Indikasi dan Prosedur Pleurodesis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Indikasi dan Prosedur Pleurodesis"

Transkripsi

1 Tinjauan Pustaka Indikasi dan Prosedur Pleurodesis Zulkifli Amin, Ina Ariani Kirana Masna Divisi Pulmonologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia Abstrak: Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis dengan parietalis baik secara kimiawi, mineral ataupun mekanik, secara permanen untuk mencegah akumulasi cairan maupun udara dalam rongga pleura. Tindakan tersebut umumnya diindikasikan untuk efusi pleura maligna dan pneumotoraks spontan. Tidak ada kontraindikasi absolut untuk pleurodesis, namun perlu dipertimbangkan kemungkinan tingkat keberhasilan prosedur serta risikonya agar pasien mendapat manfaat optimal dari tindakan ini. Pemilihan teknik yang tepat, agen sklerosis, kriteria pemilihan pasien merupakan hal yang sering diperdebatkan serta menentukan keberhasilan tindakan. Telah dikenal banyak macam agen sklerosis seperti tetrasiklin, doksisiklin, minosiklin, bleomisin, kuinakrin, dan darah pasien sendiri namun yang sering digunakan adalah talk karena murah, cukup efektif, serta komplikasi yang minimal. Pleurodesis menggunakan talk tidak membutuhkan anestesia umum maupun intubasi trakea. Sebelum prosedur, perlu dilakukan evaluasi pasien meliputi foto toraks, bronkoskopi bila memungkinkan, anamnesis dan pemeriksaan fisik ulang, menilai kembali hasil laboratorium, serta insersi chest tube bila belum terpasang. Talk dimasukkan ke rongga pleura melalui chest tube dan pasien diminta bernapas beberapa kali agar larutan talk tertarik ke rongga pleura. Setelah prosedur, perlu dilakukan foto toraks dan pemantauan tanda vital, drainase chest tube harian, kebocoran udara, serta kontrol nyeri. Komplikasi yang mungkin timbul meliputi nyeri, takikardia, takipnea, pneumonitis, demam, ekspansi paru inkomplit, serta reaksi alergi. Kata Kunci: efusi pleura maligna, pneumotoraks spontan 129

2 Indication and Procedures of Pleurodesis Zulkifli Amin, Ina Ariani Kirana Masna Division of Pulmonology, Departement of Internal Medicine Faculty of Medicine University of Indonesia Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia Abstract: The aim of pleurodesis is to achieve symphysis between visceral and parietal pleural layers, preventing accumulation of either air or fluid in pleural space. Its main indications are malignant pleural effusions and spontaneous pneumothorax. There is no absolute contraindication for pleurodesis. However, several matters need to be taken in cosideration to achieve optimal therapeutic effect. The right choice of technique, sclerosing agent, and criteria for patients selection are important and controversial issues. Many sclerosing agents have been introduced, such as tetracyclin, doxycyclin, minocyclin, bleomycin, quinacrin, and patient s own blood, but talc is most often used because it is economis, effective, and cause relatively minor complication. Talc pleurodesis does not require general anesthesia or tracheal intubation. Before the procedure, patient evaluation such as chest x-ray, bronchoscopy if possible, reviewing patient s history of illness, and physical findings, is evaluated. Talc is instilled into the pleural cavity through the chest tube and the patient is asked to breath several times so that the talc slurry enters the cavity. Patient monitoring after the procedur includes chest x-ray, vital signs monitoring, daily chest tube drainage, air leakage, and pain control. Possible complication includes pain, tachycardia, tachypnea, pneumonitis, fever, incomplete lung inflation, and allergic reaction. Key words: pleurodesis, malignant pleural effusion, spontaneous pneumothorax Pendahuluan Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis dengan parietalis baik secara kimiawi, mineral ataupun mekanik, secara permanen untuk mencegah akumulasi cairan maupun udara dalam rongga pleura. Tindakan tersebut biasanya diindikasikan untuk efusi pleura maligna dan pneumotoraks spontan. Pemilihan teknik yang tepat, agen sklerosis, kriteria pemilihan pasien, serta evaluasi hasil tindakan merupakan hal yang sering diperdebatkan. 1,2 Hal itu menyebabkan belum didapat konsensus yang disepakati para ahli di dunia tentang prosedur ini. Meskipun demikian, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa rekomendasi dan hal yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan pleurodesis. 3 Secara umum, tujuan dilakukannya pleurodesis adalah untuk mencegah berulangnya efusi berulang (terutama bila terjadi dengan cepat), menghindari torakosintesis berikutnya dan menghindari diperlukannya insersi chest tube berulang, serta menghindari morbiditas yang berkaitan dengan efusi pleura atau pneumotoraks berulang (trapped lung, atelektasis, pneumonia, insufisiensi respirasi, tension pneumothorax). Pleurodesis merupakan terapi simptomatis jangka panjang serta diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan aktivitas kehidupan sehari-hari, sehingga pleurodesis dapat dilakukan untuk terapi paliatif penderita efusi pleura maligna. 1 Bila pleurodesis gagal, perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan alternatif seperti pleurotomi operatif, pemasangan shunt pleuroperitoneal, atau dengan drainase torakostomi menggunakan kateter dan kantung. 3 Pleurodesis pada Efusi Pleura Maligna Efusi pleura maligna merupakan indikasi paling utama pada pleurodesis. 2-4 Hal itu disebabkan kurang efektifnya terapi tumor lanjut sedangkan terapi paliatif perlu dilakukan untuk mengurangi gejala pada pasien. Torakosintesis berulang biasanya tidak dianjurkan karena meningkatkan kehilangan protein serta meningkatkan risiko infeksi pada pasien. 1 Sebelum melakukan pleurodesis pada efusi pleura maligna, perlu dipertimbangkan beberapa hal berikut: 1. Apakah gejala (terutama dispnea) berhubungan langsung dengan efusi pleura? Jika dispnea tidak disebabkan oleh efusi pleura (melainkan karena gangguan pada parenkim atau jaringan ekstratoraks) maka pleurodesis tidak akan mengurangi gejala dispnea. Pasien yang mengalami perbaikan gejala pasca torakosintesis menunjukkan keterkaitan efusi pleura 130

3 dengan dispnea Apakah efusi pleura berulang? Rekurensi efusi pleura biasanya terjadi pada keganasan, baik segera maupun tidak. Hal tersebut menyebabkan sebagian ahli menyarankan untuk melakukan pleurodesis sebelum terjadi rekurensi. Selain itu, tingkat keberhasilan pleurodesis pada kanker lanjut relatif lebih rendah daripada yang dilakukan pada tahap awal. 2,5 3. Apakah paru dapat mengembang dengan baik? Hal ini merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pleurodesis. Gangguan pengembangan paru mungkin disebabkan oklusi bronkus atau trapped lung akibat massa tumor pada pleura Bagaimana harapan hidup pasien? Pleurodesis merupakan tindakan yang invasif sehingga tidak dianjurkan untuk pasien dengan harapan hidup yang singkat. 2 Parameter klinis seperti indeks Karnofsky dapat membantu pengambilan keputusan. 2,5 Selain itu, berdasarkan penelitian, pemeriksaan ph dan kadar gula pada cairan pleura juga dapat membantu pengambilan keputusan. Kadar ph < 7,20 dan kadar gula < 60 mg/dl telah dihubungkan dengan harapan hidup yang singkat (rerata harapan hidup hanya 1,9 bulan). Pada kasus tersebut, torakosintesis berulang dapat menjadi tindakan alternatif. 2,4,5 Pleurodesis pada Keadaan Benigna Pleurodesis pada kasus pneumotoraks 2,6,7 Pendekatan pada pasien dengan pneumotoraks spontan meliputi 1. Insidensi yang relatif tinggi pada pasien usia muda, sehingga pleurodesis dapat diandalkan serta masih memungkinkan untuk dilakukannya torakotomi pada masa selanjutnya (misalnya untuk reseksi kanker paru, transplantasi paru, dan sebagainya). 2. Ruptur bullae dan blebs membutuhkan intervensi khusus untuk mencegah rekurensi. 3. Permukaan mesotelial pleura yang sebagian besar masih normal memungkinkan tingkat keberhasilan pleurodesis yang lebih baik walaupun membutuhkan dosis analgesik yang lebih tinggi. Selain itu, respons yang adekuat diperoleh dapat dengan dosis agen sklerosis yang lebih rendah. Tujuan utama pada penatalaksanaan pneumotorak adalah pengembangan paru yang sempurna. Pada sebagian kasus, hal tersebut dapat diatasi dengan drainase pleura atau Water Sealed Drainage (WSD), namun angka rekurensi pada teknik ini cukup tinggi sehingga penyatuan kedua lapisan pleura perlu dipertimbangkan untuk menekan angka rekurensi tersebut. Meskipun demikian, pada pasien usia muda, penggunaan talc pleurodesis masih kontroversial karena potensi menimbulkan komplikasi jika dilakukan pembedahan toraks di kemudian hari. Walaupun relatif aman, komplikasi jangka panjang penggunaan talk pada kasus pneumotorak belum dipahami sepenuhnya, sehingga sebagian ahli tetap menganjurkan terapi konservatif sebelum melakukan tindakan yang invasif. Pada pasien pneumotorak, dosis analgesik dan titrasi dosis agen sklerosis perlu diperhatikan dengan baik karena rasa nyerinya lebih berat dibandingkan rasa nyeri pada pasien keganasan. Dosis talk sebaiknya tidak lebih dari 3-4 g (sekitar 5-6 ìl bubuk talk kering). Pneumotoraks pada Pasien AIDS 2 Pneumotoraks spontan sering terjadi pada pasien AIDS dengan pneumocystic pneumonia oleh infeksi Pneumocystis jiroveci. Peningkatkan risiko terjadinya pneumotorak terdapat pada pasien dengan riwayat kebiasaan merokok, penggunaan pentamidin aerosol, serta ditemukannya pneumatoceles pada rontgen dada. Pada kasus-kasus tersebut, pleurodesis kimiawi perlu dipertimbangkan. Pneumotorak pada Pasien Fibrosis Kistik 2 Pada pasien fibrosis kistik terdapat tendensi untuk terjadinya pneumotorak bilateral. Hal tersebut membutuhkan manajemen khusus dan mungkin merupakan kandidat untuk transplantasi paru. Penggunaan WSD dan/atau suction dapat dilakukan untuk beberapa hari. Selanjutnya mungkin diperlukan video-assisted thoracotomy surgery (VATS) dengan bulektomi serta pleurodesis apikal, jika terdapat kebocoran udara yang berkesinambungan. Tindakan itu dianggap cukup efektif dan masih memungkinkan untuk dilakukannya torakotomi di kemudian hari. Pneumotorak pada Efusi Pleura Benigna 2,4 Pada efusi pleura tanpa keganasan, pleurodesis dapat dilakukan dengan syarat: 1. Keadaan efusi hanya bersifat simptomatik 2. Tidak terdapat trapped lung 3. Terapi alternatif lainnya telah dilakukan dan gagal. Keadaan tersebut dapat ditemui pada gagal jantung, sirosis hati, sindrom nefrotik, chylothorax, atau lupus erimatosus sistemik. Meskipun demikian, indikasi ini tidak berlaku luas dan sebaiknya dilakukan setelah eksplorasi dengan torakoskopik rongga pleura. Pleurodesis pada efusi akibat gagal jantung biasanya gagal. Efusi pleura pada sirosis hepatik sulit dikontrol karena hubungan rongga pleura dengan rongga abdomen. Pada sindrom nefrotik, efusi pleura dikaitkan dengan edema paru luas akibat hipoproteinemia berat sehingga kebocoran protein ke rongga pleura setelah pleurodesis masih mungkin terjadi. Keberhasilan pleurodesis pada chyclothorax membutuhkan aliran chyle melalui duktus torasikus yang minimal menggunakan diet khusus atau hiperalimentasi intravena. Kontraindikasi Tidak ada kontraindikasi absolut untuk pleurodesis. 2,3 Meskipun demikian, perlu dipertimbangkan kemungkinan 131

