5.6 SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5.6 SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN"

Transkripsi

1 Semenjak digulirkannya otonomi daerah tahun 2001 sampai dengan akhir Maret 2010, Menteri Keuangan telah menerima Perda PDRD. Dari jumlah perda yang diterima tersebut sebanyak perda telah dievaluasi dan sebayak perda diantaranya atau sekitar 37% direkomendasikan pembatalannya oleh Menteri Keuangan kepada Menteri Dalam Negeri karena tidak sesuai dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam rangka pelakanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Raperda PDRD harus dievaluasi terlebih dahulu oleh pemerintah sebelum ditetapkan menjadi Perda. Sejak tahun 2005 sampai dengan 31 Maret 2010, Menteri Keuangan telah menerima dan mengevaluasi Raperda dari Pemerintah Daerah. Dari jumlah tersebut, hanya 363 Raperda atau sekitar 33% yang dapat secara langsung disetujui dan 67% lainnya harus direvisi terlebih dahulu sebelum dapat ditetapkan menjadi Perda. Kondisi ini merupakan indikasi bahwa kemampuan daerah dalam penyusunan Perda PDRD masih perlu ditingkatkan dan memerlukan pembinaan secara terus menerus. Berdasarkan ikhtisar hasil evaluasi Perda dan Raperda PDRD yang dilakukan oleh Pemerintah, jenis pungutan daerah yang banyak bermasalah terutama dari sektor perhubungan, industri dan perdagangan, energi dan sumber daya mineral, serta kebudayaan dan pariwisata. Pungutan daerah untuk sektor-sektor ini perlu mendapat perhatian agar tidak kontra produktif dalam upaya pengembangan kegiatan ekonomi dan pembangunan potensi fiskal. 5.6 SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PDRD Pelanggaran terhadap ketentuan di bidang perpajakan daerah dikenakan sanksi berupa penundaan atau pemotongan DAU dan/atau dana bagi hasil atau restitusi. Ketentuan sanksi tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan V-210 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

2 Nomor 11/PMK.07/2010 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi terhadap Pelanggaran Ketentuan di Bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Secara umum, pelanggaran di bidang pajak daerah dan retribusi daerah dapat dibagi dua bagian, yaitu: a. Pelanggaran terhadap prosedur penetapan Perda, yang dapat berupa: Penetapan perda tanpa melalui proses evaluasi, Penetapan Perda tanpa mengikuti hasil evaluasi, atau Tidak menyampaikan Perda yang telah ditetapkan kepada Pemerintah. Atas pelanggaran prosedur ini dikenakan sanksi berupa penundaan DAU atau DBH pajak penghasilan sebesar 10 % untuk setiap periode penyaluran. b. Pelanggaran terhadap substansi pungutan yaitu pemungutan PDRD berdasarkan perda yang telah dibatalkan. Atas pelanggaran substansi ini dikenakan sanksi berupa pemotongan DAU dan/atau DBH pajak penghasilan sebesar perkiraan penerimaan PDRD yg telah dipungut berdasarkan perda yang telah dibatalkan. 5.7 KESALAHAN-KESALAHAN PERDA PDRD YANG SERING DILAKUKAN DAERAH Beberapa kesalahan yang sering dilakukan oleh daerah terkait dengan penetapan perda tentang PDRD dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Masih terdapat pungutan yang dilakukan oleh daerah tanpa didasarkan pada peraturan daerah, misalnya dengan Peraturan/Keputusan Kepala Daerah, Nota Kesepahaman, atau dokumen selain Perda; 2. Materi pengaturan dalam perda tidak memenuhi standar ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang; 3. Substansi pungutan tidak sesuai dengan undang-undang, misalnya ada perluasan objek pungutan, tarif tidak ditetapkan secara definitif, tarif melampaui tarif maksimum yang ditetapkan dalam undang-undang; dan 4. Struktur dan besaran tarif retribusi ditetapkan oleh kepala daerah. Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 V-211

3 5.8 PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PDRD Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut, maka Undang-Undang Nmor 34 Tahun 2000 beserta peraturan pelaksanaanya (seperti Peraturan Pemerintah Nomor 65 dan 66 Tahun 2001) dinyatakan tidak berlaku lagi. Pemberlakuan beberapa jenis pajak daerah yang baru dimunculkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tidak secara otomatis dapat langsung diimplementasikan oleh pemerintah daerah. BPHTB dan Pajak Air Tanah Baru dapat diberlakukan pada 1 Januari 2011 serta PBB Perdesaan dan Perkotaan dan Pajak Rokok pada 1 Januari Meskipun demikian, pemerintah memberikan peluang kepada pemerintah daerah yang sudah siap untuk mengambil alih pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan dan Pajak Rokok sebelum 1 Januari Terkait dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, beberapa hal yang perlu di dilakukan dan diperhatikan oleh pemerintah daerah, yaitu: a. Memilih jenis pungutan yang akan diberlakukan dengan mempertimbangkan potensi daerah (tidak harus memberlakukan semua jenis pungutan yang ada); b. Tidak mengadakan jenis pungutan selain yang ada dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009; c. Jenis pungutan yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 masih dapat diberlakukan sampai dengan 31 Desember 2010 kecuali perdanya sudah dibatalkan oleh pemerintah pusat; d. Penerimaan terhadap jenis pungutan yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tidak dianggarkan lagi dalam APBD tahun 2011; e. Perda yang berlaku saat ini yang mengatur jenis pajak dan retribusi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 harus disesuaikan dengan undangundang dimaksud paling lambat 31 Desember 2012; f. Menyusun dan menerbitkan perda tentang BPHTB dan Pajak Air Tanah pada tahun 2010; V-212 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

4 g. Menyusun dan menerbitkan perda tentang PBB Perdesaan dan Perkotaan dan Pajak Rokok sebelum 1 Januari 2014 atau sebelum pengambilalihan kedua jenis pajak dimaksud; h. Mendahulukan perubahan atau penyesuaian perda yang diperluas objeknya agar potensi penerimaan dapat dioptimalkan; i. Perda tentang PDRD harus memuat seluruh ketentuan yang sekurang-kurangnya harus diatur dalam perda tentang PDRD; j. Dalam menyusun perda harus mengikuti proses dan prosedur penyusunan perda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009; k. Terkait dengan PBB Perdesaan dan Perkotaan, BPHTB dan Pajak Rokok, pemerintah daerah perlu melakukan konsultasi/koordinasi/sosialisasi dengan intansi terkait (kanwil pajak, badan pertanahan, bea dan cukai, notaris/pejabat pembuat akta tanah, dan lain-lain); dan l. Terkait dengan PBB Perdesaan dan Perkotaan, pemerintah daerah perlu memperpersiapkan SDM khususnya tenaga administrator, pendataan, penilaian, dan penetapan. Beberapa peraturan pelaksanaan terkait dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang harus disiapkan oleh Pemerintah adalah: 1. Peraturan Pemerintah tentang Sistem Pemungutan Pajak Daerah yang harus diterbitkan pada tahun 2010; 2. Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pemberian Insentif Pemungutan yang harus diterbitkan pada tahun 2010; 3. Peraturan Pemerintah tentang Penetapan Retribusi Daerah Tambahan yang penerbitannya disesuaikan dengan kebutuhan; 4. Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok yang harus diterbitkan pada tahun 2010; 5. Peraturan Menteri Keuangan tentang Badan atau perwakilan Internasional yang Dikecualikan sebagai Subjek PBB Perdesaan dan perkotaan; Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 V-213

5 6. Peraturan Menteri Keuangan tentang Badan atau perwakilan Internasional yang dikecualikan sebagai Subjek BPHTB; 7. Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pelaksanaan Sanksi Pelanggaran Ketentuan PDRD; 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB), dan 9. Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri tentang Tahapan Pengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaan dan BPHTB menjadi Pajak Daerah. Penyiapan peraturan pelaksanaan tersebut tidak menghambat daerah dalam perumusan Perda PDRD sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, karena sebagian besar pokok-pokok pengaturan Perda PDRD telah tercantum dalam undang-undang tersebut. V-214 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

6 BAB VI Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

7 VI-216 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

8 BAB VI Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan 6.1. PENDAHULUAN Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dikenal 3 (tiga) asas penyelenggaraan pemerintahan, yaitu Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan (medebewind). Desentralisasi adalah penyerahan wewenang/urusan pemerintahan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang/urusan pemerintahan dari pemerintah pusat kepada gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten, atau kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten, atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Penyelenggaraan dan pendanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan melibatkan beberapa instansi pemerintah di pusat dan daerah dalam suatu pola hubungan penyelenggaraan tugas dan wewenang. Pada tingkat pemerintah pusat, instansi yang terlibat terdiri dari Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Teknis yang berkoordinasi dalam perumusan kebijakan, perencanaan, dan evaluasi. Kementerian Dalam Negeri mempunyai tugas dan wewenang dalam hal penataan urusan pemerintahan sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan aturan pelaksanaannya. Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-217

