JURNAL PERAN ORANGTUA PADA TERAPI BIOMEDIS UNTUK ANAK AUTIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL PERAN ORANGTUA PADA TERAPI BIOMEDIS UNTUK ANAK AUTIS"

Transkripsi

1 JURNAL PERAN ORANGTUA PADA TERAPI BIOMEDIS UNTUK ANAK AUTIS RATNADEWI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA ABSTRAKSI Istilah autisme sudah cukup populer dikalangan masyarakat. Autisme merupakan gangguan yang dimulai dan dialami pada masa kanak-kanak. Berbagai usaha telah dijalankan para orangtua dalam menanggulangi gejala autisme. Namun, penanganan pada tiap individu autis berbeda. Banyak diantara mereka yang mengalami gangguan pencernaan, mempunyai kecenderungan alergi, daya tahan tubuh yang rentan, dan mengalami keracunan logam berat. Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya mempengaruhi fungsi otak. Pengalaman dan penelitian mengungkapkan untuk menanggulangi gejala-gejala autisme yang harus dibenahi adalah metabolisme tubuh anak autis, yaitu melalui terapi biomedis. Orangtua memiliki peran dominan dalam upaya penyembuhan anak autis. Untuk itu orangtua dituntut mengerti hal-hal seputar autisme dan mampu mengorganisir kegiatan penyembuhan terapi biomedis untuk anak autis. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kesulitan orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, bagaimana peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, dan mengapa perannya seperti itu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kualitatif berupa studi kasus. Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak autis dan mengikuti terapi biomedis. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah metode wawancara semiterstruktur dan observasi nonpartisipan. Sedangkan alat bantu pengumpulan data penelitian menggunakan pedoman wawancara, pedoman observasi, alat perekam dan alat tulis. Setelah dilakukan penelitian dapat disimpulkan bahwa kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, gambaran peran orangtua dan faktor-faktor yang menyebabkan peran orangtua demikian adalah subjek A mengalami kesulitan dalam pengawasan pola makan anak karena anak sering mencuri makanan, sedangkan subjek B mengalami kesulitan dalam pelaksanaan terapi karena anak sering mencuri makanan, anak sudah besar sehingga anak sudah mengenal jenis-jenis makanan, peran orangtua belum optimal dalam melaksanakan terapi dikarenakan subjek A banyak menghandalkan pasangannya dan kurang inisiatif, sedangkan subjek B tidak tegas, merasa kasihan pada anak dan kurang berinisiatif mencari tahu secara lengkap tentang terapi biomedis. Kata Kunci : Peran Orangtua, Terapi Biomedis, Untuk Anak Autis. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autisme merupakan gangguan yang dimulai dan dialami pada masa kanakkanak. Autisme infantil (autisme pada masa kanak-kanak) adalah gangguan ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukan dengan penguasaan yang tertunda, echolalia (meniru/membeo), mutism (kebisuan, tidak mempunyai kemampuan untuk berbicara), pembalikan kalimat dan kata (menggunakan kamu untuk saya), adanya aktivitas bermain yang repetitif dan stereotipik, rute ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif untuk

2 mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya, rasa takut akan perubahan, kontak mata yang buruk, lebih menyukai gambar dan benda mati (Kaplan dkk, 1994). Klasifikasi autisme sedang dan berat sering kali disimpulkan setelah anak didiagnosa autisme. Klasifikasi ini dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS). Skala ini menilai derajat kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain, melakukan imitasi, memberi respon emosi, penggunaan tubuh dan objek, adaptasi terhadap perubahan, memberikan respon visual, pendengaran, pengecap, penciuman dan sentuhan. Selain itu, Childhood Autism Rating Scale juga menilai derajat kemampuan anak dalam perilaku takut/gelisah melakukan komunikasi verbal dan non verbal, aktivitas, konsistensi respon intelektual serta penampilan menyeluruh (Schopler dkk dalam Berkell, 1992). Akhir-akhir ini kasus autisme menunjukkan peningkatan di Indonesia. Bila Amerika dapat menentukan bahwa kejadian di negaranya adalah 1:150 (satu anak autis per seratus lima puluh anak) dan Inggris berani mengeluarkan angka 1:100, tidak demikian dengan Indonesia. Meskipun beberapa profesional memperkirakan angka tersebut tidak banyak berbeda dengan di Indonesia, tapi hal tersebut tidak mungkin dipastikan tanpa data-data yang akurat. Saat ini di Indonesia sedang melakukan pendataan mengenai jumlah penderita autisme melalui Yayasan Autisma Indonesia. Setiap orangtua menginginkan anaknya berkembang sempurna. Namun demikian, sering terjadi keadaan dimana anak memperlihatkan suatu gejala atau masalah perkembangan sejak usia dini. Orangtua yang memperhatikan perkembangan anaknya dan cukup memiliki informasi mengenai kriteria perkembangan anak, umumnya dapat merasakan dalam hati kecilnya bila anaknya mengalami penyimpangan dalam perkembangan sejak masa bayi. Misalnya ada gangguan di otak (McCandless, 2003). Gangguan di otak tidak dapat disembuhkan tapi masih dapat ditanggulangi, dengan melakukan terapi lebih awal, terpadu, dan intensif. Terjadinya gangguan di otak merupakan salah satu penyebab autisme, tetapi gejala-gejala autisme dapat dikurangi, bahkan dihilangkan sehingga anak dapat bergaul secara normal, tumbuh sebagai orang dewasa yang sehat, berkarya, bahkan membina keluarga. Jika anak autis tidak atau terlambat mendapat intervensi hingga dewasa maka gejala autisme semakin parah, bahkan tidak tertanggulangi. Melalui beberapa terapi, anak autis akan mengalami kemajuan seperti anak normal lainnya (Widyawati dkk, 2003). Berbagai usaha telah dijalankan para orangtua dalam menanggulangi gejala autisme. Namun, seringkali hasil yang

3 dicapai masih sulit diukur, lagi pula penanganan pada tiap individu berbeda. Banyak temuan yang menunjukkan bahwa fisik anak autis jauh dari sempurna. Banyak diantara mereka yang mengalami gangguan pencernaan, mempunyai kecenderungan alergi, daya tahan tubuh yang rentan, dan mengalami keracunan logam berat. Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya mempengaruhi fungsi otak. Banyak pengalaman dan penelitian mengungkapkan bahwa untuk menanggulangi gejala-gejala autisme maka yang terlebih dahulu harus dibenahi adalah metabolisme tubuh anakanak penyandang autis. Caranya, dengan menerapkan terapi biomedis (Budhiman dkk, 2002). Peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis sangat penting, terutama pada pemberian food supplement (pemakaian obat, vitamin dan mineral) dan program diet yang akan dilakukan. Pemakaian obat atau food supplement harus dipahami benar apa, bagaimana, dan sesuaikah dengan kebutuhan anak. Orangtua harus mengetahui bahwa obat dan food supplement terbuat dari zat kimia (Widyawati dkk, 2003). Salah satu bentuk keberhasilan terapi biomedis seperti yang terjadi pada pasien Dr. Melly Budhiman setelah mengikuti terapi biomedis, anak autis mengalami perkembangan pesat dalam kemampuan bersosialisasi, anak menjadi mandiri, konsentrasi anak membaik, hiperaktif berkurang, postur tubuh anak berkembang semakin proporsional, adanya kontak mata dengan lawan bicara, dapat meniru kata-kata yang diajarkan, jam tidur menjadi teratur dan dapat mengejar ketinggalan dari anak-anak lain (Budhiman dkk, 2002). Orangtua memiliki peran dominan dalam upaya penyembuhan karena orangtua merupakan orang yang paling dapat mengerti dan dimengerti anak penyandang autis. Untuk itu orangtua tetap dituntut untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi kesembuhan anaknya. Dalam persoalan ini orangtua dituntut mengerti hal-hal seputar autisme dan mampu mengorganisir kegiatan penyembuhan terapi biomedis untuk anak autis. Para ahli tidak akan dapat bekerja tanpa peran serta orangtua dan terapi tidak akan efektif bila orangtua tidak dapat bekerja sama, karena umumnya para ahli tersebut bekerja berdasarkan data yang diperoleh dari orangtua yang paling memahami dan berada paling dekat serta hidup bersama anak penyandang autis (McCandless, 2003). Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas menjadi alasan bagi peneliti untuk melihat bagaimana peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, dan peran orangtua dalam tahap-tahap terapi biomedis untuk menangani anak autis. Dengan adanya peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis memungkinkan

4 dilakukannya deteksi dan intervensi dini sehingga dapat mempercepat langkahlangkah apa saja yang harus diambil selanjutnya, sehingga dapat mempercepat dan mengoptimalkan jalannya terapi biomedis. B. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan dalam penelitian ini adalah : 1. Apa kesulitan orangtua pada terapi biomedis untuk subjek penelitian? 2. Bagaimana peran orangtua pada terapi biomedis untuk subjek penelitian? 3. Mengapa perannya seperti itu? C. Tujuan penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa kesulitan orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, bagaimana peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, dan mengapa peran seperti itu. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat, yaitu : 1. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi peneliti, orangtua dan masyarakat mengenai peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis dan menjadi masukan bagi orangtua, anak autis untuk lebih bisa berperan serta dalam penanganannya. 2. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat memberi masukan yang bermanfaat bagi ilmu psikologi khususnya psikologi anak khusus dengan memberikan tambahan data tentang peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis dan menjadi bahan acuan bagi penelitian berikutnya yang meminati topik mengenai peran orangtua, terapi biomedis dan anak autis. TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Autis 1. Pengertian Autisme Autisme berasal dari kata Yunani autos yang berarti self (diri). Kata autisme ini digunakan didalam bidang psikiatri untuk menunjukkan gejala menarik diri (Budhiman, 2002). 2. Jenis-jenis Terapi Autisme Ada beberapa terapi yang digunakan untuk penanganan anak autis yaitu: a. Terapi Medikamentosa adalah terapi dengan obat-obatan bertujuan memperbaiki komunikasi, memperbaiki respon terhadap lingkungan, dan menghilangkan perilaku aneh serta diulang-ulang.(widyawati dkk, 2003). b. Terapi biomedis adalah terapi bertujuan memperbaiki metabolisme tubuh melalui

5 diet dan pemberian suplemen. (Widyawati dkk, 2003). c. Terapi Wicara adalah terapi untuk membantu anak autis melancarkan otototot mulut sehingga membantu anak autis berbicara lebih baik (Suryana, 2004). d. Terapi Perilaku adalah metode untuk membentuk perilaku positif pada anak autis, terapi ini lebih dikenal dengan nama ABA (Applied Behavior Analysis) atau metode Lovass.(Handojo, 2003). e. Terapi Okupasi adalah terapi untuk melatih motorik halus anak autis. Terapi okupasi untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan keterampilan ototnya (Suryana, 2004). f. Terapi Bermain adalah proses terapi psikologik pada anak, dimana alat permainan menjadi sarana utama untuk mencapai tujuan. (Sutadi dkk, 2003). g. Terapi Sensory Integration adalah pengorganisasian informasi melalui sensori-sensori (sentuhan, gerakan, keseimbangan, penciuman, pengecapan, penglihatan dan pendengaran) yang sangat berguna untuk menghasilkan respon yang bermakna (Sutadi dkk, 2003). h. Terapi Auditory Integration adalah terapi untuk anak autis agar pendengarannya lebih sempurna (Suryana, 2004). 3. Klasifikasi Autisme Klasifikasi autisme sedang dan berat sering kali disimpulkan setelah anak didiagnosa autisme. Klasifikasi ini dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS).(Schopler dkk dalam Berkell, 1992) 4. Penyebab Autisme Ada beberapa penyebab autisme, dugaan penyebab autisme dan diagnosis medisnya yaitu faktor biologis, gangguan perkembangan susunan saraf, dan kelainan fungsi luhur otak: (Budhiman dkk, 2002; Budhiman dalam Suryana, 2004; Yatim dalam Suryana, 2004). 5. Karakteristik Anak Autisme Anak Autis mempunyai karakteristik dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi: (Suryana, 2004) a. Komunikasi 1). Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada. 2). Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah bicara tapi kemudian sirna. 3). Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya. 4). Mengoceh tanpa arti berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain. 5). Bicara tidak dipakai untuk alat komunikasi. 6). Senang meniru atau membeo (echolalia).

6 7). Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya. 8). Sebagian dari anak ini tidak berbicara (non verbal) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa. 9). Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu. b. Interaksi Sosial 1). Penyandang autistik lebih suka menyendiri. 2). Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk bertatapan. 3). Tidak tertarik untuk bermain bersama teman. 4) Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh. c. Gangguan Sensoris 1). Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk. 2). Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga. 3). Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda. 4). Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut. d. Pola Bermain 1). Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya. 2). Tidak suka bermain dengan anak sebayanya. 3). Tidak kreatif, tidak imajinatif. 4). Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar-putar. 5). Senang akan benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda. 6). Dapat sangat lekat dengan bendabenda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana. e. Perilaku 1). Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (deficit). 2). Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang, mengepakan tangan, berputar-putar dan melakukan gerakan yang berulang-ulang. 3). Tidak suka pada perubahan. 4). Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong. f. Emosi 1). Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan. 2). Tempertantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang tidak diberikan keinginannya. 3). Kadang suka menyerang dan merusak. 4). Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri. 5). Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.

7 Namun gejala tersebut diatas tidak harus ada pada setiap anak penyandang autisme. Pada anak penyandang autisme berat mungkin hampir semua gejala ada tapi pada kelompok yang ringan mungkin hanya terdapat sebagian saja (Suryana, 2004). B. Terapi Biomedis 1. Pengertian Terapi Biomedis Terapi biomedis adalah suatu bentuk terapi yang bertujuan memperbaiki metabolisme tubuh melalui diet dan pemberian suplementasi. Terapi ini dilakukan berdasarkan banyaknya gangguan pencernaan, alergi, daya tahan tubuh rentan, dan keracunan logam berat. Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya mempengaruhi fungsi otak (Widyawati dkk, 2003). 2. Tahap-tahap Terapi Biomedis Menurut Shattock (2002), protokol terapi biomedis terdiri dari 3 tahapan dan ditambah dengan 1 tahap intervensi tambahan, yaitu: a. Tahapan Genjatan Senjata (Ceasefire) Tahap ini dilakukan dengan diet susu dan gandum. Anak autis diduga mengalami kelebihan opioid dalam tubuhnya. Opioid berkumpul di otak, bereaksi dan berfungsi seperti morfin sehingga mengacaukan otak anak. Opioid berasal dari kasein (protein dari susu sapi atau domba) dan glutein (protein dari gandum) yang dikonsumsi anak lewat makanan sehari-hari. Pada anak yang memiliki pencernaan normal, protein dari susu sapi dan gandum dapat dicerna sempurna sehingga rantai protein terurai total. Namun, anak yang pencernaannya tidak sempurna sulit mencerna sehingga rantai protein tidak terurai total, melainkan menjadi rantairantai pendek asam amino, yang disebut peptida. Di dalam otak, peptida akan diikat opioid reseptor (penerima opioid), yang kemudian berfungsi dan bereaksi seperti morfin. b. Menilai Problem dan Mencari Persamaan Tahap ini dilakukan dengan menggunakan buku harian makanan dan pemeriksaan laboratorium. Buku harian makanan (food diary), diisi dengan mencatat apa saja yang dikonsumsi anak setiap hari, juga perilaku, dan kemampuan yang dicapai anak. Setelah melakukan diet bebas kasein dan bebas glutein, anak melakukan tes laboratorium. Hasil tes akan lebih akurat setelah tubuh bersih dari kasein dan glutein. Biasanya hasil uji laboratorium sebelum dan sesudah tes akan menunjukkan hasil yang berbeda. Setelah kasein dan glutein dibuang dari menu anak terlihat perbaikan fungsi usus sehingga vitamin dan mineral terserap lebih baik, penurunan jumlah alergi, dan

8 menunjukkan adanya kesembuhan infeksi jamur. c. Proses Membangun Kembali (Rekonstruksi) Tujuan akhir dari terapi biomedis adalah agar anak dapat mengkonsumsi makanan senormal mungkin. Jika kadar peptida yang merusak bisa mengurangi di dalam usus maka daya rembes dinding usus dan sawar otak (blood brain barrier) dapat diperbaiki. Dengan demikian, resiko buruk dapat dikurangi. Inilah tujuan akhir dari fase reskonstruksi. Pada tahap ketiga ini ahli medis akan merekomendasikan pemberian suplemen atau makanan tambahan berdasarkan hasil uji laboratorium. Dengan demikian, penanganan anak autis satu dengan yang lainnya berbeda. d. Intervensi Tambahan Intervensi tambahan sengaja ditempatkan dibagian akhir prosedur karena walaupun ditunjang teori maupun eksperimen, pemakaian supplemen, seperti hormon sekretin pada intervensi tambahan masih dalam tahap percobaan. Pemakaian vitamin B6 (piridoksin) dosis tinggi banyak ditentang, karena secara teoritis mengandung resiko. Begitu juga pemakaian DMG (dimethyl glycine), meski efektif, belum dapat diterangkan cara kerjanya. 3. Cara Pemeriksaan Metabolisme Pada Terapi Biomedis Menurut Budhiman (2002), Untuk menjalankan terapi biomedis terlebih dahulu anak harus menjalani pemeriksaan di laboratorium khusus. Pemeriksaan laboratorium bertujuan mencari gangguan metabolisme pada anak yang bisa memperberat gejala autisme atau juga pencetus gejala ini. Adapun bahan yang diperiksa adalah feses, urine, darah, dan rambut. 4. Program Kelasi Pada Terapi Biomedis Program kelasi merupakan proses pembersihan racun. Program ini kadang digunakan dalam terapi biomedis karena dari hasil tes labolatorium ditemukan anak keracunan logam berat. Jika logam berat tidak segera dikeluarkan, ada kemungkinan sel-sel otak anak mengalami kerusakan permanen. Untuk mengeluarkan logam berat dari tubuh dan otak. (Shattock, 2002) C. Peran Orangtua 1. Pengertian Peran Orangtua Pada Terapi biomedis Untuk anak Autis Peran orangtua pada terapi biomedis adalah melakukan pengawasan yang ketat pada pola makan anak, mencatat makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh anak agar orangtua dapat mengetahui jenis makanan yang dapat menimbulkan alergi pada anak, memenuhi kebutuhan

9 anak khususnya menyediakan makanan dan minuman yang tidak mengandung glutein dan kasein (Puspita, 2004) 2. Faktor-faktor Peran Orangtua Menurut Mawardi (1990), ada tiga faktor-faktor peran orangtua yang bertanggungjawab dalam pengasuhan anak adalah sebagai berikut: a. Pengawasan yang Membimbing b. Pemberian Contoh yang Baik c. Pendekatan Pribadi 3. Bentuk-bentuk Peran Orangtua Dalam Penanganan Anak Autis Menurut Puspita (2004), ada dua bentuk-bentuk peran orangtua dalam penanganan anak autis adalah sebagai berikut: a. Memahami keadaan anak apa adanya b. Mengupayakan alternatif penanganan sesuai kebutuhan anak 4. Ciri-ciri Peran Orangtua Menurut Maccoby dalam Puspita (2004), ciri-ciri peran orangtua dalam penanganan anak autis yaitu mengungkapkan perasaan, pikiran, serta sikap terhadap anaknya adalah sebagai berikut: a. Orangtua yang Menerima Anak 1). Orangtua yang hangat 2). Komunikasi orangtua dan anak yang lancar, hangat, dan terbuka 3). Menghargai anak b. Sikap Orangtua yang Menolak Anak c. Sikap Orangtua yang Keras 6. Faktor-faktor yang Menentukan Keberhasilan Orangtua dalam Menghadapi Anak dengan Gangguan Autisme Menurut Safaria (2005), adapun faktor-faktor yang menentukan keberhasilan orangtua dalam menghadapi anak dengan gangguan autisme adalah sebagai berikut: a. Hubungan Harmonis Mampu membina hubungan yang harmonis melalui komunikasi yang terbuka, berempati, saling menghargai, saling mendukung dan menghindari perilaku menimpakan kesalahan pada salah satu pihak atas masalah anak. Adapun hal-hal yang menjadi fondasi utama dari hubungan perkawinan yang harmonis dan bermakna adalah sebagai berikut: 1). Visi Bersama Visi mampu menghubungkan antara apa yang terjadi saat ini di dalam pengasuhan hubungan cinta dan perkawinan dengan keinginan yang akan dibangun di masa depan. 2). Membina Kebersamaan Hubungan cinta yang sehat dilandasi oleh kebersamaan 3). Menjadi Positif dan Produktif Hubungan cinta yang sehat adalah hubungan cinta yang menghasilkan

10 energi positif bagi pasangan dan diri sendiri. 4). Penghargaan Tanpa Syarat Hubungan cinta yang sehat dilandasi oleh penghargaan positif tanpa syarat, dimana pribadi-pribadi menerima kekurangan masingmasing dan menghargainya sebagai sebuah realitas manusiawi. 5). Kesediaan Meminta Maaf dan Memaafkan Melalui kesediaan untuk meminta maaf dan mengakui kesalahan dengan sepenuh hati. Kesediaan untuk meminta maaf ini berarti memiliki komitmen untuk memperbaiki diri dan janji untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama. 6). Komitmen Komitmen diartikan sebagai kemauan tersebar untuk mengikatkan diri dalam prinsipprinsip, perjanjian dan persetujuan bersama untuk memastikan tercapainya tujuan bersama di masa depan. orangtua pada pelaksanaan terapi biomedis adalah sebagai berikut: a. Mengalami kesulitan keuangan, untuk pengobatan anak autis membutuhkan biaya yang cukup banyak. b. Kesulitan menghadapi anak ketika anak autis menolak untuk melaksanakan terapi biomedis, anak autis menjadi tidak mau makan, sehingga sebagai orangtua menjadi kwatir dengan asupan gizi untuk anak menjadi berkurang. c. Orangtua kesulitan mencari menu makanan yang sesuai untuk anak autis. d. Orangtua kesulitan ketika melakukan diet untuk anak autis di luar rumah, karena anak sulit dikendalikan oleh orangtua disaat ada kerabat yang memberikan makanan dan minuman yang mengandung glutein dan kasein. Dalam permasalahan ini orangtua harus tegas pada anak dan disiplin pada terapi ini demi kesembuhan anak. 7. Kesulitan-kesulitan Yang Umumnya Dihadapi Oleh Orangtua Pada Pelaksanaan Terapi Biomedis Dari beberapa kasus di dalam Budiman (2002), dapat ditarik kesimpulan mengenai kesulitankesulitan yang umumnya dihadapi oleh D. Dinamika Peran Orangtua Pada Terapi Biomedis Untuk Anak Autis Orangtua adalah orang terdekat yang paling besar peranannya pada perkembangan anak. Orangtua sangat berperan dalam merawat dan membesarkan anak, memenuhi kebutuhan fisiologis dan

11 psikis, membimbing dan mengarahkan, memberikan contoh dan teladan yang baik, memberikan afeksi atau kasih sayang yang menimbulkan kehangatan, rasa aman dan terlindungi yang diperlukan oleh anak (Gunarsa, 1991). Setiap orangtua menginginkan anaknya berkembang sempurna. Namun demikian, sering terjadi keadaan dimana anak memperlihatkan suatu gejala atau masalah perkembangan sejak usia dini. Orangtua yang memperhatikan perkembangan anaknya dan cukup memiliki informasi mengenai kriteria perkembangan anak, umumnya dapat merasakan dalam hati kecilnya bila anaknya mengalami penyimpangan dalam perkembangan sejak masa bayi. Misalnya ada gangguan di otak yaitu autisme (Puspita, 2004). Autisme adalah gangguan perkembangan neurobiologis yang berat, terjadi pada anak dalam 3 tahun pertama kehidupannya. Masalahnya ini bisa dimulai sejak janin berusia 6 bulan dalam kandungan, dan dapat terus berlanjut semasa hidupnya bila tidak dilakukan intervensi secara dini, intensif, optimal, dan komprehensif (Sutadi dkk, 2003). Berbagai usaha telah dijalankan para orangtua dalam menanggulangi gejala autisme. Namun, seringkali hasil yang dicapai masih sulit diukur, lagi pula penanganan pada tiap individu berbeda. Banyak temuan yang menunjukkan bahwa fisik anak autis jauh dari sempurna. Banyak diantara mereka yang mengalami gangguan pencernaan, mempunyai kecenderungan alergi, daya tahan tubuh yang rentan, dan mengalami keracunan logam berat. Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya mempengaruhi fungsi otak. Banyak pengalaman dan penelitian mengungkapkan bahwa untuk menanggulangi gejala-gejala autisme maka yang terlebih dahulu harus dibenahi adalah metabolisme tubuh anakanak penyandang autis. Caranya, dengan menerapkan terapi biomedis (Budhiman dkk, 2002). Terapi biomedis adalah suatu bentuk terapi yang bertujuan memperbaiki metabolisme tubuh melalui diet dan pemberian suplemen. Terapi ini dilakukan berdasarkan banyaknya gangguan pencernaan, alergi, daya tahan tubuh rentan, dan keracunan logam berat. Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya mempengaruhi fungsi otak (Widyawati dkk, 2003). Peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis sangat penting, terutama pada pemberian food supplement (pemakaian obat, vitamin dan mineral) dan program diet yang akan dilakukan. Pemakaian obat atau food supplement harus dipahami benar apa, bagaimana, dan sesuaikah dengan kebutuhan anak. Orangtua harus mengetahui bahwa obat dan food supplement terbuat dari zat kimia (Widyawati dkk, 2003).

12 Setelah mengikuti terapi biomedis, anak autis mengalami perkembangan pesat dalam kemampuan bersosialisasi, anak menjadi mandiri, konsentrasi anak membaik, hiperaktif berkurang, postur tubuh anak berkembang semakin proporsional, adanya kontak mata dengan lawan bicara, dapat meniru kata-kata yang diajarkan, jam tidur menjadi teratur dan dapat mengejar ketinggalan dari anak-anak lain (Budhiman dkk, 2002). Orangtua memiliki peran dominan dalam upaya penyembuhan karena orangtua merupakan orang yang paling dapat mengerti dan dimengerti anak penyandang autis. Untuk itu orangtua tetap dituntut untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi kesembuhan anaknya. Dalam persoalan ini orangtua dituntut mengerti hal-hal seputar autisme dan mampu mengorganisir kegiatan penyembuhan terapi biomedis untuk anak autis. Para ahli tidak akan dapat bekerja tanpa peran serta orangtua dan terapi tidak akan efektif bila orangtua tidak dapat bekerja sama, karena umumnya para ahli tersebut bekerja berdasarkan data yang diperoleh dari orangtua yang paling memahami dan berada paling dekat serta hidup bersama anak penyandang autis (McCandless, 2003). Pada anak autis yang telah diterapi dengan baik dan memperlihatkan keberhasilan yang mengembirakan anak autis dapat dikatakan sembuh dari gejala autismenya. Ini terlihat bila anak autis sudah dapat mengendalikan perilakunya sehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai dengan anak seusianya (Djamaluddin, 2004). METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif yang berbentuk studi kasus. Menurut Poerwandari (2001), untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam dan khusus atas suatu fenomena serta untuk dapat memahami manusia dalam segala kompleksitasnya sebagai makhluk subjektif, maka pendekatan kualitatif merupakan metode yang paling sesuai untuk digunakan. 1. Pengertian Studi Kasus Menurut Heru Basuki (2006), studi kasus adalah suatu bentuk penelitian (inguiry) atau studi tentang suatu masalah yang memiliki sifat kekhususan (particularity), dapat dilakukan baik dengan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif, dengan sasaran perorangan (individual) maupun kelompok, bahkan masyarakat luas. 2. Jenis-jenis Studi Kasus Menurut Heru Basuki (2006), ada tiga macam jenis-jenis studi kasus adalah sebagai berikut: a. Studi kasus intrinsik b. Studi kasus intrumental

13 c. Studi kasus kolektif B. Subjek Penelitian 1. Karakteristik Subjek Penelitian Peneliti menetapkan karakteristik subjek penelitian ini adalah pasangan suami istri sebagai orangtua yang mempunyai anak penyandang autisme yang mengikuti terapi biomedis. 2. Jumlah Subjek Penelitian Dalam penelitian ini peneliti berencana untuk menggunakan 1 pasangan orangtua yang mempunyai anak autis yang mengikuti terapi biomedis untuk lebih mendapatkan gambaran yang mendalam mengenai peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis. C. Tahap-tahap Penelitian Tahap persiapan dan pelaksanaan yang akan di lakukan dalam penelitian, meliputi beberapa tahapan, yaitu : 1. Tahap Persiapan Penelitian Langkah awal yang dilakukan oleh peneliti adalah membuat proposal penelitian, membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian ini. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian Sebelum melaksanakan wawancara, peneliti perlu mengkonfirmasikan ulang para calon subjek penelitian untuk memastikan kesediaan mereka dan membuat kesepakatan mengenai waktu dan tempat pelaksanaan wawancara. D. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini wawancara yang digunakan yaitu wawancara semiterstruktur dimana fihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan. Dalam pengamatan ini peneliti menggunakan bentuk observasi non partisipan dimana peneliti hanya mengamati tingkah laku subjek tanpa ikut aktif dalam kegiatan subjek, karena peneliti hanya sebagai pengamat. E. Alat Bantu Pengumpulan Data Menurut Poerwandari (2001), penulis sangat berperan dalam seluruh proses penelitian mulai dari memilih topik, mendekati topik, mengumpulkan data, analisis, interpretasi dan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan empat instrumen sebagai alat bantu untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, yaitu: 1. Pedoman Wawancara 2. Pedoman Observasi

14 Menurut Moleong (2005), pedoman observasi yang digunakan dalam bentuk catatan lapangan. 3. Alat Perekam (Tape Recorder) 4. Alat Tulis F. Keakuratan Penelitian Untuk mencapai keakuratan dalam suatu penelitian dengan metode kualitatif, digunakan tehnik trianggulasi. Trianggulasi adalah suatu tehnik pemeriksaan keakuratan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2005). Denzin (dalam Moleong, 2005), mengemukakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keakuratan penelitian, yaitu : 1. Triangulasi Sumber 2. Triangulasi Pengamat (Investigator Triangulation) 3. Triangulasi Teori (Theory Triangulation) 4. Triangulasi Metode (Methodological Triangulation) Selain itu, penelitian ini juga menggunakan kontrak konfirmabilitas, dimana hasil temuan penelitian dapat dikonfirmasikan pada subjek (Poerwandari, 2001). G. Teknik Analisis Data Menurut Poerwandari (2001), dalam menganalisa penelitian kualitatif terdapat beberapa tahapan yang perlu dilakukan. Tahapan-tahapan tersebut adalah: 1. Mengorganisasikan Data 2. Pengelompokan Berdasarkan Kategori, Tema dan Pola Jawaban 3. Menulis Hasil Penelitian HASIL PENELITIAN I. Pembahasan 1. Kesulitan orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis a. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi subjek A saat melaksanakan terapi biomedis adalah anak sering kali mencuri makanan adiknya tanpa sepengetahuan orangtua, sehingga subjek kesulitan menerapkan terapi karena perlu pengawasan ketat terhadap anak. Subjek A mengalami hal yang sama pada umumnya orangtua yang melaksanakan terapi biomedis, hal ini didukung dari beberapa kasus di dalam Budhiman (2002), bahwa pada umumnya orangtua yang melaksanakan terapi biomedis mengalami kesulitan dalam penerapan terapi biomedis misalnya mengalami kesulitan keuangan untuk pengobatan anak yang membutuhkan biaya cukup banyak, kesulitan menghadapi anak ketika anak menolak untuk melaksanakan terapi biomedis, anak autis menjadi tidak mau makan,

15 sehingga sebagai orangtua menjadi kwatir dengan asupan gizi untuk anak menjadi berkurang. Orangtua kesulitan mencari menu makanan yang sesuai untuk anak. Orangtua kesulitan ketika melakukan diet untuk anak di luar rumah, karena anak sulit dikendalikan oleh orangtua disaat ada kerabat yang memberikan makanan dan minuman yang mengandung glutein dan kasein. Dalam permasalahan ini orangtua harus tegas pada anak dan disiplin pada terapi ini demi kesembuhan anak. b. Adapun kesulitan-kesulitan yang dihadapi subjek B saat melaksanakan terapi biomedis adalah subjek kesulitan melaksanakan terapi biomedis untuk anak terutama untuk mencari makanan pengganti dan anak membutuhkan waktu untuk menyukai makanan pengganti tersebut. Subjek kesulitan melaksanakan terapi karena anak sudah besar dan bila ada kesempatan anak sering mencuri makanan kesukaannya yaitu roti. Subjek merasa kasihan karena jenis makanan anak berkurang, tapi untuk kesembuhan anak, subjek berusaha untuk konsisten. Subjek kesulitan mengatasi teman atau orangtuanya yang memberikan makanan dan minuman yang mengandung glutein dan kasein untuk anak dan subjek keberatan melaksanakan terapi biomedis karena anak menjadi sulit makan dan menu makanannya berkurang. Subjek B mengalami hal yang sama pada umumnya orangtua yang melaksanakan terapi biomedis, hal ini didukung dari beberapa kasus di dalam Budhiman (2002), bahwa pada umumnya orangtua yang melaksanakan terapi biomedis mengalami kesulitan dalam penerapan terapi biomedis misalnya mengalami kesulitan keuangan untuk pengobatan anak autis yang membutuhkan biaya cukup banyak, kesulitan menghadapi anak ketika anak autis menolak untuk melaksanakan terapi biomedis, anak autis menjadi tidak mau makan, sehingga sebagai orangtua menjadi kwatir dengan asupan gizi untuk anak menjadi berkurang. Orangtua kesulitan mencari menu makanan yang sesuai untuk anak autis. Orangtua kesulitan ketika melakukan diet untuk anak autis di luar rumah, karena anak sulit dikendalikan oleh orangtua disaat ada kerabat yang memberikan makanan dan minuman yang mengandung glutein dan kasein. Dalam permasalahan ini

16 orangtua harus tegas pada anak dan disiplin pada terapi ini demi kesembuhan anak. 2. Peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis a. Peran subjek A adalah subjek kurang berperan secara optimal dalam proses terapi biomedis, subjek kurang berinisiatif mencari tahu tentang terapi secara lengkap dan banyak melimpahkan tanggungjawab untuk proses terapi biomedis pada istrinya. Meskipun demikian subjek mau meluangkan waktunya untuk menemani anak beraktivitas. Dari peran subjek pada terapi biomedis untuk anak autis, dapat ditarik kesimpulan mengenai peran orangtua secara umum. Menurut Mawardi (1990), orangtua yang bertanggungjawab dalam pengasuhan anak adalah orangtua yang melakukan pengawasan yang membimbing, dalam proses ini mengutamakan kerjasama yang didukung oleh rasa kasih sayang dan cinta kasih antara orangtua dan anak. Dalam permasalahan ini kerjasama subjek dan pasangannya sangat dibutuhkan agar peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak menjadi optimal. Dalam hal lain, subjek tergolong orangtua yang menerima anak. Hal ini terlihat dari hasil observasi bahwa setiap hari Sabtu subjek selalu mengantar dan menemani anak ketika ekstrakurikuler bola. Subjek menghargai usaha anak dalam belajar dengan memberikan pujian pada anak atas nilai bagus yang telah diperoleh oleh anak. Komunikasi subjek dengan anak lancar, hangat dan terbuka, hal ini terlihat saat subjek berdiskusi pada anak ketika anak ingin masuk klub bola, subjek menanyakan keinginan anak, anak diberikan beberapa pilihan oleh subjek untuk memilih klub bola yang disukainya, subjek mengarahkan anak dengan memberikan penjelasan mengenai klub bola yang menjadi pilihan anak. Menurut Maccoby dalam Puspita (2004), orangtua yang menerima anaknya adalah orangtua yang hangat, kemudian komunikasi orangtua dan anak yang lancar, hangat dan terbuka, dan menghargai anak. b. Peran subjek B sebagai orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis adalah subjek berperan sudah cukup optimal, tetapi ada beberapa kekurangan subjek yaitu subjek kurang mencari tahu informasi yang

17 lengkap tentang terapi biomedis, subjek hanya berpatokan dengan saran dokter saja. Meskipun demikian, subjek mau meluangkan waktunya untuk menemani anak beraktivitas. Dalam hal lain, subjek tergolong orangtua yang menerima keadaan anak, serta sabar dalam menghadapi anak ketika menolak melaksanakan terapi biomedis. Hal ini telihat dari hasil observasi bahwa subjek setiap hari Sabtu, subjek selalu mengantar dan menemani anak ketika ekstrakurikuler bola. Subjek menghargai usaha anak dalam belajar dengan memberikan pujian pada anak atas nilai bagus yang telah diperoleh oleh anak. Komunikasi subjek dengan anak lancar, hangat dan terbuka, hal ini terlihat saat subjek berdiskusi pada anak ketika anak ingin masuk klub bola, subjek menanyakan keinginan anak, anak diberikan beberapa pilihan oleh subjek untuk memilih klub bola yang disukainya, subjek mengarahkan anak dengan memberikan penjelasan mengenai klub bola yang menjadi pilihan anak. Subjek terlihat sabar menasehati anak, saat anak meminta makanan yang yang mengandung glutein, dengan tutur kata yang lembut subjek memberikan suatu pengertian bahwa makanan tersebut tidak baik untuk anak autis. Menurut Maccoby dalam Puspita (2004), orangtua yang menerima anaknya adalah orangtua yang hangat, kemudian komunikasi orangtua dan anak yang lancar, hangat dan terbuka, dan menghargai anak. 3. Faktor-faktor penyebab peran orangtua demikian a. Faktor-faktor yang menyebabkan subjek A kurang berperan secara optimal dalam melaksanakan terapi biomedis adalah dikarenakan subjek memiliki inisiatif yang rendah untuk mencari tahu tentang terapi, sehingga subjek banyak menghandalkan istri pada proses terapi biomedis untuk anak autis. Hal ini terlihat dari hasil observasi dan wawancara bahwa subjek kurang memberikan solusi tentang permasalahan anak dan subjek terlihat jarang ikut serta pada pelaksanaan terapi biomedis untuk anak autis. Menurut Safaria (2005), faktor-faktor yang menentukan keberhasilan orangtua dalam penanganan anak autis adalah hubungan yang harmonis antar pasangan, visi bersama, membina kebersamaan, menjadi positif dan

18 produktif, penghargaan tanpa syarat, kesediaan meminta maaf dan memaafkan, serta komitmen pasangan. Dalam hal ini komitmen subjek dan pasangan belum terlaksana dengan baik. b. Faktor-faktor yang menyebabkan subjek B berperan demikian, dikarenakan subjek kurang berinisiatif untuk mencari tahu secara lengkap mengenai terapi biomedis untuk anak autis, subjek tidak tegas pada anak dan merasa kasihan, subjek kurang mendapat dukungan dari suami dan subjek tidak diberikan kesempatan untuk berdiskusi pada suami. Hal ini terlihat dari hasil observasi dan wawancara dimana, subjek A banyak mengandalkan subjek B, dan berpatokan pada dokter saja. Sebaiknya orangtua yang memiliki anak autis, memiliki komitmen kuat dalam pelaksanaan terapi ini. Hal ini sesuai pendapat dari Safaria (2005). PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah 1. Kesulitan-kesulitan orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis a. Kesulitan Subjek A : anak sering mencuri makanan adiknya, pada pelaksanaan terapi biomedis memerlukan pengawasan ketat. b. Kesulitan Subjek B : anak sudah terlalu besar sehingga anak sudah mengenal jenis-jenis makanan dan merasa kasihan karena jenis makanan anak berkurang. 2. Peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis a. Peran subjek A : subjek kurang berperan secara optimal dalam proses terapi biomedis, hal ini terlihat dari subjek banyak melimpahkan tanggungjawab proses terapi biomedis pada istrinya. Subjek kurang inisiatif untuk mencari tahu secara lengkap tentang terapi. Meskipun demikian subjek mau meluangkan waktunya untuk menemani anak beraktivitas. Subjek tergolong orangtua yang menerima anak. b. Peran subjek B : subjek berperan cukup optimal, tetapi ada beberapa kekurangan subjek yaitu subjek kurang mencari tahu informasi yang lengkap tentang terapi biomedis, subjek hanya berpatokan dengan saran dokter saja. Meskipun demikian, subjek mau meluangkan waktunya untuk menemani anak autis beraktivitas. Subjek tergolong orangtua yang sabar dan menerima keadaan anak.

19 3. Faktor-faktor yang menyebabkan peran orangtua demikian a. Faktor-faktor penyebab subjek A berperan demikian : dikarenakan subjek banyak menghandalkan istri pada proses terapi untuk anak dan kurang inisiatif untuk mencari tahu secara lengkap tentang terapi. Hal ini terlihat dari hasil observasi dan wawancara bahwa subjek kurang memberikan solusi tentang permasalahan anak dan subjek terlihat jarang ikut serta pada pelaksanaan terapi biomedis untuk anak. b. Faktor-faktor penyebab subjek B berperan demikian : subjek kurang berinisiatif untuk mencari tahu secara lengkap mengenai terapi biomedis untuk anak, subjek kasihan dan tidak tegas pada anak dan subjek kurang mendapat dukungan dari suami. Hal ini terlihat dari hasil observasi dan wawancara dimana, subjek A banyak mengandalkan subjek B dan hanya berpatokan pada dokter saja. terapi biomedis secara lengkap, segera melaksanakan terapi biomedis berdasarkan protokol sunderland secara konsisten, dan laksanakan komitmen bersama jangan hanya sekedar berucap saja. Berdasarkan hasil observasi, dapat disimpulkan subjek A dan B memiliki potensi untuk melaksanakan terapi biomedis secara optimal, karena secara umum peran subjek A dan B sebagai orangtua tergolong orangtua yang menerima keadaan anaknya yaitu orangtua yang hangat, kemudian komunikasi orangtua dan anak yang lancar, hangat dan terbuka, dan menghargai anak. 2. Saran untuk peneliti berikutnya Bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti, seperti manambah jumlah subjek, memberikan petunjuk-petunjuk dan saran-saran yang diperlukan untuk pelaksanaan terapi biomedis. Dengan selesainya penelitian ini, diharapkan akan ada penelitianpenelitian selanjutnya khususnya dibidang psikologi anak khusus. B. Saran Ada beberapa saran yang peneliti berikan: 1. Saran untuk Subjek Subjek A dan B diharapkan secepatnya mencari informasi tentang DAFTAR PUSTAKA Ariani, E. (2002). Sekilas mengenai intervensi biomedis: Pedoman untuk orangtua. Jakarta: Nirmala. Heru Basuki, H. (2006). Penelitian kualitatif. Depok: Gunadarma.

20 Berkell, D. E (ed). (1992). Autism identification, education and treatment. Hillsdale, New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publisher. Budhiman, M. (2002). Makalah: Autistic spectrum disorder. Jakarta: Yayasan Autisma Indonesia. Budhiman, M., Shattock, P., & Ariani, E. (2002). Langkah awal menanggulangi autisme dengan memperbaiki metabolisme tubuh. Jakarta : Nirmala. Djamaluddin, S. U. S. (2004). Makalah: Masalah autisme pengertian & penanganannya. Jakarta : Universitas Islam Syarif Hidayatullah. Gunarsa, D. S., & Gunarsa, D. Y., Ny. (1991). Psikologi praktis: Anak, remaja & keluarga. Jakarta: Erlangga. Handojo, Y. (2003). Autisma. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia. Judarwanto, W. (2004). Makalah: Masalah deteksi dini dan skreting autis. Jakarta : Yayasan Autisma Indonesia. Kaplan, I. H., Sadock, J. B., & Grebb, A. J. (1994). Sinopsis psikiatri (7 th ed). 2 Vols, terj. Kusuma, W. Jakarta: Bhuana. McCandless, J. (2003). Children with starving brains (2 nd ed) atau Anakanak dengan otak yang lapar, terj. Wibowo, F., dkk. Jakarta: Grasindo. Moleong, L. J. (2005). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nawawi, H. H. (2005). Metode penelitian bidang sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan. Puspita, D. (2004). Makalah : Masalah peran keluarga pada penanganan individu autistic spectrum disorder. Jakarta : Yayasan Autisma Indonesia. Safaria, T. (2005). Autisme pemahaman baru untuk hidup bermakna bagi orangtua. Yogyakarta: Graha Ilmu. Shattock, P. (2002). Langkah awal menanggulangi autisme dengan memperbaiki metabolisme tubuh. Jakarta: Nirmala. Sugiono. (2005). Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta. Suryana, A. (2004). Terapi autisme, anak berbakat dan anak hiperaktif. Jakarta: Progres Jakarta. Sutadi, R., Bawazir, L. A., & Tanjung, N. (2003). Penatalaksanaan holistik autisme. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Widyawati, I., Rosadi, D., E., & Yulidar. (2003). Terapi anak autis di rumah. Jakarta: Puspa Swara. Yatim, F. (2003). Autisme suatu gangguan jiwa pada anak-anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Yin, K. R. (2006). Studi kasus: Desain dan metode. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Nasir, M (2003). Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

PENELITIAN. Perbandingan Kemajuan Terapi Anak Autisme Dengan Diet CFGF Dan Tanpa Diet CFGF Pada Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA) Padang

PENELITIAN. Perbandingan Kemajuan Terapi Anak Autisme Dengan Diet CFGF Dan Tanpa Diet CFGF Pada Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA) Padang PENELITIAN Ners JURNAL KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS Perbandingan Kemajuan Terapi Anak Autisme Dengan Diet Dan Tanpa Diet Pada Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA) Padang Yonrizal Nurdin a Autisme

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Autisme berasal dari kata Yunani autos yang berarti self (diri). Kata. Menurut Handojo (2003: 42) Jenis-jenis Terapi Autisme:

BAB II LANDASAN TEORI. Autisme berasal dari kata Yunani autos yang berarti self (diri). Kata. Menurut Handojo (2003: 42) Jenis-jenis Terapi Autisme: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Autisme Autisme berasal dari kata Yunani autos yang berarti self (diri). Kata autisme ini digunakan didalam bidang psikiatri untuk menunjukkan gejala menarik diri (Mangunsong,

Lebih terperinci

Pedoman Identifikasi Anak Autis. Sukinah jurusan PLB FIP UNY

Pedoman Identifikasi Anak Autis. Sukinah jurusan PLB FIP UNY Pedoman Identifikasi Anak Autis Sukinah jurusan PLB FIP UNY Adanya gangguan dalam berkomunikasi verbal maupun non-verbal Terlambat bicara Tidak ada usaha untuk berkomunikasi Meracau dengan bahasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak autis di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai 35 juta jiwa

Lebih terperinci

BAB II INFORMASI GANGGUAN AUTIS

BAB II INFORMASI GANGGUAN AUTIS BAB II INFORMASI GANGGUAN AUTIS 2.1 Definisi Informasi Informasi adalah ilmu pengetahuan yang didapatkan dari hasil belajar, pengalaman, atau instruksi. Namun informasi memiliki banyak arti bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada umatnya. Setiap orang yang telah terikat dalam sebuah institusi perkawinan pasti ingin dianugerahi seorang anak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan di seputar dunia autistik semakin banyak dan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan di seputar dunia autistik semakin banyak dan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan di seputar dunia autistik semakin banyak dan semakin dikenal seturut dengan semakin meningkatnya jumlah anak yang didiagnosis sebagai penyandang

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI MONITORING PERKEMBANGAN TERAPI AUTISME PADA SEKOLAH INKLUSI

SISTEM INFORMASI MONITORING PERKEMBANGAN TERAPI AUTISME PADA SEKOLAH INKLUSI SISTEM INFORMASI MONITORING PERKEMBANGAN TERAPI AUTISME PADA SEKOLAH INKLUSI Tan Amelia 1, M.J. Dewiyani Sunarto 2, Tony Soebijono 3 1 Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya, Jl. Raya Kedung Baruk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang telah menikah pastilah mendambakan hadirnya buah hati di tengah-tengah kehidupan mereka, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi baik media cetak maupun media elektronik. Perusahaan telah

BAB I PENDAHULUAN. informasi baik media cetak maupun media elektronik. Perusahaan telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awal abad 21 ini, teknologi computer dan internet bukan lagi menjadi sesuatu yang mewah dan sulit dipelajari.berbagai informasi dari luar dan dalam negeri sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah autisme sudah cukup familiar di kalangan masyarakat saat ini, karena media baik media elektronik maupun media massa memberikan informasi secara lebih

Lebih terperinci

Chapter I AUTISMA Autisma

Chapter I AUTISMA Autisma Chapter I AUTISMA Autisma berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang autisma seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Autisma merupakan gangguan perkembangan yang ditandai dengan adanya gangguan

Lebih terperinci

Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi

Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi Autism aritnya hidup sendiri Karakteristik tingkah laku, adanya defisit pada area: 1. Interaksi sosial 2. Komunikasi 3. Tingkah laku berulang dan terbatas A. Adanya gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme merupakan suatu kumpulan gejala (sindrom) yang diakibatkan oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Penyandang

Lebih terperinci

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK Oleh Augustina K. Priyanto, S.Psi. Konsultan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus dan Orang Tua Anak Autistik Berbagai pendapat berkembang mengenai ide sekolah reguler bagi anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah suatu titipan Tuhan yang sangat berharga. Saat diberikan kepercayaan untuk mempunyai anak, maka para calon orang tua akan menjaga sebaik-baiknya dari mulai

Lebih terperinci

Ternyata Dimas Autis. Berawal dari Kontak Mata 1

Ternyata Dimas Autis. Berawal dari Kontak Mata 1 Ternyata Dimas Autis Berawal dari Kontak Mata 1 Kenali Autisme Menghadapi kenyaataan Dimas autis, saya banyak belajar tentang autisme. Tak kenal maka tak sayang, demikian kata pepatah. Tak kenal maka ta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis adalah suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah anak autis baik di dunia maupun di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah anak autis baik di dunia maupun di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah anak autis baik di dunia maupun di Indonesia memerlukan perhatian yang serius dalam penanganannya. Autis dapat sembuh bila dilakukan intervensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata orang tua. Karena anak merupakan buah cinta yang senantiasa ditunggu oleh pasangan yang telah menikah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang menyangkut masalah komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imajinasi. Istilah autis hingga kini masih

Lebih terperinci

Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme Serta Peranannya Dalam Terapi Autisme. Sri Rachmayanti Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme Serta Peranannya Dalam Terapi Autisme. Sri Rachmayanti Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme Serta Peranannya Dalam Terapi Autisme Sri Rachmayanti Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma JURNAL BAB 1 Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indikator kesejahteraan suatu masyarakat atau suatu bangsa salah satunya dapat

BAB I PENDAHULUAN. Indikator kesejahteraan suatu masyarakat atau suatu bangsa salah satunya dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas anak adalah cermin kualitas bangsa dan cermin peradaban dunia. Indikator kesejahteraan suatu masyarakat atau suatu bangsa salah satunya dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar anak berkembang dengan kondisi fisik atau mental yang normal. Akan tetapi, sebagian kecil anak mengalami hambatan dalam perkembangannya atau memiliki

Lebih terperinci

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme mrpk kelainan seumur hidup. Fakta baru: autisme masa

Lebih terperinci

MANAJEMEN STRES KERJA PADA KRU SINETRON KEJAR TAYANG. ¹Lia Nursofa ²Dona Eka Putri. Abstrak

MANAJEMEN STRES KERJA PADA KRU SINETRON KEJAR TAYANG. ¹Lia Nursofa ²Dona Eka Putri. Abstrak MANAJEMEN STRES KERJA PADA KRU SINETRON KEJAR TAYANG ¹Lia Nursofa ²Dona Eka Putri 1.2 Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Abstrak Kru sinetron kejar tayang adalah orang yang bekerja dalam pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Manusia tidak bisa lepas dari hubungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu fungsi manusia selain sebagai makhluk individu adalah sebagai makhluk sosial. Dengan fungsi tersebut, antara satu individu dengan individu lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 2003, hlm Faisal Yatim, Autisme (Suatu Gangguan Jiwa pada Anak-Anak), Pustaka Populer Obor,

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 2003, hlm Faisal Yatim, Autisme (Suatu Gangguan Jiwa pada Anak-Anak), Pustaka Populer Obor, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rehabilitasi merupakan usaha yang perlu dikaji untuk dapat diambil dengan nempertimbangkan perbagai aspek, terutama pemulihan kesehatan fisik jasmaniah, pengembangan

Lebih terperinci

Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik)

Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik) Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik) Oleh Kartika Panggabean Drs. T.R. Pangaribuan, M.Pd. ABSTRAK Anak Autisme merupakan salah satu

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER

Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER I.1. Latar Belakang Anak-anak adalah anugerah dan titipan Tuhan Yang Maha Esa yang paling berharga. Anak yang sehat jasmani rohani merupakan idaman setiap keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, seorang bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya pada usia 3-4 bulan. Bila ibu merangsang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis adalah gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak sebelum anak berusia 3 tahun,

Lebih terperinci

Apakah Autisme Itu? Author: Stanley Bratawira

Apakah Autisme Itu? Author: Stanley Bratawira Apakah Autisme Itu? A U T I S M E Gangguan Perkembangan Neurobiologis yg Kompleks, yang terjadinya atau gejalanya sudah muncul pada anak sebelum berusia Tiga tahun. Gangguan perkembangan yg terjadi mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dewasa awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang Masalah

Bab 1 Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang Masalah Bab 1 Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang Masalah Konsultasi terhadap seseorang yang memiliki expertise dibidang tertentu dalam menyelesaikan suatu permasalahan merupakan pilihan tepat guna mendapatkan jawaban,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, seperti yang tercantum dalam Undang Undang

Lebih terperinci

Penyuluhan Perkembangan Anak Usia Dini dan Anak Hyperactive Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan. Chr Argo Widiharto, Suhendri, Venty.

Penyuluhan Perkembangan Anak Usia Dini dan Anak Hyperactive Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan. Chr Argo Widiharto, Suhendri, Venty. Penyuluhan Perkembangan Anak Usia Dini dan Anak Hyperactive Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan Chr Argo Widiharto, Suhendri, Venty Abstrak Kesibukan orangtua yang bekerja berdampak pada kurang diperhatikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan tujuan tertentu. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan dan penerus dari suatu keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan dan penerus dari suatu keluarga. Setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Anak merupakan sumber kebahagiaan dan penerus dari suatu keluarga. Setiap orang tua mempunyai keinginan untuk selalu mencurahkan segenap perhatian dan kasih sayang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan luar biasa bukan merupakan pendidikan yang secara keseluruhan berbeda dengan pendidikan pada umumnya. Jika kadang-kadang diperlukan pelayanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum tahun 1980, jarang ditemukan penyandang autisme. Namun akhir-akhir ini, jumlah penyandang autisme terus meningkat setiap tahunnya. Menurut data dari lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan. Bahkan di dalam Undang-Undang Dasar Negara di sebutkan bahwa setiap warga Negara berhak dan wajib mendapat pendidikan.

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN ANAK AUTIS. Sukinah,M.Pd Staf pengajar Jurusan Pendidikan luar Biasa FIP UNY

PEMBELAJARAN ANAK AUTIS. Sukinah,M.Pd Staf pengajar Jurusan Pendidikan luar Biasa FIP UNY PEMBELAJARAN ANAK AUTIS Sukinah,M.Pd Staf pengajar Jurusan Pendidikan luar Biasa FIP UNY PENGERTIAN Istilah autisme berasal dari kata autos yang berarti sendiri, dan Isme yang berati aliran. Autisme berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam perkembangan, mulai dari perkembangan kognisi, emosi, maupun sosial. Secara umum, seorang individu

Lebih terperinci

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN MUSIK UNTUK ANAK AUTIS

PENDIDIKAN MUSIK UNTUK ANAK AUTIS PENDIDIKAN MUSIK UNTUK ANAK AUTIS oleh: Rr. Maha Kalyana Mitta Anggoro Mahasiswa Jurusan Sendratasik FBS UNESA ABSTRAK Anak-anak dengan kebutuhan khusus dewasa ini masih belum mendapatkan perhatian yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. JOGJA.AUTISM.CARE Pusat Terapi Anak Autis di Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. JOGJA.AUTISM.CARE Pusat Terapi Anak Autis di Yogyakarta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Saat ini Autistic Spectrum Disorder (ASD) yang lebih dikenal dengan nama autisme, telah merebak menjadi permasalahan yang menakutkan

Lebih terperinci

2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK PADA ANAK AUTIS

2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK PADA ANAK AUTIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis bukan sesuatu hal yang baru lagi bagi dunia, pun di Indonesia, melainkan suatu permasalahan gangguan perkembangan yang mendalam di seluruh dunia termasuk

Lebih terperinci

PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM TERAPI PADA ANAK AUTISME. Oleh. Edi Purwanta

PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM TERAPI PADA ANAK AUTISME. Oleh. Edi Purwanta PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM TERAPI PADA ANAK AUTISME Oleh Edi Purwanta Abstrak Orangtua, sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan anak, perlu mempersiapkan

Lebih terperinci

MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA

MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA i MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autisme merupakan suatu kumpulan gejala yang diakibatkan oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Penyandang autisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu, sejak kecil anak tumbuh dan berkembang dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu, sejak kecil anak tumbuh dan berkembang dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi perkembangan individu, sejak kecil anak tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga. secara Psikologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaksa manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi juga merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. memaksa manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi juga merupakan hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan orang lain. Manusia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagan 1.1. Bagan Penyebab Gangguan Kesulitan Belajar (Sumber: Koleksi Penulis)

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagan 1.1. Bagan Penyebab Gangguan Kesulitan Belajar (Sumber: Koleksi Penulis) BAB 1 PENDAHULUAN Kesehatan dan lingkungan sosial yang baik perlu diperhatikan bagi orangtua untuk anak-anak mereka. Kesehatan dan lingkungan sosial terhubung dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah suatu perilaku yang masih

BAB V PEMBAHASAN. anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah suatu perilaku yang masih BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Pada anak autis perilaku tantrum sering muncul sebagai problem penyerta kerena ketidakstabilan emosinya, banyak ahli perkembangan anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat mempunyai kelompok-kelompok sosial maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya mengadakan hubungan kerjasama yaitu melalui

Lebih terperinci

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Pendahuluan Tidak ada anak manusia yang diciptakan sama satu dengan lainnya Tidak ada satupun manusia tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang meluas, meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah ditemukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. kadangkala mengalami gangguan baik sebelum proses kelahiran maupun

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. kadangkala mengalami gangguan baik sebelum proses kelahiran maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak kadangkala mengalami gangguan baik sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh selama perkembangan sejak dilahirkan dan sesuai keadaan dan tingkatan tahapan perkembangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan diperkenalkan tahun 1943 oleh seorang psikolog anak di Amerika Serikat bernama Leo Kanner

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran anak merupakan dambaan setiap keluarga yang tidak ternilai harganya. Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan, yang harus dijaga, dirawat, dan diberi bekal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu. di karuniai anak seperti yang diharapkan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu. di karuniai anak seperti yang diharapkan tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan suatu karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu menginginkan anaknya berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang tuanya. Kehadiran anak diharapkan dan ditunggu-tunggu oleh setiap pasangan yang terikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak juga merupakan suatu kesatuan yang utuh, pembagian tersebut semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak juga merupakan suatu kesatuan yang utuh, pembagian tersebut semata-mata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan anak merupakan hal yang sangat kompleks, meliputi perkembangan motorik, perseptual, bahasa, kognitif, dan sosial. Selain itu, perkembangan seorang

Lebih terperinci

MENGENAL ANAK ASPERGER Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog*

MENGENAL ANAK ASPERGER Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* MENGENAL ANAK ASPERGER Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* Mengapa ada anak yang tampak menyendiri, ketika anak anak lain sebayanya sedang asyik bermain? Mengapa ada anak yang tampak sibuk berbicara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri (Mangunsong, 1998). Survei yang dilakukan Wallis (2005) terhadap 900

BAB I PENDAHULUAN. istri (Mangunsong, 1998). Survei yang dilakukan Wallis (2005) terhadap 900 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Umumnya setiap pasangan perkawinan menginginkan anak sebagai penerus keturunan. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi pasangan suami istri (Mangunsong, 1998).

Lebih terperinci

PENANGANAN ANAK BERMASALAH DENGAN KASIH SAYANG

PENANGANAN ANAK BERMASALAH DENGAN KASIH SAYANG PENANGANAN ANAK BERMASALAH DENGAN KASIH SAYANG Kita sering mendengar kasus anak-anak yang memiliki masalah di sekolah dan di rumah,seperti suka mencuri, suka berkelahi, mengganggu orang lain, suka berbohong,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN DENGAN PERILAKU HIPERAKTIF ANAK AUTIS

HUBUNGAN ANTARA DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN DENGAN PERILAKU HIPERAKTIF ANAK AUTIS HUBUNGAN ANTARA DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN DENGAN PERILAKU HIPERAKTIF ANAK AUTIS Dita Fiskasila Putri Hapsari, Agung Kurniawan Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme merupakan fenomena yang masih menyimpan banyak rahasia walaupun telah diteliti lebih dari 60 tahun yang lalu. Sampai saat ini belum dapat ditemukan penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan saraf tepi. Perkembangan dari susunan sistem saraf anak dimulai dari. berkebutuhan khusus termasuk autis.

BAB I PENDAHULUAN. dengan saraf tepi. Perkembangan dari susunan sistem saraf anak dimulai dari. berkebutuhan khusus termasuk autis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting, banyak faktor internal maupun external yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, salah satunya adalah kematangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleks pada anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun. Gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleks pada anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun. Gangguan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Autisme dipandang sebagai kelainan perkembangan sosial dan mental yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak akibat kerusakan selama pertumbuhan fetus, atau saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Setiap orang tua menginginkan anaknya lahir secara sehat sesuai dengan pertumbuhannya. Akan tetapi pola asuh orang tua yang menjadikan pertumbuhan anak tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti memilih pendekatan kualitatif karena dianggap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penerimaan (Acceptance) Penerimaan diri menurut Hurlock (1973) adalah suatu tingkat kemampuan dan keinginan individu untuk hidup dengan segala karakteristik dirinya. Individu

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang 1. Tumbuh Kembang Anak BAB I PENDAHULUAN Dalam pengertian tumbuh - Gangguan bicara dan bahasa. kembang anak terkandung dua pengertian yang berbeda yakni pertumbuhan dan perkembangan.

Lebih terperinci

PERMASALAHAN ANAK DAN UPAYA PENANGANANNYA

PERMASALAHAN ANAK DAN UPAYA PENANGANANNYA PERMASALAHAN ANAK DAN UPAYA PENANGANANNYA Oleh: Dra. Aas Saomah, MSi A. Pengantar Setiap anak yang lahir ke dunia, sangat rentan dengan berbagai masalah. Masalah yang dihadapi anak, terutama anak usia

Lebih terperinci

BABl PENDAHULUAN. Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai

BABl PENDAHULUAN. Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai BABl PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai dari masa pra lahir, masa bayi, masa awal anak-anak, pertengahan masa anakanak dan akhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Memiliki

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan individu yang berbeda dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Memiliki anak adalah suatu kebahagiaan

Lebih terperinci

Seri penyuluhan kesehatan

Seri penyuluhan kesehatan Seri penyuluhan kesehatan Penyakit Autisme Klinik Umiyah Jl. Lingkar Utara Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia Pengertian dan gejala Autisme Autisme adalah salah satu dari sekelompok masalah gangguan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial (Sintowati, 2007). Autis merupakan gangguan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial (Sintowati, 2007). Autis merupakan gangguan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis adalah suatu gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan perkembangan fungsi psikologis yang meliputi gangguan dan keterlambatan dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di

BAB I PENDAHULUAN. Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di mana-mana. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan autisme semakin lama semakin meningkat. Namun,

Lebih terperinci

menyebabkan perkembangan otaknya terhambat, sehingga anak mengalami kurang dapat mengendalikan emosinya.

menyebabkan perkembangan otaknya terhambat, sehingga anak mengalami kurang dapat mengendalikan emosinya. 2 tersebut dapat disimpulkan bahwa autisme yang terjadi pada anak dapat menyebabkan perkembangan otaknya terhambat, sehingga anak mengalami kesulitan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan begitu banyak perguruan tinggi seperti

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERILAKU BAGI ANAK AUTIS *)

MODIFIKASI PERILAKU BAGI ANAK AUTIS *) MODIFIKASI PERILAKU BAGI ANAK AUTIS *) Oleh Edi Purwanta Staf Pengajar PLB FIP UNY Hakikat pembelajaran tidak lain adalah upaya mengubah perilaku. Perilaku yang diharapkan merupakan tujuan utama dari proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan manusia banyak didukung dari beberapa faktor,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan manusia banyak didukung dari beberapa faktor, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan manusia banyak didukung dari beberapa faktor, diantaranya adalah faktor kesehatan, gizi, dan mental atau psikologis, dimana faktor-faktor tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masing-masing dari kita mungkin pernah menyaksikan di jalan-jalan, orang yang berpakaian compang-camping bahkan terkadang telanjang sama sekali, berkulit dekil, rambut

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI PENERIMAAN ORANGTUA PADA ANAK AUTIS

NASKAH PUBLIKASI PENERIMAAN ORANGTUA PADA ANAK AUTIS NASKAH PUBLIKASI PENERIMAAN ORANGTUA PADA ANAK AUTIS Oleh : PUTRI RAHMA NOVIA IRWAN NURYANA KURNIAWAN PROGAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2 2007 NASKAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus gangguan perilaku eksternal sudah menjadi topik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus gangguan perilaku eksternal sudah menjadi topik yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus gangguan perilaku eksternal sudah menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Mach (2004) mengungkapkan bahwa kasus gangguan perilaku eksternal lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi, sementara berbahasa adalah proses penyampaian

Lebih terperinci