4 tingkat keberhasilan prosedur pada pasien serta risiko dilakukannya prosedur agar pasien mendapat manfaat optimal dari tindakan yang dilakukan. Beberapa keadaan yang dapat dianggap sebagai kontraindikasi relatif pleurodesis meliputi: 1,5 1. Pasien dengan perkiraan kesintasan < 3 bulan 2. Tidak ada gejala yang ditimbulkan oleh efusi pleura 3. Pasien tertentu yang masih mungkin membaik dengan terapi sistemik (kanker mammae, dll) 4. Pasien yang menolak dirawat di rumah sakit atau keberatan terhadap rasa tidak nyaman di dada karena slang torakostomi 5. Pasien dengan re-ekspansi paru yang tidak sempurna setelah pengeluaran semua cairan pleura (trapped lung) Teknik dan Bahan Aspek Mekanis Untuk menghasilkan perlekatan antara lapisan pleura parietal dengan pleura viseralis diperlukan evakuasi udara dan cairan secara sempurna. Obstruksi oleh clots dapat dicegah dengan penggunaan chest tube. Penggunaan chest tube yang dipasang sebelum tindakan dilakukan serta meninggalkannya selama beberapa waktu (untuk monitoring pasca tindakan) dapat meningkatkan tingkat keber-hasilan. 1,4,5 Aspek Biologis Agar terjadi perlekatan yang sempurna, permukaan pleura harus teriritasi baik secara mekanik maupun dengan pemberian agen sklerosis. Selain itu, telah berkembang konsep baru yaitu peran fungsional respons mesotelium terhadap stimulus sklerosis. 2 Pemilihan Agen Sklerosis Sejak tahun 1935 telah diketahui bahwa aplikasi talk pada rongga pleura mampu memicu terjadinya adhesi. Selain itu, juga telah dikenal lebih dari 30 agen sklerosis lainnya untuk prosedur pleurodesis. 2 Walaupun demikian, talk telah terbukti paling efektif dan murah untuk pleurodesis. 2-4,7 Tetrasiklin HCl: Efektivitas tetrasiklin bervariasi antara 45-77% dengan angka rekurensi yang cukup tinggi. Penggunaanya membutuhkan analgesik dosis tinggi. Sekarang tetrasiklin parenteral sudah tidak diproduksi lagi sehingga sekarang sudah tidak digunakan. Doksisiklin: Rerata nilai efektivitas doksisiklin 72%, namun penggunaannya membutuhkan dosis ulangan, seringkali lebih dari 2 minggu. 2,5 Minosiklin: Juga merupakan turunan tetrasiklin yang diharapkan dapat digunakan sebagai pengganti. Angka keberhasilan yang dicapai rata-rata 86%. Minosiklin pada dosis pleurodesis dapat menimbulkan gejala vestibular dan meningkatkan kejadian hemotorak pasca tindakan. 2,5 Bleomisin: Karena mahal dan diabsorbsi secara sistemik (menimbulkan risiko toksik) penggunaannya tidak luas. 2,5 Kuinakrin: Banyak digunakan di Skandinavia, kuinakrin dapat menimbulkan reaksi toksik berat pada susunan saraf pusat karena dibutuhkan dalam dosis besar. 2 Talk: Angka keberhasilan penggunaan talk pada pleurodesis mencapai 91%, terutama bila melalui torakoskopi. 2 Pleurodesis talk dengan torakoskopik dianggap paling efektif dibandingkan dengan metode lain karena mampu memastikan drainase cairan sempurna serta distribusi yang merata di seluruh permukaan pleura. 6 Penggunaan talk tidak membutuhkan anestesia umum ataupun intubasi trakea, namun perlu melakuan anestesia lokal serta parenteral dengan sangat hatihati. 2 Pada penggunaan talk, komplikasi yang telah dilaporkan meliputi nyeri, demam ringan (berhubungan dengan proses inflamasi yang terjadi), gagal napas akut, pneumonitis, dan gagal napas dapat terjadi pada penggunaan dosis tinggi (10 g). 1,2,5 Persiapan pasien 1 1. Menerangkan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarga, indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul, 2. Setelah mengerti dan setuju, pasien dan keluarga menandatangani surat ijin tindakan. 3. Foto toraks dilakukan sebelum pleurodesis untuk memastikan bahwa paru-paru telah mengembang sepenuhnya. Mediastinum dilihat untuk menilai tekanan pleura di sisi efusi dan kontra lateral, 4. Bila memungkinkan dilakukan bronkoskopi sebelum pleurodesis utnuk menilai adakah obstruksi di bronkus yang memerlukan radioterapi atau terapi laser. 5. Anamnesis dan pemeriksaan fisik ulang 6. Dilakukan pemeriksaan hemodinamik (tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan, suhu) 7. Hasil laboratorium dilihat ulang. 8. Bila belum terpasang! insersi chest tube. Semua cairan pleura dibiarkan keluar sampai habis, atau produksi cairan maksimal 100 cc per 24 jam. Idealnya slang berada pada posisi posterio-inferior Persiapan alat dan bahan 1 1. Alat-alat: - Klem chest tube 2 buah - Catheter tip syringe (60 ml) 1 buah - Mangkuk steril 1 buah 132

