Pertanggungjawaban Bank atas Pencatatan Palsu yang Dilakukan oleh Pegawai Bank dalam Penerbitan Surat Keterangan Penolakan (SKP) Bilyet Giro Oleh :

Transkripsi

1 Pertanggungjawaban atas Pencatatan Palsu Dilakukan oleh Pegawai dalam Penerbitan Keterangan Penolakan (SKP) Bilyet Giro Oleh : Hassanain Haykal Abstract as intermediary institutions (intermediacy) has a role in the strategic development of the business activity. In carrying out its role, the bank should be based on the principle of prudence and implement the necessary measures to ensure the observance of the bank against the provisions of the ing Act and the provisions of other legislation, one of which regulation upon the administering Bilyet Giro rejection. In practice, sometimes bank and bank employees are not implementing measures necessary to ensuring observance to the provision in a law, banking namely purposefully performs records related publishing fake affidavits refusal skp ), travel ( bilyet where reason disapproval outlined not conforming to fact or reason proposed by the towing. It certainly will cause legal consequences for the offender in put on criminal sanctions. The problem that need to be assessed is how responsibie of the false bank were conducted by bank employees in publishing affidavits refusal ( bilyet the giro skp ) this is important in order to create a condition of health banking. Keywords : Accountability, False Registration, Issuance Of Certificate Of Rejection (SKP), Bilyet Giro. PENDAHULUAN dalam perkembangan peradaban manusia memiliki peran cukup strategis, khususnya dalam mendukung kegiatan bisnis. Peranan bank cukup strategis dapat dilihat dari kegiatannya dalam menghimpun a dari masyarakat (unit surplus) menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pun bentuk-bentuk lainnya (unit defisit), sehingga bank dapat disebut sebagai lembaga intermediasi. Konsekuensi atas perannya sebagai lembaga intermediasi, maka bank harus mampu memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat terkait aktivitas bisnis, untuk itu bank harus 76 berupaya dalam mengembangkan produkproduk dapat memfasilitasi kemudahan dalam bertransaksi, baik pengembangan produk penaan maupun produk terkait perkreditan, serta jasa-jasa layanan bank lainnya. Dalam mengembangkan produk-produk jasa layanan perbankan, bank mempertimbangkan berbagai aspek, antara lain aspek kemudahan keamanan bagi nasabahnya. Seperti contoh dalam produk penaan, bank memberikan fasilitas bagi nasabah penyimpan a agar dapat memindahkan anya mudah aman kepada rekan bisnis atau pihak lainnya Bilyet Giro. Bilyet Giro adalah yaitu

2 surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan a untuk memindahbukukan sejumlah a dari rekening bersangkutan pada rekening pemegang disebutkan namanya.1 Berkaitan semakin meningkatnya penggunaan Bilyet Giro oleh nasabah bank, maka mengeluarkan berbagai kebijakan bertujuan mengatur kegiatan/transaksi Bilyet Giro, antara lain; Keputusan 28/32/KEP/DIR/1995, Edaran 2/10/DASP/2000 Perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong, Peraturan 8/29/2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek/Bilyet Giro Kosong, Edaran 8/33/DASP/2006 tentang Perubahan Ketiga Edaran 2/10/DASP/2000 Perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong, Edaran 9/13/2007 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek /atau Bilyet Giro Kosong. Pada praktiknya, pemindahbukuan a dari rekening Penarik kepada Pembawa tidak selamanya mudah, Bilyet Giro hendak dicairkan oleh Pembawa kepada seringkali ditolak berbagai alasan. Menurut Edaran 9/13/2007 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek /atau Bilyet Giro Kosong, Salah satu dasar penolakan penolakan Bilyet Giro oleh, yaitu Bilyet Giro diblokir pembayarannya oleh Penarik karena hilang harus dilampiri Keterangan Kepolisian 1 Pasal 1 huruf d Keputusan 28/32/KEP/DIR/1995. Bilyet Giro diblokir pembayarannya oleh instansi berwenang karena diduga terkait tindak pia dilakukan oleh Penarik (harus dilampiri surat pemblokiran dari instansi berwenang)2. Terkait penolakan Bilyet Giro, maka harus melakukan penatausahaan, di mana selain penatausahaan telah ditetapkan oleh, dapat pula mengembangkan sistem penatausahaan penolakan Bilyet Giro sesuai kebutuhannya. Terkait penolakan Bilyet Giro oleh, wajib menerbitkan Keterangan Penolakan (SKP) ketentuan : 1. Jika menolak pembayaran atau pemindahbukuan Bilyet Giro menggunakan alasan di luar ditetapkan oleh, tersebut harus dapat mempertanggungjawabkan penolakan tersebut atas dasar ketentuan perung-ungan berlaku melaporkannya kepada ; 2. wajib memberitahukan alasan penolakan kepada Pemegang disertai pengembalian Bilyet Giro ditolak; 3. wajib memberitahukan alasan penolakan sebagaimana 2 Dalam memproses penolakan Bilyet Giro diblokir pembayarannya oleh instansi berwenang karena Penarik diduga terkait tindak pia, harus mendasarkan pada asli surat pemblokiran Bilyet Giro dari instansi berwenang. 77

3 dimaksud kepada Penarik; 4. wajib menatausahakan penolakan Cek /atau Bilyet Giro ditolak alasan apapun secara lengkap benar. Namun, dalam penerbitan Keterangan Penolakan (SKP) Bilyet Giro pegawai melakukan penatausahaan Bilyet Giro seringkali tidak hati-hati atau bahkan sengaja melakukan pencatatan palsu, di mana alasan penolakan diuraikan di dalam Keterangan Penolakan (SKP) Bilyet Giro tidak sesuai fakta atau alasan pemblokiran diajukan oleh Penarik3 tujuan tertentu, pada akhirnya akan merugikan pihak Pembawa Bilyet Giro. Pebuatan dilakukan oleh pegawai bank sengaja melakukan pencatatan palsu tujuan tertentu tentunya menimbulkan permasalahan hukum tersendiri bagi bank, yaitu bagaimana pertanggungjawaban hukum bagi bank atas pencatatan palsu dilakukan oeh pegawai bank dalam penerbitan Keterangan Penolakan (SKP) Bilyet Giro tersebut. Hal ini perlu dikaji mengingat pengguna jasa layanan bank dalam aktivitas bisnis semakin meningkat perlu aya perlindungan hukum terhadapnya. PEMBAHASAN Pada dasarnya, bank dalam menjalankan akivitas bisnisnya harus melandaskan pada 3 Penarik adalah pemilik rekening atau orang dikuasakan oleh pemilik rekening memerintahkan bank untuk melakukan pembayaran atau pemindahbukuan sejumlah a atas beban rekening pemilik rekening kepada pemegang atau kepada pihak disebutkan namanya dalam Bilyet Giro 78 prinsip kehati-hatian (prudential banking) melaksanakan langkah-langkah diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Ung-ung Perbankan ketentuan peraturan perung-ungan lainnya bagi bank. Secara gramatikal, langkah-langkah diperlukan bermakna tindakantindakan memang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Dikaitkan aya tujuan, maka penafsiran hukum dilakukan secara teleologis (sosiologis). Rumusan pasal ini memiliki tujuan sosial yaitu tercapainya sistem perbankan nasional sehat, didukung oleh ketaatan bank terhadap ketentuan perung-ungan. Langkahlangkah diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam ung-ung perbankan perungung lainnya bagi bank mencakup segala tindakan menjadi kewajiban Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank sebagaimana diatur secara eksplisit dalam peraturan perung-ungan, Peraturan, Edaran, peraturan internal dari bank bersangkutan, ditambah segala tindakan tidak diatur di dalam perung-ungan tertulis, namun berdasarkan kebiasaan kepatutan (diantaranya prinsip Fiduciary Duty (asas kepercayaan), itikad baik kehati-hatian ) menjadi kewajiban dari pihak-pihak tersebut. Apabila langkah-langkah tersebut tidak dilaksanakan, Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank dapat dikenai pertanggungjawaban pia.

