PENGARUH REALISASI BELANJA DAERAH DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP OUTPUT DAN PENDAPATAN PER KAPITA. (Studi Kasus Provinsi Jawa Tengah) Nisa Maharani S.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH REALISASI BELANJA DAERAH DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP OUTPUT DAN PENDAPATAN PER KAPITA. (Studi Kasus Provinsi Jawa Tengah) Nisa Maharani S."

Transkripsi

1 PENGARUH REALISASI BELANJA DAERAH DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP OUTPUT DAN PENDAPATAN PER KAPITA (Studi Kasus Provinsi Jawa Tengah) Nisa Maharani S. Dr. Hadi Sasana SE, M.Si ABSTRACT Income per capita is often used to measure the economic prosperity in a region, how many goods and services available to the average population for consumption and investment activities. Factors affecting the income per capita is the output and population and the factors that affect the output of local spending and the labor force. This study aims to analyze the effect of regional expenditure and labor on output and income per capita. The research was conducted in Central Java Province during the period In this study used path analysis. The results showed that there are a direct positive relationship between the variable realization of indirect spending, direct spending, and labor on output. So is the relationship of output to income per capita. But there is a negative direct influence between variable labors to income per capita. Key words: regional expenditure, labor, income per capita, output, path analysis

2 PENDAHULUAN Otonomi daerah diberlakukan sejak tanggal 1 Januari Pemberlakuan otonomi daerah ini merubah pola pemerintahan dari era sentralistik menjadi desentralisasi. Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun Kedua undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan pemberian kewenangan otonomi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah, pemerintah daerah diberi wewenang untuk menggali potensi daerahnya dan menetapkan prioritas pembangunan. Ahmad Yani (2009) menjelaskan bahwa pembentukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada pemerintahan daerah yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebutkan sumber penerimaan yang digunakan untuk pendanaan pemerintah daerah dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah : Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Pemberian dana perimbangan bertujuan untuk mengurangi adanya disparitas fiskal vertikal (antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah) dan horizontal (antar pemerintah daerah), sekaligus membantu daerah dalam membiayai pengeluaran pembangunannya. Halim (2001) menjelaskan bahwa ciri utama suatu daerah yang mampu melaksanakan otonomi dan desentralisasi, yaitu:

3 1. Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya. Artinya daerah harus mampu mengelola keuangan daerahnya baik penerimaan maupun pengeluarannya, dimana penerimaan yang diperoleh daerah kemudian dialokasikan sebagai pembiayaan belanja daerahnya. 2. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus siminimal mungkin, agar pendapatan asli daerah (PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan terbesar sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar (Dwirandra, 2006). Jadi, PAD harus lebih tinggi dibandingkan Dana Perimbangan yang menandakan daerah tersebut sudah mandiri dan tujuan dari otonomi daerah dan desentralisasi tercapai. Indikator pendapatan per kapita merupakan indikator yang sering digunakan untuk mengukur kemakmuran suatu daerah. Dari Tabel 1 dapat dilihat pendapatan per kapita di Provinsi Jawa Tengah sebagai berikut. Tabel 1 Pendapatan Per Kapita Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku di Pulau Jawa Tahun (Ribu Rupiah) Provinsi Tahun DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Sumber: PDRB Provinsi di Indonesia Menurut lapangan Usaha Dari Tabel 1 diketahui bahwa dari enam provinsi di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Tengah memiliki pendapatan per kapita terendah dibandingkan dengan provinsi di Pulau Jawa lainnya walaupun setiap tahun mengalami kenaikan tetapi nilai absolut masih lebih rendah dibandingkan provinsi lain.

4 Dari fenomena tersebut jelaslah bahwa sumber daya yang dimiliki suatu daerah sangat mempengaruhi pendapatan hingga pendapatan per kapita dari suatu daerah. Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu wilayah atau provinsi dalam periode tertentu ditunjukkan oleh data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau output, baik atas dasar harga konstan maupun atas dasar harga berlaku. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam dalam suatu wilayah, atau jumlah seluruh unit barang dan jasa yag dihasilkan di suatu daerah. Output (PDRB) di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 1 yang mengalami peningkatan disetiap tahunnya sebagai berikut. Gambar 1 Pendapatan Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku di Jawa Tengah Tahun (juta rupiah) Pertanian Pertambangan dan Galian, Listrik, Gas, dan Air Bersih Industri Konstruksi Perdagangan Komunikasi Sumber: BPS, diolah Gambar 1 menggambarkan bahwa dari tahun sektor industri pengolahan memberikan sumbangan tertinggi terhadap ekonomi Jawa Tengah. Kondisi dan potensi yang berbeda-beda dari masing-masing daerah, menyebabkan perbedaan kemampuan daerah dalam menjalankan kewenangannya tersebut.

5 Kebijakan pengeluaran pemerintah yang secara langsung dapat mendorong pertumbuhan ekonomi adalah belanja karena variabel ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan prasarana ekonomi dan sosial. Perkembangan pengeluaran pemerintah yang diukur dari besarnya belanja langsung dan belanja tidak langsung. Pengklasifikasin belanja langsung dan tidak langsung ini digunakan dalam sistem penganggaran pemerintah baik pusat maupun daerah, yaitu sejak penerapan PP No. 105 Tahun 2000 tentang Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 yang kemudian direvisi menjadi PP No. 58 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No. 59 Tahun 2007 sebagai revisi Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Gambar 2 Realisasi Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun (ribu rupiah) Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung Sumber: BPS, diolah Klasifikasi belanja dalam sistem anggaran diperbaiki menjadi Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung. Realisasi Belanja Tidak langsung dan Belanja Langsung dapat dilihat pada Gambat 2. Realisasi belanja tidak langsung dari tahun ketahun selalu mengalami peningkatan, namun dari sisi belanja langsung terjadi

6 fluktuasi, dari tahun 2005 ke tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 21 persen, namun dari tahun 2006 sampai tahun 2008 mengalami kenaikan lagi disetiap tahunnya, tetapi dari tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan lagi sebesar 12 persen. Faktor lain yang dapat mempengaruhi output adalah sumber daya manusia, yang terefleksikan dengan penduduk yang bekerja. Jumlah penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi bila tidak diimbangi dengan peningkatan produksi, namun disisi lain, penduduk yang bertambah akan menambah jumlah tenaga kerja, dan penambahan tersebut memungkinkan suatu daerah untuk menambah produksi. Jika pertambahan jumlah penduduk tidak seimbang dengan faktor produksi lain yang juga terjadi penambahan tenaga kerja maka tidak akan menimbulkan penambahan dalam tingkat produksi (Amin Pujiati). Berdasarkan Gambar 3 jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha paling besar yaitu disektor pertanian, disetiap tahunnya sektor pertanian selalu menduduki peringkat pertama dalam penyerapan tenaga kerja. Gambar 3 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Jawa Tengah Tahun (orang) Pertanian Pertambangan dan Galian, Listrik, Gas, dan Air Bersih Industri Konstruksi Perdagangan Komunikasi Keuangan Jasa Sumber: BPS, diolah Tetapi tidak semua daerah yang dengan karakteristik tenaga kerja terserap yang cukup tinggi memiliki PDRB atau output daerah yang tinggi pula. Di Jawa Tengah, PDRB tertinggi dimiliki sektor industri sedangkan untuk tenaga kerja yang terserap terbanyak adalah sektor pertanian.

7 Provinsi Jawa Tengah memiliki nilai pendapatan per kapita terendah dibandingkan provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan output Provinsi Jawa Tengah pun selalu meningkat dan sektor industri pengolahan memberikan sumbangan tertinggi terhadap ekonomi Jawa Tengah. Belanja daerah sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi output diklasifikasin menjadi belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja tidak langsung selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sedangkan belanja langsung mengalami fluktuasi. Faktor lain yang mempengaruhi output suatu daerah adalah tenaga kerja, dalam penelitian ini menggunakan angkatan kerja yang bekerja karena secara langsung berpengaruh pada jumlah produksi yang dihasilkan. Angkatan kerja yang bekerja di Jawa Tengah paling besar terserap di sektor pertanian. Dari latar belakang yang diuraikan di atas, didapat beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh belanja tidak langsung terhadap output (PDRB)? 2. Bagaimana pengaruh belanja langsung terhadap output (PDRB)? 3. Bagaimana pengaruh tenaga kerja terhadap output (PDRB)? 4. Bagaimana pengaruh output terhadap pendapatan per kapita? Berdasarkan latar belakang dan permasalah yang telah dijabarkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pengaruh belanja tidak langsung terhadap output. 2. Menganalisis pengaruh belanja langsung terhadap output. 3. Menganalisis pengaruh tenaga kerja terhadap output. 4. Menganalisis pengaruh output terhadap pendapatan per kapita. TELAAH TEORI Hubungan Output dengan Pendapatan per Kapita Todaro (2003 : 18) menyebutkan bahwa pendapatan per kapita pada dasarnya mengukur kemampuan dari suatu negara untuk memperbesar outputnya dalam laju

8 pertumbuhan pendapatan per kapita riil sering digunakan untuk mengukur kemakmuran suatu negara. Pendapatan per kapita dihitung dengan perbandingan PDRB dengan jumlah penduduk. PDRB merupakan output di suatu daerah. PDRB sering digunakan sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi. PDRB dan pendapatan per kapita memiliki hubungan yang positif, sehingga jika PDRB mengalami kenaikan maka pendapatan per kapita pun akan semakin besar. Hubungan Angkatan Kerja dengan Output Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan lain seperti besekolah dan mengurus rumah tangga. Pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga walaupun sedang tidak bekerja, mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja hanya dibedakan oleh batas umur. Sumber daya atau input dikelompokkan menjadi sumber daya manusia, termasuk tenaga kerja dan kemampuan manajerial, modal (capital), tanah ataupun sumber daya alam. Adapun yang dimaksud dengan kemampuan manajerial adalah kekmampuan yang dimiliki individu dalam melihat berbagai kemungkinan untuk mengkombinasikan sumber daya untuk menghasilkan output dengan cara yang lebih efisien, baik produk baru maupun produk yang sudah ada. Jumlah angkatan kerja yang bekerja merupakan gambaran kondisi dari lapangan kerja yang tersedia. Semakin bertambah besar lapangan kerja yang tersedia, maka akan menyebabkan semakin meningkatnya total produksi di suatu daerah. (Kuncoro, 2004) Hubungan Pengeluaran Pemerintah dengan Output Belanja pada umumnya hanya digunakan di sektor publik, tidak di sektor bisnis. Belanja di sektor publik terkait dengan penganggaran, yaitu menunjukkan jumlah uang yang telah dikeluarkan selama satu tahun anggaran. Belanja/biaya berdasarkan hubungannya dengan aktivitas di bagi dua, yaitu biay alangsung dan

