KONTRIBUSI PAJAK PENGHASILAN DALAM APBN SERTA POTENSI DAN PERMASALAHANNYA
|
|
- Surya Atmadja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KONTRIBUSI PAJAK PENGHASILAN DALAM APBN SERTA POTENSI DAN PERMASALAHANNYA Dalam proyeksi RAPBN 2014 total pendapatan negara diperkirakan sebesar Rp1.749,9 Triliun yang terdiri dari penerimaan perpajakan 1.364,3 Triliun, Pendapatan Negara Bukan Pajak 383,7 Triliun dan penerimaan hibah sebesar 1,8 Triliun. Ini berarti penerimaan pajak dalam RAPBN 2014 ditargetkan meningkat sebesar 171 Triliun dari APBN Dalam lima tahun terakhir realisasi penerimaan pajak memang selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun realisasi tersebut masih di bawah target yang ditetapkan sebagaimana tercantum dalam grafik 1 berikut ini : Milyar Rupiah 1,200, ,000, , , , ,000.0 Grafik 1 Target dan Realisasi Penerimaan Perpajakan, APBN 509, , , , , ,032,570. 1,192,994. APBNP 492, , , , , ,016,237. Realisasi 490, , , , , ,199.0 Sumber : Data Pokok APBN, Kementerian Keuangan, diolah Dari berbagai macam jenis pajak, pajak penghasilan merupakan sumber penerimaan pajak yang terbesar. Proporsi pajak penghasilan terhadap total penerimaan perpajakan dapat dilihat pada tabel 1. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 16
2 Tabel 1 Proporsi Pajak Penghasilan terhadap Total Penerimaan Perpajakan Tahun Pajak Penghasilan Pajak pajak Lainnya % 51.44% % 50.28% % 48.77% % 50.64% % 50.67% % 49.46% % 50.97% Sumber : Data Pokok APBN, Kementerian Keuangan, diolah Hampir separuh dari total penerimaan pajak bersumber dari pajak penghasilan dengan kontribusi ratarata sepanjang tahun mencapai 49,68%. Untuk itu perlu dianalisis potensi pajak penghasilan serta permasalahan permasalahan yang ada di dalamnya guna optimalisasi penerimaan pajak penghasilan. Pajak penghasilan dalam APBN terdiri atas pajak penghasilan migas dan pajak penghasilan non migas. A. Pajak Penghasilan Migas (PPh Migas) Dasar penerimaan migas adalah Kontrak Kerja Sama (KKS). Dalam KKS diatur bahwa Kontraktor wajib melakukan pembayaran pajak pajak (PPs/PPh dan PBDR/PPh Psl. 26). Total pembayaran pajak pajak (PPs/PPh dan PBDR/PPh Psl. 26) kontraktor menjadi Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Migas. Sepanjang tahun pertumbuhan rata rata PPh Migas adalah 13,31% pertumbuhan tertingi dicapai pada tahun 2008 karena booming harga minyak internasional, perusahaan migas banyak mendapat windfall profit. 100, , , , , Garfik 2 Perkembangan PPh Migas, (dalam Triliun Rupiah) 44, , , , , ,916.7 LKPP LKPP LKPP LKPP LKPP APBNP APBN ,381.5 Pph migas terdiri dari dari pph minyak bumi, pph gas alam dan pph migas lainnya sebagian besar pph migas berasal dari Pph minyak bumi. Faktor faktor yang mempengaruhi pph migas adalah asumsi ICP, nilai tukar rupiah dan lifting minyak serta cost recovery. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 17
3 Perkembangan Rincian PPh migas sepanjang tahun dapat dilihat pada tabel berikut ini : Uraian Tabel 2 PERKEMBANGAN PPh MIGAS, (triliun rupiah) Real. Real. Real. Real. Real. APBNP Outlook APBN PPh Minyak Bumi PPh Gas Bumi PPh Migas Lainnya Total Permasalahan dan Potensi : Cost recovery hingga saat ini masih menjadi persoalan dalam perhitungan penerimaan Pph migas meski sudah ada PP Nomor 79 tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu. Dalam PP tersebut memang sudah ditentukan komponen komponen biaya apa saja yang dapat maupun tidak dapat dikurangi dari penghasilan bruto. Dalam PP tersebut disebutkan bahwa syarat cost recovery adalah bahwa biaya yang dikeluarkan memang benar benar digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang tidak terkait hubungan istimewa, sehingga biaya yang terjadi merupakan harga wajar. Melalui PP ini pemerintah juga dapat mengontrol cost recovery dengan menetapkan batas maksimal atas biaya pengeluaran oleh kantor pusat serta remunerasi untuk tenaga kerja asing. Selain itu, pemerintah juga telah menentukan batas maksimal biaya modal dan biaya bukan modal yang dapat dapat diganti sebagai cost recovery yaitu sebesar 2%. Perkembangan cost recovery dapat dilihat pada grafik 3 berikut ini : Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 18
4 COST RECOVERY Juta US$ 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 APBN P Real. APBN P Real. APBN P Real. APBN P Real. APBN P Real Sd Tw.3 *) Minyak Bumi 5,395 4,426 5,821 5,159 5,747 5,773 7, ,163 4,324 8,018 Gas 3,657 3,685 4,560 3,551 4,725 3,566 3, ,026 2,979 4,313 Total 9,051 8,112 10,381 8,710 10,473 9,339 11,050 10,109 12,189 7,303 12,330 Sumber : Kementerian Keuangan, Penerimaan Sumber Daya Alam dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas Namun PP tersebut berlaku hanya bagi kontrak kerja sama yang baru, kontrak kerja sama yang lama tetap mengacu pada ketentuan sebelumnya. Besar kecilnya cost recovery ini menentukan besar kecilnya penghasilan yang akan dibagikan (equity to be split) antara pemerintah dan kontraktor. Untuk minyak bumi, bagian pemerintah adalah 85% sedangkan kontraktor 15%. Dari bagian kontraktor tersebut akan dikurangi kembali dengan kewajiban DMO dan kewajiban PPh migas. Persentase bagi hasil 85% berbanding 15% ini berlaku selama kontrak berjalan. Hanya masalahnya hal tersebut tidak disebutkan secara eksplisit dalam kontrak. Dengan demikian untuk mempertahankan perhitungan 85% dan 15% tersebut, maka perhitungan tarif pajak juga telah dipatok tetap dan berlaku tetap selama jangka waktu kontrak, yaitu tarif Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) sebesar 35% dan tarif Pajak atas Bunga, Dividen, dan Royalti (Pbdr) sebesar 20%. Dengan tidak tercantumnya secara ekplisit persentase bagi hasil 85% dibanding 15% dalam kontrak hanya gentlemen agreement maka penggunaan tarif pajak lebih rendah sesuai perjanjian penghindaran pajak berganda atau tax treaty antara negara asal kontraktor dan Indonesia menjadi salah satu solusi untuk mengurangi kewajiban pembayaran pajak kontraktor 1. APBN 10 1 Budi, Chandra : Mengakhiri Polemik Pajak Migas diakses tangal 10 Mei Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 19
5 Selain cost recovery, Penerapan tax treaty oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) juga menjadi permasalahan tersendiri dalam perhitungan PPh migas dan sudah menjadi perhatian intansi BPK. Menurut BPK, regulasi mengharuskan KKKS menggunakan tarif pajak sesuai dengan kontrak bagi hasil (PSC). Namun KKKS memilih tarif tax treaty yang lebih kecil dari PSC 2. Padahal banyak perusahaan asing yang meneken kontrak minyak dan gas sebelum 2004 membayar pajak tidak sesuai ketentuan akibat aturan tax treaty. Aturan tersebut dibuat sekitar 1983 di mana Indonesia menyepakati perjanjian pajak dengan 60 negara, termasuk dengan negara asal perusahaan minyak dan gas. Menurut aturan tax treaty tersebut, KKKS Migas asing tidak dikenai pajak berganda. Namun, ujungnya berdampak banyak sengketa (dispute) antara pemerintah dan KKKS soal penghitungan pajak di industri migas. Sejak 2011 silam, tunggakan 14 perusahaan migas asing juga belum jelas akhirnya. Padahal, nilai tunggakannya mencapai Rp 1,6 triliun 3. Perbedaan perhitungan tersebut disebabkan adanya ketidaksamaan pandangan antara kontraktor dengan pemerintah dalam hal ini Ditjen Pajak dimana kontaktor memberlakukan tax treaty dan royalty sebagai komponen pengurangan pajak dengan alasan kedua item tersebut tidak dapat dimasukkan sebagai cost recovery 4. Dengan kondisi tersebut di atas tentunya dapat berpotensi merugikan keuangan negara karena kontraktor membayar pajak migas yang lebih rendah dari seharusnya. Dengan adanya PP 79 Tahun 2010 ini sebenarnya juga merupakan peluang untuk meningkatkan penerimaan pajak. Meningkatnya kewenangan pemerintah untuk menentukan biaya baiaya yang dapat dijadikan cost recovery serta perluasan akses penentuan batas maksimal remunerasi tenaga kerja asing dan batasan maksimal biaya modal dan bukan modal untuk dijadikan cost recovery diharapkan mampu menekan cost recovery. Dengan demikian bagian yang harus dibagi (equity to be split) antara pemerintah dan kontraktor juga semakin besar dan hal ini berpelauang untuk meningkatkan pph migas. Belum lagi tambahan jenis pajak final atas transaksi transaksi yang terjadi. Yang sudah diatur jelas adalah pengenaan pajak final atas penghasilan lain kontraktor, yaitu sebesar 20 persen atas uplift atau imbalan yang diterima sehubungan dengan penyediaan talangan dan sebesar lima persen atau tujuh persen atas imbalan yang diperoleh dalam pengalihan hak atau participating interest. Tidak tertutup kemungkinan, kegiatan intensifikasi juga menemukan potensi pajak atas kegiatan jasa yang dilakukan sub 2 diakses tanggal 13 Mei Kejar Tunggakan Pajak Migas kejar tunggakan pajak migas.html Diakses tanggal 10 Mei opcit Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 20
6 kontraktor. Yang pasti, aturan migas yang bias ini membuat ruang gerak Ditjen Pajak dalam menggali potensi pajak sektor migas semakin terbuka lebar 5. Potensi tersebut tentunya berpeluang untuk meningkatkan pajak penghasilan migas. Namun, di awal 2013 ini Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) 70/PMK.011/2013 pada 2 April 2013 telah membebaskan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi dari bea masuk impor dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Hal itu untuk mendorong peningkatan kegiatan eksplorasi dalam rangka menambah cadangan dan kegiatan eksploitasi untuk meningkatkan produksi minyak dan gas bumi nasional. Dalam jangka panjang tentunya hal ini berdampak pada peningkatan PPh migas namun jangka pendek pembebasan tersebut tentunya dapat menurunkan penerimaan pajak yang lain yaitu bea impor, PPN dan PPnBM. B. Pajak Penghasilan Non Migas (PPh Non Migas) Pajak penghasilan non migas merupakan penyumbang terbesar penerimaan perpajakan. Pada tahun 2013 sebanyak 43, 03% dari total penerimaan perpajakan. Pajak penghasilan non migas bersumber dari pajak atas penghasilan baik orang pribadi maupun badan baik Indonesia maupun asing. PPh non migas secara keseluruhan tiap tahun mengalami peningkatan sebagaimana terlihat pada grafik berikut. Pertumbuhan rata rata PPh Non migas sepanjang tahun adalah 17,81% Pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 2008 karena Adapun faktor yang mempengaruhi penerimaan PPh non migas adalah pertumbuhan ekonomi. 5 Chandra Budi, Potensi Pajak Migas kemigasan/detil/267001/potensi- Pajak-Migas diakses tanggal 14 Mei Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 21