5 - Sarung tangan steril - Drape/duk steril - Kassa steril 2. Bahan-bahan: - Larutan povidon-iodine, - 10 ampul lidokain 2% - 1 ampul pethidin 50 mg - cairan NaCl 0,9% 3. Bahan sclerosing (salah satu): - Agen sitotoksik: bleomisin unit, atau mitoksantron 30 mg (20mg/m 2 ), dicampur dengan ml NaCl 0,9%, - Tetrasiklin dan turunannya: tetrasiklin 1000 mg (35 mg/kgbb) atau minosiklin 300 mg (7 mg/kgbb) atau doksisiklin mg, dicampur dengan ml NaCl 0,9% dan 20 ml lidokain 2% - Talk: 3-10 g bubuk talk steril dilarutkan dalam 100 ml NaCl 9%. Talk disterilkan dengan radiasi sigma atau dimasukkan dalam autoclave dengan suku 270 F. Bubuk dimasukkan dalam kolf NaCL 0,9%, dikocok, lalu dituang ke dalam mangkuk steril. Prosedur Tindakan: 1 1. Tindakan dilakukan di ruangan pasien 2. Dipasang jalur infus NaCl 0,9% 3. Disiapkan O 2 4. Posisi pasien setengah lateral dekubitus pada sisi kontralateral (sisi yang ada chest tube berada di atas), tempatkan handuk di antara pasien dan tempat tidur. 5. Pethidin 50 mg IM, menit sebelum memasukkan zat pleurodesis. 6. Chest tube di-klem dengan 2 klem, lalu dilepaskan dari adaptor/wsd 7. Klem dibuka sesaat, agar paru sedikit kolaps dalam rongga pleura ml lidokain 2% diinjeksikan melalui chest tube, kemudian klem kembali dipasang. Posisi pasien diubah-ubah agar lidokain merata di seluruh permukaan pelura 9. Dengan menggunakan teknik steril, agen sclerosing dicampur dengan larutan saline di mangkuk steril. Aspirasi campuran dengan syringe. 10.Syringe dipasangkan pada chest tube, kedua klem dibuka, larutan diinjeksikan melalui chest tube. Bilas dengan NaCl 0,9%. 11. Pasien diminta bernapas beberapa kali agar larutan tertarik ke rongga pleura 12. Klem segera dipasangkan kembali dan chest tube dihubungkan dengan adaptor WSD 13. Hindari suction negatif selama 2 jam setelah pleurodesis. Posisi tubuh pasien diubah-ubah (supine, dekubitus lateral kanan-kiri) selama 2 jam, lalu klem dicabut. Rongga pleura dihubungkan dengan suction bertekanan -20 cm H 2 O. Monitoring pasca tindakan: 1. Dilakukan foto toraks AP ulang untuk meyakinkan reekspansi paru, bila perlu setiap hari 2. Awasi tanda vital 3. Monitor drainase chest tube harian 4. Monitor kebocoran udara 5. Perban diganti tiap 48 jam 6. Kendalikan nyeri dengan analgetik 7. Bila perlu spirometri insentif 8. Mobilisasi bertahap, cegah thrombosis vena dalam 9. Pertimbangkan mencabut chest tube bila drainase pleura harian < 100 ml atau tidak terlihat lagi fluktuasi pada botol WSD. Komplikasi yang mungkin timbul meliputi 1,5 1. Nyeri 2. Takikardia, takipnea, pneumonitis, atau gagal napas (terutama setelah pemberian slurry talc), edema paru reekspansi. Umumnya keadaan ini bersifat reversibel. 3. Demam. Biasanya berkaitan dengan pleuritis, hilang dalam <48 jam 4. Ekspansi paru inkomplit dan partially trapped lung 5. Reaksi terhadap obat 6. Syok neurogenik Daftar Pustaka 1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Panduan pelayanan medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia; Rodrigues-Panadero F, Antony VB. Pleurodesis: state of the art. Eur Respir J 1997;10: Suratt BT. Pleural effusion, ecluding hematothorax. In: Hanly ME. Welsh Ch eds. Current diagnosis and treatment in pulmonary medicine. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2003.p Sahn S. Heffner JE. Management of pleural diseases. In: Crapo JD. Glassroth J. Karlinky J. King Jr TE eds. Baum s Textbook of Pulmonary Disease. 7th ed. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins; 2004.p Sahn SA. Malignant pleural effusions. In: Parsons PE, Heffner JE eds. Pulmonary respiratory therapy secrets. Philadelphia: Hanley & Belfus Inc; 1997: Karman RJ. Mathur PN. Thoracoscopy. In: Parsons PE, Heffner JE eds. Pulmonary respiratory therapy secrets. Philadelphia. Hanley & Belfus Inc; 1997.p Rosenbluth DB. Pneumothorax. In: Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR, Senior RM eds. Fismans s manual of pulmonary diseases and disorders. 3 rd ed. New York. McGraw-Hill; 2002.p SS 133

Susunan Peneliti. a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring. d. Fakultas : Kedokteran. e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Susunan Peneliti. a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring. d. Fakultas : Kedokteran. e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Susunan Peneliti Peneliti a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring b. Pangkat/Gol/NIP : --------------- c. Jabatan Fungsional : ----- d. Fakultas : Kedokteran e. Perguruan Tinggi : Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. pemeriksaan sitologi cairan pleura atau biopsi pleura. Kenyataannya sel ganas tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. pemeriksaan sitologi cairan pleura atau biopsi pleura. Kenyataannya sel ganas tidak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Efusi Pleura Ganas Efusi pleura ganas adalah masalah klinis yang sering terjadi pada kasus kanker. (Antony VB; 2001) Efusi pleura ganas didefinisikan sebagai efusi yang terjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya penurunan absorbsi cairan. Efusi dapat ditimbulkan oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya penurunan absorbsi cairan. Efusi dapat ditimbulkan oleh berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Efusi pleura adalah terbentuknya akumulasi cairan yang abnormal di dalam cavum pleura yang terjadi karena adanya peningkatan produksi cairan ataupun karena

Lebih terperinci

ABSTRAK. Yusup Subagio Sutanto Eddy Surjanto, Suradi, A Farih Raharjo SMF Pulmonologi dan Ilmu kedokteran Respirasi RSUD Dr Moewardi/ FK UNS Surakarta

ABSTRAK. Yusup Subagio Sutanto Eddy Surjanto, Suradi, A Farih Raharjo SMF Pulmonologi dan Ilmu kedokteran Respirasi RSUD Dr Moewardi/ FK UNS Surakarta ABSTRAK Yusup Subagio Sutanto Eddy Surjanto, Suradi, A Farih Raharjo SMF Pulmonologi dan Ilmu kedokteran Respirasi RSUD Dr Moewardi/ FK UNS Surakarta Tuberkulosis paru sebagai penyebab tertinggi kasus

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Efusi Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan di rongga pleura selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah (Soeparman, 1996 : 789).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura adalah keadaan dimana terjadi akumulasi cairan yang abnormal. dalam rongga pleura. (Tierney, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura adalah keadaan dimana terjadi akumulasi cairan yang abnormal. dalam rongga pleura. (Tierney, 2002) BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Efusi pleura adalah keadaan dimana terjadi akumulasi cairan yang abnormal dalam rongga pleura. (Tierney, 2002) Penyebab dari efusi pleura yaitu neoplasma seperti broncogenik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Efusi pleura merupakan keadaan yang umum dijumpai pada kasus penyakit paru dan seringkali sulit untuk didiagnosa dan ditangani. (Lee YCG, 2013) Efusi pleura merupakan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD Sebelum melakukan percobaan, praktikan menonton video tentang suction orofaringeal dan perawatan WSD. Station 1:

Lebih terperinci

MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI BATUK DARAH. Oleh

MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI BATUK DARAH. Oleh MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI BATUK DARAH Oleh BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG NOVEMBER 2014 I. Waktu Mengembangkan kompetensi

Lebih terperinci

Laporan Kasus. Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder

Laporan Kasus. Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder Laporan Kasus Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder Martin Leman, Zubaedah Thabrany, Yulino Amrie RS Paru Dr. M. Goenawan

Lebih terperinci

WATER SEAL DRAINAGE (WSD)

WATER SEAL DRAINAGE (WSD) WATER SEAL DRAINAGE (WSD) 1. Bullow Drainage / WSD Pada trauma toraks, WSD dapat berarti : a. Diagnostik : Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi

Lebih terperinci

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka PNEUMOTHORAX A. Definisi Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Price & Willson, 2003). Pneumotoraks terjadi ketika pleura parietal ataupun visceral

Lebih terperinci

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT TEAM BASED LEARNING MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH : Prof. Dr. dr. Syarifuddin Rauf, SpA(K) Prof. dr. Husein Albar, SpA(K) dr.jusli

Lebih terperinci

PENYAKIT PLEURA. Joni Anwar, Dr., SpP. Subbagian Pulmonologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unsri / RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang

PENYAKIT PLEURA. Joni Anwar, Dr., SpP. Subbagian Pulmonologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unsri / RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang PENYAKIT PLEURA Joni Anwar, Dr., SpP Subbagian Pulmonologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unsri / RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang ANATOMI Selapis sel mesotel, mempunyai mikrovili Dilapisi glikoprotein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan

Lebih terperinci

PNEUMOTHORAX. Click Oleh to edit Master subtitle style IDRIES TIRTAHUSADA Pembimbing: Dr Haryadi Sp.Rad 4/16/12

PNEUMOTHORAX. Click Oleh to edit Master subtitle style IDRIES TIRTAHUSADA Pembimbing: Dr Haryadi Sp.Rad 4/16/12 PNEUMOTHORAX Click Oleh to edit Master subtitle style IDRIES TIRTAHUSADA 1102006116 Pembimbing: Dr Haryadi Sp.Rad PENDAHULUAN Pneumothorax adalah penumpukan dari udara yang bebas dalam dada diluar paru

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru masih merupakan masalah kesehatan karena masih banyak menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal karena kanker paru.

Lebih terperinci

EMPIEMA. Rita Rogayah Dept. Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan

EMPIEMA. Rita Rogayah Dept. Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan EMPIEMA Rita Rogayah Dept. Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan EMPIEMA Efusi parapneumonia dibagi menjadi 3fase ١. Fase eksudatif cairan steril 2. Fase fibropurulen cairan infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Schwarte yang di sebut juga Penebalan plera adalah penyakit paru yang ditandai dengan jaringan parut, kalsifikasi, dan penebalan pleura (disepanjang paru) sering merupakan konsekuensi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam Garis Besar Haluan Negara, dinyatakan bahwa pola dasar

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam Garis Besar Haluan Negara, dinyatakan bahwa pola dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam Garis Besar Haluan Negara, dinyatakan bahwa pola dasar Pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bakteri, tetapi juga dapat disebabkan oleh kebiasaan atau pola hidup tidak sehat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bakteri, tetapi juga dapat disebabkan oleh kebiasaan atau pola hidup tidak sehat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup sehat merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Saat ini banyak penyakit yang diderita tidak hanya disebabkan oleh kuman atau bakteri, tetapi

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

CHEST TUBE. b. Ruang Lingkup Menyalurkan zat baik berupa zat padat, cairan, udara atau gas dari rongga dada

CHEST TUBE. b. Ruang Lingkup Menyalurkan zat baik berupa zat padat, cairan, udara atau gas dari rongga dada CHEST TUBE a. Definisi Tindakan invasif dengan cara memasukkan selang atau tube kedalam rongga toraks dengan menembus muskulus intercostalis b. Ruang Lingkup Menyalurkan zat baik berupa zat padat, cairan,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif yang membandingkan komplikasi yang terjadi antara pasien efusi pleura yang menggunakan small bore

Lebih terperinci

Complications of Small Bore (Pigtail) Catheter Compared to Large Bore Catheter in Pleural Effusion Drainage

Complications of Small Bore (Pigtail) Catheter Compared to Large Bore Catheter in Pleural Effusion Drainage Komplikasi Penggunaan Small Bore Catheter (Kateter pigtail) dibandingkan Large Bore Cathether untuk Drainase Efusi Pleura Shira Nour Rizana, 1 Widirahardjo, 1 Noni Novisari Soeroso, 2 Putri Chairani Eyanoer

Lebih terperinci

STASE ILMU PENYAKIT PARU TINJAUAN PUSTAKA PNEUMOTORAKS LISTIANA MASYITA DEWI,

STASE ILMU PENYAKIT PARU TINJAUAN PUSTAKA PNEUMOTORAKS LISTIANA MASYITA DEWI, STASE ILMU PENYAKIT PARU TINJAUAN PUSTAKA PNEUMOTORAKS LISTIANA MASYITA DEWI, S.Ked J500 06 0013 PEMBIMBING : dr. Agus Suharto Basuki, Sp.P FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011 TINJAUAN

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

ABSTRAK PROFIL PENDERITA HEMOPTISIS PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP SANGLAH PERIODE JUNI 2013 JULI 2014

