BAB 2 LANDASAN TEORI. dari tema yang diangkat, penjelasan secara umum dari permasalahan yang terjadi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI. dari tema yang diangkat, penjelasan secara umum dari permasalahan yang terjadi"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI Bab 2 ini berisi tentang variabel yang berkaitan dengan penelitian, penjelasan dari tema yang diangkat, penjelasan secara umum dari permasalahan yang terjadi pada proyek, teori yang menjelaskan bagaimana penyelesaian terhadap masalah tersebut, yang kemudian dari semua hal tersebut didapatkan hipotesis. 2.1 Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini berkaitan dengan keadaan eksisting kawasan Kampung Pulo, peremajaan kawasan Kampung Pulo, jumlah penduduk Kampung Pulo per-ha, perilaku keseharian warga Kampung Pulo. 2.2 Definisi Sustainable Neighbourhood (Lingkungan yang berkelanjutan) Untuk mencapai lingkungan yang berkelanjutan di perkotaan antara lain harus memenuhi 3 pilar yaitu aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Salim, Emil (2010). Pembangunan berkelanjutan menurut Brundtland Report dari PBB, 1987 yang dikutip dari website wikipedia adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan". 15

2 Redevelopment (Peremajaan) Menurut Danisworo dalam Sihono (2003), redevelopment adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran sarana dan prasarana pada sebagian atau seluruh kawasan tersebut yang telah dinyatakan tidak dapat dipertahankan lagi kehadirannya. Biasanya, dalam kegiatan ini terjadi perubahan secara struktural terhadap peruntukan lahan, profil sosial ekonomi, serta ketentuan-ketentuan pembangunan lainnya yang mengatur intensitas pembangunan baru. Peremajaan berdasarkan Panduan Pelaksanaan Peremajaan Pemukiman Perkotaan yang disusun oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya (2007) yaitu sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kualitas melalui kegiatan perombakan dengan perubahan yang mendasar dan penataan yang menyeluruh terhadap kawasan hunian yang tidak layak huni tersebut Pemukiman Kumuh Berdasarkan Dinas Tata Kota DKI tahun 1997 dalam Gusmaini (2012) dikatakan bahwa pemukiman kumuh merupakan pemukiman berpenghuni padat, kondisi sosial ekonomi umumnya rendah, jumlah rumah sangat padat, ukurannya dibawah standard, prasarana lingkungan hampir tidak ada, tidak memilki persyaratan teknis dan kesehatan, umumnya dibangun diatas tanah negara atau milik orang lain, tumbuh tidak terencana dan biasanya berada di pusat-pusat kota. Kriteria lingkungan pemukiman berdasarkan Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (2001):

3 17 1. Lokasinya bisa berada atau tidak berada pada peruntukan perumahan dalam RUTR/RDTR Kota atau Kabupaten. Dalam hal tidak pada peruntukan perumahan, perlu dilakukan review terhadap rencana tata ruang atau rencana turunannya. 2. Kondisi lingkungan permukimannya sangat kumuh (langka prasarana/sarana dasar, sering kali tidak terdapat jaringan jalan lokal ataupun saluran pembuangan atau pematusan) 3. Kepadatan nyata diatas 500 jiwa/ha untuk kota besar dan sedang, dan diatas 750 jiwa/ha untuk kota metro. 4. Lebih dari 60% rumah tidak/kurang layak huni, dengan angka penyakit akibat buruknya lingkungan permukiman cukup tinggi (ISPA, diarhee, penyakit kulit dll) 5. Intensitas permasalahan sosial kemasyarakatan cukup tinggi (urban crime, keresahan serta kesenjangan yang tajam, dll). 2.3 Kaitan Redevelopment dengan Permukiman Kumuh Peremajaan permukiman kumuh adalah kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan harkat masyarakat berpenghasilan rendah, yang dilakukan melalui penataan dan perbaikan kualitas yang lebih menyeluruh terhadap kawasan hunian yang sangat kumuh. Ada beberapa ketentuan untuk mewujudkan suatu permukiman yang baik menurut Sinulingga dalam Nova, Elly L. (2010), yaitu: a. Lokasinya sedemikian rupa sehingga tidak terganggu oleh kegiatan lain, seperti pabrik, yang pada umumnya dapat memberikan dampak pada pencemaran udara atau pencemaran lingkungan lainnya.

4 18 b. Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, dan perdagangan yang dapat dicapai dengan membuat jalan dan sarana transportasi di permukiman tersebut. Akses ini juga harus mencapai perumahan secara individual melalui jalan lokal. c. Mempunyai fasilitas drainase yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat dan tidak sampai menimbulkan genangan air walaupun hujan yang lebat sekalipun. Hal ini hanya mungkin jika sistem drainasedi permukiman tersebut dapat dihubungkan dengan saluran pengumpul atau saluran utama dari sistem perkotaan. d. Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa saluran distribusi yang siap disalurkan ke masing-masing rumah. Ada juga lingkungan yang belum mempunyai jaringan distribusi sehingga apabila ingin membangun perumahan harus mengadakan pembangungan jaringan distribusi dulu atau mengadakan pengolahan air sendiri. e. Dilengkapi dengan fasilitas pembuangan air kotor/ tinja yang dapat dibuat dengan sistem individual seperti tangki septik dan lapangan rembesan ataupun tangki septik komunal. f. Pemukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur agar lingkungan permukiman tetap nyaman. g. Dilengkapi fasilitas umum, seperti taman bermain bagi anak-anak, lapangan atau taman, tempat ibadah, pendidikan, dan kesehatan yang disesuaikan dengan skala besarnya permukiman. h. Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.

5 Teori yang Berkaitan Geoffrey Broadbent dalam buku Design in Architecture (1973), mengemukakan suatu pemahaman, bahwa: untuk perwujudan arsitektur, terdapat 3 (tiga) aspek atau sistim yang perlu ditinjau, yaitu: lingkungan, bangunan dan manusia. Aspek manusia meliputi aspek perilaku manusia di dalamnya dan mempengaruhi tatanan susunan ruang sehingga membentuk program ruang. Pada aspek bangunan meliputi pengembangan tapak, bentuk bangunan, system struktur, dan material. Pada aspek lingkungan meliputi blok plan dan system kontrol lingkungan beserta faktor lingkungan apa saja yang mempengaruhi desain bangunan. Teori Geoffrey Broadbent ini nantinya dapat digunakan dalam proses analisis. The New Urbanism menurut Peter Kartz dalam Marwati Gundhi (2008), bertujuan untuk menciptakan konsep perencanaan lingkungan yang mempunyai visi ke masa depan dengan mengkombinasikan keadaan masa lampau, sekarang dan masa yang akan datang. Memiliki kecenderungan memelihara dan melestarikan lingkungan yang berkelanjutan. Komponen pembentuk lingkungan berupa taman, lapangan terbuka difungsikan sebagai pusat lingkungan. Komponen pertokoan, sebagai pembatas lingkungan/kawasan, atau batas-batas lingkungan/kawasan berupa unsurunsur alami,yaitu sungai atau jalan. Teori ini digunakan untuk mengarahkan peneliti menuju konsep perancangan. Figure Ground Theory, Figure/ground adalah alat yang sangat baik untuk mengidentifikasikan sebuah tekstur dan pola-pola sebuah tata ruang perkotaan (urban fabric), serta mengidentifikasikan masalah keteraturan

6 20 massa/ruang perkotaan. (Zahnd, 1999:79). Teori ini membantu peneliti dalam proses analisa lingkungan. 2.5 Cara Mengatasi Permasalahan Permukiman Kumuh Menurut Cheema dalam Nova, Elly L. (2010) pembangunan kota, pemerintah di negara berkembang memiliki 3 tipe kebijaksanaan untuk mengatasi masalah kemiskinan kota, yaitu: (1) Menggusur perkampungan kumuh dan rumah-rumah liar yang ada; (2) Mengurangi jumlah daerah perkampungan miskin dengan memindahkan mereka dan menempatkan kembali di daerah baru di luar kota; (3) Melegalisasi perkampungan kumuh dengan renovasi struktur yang ada dan memberikan bantuan dalam perbaikan lingkungan perumahan mereka. Menurut Komarudin dalam Nova, Elly L. (2010), ada lima alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah permukiman kumuh dengan peremajaan lingkungan kumuh, antara lain : 1. Program perbaikan kampung. Program perbaikan kampung seperti yang sudah pernah dilakukan yang lebih dikenal dengan proyek MHT (Muhammad Husni Thamrin), proyek ini saat awal berhasil namun memerlukan dana yang cukup besar dan untuk saat ini semakin padatnya pemukiman maka pelaksanaan proyek MHT dinilai tidak efisien. 2. Relokasi dan penataan lingkungan permukiman kumuh dengan membangun rumah susun sederhana yang disewakan kepada penghuni lama. 3. Penataan daerah kumuh dengan memasukkan Perumnas yaitu penghuni lama menyewa dengan biaya murah sebesar operating cost saja.

7 21 4. Pembangunan rumah susun sederhana yaitu penghuni lama diberi ganti rugi yang cukup untuk membayar uang muka KPR. 5. Pembebasan tanah dan melibatkan peran serta swasta yaitu pembangunan lingkungan permukiman kumuh menjadi kawasan permukiman, pertokoan, perkantoran dan perdagangan. Sebagai contoh untuk Best Practice yang disadur dari Book of CODI update dengan tema Community Upgrading Projects yang dipublikasikan oleh Community Organizations Development Institute, Thailand Edisi Maret 2008 Nomor 5 halaman 10 dalam dalam Nova, Elly L. (2010). Di pemerintah negara berkembang seperti di Thailand tersebut yang telah mencanangkan Slum Upgrading dengan berbagai alternatif yang telah dilaksanakan di negara tersebut. Beberapa alternatif penanganan permukiman kumuh yang telah dilaksanakan di Negara Thailand tersebut, yaitu: 1. On-site Upgrading, yaitu penataan kembali atau peremajaan permukiman kumuh tanpa memindah lokasikan tempat tinggal yang terdapat di permukiman tersebut, seperti pembangunan dan perbaikan tempat tinggal, lingkungan permukiman, jalan lingkungan dan ruang terbukanya. Dan proses ini melibatkan masyarakatnya secara langsung. 2. On-site Reblocking, yaitu penataan kembali atau peremajaan permukiman kumuh dengan mengubah pola permukiman dari tidak teratur menjadi teratur dengan block-block perumahan. Upaya ini untuk menata perumahan yang tidak teratur dan membangun jalan utama, jalan lingkungan, saluran drainase, jaringan listrik dan jaringan air bersih. Namun dalam menata permukiman ini ada beberapa hunian yang

8 22 harus dipugar dan dibangun kembali untuk membentuk suatu blok perumahan di lokasi yang sama. 3. On-site Reconstruction, yaitu mengubah total permukiman yang tidak teratur dengan membongkar dan membangun kembali permukiman yang sama di lokasi yang sama. Tahapan pertama adalah persetujuan masyarakat dipermukiman kumuh tersebut untuk dilakukan pemugaran dan pembangunan kembali serta dana yang dialokasikan untuk pemugaran dan pembangunan tersebut sudah harus ada. Untuk kemudian dibangun permukiman yang tertata berikut sarana dan prasarana permukimannya. Peremajaan permukiman kumuh ini telah dilaksanakan di permukiman di Bonkai, Bangkok, yang merupakan permukiman kumuh terbesar di kota ini dengan memugar keseluruhan permukiman dan dibangun kembali permukiman tersebut di lokasi yang sama berupa rumah-rumah susun. 4. Land sharing, yaitu mengubah total dalam lingkup kawasan permukiman yang tidak teratur dengan memugar seluruhnya dan membangun kembali dengan membagi fungsi kawasan tersebut menjadi kawasan permukiman yang tertata dan kawasan komersial di lokasi yang sama. Hal ini ditinjau dari aktivitas di permukiman tersebut berupa rumah-rumah tinggal, pertokoan ataupun perkantoran. 5. Nearby or not-so-nearby Relocation, yaitu merelokasi sebuah kawasan permukiman kumuh ke lokasi yang baru, baik lokasi itu dekat atau jauh dari lokasi yang lama. Ini disebabkan karena tidak sesuai dengan tata guna lahan, dan terkait dengan kepemilikan lahan.

9 Ketentuan tatacara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan Berdasarkan Standar Nasional Indonesia terdapat asumsi dan kebutuhan informasi yang dicantumkan dalam SNI , sebagai berikut: Data dasar lingkungan perumahan 1 RT : terdiri dari jiwa penduduk 1 RW : jiwa penduduk terdiri dari 8-10 RT 1 kelurahan : jiwa penduduk terdiri dari RW 1 kecamatan : jiwa penduduk terdiri dari 4-6 kelurahan 1 kota : terdiri dari sekurang-kurangnya 1 kecamatan Persyaratan dan kriteria Hunian bertingkat (rumah susun), dapat dikembangkan pada kawasan lingkungan perumahan yang direncanakan untuk kepadatan penduduk > 200 jiwa/ha, berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah atau dokumen lainnya, yaitu kawasan-kawasan: a. Pusat kegiatan kota b. Kawasan-kawasan dengan kondisi kepadatan penduduk sudah mendekati atau melebihi 200 jiwa/ha c. Kawasan-kawasan khusus yang karena kondisinya memerlukan rumah susun, seperti kawasan-kawasan industri, pendidikan dan campuran. Kebutuhan ruang dan lahan Kebutuhan lahan bagi sarana pada unit RW (2.500 jiwa penduduk), berdasarkan SNI

10 24 Kebutuhan sarana pendidikan dan pembelajaran diambil dari SNI dalam SNI Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan, berdasarkan pada: Tabel 2.1 Sarana yang dibutuhkan untuk 1 RW Sarana Luas lahan min. (m²) Balai pertemuan warga 300 Pos hansip 12 Gardu listrik 30 Telepon umum, kotak pos surat, bak 30 sampah kecil Parkir umum (standar satuan parkir= m²) Sumber: SNI Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan Tabel 2.2 Kebutuhan sarana pendidikan dan pembelajaran No. Jenis Sarana Jumlah Pendud uk Penduk ung (jiwa) 1. TK Kebutuhan Per Satuan Sarana Luas Luas Lantai Lahan Min. Min. (m²) (m²) 216 termasuk rumah penjaga 36 m² Standard (m²/jiw a) 500 0,28 2. SD ,25 Radius pencapai an Kriteria Lokasi dan penyele saian Di tengah kelompok warga. Tidak menyebrang jalan raya. Bergabung dengan taman sehingga terjadi pengelompokkan kegiatan. 3. SMP ,88 Dapat dijangkau dengan kendaraan 4. SMA ,6 5. Taman bacaan umum. Disatukan dengan lapangan olahraga. Tidak harus selalu dipusat lingkungan ,09 Di tengah kelompok warga tidak menyebrang jalan lingkungan. Keterangan 2 rombongan murid dapat bersatu dengan sarana lain Kebutuhan harus berdasarkan perhitungan dengan rumus 2, 3, dan 4. Dapat digabung dengan sarana pendidikan lain, misal SD, SMP, SMA dalam sau komplek Sumber: SNI Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

11 2.7 Sistematika Pembahasan Tujuan Peremajaan permukiman Kampung Pulo dengan membangun rumah susun. Pendahuluan -Permasalahan umum permukiman perkotaan di Jakarta -Penjelasan pemilihan lokasi -Permasalahan di lokasi BAB 1 Latar Belakang Permasalahan, Latar Belakang Pemilihan Lokasi Landasan Teori -Definisi yang berkaitan dengan topik -Definisi permukiman kumuh -Kriteria permukiman kumuh -Teori-teori yang berkaitan BAB 2 Teori terkait permukiman kumuh, Hipotesis Metode Penelitian -Cara pengumpulan data -Proses pengolahan data BAB 3 Proses mencari data Hasil dan Bahasan Analisa Manusia -Karakteristik Penduduk -Sosial-Ekonomi Penduduk -Struktur Penduduk -Aktifitas&Waktu Kegiatan -Status Kepemilikkan Analisa Lingkungan -Sirkulasi dalam tapak -Pencapaian Tapak -Kegiatan sekitar Tapak -Sosial-Ekonomi sekitar -Matahari -Angin -Kebisingan -Utilitas Tapak Analisa Tapak&Bangunan -Zoning Tapak -Zoning Bangunan -Orientasi Massa -Sirkulasi dalam tapak (Pola jalan, Pola hijau, Pola penyebaran fasilitas) -Tipe unit hunian rumah susun -Modul Struktur -Utilitas -Block Plan Kesimpulan dan Saran BAB 4 Analisa data-data disertai kesimpulan sementara BAB 5 Rangkuman dari hasil analisa dan saran bagi peneliti selanjutnya