7 Grafik 4 Perkembangan PPh Non Migas (dalam triliun rupiah) 600, , , , , , LKPP LKPP LKPP LKPP LKPP APBNP APBN Perkembangan rincian PPh Non Migas dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 3 PERKEMBANGAN PPh NON MIGAS, (triliun rupiah) Uraian Real. Real. Real. Real Real APBNP Outlook APBN PPh Pasal PPh Pasal PPh Pasal 22 Impor PPh Pasal PPh Pasal 25/29 Pribadi PPh Pasal 25/29 Badan PPh Pasal PPh Final dan Fiskal PPh Non Migas Lainnya Total Sumber : NK APBN 2013, Kementerian Keuangan Dari tabel 3 di atas terlihat bahwa hampir lima puluh persen penerimaan pajak penghasilan berasal dari PPh Badan, dua puluh persen berasal dari PPh 21 (orang pribadi). Nilai tersebut tentunya akan lebih besar lagi mengingat masih banyak potensi pajak orang pribadi maupun badan usaha yang belum tergali. Sebagai perbandingan bahwa dengan jumlah penduduk mencapai 240 Juta jiwa, jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi per April 2012 hanya sebesar 22 Juta, padahal dengan asumsi Penghasilan Tidak Kena Pajak sebesar Rp. 24,3 Juta/ Tahun, maka jumlah yang bisa terjaring akan lebih dari itu, ini selaras dengan standar Bank Dunia mengenai garis Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 22
8 kemiskinan yang ditetapkan di angka Rp 6,12 Juta/ Tahun dan disandingkan dengan Pendapatan Per Kapita tahun 2012 Republik Indonesia sebesar Rp 31,80 Juta/ Tahun 6. Sementara itu dari sisi badan usaha Menteri Keuangan pernah menyatakan bahwa dari 22,6 juta badan usaha di Indonesia, hanya sekitar 500 ribu perusahaan saja yang membayar pajak atau 2%. Jelas ini kondisi yang cukup memprihatinkan. 7 Fakta fakta di atas menunjukkan bahwa masih ada permasalahan permasahan sehubungan dengan upaya optimalisasi penerimaan pajak penghasilan. Potensi PPh Non Migas : - Peningkatan PTKP Pemerintah telah menaikkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak dari Rp , perbulan atau Rp , pertahun menjadi Rp , perbulan atau setara Rp , per tahun. Diharapkan dengan kenaikan PTKP ini akan mendorong daya beli masyarakat yang pada akhirnya meningkatkan pajak penghasilan namun di sisi lain berdampak pada upaya penambahan jumlah wajib pajak semakin berat. - Pajak Properti Industri properti merupakan salah satu sektor riil yang saat ini mengalami pertumbuhan yang pesat dibandingkan sektor lainnya. Sektor keuangan,real estate dan jasa perusahaan mengalami peningkatan pertumbuhan dari 5,7 persen (yoy) menjadi 6,8 persen (yoy) di tahun Namun hal ini juga perlu diwaspadai jika masyarakat membeli properti untuk tujuan spekulatif mendapat capital gain. Pada 2011, dari sejumlah unit properti yang terjual, tingkat okupansi nya hanya 80% untuk daerah Jakarta. Di Tanggerang hanya 84% dari 94% properti yang ditawarkan. Bogor dan Depok juga memiliki tingkat yang rendah. Untuk penjualan unit apartment, di Jakarta saja terjual 8,400 unit. Padahal pada tahun sebelum nya, tidak lebih dari 4,000 unit. Artinya, sejak 2010, 2011 dan pada tahun tahun mendatang kecendrungan penjualan properti akan sangat pesat pertumbuhannya 8. Dikhawatirkan hal ini dapat memicu terjadinya bubble properti. 6 Erikson Wijaya, kinerja ditjen pajak kiprah tantangan dan arahkebijakan 7 Tantangan Target Pajak, Rabu, 21 November Bubble Industri Properti, Ancaman Serius Ekonomi Nasional, 21 May industri properti ancaman serius ekonominasional/ diakses tanggal 27 Mei 2013 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 23
9 Sayangnya pertumbuhan sektor properti tersebut tidak diimbangi dengan penerimaan pajak yang seharusnya. Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany menyatakan negara dirugikan akibat selisih harga jual properti dengan nilai jual obyek pajak NJOP sebesar Rp 30 triliun. Yang wajib dilaporkan adalah harga jual sebenarnya bukan sesuai NJOP. Padahal harga tanah dan bangunan properti naik cukup pesat sehingga nilainya melebihi NJOP Dia mengatakan banyak wajib pajak yang tidak memahami hal tersebut 9. - Potensi dari Transfer Pricing 10 Terdapat praktek praktek usaha mengindari pajak, baik oleh WP Orang Pribadi maupun WP Perusahaan, baik nasional maupun multinasional. Salah satu praktek tersebut adalah dilakukannya usaha menghindari pajak oleh perusahan perusahaan multinasional, dengan melakukan proses transfer pricing yang tidak memenuhi aspek kewajaran usaha. Menyadari masih adanya hambatan dan kendala, seperti : a) Koordinasi antar lembaga, dalam usaha sinkronisasi dan penggadaan data dalam usaha intensifikasi pajak. b) Proporsi aparatur pajak yang masih minim, berbanding jumlah wajib pajaknya. c) Kualitas aparatur pajak dalam pengetahuan pengetahuan teknis perpajakan, khususnya mengenai transfer pricing perlu ditingkatkan - Optimaisasi pemanfaatan e KTP untuk pajak e KTP merupakan tindak lanjut dari undang undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dalam undang undang ini dikatakan bahwa, setiap pendudukan akan memiliki sebuah NIK atau Nomor Induk Kependudukan yang bersifat tunggal dan berlaku selamanya. Dengan e KTP inilah setiap orang akan memiliki NIK nya masing masing. Dengan begitu, pencatatan kependudukan, paspor, SIM, catatan pajak, asuransi, serta berbagai dokumen lainnya akan terintegrasi sehingga kesalahan pencatatan akan bisa dikurangi. Lebih jauh, data ini bisa juga diintegrasikan dengan data catatan kesehatan setiap individu. Jika e KTP ini dimanfaatkansecara optimal untuk kepentingan pajak maka tidak mungkin hal ini berpotensi untuk meningkatakn penerimaan pajak. Permasalahan Pph Non Migas : - Kurangnya data Ditjen Pajak terkait rendahnya PPh psl 25/29 OP 9 Pajak Properti Negara Rugi Rp 30 Triliun, diakses tanggal 27 Mei Laporan Pelaksaan Diskusi Internal Bagian Analisa APBN dengan DJP tanggal 23 Mei 2013 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 24
10 Sesuai dengan PPh pasal 25/29 OP, wajib pajak OP adalah wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan atau eceran barang barang konsumsi melalui tempat usaha/outlet yang tersebar di beberapa lokasi. Faktor utama rendahnya penerimaan PPh OP karena Ditjen Pajak belum memiliki data yang akurat terkait berapa jumlah tempat usaha/gerai outlet wajib pajak. kendala di lapangan adalah kesulitan mengenai data jumlah outlet yang tersebar di Indonesia. Selain itu, lokasinya cenderung nomaden dan berubah ubah Perluasan basis pajak kepada UKM Kebijakan ini merupakan salah satu pokok pokok kebijakan perpajakan 2014 yang sebenarnya sudah dimulai pada Pemerintah harus hati hati dalam mengambil keputusan sebab UKM menempati posisi strategis dalam perekonomian di Indonesia. Dari segi penyerapan tenaga kerja, sekitar 90% bekerja pada sektor usaha kecil menengah 12. Namun di sisi lain UKM masih menghadapi berbagai permasalahan seperti terbatasnya akses terhadap perbankan, pemasaran serta teknologi. Jika pemerintah menjadikan UKM sebagai salah satu perluasan basis pajak dikhawatirkan hal tersebut akan semakin mempersulit UKM. Sebaliknya Pemerintah sebaiknya melakukan terobosan untuk mendorong dunia usaha dengan melakukan kebijakan yang bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi serta bisa menambah pendapatan negara misalnya insentif fiskal kepada dunia usaha dan pengampunan pajak kepada UKM. - Struktur pajak penghasilan badan Terjadi ketidakseimbangan sebaran umlah wajib pajak menurut kelompok besarnya omset dengan besarnya kontribusi per kelompok tersebut pada penerimaan pajak. Wajib pajak yang mempunyai omsetnya dilaporkan lebih dari Rp100 Miliar jumlahnya hanya sebesar 0,35% dari seluruh jumlah wajib pajak yang terdaftar tetapi menyumbang 75,32% dari total pajak yang diterima. Sedangkan wajib pajak yang omsetnya dilaporkan tidak lebih dari Rp1 Juta jumlahnya mencapai 74,85% dari semua wajib pajak yang ada dan memberikan masukan pajak sebesar 8,85% dari pajak yang diterima. Kondisi ini mengkhawatirkan bila kelompok wajib pajak dengan omset besar mengalihkan investasinya ke negara lain akibat dibebani pajak yang semakin besar dan berakibat pada penerimaan pajak akan merosot (Edi Pambudi : 2010) Dalam catatan evaluasi SPT Tahunan tahun 2011 dari 12,9 Juta badan usaha, baru sekitar 500 ribu yang membayar pajak dan menyerahkan SPT Tahunan, dan dari 500 ribu WP Badan yang melaporkan SPT Tahunan, hanya 100 ribu WP Badan yang berkontribusi besar terhadap penerimaan pajak. Bisa kita bayangkan, Penerimaan pajak negara ini hanya ditopang oleh 100 ribu WP badan dan jumlah nya mencapai 11 Realisasi PPh Pribadi Rp 3,7 Triliun strategis ukm dalam perekonomian negara.html Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 25
11 500 trilyun. Bayangkan apabila kegiatan Sensus Pajak Nasional ini berhasil dengan menambah setidaknya 2 juta hingga 5 juta WP Badan yang membayar dan melaporkan SPT Tahunan nya, mungkin target penerimaan Rp trilyun bisa dengan mudah dicapai oleh Direktorat Jendral Pajak. Selain itu belum lagi dengan kegiatan Sensus Pajak Nasional ini juga akan menambah potensi penerimaan pajak baru dengan menindaklanjuti data Sensus Pajak Nasional yang ada, bagi pengusahapengusaha yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bisa didaftarkan menjadi Wajib Pajak baru Masyarakat masih banyak yang belum memiliki NPWP Hal ini bukan karena mereka tidak tahu akan kewajiban memiliki NPWP tapi justru karena mereka takut akan kewajiban kewajiban setelah memilki NPWP disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat. Mereka khawatir dengan memiliki NPWP akan dikenakan kewajiban membayar pajak kemabali padahal penghasilan mereka sudah dipotong pajak oleh perusahaan, selain itu mereka enggan dengan pengisian SPT yang dinilai ribet dan susah serta ada ketakutan membayar denda jika perhitungannya salah. - Kepercayaan Masyarakat Banyaknya kasus yang melibatkan oknum aparat pajak secara tidak langsung turut mempengaruhi persepsi publik terhadap manfaat membayar pajak. Padahal di sisi lain ini juga mencerminkan komitmen Ditjen Pajak untuk melakukan penegakan hukum terhadap para pengemplang pajak baik masyarakat maupun oknum aparat pajak. C. Elastisitas Pajak Penghasilan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Elastisitas pajak atau tax buoyancy merupakan salah satu indikator kinerja penerimaan pajak yang dihitung berdasarkan perbandingan persentase perubahan penerimaan pajak dengan persentase perubahan pendapatan nasional. Hal ini menunjukkan berapa persen perubahan penerimaan pajak jika PDB berubah satu persen. Dari tabel 4 di bawah terlihat bahwa Pajak Penghasilan Non Migas dan Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang lebih elastis dibandingkan jenis jenis pajak lainnya, artinya setiap peningkatan 1% pertumbuhan ekonomi maka PPh dan PPN akan bertambah lebih dari satu persen bahkan mendekati 2%. 13 Tommy K. Darwis, Dampak Kenaikan PTKP dan Strategi DJP ptkp dan strategi djp Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 26
12 Tabel 4 Elastisitas Per Jenis Pajak Elastisitas PPH migas PPH non migas PPN PBB BPHTB Cukai Bea masuk Bea keluar Total Pajak Sumber : Kementerian Keuangan & BPS, diolah Hal tersebut sesuai dengan studi sebelumnya yang mengatakan bahwa trend PPh non migas serta PPN yang sejalan dengan trend PDB. Determinan terbesar dari PDB adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga yang mencapai rata rata 70% dari total PDB sedangkan determinan paling dominan adalah Pajak Penghasilan Non Migas dan Pajak Pertambahan Nilai yang rata rata proporsinya sama dengan determinan penentu PDB yaitu sebesar 70% (Edi Pambudi : 2010 ) D. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Kesimpulan : 1. Pajak penghasilan berperan besar dalam APBN, hal ini dilihat dari kontribusi pajak penghasilan yang mencapai 49,68 % dari total penerimaan perpajakan. 2. Upaya optimalisasi penerimaan pajak penghasilan migas dihadapkan pada kendala cost recovery serta tax treaty. 3. Upaya optimalisasi penerimaan pajak penghasilan dihadapkan pada berbagai kendala antara lain struktur pajak yang tidak seimbang, peningkatan PTKP, serta keengganan masyarakat untuk memiliki NPWP. 4. Namun dibalik semua kendala ataupun permasalahan yang ada masih ada peluang atau potensi untuk meningkatkan penerimaan pajak penghasilan antara lain berasal dari sektor properti, pemanfaatan e KTP sebagai SIN, maupun potensi potensi lainnya. 5. Pertumbuhan ekonomi sangat berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan hal ini dilihat dari elastisitas pajak penghasilan baik migas maupun non migas. Selain itu pola pertumbuhan PDB juga sejalan dengan pola pertumbuhan penerimaan pajak penghasilan khususnya pajak penghasilan non migas. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 27
13 Saran : 1. Perlu dikaji kembali kembali kebijakan tax treaty 2. Kebijakan perluasan basis bajak kepada UKM sebaiknya dikaji kembali mengingat peran strategis UKM dalam perekonomian. Pemerintah sebaiknya juga memberikan insentif fiskal kepada pelaku UKM misalnya dengan memberikan pengampunan pajak atas utang pajak UKM. 3. Pemerintah sebaiknya memberi peringatan kepada pengembang properti untuk melaporkan nilai jualnya dan menagih atas kekurangan pembayaran pajak yang seharusnya. 4. Pemerintah sebaiknya juga berusaha semaksimal mungkin untuk memanfaatkan potensi potensi pajak yang ada khususnya dari PPh perorangan. 5. Pemerintahhruas mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena ini berpengaruh pada peningkatan penerimaan pajak. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 28
OPTIMALISASSI PENERIMAAN PPh MIGAS
OPTIMALISASSI PENERIMAAN PPh MIGAS 1. Perkembangan Penerimaan PPh Migas Dasar penerimaan migas adalah Kontrak Kerja Sama (KKS). Dalam KKS diatur bahwa Kontraktor wajib melakukan pembayaran pajak-pajak
Lebih terperinciKINERJA PENERIMAAN PERPAJAKAN DAN PERTIMBANGAN APBN-P 2010
KINERJA PENERIMAAN PERPAJAKAN DAN PERTIMBANGAN APBN-P 2010 Latar Belakang Masalah Komponen perpajakan merupakan penyumbang terbesar pendapatan negara. Dalam tiga tahun terakhir total penerimaan perpajakan
Lebih terperinciB. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2013
EVALUASI RENDAHNYA REALISASI PENDAPATAN NEGARA TAHUN 2013 Abstrak Penerimaan Negara merupakan pemasukan yang diperoleh Negara dan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah. Penerimaan pajak memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berada di wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta jiwa 1. Sedangkan usia produktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan tax ratio secara bertahap dengan memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan ekonomi dunia. Peningkatan secara
Lebih terperinciPENERIMAAN PERPAJAKAN SEKTOR EKONOMI TRADABLE DAN NON TRADABLE
PENERIMAAN PERPAJAKAN SEKTOR EKONOMI TRADABLE DAN NON TRADABLE Abstrak Laju pertumbuhan sektor non-tradable lebih tinggi dari pada sektor tradable dan kontribusi penerimaan pajak terbesar pada sektor non-tradable,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
No.118, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. BIAYA OPERASI. PPH. Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6066)
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.946, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pembayaran PPh. Tata Cara Pemotongan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 257/PMK.011/2011 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.304, 2017 PERPAJAKAN. Hulu Minyak dan Gas Bumi. Kegiatan Usaha. Kontrak Bagi Hasil Gross Split. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
Lebih terperinciPENERIMAAN DAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN TAHUN Rata-rata pertumbuhan PDB 5 tahun terakhir = 19,79% sedangkan Rata-rata
PENERIMAAN DAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN TAHUN 2013 1. Gambaran Penerimaan Perpajakan Target penerimaan perpajakan pada APBN tahun 2013 ditetapkan sebesar Rp1.193,0 triliun, terdiri atas pendapatan pajak dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan galian itu, meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi ( Migas ), batubara,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu. yang berguna bagi kepentingan bersama Waluyo (2008:2).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam Anggaran Penerimaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pembangunan agar tercapai kemakmuran dan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat penting artinya bagi perekonomian suatu Negara. Demikian juga dengan Indonesia sebagai negara yang sedang membangun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Monica (2013), menyatakan bahwa dalam rangka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia hingga saat ini masih menjadi negara yang sedang berkembang dan tidak henti-hentinya melakukan upaya pembangunan di segala bidang yang bertujuan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009
PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pemerintahan suatu negara, terutama di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam melaksanakan pemerintahan suatu negara, terutama di Indonesia memerlukan dana yang jumlahnya setiap tahun semakin meningkat. Perkembangan perekonomian global,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran utama dari kebijaksanaan keuangan negara di bidang penerimaan dalam negeri adalah untuk menggali, mendorong, dan mengembangkan sumbersumber penerimaan dari
Lebih terperinciLAMPIRAN KHUSUS SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN TAHUN PAJAK PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BAGI KONTRAKTOR KONTRAK KERJA SAMA MIGAS
LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-28/PJ/2011 TENTANG : BENTUK DAN ISI SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI BIDANG USAHA HULU
Lebih terperinciKajian Potensi Penerimaan Perpajakan Berdasarkan Pendekatan Makro. Ringkasan eksekutif
Kajian Potensi Penerimaan Perpajakan Berdasarkan Pendekatan Makro Ringkasan eksekutif Peran perpajakan sangat penting bagi APBN. Oleh karena itu, perlu diketahui sejauhmana penerimaan perpajakan dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar jika berbagai sumber daya dikelola dengan baik, serta pendapatan nasional negara tersebut
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 79 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maju dan sejahtera. Dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang secara terus menerus melakukan pembangunan untuk dapat menjadi negara yang maju dan sejahtera. Dalam rangka
Lebih terperinciBIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM
INEFISIENSI BBM Kenaikan harga minyak yang mencapai lebih dari US$100 per barel telah memberikan dampak besaran alokasi dalam APBN TA 2012. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang mendorong pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengamatan perpajakan Center Taxation analysis (CITA)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengamatan perpajakan Center Taxation analysis (CITA) rendahnya tingkat kepatuhan bayar pajak menjadi indikator rendahnya serapan pajak oleh pemerintah. Wajib
Lebih terperinciEVALUASI PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2013
EVALUASI PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2013 DISKUSI PUBLIK Jakarta, 19 Desember 2013 WIKO SAPUTRA Peneliti Kebijakan Ekonomi dan Publik PERKUMPULAN PRAKARSA PENDAHULUAN Penerimaan pajak berkontribusi sebesar
Lebih terperinciEVALUASI PENGENAAN KEBIJAKAN PPH FINAL PADA UMKM. Abstrak. Berdasarkan Skema ketentuan mengenai PPh Final dalam PP 46 dan
EVALUASI PENGENAAN KEBIJAKAN PPH FINAL PADA UMKM Abstrak Berdasarkan Skema ketentuan mengenai PPh Final dalam PP 46 dan batasan kriteria menurut UU No. 20 Tahun 2008, UMKM akan dipungut 1 persen dari omset.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah),
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat potensial, selain karena jumlahnya yang relatif stabil juga merupakan cerminan partisipasi aktif masyarakat
Lebih terperinciINFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017
INFOGRAFIS REALISASI s.d. 28 April 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. April 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari segenap potensi sumber daya yang dimiliki
Lebih terperinciAnalisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011
Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi
Lebih terperinci257/PMK.011/2011 TATA CARA PEMOTONGAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN LAIN KONTRAK
257/PMK.011/2011 TATA CARA PEMOTONGAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN LAIN KONTRAK Contributed by Administrator Wednesday, 28 December 2011 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI
Lebih terperinciExecutive Summary Model Proyeksi Penerimaan Perpajakan
Executive Summary Model Proyeksi Penerimaan Perpajakan Penerimaan perpajakan merupakan sumber pendapatan yang utama dalam APBN. Selama lima tahun terakhir, penerimaan perpajakan rata-rata sekitar 70 persen
Lebih terperinci2015 PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan pancasila dari undangundang dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan Negara dan bangsa yang yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai Negara yang berkembang,sebenarnya Indonesia memiliki berbagai macam potensi untuk menjadi Negara yang lebih maju. Akan tetapi pada kenyataannya Indonesia
Lebih terperinciPERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009
PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Karena pajak mempunyai fungsi sebagai budgetair yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting selain penerimaan bukan pajak. Pembayaran pajak sangat penting bagi negara untuk pelaksanaan
Lebih terperinciINFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017
INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Mei 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Mei 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 110, 2005 APBN. Pendapatan. Pajak. Bantuan. Hibah. Belanja Negara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2017 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN PADA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN KONTRAK BAGI HASIL GROSS SPLIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di beberapa bidang, Pemerintah Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka menjalankan roda pemerintahan dan untuk melaksanakan pembangunan nasional di beberapa bidang, Pemerintah Indonesia membutuhkan dana yang tidak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009.
1 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen kebijakan fiskal dan implementasi perencanaan pembangunan setiap tahun. Strategi dan pengelolaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah juga terus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan Direktorat Jenderal Pajak dalam memberikan kontribusi yang signifikan bagi penerimaan Negara.Yaitu dengan melalui salah satu alat ukur yang bernama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh wajib pajak baik orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
Lebih terperinciINFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017
INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Maret 2017 Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Maret 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1 5,01 4,0 3,61 5,3 5,2 13.300 13.348
Lebih terperinciMeningkatkan Tax Ratio Indonesia
Meningkatkan Tax Ratio Indonesia A. Pendahuluan Penerimaan perpajakan merupakan salah satu pilar penerimaan dalam APBN, hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Lebih terperinciOPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA DALAM RAPBNP 2011
OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA DALAM RAPBNP 2011 Pendahuluan Perkembangan pada perekonomian domestik dan eksternal menyebabkan perkembangan ekonomi makro tidak sesuai lagi dengan asumsi yang digunakan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciSAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN
SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN Abstract Saldo Anggaran Lebih yang berasal dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran dari Tahun Anggaran yang lalu
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Panama papers yang merupakan fenomena bocornya kumpulan 11,5 juta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Panama papers yang merupakan fenomena bocornya kumpulan 11,5 juta dokumen rahasia yang dibuat oleh penyedia jasa perusahaan (firma) asal Panama, Amerika Latin yang
Lebih terperinciStrategi & Tantangan Pengamanan Penerimaan Pajak Tahun 2016
KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PA JAK Strategi & Tantangan Pengamanan Penerimaan Pajak Tahun 2016 Seminar Nasional Optimalisasi Penerimaan Pajak : Strategi & Tantangan Auditorium BRI, Gedung
Lebih terperinciSUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi
Lebih terperinciKelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan
Kelompok 3 Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Pajak penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT Tata cara dasar pengenaan pajak Kompensasi Kerugian PTKP, Tarif pajak dan cara
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB III PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH
Pendapatan Negara dan Hibah Bab III BAB III PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH 3.1 Umum Perkembangan realisasi pendapatan negara dan hibah dalam periode 2005-2008 menunjukkan adanya tren kenaikan dengan rata-rata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, Indonesia dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, Indonesia dan negara lainnya pasti memerlukan dana yang sangat besar. Di Indonesia salah satu sumber perolehan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
Lebih terperinciTINJAUAN PERENCANAAN PENERIMAAN PERPAJAKAN DAN REALISASINYA D R A F T I. Oleh : Kelompok II. M. Yus Iqbal Eny Sulistiowati Ikawati Martiasih Nursanti
TINJAUAN PERENCANAAN PENERIMAAN PERPAJAKAN DAN REALISASINYA D R A F T I Oleh : Kelompok II M. Yus Iqbal Eny Sulistiowati Ikawati Martiasih Nursanti BAGIAN ANALISA PENDAPATAN NEGARA DAN BELANJA NEGARA MEI
Lebih terperinciJogjakarta, 7 Agustus 2017
FUNGSI dan PERAN DJP terkait Transparansi DBH Jogjakarta, 7 Agustus 2017 TUGAS dan FUNGSI DJP TUGAS menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat telah menganggap pajak sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini, pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat telah menganggap pajak sebagai salah satu kewajiban
Lebih terperinciBAB 4 EVALUASI DAN PEMBAHASAN
BAB 4 EVALUASI DAN PEMBAHASAN 4.1 Evaluasi Jumlah Kepemilikan NPWP Terdaftar dari Tahun 2011, 2012, dan 2013 Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tigaraksa Semakin beratnya beban pemerintah dalam pembiayaan
Lebih terperinciSAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN
SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dilakukan oleh manusia tidak terlepas dari adanya pajak. Pajak
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Pajak menjadi sebuah hal yang tak dapat dihindari oleh manusia. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia tidak terlepas dari adanya pajak. Pajak dibuat
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.139, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Pajak. Biaya Operasi. Usaha Hulu. Migas. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5173) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang undang. Pembayar pajak tidak mendapat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinci2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak
No.44, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5669) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2017 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN PADA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2017 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN PADA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN KONTRAK BAGI HASIL GROSS SPLIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. termasuk Indonesia, menjadikan penerimaan dari sektor perpajakan sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, negara yang memiliki administrasi pemerintahan modern termasuk Indonesia, menjadikan penerimaan dari sektor perpajakan sebagai tulang punggung
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembangunan nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan melihat semakin bertambahnya jumlah penduduk. perpajakan, Indonesia menganut system self assessment yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar. Kurang lebih 2/3 penerimaan negara saat ini dihasilkan dari pajak. Pajak sebagai sumber penerimaan merupakan satu hal yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara ( Milyar rupiah ) Tahun Sumber Penerimaan. Penerimaan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penerimaan pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara disamping penerimaan bukan pajak seperti migas dan non migas. Peran pajak sebagai sumber pendapatan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang. Pembayar
BAB 1 PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang. Pembayar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) adalah untuk pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang dimaksud adalah penciptaan akselerasi
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negeri berasal dari penjualan migas dan nonmigas serta pajak. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan negara Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
Lebih terperinciSEKILAS TENTANG PEREKONOMIAN DAN FISKAL INDONESIA
SEKILAS TENTANG PEREKONOMIAN DAN FISKAL INDONESIA Direktorat Jenderal Pajak 07 September 2013 Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta PAJAK SEBAGAI KEWAJIBAN BAGI WARGA NEGARA Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 Segala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia saat ini sedang mengalami berbagai permasalahan di berbagai sektor khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat inflasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia memiliki berbagai permasalahan perpajakan yang umumnya
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Indonesia memiliki berbagai permasalahan perpajakan yang umumnya juga ditemui di negara lain, misalnya rendahnya kepatuhan pajak, rendahnya penerimaan pajak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berjumlah Rp ,00 (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak Penghasilan merupakan pajak pemerintah pusat yang dipungut oleh negara berdasarkan sistem self assessment. Pajak Penghasilan berkontribusi sebesar 47,01% dari
Lebih terperinciLATAR BELAKANG MODERASI PERTUMBUHAN EKONOMI GLOBAL
LATAR BELAKANG MODERASI PERTUMBUHAN EKONOMI GLOBAL PEREKONOMIAN AMERIKA YANG BELUM STABIL PERLAMBATAN PERTUMBUHAN TIONGKOK KETIDAKPASTIAN KEBIJAKAN MONETER HARGA KOMODITAS YANG NAIK-TURUN RISIKO GEOPOLITIK:
Lebih terperinciKebijakan Perpajakan Terkait Importasi Barang Migas KKKS
Kebijakan Perpajakan Terkait Importasi Barang Migas KKKS Persen Kontribusi thp Pen Dom & Harga Minyak US$ per Barel Produksi Minyak Bumi ribu BOPD PERAN MIGAS DALAM APBN 100 1800 90 80 1600 70 60 1400
Lebih terperinciANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010
ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 Penyusun: 1. Bilmar Parhusip 2. Basuki Rachmad Lay Out Budi Hartadi Bantuan dan Dukungan Teknis Seluruh Pejabat/Staf Direktorat Akuntansi
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. KETERANGAN PERS Pokok-Pokok UU APBN-P 2016 dan Pengampunan Pajak
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA GEDUNG DJUANDA I, JALAN DR. WAHIDIN NOMOR I, JAKARTA 10710, KOTAK POS 21 TELEPON (021) 3449230 (20 saluran) FAKSIMILE (021) 3500847; SITUS www.kemenkeu.go.id KETERANGAN
Lebih terperinciPerkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 Jakarta, 10 Juni 2014 Kunjungan FEB UNILA Outline 1. Peran dan Fungsi APBN 2. Proses Penyusunan APBN 3. APBN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan dua hal penting dalam perpsektif kebijakan fiskal. Pada tahun 2013,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan penerimaan pajak merupakan dua hal penting dalam perpsektif kebijakan fiskal. Pada tahun 2013, APBN-P mencapai
Lebih terperincidasar hukum Tata cara pelaporan utang swasta luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
per-25/pj/2017 PELAKSANAAN PENENTUAN BESARNYA PERBANDINGAN ANTARA UTANG DAN MODAL PERUSAHAAN UNTUK KEPERLUAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN DAN TATA CARA PELAPORAN UTANG SWASTA LUAR NEGERI dasar hukum
Lebih terperinciBAB III PAKAIAN BEKAS MENURUT UU NO. 42 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
BAB III PAKAIAN BEKAS MENURUT UU NO. 42 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 3.1. Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Sistem Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan salah satunya untuk pembangunan nasional. Perubahan yang semakin
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Berbudaya dan Terintegrasikannya sistem e-government menuju smart. regency (kabupaten cerdas) pada tahun 2021.
BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN 2.1. Deskripsi Wilayah Kabupaten Sleman 2.1.1 Visi dan Misi Kabupaten Sleman a. Visi Kabupaten Sleman Terwujudnya masyarakat Sleman yang lebih Sejahtera, Mandiri, Berbudaya
Lebih terperinci