9 biaya tidak langsung. Pengklasifikasian tersebut berdasarkan PP No. 15 Tahun 2000 tentang Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 yang kemudian direvisi menjadi PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No. 59 Tahun 2007 sebagai revisi Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam Kepmendagri No. 29 Tahun 2002, belanja daerah diklasifikasikan menjadi Belanja Administrasi Umum (BAU), Belanja Operasi dan Pemeliharaan (BOP), belanja Modal, Belanja Tidak tersangka, dan Belanja Bantuan Keuangan. Sedangkan berdasarkan peraturan yang baru yaitu Permendagri No. 59 Tahun 2007 (Revisi atas Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah), klasifikasi belanja diperbaiki dan dikelompokkan menjadi belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung yaitu belanja yang terkait langsung dengan program dan kegiatan. Suatu kegiatan tidak akan terlaksana tanpa adanya biaya tersebut. Sedangkan belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak terkait langsung dengan program dan kegiatan. Teori Peacock dan Wiseman menyebutkan bahwa perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupn tarif pajak tidak berubah; dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya GDP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar. Maka pengeluaran pemerintah yang diklasifikasikan menjadi belanja langsung dan belanja tidak langsung jika meningkat maka menyebabkan GNP (dalam penelitian ini adalah output) meningkat pula

10 Penelitian Terdahulu 1. Hadi Sasana melakukan penelitian dengan judul Peran Desentralisasi Fiskal terhadap Kinerja Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Variabel endogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja terserap, jumlah penduduk miskin, dan kesejahteraan dan variabel eksogen dalam penelitian ini adalah desentralisasi fiskal. Hasil penelitian ini yaitu desentralisasi fiskal berpengaruh signifikan dan positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan positif terhadap tenaga kerja terserap, pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan negatih terhadap jumlah penduduk miskin, pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kesejahteraan masyarakat, tenaga kerja terserap berpengaruh signifikan dan positif terhadap kesejahteraan masyarakat, jumlah penduduk miskin berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kesejahteraan masyarakat. 2. Adi Raharjo dengan judul Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi, Swasta, dan Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan variabel endogen pertumbuhan ekonomi dan variabel eksogen belanja rutin, belanja pembangunan pemerintah, investasi, dan angkatan kerja. Hasil dari penelitian ini adalah pengaruh belanja rutin pemerintah memiliki hubungan yang signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi, belanja pembangunan memiliki pengaruh yang positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, investasi swasta memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja memiliki pengaruh yang positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. 3. Suwandi dengan judul Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Ketenagakerjaan, dan Kemiskinan di Provinsi Papua. Variabel endogen dalam penelitian ini adalah belanja langsung, belanja tidak langsung, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, penyerapan tenaga kerjaan, dan

11 kesejahteraan, dan variabel eksogen yaitu desentralisasi fiskal dan otonomi khusus Papua. Hasil penelitian ini yaitu desentralisasi fiskal berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja langsung, desentralisasi fiskal tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja langsung, desentralisasi fiskal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, belanja langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, belanja tidak langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan positif terhadap penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan positif terhadap jumlah penduduk miskin, pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kesejahteraan masyarakat, tenaga kerja terserap berpengaruh signifikan dan positif terhadap kesejahteraan masyarakat, jumlah penduduk miskin mempunyai hubungan yang signifikan dan negatif terhadap kesejahteraan masyarakat. Dari data, teori, dan penelitian terdahulu tersebut maka disusunlah kerangka pemikiran sebagai berikut: Belanja Tidak Langsung (X1) H1 Belanja Langsung (X2) H2 Output (Y1) H4 Pendapatan Per Kapita (Y2) H3 Angkatan kerja yang bekerja (X3)

12 Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, maka disusun hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Diduga belanja tidak langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap output dan pendapatn per kapita di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. 2. Diduga belanja langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap output dan pendapatan per kapita di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. 3. Diduga angkatan kerja yang bekerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap output dan pendapatan per kapita di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. 4. Diduga output berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan per kapita di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. METODE PENELITIAN Adapun definisi operasional untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut: 1. Output (Y1) Output adalah nilai bersih dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu daerah. Data output dalam penelitian ini diproksi dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun PDRB yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan PDRB tanpa migas atas dasar harga berlaku digunakan PDRB atas dasar harga berlaku karena variabel eksogen dalam penilitian ini yaitu belanja langsung dan belanja tidak langsung mengikuti nilai mata uang yang berlaku (terkena inflasi). Variabel PDRB ini diukur dalam satuan juta rupiah.

13 2. Pendapatan per kapita (Y2) Pendapatan per kapita merupakan total pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. Diperoleh dari pembagian PDRB tanpa migas dengan jumlah penduduk. Data diperoleh dari Jawa Tengah dalam Angka di BPS, dalam satuan rupiah. Pendapatan per kapita diperoleh dari rumus: PDRB tanpa migas atas dasar harga berlaku Jumlah Penduduk 3. Belanja Tidak Langsung (X1) Belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak terkait langsung dengan program dan kegiatan pemerintah. Yang termasuk kedalam belanja tidak langsung adalah belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan keuangan, belanja banuan sosial, belanja tidak terduga dan ditunjukkan dalam satuan ribu rupiah. 4. Belanja Langsung (X2) Belanja langsung adalah belanja yang terkait langsung dengan program dan kegiatan pemerintah. Belanja langsung meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal dalam satuan ribu rupiah. 5. Angkatan Kerja yang Bekerja (X3) Angkatan Kerja yang bekerja dalam penelitian ini adalah data jumlah penduduk berumur 10 tahun ke atas yang melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh upah, dimasing-masing kabupaten/kota Provinsi Jawa tengah dalam satuan orang.

14 Spesifikasi Model Berdasarkan tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu untuk mengetahui hubungan langsung dan tidak langsung antar variabel, maka analisis yg digunakan adalah analisis jalur dengan model ekonometrika sebagai berikut: Y 1(t) = α 1 X 1(t-1) + α 2 X 2(t-1) + α 3 X 3(t) + μ 1 Y 2(t) = β 1 Y 1(t) + μ 2 Dimana: X 1(t-1) adalah belanja tidak langsung pada t-1 X 2(t-1) adalah belanja langsung pada t-1 X 3(t) adalah angkatan kerja yang bekerja pada tahun t Y 1(t) adalah output pada tahun t Y 2(t) adalah pendapatan per kapita HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Asumsi Klasik 1. Normalitas Data Normalitas data merupakan salah satu syarat dalam permodelan Analisis Jalur. Pengujian normalitas ini adalah dengan mengamati nilai (P-value) skewness dan kurtosis yang memiliki nilai lebih besar daripada Hasil pengujian normalitas data ditampilkan pada Tabel 2 Sumber : Data primer yang diolah, 2011 Tabel 2 Uji Normalitas Data Skewness Kurtosis Skewness and Kurtosis Variable Z-Score P-Value Z-Score P-Value Chi-Square P-Value X X X Y Y Y

15 Evaluasi normalitas secara univariate menunjukkan P-value untuk skewness dan kurtosis lebih besar daripada 0.05 yang berarti data terdistribusi normal. 2. Multikolinieritas Identifikasi korelasi antar variabel diperlukan untuk melihat kemungkinan adanya korelasi yang sangat tinggi khususnya antar variabel bebas. Hal ini dikarenakan adanya korelasi antar variabel bebas yang tinggi akan memberikan masalah multikolinieritas yang mengganggu hasil penelitian. Batas nilai korelasi adalah 0.9 atau lebih. Hasil perhitungan korelasi antar variabel diperoleh sebagai berikut : Tabel 3 Correlation Matrix of Y and X S Sumber: data primer diolah Hasil pengujian menunjukkan bahwa korelasi antar variabel menunjukkan nilai korelasi yang relatif rendah dimana nilai korelasi yang tertinggi diperoleh antara X3 dan Y1 yaitu sebesar 0,53. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak adanya multikolinieritas antar variabel. 3. Goodness of Fit Model Uji terhadap kelayakan model analisis Jalur ini diuji dengan menggunakan Chi-square, CFI, RMSEA, GFI, dan AGFI berada dalam rentang nilai yang kurang baik, dapat dikatakan model tidak fit, dapat dilihat dalam Tabel 4 berikut

16 Structural Equation Model (SEM) Goodness of Fit Indeks Tabel 4 Hasil Pengujian Kelayakan Model Cut-off Value Hasil Analisis Evaluasi Model Chi Square Kurang baik Probability Kurang baik CFI > Kurang baik RMSEA < Kurang baik GFI > Baik AGFI > Kurang baik Sumber : Data primer yang diolah Dari hasil pengujian model didapat bahwa model belum fit sehingga perlu dilakukan modifikasi model. Arah modifikasi model didapat dari residual yang paling besar. Residuals yang baik yaitu 0 atau mendekati 0. Maka diperoleh hubungan baru antara variabel X3 (angkatan kerja) dan Y2 (pendapatan per kapita), dan didapat hasil pengujian model sebagai berikut: Tabel 5 Hasil Pengujian Kelayakan Model 1 Structural Equation Model (SEM) Goodness of Fit Indeks Cut-off Value Hasil Analisis Evaluasi Model Chi Square Diharapkan kecil 5.01 Baik Probability Baik CFI > Baik RMSEA < Baik GFI > Baik AGFI > Baik Sumber: Lampiran, diolah Dari hasil pengujian kelayakan model 1 tersebut dikatakan bahwa modifikasi model yang ketiga dapat dikatakan sudah fit atau sudah memenuhi aturan. Dari tiga kali modifikasi model yang didasari atas standardize residual, maka diperolehlah diagram path yang baru seperti pada Gambar 4 berikut.

17 Gambar 4 Modifikasi Model 1 Sumber : Data mentah diolah ANALISIS DAN INTERPRETASI Berdasarkan hasil analisis jalur, maka didapat persamaan sebagai berikut: Berdasarkan hasil analisis jalur, didapat pengaruh langsung dan tidak langsung yang ditujukan pada Tabel 6. Tabel 6 Analisis Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Pengaruh Tidak Pengaruh Langsung Langsung Pengaruh Total X1 X2 X3 Y1 X1 X2 X3 Y1 X1 X2 X3 Y1 Y1 0,38 0,57 0, ,38 0,57 0, Y ,56 0,59 0,22 0,34 0,16-0,22 0,34 0,39 0,59

18 Berdasarkan hasil dari persamaan struktural tersebut diperoleh hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini yaitu: 1. Pengaruh Belanja Tidak Langsung terhadap Output dan Pendapatan Per Kapita Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh belanja tidak langsung (X1) terhadap output (Y1) menunjukkan nilai t sebesar 6,77. Nilai tersebut lebih besar dari t tabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 1,96 atau t hitung (6,77) > t tabel (1,96). Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa Belanja langsung berpengaruh signifikan positif terhadap Output. Hal ini berarti Hipotesis 1 diterima. Pengaruh positif ini mengandung makna bahwa peningkatan belanja tidak langsung yang dilakukan oleh pemerintah daerah di Jawa Tengah dapat meningkatkan output pada tahun yang akan datang, demikian pula sebaliknya bahwa daerah kabupaten kota yang memiliki belanja tidak langsung yang lebih rendah cenderung memiliki output yang rendah pula. Hasil ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Raharjo (2006) dan Suwandi (2006) yang menyatakan belanja tidak langsung berpengaruh signifikan positif terhadap output. Dengan signifikannya pengaruh belanja tidak langsung terhadap output, memberikan makna bahwa pemerintah kabuaten/kota di Provinsi Jawa Tengah telah melalukan perubahan struktur anggaran berupa belanja tidak langsung ke arah yang lebih memberikan kesempatan kepada pegawai untuk menunjang dan mendorong kinerjanya sehingga dapat mempercepat pembangunan dan output di daerah tersebut. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa belanja tidak langsung (X1) mempunyai hubungan yang positif secara langsung sebesar 0,38 terhadap output, selain itu belanja tidak langsung (X1) juga mempunyai hubungan yang positif dan berpengaruh secara tidak langsung sebesar 0,22 terhadap pendapatan per kapita (Y2) melalui output (Y1) Hal ini berarti bahwa peningkatan belanja tidak langsung akan mempengaruhi kenaikan output secara langsung, sedangkan secara tidak langsung akan meningkatan pendapatan per kapita melalui output.

19 2. Pengaruh Belanja Langsung terhadap Output dan Pendapatan Per Kapita Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh Belanja Langsung (X2) terhadap Output (Y1) menunjukkan nilai t sebesar 6,08. Nilai tersebut lebih besar dari t tabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 1,96 atau t hitung (6,08) > t tabel (1,96). Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa Belanja langsung berpengaruh signifikan positif terhadap Output. Hal ini berarti Hipotesis 2 diterima. Pengaruh positif ini mengandung makna bahwa peningkatan belanja langsung yang dilakukan oleh pemerintah daerah di Jawa Tengah dapat meningkatkan output pada wilayah yang bersangkutan. Hasil ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Priyo Hari Adi (2006), Raharjo (2006), dan Suwandi (2010). Belanja langsung (X2) mempunyai hubungan positif dan berpengaruh secara langsung sebesar 0,57 terhadap output. Belanja langsung juga memiliki hubungan yang positif dan berpengaruh secara tidak langsung terhadap pendapatan per kapita (Y2) sebesar 0,34 melalui output (Y1). Secara konseptual, pengeluaran daerah dalam bentuk belanja langsung dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur atau program-program langsung yang dapat merangsang pada produktivitas yang lebih besar pada pelaku usaha di daerah. Dengan alokasi belanja langsung yang besar maka pembenahan dalam infrastruktur daerah yang baik akan meningkatkan kualitas infrastruktur sehingga secara kualitas dan kuantitasnya akan meningkatkan output daerah. 3. Pengaruh Tenaga Kerja terhadap Output dan Pendapatan Per Kapita Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh tenaga kerja (X3) terhadap Output (Y1) menunjukkan nilai t sebesar 3,62. Nilai tersebut lebih besar dari t tabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 1,96 atau t hitung (3,62) > t tabel (1,96). Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja berpengaruh signifikan positif terhadap Output. Hal ini berarti Hipotesis 3 diterima. Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya Raharjo (2006) dan Amin Pujiati.

20 Angkatan kerja yang bekerja (X3) memiliki pengaruh langsung terhadap output (Y1), pendapatan per kapita (Y2). Pengaruh langsung antara angkatan kerja yang bekerja (X3) terhadap output (Y1) memiliki hubungan positif yaitu sebesar 0,28 sehingga jika terjadi kenaikan angkatan kerja yang bekerja maka output pun akan meningkat. Pengaruh langsung antara angkatan kerja yang bekerja (X3) terhadap pendapatan per kapita (Y2) sebesar -0,56 dan memiliki pengaruh tidak langsung sebesar 0,16 terhadap pendapatan per kapita (Y2) melalui output (Y1). Hal ini berarti pertambahan angkatan kerja yang bekerja (X3) secara langsung akan berdampak pada menurunnya pendapatan per kapita, sedangkan secara tidak langsung akan miningkatkan pendapatan per kapita melalui output. Hal ini mengidentifikasikan bahwa kebijakan penyerapan tenaga kerja untuk peningkatan pendapatan per kapita lebih baik melalui output. Penyerapan tenaga kerja yang fluktuatif dan cenderung semakin berkurang pada tahun 2008 yang menurun sebesar 7 persen tetapi output selalu mengalami peningkatan, hal ini tidak sejalan dengan teori faktor produksi. Hal tersebut terjadi karena sektor industri pengolahan yang memiliki kontribusi terbesar pada kegiatan ekonomi, namun tenaga kerja paling banyak terserap pada sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa pada sektor industri tidak terlalu banyak menyerap tenaga kerja karena sudah digantikan oleh teknologi. 4. Pengaruh Output terhadap Pendapatan Per Kapita Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh output (Y1) terhadap pendapatan per kapita (Y2) menunjukkan nilai t sebesar 13,02. Nilai tersebut lebih besar dari t tabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 1,96 atau t hitung (13,02 > t tabel (1,96). Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa output berpengaruh signifikan positif terhadap pendapatan per kapita. Hal ini berarti Hipotesis 4 diterima. Apabila output bertambah maka pendapatan per kapita pun akan naik.

21 Pengaruh output (Y1) terhadap pendapatan per kapita memiliki pengaruh langsung sebesar 0,59 hal ini menunjukkan bahwa peningkatan output akan meningkatkan pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita pada dasarnya mengukur kemampuan dari suatu negara untuk memperbesar outputnya dalam laju yang lebih cepat daripada tingkat pertumbuhan penduduknya. Tingkat dan laju pertumbuhan pendapatan per kapita sering digunakan untuk mengukur kemakmuran suatu negara, yaitu seberapa banyak barang dan jasa yang tersedia bagi rata-rata penduduk untuk melakukan kegiatan konsumsi dan investasi. PENUTUP Simpulan Berdasarkan pembahasan hasil analisis data dalam penelitian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Realisasi belanja tidak langsung berpengaruh secara langsung terhadap output dan berpengaruh secara tidak langsung terhadap pendapatan per kapita melalui output. 2. Realisasi belanja langsung memiliki pengaruh langsung terhadap output dan pengaruh tidak langsung terhadap pendapatan per kapita melalui output. 3. Tenaga kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap output dan pendapatan per kapita, namun pengaruh langsung terhadap pendapatan per kapita memiliki pengaruh yang negatif. 4. Output berpengaruh langsung secara positif terhadap pendapatan per kapita. Keterbatasan 1. Periode dalam penelitian ini yaitu setelah dilakukannya otonomi daerah sehingga tidak dapat melihat perbedaan kebijakan pemerintah sebelum dan sesudah otonomi daerah.

22 Saran 1. Untuk meningkatkan belanja daerah yang diklasifikasikan menjadi belanja langsung dan belanja tidak langsung pemerintah harus meningkatkan PAD dengan cara mencari potensi yang ada di daerah tersebut. 2. Untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan mengurangi pengangguran pemerintah dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian karena sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja, selain itu pemerintah juga diharapkan melakukan revitalisasi pada sektor pertanian supaya tetap berkembang dan tidak dianggap kuno, sehingga para tenaga kerja tertarik untuk bekerja pada sektor pertanian.

23 REFERENSI Abdul Halim Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah: Pengelolaan Keuangan Daerah. Edisi Kedua. UPP STIM. YKPN. Yogyakarta Adi Raharjo Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta, dan Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun (Studi di Kota Semarang. Thesis Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. Semarang Amin Pujiati. n.d Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Karesidenan Semarang Era Desentralisasi Fiskal. Jurnal Ekonomi Pembangunan, hal Bahrul Ulum Analisis Determinan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah dan Deteksi Ilusi Fiskal (Studi Kasus Provinsi di Indonesia Tahun ). Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. Semarang Badan Pusat Statistik (BPS). Jawa Tengah dalam Angka. Berbagai edisi penerbitan. BPS Jawa Tengah Indeks Pembangunan Manusia. Berbagai edisi Penerbitan. BPS Jawa Tengah PDRB Menurut Lapangan Usaha. Berbagai edisi penerbitan. BPS Jawa Tengah Statistik Keuangan Kabupaten/Kota. Berbagai edisi penerbitan. BPS Jawa Tengah Boediono Ekonomi Makro, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta David Harianto dan Priyo Hari Adi Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, dan Pendapatan Per Kapita. Paper disajikan pada Sinopsium Nasional Akuntansi X. Unhas. Makassar

24 Ghozali, Imam Structural Equation Modeling, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang Hadi Sasana Peran Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 10, No. 1, Juni 2009, hal Mahmudi Manajemen Keuangan Daerah, Erlangga, Jakarta Mangkoesoebroto, Guritno Ekonomi Publik, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta Mangkoesoebroto, Guritno Teori Ekonomi Makro, STIE YKPN, Yogyakarta Mankiw Makro Ekonomi edisi keenam, Erlangga, Jakarta Mudrajad Kuncoro Otonomi & Pembangunan Daerah, Erlangga, Jakarta Mudrajad Kuncoro Ekonomika Pembangunan, UPP STIM YKPN, Yogyakarta Norista Gathama Putra Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. Semarang Priyo Hari Adi Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan, dan Pendapatan Asli Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali). Paper disajikan pada Sinopsium Nasional Akuntansi 9 Padang Rifta Nujafar Wulansari Pengaruh Pajak Daerah, Belanja Modal, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengangguran (Studi pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara). Journal Akuntabilitas, Vol.1, No.2 Juni 2008 Riduwan dan Kuncoro Cara Menguunakan dan Memakai Analisis Jalur, Alfabeta, Bandung Simanjuntak, Payman J Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta

25 Suparmoko Ekonomi Publik Untuk Keuangan & Pembangunan Daerah, Andi, Yogyakarta Todaro dan Smith Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Erlangga, Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi berkelanjutan. Seluruh negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah proses merubah struktur ekonomi yang belum berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran

Lebih terperinci

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA (Studi pada Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2009-2011 ) NASKAH PUBLIKASI Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta)

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta) PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat

Lebih terperinci

PENGARUH REALISASI BELANJA DAERAH DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP OUTPUT DAN PENDAPATAN PER KAPITA (Studi Kasus Provinsi Jawa Tengah)

PENGARUH REALISASI BELANJA DAERAH DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP OUTPUT DAN PENDAPATAN PER KAPITA (Studi Kasus Provinsi Jawa Tengah) PENGARUH REALISASI BELANJA DAERAH DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP OUTPUT DAN PENDAPATAN PER KAPITA (Studi Kasus Provinsi Jawa Tengah) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga-lembaga sosial. Perubahan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang dialami dunia hanya semenjak dua abad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam kelembagaan (institusi)

Lebih terperinci

ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU

ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU Ahmad Soleh Fakultas Ekonomi Universitas Dehasen Bengkulu ABSTRAK Ahmad Soleh; Analisis Belanja Pemerintah Daerah Kota Bengkulu. Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah dinyatakan secara tegas bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting daripada

Lebih terperinci

PENGARUH BELANJA MODAL, PENGANGGURAN DAN PENDUDUK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN PASAMAN

PENGARUH BELANJA MODAL, PENGANGGURAN DAN PENDUDUK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN PASAMAN PENGARUH BELANJA MODAL, PENGANGGURAN DAN PENDUDUK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN PASAMAN SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pada Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Disparitas perekonomian antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Isu-isu Pokok Pembangunan Ekonomi Daerah... 2 1.1.2 Tujuan... 5 1.1.3 Keluaran... 5

Lebih terperinci

PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA DAERAH

PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA DAERAH PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA DAERAH (Studikasus di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2007-2013) Nur Harjiyanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan yang diharapkan oleh setiap daerah tidak terkecuali bagi kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali. Berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang Pemerintahan yakni perubahan struktur pemerintahan, dari sentralisasi menuju desentralisasi.

Lebih terperinci

ANALISIS PEMETAAN KINERJA KEUANGAN KABUPATEN/KOTA PROPINSI JAMBI. Selamet Rahmadi

ANALISIS PEMETAAN KINERJA KEUANGAN KABUPATEN/KOTA PROPINSI JAMBI. Selamet Rahmadi Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) ANALISIS PEMETAAN KINERJA KEUANGAN KABUPATEN/KOTA PROPINSI JAMBI Selamet Rahmadi ABSTRAK Peningkatan penerimaan, khususnya PAD harus terus diupayakan. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini menguraikan gambaran dan analisis terkait dengan implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini juga menjelaskan pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam meningkatkan kesajahteraan seluruh rakyat Indonesia dan pemerataan status ekonomi antara penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan perbaikan yang secara terus menerus menuju pada pencapaian tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan

Lebih terperinci

Dampak alokasi belanja langsung terhadap ketimpangan ekonomi wilayah (Studi kasus Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Jambi, dan Provinsi Bengkulu)

Dampak alokasi belanja langsung terhadap ketimpangan ekonomi wilayah (Studi kasus Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Jambi, dan Provinsi Bengkulu) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol. 12. No. 2, Juli -Desember 2017 Dampak alokasi belanja langsung terhadap ketimpangan ekonomi wilayah (Studi kasus Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Jambi, dan Provinsi Bengkulu)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya peningkatan kapasitas pemerintahan daerah agar tercipta suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang,

I. PENDAHULUAN. dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya bersumber dari prinsip dasar yang terkandung dalam UUD 1945 Pasal 18 yang berbunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami kenaikan dalam jumlah maupun kualitas barang dan jasa

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami kenaikan dalam jumlah maupun kualitas barang dan jasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah dari perekonomian dalam suatu negara adalah masalah pertumbuhan ekonomi dengan jangka waktu yang cukup lama. Perkembangan perekonomian diukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

PENGARUH BELANJA LANGSUNG DAN BELANJA TIDAK LANGSUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

PENGARUH BELANJA LANGSUNG DAN BELANJA TIDAK LANGSUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PENGARUH BELANJA LANGSUNG DAN BELANJA TIDAK LANGSUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI I Gede Dwi Purnama Putra I Made Adigorim Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang-

I. PENDAHULUAN. Adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang- Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang saat ini dalam masa pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dalam perkembangannya senantiasa memberikan dampak baik positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional. Proses ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan indikator

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan indikator BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang lazim dipergunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi Indonesia sangat tergantung pada pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan daerah dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan sesuai prioritas dan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,

Lebih terperinci

ANALISIS KONSUMSI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA BARAT

ANALISIS KONSUMSI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA BARAT ANALISIS KONSUMSI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA BARAT Nurhuda. N, Sri Ulfa Sentosa, Idris Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Negeri Padang Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Cita-cita mulia tersebut dapat diwujudkan melalui pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian 205 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis atas data yang telah ditabulasi berkaitan dengan dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

Lebih terperinci

DAMPAK BELANJA DAERAH TERHADAP KETIMPANGAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI JAMBI

DAMPAK BELANJA DAERAH TERHADAP KETIMPANGAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI JAMBI Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol. 9, No. 01 April 2014 DAMPAK BELANJA DAERAH TERHADAP KETIMPANGAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI JAMBI Rosmeli * *Dosen Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi Volume 16 No. 01 Tahun 2016

Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi Volume 16 No. 01 Tahun 2016 PENGARUH INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI MELALUI TENAGA KERJA SEBAGAI INTERVENING VARIABEL DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2003-2013 THE EFFECT OF GOVERNMENT INVESTMENT TO ECONOMIC GROWTH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka daerah diberi wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri hal ini telah diamanatkan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri

M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri ANALISIS PENGALOKASIAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) (Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kota Kediri) M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.32 Tahun 2004 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan masyarakat yakni kesejahteraan yang adil dan makmur. Sejalan dengan tujuan tersebut berbagai kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 tahun

Lebih terperinci

ANALISIS PEREKONOMIAN DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA BARAT. Oleh Jolianis, S.Pd, ME

ANALISIS PEREKONOMIAN DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA BARAT. Oleh Jolianis, S.Pd, ME ANALISIS PEREKONOMIAN DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh Jolianis, S.Pd, ME Abstract This study aims to identify and analyze: 1) the effect of household consumption,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Definisi Pendapatan Pendapatan merupakan jumlah dari seluruh uang yang diterima seorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).

Lebih terperinci

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 1. Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kondisi makro ekonomi Kabupaten Kebumen Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah dalam mengelola potensi

Lebih terperinci

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi. Judul : Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Biaya Infrastruktur, dan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bali Nama : Diah Pradnyadewi

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI. Oleh: N U R D I N Dosen STIE Muhammadiyah Jambi ABSTRAK

KAJIAN PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI. Oleh: N U R D I N Dosen STIE Muhammadiyah Jambi ABSTRAK KAJIAN PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI Oleh: N U R D I N Dosen STIE Muhammadiyah Jambi ABSTRAK Penelitian ini mengambil judul kajian Pengaruh Belanja Daerah Terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2011-2013 WIRMIE EKA PUTRA*) CORIYATI**) *) Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi **) Alumni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintahan suatu negara pada hakikatnya mengemban tiga fungsi utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam era otonomi daerah yang sedang berjalan dewasa ini di Indonesia, pemerintah daerah dituntut untuk mampu menjalankan pemerintahannya secara mandiri. Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu negara memiliki beberapa tujuan termasuk Indonesia, yang mana salah satu tujuannya ialah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Salah satu ukuran dari

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Kasus Di Kabupaten Sragen Tahun Anggaran 2003-2011) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang umumnya digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di dalam suatu daerah dengan ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sering dikaitkan dalam perkembangan ekonomi suatu negara dengan tujuan sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara berkembang hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi yang mengakibatkan lambatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL SOLOW-SWAN UNTUK MEMACU PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DEMAK

PENERAPAN MODEL SOLOW-SWAN UNTUK MEMACU PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DEMAK PENERAPAN MODEL SOLOW-SWAN UNTUK MEMACU PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DEMAK Dhani Kurniawan Teguh Pamuji Tri Nur Hayati Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Fattah Demak Email : ujik_angkung@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi topik utama dalam bidang Ilmu Ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi topik utama dalam bidang Ilmu Ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi topik utama dalam bidang Ilmu Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan permasalahan jangka panjang yang menjadi tolak ukur dalam mengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah salah satu indikator untuk mengevaluasi perkembangan/kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu (Nuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kunci bagi keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Berapapun besarnya

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kunci bagi keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Berapapun besarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya suatu belanja pemerintah Daerah yang efisien dan efektif akan menjadi kunci bagi keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Berapapun besarnya pendapatan akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dibutuhkannya investasi. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan tuntutan reformasi di Indonesia, otonomi daerah mulai diberlakukan. Hal ini salah satunya ditandai dengan adanya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong

Lebih terperinci

Abstrak. Abstract. Pendahuluan

Abstrak. Abstract. Pendahuluan Ryan Z., Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Angkatan Kerja dan... 187 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Angkatan Kerja dan Upah Minimum Regional Terhadap Pengangguran Terdidik di

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Otonomi daerah yang berarti bahwa daerah memiliki hak penuh dalam mengurus rumah tangganya sendiri

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengelola sumber daya ekonomi daerah yang berdaya guna dan berhasil

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengelola sumber daya ekonomi daerah yang berdaya guna dan berhasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari upaya pembangunan secara nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah, sehingga tercipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang yang masih memiliki masalah pengangguran dan kemiskinan. Telah banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk

Lebih terperinci