12 Kerangka Berpikir JUDUL TUGAS AKHIR Peremajaan Pemukiman Kampung Pulo dengan Pendekatan Urban Kampung Latar Belakang Masalah Kampung Pulo semakin padat dan kumuh Maksud dan Tujuan Menata kembali pemukiman padat dan kumuh di Kampung Pulo dengan memahami perilaku pola ruang urban kampung. Permasalahan Warga membangun rumah asal jadi dan terbiasa membuang sampah sembarangan. Tumbuhnya permukiman kumuh dan padat Sungai Ciliwung yang sering kali meluap dan merendam rumah warga dengan ketinggian 3-7m Analisa Mengumpulkan data-data permasalahan berdasarkan survei lapangan. literatur, membaca teori-teori mengenai pemukiman kumuh dan arsitektur berkelanjutan Konsep Bangunan dan Lingkungan Homey dan Sustainable SKEMATIK DESAIN PERANCANGAN

13 Hipotesis Berdasarkan pada teori The New Urbanism dapat dikatakan bahwa penanganan pemukiman kumuh yang cocok untuk Kampung Pulo adalah On-site Reconstruction. Hal ini didukung juga oleh RTRW 2030 yang memberi tanda pada kawasan Kampung Pulo dengan warna kuning yaitu sebagai hunian. Gambar 2.1 RTRW 2030 Wilayah Kampung Pulo Sumber: website resmi Dinas Tata Kota DKI Jakarta Metode yang digunakan untuk membuktikan bahwa On-site Reconstruction cocok untuk Kampung Pulo adalah metode analisis dari Geoffrey Broadbent yang melingkupi 3 (tiga) aspek yaitu aspek manusia, aspek lingkungan dan aspek tapak-bangunan. Bangunan yang cocok dalam site adalah rumah susun dikarenakan lahan yang tidak cukup luas untuk menampung banyaknya penduduk yang tinggal. Guna membentuk rasa nyaman masyarakat untuk tinggal di rumah susun maka penelitian didasarkan pada perilaku urban kampung dan seperti yang dikutip dari Seminar Nasional Perumahan Strategi Percepatan Pembangunan Perumahan Nasional pada tanggal 15 Desember 2008 dengan pembicara Ir. Indartoyo, MSA

14 28 dinyatakan bahwa dalam upaya menghadirkan rumah susun yang berdampak positif bagi masyarakat, Johan Silas (2004) mengatakan bahwa kita harus memiliki prinsip the show must go on. Artinya rumah susun haruslah merupakan show yang enak dan menarik untuk ditonton, serta disukai oleh masyarakat luas. Selanjutnya John FC Turner dalam bukunya Housing by People (1976) mengatakan bahwa dalam merancang rumah susun, secara prinsip berbeda dengan merancang bangunan lain, karena; Dalam merancang rumah susun, yang penting bukan apanya, tetapi bagaimana rumah susun tersebut dapat memberi dampak positif bagi penghuninya. Dalam proses perancangan, calon penghuni harus diberi kesempatan, untuk dapat terlibat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga hasil yang dicapai dapat sesuai dengan maksud dan tujuannya, serta bermanfaat bagi masyarakat. Keputusan yang diambil dengan melibatkan partisipasi warga, hasilnya akan jauh lebih baik, dari pada keputusan yang diambil tanpa melibatkan masyarakat. Dengan demikian, pembangunan rumah susun yang memperhatikan budaya lokal, pola hidup calon penghuni, kondisi lingkungan, memenuhi standar layak pakai, tidak terkesan murah, dan pada proses perancangan maupun pengelolaan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan, ternyata hasilnya lebih berhasil, dari pada rumah susun yang dibangun tanpa memperhatikan budaya lokal, tidak memenuhi standar arsitektur, terkesan murah dan tidak melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan.

PEREMAJAAN PEMUKIMAN KAMPUNG PULO DENGAN PENDEKATAN PERILAKU URBAN KAMPUNG

PEREMAJAAN PEMUKIMAN KAMPUNG PULO DENGAN PENDEKATAN PERILAKU URBAN KAMPUNG PEREMAJAAN PEMUKIMAN KAMPUNG PULO DENGAN PENDEKATAN PERILAKU URBAN KAMPUNG Jesieca Siema, Michael Tedja, Indartoyo Universitas Bina Nusantara, Jl. K.H. Syahdan No. 9, Kemanggisan, Jakarta Barat 11480,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. dalam mengumpulkan data harus dilakukan studi lapangan, survei atau. observasi ke tapak secara langsung.

BAB 3 METODE PENELITIAN. dalam mengumpulkan data harus dilakukan studi lapangan, survei atau. observasi ke tapak secara langsung. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini berkaitan dengan sosio-arsitektur yaitu hubungan antara perilaku sosial masyarakat dengan hunian nya, bukan hanya pada hunian kecil nya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dengan kompleksitas permasalahan yang ada di tambah laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun membuat kebutuhan perumahan di perkotaan semakin meningkat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat urbanisasi. Tingkat urbanisasi yang tinggi berakibat pada ruang fisik

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat urbanisasi. Tingkat urbanisasi yang tinggi berakibat pada ruang fisik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya kemajuan perekonomian di Jakarta, menyebabkan tingginya tingkat urbanisasi. Tingkat urbanisasi yang tinggi berakibat pada ruang fisik kota, yang mulanya lahan

Lebih terperinci

Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.

Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah susun ini dirancang di Kelurahan Lebak Siliwangi atau Jalan Tamansari (lihat Gambar 1 dan 2) karena menurut tahapan pengembangan prasarana perumahan dan permukiman

Lebih terperinci

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo Felicia Putri Surya Atmadja 1, Sri Utami 2, dan Triandriani Mustikawati 2 1 Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENANGANAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH DI PUSAT KOTA BANDUNG KELURAHAN NYENGSERET

BAB IV ANALISIS PENANGANAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH DI PUSAT KOTA BANDUNG KELURAHAN NYENGSERET BAB IV ANALISIS PENANGANAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH DI PUSAT KOTA BANDUNG KELURAHAN NYENGSERET 4.1 Analisis Deskriptif Beberapa Aspek Kawasan Sebelum masuk kepada analisis relevansi konsep penanganan permukiman

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Menurut Avelar et al dalam Gusmaini (2012) tentang kriteria permukiman kumuh, maka permukiman di Jl. Simprug Golf 2, Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang termasuk dalam 14 kota terbesar di dunia. Berdasarkan data sensus penduduk dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2009 Jakarta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Struktur penelitian ini berhubungan dengan ekologi-arsitektur yaitu hubungan interaksi ekosistem mangrove dengan permukiman pesisir Desa Tanjung Pasir

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya laju pertumbuhan penduduk di suatu daerah diikuti pula dengan laju pertumbuhan permukiman. Jumlah pertumbuhan permukiman yang baru terus meningkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk di DKI Jakarta bertambah tiap tahunnya. Dari data yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) angka kepadatan penduduk DKI Jakarta pada tahun 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sujarto (dalam Erick Sulestianson, 2014) peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta Timur, disebut Jatinegara Kaum karena di sana terdapat kaum, dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta Timur, disebut Jatinegara Kaum karena di sana terdapat kaum, dimana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lokasi penelitian ini terletak di Klender, kelurahan Jatinegara Kaum, Jakarta Timur, disebut Jatinegara Kaum karena di sana terdapat kaum, dimana kata kaum diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Jakarta sebagai ibu kota negara yang terus berkembang mengalami permasalahan dalam hal penyediaan hunian yang layak bagi warga masyarakatnya. Menurut data kependudukan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari,

Lebih terperinci

PETUNJUK UMUM PELAKSANAAN PEREMAJAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH DI PERKOTAAN DAN PERDESAAN

PETUNJUK UMUM PELAKSANAAN PEREMAJAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH DI PERKOTAAN DAN PERDESAAN PETUNJUK UMUM PELAKSANAAN PEREMAJAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH DI PERKOTAAN DAN PERDESAAN I. PENDAHULUAN Kondisi banyak kota di Indonesia yang umumnya berkembang pesat dan berfungsi sebagai pusat kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta yang mencakup Jabodetabek merupakan kota terpadat kedua di dunia dengan jumlah penduduk 26.746.000 jiwa (sumber: http://dunia.news.viva.co.id). Kawasan Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Persoalan tempat tinggal masih menjadi masalah pelik bagi penduduk di

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Persoalan tempat tinggal masih menjadi masalah pelik bagi penduduk di BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Persoalan tempat tinggal masih menjadi masalah pelik bagi penduduk di Indonesia terutama di kota-kota besar. Rendahnya persentase peningkatan lahan pemukiman dibandingkan

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 4 ANALISIS

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 4 ANALISIS BAB 4 ANALISIS 4.1. Analisis Kondisi Fisik Tapak 4.1.1. Tinjauan Umum Kawasan Kawasan Kelurahan Lebak Siliwangi merupakan daerah yang diapit oleh dua buah jalan yaitu Jalan Cihampelas (di sebelah barat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang BAB III METODE PERANCANGAN Dalam perancangan Rumah Susun Sederhana Sewa, telah dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang bertujuan untuk menunjang proses perancangan selanjutnya.

Lebih terperinci

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Mengingat : 1. Undang-Undang N

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Mengingat : 1. Undang-Undang N BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 172, 2016 KEMENPU-PR. Perumahan Kumuh. Permukiman Kumuh. Kualitas. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. Dalam proses perancangan Kepanjen Education Park ini dibutuhkan

BAB III METODE PERANCANGAN. Dalam proses perancangan Kepanjen Education Park ini dibutuhkan BAB III METODE PERANCANGAN Dalam proses perancangan Kepanjen Education Park ini dibutuhkan sebuah metode perancangan yang memudahkan perancang untuk mengembangkan sebuah ide perancangannya secara deskriptif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi Daerah Ibukota Yogyakarta mulai dari tahun 2008 yang memiliki jumlah penduduk 374.783 jiwa, pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Kampung Aur, Medan. Jika

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Kampung Aur, Medan. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukiman Kampung Aur merupakan salah satu permukiman padat penduduk yang terletak di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Kampung Aur, Medan. Jika berbicara mengenai permukiman

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PROYEK

BAB II DESKRIPSI PROYEK 8 BAB II DESKRIPSI PROYEK 2.1 Data Umum Proyek Proyek perancangan Penataan Kampung Kota Berbasis Arsitektur Berbagi Kampung Kota. Yang berorientasikan pada sungai Cikapundung, berlokasi Jln.Taman Hewan

Lebih terperinci

PERANCANGAN KAWASAN PERMUKIMAN MELALUI PENDEKATAN SUSTAINABLE URBAN DRAINAGE SYSTEMS DI SRENGSENG JAKARTA BARAT LAPORAN TUGAS AKHIR.

PERANCANGAN KAWASAN PERMUKIMAN MELALUI PENDEKATAN SUSTAINABLE URBAN DRAINAGE SYSTEMS DI SRENGSENG JAKARTA BARAT LAPORAN TUGAS AKHIR. PERANCANGAN KAWASAN PERMUKIMAN MELALUI PENDEKATAN SUSTAINABLE URBAN DRAINAGE SYSTEMS DI SRENGSENG JAKARTA BARAT LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh Carolina 1301028500 08 PAR JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HABITAT SOSIAL

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HABITAT SOSIAL KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HABITAT SOSIAL Diajukan sebagai Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Sebelas Maret Disusun oleh: AKBAR HANTAR ROCHAMADHON NIM. I 0208092

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Permukiman Kumuh Berdasarkan Dinas Tata Kota DKI tahun 1997 dalam Gusmaini (2012) dikatakan bahwa permukiman kumuh merupakan permukiman berpenghuni padat, kondisi sosial ekonomi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Salah satu pengertian redevelopment menurut Prof. Danisworo merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Jakarta adalah kota yang setiap harinya sarat akan penduduk, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Jakarta adalah kota yang setiap harinya sarat akan penduduk, baik yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Jakarta adalah kota yang setiap harinya sarat akan penduduk, baik yang bertempat tinggal dan bekerja di dalam kota maupun yang berasal dari daerah pinggiran seperti,

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Lokasi Kampung Pulo Sumber: hasil olahan pribadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Lokasi Kampung Pulo Sumber: hasil olahan pribadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kampung Pulo merupakan satu daerah yang berada di Jakarta Timur dan memiliki lokasi disekitar bantaran sungai Ciliwung. Kampung Pulo memiliki luas area sekitar ± 8

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang terkenal dengan gudegnya, masyarakatnya yang ramah, suasana yang damai tentram, nyaman dapat dirasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis BAB I PENDAHULUAN 1.4. Latar Belakang Permukiman kumuh merupakan permasalahan klasik yang sejak lama telah berkembang di kota-kota besar. Walaupun demikian, permasalahan permukiman kumuh tetap menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang lainnya. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PEREMAJAAN KAWASAN PEMUKIMAN KUMUH DENGAN IMPLEMENTASI TEORI KEVIN LYNCH DI KLENDER

PEREMAJAAN KAWASAN PEMUKIMAN KUMUH DENGAN IMPLEMENTASI TEORI KEVIN LYNCH DI KLENDER PEREMAJAAN KAWASAN PEMKIMAN KMH DENGAN IMPLEMENTASI TEORI KEVIN LYNCH DI KLENDER Cynthia, Michael Tedja dan Indartoyo Jurusan Arsitektur, niversitas Bina Nusantara, Jalan K.H. Syahdan No. 9, Kemanggisan,

Lebih terperinci

Tabel 1.1 : Tabel laju pertumbuhan penduduk menurut Provinsi Sumber : Statistics Indonesia, diakses 17 Maret 2014

Tabel 1.1 : Tabel laju pertumbuhan penduduk menurut Provinsi Sumber :  Statistics Indonesia, diakses 17 Maret 2014 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ibu kota, Jakarta sangatlah terbuka bagi semua warga Negara, sehingga laju pertumbuhan penduduk di Jakarta dari tahun ke tahun termasuk sangat tinggi dan padat. Bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Antara lain disebabkan adanya peluang kerja dari sektor industri dan perdagangan.

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Seiring dengan perkembangan Kota DKI Jakarta di mana keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah menjadi masalah dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat terutama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI Sebagai sebuah dokumen rencana strategis berjangka menengah yang disusun untuk percepatan pembangunan sektor sanitasi skala kota, kerangka kebijakan pembangunan sanitasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pemukiman kumuh di daerah yang memang memiliki kepadatan penduduk sudah menjadi hal yang umum keberadaannya.namun, semakin padatnya penduduk maka pemukiman kumuh pun

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk semakin meningkat dan tidak terkendali. Hal ini menyebabkan kebutuhan permukiman meningkat. Dengan kebutuhan permukiman yang meningkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN. Dalam kajian perancangan ini berisi tentang penjelasan dari proses atau

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN. Dalam kajian perancangan ini berisi tentang penjelasan dari proses atau BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN 3.1. Metode Umum Dalam kajian perancangan ini berisi tentang penjelasan dari proses atau tahapan-tahapan dalam merancang, yang disertai dengan teori-teori dan data-data yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KONFIRGURASI PERUBAHAN RUANG RSS GRIYA HARAPAN A PALEMBANG

IDENTIFIKASI KONFIRGURASI PERUBAHAN RUANG RSS GRIYA HARAPAN A PALEMBANG IDENTIFIKASI KONFIRGURASI PERUBAHAN RUANG RSS GRIYA HARAPAN A PALEMBANG Wienty Triyuly Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya JL. Raya Prabumulih Telp. 0711-7083885 Inderalaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta yang mempunyai wilayah seluas 740 km 2. menjadikan Jakarta sebagai kota yang sangat padat penduduknya.

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta yang mempunyai wilayah seluas 740 km 2. menjadikan Jakarta sebagai kota yang sangat padat penduduknya. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Proyek Jakarta yang mempunyai wilayah seluas 740 km 2 dengan jumlah populasi 2 sebesar 8.792.000 jiwa dan memiliki kepadatan penduduk sebesar

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. pengumpulan data, analisis, dan proses sintesis atau konsep perancangan.

BAB III METODE PERANCANGAN. pengumpulan data, analisis, dan proses sintesis atau konsep perancangan. BAB III METODE PERANCANGAN Pada perancangan hotel resort dalam seminar ini merupakan kajian berupa penjelasan dari proses perancangan yang disertai dengan teori-teori dan data-data yang didapat dari studi

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecamatan Senen termasuk wilayah Kotamadya Jakarta Pusat memiliki luas wilayah 422 ha. Menurut data statistik 2004, peruntukan luas tanah tersebut terdiri dari perumahan

Lebih terperinci

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI)

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI) Perancangan Kota CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI) OLEH: CUT NISSA AMALIA 1404104010037 DOSEN KOORDINATOR IRFANDI, ST., MT. 197812232002121003 PEREMAJAAN KOTA Saat ini, Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Latar Belakang Proyek. Dewasa ini tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia terutamanya

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Latar Belakang Proyek. Dewasa ini tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia terutamanya BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang I.I.1 Latar Belakang Proyek Dewasa ini tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia terutamanya pada daerah Kota Jakarta meningkat pesat, Seiiring dengan itu permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia. Seiring dengan rutinitas dan padatnya aktivitas yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Peremajaan (Redevelopment)

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Peremajaan (Redevelopment) BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peremajaan (Redevelopment) Peremajaan berdasarkan Panduan Pelaksanaan Peremajaan Pemukiman Perkotaan yang disusun oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya (2007) yaitu sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jakarta, seperti yang telah kita ketahui, merupakan kota dengan populasi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jakarta, seperti yang telah kita ketahui, merupakan kota dengan populasi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Jakarta, seperti yang telah kita ketahui, merupakan kota dengan populasi penduduk terpadat di Indonesia dan merupakan salah satu kota dengan penduduk terpadat di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan Urban di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat, terutama terjadi pada kota-kota besar dan yang utama adalah Jakarta yang juga merupakan ibukota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

BAB II METODA DAN RUANG LINGKUP PEMBAHASAN

BAB II METODA DAN RUANG LINGKUP PEMBAHASAN BAB II METODA DAN RUANG LINGKUP PEMBAHASAN 2.1 Metoda Pembahasan Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Studi Kelayakan dan Master Plan Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang, Konsultan akan melaksanakan kegiatan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK )

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) Bagus Ahmad Zulfikar 1) ; Lilis Sri Mulyawati 2), Umar Mansyur 2). ABSTRAK Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun selalu mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun selalu mengalami BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat dari tabel jumlah penduduk yang dilakukan dari Sensus Penduduk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peraturan Perumahan dan Kawasan Permukiman Peraturan terkait dengan perumahan dan kawasan permukiman dalam studi ini yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 11 tentang Perumahan dan Kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap

BAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitek pada jaman ini memiliki lebih banyak tantangan daripada arsitekarsitek di era sebelumnya. Populasi dunia semakin bertambah dan krisis lingkungan semakin menjadi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha,

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infrastruktur, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek, dsb);

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi yang akan datang serta merupakan pengejawantahan diri.

BAB I PENDAHULUAN. generasi yang akan datang serta merupakan pengejawantahan diri. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Persoalan tempat tinggal masih menjadi masalah pelik bagi penduduk di kota besar seperti Jakarta. Menurut data kependudukan, pada tahun 1930 penduduk Jakarta yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. dengan objek perancangan. Kerangka rancangan yang digunakan dalam proses

BAB III METODE PERANCANGAN. dengan objek perancangan. Kerangka rancangan yang digunakan dalam proses BAB III METODE PERANCANGAN Secara umum kajian perancangan dalam tugas ini, merupakan paparan dari langkah-langkah dalam proses merancang. Sedangkan analisis data dilakukan dengan metode berdasarkan logika,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERANCANGAN. metode perancangan yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Metode

BAB 3 METODE PERANCANGAN. metode perancangan yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Metode BAB 3 METODE PERANCANGAN Dalam proses perancangan Pusat Olahraga Aeromodelling di Malang ini, metode perancangan yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Metode ini berisi tentang paparan atau

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 2.1.1. Data Fisik Lokasi Luas Lahan Kategori Proyek Pemilik RTH Sifat Proyek KLB KDB RTH Ketinggian Maks Fasilitas : Jl. Stasiun Lama No. 1 Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Directorat Data Center UBiNus)

BAB I PENDAHULUAN. Directorat Data Center UBiNus) BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Universitas Bina Nusantara adalah salah satu universitas di Jakarta yang banyak diminati oleh orang banyak. Mahasiswa Universitas Bina Nusantara yang berasal dari dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016 WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Kampung Ngampilan RW I Kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan di

BAB 1 PENDAHULUAN Kampung Ngampilan RW I Kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kampung Ngampilan RW I Kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan di Yogyakarta Kampung Ngampilan RW I secara geografis terletak di daerah strategis Kota Yogyakarta,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG TUGAS AKHIR DINITYA LAKSITHA PUTRI L2B

UNIVERSITAS DIPONEGORO PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG TUGAS AKHIR DINITYA LAKSITHA PUTRI L2B UNIVERSITAS DIPONEGORO PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA DENGAN PENEKANAN DESAIN EKO-ARSITEKTUR TUGAS AKHIR DINITYA LAKSITHA PUTRI L2B 009 044 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang mata pencahariannya sebagian besar bersumber dari aktivitas menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut lainnya.