ABSTRAK PROFIL PENDERITA HEMOPTISIS PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP SANGLAH PERIODE JUNI 2013 JULI 2014 ABSTRAK PROFIL PENDERITA HEMOPTISIS PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP SANGLAH PERIODE JUNI 2013 JULI 2014 Hemoptisis atau batuk darah merupakan darah atau dahak yang bercampur darah dan di batukkan dari saluran

Lebih terperinci

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN RM 02.05.04.0114 Dokter Pelaksana Tindakan Penerima Informasi Penerima Informasi / Pemberi Penolakan * SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN PEMBERIAN INFORMASI JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( ) 1

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah suatu fasilitas pelayanan kesehatan. melahirkan. Rumah sakit dituntut lebih profesional dalam

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah suatu fasilitas pelayanan kesehatan. melahirkan. Rumah sakit dituntut lebih profesional dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Rumah sakit adalah suatu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan rawat inap dan rawat jalan yang memberikan pelayanan kesehatan jangka pendek dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sela iga. Fraktur iga sering terjadi pada iga IV-X. Dan sering menyebabkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sela iga. Fraktur iga sering terjadi pada iga IV-X. Dan sering menyebabkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trauma Pada Dinding Toraks 2.1.1. Fraktur Iga Fraktur pada iga merupakan kelainan yang sering terjadi akibat trauma tumpul pada dinding toraks. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB III EFUSI PLEURA 1. DEFINISI 3,4 (1) Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar ml. a. Hidrotoraks b.

BAB III EFUSI PLEURA 1. DEFINISI 3,4 (1) Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar ml. a. Hidrotoraks b. BAB III EFUSI PLEURA 1. DEFINISI 3,4 Efusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (1) atau Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 2 LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN Akurasi Transbronchial Needle Aspiration dalam tindakan Bronkoskopi dengan dalam membantu menegakkan stadium kanker paru di Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Lebih terperinci

Water Seal Drainage (WSD)

Water Seal Drainage (WSD) Water Seal Drainage (WSD) Saryono Mahasiswa mampu memasang botol WSD : 1. Mahasiswa mampu mengganti botol WSD jika penuh 2. Mahasiswa mampu melakukan penyedotan (suction) cairan pada LEARNING OBJECTIVE

Lebih terperinci

Keterampilan Klinis PUNGSI PLEURA

Keterampilan Klinis PUNGSI PLEURA PEGANGAN MAHASISWA Keterampilan Klinis PUNGSI PLEURA Diberikan pada mahasiswa Semester III Penyusun: Dr. dr. Irawaty Djaharuddin, SpP(K) Dr. dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Dr. dr. M. Harun Iskandar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Efusi pleura merupakan akumulasi cairan dalam rongga pleura dan merupakan masalah umum dalam medis. Akumulasi ini dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme termasuk peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan

Lebih terperinci

Skala Jawaban I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI

Skala Jawaban I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI 70 Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, PELATIHAN, KOMPETENSI DAN KINERJA PERAWAT DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RS. GRHA KEDOYA JAKARTA ==========================================================

Lebih terperinci

Patofisiologi Batuk PENDAHULUAN REFLEKS BATUK. Dr. Tjandra Yoga Aditama

Patofisiologi Batuk PENDAHULUAN REFLEKS BATUK. Dr. Tjandra Yoga Aditama Patofisiologi Batuk Dr. Tjandra Yoga Aditama Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Unit Paru RS Persahabatan, Jakarta PENDAHULUAN Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap

Lebih terperinci

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007. Triya Damayanti M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, 2000. Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007. Ph.D. :Tohoku University, Japan, 2011. Current Position: - Academic

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedua pleura pada waktu pernafasan. Penyakit-penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. kedua pleura pada waktu pernafasan. Penyakit-penyakit yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (RSPAW) Salatiga, dengan alamat Jalan Hasanudin 806 Salatiga.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (RSPAW) Salatiga, dengan alamat Jalan Hasanudin 806 Salatiga. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini berlangsung di Rumah Sakit Paru Dr Ario Wirawan (RSPAW) Salatiga, dengan alamat Jalan Hasanudin 806 Salatiga. RSPAW Salatiga merupakan rumah sakit

Lebih terperinci

DEPT PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI- RS PERSAHABATAN

DEPT PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI- RS PERSAHABATAN DEPT PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI- RS PERSAHABATAN 1 Penyakit pernapasan salah satu masalah kesehatan dunia menyumbang angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi menyerang semua golongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama masyarakat di dunia dan. penyebab kematian nomor dua di Amerika Serikat.

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama masyarakat di dunia dan. penyebab kematian nomor dua di Amerika Serikat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan masalah kesehatan utama masyarakat di dunia dan penyebab kematian nomor dua di Amerika Serikat. Data GLOBOCAN, International Agency for Research on

Lebih terperinci

Chemical Hazard. Doctor died after inhaling asbestos dust in hospital Kelompok 6

Chemical Hazard. Doctor died after inhaling asbestos dust in hospital Kelompok 6 Chemical Hazard Doctor died after inhaling asbestos dust in hospital Kelompok 6 Nama Anggota Kelompok 6: Hendry Wijaya 2011-060-076 Ivena Yuanda 2011-060-077 Cindy Carissa 2011-060-078 Anna Sylvia 2011-060-080

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN A. PENGERTIAN Transient Tachypnea Of The Newborn (TTN) ialah gangguan pernapasan pada bayi baru lahir yang berlangsung singkat yang

Lebih terperinci

VENTRICULO PERITONEAL SHUNTING (VPS) : PERBANDINGAN ANTARA VPS TERPANDU LAPAROSKOPI & VPS DENGAN TEKNIK BEDAH TERBUKA KONVENSIONAL

VENTRICULO PERITONEAL SHUNTING (VPS) : PERBANDINGAN ANTARA VPS TERPANDU LAPAROSKOPI & VPS DENGAN TEKNIK BEDAH TERBUKA KONVENSIONAL VENTRICULO PERITONEAL SHUNTING (VPS) : PERBANDINGAN ANTARA VPS TERPANDU LAPAROSKOPI & VPS DENGAN TEKNIK BEDAH TERBUKA KONVENSIONAL Dipresentasikan Oleh : Aji Febriakhano Pembimbing : dr. Hanis S,Sp.BS

