengajukan permohonan dengan terlebih dahulu melakukan registrasi sesuai ketentuan melalui e-bpom ( b. Bila belum/tidak melakukan registrasi maka importir tidak dapat melakukan input data permohonan. c. Setelah teregistrasi, konfirmasi user name dan password dikirimkan secara elektronik ke alamat masing-masing. Importir dapat melakukan login masuk ke dalam aplikasi e-bpom ( d. Importir dapat membuka aplikasi e-bpom, dapat segera melakukan entry data permohonan import produk. Entry data dapat dilakukan baik dari kantor/lokasi importir berada maupun di Badan POM. e. Data akan terkirim secara elektronik dan diterima petugas Badan POM untuk dilakukan pemeriksaan kebenaran dokumen. f. Setelah data elektronik diterima, importir segera menyampaikan hardcopy kelengkapan dokumen untuk dilakukan evaluasi dan penilaian oleh pejabat evaluator. g. Bila dokumen memenuhi syarat, importir diminta segera melakukan pembayaran PNBP ke Bank yang telah ditentukan (pembayaran hanya untuk pengajuan SKI bahan baku). h. Tetapi bila belum memenuhi syarat maka importir akan menerima pesan kekurangan/perbaikan dokumen yang harus dilengkapi lewat aplikasi e-bpom i. Bukti pembayaran bank diserahkan ke petugas, untuk proses lebih lanjut. j. Surat Keterangan Impor dikirim secara elektronik ke Portal INSW dan juga diterbitkan hardcopynya. k. Hardcopy yang telah disyahkan oleh direktur atau pejabat yang ditunjuk diserahkan ke importir untuk diberikan ke DJBC. Bagan alur prosedur Pengeluaran Surat Keterangan Impor (SKI) Konsep Dasar Sertifikasi 69

70 Jenis dan persyaratan SKI di direktorat insert Baku OT, Kosmetik dan Produk Kompleme adalah sebagai berikut: a. SKI Bahan Baku OT dan Produk Komplemen 1. Surat Permohonan 2. Surat Pernyataan 3. Sertifikat Analisis (CoA) 4. MSDS (Material Safety Data Sheet) 5. Data Pendukung Impor b. SKI Produk Jadi OT, Kosmetik dan Produk Komplemen 1. Surat Permohonan 2. Surat Pernyataan 3. Surat Persetujuan Pendaftaran yang masih berlaku dan penandaan yang disetujui 4. Surat Perjanjian kerjasama antara importir dan pemilik nomor izin edar disahkan notaris apabila importir berbeda dengan pemilik nomor izin 5. Sertifikat Analisis (CoA) 6. Data Pendukung Impor Konsep Dasar Sertifikasi 70

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KONSEP DASAR PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN OBAT IMPOR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN OBAT IMPOR PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.3.12.11.10692 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN OBAT IMPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.739, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pengawasan. Bahan Obat. Obat Tradisional. Suplemen Kesehatan. Pangan. Pemasukan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

Produksi di Industri Farmasi

Produksi di Industri Farmasi Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.393, 2011 BADAN POM. Obat Tradisional. Pembuatan. Persyaratan Teknis. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629 TAHUN 2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

BAB 1 MANAJEMEN MUTU

BAB 1 MANAJEMEN MUTU Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 BAB 1 MANAJEMEN MUTU PRINSIP Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.738, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pengawasan. Obat. Makanan. Pemasukan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1 Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisioanl Yang Baik (CPOTB) PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN BAHAN OBAT

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN BAHAN OBAT PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.3.12.11.10693 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN BAHAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

DOKUMENTASI

DOKUMENTASI DOKUMENTASI PENDAHULUAN Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya pada penerapan/pemenuhan CPOTB. Mutu yang direncanakan adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi keluhan yang terkait dengan

Lebih terperinci

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK DI UNIT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BPOM. Pemasukan Bahan. Pengawasan. Ke Dalam Wilayah Indonesia. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BERITA NEGARA. BPOM. Pemasukan Bahan. Pengawasan. Ke Dalam Wilayah Indonesia. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN No.1374, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pemasukan Bahan. Pengawasan. Ke Dalam Wilayah Indonesia. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.382, 2014 KEMENHAN. Peralatan Kesehatan. Lembaga Farmasi TNI. Standardisasi. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 659/MENKES/SK/X/1991 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa untuk membuat obat tradisional yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK 7 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.729, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Permohonan. Hasil Pengawasan. Impor. Ekspor. Narkotika. Persyaratan. Tata Cara. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Oba

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Oba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.377, 2017 BPOM. Wilayah Indonesia. Obat. Makanan. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PERMOHONAN ANALISA HASIL PENGAWASAN DALAM RANGKA IMPOR DAN EKSPOR NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.4.3870 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN KOSMETIKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.11.03724 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA Draft 17 November 2016 RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Agenda Sistem Pengawasan Badan POM Peraturan Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI

Lebih terperinci

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi PETA BISNIS PROSES Pemerintah Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan Pembentukan Undang-undang Perundangundangan dan POM-02 Evaluasi Produk dan Administrasi

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.23.3644 TE N TA N G KETENTUAN POKOK PENGAWASAN SUPLEMEN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK DENGAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12123 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12123 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.10.12123 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.41.1384 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENDAFTARAN OBAT TRADISIONAL, OBAT HERBAL TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor HK. 00.06.42.0255 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN ALPHA HYDROXY ACID (AHA) DALAM KOSMETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci