BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Glenna Kusnadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Landasan Teoritis Teori Keagenan dan Hubungannya Dengan Penganggaran Daerah Teori keagenan menjelaskan hubungan prinsipal dan agen yang salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori prinsipal-agen menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak (principal) membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain (agent) dengan harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang dinginkan oleh prinsipal (dalam hal ini terjadi pendelegasian wewenang). (Abdullah & Asmara, 2006:6). Pendelegasian terjadi ketika prinsipal memilih agen untuk bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal (Lupia & McCubbins, 2000 dalam Kastowo, 2012:4). Penganggaran dapat dilihat sebagai transaksi berupa kontrak mandat yang diberikan agen (eksekutif) dalam kerangka struktur institusional dengan berbagai tingkatan yang berbeda (Ritonga & Alam, 2010:8). Sesuai dengan apa yang dinyatakan pada teori keagenan, bahwa pihak prinsipal dan agen memiliki kepentingan masing masing, sehingga benturan atas kepentingan ini memiliki potensi terjadi setiap saat. Agen lebih mampu menonjolkan kepentingannya karena mempunyai informasi yang lebih lengkap dibandingkan pihak prinsipal, karena pihak agenlah yang mempunyai kendali operasional di lapangan. Sehingga pihak agen lebih memilih alternatif yang menguntungkan dengan mengelabui dan
2 membebankan kerugian pada pihak prinsipal (Fozard,A, 2001 dalam Ritonga & Alam, 2010:9). Dalam hubungan keagenan di pemerintahan antara eksekutif dan legislatif, eksekutif adalah agen dan legislatif adalah prinsipal (Halim, 2002a; Fozzard, 2001; Mae, 1984 dalam Halim & Abdullah, 2006:56). Seperti dikemukakan sebelumnya, diantara prinsipal dan agen senantiasa terjadi masalah keagenan. Oleh karena itu, persoalan yang sering timbul di antara eksekutif dan legislatif juga merupakan persoalan keagenan. Pada pemerintahan, peraturan perundang undangan secara implisit merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif dan publik (Halim & Abdullah, 2006:58). Peraturan tersebut memuat segala sesuatu tentang semua kewajiban dan hak pihak pihak yang bersentuhan dengan pemerintahan dalam konteks hubungan keagenan. Menurut Moe (1984) dan Storm (2000) dalam Abdullah & Asmara (2006:7), hubungan keagenan dalam penganggaran publik adalah antara (1) pemilih legislatur, (2) legislatur pemerintah, (3) menteri keuangan pengguna anggaran, (4) perdana menteri birokrat, dan pejabat pemberi pelayanan. Dalam konteks pemerintahan daerah di Indonesia, keagenan dapat dibagi dalam 5 kategori, yaitu: (1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepala Daerah (KDH), (2) KDH Rakyat, (3) DPRD Rakyat, (4) KDH Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), (5) Kepala SKPD Staf SKPD ( Dalam pembahasan anggaran, eksekutif dan legislatif membuat kesepakatan kesepakatan yang dicapai melalui bargaining sebelum anggaran ditetapkan sebagai suatu produk hukum peraturan daerah atau
3 perda (Asmara, 2010:157). Hubungan keagenan ini dapat diminimalisir melalui mekanisme transparansi dan akuntabilitas, pengendalian, dan pemeriksaan pengelolaan keuangan daerah Proses Penyusunan APBD di Indonesia Penyusunan APBD didasarkan prinsip sebagai berikut: 1. Sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah; 2. Tepat waktu sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang undangan; 3. Transparan, sehingga memudahkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas luasnya tentang APBD; 4. Melibatkan partisipasi masyarakat; 5. Memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; 6. Substansi APBD tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya. Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah pada penjelasan bagian umum disebutkan bahwa penyusunan APBD diawali dengan penyampaian kebijakan umum APBD sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, pemerintah daerah bersama dengan DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah. Untuk menjamin konsistensi dan percepatan pembahasan rancangan KUA dan rancangan PPAS, kepala daerah harus menyampaikan rancangan KUA
4 dan rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) tersebut kepada DPRD dalam waktu yang bersamaan, yang selanjutnya hasil pembahasan kedua dokumen tersebut disepakati bersama antara kepala daerah dengan DPRD pada waktu yang bersamaan, sehingga keterpaduan substansi KUA dan PPAS dalam proses penyusunan R-APBD akan lebih efektif. Perubahan paradigma baru dalam pengelolaan dan penganggaran daerah merupakan hal yang tak dapat dipisahkan sebagai akibat penerapan otonomi di Indonesia. Penganggaran kinerja (performance budgeting) merupakan konsep dalam penganggaran yang menjelaskan keterkaitan antara pengalokasian sumberdaya dengan pencapaian hasil yang dapat diukur. Berdasarkan KUA-PPAS yang telah disepakati oleh Pemerintah Daerah dan DPRD maka kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) untuk selanjutnya disampaikan ke DPRD untuk dibahas pada pembicaraan R-APBD. Hasil pembahasan kemudian disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai dasar penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang APBD. Pengajuan Ranperda APBD tersebut disertai dengan penjelasan dan dokumen dokumen pendukung kepada DPRD Belanja Pemerintah memiliki kewajiban kewajiban yang harus dipenuhi untuk kepentingan publik. Kewajiban-kewajiban tersebut adalah sebagai pelayan kebutuhan dan kepentingan publik. Kewajiban-kewajiban tersebut dapat berupa pembangunan bernagai fasilitas publik dan peningkatan kualitas pelayanan terhadap publik. Untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut diperlukan
5 pengeluaran-pengeluaran daerah. Pengeluaran-pengeluaran daerah tersebut mempunyai kaitan terhadap kewajiban-kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang. Belanja adalah penurunan manfaat ekonomis masa depan atau jasa potensial selama periode pelaporan dalam bentuk arus kas keluar atau konsumsi aktiva atau terjadinya kewajiban yang ditimbulkan, sebagai akibat pengurangan aktiva/ekuitas neto selain dari yang berhubungan dengan distribusi ke entitas ekonomi itu sendiri (Bastian, 2006:151). Belanja daerah didefinisikan sebagai kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih (Erlina & Rasdianto, 2013:120). Klasifikasi belanja pada pemerintahan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan Permendagri Nomor 13 tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 59 tahun 2007 dan adanya perubahan kedua dengan Permendagri Nomor 21 tahun 2011 tentang pengelolaan keuangan daerah. Salvatore Schiavo-Campo- dan Daniel Tommasl (1991) dalam Mursyidi (2009) mengungkapkan bahwa klasifikasi belanja sangat penting dalam: 1. Memformulasikan kebijakan dan mengidentifikasi alokasi sumber daya sektor sektor; 2. Mengidentifikasi tingkatan kegiatan pemerintah melalui penilaian kinerja pemerintah; dan 3. Membangun akuntabilitas atas ketaatan pelaksanaan dengan otorisasi yang diberikan oleh legislatif.
6 Belanja Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Peraturan Pemerintah nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pada pernyataan nomor 2 paragraf 8 menyebutkan bahwa belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Labih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Pernyataan Nomor 2 paragraf 39, belanja dibagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu: belanja operasi; belanja modal; belanja lain lain/ tak terduga. Belanja Operasi terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial. Belanja modal terdiri dari belanja aset tetap, belanja aset lainnya, belanja lain lain/tak terduga. Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 Tentang SAP, Pernyataan Nomor 2 paragraf 36 40, belanja diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok besar yaitu: belanja operasi, belanja modal, belanja lain lain/ belanja tak terduga, dan belanja transfer. Belanja Operasi. Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari hari pemerintah pusat / daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja operasi meliputi: belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial. Belanja Modal. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal
7 meliputi: belanja modal tanah; belanja modal peralatan dan mesin; belanja modal gedung dan bangunan; belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan; belanja modal aset tetap lainnya; belanja aset lainnya (aset tidak berwujud). Belanja Lain Lain/ Belanja Tak Terduga. Belanja lain lain atau belanja tidak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang, seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah. Belanja Transfer. Belanja transfer adalah pengeluaran anggaran dari entitas pelaporan yang lebih tinggi ke entitas pelaporan yang lebih rendah seperti pengeluaran dana perimbangan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan dana bagi hasil oleh pemerintah provinsi ke kabupaten/kota serta dana bagi hasil dari kabupaten/kota ke desa Belanja Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Belanja daerah didefinisikan sebagai kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. (Pasal 1 ayat 51 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, perubahan kedua atas Permendagri Nomor 13 tahun 2006). Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, pasal 36 53, belanja dikelompokkan menjadi:belanja langsung dan belanja tidak langsung.
8 Belanja langsung. Belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan program dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari: belanja pegawai; belanja barang dan jasa;belanja modal. Belanja tidak langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja tidak langsung terdiri dari: belanja pegawai; belanja bunga; belanja subsidi; belanja hibah; belanja bantuan sosial; belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga Rasio Alokasi Belanja Bantuan Sosial, Belanja Hibah, dan Belanja Modal Rasio alokasi belanja bantuan sosial, belanja hibah, dan belanja modal kerap menjadi rebutan kepentingan politik antara legislatif dan eksekutif. Ini menjadi alat pencitraan yang ampuh untuk membentuk opini publik yang akan membawa pengaruh positif terhadap pihak yang mampu memanfaatkannya. Apalagi untuk seorang kepala daerah yang akan kembali mencalonkan diri dalam pemilukada, maka kepala daerah ini akan berusaha menyesuaikan rasio alokasi belanja untuk kepentingan politiknya. Rasio alokasi belanja yang paling ampuh digunakan yaitu rasio alokasi belanja bantuan sosial, belanja hibah dan belanja modal karena belanja tersebut bersinggungan dengan masyarakat luas. Kepala daerah cenderung memperbesar rasio alokasi untuk ketiga jenis belanja diatas. Pada penelitian anggaran di 41 kota/kabupaten, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menemukan bahwa anggaran bantuan sosial
9 disinyalir menjadi alat mempengaruhi pemilih oleh calon Incumbent ( Rasio Alokasi Belanja Bantuan Sosial Belanja bantuan sosial adalah pengeluaran anggaran untuk pemberian bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada kelompok/anggota masyarakat (Erlina & Rasdianto, 2013:123). Menurut Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 pasal 1 ayat 15 dan 16, bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Resiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam dan bencana alam yang jika tidak diberikan belanja bantuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 81/PMK.05/2012 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa belanja bantuan sosial adalah pengeluaran berupa transfer uang, barang atau jasa yang diberikan oleh Pemerintah Pusat/Daerah kepada masyarakat guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial, meningkatkan kemampuan ekonomi dan/atau kesejahteraan masyarakat. Secara teknis, belanja bantuan sosial dianggarkan dengan menggunakan mekanisme yang berbeda dengan belanja lain. Dalam penganggaran belanja
10 bantuan sosial terlebih dahulu harus jelas siapa yang akan menerima belanja bantuan sosial, mengajukan proposal (kecuali untuk yang bersifat tidak terencana ), ada verifikasi dokumen dan lapangan, dan penyusunan RKA- SKPD/RKA-Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD). Oleh karena itu, inventarisasi data orang miskin sangat penting, dan sebisa mungkin merupakan data yang valid dan factual ( Pemerintah daerah dapat memberikan bantuan sosial kepada anggota/kelompok masyarakat sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Anggota/kelompok masyarakat tersebut meliputi: (a) individu, keluarga, dan/atau masyarakat yang mengalami keadaan yang tidak stabil akibat dari krisis sosial, ekonomi, politik, bencana, atau fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum; (b) lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang lain yang berperan untuk melindungi individu, kelompok, dan/atau masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial Rasio Alokasi Belanja Hibah Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN pasal 1 ayat 9 mendefinisikan pendapatan hibah sebagai penerimaan negara dalam bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri, sedangkan belanja hibah adalah pengeluaran pemerintah berupa pemberian yang tidak diterima kembali, dalam bentuk uang, barang, jasa dan/atau surat berharga, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya (Pasal 1 ayat 10). Selanjutnya dari sisi pendapatan hibah disebutkan lebih lanjut bahwa Menteri Keuangan yang
11 bertanggung jawab atas pelaksanaan dan penatausahaan pendapatan hibah, serta harus dikelola dalam APBN, dapat disetorkan ke rekening Kas Negara atau langsung diterima oleh K/L (Pasal 56). Pasal 1 ayat 10 menyebutkan belanja hibah adalah setiap pengeluaran pemerintah berupa pemberian yang tidak diterima kembali, dalam bentuk uang, barang, jasa, dan/atau surat berharga, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. Sebagaimana pendapatan hibah, belanja hibah juga merupakan kewenangan Menteri Keuangan untuk mengelola belanja hibah. Belanja hibah diberikan secara selektif dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, rasionalitas dan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah (Erlina & Rasdianto, 2013:122) Rasio Alokasi Belanja Modal Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN Pasal 93 menyebutkan bahwa belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk memperoleh atau menambah nilai aset tetap dan/atau aset lainnya (memberi manfaat lebih dari satu tahun, memenuhi batasan minimal kapitalisasi, dan dipergunakan untuk kepentingan umum). Modul bagan akun standar pada program percepatan akuntabilitas keuangan pemerintah tahun 2012 kementerian keuangan republik Indonesia disebutkan bahwa belanja modal adalah pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan/atau aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Menurut Halim (2002:73), belanja modal merupakan pengeluaran pamerintah daerah yang
12 manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset dan kekayaan daerah Daerah KDH Incumbent dan Non-Incumbent Incumbent adalah Orang yang sedang memegang jabatan (bupati, walikota, gubernur, presiden) yang ikut pemilihan agar dipilih kembali pada jabatan itu ( sedangkan Non-Incumbent adalah orang yang tidak sedang memegang jabatan (bupati, walikota, gubernur, presiden) ikut serta sebagai calon yang dipilih untuk menduduki jabatan tersebut di atas dalam suatu pemilihan umum. Daerah KDH Incumbent adalah kabupaten/ kota dimana kepala daerah (KDH) kembali mencalonkan diri dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada), sedangan daerah KDH Non-Incumbent adalah kabupaten/ kota dimana KDH tidak bersedia atau tidak diperbolehkan atau tidak memenuhi syarat menjadi calon peserta dalam pemilukada Review Penelitian Terdahulu Review penelitian terdahulu (Theoretical Mapping) menjabarkan daftar peneliti terdahulu dengan topik yang relevan dengan topik yang akan kita gunakan dalam penelitian ini (Lubis, 2012). Terkait dengan bidang penelitian yang akan dilakukan, peneliti bertitik tolak dari beberapa penelitian terdahulu khususnya penelitian yang berkenaan dengan Rasio Alokasi Belanja untuk daerah KDH Incumbent dan Non-Incumbent di Kabupaten/Kota di Indonesia, sperti yang diuraikan dibawah ini.
13 1. Ritonga dan Alam (2010) Penelitian ini berjudul, Apakah Incumbent memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk mencalonkan kembali dalam pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada). Variabel penelitiannya yaitu Independen terdiri dari Incumbent dan non-incumbent, Dependen terdiri dari proporsi belanja hibah, proporsi belanja bantuan sosial. Teknik Analisis menggunakan Pengujian Normalitas menggunakan One Sample Kormogorov- Smirnov Test dan Shapiro-Wilk, Pengujian Non Parametrik Wilcoxon Signed Ranks Test, Pengujian Parametrik uji beda dua sampel independen (Independent Sample t-test), Pengujian Non Parametrik Mann Whitney U-Test. Indikator penelitian yaitu proporsi belanja hibah dan bantuan sosial pada daerah Incumbent dan Non-Incumbent. Hasil penelitiannya adalah Proporsi belanja hibah daerah pemilukada Incumbent lebih besar daripada daerah pemilukada non-incumbent, Proporsi belanja bantuan sosial daerah pemilukada Incumbent lebih besar daripada daerah pemilukada non-incumbent, Proporsi belanja hibah pada saat pemilukada untuk daerah Incumbent lebih besar daripada sebelum pemilukada. 2. Indrati (2011) Judul Penelitian, Analisis Rasio Alokasi Belanja antara Daerah Incumbent dan Daerah Non-Incumbent Sebelum dan Sesaat Pemilukada. Variabel penelitiannya terdiri dari variabel independen yaitu Incumbent dan Non- Incumbent, variabel dependennya adalah belanja hibah, alokasi belanja bantuan keuangan. Analisa data menggunakan statistik deskriptif. Indikator penelitian yaitu rasio alokasi belanja di derah Incumbent dan Non-Incumbent. Hasil
14 penelitiannya adalah: Alokasi belanja hibah dan bantuan keuangan kabupaten/kota yang Incumbent-nya bermaksud mengikuti kembali pemilukada lebih besar daripada kabupaten/kota yang Incumbent-nya tidak bermaksud untuk mengikuti kembali pemilukada. 3. Syafrizal dan Fachruzzaman (2013) Judul penelitian yaitu, Pengaruh Politisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di Daerah Incumbent di Pulau Jawa dan Daerah Incumbent Luar Pulau Jawa. Variabel penelitiannya yaitu Incumbent (variabel independen), sedangkan variabel dependennya adalah Rasio Alokasi Belanja Hibah, Rasio Alokasi Belanja Bantuan Sosial. Teknik analisis yang digunakan adalah paired sample t-test, independent sample t-test, dan Mann Whitney U- test. Indikator penelitian ini adalah rasio APBD daerah Incumbent di Pulau Jawa dan diluar Pulau Jawa. Hasil penelitiannya adalah terjadi perbedaan rasio alokasi belanja hibah dimana belanja hibah Incumbent pulau Jawa pada saat pemilukada lebih besar daripada sebelumnya, Terjadi perbedaan rasio alokasi belanja bantuan sosial dimana belanja bantuan sosial Incumbent pulau Jawa pada saat pemilukada lebih besar daripada sebelumnya. 