Lebih terperinci

Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 3 X 50 menit (coaching session) Sesi praktik dan pencapaian kompetensi: 4 minggu (facilitation and assessment)

Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 3 X 50 menit (coaching session) Sesi praktik dan pencapaian kompetensi: 4 minggu (facilitation and assessment) 111 Pneumotoraks Waktu Pencapaian kompetensi: Sesi di dalam kelas : 2 X 50 menit (classroom session) Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 3 X 50 menit (coaching session) Sesi praktik dan pencapaian kompetensi:

Lebih terperinci

Anestesi Persiapan Pra Bedah

Anestesi Persiapan Pra Bedah Anestesi Persiapan Pra Bedah Persiapan Diri Anestetis Perawat anestesi harus sehat fisik dan psikis, memiliki pengetahuan dan keterampilan anestesi yang memadai serta memiliki kemauan yang kuat untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak azasi manusia dan setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya. (Undang Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

Tabel 1 Analisis cairan pleura. Transudat. 30 g/l 0,5. Kadar protein Rasio protein pleura/serum. 30 g/l 0,5. Berat jenis 1,016 1,016.

Tabel 1 Analisis cairan pleura. Transudat. 30 g/l 0,5. Kadar protein Rasio protein pleura/serum. 30 g/l 0,5. Berat jenis 1,016 1,016. Rongga pleura adalah rongga potensial, mempunyai ukuran tebal 10-20 m, berisi sekitar 10 cc cairan jernih yang tidak bewarna, mengandung protein 1,5 gr/dl dan 1.500 sel/ l. Sel cairan pleura didominasi

Lebih terperinci

( No. ICOPIM : )

( No. ICOPIM : ) Modul 13 Bedah TKV TORAKOSTOSMI TERBUKA ( No. ICOPIM : 5-340 ) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta latih mampu untuk menjelaskan anatomi, topografi, dari pleura dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cepat di dunia. Dalam lima puluh tahun terakhir, insidensi meningkat 30 kali dengan

BAB I PENDAHULUAN. cepat di dunia. Dalam lima puluh tahun terakhir, insidensi meningkat 30 kali dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengue adalah penyakit yang ditularkan melalui nyamuk yang menyebar paling cepat di dunia. Dalam lima puluh tahun terakhir, insidensi meningkat 30 kali dengan peningkatan

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan sakit pada anak usia prasekolah dan anak usia sekolah banyak ditemui di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat

Lebih terperinci

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Dept. Obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA GEJALA DAN TANDA

Lebih terperinci

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2010

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2010 ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2009 31 DESEMBER 2010 Stevanus, 2011; Pembimbing I : dr. Hartini Tiono, M.Kes. Pembimbing II : dr. Sri Nadya J Saanin,

Lebih terperinci

HUBUNGAN JUMLAH VOLUME DRAINASE WATER SEALED DRAINAGE DENGAN KEJADIAN UDEMA PULMONUM RE- EKSPANSI PADA PASIEN EFUSI PLEURA MASIF

HUBUNGAN JUMLAH VOLUME DRAINASE WATER SEALED DRAINAGE DENGAN KEJADIAN UDEMA PULMONUM RE- EKSPANSI PADA PASIEN EFUSI PLEURA MASIF HUBUNGAN JUMLAH VOLUME DRAINASE WATER SEALED DRAINAGE DENGAN KEJADIAN UDEMA PULMONUM RE- EKSPANSI PADA PASIEN EFUSI PLEURA MASIF LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

KANKER PARU MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA EFUSI PLEURA DI RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA. Oleh. Agus Suprijono, Chodidjah, Agung Tri Cahyono

KANKER PARU MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA EFUSI PLEURA DI RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA. Oleh. Agus Suprijono, Chodidjah, Agung Tri Cahyono KANKER PARU MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA EFUSI PLEURA DI RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA Oleh Agus Suprijono, Chodidjah, Agung Tri Cahyono ABSTRAK Insiden kanker paru meningkat di seluruh dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Infeksi serius dan kelainan lain yang bukan infeksi seperti pankreatitis, trauma dan pembedahan mayor pada abdomen dan kardiovaskular memicu terjadinya SIRS atau sepsis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura Di Ruang Inayah RS PKU Muhamadiyah Gombong.

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura Di Ruang Inayah RS PKU Muhamadiyah Gombong. BAB I PENDAHULUAN A. JUDUL Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada Tn S : Efusi pleura Di Ruang Inayah RS PKU Muhamadiyah Gombong. B. LATAR BELAKANG Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pleura visceral yang membungkus paru-paru dan pleura parietal yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pleura visceral yang membungkus paru-paru dan pleura parietal yang 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cairan Efusi Pleura 1. Anatomi pleura Pleura adalah membran tipis yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceral yang membungkus paru-paru dan pleura parietal yang melapisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue. Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Intensive Cardiovascular Care Unit dan bangsal perawatan departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler RSUD Dr. Moewardi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai sensasi yang tidak mengenakkan dan biasanya diikuti oleh pengalaman emosi tertentu

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II Catatan Fasilitator Rangkuman Kasus: Agus, bayi laki-laki berusia 16 bulan dibawa ke Rumah Sakit Kabupaten dari sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung, seorang pasien harus memiliki tampilan berupa gejala gagal. gangguan fungsi struktur atau fungsi jantung saat istirahat.

BAB I PENDAHULUAN. jantung, seorang pasien harus memiliki tampilan berupa gejala gagal. gangguan fungsi struktur atau fungsi jantung saat istirahat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gag adah sindrom klinis yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi. 1 Untuk dapat didiagnosis sebagai gag, seorang pasien harus memiliki tampilan berupa geja

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Penilaian Mata Kuliah Nursing Practice 6.2 di STIK Immanuel Bandung Tahun Akademik 2014

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Mulut. Lingkup disiplin ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Gigi dan 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian adalah di Rumah Sakit

Lebih terperinci

ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP)

ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP) ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP) PENDAHULUAN Pemeriksaan penunjang dilakukan dalam rangka penegakan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan salah satunya adalah pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. ISPA dapat diklasifikasikan menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. oleh cairan atau terjadi penumpukan cairan di rongga pleura (Somantri, parientalis yang bersifat patologis (Sularman, 2003).

BAB II KONSEP DASAR. oleh cairan atau terjadi penumpukan cairan di rongga pleura (Somantri, parientalis yang bersifat patologis (Sularman, 2003). BAB II KONSEP DASAR A. EFUSI PLEURA 1. Definisi Efusi pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan atau terjadi penumpukan cairan di rongga pleura (Somantri, 2009:106). Efusi pleura

Lebih terperinci

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma 2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma penatalaksanaan asma terbaru menilai secara cepat apakah asma tersebut terkontrol, terkontrol sebagian

Lebih terperinci

ABORTUS INKOMPLIT. No. Dokumen : No. Revisi : - Tanggal Terbit : Halaman : 1/ Sutarjo, SKM, M.MKes NIP

ABORTUS INKOMPLIT. No. Dokumen : No. Revisi : - Tanggal Terbit : Halaman : 1/ Sutarjo, SKM, M.MKes NIP SOP NIP. 19620305 198803 1 008 UPT Puskesmas Gegesik 1. Pengertian Abortus Inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar darimkavum uteri masih ada yang tertinggal 2. Tujuan Sebagai acuan petugas

Lebih terperinci

CLINICAL PATHWAY APENDISITIS AKUT

CLINICAL PATHWAY APENDISITIS AKUT CLINICAL PATHWAY APENDISITIS AKUT No. RM : Nama Pasien : BB : Kg Jenis Kelamin :. TB : cm Tanggal Lahir :. Tgl.Masuk :. Jam :.. Diagnosa Masuk RS :. Tgl.Keluar :. Jam :.. Penyakit Utama :. Kode ICD Lama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap prosedur pembedahan harus menjalani anestesi dan melalui tahap pasca bedah, maka setiap pasien yang selesai menjalani operasi dengan anestesi umum

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA EFUSI PLEURA

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA EFUSI PLEURA LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA EFUSI PLEURA a. KONSEP DASAR 2. PENGERTIAN 1. Efusi pleura adalah kemampuan cairan dalam cavum atau rongga pleura diantara pleura paritalis dan pleura viseralis

Lebih terperinci

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT PERTOLONGAN GAWAT DARURAT I. DESKRIPSI SINGKAT Keadaan gawatdarurat sering terjadi pada jemaah haji di Arab Saudi. Keterlambatan untuk mengidentifikasi dan memberikan pertolongan yang tepat dan benar dapat

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ICU atau Intensive Care Unit merupakan pelayanan keperawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam

Lebih terperinci

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI GANGGUAN NAPAS PADA BAYI Dr R Soerjo Hadijono SpOG(K), DTRM&B(Ch) Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi BATASAN Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau

Lebih terperinci

KOMUNIKASI TENTANG PASIEN KEPADA DPJP DENGAN METODE SBAR SITUATION BACKGROUND ASSESSMENT RECOMMEDATION

KOMUNIKASI TENTANG PASIEN KEPADA DPJP DENGAN METODE SBAR SITUATION BACKGROUND ASSESSMENT RECOMMEDATION KOMUNIKASI EFEKTIF KOMUNIKASI TENTANG PASIEN KEPADA DPJP DENGAN METODE SBAR SITUATION BACKGROUND ASSESSMENT RECOMMEDATION No 1. 2. 3. 4. Jenis kegiatan Situation Mengidentifikasi diri, unit/ ruangan, Menyebutkan

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING HEMODINAMIK RUMAH SAKIT

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING HEMODINAMIK RUMAH SAKIT STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING HEMODINAMIK RUMAH SAKIT Tanggal terbit: Disahkan oleh: Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Ns. Hikayati, S.Kep., M.Kep. NIP. 19760220 200212 2 001 Pengertian

Lebih terperinci

ABSTRAK PENILAIAN KUALITAS HIDUP PASIEN PPOK RAWAT JALAN DENGAN METODE SAINT GEORGE S RESPIRATORY QUESTIONNAIRE (SGRQ)

ABSTRAK PENILAIAN KUALITAS HIDUP PASIEN PPOK RAWAT JALAN DENGAN METODE SAINT GEORGE S RESPIRATORY QUESTIONNAIRE (SGRQ) ABSTRAK PENILAIAN KUALITAS HIDUP PASIEN PPOK RAWAT JALAN DENGAN METODE SAINT GEORGE S RESPIRATORY QUESTIONNAIRE (SGRQ) Felicia S., 2010, Pembimbing I : J. Teguh Widjaja, dr., SpP., FCCP. Pembimbing II

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan BAB III. METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan menggunakan Pretest and posttest design pada kelompok intervensi dan kontrol.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 hari atau satu bulan,dimana pada masa ini terjadi proses pematangan organ, penyesuaian

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kecenderungan konsumsi (pola penggunaan) obat, sebagai ukuran untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kecenderungan konsumsi (pola penggunaan) obat, sebagai ukuran untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Data penggunaan obat sangat penting dalam rangka memantau kecenderungan konsumsi (pola penggunaan) obat, sebagai ukuran untuk perbandingan antar negara atau wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Hepatomegali Pembesaran Hati adalah pembesaran organ hati yang disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam

Lebih terperinci

Sri Mulatsih RSUP Dr Sardjito,Yogyakarta

Sri Mulatsih RSUP Dr Sardjito,Yogyakarta Sri Mulatsih RSUP Dr Sardjito,Yogyakarta GIVE CHILDREN WITH CANCER A CHANCE FOR A CURE. PEDIATRIC CANCER IS NOT PREVENTABLE, BUT IT CAN BE DETECTED AT EARLY STAGES. PARAMETER ANAK DEWASA Lokasi Jaringan

Lebih terperinci

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik. LAPORAN KASUS RUMAH SAKIT UMUM YARSI II.1. Definisi Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). II.2. Etiologi Epistaksis dapat ditimbulkan

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang dibina oleh Bapak Rudi Hamarno, M.Kep Oleh Kelompok 11 Pradnja Paramitha

Lebih terperinci