4 Kegiatan bank lainnya mestilah diukur rambu-rambu hukum sebagai berikut:4 1. Kegiatan bank tersebut haruslah safe. Maksudnya kegiatankegiatan bersangkutan haruslah tidak boleh membawa risiko substansial (substantive risk) kepada bank. Jadi, bank tidak boleh melakukan kegiatan misalnya bersifat sangat spekulatif; 2. Kegiatan bank tersebut haruslah sound. Maksudnya adalah bahwa kegiatan bank tersebut haruslah layak digolongkan sebagai kegiatan suatu bank. Jadi, bank tidak boleh berbisnis sama sekali tidak ada hubungannya dunia perbankan Ung-ung Perbankan tidak secara eksplisit mendefinisikan pengertian dari prinsip kehati-hatian. Namun jika dilihat dari letak pengaturannya, prinsip kehatihatian diatur dalam Pasal 29 UU Perbankan, terletak dalam Bab V UU Perbankan tentang Pembinaan Pengawasan. Hal ini berarti, ketentuan prudent banking adalah bagian dari pembinaan pengawasan bank. Menurut Anwar Nasution, ketentuan prudent banking termasuk dalam ruang lingkup pembinaan bank dalam arti sempit.5 4 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Berdasarkan Ung-ung Tahun, Buku Kesatu, Bandung: PT. Aditya Bakti, Anwar Nasution, Pokok-pokok Pikiran tentang Pembinaan Pengawasan Perbankan dalam rangka Pemantapan Kepercayaan kepada Masyarakat terhadap Industri Perbankan, Makalah disampaikan pada Seminar tentang Pertanggungjawaban terhadap Nasabah, Terkait pencatatan palsu dilakukan oleh pegawai bank dalam penerbitan Keterangan Penolakan (SKP) Bilyet Giro perlu dipahami terlebih dahulu makan pencatatan palsu. Untuk memahami makna pencatatan palsu sebagaimana dimaksud perlu dilakukan langkah-langkah interpretasi atau penafsiran hukum, mengingat tidak aya penjelasan secara tegas mengenai makna pencatatan palsu. Apabila istilah pencatatan palsu ditafsirkan secara gramatikal, maka pencatatan palsu berarti segala jenis pelaporan/pembukuan/ pencatatan dibuat secara tidak benar, sehingga apa dilaporkan/dibukukan/dicatatkan tidak menunjukan transaksi sebenarnya terjadi. Berdasarkan penafsiran tersebut dapat dikatakan bahwa pencatatan palsu berarti suatu pencatatan secara formil benar jelas dilakukan, namun dari segi materil tidak terjadi transaksi apapun atau transaksi dimaksud tidak sesuai pencatatan formilnya. Akibat dari pencatatan palsu sebagaimana diuraikan di atas, akan menimbulkan konsekuensi hukum, baik bagi pelaku itu sendiri maupun bagi bank sebagai lembaga keuangan tunduk patuh terhadap peraturan perung-ungan maupun kebijakan, karena dianggap tidak melaksanakan Langkahlangkah diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam ung-ung perbankan perungung lainnya. Bagi pelaku dapat dikenakan sanksi pia, segkan bagi bank dapat dikenakan sanksi administratif berdasarkan Ung-Ung Departemen Kehakiman, BPHN, Hotel, Jakarta, tanggal Juni 1997, hlm. 2 79

5 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Ung-Ung 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Penerapan Sanksi Pia Bagi Pelaku/Pegawai Sanksi hukum (dalam arti sempit) adalah sanksi atau hukuman dijatuhkan pada seseorang melanggar hukum. Sanksi hukum berbeda sanksi sosial, di mana sanksi hukum diatur oleh hukum, baik mengenai ruang lingkup, cara pelaksanaan, takaran berat ringannya hukuman maupun upaya tersedia bagi tersangka untuk membuktikan ketiadaan kesalahannya, atau tertuduh untuk menangkis atau menangkal tuduhan dijatuhkan paya.6 Terkait pencatatan palsu, sebagaimana tercantum dalam Pasal 49 Ayat (1) huruf a bahwa Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank sengajamembuat atau menyebabkan aya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank diancam pia penjara sekurangkurangnya 5 (lima) tahun paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurangkurangnya Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah) paling banyak Rp ,00 (dua ratus miliar rupiah), segkan Pasal 49 Ayat 2 huruf b Ung-Ung 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Ung-Ung 7 Tahun 1997 tentang Perbankan, menyatakan bahwa tidak melaksanakan langkah-langkah 6 Mochtar Kusumaatmadja B. Arief Sidharta. Pengantar Ilmu Hukum (Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum). Bandung: Alumni, 2000, hlm diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Ung-ung ini ketentuan peraturan perungungan lainnya berlaku bagi bank, diancam pia penjara sekurangkurangnya 3 (tiga) tahun paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurangkurangnya Rp ,00 (lima miliar rupiah) paling banyak Rp ,00 (seratus miliar rupiah). Sanksi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 49 Ung-Ung 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Ung-Ung 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mencakup sanksi pia penjara denda secara kumulatif. Sesuai tujuannya, pencantuman sanksi pia dalam ung-ung tersebut dimaksudkan pada kepentingan lebih utama yaitu kepentingan umum atau kepentingan masyarakat, mengingat bank pada prinsipnya adalah lembaga mengelola uang masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, maka bagi pelaku/pegawai bank sengaja melakukan pencatatan palsu diancam pia penjara sekurang- kurangnya 5 (lima) tahun paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurangkurangnya Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah) paling banyak Rp ,00 (dua ratus miliar rupiah) untuk perbuatannya tidak melaksanakan ketaatan terhadap peraturan perung-ungan dapat diancam pia penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp ,00 (lima miliar rupiah) paling banyak Rp ,00 (seratus miliar rupiah).

6 Sanksi Administratif Bagi Di samping sanksi pia terdapat sanksi-sanksi lain dianggap mampu memiminimalisir penyimpangan terhadap norma diatur dalam perungungan, yaitu sanksi administratif. Dalam implementasinya, aturan itu memuat perintah, larangan, kewajiban. Aturan tersebut memiliki makna sebagai hukum manakala dapat dipaksakan kepada setiap orang, yaitu berupa tindakan disebut sanksi. Sanksi demikian penting dalam hukum, termasuk dalam hukum administrasi. Sanksi-sanksi hukum administrasi khas antara lain adalah: a. Bestuurdwang (paksaan pemerintah); b. penarikan kembali keputusan (ketetapan) menguntungkan (izin lain-lain); c. Pengenaan denda; d. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom). Wewenang menerapkan sanksi administrasi pada dasarnya merupakan discretionary power atau kewenangan bebas. Oleh karena itu, pemerintah diberi wewenang untuk mempertimbangkan menilai apakah menggunakan ataukah tidak menggunakan wewenang tersebut. Pemerintah dapat saja tidak menggunakan wewenang menerapkan sanksi (nonenforcement) berbagai pertimbangan, misalnya karena alasan: a. dapat membahayakan sistem perbankan secara keseluruhan; b. secara ekonomi tidak menguntungkan; instrumen paksaan tidak memadai; tidak ada kemampuan untuk menimbulkan daya paksa; c. aya keraguan pemerintah tentang apakah suatu pelanggaran hukum atau bukan; d. aya upaya-upaya lain lebih efektif, efisien, menimbulkan efek jera bagi pelaku; e. lain-lain alasan secara obyektif rasional tidak dimungkinkannya penerapan sanksi adminstrasi. Terkait tidak dilaksanakannya langkahlangkah diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam ung-ung perbankan perungung lainnya sehubungan pencatatan palsu dilakukan oleh pegawai bank dalam penerbitan Keterangan Penolakan (SKP) berdasarkan Pasal Pasal 52 Ung-Ung 10 Tahun 1998, bahwa tidak mengurangi ketentuan pia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 47A, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50A, dapat menetapkan sanksi administratif kepada bank tidak memenuhi kewajibannya, atau Pimpinan dapat mencabut izin usaha bank bersangkutan. Sanksi administratif antara lain adalah: a. Denda uang; b. Teguran tertulis; c. Penurunan tingkat kesehatan bank; d. Larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring; e. Pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan; f. Pemberhentian pengurus bank selanjutnya menunjuk mengangkat pengganti sementara 81

7 sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti tetap persetujuan ; g. Pencantuman anggota, pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di big Perbankan. Mochtar Kusumaatmadja B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum (Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum), Bandung: Alumni, Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Berdasarkan Adapun Pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif ditetapkan oleh. PENUTUP Secara administratif bank dapat dikenakan pertanggungjawaban atas pencatatan palsu dilakukan oleh pegawai bank dalam penerbitan surat Keterangan Penolakan (SKP) Bilyet Giro, mengingat bank dianggap tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian melaksanakan langkah-langkah diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam ung-ung perbankan perung-ung lainnya, serta tidak melaksanakan pembinaan pengawasan terhadap pegawainya. Penerapan sanksi admnistratif terhadap bank menjadi penting selain sanksi pia dikenakan terhadap pelaku (pegawai bank), hal ini guna menciptakan kondisi perbankan sehat terciptanya perlindungan hukum terhadap nasabah maupun pihak lain pengguna jasa layanan bank. Tahun Ung-Ung 1998, (Buku Kesatu), Bandung: Citra Aditya Bakti, Parson, Talcott, The Social System, New York: The Free Press, Setiyono, Kejahatan Korporasi (Analisis Viktimologis Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pia ), Jakarta: Bayu Media, Sudarto, Hukum Hukum Pia, Bandung: Alumni, Peraturan Perung-ungan Ung-Ung 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UngUng 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Keputusan 28/32/KEP/DIR/1995. DAFTAR PUSTAKA Peraturan 8/29/2006 tentang Daftar Hitam Nasional. Buku Marulak Pardede, Hukum Pia Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Edaran 2/10/DASP/2000 Perihal Tata Usaha

8 Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong Penarik Cek/Bilyet Giro Kosong. Edaran 8/33/DASP/2006 tentang Perubahan Ketiga Edaran 2/10/DASP/2000 Perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong. Edaran 9/13/2007 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek /atau Bilyet Giro Kosong. Lainnya Anwar Nasution, Pokok-pokok Pikiran tentang Pembinaan Pengawasan Perbankan dalam rangka Pemantapan Kepercayaan kepada Masyarakat terhadap Industri Perbankan, Makalah disampaikan pada Seminar tentang Pertanggungjawaban terhadap Nasabah, Departemen Kehakiman, BPHN, Hotel, Jakarta,