4. Yustistianto (2011) Judul penelitiannya adalah: Pemanfaatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Dalam Pemenangan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Oleh Incumbent. Variabel penelitiannya adalah Incumbent sebagai variabel independen, dan variabel dependennya adalah Belanja Bantuan Sosial, Belanja Hibah, Belanja Modal, Belanja Pegawai. Teknik analisis yang digunakan
15 adalah paried samples t-test dan wilcoxon. Indikatornya adalah pemanfaatan belanja oleh Incumbent. Hasil penelitiannya yaitu: Belanja bantuan sosial pada saat Pemilukada yang dimenangkan Incumbent lebih kecil dibandingkan dengan empat tahun, tiga tahun, dan satu tahun sebelum Pemilukada, Belanja Hibah pada saat penyelenggaraan Pemilukada yang dimenangkan Incumbent lebih besar dibandingkan dengan empat tahun, tiga tahun, dua tahun dan satu tahun sebelum dilakukan Pemilukada, Belanja Modal pada waktu penyelenggaraan Pemilukada yang dimenangkan Incumbent lebih kecil dibandingkan dengan empat tahun, tiga tahun, dan satu tahun sebelum dilakukan Pemilukada kecuali pada dua tahun sebelum pemilukada belanja modal lebih besar, Belanja Pegawai pada penyelenggaraan Pemilukada yang dimenangkan Incumbent lebih besar dibandingkan dengan empat tahun, tiga tahun, dua tahun, dan satu tahun sebelum dilakukan Pemilukada. 5. Masduki, T., dkk (2009) Judul penelitian yaitu: Governing Favours: An Investigation Of Accountability Mechanisms in Local Government Budget Allocation in Indonesia. Variabel penelitian terdiri dari Pemilukada sebagai variabel independen dan variabel dependen terdiri dari: Alokasi Belanja Hibah, Alokasi Belanja Bantuan Sosial. Teknik analisis yang digunakan adalah: teknik investigasi. Indikator penelitian yaitu alokasi belanja hibah dan bantuan sosial pada saat pemilukada. Hasil Penelitian yaitu: Ada peningkatan alokasi belanja hibah dan bantuan sosial dalam APBD pada saat Pemilukada 2008 di Kabupaten Tabanan (Bali), Kota Bau - Bau (Sulawesi Tenggara), dan Kota Bandung (Jawa Barat).
16 Ikhtisar Review Penelitian Terdahulu dimuka tercantum pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Ikhtisar Review Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti 1 Ritonga, dan Alam (2010) 2 Indrati (2011) Judul Penelitian Apakah Incumbent memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk mencalonkan kembali dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Analisis Rasio Alokasi Belanja antara Daerah Incumbent dan Daerah Non- Incumbent Sebelum dan Sesaat Pemilukada Variabel Penelitian Independen: Incumbent, Non-Incumbent Dependen: Proporsi Belanja Hibah, Proporsi Belanja Bantuan Sosial, Independen: Incumbent, Non-Incumbent Dependen: Belanja Hibah, Alokasi Belanja Bantuan Keuangan. Teknik Analisis - Pengujian Normalitas menggunakan One Sample Kormogorov- Smirnov Test dan Shapiro- Wilk. -Pengujian Non Parametrik Wilcoxon Signed Ranks Test. -Pengujian Parametrik uji beda dua sampel independen (Independent Sample t-test). -Pengujian Non Parametrik Mann Whitney U-Test Analisa data menggunakan statistik deskriptif. Hasil Penelitian - Proporsi belanja hibah daerah pemilukada Incumbent lebih besar daripada daerah pemilukada non- Incumbent - Proporsi belanja bantuan sosial daerah pemilukada Incumbent lebih besar daripada daerah pemilukada non- Incumbent - Proporsi belanja hibah pada saat pemilukada untuk daerah Incumbent lebih besar daripada sebelum pemilukada Alokasi belanja hibah dan bantuan keuangan kabupaten/kota yang Incumbent-nya bermaksud mengikuti kembali pemilukada lebih besar daripada kabupaten/kota yang Incumbent-nya tidak bermaksud untuk mengikuti kembali pemilukada 3 Syafrizal, dan Fachruzzam an (2013) Pengaruh Politisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di Daerah Incumbent di Pulau Jawa dan Daerah Incumbent Luar Pulau Jawa. Independen: Incumbent. Dependen: Rasio Alokasi Belanja Hibah, Rasio Alokasi Belanja Bantuan Sosial. paired sample t- test, independent sample t-test, dan Mann Whitney U-test - Terjadi perbedaan rasio alokasi belanja hibah dimana belanja hibah Incumbent pulau Jawa pada saat pemilukada lebih besar daripada sebelumnya - Terjadi perbedaan rasio alokasi belanja bantuan sosial dimana belanja bantuan sosial Incumbent pulau Jawa pada saat pemilukada lebih besar daripada sebelumnya.
17 Lanjutan Tabel.2.1 No 5 Nama Peneliti Masduki, T., dkk (2009) Judul Penelitian Governing Favours: An Investigation Of Accountability Mechanisms in Local Government Budget Allocation in Indonesia Variabel Penelitian Independen: Pemilukada Dependen: Alokasi Belanja Hibah, Alokasi Belanja Bantuan Sosial Teknik Analisis Teknik investigasi Hasil Penelitian Ada peningkatan alokasi belanja hibah dan bantuan sosial dalam APBD pada saat pemilukada 2008 di kabupaten Tabanan (Bali), Kota Bau - Bau (Sulawesi Tenggara), dan Kota Bandung (Jawa Barat)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Agensi Halim dan Abdullah (2006) menjelaskan bahwa teori keagenan merupakan teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah kabupaten dan kota berkedudukan sebagai daerah otonom yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menempatkan otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten dan kota. Daerah kabupaten dan kota
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi.
Lebih terperinciWalikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat
- 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH
Lebih terperinciPERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 PERMENDAGRI NOMOR 39 TAHUN 2012 PERMENDAGRI NOMOR 14 TAHUN 2016
MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH, PERATURAN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 40 PERATURAN WALIKOTA CILEGON TENTANG
BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 40 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,
MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN PERATURAN
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah merupakan penyelenggara seluruh urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 39 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGANGGARAN, PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN, PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN
1 PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 39 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGANGGARAN, PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN, PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN SERTA MONITORING DAN EVALUASI HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL
Lebih terperinciBUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 8B TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 8B TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGANGGARAN, PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN, PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN SERTA MONITORING DAN EVALUASI BANTUAN SOSIAL DI KABUPATEN
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SUMBA TIMUR NOMOR 216 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL DI KABUPATEN SUMBA TIMUR
PERATURAN BUPATI SUMBA TIMUR NOMOR 216 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL DI KABUPATEN SUMBA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBA TIMUR, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,
BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa agar terciptanya tertib administrasi,
Lebih terperinciLAPORAN REALISASI ANGGARAN
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN REALISASI ANGGARAN KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DESEMBER 00 DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN -----------------------------------------------------------
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori
Lebih terperinciBAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK
63 BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK A. Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menurut Freedman dalam anggaran
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO,
PERATURAN WALIKOTA METRO NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA METRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciBUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 49 TAHUN 2011
BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 49 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGANGGARAN, PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN, PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN SERTA MONITORING DAN EVALUASI HIBAH DAN BANTUAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,
BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGANGGARAN, PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN, PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN SERTA MONITORING DAN EVALUASI
Lebih terperinciLAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAMPIRAN I.0 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TANGGAL LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS Lampiran I.0 PSAP 0 (i)
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TERHADAP PENYELENGGARAAN BELANJA HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH
TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENYELENGGARAAN BELANJA HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH BAB I PENDAHULUAN Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 mengenai
Lebih terperinci- 1 - BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG
- 1 - BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN SERANG BUPATI
Lebih terperinciBUPATI BENGKULU SELATAN
BUPATI BENGKULU SELATAN PERATURAN BUPATI BENGKULU SELATAN NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN BENGKULU
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN BARAT
GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... iii Peraturan Gubernur
Lebih terperinciB U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 76 TAHUN 2014
1 B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG TAHAPAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG
SALINAN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 77 TAHUN 2012
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 77 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN SATUAN KERJA PENGELOLA KEUANGAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN
Lebih terperinciPROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBANTUAN SOSIAL MENURUT PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 32 TAHUN 2011 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DAN
Lebih terperinciW A L I K O T A Y O G Y A K A R T A
W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A D A E R A H I S T I M E W A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA TENTANG PENGELOLAAN BELANJA BANTUAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG
PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA b. c. dan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk memberikan pedoman
Lebih terperinciSTANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN
LAMPIRAN IV PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2005 TANGGAL 13 JUNI 2005 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN Paragraf-paragraf yang ditulis dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nomor 39 Tahun 2012 (Permendagri 39/2012) Perubahan atas Peraturan. Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 (Permendagri 32/2012)
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012 (Permendagri 39/2012) Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun
Lebih terperinciBUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG
Menimbang BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI NOMOR 2 B TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi
Bab 1 PENDAHULUAN Bab pendahuluan menguraikan tentang latar belakang masalah yang diteliti dan dikerucutkan dalam bentuk rumusan permasalahan. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan,
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang PPAS APBD 2016 BAB I 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan dan penganggaran adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
Lebih terperinciBULETIN TEKNIS NO. 04 PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN BELANJA PEMERINTAH. Mei 2007
BULETIN TEKNIS NO. 04 PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN BELANJA PEMERINTAH Mei 2007 1 MATERI PRESENTASI 1. Latar Belakang 2. Pentingnya Klasifikasi Belanja Teori 3. Klasifikasi Belanja Menurut Ketentuan Perundangan-undangan
Lebih terperinci2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara R
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2075, 2014 KEMENSOS. Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Anggaran. Kegiatan. Program. Rencana. Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR : 32 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL
PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR : 32 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa untuk menindak-lanjuti
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 10 TAHUN 2014
PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA TAHUN 2015 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH BAGIAN HUKUM DAN ORGANISASI SEKRETARIAT
Lebih terperinciLAPORAN REALISASI ANGGARAN
LAMPIRAN B.II : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR : 79 TAHUN 2013 TANGGAL: 27 DESEMBER 2013 KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal
Lebih terperinciMENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 83 / HUK / 2010 TENTANG
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 83 / HUK / 2010 TENTANG RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, ANGGARAN, DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN LINGKUP KEMENTERIAN
Lebih terperinciSALINAN. 3. Undang-Undang...
SALINAN WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGANGGARAN, PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN,
Lebih terperinciLAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS
LAMPIRAN I.0 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN 00 TANGGAL OKTOBER 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS Lampiran I.0 PSAP 0 (i) DAFTAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance Government) telah mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah
Lebih terperinciMENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2011 TENTANG
SALINAN MENTERI SOSIAL PERATURAN MENTERI SOSIAL NOMOR 148 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, ANGGARAN, DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN LINGKUP KEMENTERIAN SOSIAL TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciLAPORAN REALISASI ANGGARAN
LAMPIRAN III PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 2.a TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI LAPORAN REALISASI ANGGARAN I. PENDAHULUAN I.1 Tujuan 1. Tujuan kebijakan akuntansi Laporan Realisasi Anggaran
Lebih terperinciBUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG,
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM PENGELOLAAN DANA BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI APBD
TINJAUAN HUKUM PENGELOLAAN DANA BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI APBD depoklik.com I. PENDAHULUAN Penanganan Kemiskinan di Indonesia terus diupayakan melalui berbagai strategi dan pendekatan dengan mengerahkan
Lebih terperinciBUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGANGGARAN, PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN, PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN SERTA MONITORING DAN EVALUASI BELANJA HIBAH
Lebih terperinciBUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 32.1 TAHUN 2015 TENTANG HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL
BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 32.1 TAHUN 2015 TENTANG HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciBUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN PROSEDUR ( SOP ) PENGAJUAN DANA BANTUAN HIBAH / BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (suplementer) dan saling terkait antar dokumen kebijakan. (APBD) merupakan dokumen yang saling berkaitan.
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Pemikiran 2.1.1 Sinkronisasi Sinkronisasi adalah penyelarasan dan penyelerasian antara dokumen kebijakan yang satu dengan dokumen kebijakan yang lain. Tujuan dari
Lebih terperinciMenimbang : a. bahwa tata cara pengelolaan hibah dan bantuan sosial
GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR-&AHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Pemerintah Daerah Dan Fungsi Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (5), pengertian pemerintahan daerah adalah sebagai
Lebih terperinciKEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 07 AKUNTANSI BELANJA
LAMPIRAN B.VII : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR : 79 TAHUN 2013 TANGGAL: 27 DESEMBER 2013 KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 07 AKUNTANSI BELANJA Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman
Lebih terperinciTATA CARA PELAKSANAAN KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SUBANG BAB I PENDAHULUAN
TATA CARA PELAKSANAAN KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SUBANG BAB I PENDAHULUAN I.1. Tujuan dan Ruang Lingkup Bab ini bertujuan untuk memberikan pemahaman secara garis besar mengenai dasar-dasar
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 47 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGANGGARAN, PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 62 TAHUN 2011 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 62 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 62 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH, BANTUAN SOSIAL, BANTUAN KEUANGAN DAN BELANJA TIDAK TERDUGA YANG BERSUMBER
Lebih terperinci3. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara
PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu dekade dan hal itu menandakan pula bahwa pelaksanaan otonomi dalam penyelenggaraan pemerintah
Lebih terperinci3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 21 TAHUN 2015
PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah
Lebih terperinciLAPORAN REALISASI ANGGARAN
LAMPIRAN II.0 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 00 TANGGAL JUNI 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN REALISASI ANGGARAN www.djpp.d DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN
Lebih terperinciBUPATI MUSI BANYUASIN
BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR: tfe TAHUN2016 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN /2009 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2012... /2009 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL DARI PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR : 39 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR
PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR : 39 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR 1 PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR : 39 TAHUN 2011
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR : 07 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR
PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR : 07 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR 1 BUPATI OGAN KOMERING ILIR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING
Lebih terperinciPENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK
PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK ANGGARAN Rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu Fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya masa orde baru merupakan awal mula demokrasi di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berakhirnya masa orde baru merupakan awal mula demokrasi di Indonesia. Hal ini ditandai dengan lahirnya amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Dalam amandemen UUD 1945
Lebih terperinciBUPATI POLEWALI MANDAR
BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN
Lebih terperinciBUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI REMBANG NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI REMBANG NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KETIGAATAS PERATURAN BUPATI REMBANG NOMOR43 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGANGGARAN,PELAKSANAAN, PENATAUSAHAAN,PELAPORAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014
PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang
Lebih terperinci2015, No Peraturan Menteri Sosial tentang Rencana Program, Kegiatan, Anggaran, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan Lingkup Kementerian Sosial
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1913, 2015 KEMENSOS. Anggaran. Dekonsentrasi. Tugas Pembantuan. Rencana Program. Tahun 2016. Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015
Lebih terperinciBULETIN TEKNIS NO. 04 PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN BELANJA PEMERINTAH
BULETIN TEKNIS NO. 04 PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN BELANJA PEMERINTAH 1 LATAR BELAKANG Klasifikasi belanja dalam perencanaan dan penganggaran seharusnya sama dengan klasifikasi pada pelaporan untuk pertanggungjawaban.
Lebih terperinciBUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BELANJA HIBAH DAN BELANJA BANTUAN SOSIAL BUPATI MALANG,
BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BELANJA HIBAH DAN BELANJA BANTUAN SOSIAL BUPATI MALANG, Menimbang : bahwa dalam rangka tertib administrasi pengelolaan
Lebih terperinciMENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 84 / HUK / 2009 TENTANG
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 84 / HUK / 2009 TENTANG RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, ANGGARAN, DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN LINGKUP DEPARTEMEN
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
www.unduhsaja.com SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Otonomi Daerah Suparmoko (2002: 18) Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
Lebih terperinciLAPORAN REALISASI ANGGARAN
LAMPIRAN IV PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 00 TANGGAL 1 JUNI 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN REALISASI ANGGARAN DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------
Lebih terperinciBUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT
BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,
Lebih terperinciKEBIJAKAN LRA A. TUJUAN
LAMPIRAN II PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KEBIJAKAN LRA A. TUJUAN Kebijakan tentang LRA bertujuan untuk menetapkan perlakuan Akuntansi
Lebih terperinciSISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN (SiAP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA. PENDAHULUAN
SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN PENDAHULUAN Overview Sesi 1 Sistem Akuntansi Pemerintahan Copyright 2016 bandi.staff.fe.uns.ac.id. 1 1. Memahamkan Keuangan Negara, 2. Memahamkan Dasar hukum keuangan negara
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 13 TAHUN 2010 T E N T A N G
1 Menimbang Mengingat : a. b. c. 1. 2. PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 13 TAHUN 2010 T E N T A N G ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciWALIKOTA TANGERANG SELATAN
WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah, termasuk dalam ranah konsep kebijakan keuangan negara. Fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang
Lebih terperinciBELANJA HIBAH DAN BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA HIBAH DAN BELANJA BANTUAN SOSIAL http://massweeto.blogspot.com I. PENDAHULUAN Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam mencapai tujuan pembangunan daerah, pemerintah daerah
Lebih terperinciGUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT
GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BELANJA HIBAH DAN BANTUAN
Lebih terperinci