Lebih terperinci

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi 2.1. Visi Misi Sanitasi Visi Kabupaten Pohuwato Tabel 2.1: Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten/Kota Misi Kabupaten Pohuwato Visi Sanitasi Kabupaten Pohuwato Misi Sanitasi

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. prasarana lingkungan di kawasan Kelurahan Tegalpanggung Kota Yogyakarta ini

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. prasarana lingkungan di kawasan Kelurahan Tegalpanggung Kota Yogyakarta ini BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Kesimpulan dari evaluasi pelaksanaan program Penataan dan peremajaan prasarana lingkungan di kawasan Kelurahan Tegalpanggung Kota Yogyakarta ini antara lain:

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Simpulan pada laporan ini merupakan hasil keseluruhan terhadap tahap perencanaan dan perancangan, dari hasil analisa pada bab 4 bahwa daerah Tanjung Sanyang ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah kampung berasal dari bahasa Melayu, digunakan sebagai terminologi yang dipakai untuk menjelaskan sistem permukiman pedesaan. Istilah kampung sering dipakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendasar yang harus diwujudkan untuk melangsungkan hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. mendasar yang harus diwujudkan untuk melangsungkan hidupnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya, manusia membutuhkan makan, minum, suatu ruang di mana dia dapat merasakan kenyamanan, keamanan dan perlindungan dari segala aspek yang ada di sekitarnya

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah

`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah 1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memperhatikan arti penting permukiman yang tidak dapat dipisahkan dari ruang yang harus dimanfaatkannya, maka lingkup permukiman meliputi masalah-masalah yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proyek

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proyek BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Berdasarkan sensus, Jakarta merupakan salah satu kota dengan penduduk terpadat yaitu 8.509.170 jiwa (Dinas Kependudukan dan catatan Sipil 2008). Tingginya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Eksistensi Proyek. kota besar di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan jumlah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Eksistensi Proyek. kota besar di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Eksistensi Proyek Meningkatnya kebutuhan akan rumah, terbatasnya lahan, serta tingginya nilai lahan menjadi fenomena umum yang terjadi hampir

Lebih terperinci

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler BAB I Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler Kampung Hamdan merupakan salah satu daerah di Kota Medan yang termasuk sebagai daerah kumuh. Hal ini dilihat dari ketidak beraturannya permukiman warga

Lebih terperinci

Salah satunya di Kampung Lebaksari. Lokasi Permukiman Tidak Layak

Salah satunya di Kampung Lebaksari. Lokasi Permukiman Tidak Layak Keberdayaan masyarakat dalam mendukung upaya perbaikan permukiman masih kurang Upayaupaya perbaikan permukiman menjadi tidak berarti Contohnya, luas Permukiman Tidak Layak Huni Kota Bogor meningkat Salah

Lebih terperinci

MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH TAHUN 2016

MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH TAHUN 2016 Revisi 1 MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH TAHUN 2016 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

BAB 1 START FROM HERE. A river runs through it yang artinya sebuah sungai mengalir melewati,

BAB 1 START FROM HERE. A river runs through it yang artinya sebuah sungai mengalir melewati, BAB 1 START FROM HERE A river runs through it yang artinya sebuah sungai mengalir melewati, merupakan sebuah tema besar yang akan menjadi arahan dalam proses desain. Jadi peranan sungai sebenarnya sangat

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN BAB 5 HASIL PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Bangunan yang baru menjadi satu dengan pemukiman sekitarnya yang masih berupa kampung. Rumah susun baru dirancang agar menyatu dengan pola pemukiman sekitarnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengembangan Cabang Kampus M Bina Sarana Informatika ( BSI ) Cengkareng 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bina Sarana Informatika (BSI) adalah sebuah perguruan tinggi swasta yang berbentuk akademi,

Lebih terperinci

BAB II RUANG BAGI KEHIDUPAN

BAB II RUANG BAGI KEHIDUPAN BAB II RUANG BAGI KEHIDUPAN Untuk memperoleh hasil pemrograman yang maksimal, proses analisa yang dilakukan sebaiknya bersumber pada data yang tersusun dengan sempurna. Data yang sudah terkumpul kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Judul Proyek. Kota Jakarta adalah tempat yang dianggap menyenangkan oleh mayoritas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Judul Proyek. Kota Jakarta adalah tempat yang dianggap menyenangkan oleh mayoritas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Judul Proyek Kota Jakarta adalah tempat yang dianggap menyenangkan oleh mayoritas orang di desa maupun orang yang telah lama tinggal di Jakarta. Kian hari kian berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Sumber:

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Sumber: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Olahraga dapat menjadi batu loncatan sebagai pemersatu bangsa, daerah dan negara lainnya, baik di dalam skala nasional maupun internasional. Dalam setiap skala, negara-negara

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. Ide perancangan ini muncul dikarenakan tidak adanya suatu tempat untuk

BAB III METODE PERANCANGAN. Ide perancangan ini muncul dikarenakan tidak adanya suatu tempat untuk BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Ide Perancangan Ide perancangan ini muncul dikarenakan tidak adanya suatu tempat untuk menjaga dan melestarikan potensi kesenian tradisional dan kuliner yang ada di Trenggalek.

Lebih terperinci

2.Gentrifikasi dan Rehabilitasi 3.Pembangunan Kembali (redevelopment)

2.Gentrifikasi dan Rehabilitasi 3.Pembangunan Kembali (redevelopment) Merupakan salah satu dari tiga kategori peremajaan dan sekaligus sebagai perangkat pelaksanaan yang didasarkan kepada sifat dan tingkat/skala peremajaan yaitu : 1.Konservasi dan Preservasi 2.Gentrifikasi

Lebih terperinci