9 Bappenas mempunyai tugas dan wewenang dalam hal penetapan dan sinkronisasi program sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Kementerian Keuangan mempunyai tugas dan wewenang dalam hal pengelolaan pendanaan sejalan dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan aturan pelaksanaannya. Sementara kementerian teknis mempunyai tugas dan wewenang dalam hal pelimpahan/penugasan urusan kepada Daerah yang berkaitan dengan program/kegiatan. Pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, pelimpahan dan penugasan urusan pemerintahan dimaksud didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui bagian anggaran kementerian/lembaga (K/L). Hal ini berarti dekonsentrasi dan tugas pembantuan merupakan penyelenggaran sebagian urusan pemerintah pusat di daerah yang dilaksanakan oleh aparat pemerintah daerah, sedangkan pertanggungjawabannya kepada K/L yang memberikan Dana Dekonsentrasi/ Dana Tugas Pembantuan Pengalokasian dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan di Kementerian Keuangan dilaksanakan oleh beberapa unit Eselon I yang mempunyai peranan dalam siklus pendanaan. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan mempunyai tugas dalam pengelolaan informasi, evaluasi, dan perumusan rekomendasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Direktorat Jenderal Anggaran mempunyai tugas dalam penelaahan RKA-KL, penerbitan RABPP dan SAPSK sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan aturan pelaksanaannya termasuk Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur VI-218 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

10 mengenai Standar Biaya. Direktorat Jenderal Perbendaharaan mempunyai tugas dalam pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), penerbitan Surat Rincian Alokasi Anggaran (SRAA), pencairan dana, pengenaan sanksi, pembinaan dan koordinasi sistem akuntansi instansi (SAI) dan pelaporan keuangan sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.06/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan pemerintah Pusat, serta aturan pelaksanaannya. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara mempunyai tugas dalam bidang pengelolaan barang milik negara/daerah sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan aturan pelaksanaannya. Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-219

11 Gambar 6.1 Pola Hubungan Antar Instansi Terkait dalam Penyelengaraan dan Pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan 6.2 PENGELOLAAN DANA DEKONSENTRASI/TUGAS PEMBANTUAN Pengertian Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah pusat yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan VI-220 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

12 dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah; sedangkan Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Sebagai salah satu unsur dalam sistem perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang bertujuan untuk mewujudkan suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka penyelengaraan desentralisasi; maka pada tataran implementasi, penyelenggaraan pendanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan yang tersedia bagi penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dalam sistem perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 ditegaskan bahwa: 1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didanai dari APBD; 2) Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh gubernur selaku wakil Pemerintah di daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi didanai dari APBN; 3) Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh gubernur/bupati/ walikota selaku kepala daerah otonom dalam rangka Tugas Pembantuan didanai dari APBN. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, pelimpahan kewenangan dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diikuti dengan pemberian dana. Dana yang diberikan untuk mendanai sebagian kewenangan yang dilimpahkan merupakan Dana Dekonsentrasi yang berasal dari Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-221

13 APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk Instansi Vertikal Pusat di daerah. Demikian pula dengan Tugas Pembantuan, dimana setiap adanya penugasan dari kementerian/lembaga kepada kepala daerah akan diikuti dengan pemberian dana. Dana yang diberikan untuk mendanai penugasan merupakan Dana Tugas Pembantuan yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh perangkat daerah dan/atau desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan tersebut. Hal ini berarti bahwa Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan untuk daerah provinsi/ kabupaten/kota dan/atau desa sesuai dengan beban dan jenis penugasan yang diberikan Prinsip Pendanaan Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008, pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Pendanaan Dekonsentrasi dilaksanakan setelah adanya pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat melalui kementerian negara/lembaga kepada gubernur (sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah); b. Pendanaan Tugas Pembantuan dilaksanakan setelah adanya penugasan dari Pemerintah Pusat melalui kementerian negara/lembaga kepada gubernur/bupati/ walikota (sebagai kepala daerah); c. Pelimpahan/penugasan wewenang dimaksud dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan kementerian/lembaga; VI-222 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

14 d. Pendanaan kegiatan Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan oleh pemerintah pusat disesuaikan dengan beban dan besar/kecilnya wewenang yang dilimpahkan/ ditugaskan; e. Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran kementerian/lembaga yang dialokasikan di dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L); f. Kegiatan yang didanai dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan adalah lingkup kewenangan yang sudah menjadi tupoksi kementerian/ lembaga; g. Kegiatan Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan di daerah dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku kuasa pengguna anggaran/barang (KPA/B); h. Pendanaan dalam rangka Dekonsentrasi dialokasikan untuk kegiatan bersifat non-fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang tidak menambah aset tetap, antara lain sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, fasilitasi, bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan, supervisi, penelitian dan survey, pembinaan dan pengawasan, serta pengendalian. Dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi, sebagian kecil Dana Dekonsentrasi dapat dialokasikan sebagai dana penunjang untuk pelaksanaan tugas administratif dan/atau pengadaan input berupa barang habis pakai dan/atau aset tetap; i. Pendanaan dalam rangka Tugas Pembantuan dialokasikan untuk kegiatan bersifat fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang menambah aset tetap, antara lain pengadaan tanah, bangunan, peralatan dan mesin, jalan, irigasi dan jaringan, serta dapat berupa kegiatan yang bersifat fisik lainnya (antara lain pengadaan barang habis pakai, seperti obat-obatan, vaksin, pengadaan bibit dan pupuk, atau sejenisnya, termasuk barang bantuan sosial yang diserahkan kepada masyarakat, serta pemberdayaan masyarakat). Dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan, sebagian kecil Dana Tugas Pembantuan dapat dialokasikan sebagai dana penunjang untuk pelaksanaan tugas administratif dan/atau pengadaan input berupa barang habis pakai dan/atau aset tetap; Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-223

15 j. Gubernur memberitahukan RKA-K/L yang telah diterima dari kementerian/ lembaga kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD berkaitan dengan kegiatan Dekonsentrasi di daerahnya; k. Gubernur/Bupati/Walikota memberitahukan RKA-KL yang telah diterima dari kementerian/lembaga kepada DPRD setempat pada saat pembahasan RAPBD berkaitan dengan rencana kegiatan TP di daerah provinsi/kabupaten/kota Penganggaran Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan Sesuai definisi dan prinsip pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran kementerian/lembaga yang dialokasikan untuk mendanai program dan kegiatan yang merupakan urusan pemerintah di daerah dan disusun berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL). Dengan demikian mekanisme pengganggaran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008, proses perencanaan dan penganggaran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan disusun dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara, keseimbangan pendanaan di daerah, dan kebutuhan pembangunan di daerah. Ketiga parameter penyusunan perencanaan dan penganggaran itu mengandung makna bahwa pengalokasian Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan disesuaikan dengan kemampuan APBN dalam mendanai urusan pemerintah pusat serta mempertimbangkan besarnya transfer belanja Pusat ke daerah dan kemampuan keuangan daerah, agar alokasi dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan menjadi lebih efektif, efisien, dan tidak terkonsentrasi di suatu daerah tertentu. Selain itu, penyusunan perencanaan dan penganggaran Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan juga seyogyanya disesuaikan dengan prioritas pembangunan nasional dan prioritas pembangunan daerah. VI-224 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

16 a. Keseimbangan Pendanaan di Daerah Dalam Rangka Perencanaan Lokasi dan Alokasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Keseimbangan pendanaan di daerah dalam rangka perencanaan lokasi dan alokasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 sebagai berikut: Keseimbangan pendanaan dilakukan secara proporsional agar sebaran alokasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan tidak terkonsentrasi pada daerah tertentu. Pengalokasian Dana Dekonsentrasi dan/atau Tugas Pembantuan mempertimbangkan Kemampuan Fiskal Daerah yang terdiri dari besarnya transfer ke daerah dan kemampuan keuangan daerah. Hasil rumusan keseimbangan pendanaan di daerah dimaksud dituangkan dalam Rekomendasi Menteri Keuangan. Rekomendasi Menteri Keuangan menjadi dasar pertimbangan bagi kementerian/lembaga dalam rangka perencanaan lokasi dan anggaran kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Rekomendasi Menteri Keuangan disampaikan kepada kementerian/ lembaga dengan tembusan kepada Kepala Bappenas selambat-lambatnya bulan Maret sebelum penyusunan Renja-KL. Ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tersebut di atas sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengamanatkan bahwa Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Oleh karena itu, Dana dekonsenstrasi dan Tugas Pembantuan sebagai bagian dari keuangan negara harus dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut. Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-225

17 Selanjutnya dalam Penjelasan Umum poin (5) Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 dikatakan bahwa Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan (pengelola fiskal) pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Gambar 6.2 Pola Hubungan Kementerian Keuangan dengan K/L dalam pendanaan Dekosentrasi dan Tugas Pembantuan Secara umum aspek pengelolaan fiskal meliputi beberapa fungsi yaitu pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan. VI-226 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

18 Terkait dengan fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan penganggaran dalam rangka Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, Menteri Keuangan mempunyai kewenangan untuk mengarahkan kementerian/lembaga dalam perencanaan lokasi dan alokasi dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan melalui indikator umum berupa peta keseimbangan pendanaan di daerah yang disampaikan dalam bentuk rekomendasi, sedangkan kementerian/lembaga (teknis) berwenang merencanakan lokasi dan besaran alokasi dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan berdasarkan indikator teknis yang dimiliki setelah mempertimbangkan rekomendasi Menteri Keuangan. Maksud dan tujuan rekomendasi ini adalah untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas, serta proporsional dalam pengalokasian Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; dan memberikan masukan bagi kementerian/ lembaga dalam merencanakan lokasi dan alokasi Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan agar tepat sasaran dan tidak terkonsentrasi di daerah tertentu. Variabel yang digunakan dalam formulasi keseimbangan pendanaan di daerah adalah Variabel Kemampuan Fiskal Daerah (KFD) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Variabel KFD diukur berdasarkan besaran: Pendapatan Asli Daerah, Lain-lain Pendapatan yang Sah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, Dana Otonomi Khusus, Dana Penyesuaian, dan Belanja PNSD (sebagai pengurang). Sementara IPM merupakan cerminan tingkat pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang dibentuk dari 4 (empat) indikator, yaitu: angka melek huruf penduduk dewasa, rata-rata lama sekolah, angka harapan hidup, serta Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita. Langkah-langkah formulasi keseimbangan pendanaan adalah sebagai berikut: i. Menentukan Indeks Kemampuan Fiskal Daerah: a. Menghitung besaran transfer daerah (jumlah dana perimbangan: DAU, DAK, DBH Pajak, DBH SDA, dan Dana Otsus). Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-227

19 b. Menghitung kemampuan keuangan daerah (jumlah PAD dan Lain-lain Pendapatan yang sah dikurangi Belanja PNSD). c. Menentukan Kemampuan Fiskal Daerah (KFD) yang merupakan hasil penjumlahan dana transfer daerah dan kemampuan keuangan daerah. d. Menghitung KFD per kapita yang didapat dari KFD dibagi dengan jumlah penduduk. e. Menghitung KFD Riil yang didapat dari KFD per kapita dibagi Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) sebagai proxy perbedaan tingkat harga antar daerah. f. Menentukan Indeks KFD sebagai hasil dari pembagian KFD Riil terhadap ratarata KFD Riil nasional sehingga diperoleh Peta KFD (lampiran I). ii. Mengkaitkan KFD dengan IPM: a. Membandingkan indeks KFD daerah dengan rata-rata KFD Nasional sehingga menghasilkan daerah yang berada di atas dan di bawah rata-rata nasional. b. Membandingkan IPM daerah dengan rata-rata IPM Nasional sehingga menghasilkan daerah yang berada di atas dan di bawah rata-rata nasional. (lampiran II). c. Hasil kedua perbandingan KFD dan IPM tersebut di atas tersusun dalam 4 cluster daerah sebagai berikut: Cluster 1: Kelompok daerah yang mempunyai KFD dan IPM di atas rata-rata nasional Cluster 2: Kelompok daerah yang mempunyai KFD di bawah rata-rata nasional namun IPM di atas rata-rata nasional. Cluster 3: Kelompok daerah yang mempunyai KFD dan IPM di bawah rata-rata nasional Cluster 4: Kelompok daerah yang mempunyai KFD di atas rata-rata nasional namun IPM di bawah rata-rata nasional. VI-228 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

20 Berdasarkan hasil formulasi tersebut, prioritas daerah yang akan direkomendasikan sebagai penerima dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan sebagai berikut: a. Prioritas I: Daerah pada Cluster 3; b. Prioritas II: Daerah pada Cluster 2. Selanjutnya untuk menentukan besaran alokasi dana dekonsentrasi/tugas pembantuan ke masing-masing daerah digunakan indikator teknis yang disusun oleh kementerian/ lembaga terkait. b. Proses Penganggaran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Pengangaran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dituangkan dalam penyusunan RKA-KL yang setelah melalui proses pembahasan dan penelaahan dengan K/L terkait kemudian ditetapkan menjadi Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SAPSK). SAPSK dimaksud kemudian disampaikan kepada Gubernur/Bupati/Walikota. Setelah menerima RKA-KL tersebut, Gubernur/Bupati/walikota menyampaikan usulan pejabat pengelola keuangan dana dekonsentrasi/tugas pembantuan yang terdiri dari SKPD selaku Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji Tagihan/Penandatangan Surat Perintah Membayar, dan Bendahara Pengeluaran dan menyampaikannya kepada kementerian/lembaga selambat-lambatnya minggu pertama bulan Desember pada tahun berjalan. RKA-KL tersebut juga diberitahukan oleh Gubernur/Bupati/ Walikota kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD untuk tujuan sinkronisasi program dan kegiatan yang akan didanai dari APBN dan APBD RKA-KL yang telah ditetapkan menjadi SAPSK sebagai dasar dalam penyusunan DIPA. Tata cara penyusunan RKA-KL dan penetapan/pengesahan DIPA mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-229

21 Penyaluran Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan disalurkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) melalui Rekening Kas Umum Negara. Sedangkan mekanisme penyaluran Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 134/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pertanggungjawaban dan Pelaporan Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan disebutkan bahwa pertanggungjawaban dan pelaporan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan mencakup aspek manajerial dan aspek akuntabilitas. Aspek manajerial terdiri dari perkembangan realisasi penyerapan dana, pencapaian target keluaran, kendala yang dihadapi, dan saran tindak lanjut sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. Sementara aspek akuntabilitas terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, catatan atas laporan keuangan, dan laporan barang sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Secara rinci pertanggungjawaban dan pelaporan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan adalah sebagai berikut : a. Dana Dekonsentrasi Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 dijelaskan bahwa Kepala SKPD provinsi selaku Kuasa Pengguna Anggaran/ Barang dekonsentrasi wajib menyelenggarakan akuntansi dan bertanggung jawab terhadap penyusunan dan VI-230 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

22 penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang. Penyusunan dan penyampaian laporan dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/ PMK.07/2008 yang secara garis besar dapat disajikan sebagai berikut: a) Setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran, kepala SKPD provinsi atas nama gubernur menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang kepada menteri/pimpinan lembaga pemberi dana dekonsentrasi dengan tembusan kepada SKPD yang membidangi pengelolaan keuangan daerah; b) Gubernur menggabungkan laporan pertanggungjawaban dimaksud dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran. Untuk melaksanakan penggabungan laporan tersebut, gubernur menugaskan/ menetapkan SKPD yang membidangi pengelolaan keuangan daerah sebagai Koordinator Unit akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (Koordinator UAPPA-W) dan SKPD yang membidangi pengelolaan barang/ kekayaan daerah sebagai Koordinator Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah (Koordinator UAPPB-W); c) Menteri/ pimpinan lembaga yang mengalokasikan dana dekonsentrasi menyampaikan laporan pertanggungjawaban dimaksud kepada Presiden melalui Menteri Keuangan setiap berakhirnya tahun anggaran; d) Laporan pertanggungjawaban keuangan secara tahunan atas pelaksanaan dekonsentrasi oleh gubernur dilampirkan dalam Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD. b. Dana Tugas Pembantuan Penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang atas pelaksanaan Tugas Pembantuan secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut : a) Setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran, Kepala SKPD provinsi atas nama gubernur menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-231

23 keuangan dan kepada menteri/pimpinan lembaga pemberi dana tugas pembantuan, dengan tembusan kepada SKPD yang membidangi pengelolaan keuangan daerah; b) Setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran, Kepala SKPD kabupaten/ kota atas nama bupati/walikota menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang kepada menteri/pimpinan lembaga pemberi dana dan tugas pembantuan, dengan tembusan kepada SKPD yang membidangi pengelolaan keuangan daerah; c) Gubernur menggabungkan laporan pertanggungjawaban dimaksud dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran. Untuk melaksanakan penggabungan laporan tersebut, gubernur menugaskan/menetapkan SKPD yang mebidangi pengelolaan keuangan daerah sebagai Koordinator Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (Koordinator UAPPA-W) dan SKPD yang membidangi pengelolaan barang/kekayaan daerah sebagai Koordinator unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah (Koordinator UAPPB-W); d) Bupati/walikota menggabungkan laporan pertanggungjawaban dimaksud dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran, dengan tembusan kepada gubernur. Untuk melaksanakan penggabungan laporan tersebut, bupati/walikota menugaskan/menetapkan SKPD yang membidangi pengelolaan keuangan daerah sebagai Koordinator Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (Koordinator UAPPA-W) dan SKPD yang membidangi pengelolaan barang/kekayaan daerah sebagai Koordinator Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah (Koordinator UAPPB-W); e) Menteri/ pimpinan lembaga yang mengalokasikan dana Tugas pembantuan menyampaikan laporan pertanggungjawaban dimaksud kepada presiden melalui Menteri Keuangan setiap berakhirnya tahun anggaran; f) Laporan pertanggungjawaban keuangan secara tahunan atas pelaksanaan tugas pembantuan setiap berakhirnya tahun anggaran dilampirkan dalam Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD. VI-232 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

24 Adapun bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban keuangan atas barang dan jasa Dana Dekonsentrasi/ Tugas Pembantuan tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku, khususnya Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat Pengelolaan Barang Milik Negara a. Status Barang Hasil Pelaksanaan Dekonsentrasi Peraturan Pemerintah Nomor. 7 tahun 2008 juga mengamanatkan bahwa semua barang yang dibeli atau diperoleh dari pelaksanaan Dana Dekonsentrasi merupakan barang milik negara (BMN). Namun, barang-barang dimaksud sifatnya hanya berupa penunjang dari pelaksanaan Dekonsentrasi, dan SKPD wajib melakukan penatausahaan atas BMN sesuai ketentuan yang berlaku. Barang tersebut dapat dihibahkan kepada daerah dan apabila sudah dihibahkan, maka daerah wajib mengelola dan menatausahakannya sebagai barang milik daerah (BMD). Konsekuensinya ialah daerah wajib menganggarkan seluruh kebutuhan operasi dan pemeliharaannya di dalam APBD melalui SKPD provinsi yang bersangkutan. b. Status Barang dalam Pelaksanaan Tugas Pembantuan Mengingat dana tugas pembantuan digunakan untuk mendanai kegiatan yang bersifat fisik, maka dalam pelaksanaan dan penyelenggaraannya bisa menghasilkan output berupa BMN. BMN yang diperoleh dari hasil pelaksanaan Tugas Pembantuan juga dapat dihibahkan kepada daerah. Barang yang sudah dihibahkan kepada daerah wajib dikelola dan ditatausahakan oleh daerah, dengan konsekuensi bahwa penatausahaan, penggunaan dan pemanfaatan barang tersebut dilaksanakan oleh daerah provinsi/ kabupaten/kota sebagai BMD dengan dukungan dana dari APBD yang bersangkutan. Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme penghibahan BMN mengikuti Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-233

25 6.3. PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN DEKONSENTRASI/ TUGAS PEMBANTUAN Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008, pembinaan dan pengawasan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dapat dilaksanakan sesuai ketentuan sebagai berikut: a) Menteri Negara/Pimpinan Lembaga melakukan pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan urusan pemerintah yang dilimpahkan kepada gubernur terhadap pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan b) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penggunaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan c) Pembinaan tersebut dilakukan dalam rangka peningkatan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi dan tugas Pembantuan yang meliputi pemberian pedoman, fasilitasi dan bimbingan teknis, serta pemantauan dan evaluasi. d) Pengawasan tersebut dilaksanakan dalam rangka pencapaian efisiensi dan efektivitas pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan serta mengikuti ketentuan yang berlaku bagi APBN PEMERIKSAAN DANA DEKONSENTRASI DAN DANA TUGAS PEMBANTUAN Pemeriksaan atas Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu: Pemeriksaan keuangan pemeriksaan yang dapat berupa pemeriksaan atas laporan keuangan; VI-234 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

26 Pemeriksaan kinerja berupa pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri dari pemeriksaan atas aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas atas pelaksanaan kegiatan; Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi pemeriksaan atas hal-hal lain dibidang keuangan, pemeriksaan investigatif dan pemeriksaan atas sistim pengendalian intern pemerintah. Pemeriksaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dilakukan oleh unit pemeriksaan internal kementerian/lembaga dan/atau unit pemeriksaan Eksternal Pemerintah. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeriksaan keuangan, kinerja dan tujuan tertentu berpedoman pada peraturan perundangan-undangan SANKSI Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 diatur bahwa SKPD penerima Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan yang secara sengaja atau lalai tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan dana dimaksud kepada kementerian/lembaga dikenakan sanksi berupa: a). Sanksi penundaan pencairan, apabila SKPD tidak melakukan rekonsiliasi laporan keuangan dengan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara setempat sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah Pusat. Pengenaan sanksi penundaan pencairan dimaksud tidak membebaskan SKPD dari kewajiban menyampaikan laporan Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan. b). Penghentian pembayaran dalam tahun berjalan, dapat dilakukan apabila: i. SKPD tidak menyampaikan laporan keuangan triwulanan kepada kementerian/lembaga yang memberikan Dana Dekonsentrasi dan/atau Dana Tugas Pembantuan secara berturut-turut 2 (dua) kali dalam tahun anggaran berjalan; dan/atau Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-235

27 ii. ditemukan adanya penyimpangan dari hasil pemeriksaan BPK, BPKP, Inspektorat Jenderal kementerian/lembaga yang bersangkutan, atau aparat pemeriksa fungsional lainnya. c). Kementerian/lembaga tidak diperkenankan mengalokasikan Dana Dekonsentrasi dan/atau Dana Tugas Pembantuan untuk tahun berikutnya apabila SKPD penerima dana dimaksud: i. tidak memenuhi target kinerja pelaksanaan kegiatan tahun sebelumnya yang ii. telah ditetapkan; tidak pernah menyampaikan laporan keuangan dan barang sesuai ketentuan yang berlaku pada tahun anggaran sebelumnya; dan/atau iii. melakukan penyimpangan sesuai hasil pemeriksaan BPK, BPKP, Inspektorat Jenderal kementerian/lembaga yang bersangkutan atau aparat pemeriksa fungsional lainnya PERAN KEPALA DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN Berdasarkan butir-butir penjelasan mengenai Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan di atas, dapat kita garis bawahi bahwa kepala daerah (gubernur/bupati/ walikota) mempunyai peran yang sangat besar dalam penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan baik pada tataran perencanaan, penganggaran maupun pembinaan dan pengawasan. Pada aspek perencanaan, sinkronisasi pengalokasian Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan antara kepala daerah (gubernur, bupati, walikota) dengan kementerian/lembaga sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2008 dilaksanakan sejak tahap penyusunan Renja K/L dan pelaksanaan Musrenbangnas. Selanjutnya, setelah K/L menerima pagu sementara dan meyusun RKA-KL maka kementerian/lembaga berkewajiban untuk menyampaikan kepada pemerintah daerah tentang indikasi kegiatan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan yang akan dilaksanakan oleh daerah. Pemberitahuan definitif tentang VI-236 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

28 kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang akan dilaksanakan oleh daerah disampaikan oleh Kementerian/ Lembaga kepada pemerintah daerah dengan Surat Keputusan / Penetapan Menteri/ Pimpinan Lembaga berkenaan setelah ditetapkannya Keppres tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (RABPP). Selanjutnya sesuai dengan pasal 22 Peraturan Pemerintah tersebut, pada tahap penganggaran, setelah menerima RKA-KL yang ditetapkan menjadi SAPSK kepala daerah (gubernur, bupati, walikota) melakukan penyiapan perangkat daerah yang akan melaksanakan program dan kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Selain itu kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) juga melakukan koordinasi, pengendalian, pembinaan, pengawasan dan pelaporan pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dengan Kementerian/Lembaga terkait seperti diatur dalam Pasal 72 dan Pasal 73 Peraturan Pemerintah No.7 Tahun Ketentuan dalam Pasal 72 dan Pasal 73 Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 2008 tersebut telah sejalan dengan ketentuan dalam pasal 3 ayat (1) huruf i Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi, yang menyatakan bahwa gubernur sebagai wakil pemerintah memiliki tugas melaksanakan urusan pemerintah yang antara lain meliputi koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/ kota. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2010 dimaksud juga menggaris-bawahi bahwa salah satu peran dan tugas utama gubernur adalah melakukan koordinasi dan sinkronisasi dalam setiap tahap dan dengan seluruh stakeholder agar tujuan penyelenggaran pemerintahan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-237

29 6.6. PENDANAAN URUSAN BERSAMA PUSAT DAN DAERAH Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah merupakan suatu pola baru dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan khususnya dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Sebagaimana diketahui, pendanaan program PNPM Mandiri pada mulanya dialokasikan melalui mekanisme dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Hal tersebut tentu tidak tepat karena dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan hanya digunakan untuk mendanai urusan pusat sehingga tidak diperlukan dana pendamping dari daerah. Di sisi lain, program PNPM Mandiri ditetapkan sebagai urusan bersama pusat dan daerah sebagaimana ditegaskan dalam Perpres 13 Tahun 2009 dan Perpres 15 Tahun 2010 dan oleh karenanya dapat didanai bersama dari APBN dan APBD. Program PNPM Mandiri merupakan salah satu bagian dari proses pembangunan dimana pemerintah pada hakikatnya, meyakini bahwa pembangunan suatu bangsa seyogyanya bersifat inklusif; menjangkau dan mengangkat derajat seluruh lapisan masyarakat Indonesia, diseluruh wilayah nusantara. Pembangunan yang bersifat inklusif ini mensyaratkan adanya keserasian dan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan, atau sering disebut juga sebagai growth with equity. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah telah menetapkan triple track strategy, yaitu strategi pembangunan yang pro growth, pro job dan pro poor. Secara umum, salah satu cara untuk mengantisipasi tantangan pembangunan yang inklusif yang merupakan harmonisasi antara keserasian dan keseimbangan, adalah dengan meningkatkan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mendukung kesinambungan pembangunan nasional yang berdimensi kewilayahan. Dengan sinergi tersebut, proses dan hasil pembangunan tidak hanya terjadi pada sekelompok orang VI-238 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

30 atau pada sedikit daerah/wilayah tertentu saja, namun lebih merata dan menyebar serta tidak terfokus pada wilayah tertentu saja. Issue yang sifatnya crosscutting baik karena sifatnya yang memerlukan koordinasi dan sinkronisasi antar kementerian dan juga tiap tingkatan pemerintahan, seperti issue terkait penciptaan lapangan kerja yang lebih luas dalam rangka menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan merupakan salah satu agenda capaian kinerja pemerintah. Namun mengingat kemampuan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja masih terbatas, maka diperlukan strategi kebijakan yang tepat dengan menempatkan prioritas pada sektor-sektor yang mempunyai efek pengganda tinggi terhadap penciptaan kesempatan kerja. Selanjutnya untuk memenuhi capaian kinerja tersebut, maka pemerintah mencantumkan salah satu agenda program pembangunan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2010 yaitu pemeliharaan kesejahteraan masyarakat, serta penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial. Kegiatan yang diprioritaskan untuk menjalankan agenda penanggulangan program kemiskinan tersebut, yaitu penurunan jumlah persentase penduduk miskin menjadi persen pada tahun 2010 dibandingkan pada tahun 2009 yang sebesar 14,15 persen dengan melalui upaya peningkatan pembangunan pertanian, pembangunan pedesaan, dan program-program pro rakyat. PNPM Mandiri merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat, yaitu suatu program yang merupakan harmonisasi dan konsolidasi program-program pemberdayaan masyarakat yang diperlukan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan mempercepat penciptaan lapangan kerja. Harmonisasi dan konsolidasi program-program penanggulangan kemiskinan yang tersebar di beberapa kementerian/lembaga ke dalam satu program PNPM Mandiri tersebut telah dimulai pada tahun Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-239

31 Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Bappenas, dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan, alokasi anggaran untuk program PNPM Mandiri terus ditingkatkan dalam beberapa tahun terakhir. Alokasi anggaran Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM Mandiri Perdesaan, baik yang bersumber dari APBN maupun APBD, pada tahun 2007 adalah sebesar Rp3,84 triliun, kemudian pada tahun 2008 dan tahun 2009 berturut-turut meningkat menjadi Rp6,69 triliun dan Rp11,01 triliun. Sementara pada tahun 2010 kembali mengalami peningkatan menjadi Rp11,83 triliun. Data dari Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan juga menunjukan trend yang meningkat pada alokasi dana PNPM, sebagaimana terlihat pada Tabel 6.1 berikut ini. VI-240 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

32 Tabel 6. 1 Rekapitulasi Alokasi Dana PNPM Per Lokasi (Se-Provinsi*) Tahun (Miliar Rp) Keterangan - Sumber data : DJA RKA/KL ; Se-Provinsi = Konsolidasi Provinsi dan Kab/Kota di Provinsi bersangkutan - DK = Dekosentrasi. KP = Kantor Pusat, KD = Kantor VErtikal. TP = Tugas Pembantuan Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-241

33 Namun demikian, pelaksanaan program PNPM Mandiri tersebut hingga tahun 2009 masih menemui beberapa kendala, utamanya dalam aspek pendanaan. Sebagaimana diketahui, program PNPM Mandiri, khususnya PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM Mandiri Perdesaan memiliki karakteristik tertentu yaitu: Urusan yang ditangani merupakan urusan bersama pemerintah pusat dan pemerintah daerah; Mensyaratkan cost-sharing atau dana pendamping dari Daerah dalam bentuk sebutan apapun yang bersumber APBD; Dana cost-sharing tersebut diikat dalam naskah kesepahaman; Mendanai kegiatan yang bersifat Bantuan Langsung kepada Masyarakat; Jenis belanja yang dialokasikan lebih dominan dipenuhi dengan Belanja Bantuan Sosial; Sementara itu fund chanelling yang digunakan saat itu adalah mekanisme dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Hal ini tentu saja belum tepat, karena sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan disebutkan bahwa kegiatan yang didanai melalui mekanisme Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan adalah: Kegiatan yang merupakan Urusan yang ditangani merupakan urusan Pemerintah Pusat; Kegiatan dilaksanakan oleh Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat untuk Dekon dan gubernur/bupati/walikota untuk TP; Kegiatan bersifat Non Fisik untuk Dekon dan Fisik untuk TP; Tidak diperkenankan mensyaratkan dana pendamping atau sebutan lain yang membebani APBD; Menggunakan surat pelimpahan sebagai dasar pelaksanaan Dekon dan surat penugasan sebagai dasar pelaksanaan TP. VI-242 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

34 Dengan demikian, aspek legalitas dalam penyediaan sharing pendanaan dari pemerintah daerah dalam pendanaan PNPM Mandiri pun perlu untuk terus disempurnakan. Hal tersebut didasarkan atas pemikiran bahwa apabila PNPM Mandiri tetap meneruskan pola pendanaan melalui mekanisme Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan maka Pendanaan Urusan Bersama terhadap program penanggulangan kemiskinan (PNPM Mandiri) menyalahi aturan karena tidak sesuai dengan ketentuan Pendanaan yang ada; Pendanaan Urusan Bersama dinyatakan tidak transparan dan akuntabel; Laporan Keuangan Pemerintah Pusat menjadi Disclaimer pada saat dilakukan pemeriksaaan oleh BPK Dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut, pada tanggal 27 Maret 2009, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan yang kemudian diubah dengan Perpres 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang merupakan payung hukum bagi penanganan urusan bersama antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam penanggulangan kemiskinan. Dalam Pasal 34 dan Pasal 36 Perpres 13 Tahun 2009 tersebut diatur sistem pendanaan urusan bersama yang bersumber dari APBN dan APBD. Selanjutnya berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Anggota Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Nasional, Melalui Surat Nomor B.122/MENKO/ KESRA/VI/2009 tanggal 12 Juni 2009, Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat selaku Ketua TKPK menugaskan Menteri Keuangan untuk menyiapkan aturan pelaksanaan tentang Pendanaan Urusan Bersama Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan, dan menambah 1 (satu) kode tingkat kewenangan pelaksanaan kegiatan (diluar KP, KD, DK, TP) yang selama ini belum diakomodir di Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-243

35 Dalam rangka melaksanakan Peraturan Presiden tersebut diatas Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Bendahara Umum Negara perlu mengatur penyediaan dan tata cara pengelolaan dana program Nasional penanggulangan kemiskinan khususnya mengenai Dana Urusan Bersama pusat dan daerah. Sesuai dengan hal tersebut, maka dengan ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.07/2009 tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan, yang hanya diperuntukkan bagi pendanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan dan PNPM Mandiri Perdesaan, pemerintah telah memberikan dasar hukum bagi daerah untuk menyediakan dana pendamping dari APBD untuk program PNPM Mandiri atau yang disebut Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB). Disamping itu Peraturan Menteri Keuangan dimaksud juga merupakan upaya untuk menyempurnakan mekanisme pendanaan yang digunakan untuk program PNPM Mandiri selama ini PENGERTIAN PENDANAAN URUSAN BERSAMA PUSAT DAN DAERAH Urusan Bersama Pusat dan Daerah dapat didefinisikan sebagai urusan pemerintahan di luar urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan sepenuhnya Pemerintah, yang diselenggarakan bersama oleh Pemerintah, Pemda Provinsi, dan Pemda Kabupaten/Kota. Seperti telah dijelaskan pada paragraf-paragraf sebelumnya, urusan bersama pusat dan daerah difokuskan untuk penanggulangan kemiskinan yang merupakan kebijakan dan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat kesejahteraan rakyat. Lebih spesifik pada aspek pendanaan, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pendanaan Urusan Bersama adalah pendanaan yang bersumber dari APBN dan APBD yang digunakan untuk mendanai program/kegiatan bersama Pusat dan daerah untuk VI-244 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

36 penanggulangan kemiskinan. Berdasarkan sumber pendanaannya, dibedakan menjadi Dana Urusan Bersama yang selanjutnya disebut DUB, yaitu dana yang bersumber dari APBN; serta Dana Daerah untuk Urusan Bersama yang selanjutnya disebut DDUB, yaitu dana yang bersumber dari APBD. Gambar dibawah ini memberikan penjelasan singkat mengenai hal tersebut. Gambar 6. 3 Sumber Pendanaan Urusan bersama PRINSIP-PRINSIP PENDANAAN URUSAN BERSAMA PUSAT DAN DAERAH Sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/ PMK.07/2009 Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan, di lakukan sesuai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-245

37 Pendanaan Urusan Bersama untuk Penanggulangan Kemiskinan dapat didanai dari APBN, APBD, dan/atau didanai bersama APBN dan APBD. Dalam hal Program Penanggulangan Kemiskinan didanai bersama pendanaan yang bersumber dari APBN dialokasikan melalui bagian anggaran kementerian/lembaga dalam bentuk DUB dan pendanaan yang bersumber dari APBD dialokasikan melalui SKPD dalam bentuk DDUB. Pendanaan dilakukan setelah adanya kesepakatan kedua belah pihak yang dituangkan dalam naskah perjanjian antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Pengelolaan DUB dan DDUB dilakukan dengan prinsip tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan ditujukan untuk kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat yang terdiri atas program-program yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat. Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan dirinci dalam bentuk kegiatan yang komponen bantuan langsung masyarakatnya adalah belanja bantuan sosial PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DANA URUSAN BERSAMA PUSAT DAN DAERAH Sesuai definisi dan prinsip pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, dapat dikemukakan bahwa Dana Urusan Bersama Pusat dan Daerah merupakan bagian anggaran kementerian/lembaga dan anggaran pemerintah daerah yang dialokasikan untuk mendanai program dan kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan. Terkait dengan hal tersebut, sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri VI-246 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

38 Keuangan Nomor 168/PMK.07/2009 terhadap proses perencanaan dan penganggaran berlaku ketentuan sebagai berikut: Perencanaan Program Penanggulangan Kemiskinan merupakan bagian dari sistem perencanaan pembangunan nasional. Kebijakan dan Program Penanggulangan Kemiskinan dikoordinasikan oleh Tim Penanggulangan Kemiskinan Nasional/ Provinsi/ Kabupaten/Kota. Program/Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan yang akan didanai dari APBN wajib mengacu pada RKP dan dituangkan dalam Renja-KL Kementerian/Lembaga memberitahukan indikasi Program/Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan yang akan diselenggarakan bersama antara pusat dan daerah kepada kepala daerah paling lambat pertengahan bulan Juni atau setelah ditetapkannya pagu sementara dengan tembusan kepada Ketua Tim terkait Penanggulangan Kemiskinan tingkat Nasional. Pemberitahuan tentang indikasi program tersebut, disertai dengan informasi mengenai ketentuan/persyaratan penyelenggaraan urusan bersama yang akan dituangkan dalam naskah perjanjian. Menteri/Pimpinan Lembaga dan Kepala Daerah menandatangani naskah perjanjian penyelenggaraan urusan bersama pusat dan daerah untuk program penanggulangan kemiskinan paling lambat minggu pertama bulan Desember atau setelah ditetapkannya Peraturan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat. Naskah perjanjian penyelenggaraan urusan bersama sekurang-kurangnya memuat: a. subyek kerja sama; b. rincian alokasi dan lokasi dana program/ kegiatan yang diselenggarakan bersama; c. sumber dan besaran pendanaan; d. penetapan penanggungjawab dalam pengelolaan DUB; Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-247

39 e. klausul komitmen daerah untuk tertib pelaporan keuangan DUB oleh daerah kepada kementerian/ lembaga; dan f. jangka waktu kerja sama. Program/Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan yang akan didanai dari APBD wajib mengacu pada RKPD dan dituangkan dalam Renja-SKPD. Dalam hal pemberitahuan indikasi program/kegiatan penanggulangan kemiskinan tersebut sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah, Kepala Daerah meneruskan indikasi program/kegiatan dimaksud kepada SKPD sebagai bahan penyusunan Renja-SKPD dan rencana penyediaan DDUB, serta pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kepala Daerah menyampaikan usulan nama SKPD yang akan melaksanakan program/kegiatan Penangulangan Kemiskinan kepada Kementerian/Lembaga. Dalam hal pemberitahuan indikasi program/kegiatan penanggulangan kemiskinan tersebut diatas tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah, kepala daerah dapat menolak pelaksanaan program/kegiatan dimaksud. Rencana daerah penyelenggara Urusan Bersama Pusat Dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan dan alokasi anggaran DUB disusun dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara, indeks fiskal dan kemiskinan daerah, serta indikator teknis. Kemampuan keuangan negara dimaksudkan bahwa pengalokasian DUB untuk program/kegiatan penanggulangan kemiskinan disesuaikan dengan kemampuan APBN melalui bagian anggaran Kementerian/Lembaga. Secara umum, proses tersebut diatas dapat dijelaskan dalam gambar siklus dibawah ini. VI-248 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

40 Gambar 6.4 Proses Perencanaan dan Penganggaran Urusan Bersama INDEKS FISKAL DAN KEMISKINAN DAERAH DALAM RANGKA PERENCANAAN PENDANAAN URUSAN BERSAMA PUSAT DAN DAERAH UNTUK PENANGGULANGAN KEMISKINAN Salah satu perwujudan dari upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam penguatan sinergi antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, adalah dengan disusun dan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.07/2010 tanggal 9 Maret 2010 tentang Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah Dalam Rangka Perencanaan Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah Untuk Penanggulangan Kemiskinan TA Peraturan Menteri Keuangan tersebut merupakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Pasal 7 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan 168/ PMK.07/2009 tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah Untuk Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-249

41 Penanggulangan Kemiskinan, yang menyatakan bahwa Indeks fiskal dan kemiskinan daerah disusun dan ditetapkan oleh Menkeu, serta disampaikan kepada Bappenas dan K/L penyelenggara urusan bersama untuk penanggulangan kemiskinan dengan tembusan kepada TKPK Nasional paling lambat Bulan Maret sebelum penyusunan Renja-KL. Secara umum Peraturan Menteri Keuangan tersebut bertujuan untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas, serta proporsional dalam pendanaan urusan bersama; serta mendukung K/L penyelenggara dalam merencanakan pendanaan urusan bersama agar tepat sasaran dan tujuan yang nantinya diharapkan akan bermuara pada peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan Dana Urusan Bersama (DUB). Proses penyusunan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.07/2010 dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu : A. Formulasi Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah Formulasi indeks fiskal dan kemiskinan daerah dilakukan melalui 4 (empat) tahap, yaitu: 1. Penghitungan Ruang Fiskal Daerah a. Penghitungan ruang fiskal daerah dilakukan dengan menghitung besaran kemampuan keuangan daerah dan Transfer ke Daerah dikurangi dengan belanja wajib; b. Besaran kemampuan keuangan daerah meliputi Pendapatan Asli Daerah dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah; c. Besaran Transfer ke Daerah meliputi Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Dana Penyesuaian, dan Dana Otonomi Khusus.; d. Hasil penghitungan ruang fiskal daerah tersebut dibagi dengan jumlah penduduk dan Indeks Kemahalan Konstruksi agar tercermin kemampuan fiskal daerah riil per kapita; dan e. Penghitungan ruang fiskal daerah didasarkan data anggaran Tahun VI-250 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

42 2. Penghitungan Indeks Fiskal Daerah Penghitungan Indeks Fiskal Daerah dilakukan dengan menghitung ruang fiskal masing-masing daerah dibagi dengan rata-rata ruang fiskal seluruh daerah. 3. Penghitungan Indeks Kemiskinan Daerah; a. Penghitungan Indeks Kemiskinan Daerah dilakukan dengan menghitung persentase jumlah penduduk miskin masing-masing daerah dibagi dengan rata-rata persentase jumlah penduduk miskin seluruh daerah (nasional); dan b. Persentase jumlah penduduk miskin tersebut adalah persentase jumlah penduduk miskin berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada tahun terakhir. 4. Pengkaitan Indeks Fiskal dengan Indeks Kemiskinan Daerah. a. Pengkaitan Indeks Fiskal dengan Indeks Kemiskinan Daerah dilakukan dengan mengkaitkan hasil penghitungan Indeks Fiskal Daerah dan Indeks Kemiskinan Daerah masing-masing sebagai sumbu tegak dan sumbu mendatar dalam peta kuadran. b. Berdasarkan hasil pengkaitan tersebut, daerah sasaran dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kelompok, sebagai berikut: i. Kelompok 1 adalah daerah yang indeks fiskal dan indeks persentase penduduk miskinnya di atas rata-rata nasional; ii. Kelompok 2 adalah daerah yang indeks fiskalnya di bawah rata-rata nasional, namun indeks persentase penduduk miskinnya di atas rata-rata nasional; iii. Kelompok 3 adalah daerah yang indeks fiskal dan indeks persentase penduduk miskinnya di bawah rata-rata nasional; dan iv. Kelompok 4 adalah daerah yang indeks fiskalnya di atas rata-rata nasional, namun indeks persentase penduduk miskinnya di bawah ratarata nasional. Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-251

43 B. Formulasi Penghitungan Persentase Besaran Penyediaan DDUB Per Kelompok dan Per Daerah DDUB yang harus disediakan oleh daerah disesuaikan dengan indeks fiskal dan kemiskinan daerah, dengan rincian tingkatan: Kelompok 1 adalah daerah yang indeks ruang fiskal dan indeks persentase penduduk miskinnya di atas rata-rata nasional (IRFD dan IPPMD > 1); menyediakan DDUB Sangat Tinggi; Kelompok 2 adalah daerah yang indeks ruang fiskalnya di bawah rata-rata nasional, namun indeks persentase penduduk miskinnya di atas rata-rata nasional (IRFD < 1, IPPMD > 1); menyediakan DDUB Sedang; Kelompok 3 adalah daerah yang indeks ruang fiskal dan indeks persentase penduduk miskinnya di bawah rata-rata nasional (IRFD < 1, IPPMD < 1); menyediakan DDUB Rendah; dan Kelompok 4 adalah daerah yang indeks ruang fiskalnya di atas rata-rata nasional, namun indeks persentase penduduk miskinnya di bawah rata-rata nasional (IRFD> 1, IPPMD < 1);menyediakan DDUB Tinggi. Persentase untuk menentukan besaran penyediaan DDUB untuk masing-masing tingkatan tersebut ditetapkan lebih lanjut melalui Keputusan Ketua TKPK Nasional atau berdasarkan pertimbangan Menteri Keuangan. Skema berikut memberikan gambaran mengenai alur pikir formulasi indeks fiskal dan kemiskinan daerah. VI-252 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

44 Gambar 6.5 Alur Pikir Formulasi Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah PENCAIRAN DAN PENYALURAN Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 15 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 tahun 2009, pencairan dan penyaluran DUB dan DDUB mengikuti ketentuan sebagai berikut : 1. Pencairan DUB secara umum dilakukan sesuai dengan mekanisme yang berlaku dalam pembayaran atas beban APBN, sedangkan ketentuan lebih lanjut diatur dengan Perdirjen Perbendaharaan; 2. DUB disalurkan secara langsung kepada masyarakat, kelompok masyarakat dan/ atau lembaga partisipatif masyarakat dalam bentuk uang; 3. DUB yang telah ditransfer ke rekening masyarakat, kelompok masyarakat dan/atau lembaga partisipatif masyarakat harus telah dimanfaatkan sesuai dengan rencana selambat-lambatnya 3 bulan setelah tahun anggaran bersangkutan berakhir. Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-253

45 4. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana tersebut di atas, dana tersebut belum dimanfaatkan maka dana tersebut harus disetorkan ke Rekening Kas Umum Negara; dan 5. Mekanisme pencairan dan penyaluran DDUB berpedoman pada peraturan yang mengatur mengenai pengelolaan keuangan daerah PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 tahun 2009 Bab VI Pasal 16 sampai dengan Pasal 18 diuraikan ketentuan mengenai Pelaporan dan Pertanggungjawaban DUB dan DDUB yaitu : 1. SKPD yang menjadi pelaksana kegiatan penanggulangan kemiskinan (DUB dan DDUB) wajib menyusun Laporan Keuangan berupa: a. Neraca; b. Laporan Realisasi Anggaran; dan c. Catatan atas Laporan Keuangan. 2. Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan DUB mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat; 3. Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan DDUB mengacu ketentuan peraturan mengenai pengelolaan keuangan daerah dan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah; dan 4. Kepala daerah melampirkan laporan keuangan tahunan atas pelaksanaan DUB dalam Laporan Pertanggungjawaban APBD kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas DUB dan DDUB PEMBINAAN Selanjutnya dalam Bab VIII Pasal 22 dan Pasal 23 Peraturan Menteri Keuangan tersebut menyebutkan bahwa pembinaan DUB dan DDUB adalah meliputi : 1. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Nasional melakukan koordinasi pembinaan terhadap efektivitas pelaksanaan urusan bersama pusat dan daerah VI-254 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

46 untuk penanggulangan kemiskinan sekurang-kurangnya setiap 3 (tiga) bulan sekali; 2. Bappenas melakukan pembinaan terhadap efektivitas perencanaan dan pelaksanaan program; 3. Menteri/pimpinan lembaga dan kepala daerah melakukan pembinaan terhadap efektivitas pengelolaan kegiatan urusan bersama untuk penanggulangan kemiskinan; 4. Menteri Keuangan melakukan pembinaan terhadap pengelolaan DUB dalam hal: efisiensi dan efektivitas alokasi anggaran; pelaksanaan anggaran; dan penyusunan indeks fiskal dan kemiskinan di daerah dan pengelolaan informasi. 5. Kepala daerah melakukan pembinaan terhadap efisiensi dan efektivitas pengelolaan DDUB PENGAWASAN Sedangkan pengawasan DUB dan DDUB adalah sebagai berikut : 1. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Nasional melakukan koordinasi pengawasan dan pengendalian terhadap efektivitas pelaksanaan urusan bersama untuk penanggulangan kemiskinan sekurang-kurangnya setiap 3 (tiga) bulan sekali; 2. Menteri/pimpinan lembaga dan kepala daerah melakukan pengawasan dan pengendalian atas efektivitas pengelolaan kegiatan urusan bersama untuk penanggulangan kemiskinan; 3. Menteri Keuangan melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaporan keuangan DUB; 4. Kepala daerah melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaporan keuangan DDUB; dan 5. Pengawasan dilaksanakan dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan DUB dan DDUB. Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VI-255

47

48 BAB VII Sistem Informasi Keuangan Daerah

49 VII-258 Sistem Informasi Keuangan Daerah

50 BAB VII Sistem Informasi Keuangan Daerah 7.1. PENDAHULUAN Dalam kehidupan bernegara yang semakin terbuka, pemerintah pusat selaku perumus dan pelaksanaan kebijakan APBN berkewajiban untuk terbuka dan bertanggung jawab terhadap seluruh hasil pelaksanaan pembangunan. Salah satu bentuk tanggung jawab tersebut diwujudkan dengan menyediakan informasi keuangan yang komprehensif kepada masyarakat luas, termasuk didalamnya adalah informasi keuangan daerah. Dengan kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, hal tersebut membuka peluang bagi berbagai pihak untuk mengakses, mengelola dan mendayagunakan informasi secara cepat dan akurat untuk lebih mendorong terwujudnya pemerintahan yang bersih, transparan, dan serta mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif. Untuk menindaklanjuti terselenggaranya proses pembangunan yang sejalan dengan prinsip tata pemerintahan yang baik (Good Governance), pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkewajiban untuk mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk meningkatkan kemampuan mengelola keuangan daerah, dan menyalurkan informasi keuangan daerah kepada pelayanan publik. Pemerintah pusat perlu mengoptimalkan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk membangun jaringan sistem informasi manajemen dan proses kerja yang memungkinkan pemerintahan bekerja secara terpadu dengan menyederhanakan akses antarunit kerja. Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VII-259

51 Sejalan dengan arah kebijakan pemerintah pusat untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance), maka penyelenggaraan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) menjadi semakin penting. Tiga pilar utama pemerintahan yang baik yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah adalah partisipasi, transparansi, dan akuntabel. Partisipasi dilakukan antara lain melalui pembahasan anggaran daerah (APBD) antara kepala daerah dengan DPRD dengan melibatkan komponen masyarakat. Akuntabel dilakukan dengan mempertanggungjawabkan seluruh pengelolaan keuangan oleh kepala daerah kepada DPRD dan masyarakat di daerah yang bersangkutan. Sedangkan transparansi antara lain diwujudkan dengan penyediaan data melalui penyelenggaraan SIKD. Penyelenggaraan SIKD ini telah mempunyai landasan hukum yang memadai yaitu Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah TUJUAN SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH SIKD di tingkat daerah diselenggarakan oleh masing-masing pemerintah daerah yang dikenal dengan nama Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD). SIKD yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat disebut dengan SIKD Nasional. Pemerintah pusat menyelenggarakan SIKD secara nasional sebagai: 1. bahan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional; 2. bentuk penyajian informasi keuangan daerah secara nasional; 3. bahan kebijakan keuangan daerah, seperti alokasi dana perimbangan, pinjaman daerah, pengendalian defisit anggaran; dan 4. alat untuk melakukan pemantauan, pengendalian dan evaluasi pendanaan desentralisasi, dekonsentrasi, tugas pembantuan, pinjaman daerah, dan defisit anggaran daerah. VII-260 Sistem Informasi Keuangan Daerah

52 Sementara fungsi dari penyelenggaraan SIKD secara nasional adalah untuk: 1. penyusunan standar informasi keuangan daerah; 2. penyajian informasi keuangan daerah kepada masyarakat ; 3. penyiapan rumusan kebijakan teknis penyajian Informasi; 4. penyiapan rumusan kebijakan teknis di bidang teknologi pengembangan SIKD; 5. pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan SIKD; 6. pembakuan SIKD yang meliputi prosedur, pengkodean, peralatan, aplikasi, dan pertukaran informasi; dan 7. integrasi jaringan komunikasi data dan pertukaran informasi antarinstansi pemerintah. Penyelenggaraan SIKD secara terpadu diharapkan dapat menghasilkan data yang berkualitas, yaitu relevan, akurat, tepat waktu, dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga dapat membantu pengambilan kebijakan di bidang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dengan baik dan tepat sasaran. Relevan dimaksudkan bahwa data yang digunakan dalam pengambilan keputusan sesuai dengan kebutuhan. Data yang akurat dimaksudkan bahwa data yang diperoleh menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Dan tepat waktu artinya data yang dibutuhkan tersedia sesuai dengan jadwal perumusan kebijakan. Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 VII-261

53 Gambar 7.1 Hubungan antara SIPKD dengan SIKD Nasional 7.3. JENIS INFORMASI Pemerintah daerah menyampaikan informasi yang berkaitan dengan keuangan daerah kepada pemerintah pusat berdasarkan prinsip-prinsip relevan, akurat, tepat waktu, dan dapat dipertanggungjawabkan. Bentuk dan format laporan yang disampaikan daerah harus berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005, pemerintah daerah diwajibkan menyampaikan informasi keuangan daerah kepada pemerintah pusat yang mencakup: a. APBD dan realisasi APBD provinsi, kabupaten, dankota; b. Neraca pemerintah daerah; c. Laporan Arus Kas; VII-262 Sistem Informasi Keuangan Daerah

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 156/PMK.07/2008 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA DEKONSENTRASI DAN DANA TUGAS PEMBANTUAN MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 156/PMK.07/2008 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA DEKONSENTRASI DAN DANA TUGAS PEMBANTUAN MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 156/PMK.07/2008 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA DEKONSENTRASI DAN DANA TUGAS PEMBANTUAN MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAN TABEL

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAN TABEL 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAN TABEL BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 RUANG LINGKUP PERMASALAHAN 1.3 MAKSUD DAN TUJUAN 1.4 SISTEMATIKA BAB II TINJAUAN PELAKSANAAN REKOMENDASI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman. No.418, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168 /PMK.07/2009 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 248/PMK.07/2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 156/PMK.07/2008 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perem

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perem No.933, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPP-PA. Dekonsentrasi. Penatausahaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

LOGO. Musrenbang Provinsi DKI Jakarta,

LOGO. Musrenbang Provinsi DKI Jakarta, LOGO Musrenbang Provinsi DKI Jakarta, 2010 www.djpk.depkeu.go.id 1 DEKONSENTRASI Sifat kegiatan non-fisik yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang tidak menambah aset tetap. Kegiatan non-fisik, antara

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2005 Nomor 89, Tambaha

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2005 Nomor 89, Tambaha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.318, 2015 KEMENPORA. Pelimpahan Sebagian Urusan Pemerintahan. Kepemudaan, Keolahragaan, Kepramukaan. Gubernur. Dekonsentrasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN

Lebih terperinci

Setyanta Nugraha Kepala Biro Analisa APBN Sekretariat Jenderal DPR RI

Setyanta Nugraha Kepala Biro Analisa APBN Sekretariat Jenderal DPR RI Setyanta Nugraha Kepala Biro Analisa APBN Sekretariat Jenderal DPR RI Disampaikan dalam Konsultasi Badan Anggaran DPRD Kabupaten Sleman Jakarta, 29 Januari 2014 2/10/2014 BIRO ANALISA APBN SETJEN DPR RI

Lebih terperinci

2017, No Pengelolaan Perbatasan Negara Lingkup Badan Nasional Pengelola Perbatasan Tahun Anggaran 2017; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 T

2017, No Pengelolaan Perbatasan Negara Lingkup Badan Nasional Pengelola Perbatasan Tahun Anggaran 2017; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.764, 2017 BNPP. Pelimpahan sebagian Urusan dan Penugasan. TA 2017. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2009 Menimbang : a. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 71/Permentan/OT.140/12/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 71/Permentan/OT.140/12/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 71/Permentan/OT.140/12/2010 TENTANG PELIMPAHAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENGELOLAAN KEGIATAN DAN TANGGUNG JAWAB DANA DEKONSENTRASI PROVINSI TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pem

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.56, 2016 KEMENPORA. Dekonsentrasi. Pelimpahan. Urusan Pemerintahan. Tahun Anggaran 2016. PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1344, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pemerintahan. Pelimpahan. Penugasan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN DAN

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 83 / HUK / 2010 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 83 / HUK / 2010 TENTANG MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 83 / HUK / 2010 TENTANG RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, ANGGARAN, DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN LINGKUP KEMENTERIAN

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN MENTERI SOSIAL PERATURAN MENTERI SOSIAL NOMOR 148 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, ANGGARAN, DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN LINGKUP KEMENTERIAN SOSIAL TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indo

2017, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indo No.224, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPORA. Penyelenggaraan Dekonsentrasi. TA 2017. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Ind

2015, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Ind BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1995, 2015 KEMENDAG. Penyelenggaraan Dekonsentrasi. Tahun Anggaran 2016. Pelimpahan. Gubernur. PERATURAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109/M-DAG/PER/12/2015 TENTANG

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indo

2017, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indo No.605, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Penyelenggaraan Dekonsenstrasi. TA 2017. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/M-DAG/PER/4/2017 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.239, 2014 KEMENDAG. Dekonsentrasi. Perdagangan. Gubernur. Pelimpahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/M-DAG/PER/12/2013 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN DAN PENUGASAN PENGELOLAAN PERBATASAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.407, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Pelimpahan Wewenang. Program Kesetaraan Gender. Pemberdayaan Perempuan. Perlindungan Anak.

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2012 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Urusan Pemerintah. Pelimpahan dan Penugasan. Tahun Anggaran 2012. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1989, 2014 KEMENDAG. Pemerintahan. Dekonsentrasi. Gubernur. Pelimpahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92/M-DAG/PER/12/2014 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara R

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara R BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2075, 2014 KEMENSOS. Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Anggaran. Kegiatan. Program. Rencana. Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 84 / HUK / 2009 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 84 / HUK / 2009 TENTANG MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 84 / HUK / 2009 TENTANG RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, ANGGARAN, DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN LINGKUP DEPARTEMEN

Lebih terperinci

16. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan

16. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

2018, No Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 4.

2018, No Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 4. , BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.63, 2018 KEMENDAG. Dekonsentasi TA 2018. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2018 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN DEKONSENTRASI DAN PENUGASAN TUGAS PEMBANTUAN KEPADA DINAS SOSIAL DAERAH PROVINSI DAN DINAS SOSIAL DAERAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244) sebagaimana t

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244) sebagaimana t No.33, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Urusan Pemerintahan. Tahun 2015. Penugasan. Pelimpahan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN Kanwil Ditjen Perbendaharaan Propinsi Kalimantan Tengah Kementerian Keuangan KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN L u d i r o Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Propinsi Kalimantan

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 70/Permentan/OT.140/12/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 70/Permentan/OT.140/12/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 70/Permentan/OT.140/12/2010 TENTANG PENUGASAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENGELOLAAN KEGIATAN DAN TANGGUNG JAWAB DANA TUGAS PEMBANTUAN PROVINSI TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN

Lebih terperinci

2015, No Peraturan Menteri Sosial tentang Rencana Program, Kegiatan, Anggaran, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan Lingkup Kementerian Sosial

2015, No Peraturan Menteri Sosial tentang Rencana Program, Kegiatan, Anggaran, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan Lingkup Kementerian Sosial BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1913, 2015 KEMENSOS. Anggaran. Dekonsentrasi. Tugas Pembantuan. Rencana Program. Tahun 2016. Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.91, 2014 KEMENSOS. Dekonsentrasi. Tugas Pembantuan. Instansi Sosial. Provinsi. Kabupaten/Kota. Pelimpahan Kewenangan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.97,2012 PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT MELALUI DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS DAN WEWENANG GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PARIWISATA

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PARIWISATA SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA REPUBLIK

Lebih terperinci

2015, No Gubernur selaku wakil pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huru

2015, No Gubernur selaku wakil pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huru BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.932, 2015 KEMENPP-PA. Urusan Pemerintah. Pelimpahan. PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.905, 2015 KEMENDESA-PDT-Trans. Urusan Pemerintahan. Ditjen Pembangunan Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. TA 2015. Pelimpahan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1725, 2015 KEMENPAR. Dekonsentrasi. Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 01/Permentan/KU.410/1/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 01/Permentan/KU.410/1/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 01/Permentan/KU.410/1/2009 TENTANG PELIMPAHAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENGELOLAAN KEGIATAN DAN TANGGUNG JAWAB DANA DEKONSENTRASI PROVINSI TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENYUSUNAN, PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNJAWABAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA SERTA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1469, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Anggaran. Transfer. Pelaksanaan. Pertanggungjawaban. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 183/PMK.07/2013 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 37/M-DAG/PER/9/

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 37/M-DAG/PER/9/ PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 37/M-DAG/PER/9/201000000000000000 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG PERDAGANGAN KEPADA GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN DRAF MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN DARI PEMERINTAH PROVINSI KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN PEMERINTAH DESA DAN DARI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2015 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 97/Penrentan/ar.140/12/2011 RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 97/Penrentan/ar.140/12/2011 RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, MENTI'Jl! I'VHTANIAN IUJ'IIIII.I h IN UON ESI A PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 97/Penrentan/ar.140/12/2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1821, 2016 KEMSOS. Dekonsentrasi. Tugas Pembantuan. Pelimpahan Kewenangan. TA 2017. Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.26/MEN/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.26/MEN/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.26/MEN/2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN

Lebih terperinci

MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 03/PERMEN/M/2010 TENTANG

MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 03/PERMEN/M/2010 TENTANG MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 03/PERMEN/M/2010 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT TAHUN 2010 MELALUI DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Barang Milik Negara. Dana Dekonsetrasi. Tugas Pembantuan. Pemindahtanganan.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Barang Milik Negara. Dana Dekonsetrasi. Tugas Pembantuan. Pemindahtanganan. No.899, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Barang Milik Negara. Dana Dekonsetrasi. Tugas Pembantuan. Pemindahtanganan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 96/Pennentan/ar.140/12/2011 TENTANG

. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 96/Pennentan/ar.140/12/2011 TENTANG /.-=' "'.. II.U:N'nml RJo:I'UBUK PERTANIAN INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 96/Pennentan/ar.140/12/2011 TENTANG PENUGASAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENGELOLAAN KEGIATAN DAN TANGGUNG JAWAB DANA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Dana Tugas Pembantuan. Pembangunan. Pengembangan. Pengelolaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Dana Tugas Pembantuan. Pembangunan. Pengembangan. Pengelolaan. No.26, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Dana Tugas Pembantuan. Pembangunan. Pengembangan. Pengelolaan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/M-DAG/PER/10/2010

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.67, 2014 KEMEN ESDM. Dekonsentrasi. Energi dan Sumber Daya Mineral. Gubernur. TA 2014. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN

Lebih terperinci

Asas Dekonsentrasi dan Asas Tugas Pembantuan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Asas Dekonsentrasi dan Asas Tugas Pembantuan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Asas Dekonsentrasi dan Asas Tugas Pembantuan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahannya menganut asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/M-DAG/PER/10/2010 TENTANG PENGELOLAAN KEGIATAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN SARANA DISTRIBUSI MELALUI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.210, 2013 KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL. Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal. Pelimpahan. Gubernur. TA 2013.

BERITA NEGARA. No.210, 2013 KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL. Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal. Pelimpahan. Gubernur. TA 2013. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.210, 2013 KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL. Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal. Pelimpahan. Gubernur. TA 2013. PERATURAN MENTERI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN-KP/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN-KP/2013 TENTANG PEMINDAHTANGANAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI DAN DANA TUGAS PEMBANTUAN

Lebih terperinci

Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010

Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010 Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan Nomor, tanggal 11/PMK.07/2010 25 Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran Ketentuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.254, 2014 KEMEN PDT. Dekonsentrasi. Perencanaan. Fasilitasi. Gubernur. AF PERATURAN MENTERI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN DAN PEDOMAN PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL TAHUN ANGGARAN 2018 DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.97,2012 KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Pelimpahan. Sebagian Urusan. Dekonsentrasi PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG PENUGASAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB DANA TUGAS PEMBANTUAN PROVINSI TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 315, 2016 BAPPENAS. Penyelenggaraan Dekonsentrasi. Pelimpahan. Tahun Anggaran 2016. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG PENUGASAN KEPADA BUPATI/WALIKOTA DALAM PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB DANA TUGAS PEMBANTUAN KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.07/2009 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.07/2009 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.07/2009 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN, Menimban g : a. bahwa dalam rangka meningkatkan efisiensi pelaksanaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA No.1531, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Dekonsentrasi. Pengendalian. Pelimpahan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1172, 2013 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Dekonsentrasi. Pemerintah. PPPA. Pelimpahan. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 65 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN TIM KOORDINASI PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN PROVINSI DAN PEMBENTUKAN TIM KOORDINASI PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.52/MEN/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.52/MEN/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.52/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65,2012 PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG ENERGI DAN

Lebih terperinci

2016, No Dana Desa, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, per

2016, No Dana Desa, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, per No.478, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Dana. Desa. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/PMK.07/2016 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN, PENYALURAN,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN DAN PEDOMAN PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tam

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tam No. 2005, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Dekonsentrasi. Pelimpahan dan Pedoman. TA 2017. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG PELIMPAHAN WEWENANG KEPADA GUBERNUR DALAM PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB DANA DEKONSENTRASI DEPARTEMEN PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2008

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 126 /PMK.07/2010 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 126 /PMK.07/2010 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 126 /PMK.07/2010 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB NOMOR 165/PMK.07/2012 TENTANG PENGALOKASIAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB NOMOR 165/PMK.07/2012 TENTANG PENGALOKASIAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 of 41 1/31/2013 12:38 PM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 165/PMK.07/2012 TENTANG PENGALOKASIAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN

11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN 11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN Contributed by Administrator Monday, 25 January 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci