BAB VI KEMISKINAN DAN GENDER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI KEMISKINAN DAN GENDER"

Transkripsi

1 BAB VI KEMISKINAN DAN GENDER A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER Gender dan kemiskinan merupakan isu yang masih baru di Indonesia. Masalah kemiskinan merupakan akar permasalahan yang memiliki dampak sangat luas terhadap peningkatan kualitas hidup perempuan, kesejahteraan dan perlindungan anak seperti perdagangan perempuan dan anak, penurunan derajat kesehatan dan drop out pendidikan. Disadari atau tidak, di tengah masyarakat terjadi kesenjangan gender, yang bahkan tidak disadari oleh kaum perempuan sendiri. Kesenjangan itu tampak dalam berbagai bentuk minimnya partisipasi dan akses kaum perempuan dalam proses pembangunan selama ini. Akibatnya, banyak program pembangunan yang substansinya belum memperlihatkan kesetaraan dan keadilan gender. Ketertinggalan kaum perempuan dari laki-laki yang berujung pada ketidakadilan gender antara lain dapat berawal dari konstruk patriarkhi masyarakat yang sudah membudaya, depolitisasi kepentingan negara yang terwujud pada sistem negara yang tidak adil terhadap kepentingan kaum perempuan, interpretasi agama yang tidak benar dan kurangnya akses perempuan dalam berbagai kesempatan. Akomodasi kebutuhan riil perempuan sering dipahami hanya sebatas kebutuhan rumah tangga/keluarga, kesehatan termasuk gizi, pendidikan dan ekonomi. Akibatnya banyak institusi perempuan seperti PKK, Dharmawanita, program P2WKSS yang dimaksudkan untuk memberdayakan perempuan justru menimbulkan persoalan baru bagi perempuan, yaitu beban ganda perempuan. Di satu sisi perempuan didorong untuk aktif dalam berbagai aktifitas, tetapi di sisi lain peran tradisional sebagai istri dan ibu tetap dibebankan kepadanya. Akibat lebih jauh adalah terjadinya 85

2 subordinasi, marginalisasi, diskriminasi dan eksploitasi bahkan kekerasan terhadap perempuan. Dalam hal kesejahteraan atau kemiskinan, perempuan mempunyai persepsi yang lebih beragam dibandingkan dengan laki laki. Di samping terhadap aspek yang berhubungan dengan akses yang berkaitan dengan pendapatan, kepemilikan asset, kualitas kesehatan, pangan serta peluang atau kesempatan, juga mencermati hal hal yang berkaitan dengan kehidupan keluarga sejahtera atau miskin dalam masyarakat seperti keharmonisan keluarga, rasa aman, ada tidaknya hubungan dengan rentenir, gaya hidup, kemampuan membantu orang tua, membantu orang lain, penyelenggaraan pesta yang meriah atau tidak, serta hubungan dengan tetangga. Dalam kaitannya dengan penyebab kemiskinan, antara laki laki dan perempuan tidak memperlihatkan perbedaan yang berarti. Perbedaan yang muncul adalah perempuan berpendapat bahwa suami yang memiliki lebih dari satu istri dan memiliki anak yang banyak dinilai sebagai penyebab terjadinya kemiskinan.sementara itu laki laki menganggap ketidakcukupan pangan dan hutang sebagai dampak kemiskinan, sedangkan perempuan lebih melihat aspek meningkatnya anak putus sekolah dan kriminalitas sebagai dampak dari kemiskinan. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Bank Dunia di 12 lokasi, di beberapa lokasi khususnya di perdesaan menyatakan bahwa perempuan mempunyai beban kerja yang lebih berat daripada laki laki. Mereka melakukan pekerjaan rumah tangga, merawat anak, merawat keluarga yang sakit, dan merawat orang tua. Mengingat jumlah perempuan miskin merupakan jumlah yang terbesar dari jumlah seluruh penduduk dan pada umumnya perempuan lebih disiplin serta lebih berhasil dalam mengelola usaha mikro, maka hal ini merupakan nilai positif dalam pemberdayaan perempuan. Namun masih perlu untuk memerangi beban kerja ganda yang ditanggungnya dan perlunya 86

3 meningkatkan kesetaraan dalam proses pengambilan keputusan di tingkat keluarga, komunitas dan kebijakan publik. Pengarusutamaan gender merupakan faktor yang juga harus diperhatikan apabila akan dilakukan target pengentasan kemiskinan dengan angka penurunan minimal 50% pada tahun Selain itu harus ada perubahan paradigma yang semula program pengentasan kemiskinan lebih ke arah perubahan totalitas masyarakat miskin, sekarang paradigmanya harus melihat elemen-elemen yang ada di masyarakat seperti masyarakat minoritas, masyarakat cacat dan sebagainya. Jika program pengentasan kemiskinan tidak melihat elemen-elemen itu dan kondisi mereka, maka pengentasan kemiskinan akan terhambat. Tujuan pengentasan kemiskinan sesuai dengan Millenium Development Goals (MDGs) adalah menurunkan jumlah penduduk miskin menjadi setengah, artinya harus bisa mencapai 9,2% pada tahun 2015 dari 18,42% tahun Penduduk miskin di Indonesia berdasarkan data BPS tahun 2001 yaitu jiwa atau 18% yang terdiri dari laki-laki sebanyak (18,37%) dan perempuan (18,42%). Kondisi ini ditandai dengan adanya kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi. kondisi ini juga menunjukan masih tingginya kesenjangan antara lakilaki dan perempuan. Kesenjangan antara laki-laki dan perempuan juga dapat dilihat dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Di bidang pendidikan, rata-rata lama sekolah laki-laki 7,3 tahun, sedangkan perempuan 6,1 tahun. Anak laki-laki yang tidak tamat sekolah dasar 5,34% dan anak perempuan 11,9%. Di bidang kesehatan, angka kematian ibu mencapai 396/100 ribu lahir hidup pada tahun Aborsi yang terjadi di kota kasus dan di desa kasus. Kasus HIV AIDS berjumlah kasus, 840 kasus di Papua dan 468 diderita oleh perempuan. Ketimpangan ini apabila tidak dicermati secara mendalam, maka akan muncul pemanfaatan sumber daya bagi yang mampu mendapatkan akses, 87

4 sedangkan yang tidak akan tetap tertinggal dan makin jauh tertinggal. Pada masyarakat miskin kondisi ini akan berpengaruh lebih jelek lagi manakala para pembuat kebijakan dan program mengabaikan perbedaan kondisi dan perempuan serta kemampuan berbagai elemen masyarakat di dalamnya termasuk laki-laki dan perempuan. Kondisi perempuan dan anak pada masyarakat miskin mempunyai kerentanan dan marginalisasi mengingat peranperan yang ada dalam institusi dan budaya masyarakat masih adanya keterbatasan dalam akses terhadap aset pelayanan ekonomi, produksi dan pelayanan sosial dasar. Di Indonesia, sumber dari permasalahan kemiskinan yang dihadapi oleh perempuan menurut Muhadjir ( 2005, 166) terletak pada budaya patriarki yaitu nilai-nilai yang hidup dimasyarakat yang memposisikan laki-laki sebagai superior dan perempuan subordinat. Budaya patriarki seperti ini tercermin dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan menjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan dan sitem distribusi resoursis yang bias gender. Kultur yang demikian ini akhirnya akan bermuara pada terjadinya perlakuan diskriminasi, marjinalisasi, ekploitasi maupun kekerasan terhadap perempuan Selain hal tersebut di atas, struktur budaya patriarkhi juga melahirkan keterbatasan perempuan dalam hal pengambilan keputusan baik di dalam keluarga maupun di masyarakat. Dalam keluarga, pengambilan keputusan didominasi oleh kaum laki-laki, demikian juga di lingkungan masyarakat yang lebih luas. Di ranah publik, eksistensi perempuan juga kurang diperhitungkan, terbukti dengan minimnya jumlah perempuan yang menduduki posisi jabatan struktural baik di legislatif, eksekutif maupun yudikatif yang nota bene juga berperan sebagai pengambil keputusan. Feminisasi kemiskinan yang demikian ini erat kaitannya dengan masih kuatnya budaya patriarki yang berkembang di masyarakat. karena kultur ini 88

5 pada intinya meletakkan kaum perempuan pada posisi subordinat, termarjinal dan terdiskriminasi. Oleh karena itu, kemiskinan yang dialami oleh perempuan bersifat spesifik sehingga juga diperlukan penanganan yang khusus seperti halnya pendekatan penanggulangan kemiskinan yang berperspektif gender. B. PEMBANGUNAN BERPRESPEKTIF GENDER Dalam deklarasi Millenium Development Goal yang diselenggarakan di New York tahun 2000, terdapat 3 tujuan utama pembangunan yaitu 1. Menanggulangi kemiskinan ekstrim dan kelaparan 2. Mencapai pendidikan dasar universal 3. Mempromosikan keadilan gender dan pemberdayaan perempuan 4. Menurunkan angka kematian anak 5. Memperbaiki kesehatan ibu 6. Membasmi HIV /AIDS, malaria & penyakit lain 7. Menjamin kelestarian lingkungan 8. Mengembangkan kemitraan untuk kerjasama pembangunan Terdapat 3 point penting mengenai kesetaraan gender yang ada dalam MGD tersebut. Untuk mendukung pelaksanaan MGD, pemerintah Indonesia telah menetapkan beberapa komitmen yang digariskan antara lain: 1. Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa seluruh departemen maupun lembaga pemerintah non departemen di tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten/kota harus melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pada kebijakan dalam program pembangunan. Substansi ketentuan Inpres Nomor 9 tahun 2000 di atas adalah untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan 89

6 pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pada seluruh kebijakan dan program pembangunan nasional. Laki-laki dan perempuan dapat memperoleh akses yang sama dalam proses pembangunan termasuk proses pengambilan keputusan, memiliki kontrol yang sama atas sumberdaya pembangunan serta memperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan. 2. Kepmendagri No 132 tahun 2003 tentang pedoman umum pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam pembangunan daerah. Dalam melaksanakan pembangunan daerah, pemerintah daerah (pemda) merencanakan dan melaksanakan agenda pembangunan yang dimanivestasikan dalam bentuk penyusunan dan penetapan APBD. Dengan demikian APBD adalah motor dan pedoman bagi pemerintah daerah (pemda) dalam melaksanakan tugas-tugas pembangunan. Namun dalam pelaksanaan pembangunan di tengah masyarakat masih sering terjadi kesenjangan gender, yang bahkan tidak disadari oleh kaum perempuan sendiri. Kesenjangan itu tampak dalam berbagai bentuk minimnya partisipasi dan akses kaum perempuan dalam proses pembangunan selama ini. Akibatnya, banyak program pembangunan yang substansinya belum memperlihatkan kesetaraan dan keadilan gender. Dalam mengukur Pembangunan atas Gender, terdapat 2 Indeks yaitu Indeks Pembangunan Gender yang dikenal dengan IPJ dan Indeks Pemberdayaan Gender yang dikenal dengan IDJ. 90

7 C. INDEKS PEMBANGUNAN GENDER Konsep kesetaraan gender pada prinsipnya memposisikan perempuan dan laki-laki setara dalam kesempatan dan hak-haknya. Kesetaraan gender perlu dipahami dalam arti bahwa perempuan dan laki-laki menikmati status yang sama; berada dalam kondisi dan mendapat kesempatan yang sama untuk dapat merealisasikan potensinya sebagai hak-hak asasinya, sehingga perempuan dapat menyumbangkan potensinya secara optimal terhadap pembangunan dan menikmati hasil pembangunan (Ambarsari Dwi C., et.all, 2002). Secara normatif pemerintah tidak membedakan hak dan kesempatan antara laki-laki dan wanita untuk beraktifitas termasuk berpartisipasi dalam pembangunan. Dua arahan kebijakan pemberdayaan wanita. Pertama, meningkatkan kedudukan dan peranan wanita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh lembaga yang mampu memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. Kedua, meningkatkan kualitas dan peranan wanita dengan mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan serta nilai historis perjuangan kaum perempuan, dalam rangka melanjutkan usaha pemberdayaan wanita serta kesejahteraan masyarakat. Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional yang mengamanatkan bahwa seluruh departemen maupun lembaga pemerintah non departemen di tingkat pemerintah nasional, propinsi maupun kabupaten/kota harus melakukan pengarus utamaan gender dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pada kebijakan dalam program pembangunan. Substansi ketentuan Inpres Nomor 9 tahun 2000 di atas adalah untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pada seluruh kebijakan dan program pembangunan 91

8 nasional. Laki-laki dan perempuan dapat memperoleh akses yang sama dalam proses pembangunan termasuk proses pengambilan keputusan, memiliki kontrol yang sama atas sumberdaya pembangunan serta memperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan. Meskipun demikian, dalam prakteknya potensi dari 101,8 juta perempuan Indonesia (Sensur Penduduk 2000) tertinggal jauh dari laki-laki, baik dari akses maupun peluang untuk berpartisipasi. Lembaga Pembangunan Manusia Indonesia (LPMI) memberikan catatan bahwa pembangunan di negeri ini belum berwawasan gender dan baru mengikutsertakan 45% peranan wanita dibandingkan kaum laki-laki (www. sinar harapan.co.id, dalam PSW Lemlit UNS, 2002). Pada dasarnya IPJ dihitung dari variabel yang sama dengan penghitungan IPM. Perbedaannya adalah bahwa dalam perhitungan IPJ, rata rata pencapaian usian harapan hidup, tingkat pendidikan dan pendapatn disesuaikan dengan mengakomodasikan perbedaan pencapaian antara perempuan dan laki laki. Parameter ε di masukkan dalam rumus untuk memperhitungkan tingkat penolakan terhadap ketimpangan. Parameter ini menunjukkan elastisitas marginal dari penafsiran sosial terhadap pencapaian antar kelompok gender yang berbeda. Untuk merefleksikan tingkat penolakan yang moderat, nilai parameter ε ditetapkan sama dengan 2. Secara tehnis Indeks Pemerataan Gender bisa ditunjukkan dalam gambar sebagai berikut : 92

9 Gambar 6.1 Indeks Pembangunan Gender Dimensi Umur Panjang & Pengetahuan Kehidupan yang layak sehat Indikator Angka Angka Angka (MYS) Angka (MYS) Perkiraan Perkiraan harapan hidup perempuan harapan hidup laki - laki melek huruf perempuan peremp uan melek huruf Laki -laki Laki - laki Pendapatan Perempuan Pendapatan Laki - laki Indeks Indeks Indeks Indeks Pendidikan Indeks Pendidikan Indeks Indeks Dimensi harapan harapan Perempuan Laki - laki Pendapatan Pendapatan hidup hidup Perempuan Laki - laki perempuan laki-laki Indeks Indeks Harapan Indeks Pendidikan dengan sebaran merata Indeks Pendapatan dengan Sebaran hidup dengan sebaran sebaran merata Merata merata Indeks Pembangunan Gender 93

10 Untuk melakukan penghitungan IPJ secara matematis, terlebih dulu dihitung pencapaian yang disetarakan dengan tingkat pencapaian yang merata. (the equally distributed equivalent achievement = X ede ) dengan formulasi rumus sebagai berikut : X ede = ( P f X f ( 1 ε) + P m X m (1 ε) ) 1/ (1 ε) Di mana X f X m P f P m = Pencapaian perempuan = Pencapaian laki laki = Proporsi populasi perempuan = Proporsi populasi laki laki ε = Parameter penolakan ketimpangan ( = 2 ) Penghitungan kompone - komponen dalam IPJ maupun IDJ memang cukup kompleks dibandingkan dengan IKM maupun IPM. Dengan menggunakan data yang diperoleh dari Sakernas ( Survey Tenaga kerja Nasional) akan dilakukan penghitungan 1. Rasio upah perempuan terhadap upah laki laki di sektor non pertanian (W f ) 2. Menghitung rata rata upah dengan rumusan : W = ( Aec f x W f ) + ( AeC m x 1 ) Di mana Aec f = Proporsi perempuan dalam angkatan kerja yang aktif secara ekonomi Aec m = Proporsi laki-laki dalam angkatan kerja yang aktif secara ekonomi W f = Rasio upah perempuan di sektor non pertanian 94

11 3. Menghitung rasio antara upah untuk masing masing kelompok gender dengan upah rata rata 4. Menghitung upah yang disumbangkan oleh masing masing kelompok gender ( = Income C ) di mana Inc C = Aec ( f/m) x R( f/m) 5. Menghitung proporsi pendapatan yang disumbangkan oleh masing masing kelompok gender ( % Inc C ) dengan rumusan : % Inc C = Inc C ( f/m) / P ( f/m) 6. Menghitung X ede dari % Inc C [ = X ede ( Inc ) ] 7. Menghitung indeks distribusi pendapatan [ = I inc-dis ] I inc-dis = [ ( X ede ( Inc ) x PPP ) PPP min ] / [ PPP max PPP min ] Selanjutnya, dalam penghitungan IPJ dilakukan dengan mengikuti prosedur di bawah ini : Indeks dari masing masing komponen IPJ dihitung dengan formula di atas dengan nilai batas maksimum dan minimum sebagaimana di bawah ini Tabel 6.1. Acuan maksimum dan minimum pada penghitungan IPM Indeks Maksimum Minimum Laki -laki Perempuan Laki -laki Perempuan Angka Harapan hidup 82,5 87,5 22,5 27,5 Angka melek huruf 100,0 100,0 0,0 0,0 Rata rata lama sekolah 15,0 15,0 0,0 0,0 Konsumsi per kapita Rp Rp Sumber : Laporan UNDP, Bappenas dan BPS

12 Menghitung X ede dari tiap indeks Menghitung IPJ dengan rumusan : IPJ = 1/3 [ ( X ede (1) + X ede (2) + I inc dis ] Di mana X ede (1 ) = X ede untuk harapan hidup X ede (2 ) = X ede untuk pendidikan I inc-dis = Indeks distribusi pendapatan 96

13 BOX 6.1 Contoh Penghitungan IPJ di Propinsi Aceh tahun 1999 Komponen Perempuan Laki laki Proporsi penduduk 0,499 0,501 Harapan hidup ( tahun ) 69,6 65,6 Angka Melek huruf ( %) 90,1 96,2 Rata rata lama sekolah ( MYS ) 6,8 7,7 % penduduk yang aktif secara ekonomi 38,4 61,6 (Proporsi dari angkatan kerja) Upah n on pertanian PPP ( Rp 000 ) 562,8 Penghitungan Indeks harapan hidup dan indeks pendidikan : Indeks Harapan hidup Perempuan = ( 69,6 27,5 )/ (87,5 27,5) = 0,70 Laki laki = ( 65,6 22,5 )/ ( 82,5 22,5)= 0,72 Jika ε = 2 maka X ede(1) = [( 0,499) ( 0,70-1 ) + (0,501) ( 0,72-1 ) ] -1 = 0,71 Indeks Melek huruf Perempuan = (90,1 0) / ( ) = 0,901 Laki laki = ( 96,2 0) / ( ) = 0,962 Indeks Lama sekolah Perempuan = ( 6,8 0 ) / ( 15 0 ) = 0,453 Laki laki = ( 7,7 0 ) / ( 15 0 ) = 0,513 Indeks tingkat pendidikan Perempuan = 2/3 ( 0,901 ) + 1/3 ( 0,453) = 0,75 Laki laki = 2/3 ( 0,962 ) + 1/3 ( 0,513) = 0,81 Jika ε = 2, maka : X ede(2) = [ ( 0,499) (0,75) -1 + ( 0,501) (0,81) -1 ] -1 = 0,78 97

14 Perhitungan Indeks Distribusi pendapatan Rasio terhadap upah laki laki di sektor non pertanian Perempuan = 271,929 / 383,423 = 0,709 Laki laki = 1 Rata - rata upah = ( 0,384 x 0,709 ) + ( 0,616 x 1 ) = 0,888 Rasio terhadap rata rata upah Perempuan = 0,709 / 0,888 = 0,798 Laki laki = 1/ 0,888 = 1,126 Sumbangan pendapatan Perempuan = 0,798 x 0,384 = 0,307 Laki laki = 1,126 x 0,616 = 0,693 Proporsi sumbangan pendapatan Perempuan = 0,307/ 0,499 = 0,614 Laki laki = 0,693/ 0,501 = 1,384 Jika ε = 2 maka X ede (inc) = [ ( 0,499) ( 0,614 ) -1 + ( 0,501) (1,384) -1 ] -1 = 0,85 Indeks Distribusi Pendapatan ( I inc-dis ) I inc-dis = [ ( 0,85 x 562,8 ) ( 360)] / [ 737, ] = 0,276 Jadi Indeks Pembangunan Jender adalah IPJ = ( 0,71 + 0,78 + 0,276 ) / 3 = 0,59 atau 59 % Artinya Indeks pembangunan Jender di daerah Aceh adalah sebesar 59 %. 98

15 Hasil penelitian mengenai IPJ yang juga dikenal dengan GDI ( Gender Development Indeks ) di Jawa Tengah memberikan hasil perbandingan antara IPM dengan IPJ sebagai berikut : Tabel 6.2. Perbandingan GDI dan HDI di Jawa Tengah Tahun Gender Development Index Human Development Index ,2 67, ,4 64, ,7 66,3 Dari data table tersebut di atas, diperoleh kenyataan bahwa ternyata Indeks kesehatan, pendidikan dan perekonomian untuk kaum perempuan masih berada di bawah rata-rata Indeks secara nasional. Untuk itu diperlukan adanya kebijakan baik yang bersifat nasional maupun daerah dalam rangka peningkatan kesetaraan gender. Ketertinggalan kaum perempuan dari laki-laki yang berujung pada ketidakadilan gender antara lain dapat berawal dari konstruk patriarkhi masyarakat yang sudah membudaya, depolitisasi kepentingan negara yang terwujud pada sistem negara yang tidak adil terhadap kepentingan kaum perempuan, interpretasi agama yang tidak benar dan kurangnya akses perempuan dalam berbagai kesempatan. Akomodasi kebutuhan riil perempuan sering dipahami hanya sebatas kebutuhan rumah tangga/keluarga, kesehatan termasuk gizi, pendidikan dan ekonomi. Akibatnya banyak institusi perempuan seperti PKK, Dharmawanita, program P2WKSS yang dimaksudkan untuk memberdayakan perempuan justru menimbulkan persoalan baru bagi perempuan, yaitu beban ganda perempuan. Di satu sisi perempuan didorong untuk aktif dalam berbagai aktifitas, tetapi di sisi lain peran tradisional sebagai istri dan ibu tetap dibebankan kepadanya. Akibat lebih jauh adalah terjadinya 99

16 subordinasi, marginalisasi, diskriminasi dan eksploitasi bahkan kekerasan terhadap perempuan. D. INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Selain Indeks Pembangunan Gender, juga dikenal istilah Indeks pemberdayaan gender. Indeks Pemberdayaan Gender ( IDJ ) disusun dari tiga komponen meliputi keterwakilan di parlemen, pengambilan keputusan dan distribusi pendapatan. Dalam penghitungan IDJ, terlebih dahulu dihitung EDEP yaitu Indeks untuk masing masing komponen berdasarkan persentase yang equivalence dengan distribusi yang merata Equally Distributed Equivalence Percentage. Cara penghitungan sumbangan pendapatan untuk IDJ sama dengan penghitungan untuk IPJ sebagai mana telah diuraikan di atas. Selanjutnya, Indeks dari masing masing komponen adalah nilai EDEP nya dibagi 50. Angka 50 dianggap sebagai kontribusi ideal dari masing masing kelompok gender untuk semua komponen IDJ. Komponen pengambilan keputusan disusun dari dua indikator yaitu pekerjaan manajerial dan administrasi, dan pekerjaan profesional dan tehnisi. Nilai indeks pengambilan keputusan untuk tingkat nasional merupakan rata rata dari kedua indikator tersebut. Penggabungan ini penting untuk menghindari kesalahan persepsi dari responden dalam memilih di antara kedua jenis pekerjaan tersebut. Data biasanya diambil dari data Susenas. Data keterwakilan di parlemen diambil dari lembaga pemilihan umum dan DPRD propinsi serta DPRD Kabupaten/ kota. IDJ dihitung berdasarkan rumusan sebagai berikut : IDJ = 1/3 ( I par + I DM + I inc-dis ) Di mana : I par I DM = Indeks keterwakilan di Parlemen = Indeks pengambilan keputusan I inc dis = Indeks distribusi pendapatan 100

17 Secara tehnis, Indeks Pemberdayaan Gender bisa digambarkan sebagai berikut : Gb Indeks Pemberdayaan Gender DIMENSI Partisipasi Politik Partisipasi Ekonomi dan Pengambilan Keputusan Indikator Proposi Perempuan dan laki Proposi laki laki dan perempuan yang laki di Parlemen bekerja sebagai profesional, tehnisi, pemimpin dan tenaga ketatalaksanaan Penguasaan Sumber Daya Ekonomi Perkiraan Penghasilan Perempuan dan laki laki Persentase EDEP untuk keterwakilan di EDEP untuk partisipasi dalam pengambilan EDEP untuk penghasilan Equivalence Parlemen keputusan dg sebaran merata INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER 101

18 BOX contoh Penghitungan IDJ di Propinsi Aceh Komponen Perempuan Laki - laki Proporsi penduduk 0,499 0,501 Keterwakilan di Parlemen 8,3 91,7 Proporsi dari manajer, staff adm, pekerja 54,4 45,6 professional dan tehnisi % Penduduk yang aktif secara ekonomi ( Proporsi 38,4 61,6 dari angkata kerja ) Upah non pertanian 271, ,423 PPP 562,8 Perhitungan Indeks keterwakilan di Parlemen dan Indeks pengambilan keputusan dengan ε = 2 Indeks Keterwakilan di Parlemen I par EDEP par = [ (0,499) (8,3) -1 + ( 0,501) ( 91,7) -1 ] -1 = 15,25 I par = 15,25 / 50 = 0,3 Indeks Pengambilan Keputusan ( I DM ) EDEP DM = [ 0,499) (54,4) -1 + ( 0,500) (45,6) -1 ] -1 = 49,61 I DM = 49,61 / 50 = 0,99 Perhitungan Indeks Distribusi pendapatan Sama dengan yang dilakukan dalam IPJ dan diperoleh hasil I inc-dis = 0,27 Sehingga Indeks Pemberdayaan Gender ( IDJ ) diperoleh : IDJ = 1/3 ( I par + I DM + I inc-dis ) = ( 0,3 + 0,99 + 0,27 ) /3 = 0, 524 Jadi IDJ Propinsi Aceh adalah sebesar 52,4 % 102

19 IDJ juga sering disebut dengan Gender Empowerment Measures (GEM ), yang merupakan perpaduan dari peran perempuan di sector politik dan ekonomi, di Jawa Tengah menunjukkan hasil sebagai berikut : Tabel 6.3. Evaluasi GEM Propinsi Jawa Tengah Tahun Perempuan dalam parlemen Wanita pekerja, professional, pejabat tinggi, manajer INDIKATOR Wanita dalam angkatan kerja Rata rata upah di sector non pertanian P L ,7 40,6 31, ,7 44,7 40,8 186,7 294, ,3 41,2 43,6 313,1 500,0 Dari data pada table di atas terlihat bahwa justru terjadi penurunan pada peran perempuan di Parlemen / legislative yang dikhawatirkan akan menyebabkan semakin jauhnya pembangunan yang berprespektif gender. Di sisi lain peran wanita untuk masuk angkatan kerja juga masih dibawah laki laki, demikian juga dengan rata rata upah yang diperoleh kaum perempuan pada sector non pertanian juga masih kalah jauh dibandingkan kaum laki laki. E. HASIL PENELITIAN TENTANG GENDER DAN KEMISKINAN Salah satu bagian penting ketika membicarakan kemiskinan adalah dari sisi gender adalah bagaimana peran perempuan dalam menyumbang atas pendapatan keluarga dan bagaimana usaha produktif yang bisa dilakukan untuk mengembangkan ekonomi rumah tangga. Pada tahun 2006, Kementrian Kesejahteraan Rakyat bekerjasama dengan Universitas Sebelas Maret melakukan kajian mengenai Efisiensi Pemanfaatan Dana Bantuan Langsung 103

20 bagi Rumah Tangga Miskin. Penelitian yang dilakukan di Propinsi Jawa Tengah tersebut, kaitannya dengan perempuan dan kemiskinan bisa ditunjukkan pada box berikut ini : BOX 6.3 Temuan Kajian atas SLT dari sisi gender a. Dari 241 responden yang berada pada kriteria miskin dan mendekati miskin ternyata 235 orang atau 97,5% mempunyai istri yang bekerja. Adapun sumbangan pendapatan istri terhadap pendapatan keluarga berkisar antara 12,5% sampai dengan 37,5% sebanyak 204 orang atau 86,81%. Sedangkan pada RTM yang sangat miskin hanya 16,07% yang istrinya bekerja. Dari hasil data lapangan ini maka bisa diambil analisis bahwa istri yang bekerja baik dalam sektor formal maupun informal akan memberikan sumbangan yang cukup besar dalam peningkatan ekonomi rumah tangga. b. Berdasarkan hasil olah data di lapangan ternyata 24,3% penerima SLT adalah perempuan dan dari 243 perempuan tersebut 93,42% berstatus sangat miskin. Hal ini disebabkan bahwa yang bekerja dalam rumah tangga tersebut hanya kepala keluarga sedangkan anggota keluarga lain sebagian besar belum atau tidak bekerja. Dan di daerah pedesaan jumlah kesempatan kerja bagi perempuan lebih sedikit dibandingkan dengan laki laki dan pendapatan yang diperolehnya pun relatif lebih kecil pada pekerjaan yang sama. Bertitik tolak dari 2 temuan tersebut di atas, maka pemberdayaan perempuan menjadi salah satu solusi dan titik sasaran atau target yang harus dibidik dalam pengentasan kemiskinan. Pemberdayaan ekonomi ibu rumah tangga ini bisa dilakukan dengan memberikan fasilitasi untuk tambahan modal 104

21 dan peningkatan output melalui organisasi perempuan terkecil dalam rukun tetangga yaitu PKK atau Arisan Dasa Wisma. Dari hasil indept wawancara mengenai gerak PKK dan dasa wisma di desa dan RT ternyata diperolah hasil menggembirakan, bahwa terdapat peningkatan perputaran dana yang cukup signifikan dalam organisasi tersebut. Temuan temua tersebut, kemudian memberikan rekomendasi atas bantuan langsung bersyarat yang akan diberikan kepada perempuan dalam pemberdayaan ekonomi seperti dalam tabel berikut : 105

22 1. Pemberdayaan Perempuan dan keluarga Latar belakang dari Program ini adalah temuan pertama yang berkaitan dengan peran perempuan / istri yang bekerja bagi rumah tangga miskin. Perempuan/ istri bisa diberdayakan dengan harapan akan menambah pendapatan keluarga dan juga meningkatkan kesejahteraan keluarga. Tabel 6.4. Rekomendasi Hasil Kajian Pemanfaatan SLT dari segi pemberdayaan perempuan dan keluarga Tujuan Bentuk Program Penerima Program Memberdayakan ekonomi ibu ibu Pemberian pelatihan usaha Ibu ibu rumah rumah tangga dalam rangka produktif diikuti hibah tangga miskin meningkatkan pendapatan keluarga dana bergulir bagi yang memiliki melalui organisasi perempuan terkecil perempuan anggota dasa usaha produktif di masyarakat yaitu dasa wisma atau wisma atau PKK RT *) atau yang baru PKK RT akan memulai usaha produktif Besaran Dana Disesuaikan dengan jenis usaha dan kebutuhan 1 tahun Jangka waktu 106

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Negara dapat dikatakan maju apabila memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas. Pembangunan sumberdaya manusia sangat penting dan strategis guna menghadapi era persaingan ekonomi

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia Kuliah Pengantar: Indeks Pembangunan Sub Bidang Pembangunan Perdesaan Di Program Studi Arsitektur, ITB Wiwik D Pratiwi, PhD Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015 BPS PROVINSI MALUKU No. 05/010/81/Th. I, 3 Oktober 2016 PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015 Untuk melngkapi penghitungan IPM, UNDP memasukan aspek gender ke dalam konsep pembangunan manusia.

Lebih terperinci

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Sejak tahun 2000, Indonesia telah meratifikasi Millenium Development Goals (MDGs) di bawah naungan Persatuan Bangsa- Bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia, sepakat untuk mengadopsi deklarasi Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia masih perlu mendapat prioritas dalam pembangunan nasional. Berdasarkan laporan United Nation for Development Programme

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun. Sensus penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Millenium Development Goals (MDGs). MDGs berisi delapan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Millenium Development Goals (MDGs). MDGs berisi delapan tujuan 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi salah satunya tercantum dalam Millenium Development

Lebih terperinci

IV.B.14. Urusan Wajib Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

IV.B.14. Urusan Wajib Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 14. URUSAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Pembangunan daerah Kabupaten Wonosobo ditujukan untuk seluruh penduduk tanpa membedakan laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun orang dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan seperti masalah yang tanpa ujung pangkal. Barangkali, peribahasa yang tepat untuk menggambarkan masalah kemiskinan adalah mati satu tumbuh seribu. Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara berkembang, Indonesia turut serta dan berperan aktif dalam setiap kegiatan dan program-program pembangunan yang menjadi agenda organisasi negara-negara

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU Tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan rakyat untuk menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan... 40 Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... 54 Tabel IV.3 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan...

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG DAN KONDISI UMUM

LATAR BELAKANG DAN KONDISI UMUM 1. Latar Belakang dan Kondisi Umum 2. Dasar Hukum 3. Proses Penyusunan RAD 4. Capaian RAD MDGS Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011 2015 5. Permasalahan Pelaksanaan Aksi MDGS 6. Penghargaan yang Diperoleh

Lebih terperinci

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak yang terjadi selama ini adalah

Lebih terperinci

KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI

KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI Budaya PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Infrastruktur dan Lingkungan Hidup KESEHATAN PENDIDIKAN KETAHANAN PANGAN, IKLIM INVESTASI

Lebih terperinci

Secara lebih sederhana tentang IPM dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Angka harapan hidup pd saat lahir (e0)

Secara lebih sederhana tentang IPM dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Angka harapan hidup pd saat lahir (e0) Lampiran 1. Penjelasan Singkat Mengenai IPM dan MDGs I. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 1 Sejak 1990, Indeks Pembangunan Manusia -IPM (Human Development Index - HDI) mengartikan definisi kesejahteraan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional tidak akan terwujud secara optimal tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional tidak akan terwujud secara optimal tanpa adanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan nasional tidak akan terwujud secara optimal tanpa adanya partisipasi aktif segenap komponen masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan. Namun

Lebih terperinci

Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Indikator

Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Indikator Page 1 Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Uraian Jumlah Jumlah Akan Perlu Perhatian Khusus Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan 12 9 1 2 Mencapai Pendidikan Dasar Untuk Semua

Lebih terperinci

(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan

(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan Dr. Hefrizal Handra Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Padang 2014 Deklarasi MDGs merupakan tantangan bagi negara miskin dan negara berkembang untuk mempraktekkan good governance dan komitmen penghapusan

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan TUJUAN 3 Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan 43 Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar

Lebih terperinci

KETIMPANGAN GENDER DIBEBERAPA BIDANG PEMBANGUNAN DI BALI Oleh : Ni Luh Arjani

KETIMPANGAN GENDER DIBEBERAPA BIDANG PEMBANGUNAN DI BALI Oleh : Ni Luh Arjani KETIMPANGAN GENDER DIBEBERAPA BIDANG PEMBANGUNAN DI BALI Oleh : Ni Luh Arjani Abstrak Isu gender tidak hanya merupakan isu regional ataupun nasional, tetapi sudah merupakan isu global. Isu yang menonjol

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

- 1 - GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN - 1 - SALINAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi. Kemiskinan merupakan persoalan kompleks yang terkait dengan berbagai dimensi yakni sosial,

Lebih terperinci

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Tuntutan Kemiskinan terhadap Peran Ekonomi Perempuan Permasalahan keluarga yang ada saat ini didominasi oleh adanya masalah sosial ekonomi

Lebih terperinci

PENGANTAR Pengertian Jender. Wiwik D Pratiwi

PENGANTAR Pengertian Jender. Wiwik D Pratiwi PENGANTAR Pengertian Jender Wiwik D Pratiwi SISTEMATIKA Arti jender Apa perbedaan jender dan seks Bagaimana bentuk hubungan jender? Apakah ketidakadilan jender itu? Apa arti dari jender? Jender berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang direncanakan dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah.pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor penentu maju tidaknya suatu bangsa, bagaimana tingkat pendidikan suatu generasi akan sangat menentukan untuk kemajuan suatu bangsa kedepannya.

Lebih terperinci

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah KATA PENGANTAR Pengarusutamaan Gender telah menjadi garis kebijakan pemerintah sejak keluarnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000. Instruksi tersebut menggariskan: seluruh departemen maupun lembaga

Lebih terperinci

Penelitian Berperspektif Gender. Prof. Dr. Moh. Matsna HS., MA.

Penelitian Berperspektif Gender. Prof. Dr. Moh. Matsna HS., MA. Penelitian Berperspektif Gender Prof. Dr. Moh. Matsna HS., MA. 10 Issu Strategis Nasional 1. Pengentasan kemiskinan. 2. Perubahan iklim, pelestarian lingkungan, keanekaan hayati (biodiversity). 3. Energi

Lebih terperinci

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia Sekilas tentang Profil Nasional untuk Pekerjaan Layak Apa itu Pekerjaan Layak? Agenda Pekerjaan Layak, yang dikembangkan Organisasi (ILO) semakin luas diakui sebagai

Lebih terperinci

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Kondisi Kemiskinan di Indonesia Isu kemiskinan yang merupakan multidimensi ini menjadi isu sentral di Indonesia

Lebih terperinci

Feminisasi Kemiskinan dalam Kultur Patriarki

Feminisasi Kemiskinan dalam Kultur Patriarki Feminisasi Kemiskinan dalam Kultur Patriarki Oleh: Ni Luh Arjani. Abstract Nowaday, the amount of the poor people generally in Indonesia and particularly in Bali is still so high. Most of this poverty

Lebih terperinci

Periode Dasa Warsa Pembangunan Manusia Indonesia Dinamika arah, kebijakan dan sasaran pembangunan manusia dapat ditelusuri secara rinci sejak 1950-an

Periode Dasa Warsa Pembangunan Manusia Indonesia Dinamika arah, kebijakan dan sasaran pembangunan manusia dapat ditelusuri secara rinci sejak 1950-an Periode Dasa Warsa Pembangunan Manusia Indonesia Dinamika arah, kebijakan dan sasaran pembangunan manusia dapat ditelusuri secara rinci sejak 1950-an hingga 2030. Sebelumnya, arah dan sasaran pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Berbagai definisi tentang kemiskinan sudah diberikan oleh para ahli di bidangnya. Kemiskinan adalah suatu keadaan, yaitu seseorang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan pokok yang dialami oleh semua negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah kehilangan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development)

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perencanaan pembangunan dewasa ini, pembangunan manusia senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) dirumuskan sebagai perluasan

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam 10 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengarusutamaan Gender (PUG) 1. Kebijakan Pengarusutamaan Gender Terkait dengan Pengarusutamaan Gender (PUG), terdapat beberapa isitilah yang dapat kita temukan, antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan juga didefinisikan

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.7 April 2013 ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERIODE 2007-2011 H. Syamsuddin. HM ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Nasional telah memberikan kesempatan yang seluasluasnya kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu dalam penerimaan siswa,

Lebih terperinci

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber I. Pendahuluan Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dari delapan tujuan yang telah dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000 adalah mendorong kesetaraan gender dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Sumatera Barat yang identik dengan Minangkabau merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang menganut sistem matrilineal. Masyarakat Minangkabau ini pun merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

POTRET PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER DI KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2015

POTRET PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER DI KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2015 Tema: 6 (Rekayasa Sosial dan Pengembangan Perdesaan) POTRET PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER DI KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2015 Oleh Soetji Lestari 1, Sofa Marwah 2, Oktafiani Catur Pratiwi 3 Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals) adalah Deklarasi Millennium hasil kesepakatan yang ditandatangani oleh kepala negara dan perwakilan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Temuan lembaga riset "The Indonesian Institute" tahun 2014 mencatat, ada tiga hal besar yang masih menjadi persoalan dalam bidang kesehatan di Indonesia. Pertama,

Lebih terperinci

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak i ii Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ISSN : 2089-3531 Ukuran Buku : ISO B5 (17 x 24 Cm ) Naskah : Badan Pusat Sta s k Layout dan Gambar Kulit : Badan Pusat Sta s k Diterbitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

DINAMIKA PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER DI INDONESIA

DINAMIKA PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER DI INDONESIA DINAMIKA PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER DI INDONESIA Muhammad Arif Fahrudin Alfana 1 Desta Fauzan A 2 Warastri Laksmiasri 3 Ayu Rahmaningtias 3 arif.fahrudin@ ugm.ac.id INTISARI Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA DAN STRATEGI PERCEPATAN PENCAPAIAN INDIKATOR-INDIKATOR MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI KABUPATEN JEMBER

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA DAN STRATEGI PERCEPATAN PENCAPAIAN INDIKATOR-INDIKATOR MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI KABUPATEN JEMBER LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH EVALUASI KINERJA DAN STRATEGI PERCEPATAN PENCAPAIAN INDIKATOR-INDIKATOR MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI KABUPATEN JEMBER Kerjasama Penelitian : BADAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara sedang berkembang adalah jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. RAD MDGs Jawa Tengah

DAFTAR ISI. RAD MDGs Jawa Tengah DAFTAR ISI Hal Daftar Isi... ii Daftar Tabel dan Gambar... xii Daftar Singkatan... xvi Bab I Pendahuluan... 1 1.1. Kondisi Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Jawa Tengah... 3 Tujuan 1. Menanggulangi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan gender pada posisi jabatan struktural di Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, yang dilihat

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk miskinnya. Semakin banyak jumlah penduduk miskin, maka negara itu disebut negara miskin. Sebaliknya semakin

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 No. 07/01/31/Th. XV, 2 Januari 2013 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) DKI Jakarta Tahun 2011 A. Penjelasan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembahasan mengenai kesejahteraan merupakan suatu pembahasan yang mempunyai cakupan atau ruang lingkup yang luas. Pembahasan mengenai kesejahteraan berkaitan erat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai inti untuk memahami pembangunan yang paling hakiki antara lain

BAB I PENDAHULUAN. nilai inti untuk memahami pembangunan yang paling hakiki antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan semua proses yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Pada intinya pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses

Lebih terperinci

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY Rike Anggun Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada rikeanggunartisa@gmail.com

Lebih terperinci

IV.B.14. Urusan Wajib Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

IV.B.14. Urusan Wajib Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 14. URUSAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Pembangunan urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan pembangunan yang dapat dinikmati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakangMasalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakangMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakangMasalah Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama membangun daerahnya sendiri. Otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 34 provinsi, tentu memiliki peluang dan hambatannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. 34 provinsi, tentu memiliki peluang dan hambatannya masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dengan berbagai daerah dan kepulauan yang tersebar dalam 34 provinsi, tentu memiliki peluang dan hambatannya masing-masing. Sehingga dibutuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara bertujuan untuk mewujudkan kehidupan seluruh masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera lahir dan batin.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Indeks Pembangunan Manusia Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan manusia menempatkan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA Penduduk Indonesia 231 Juta 49,9% Perempuan Aset dan Potensi,

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan

Lebih terperinci

BAB IV. PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan

BAB IV. PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan BAB IV PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA 4.1. Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan Kelaparan Sejak pengambilan komitmen terkandung dalam Deklarasi Milenium tahun 2000 terkait dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kaum perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena sebagai sumber daya manusia, kemampuan perempuan yang berkualitas sangat diperlukan.

Lebih terperinci

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Capaian Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan indikator dan faktor-faktor penyebab kemiskinan Mahasiswa mampu menyusun konsep penanggulangan masalah kemiskinan

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga

PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga Karya Tulis PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER

STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Jakarta, November 2015 Latar Belakang Forum internasional:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir seluruh Negara di dunia, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs).

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012 No. 12/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) DKI Jakarta Tahun 2012 A. Penjelasan Umum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan Indonesia memiliki peranan dan kedudukan sangat penting sepanjang perjalanan sejarah. Kiprah perempuan di atas panggung sejarah tidak diragukan lagi. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena kemiskinan perdesaan bukan merupakan suatu gejala yang baru.

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena kemiskinan perdesaan bukan merupakan suatu gejala yang baru. 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Fenomena kemiskinan perdesaan bukan merupakan suatu gejala yang baru. Secara absolut jumlah penduduk Indonesia yang masih hidup dibawah garis kemiskinan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas manusia sebagai sumberdaya pembangunan merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat. Indonesia pada September tahun

Lebih terperinci

MDGs. Kebijakan Nasional Penanggulangan Kemiskinan. dalam. Direktorat Penanggulangan Kemiskinan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional September 2007

MDGs. Kebijakan Nasional Penanggulangan Kemiskinan. dalam. Direktorat Penanggulangan Kemiskinan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional September 2007 MDGs dalam Kebijakan Nasional Penanggulangan Kemiskinan Direktorat Penanggulangan Kemiskinan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional September 2007 1 Cakupan Paparan I. MDGs sebagai suatu Kerangka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan salah satu kebijakan pengembangan wilayah yang mencoba merubah sistem sentralistik menjadi desentralistik. Melalui kebijakan ini, diharapkan

Lebih terperinci